Uji BSLT Brine Shrimp Lethality Test Analisa GCMS

simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.

E. Ekstraksi secara penyulingan

Penyulingan dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih yang tinggi pada tekanan udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, maka penyari dilakukan dengan penyulingan.

2.4. Uji BSLT Brine Shrimp Lethality Test

Uji BSLT merupakan salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat toksik dan digunakan sebagai suatu bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam. Metode ini menggunakan larva Artemia salina Leach sebagai hewan coba. Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Prosedurnya dengan menentukan nilai LC 50 dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia salina Leach. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika harga LC 50 1000 ppm. Penelitian Carballo dkk menunjukkan adanya hubungan yang konsisten antara toksisitas dan letalitas Brine shrimp pada ekstrak tanaman Mayer, 1982. Metode BSLT dapat dipercaya untuk menguji aktivitas farmakologis dari bahan-bahan alami. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC 50 dengan metode BSLT, maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti kanker. Namun, bila tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat lainnya dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva Artemia salina seperti mencit dan tikus secara in vivo Carbello et al, 2002.

2.5. Antioksidan

Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron electron donors. Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meradam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat Winarsi, 2007. Secara biokimia, proses pelepasan elektron dari suatu senyawa disebut oksidasi. Sementara, proses penangkapan elektron disebut reduksi. Senyawa yang dapat menarik atau menerima elektron disebut oksidan atau oksidator, sedangkan senyawa yang dapat melepaskan atau memberikan elektron disebut reduktan atau reduktor Winarsi, 2007. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron electron donor atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif, akibatnya kerusakan sel akan dihambat Winarsi, 2007. Menurut Winarsi 2007, status antioksidan merupakan parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang berdasarkan reaksi oksidasi dalam tubuh. Tubuh manusia memiliki sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas, yang secara kontinu dibentuk sendiri oleh tubuh. Bila jumlah senyawa oksidan reaktif ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan menyerang komponen lipid, protein, maupun DNA sehingga mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang disebut stres oksidatif. Namun demikian, reaktivitas radikal bebas dapat dihambat dengan 3 cara berikut. 1. Mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas baru. 2. menginaktivasi atau menangkap radikal dan memotong propagasi pemutusan rantai. 3. memperbaiki repair kerusakan oleh radikal. Tidak selamanya senyawa oksidan reaktif yang terdapat di dalam tubuh itu merugikan. Pada kondisi-kondisi tertentu keberadaannya sangat dibutuhkan, misalnya, untuk membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Oleh sebab itu, keberadaannya harus dikendalikan oleh sistem antioksidan dalam tubuh Winarsi, 2007.

2.5.1. Sumber-sumber Antioksidan

Sumber-sumber antioksidan dapat berupa antioksidan sintetik maupun antioksidan alami. Tetapi saat ini penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi karena ternyata dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa antioksidan sintetik seperti BHT Butylated Hydroxy Toluena ternyata dapat meracuni binatang percobaan dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu industri makanan dan obat-obatan beralih mengembangkan antioksidan alami dan mencari sumber- sumber antioksidan alami baru Takashi dan Takayuni, 1997. Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, misalnya rempah-rempah, teh, coklat, dedaunan, biji-biji serelia, sayur-sayuran, enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari Sarastani, dkk., 2002.

A. Antioksidan alami

Antioksidan alami berasal dari tumbuhan yang sering dikonsumsi dan telah diisolasi. Antioksidan yang terdapat dalam tumbuhan mengandung vitamin C, vitamin E, poliferol, karoten bioflavonoid, katekin, dan resveratrol.

B. Antioksidan Sintetik

Antioksidan sintetik diizinkan penggunaannya dalam makanan untuk menjaga mutu dan dari perubahan sifat kimia makanan akibat proses oksidasi yang terjadi terutama pada waktu penyimpanan. Contohnya adalah Butylated Hidroxyanisol BHA, Butylated Hidroxytoluene BHT, Tert-Butyl Quinon TBHQ, Propil galat dan lain-lain. Ardiansyah, 2007.

2.5.2. Pengujian Antioksidan

Pengujian antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH 1,1 Dipheny-2-picrylhidrazyl . Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap. Penangkapan radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah yang diambil Sunarni, 2005.

2.6. Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri dan digunakan secara khusus untuk mengobati infeksi. Berdasarkan cara kerja antibakteri dibedakan menjadi bakterisidal dan bakteriostatik. Antibakteri bakteriostatik adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan antibakteri bakteriosidal adalah zat yang bekerja yang mematikan bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakteriosidal pada konsentrasi tinggi Gani, 2007.

2.6.1. Mekanisme Kerja Antibakteri

Mekanisme kerja antibakteri dapat terjadi melalui lima cara, yaitu hambatan sintesis dinding sel, perubahan permeabilitas sel, perubahan molekul asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein Sunanti, 2007 Lebih lanjut sunanti 2007 menjelaskan hambatan sintesis dinding sel merupakan salah satu mekanisme dari kerja antibakteri, struktur dinding sel dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk. Kerja antibakteri dapat merubah permeabilitas sel, membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran memelihara integritas komponen-komponen seluler. Kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel dan matinya sel.

2.6.2. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik spektrum luas yang berasal dari beberapa jenis Streptomyces misalnya S. venezuelae, S. phaeochromogenes var. chloromyceticus , dan S.omiyamensis. Setelah para ahli berhasil mengelusidasi strukturnya, maka sejak tahun 1950, kloramfenikol sudah dapat disintesis secara total. S. venezuelae pertama kali diisolasi oleh Burkholder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil dari Venezuela. Filtrat kultur cair organisme menunjukkan aktivitas terhadap beberapa bakteri Gram negatif dan riketsia. Bentuk kristal antibiotik ini diisolasi oleh Bartz pada tahun 1948 dan dinamakan kloromisetin karena adanya ion klorida dan didapat dari aktinomisetes Kurniawan, 2006. Dalam Kurniawan 2006 dijelaskan kloramfenikol mempunyai rumus kimia yang cukup sederhana yaitu 1-pnitrofenil- 2-dikloroasetamido-1,3- propandiol: Gambar 4. Struktur kloramfenikol Kloramfenikol adalah salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling stabil dalam segala pemakaian. Kloramfenikol memiliki stabilitas yang sangat baik pada suhu kamar dan kisaran pH 2 sampai 7, stabilitas maksimumnya dicapai pada pH 6. Pada suhu 25 o C dan pH 6, memiliki waktu paruh hampir 3 tahun. Yang menjadi penyebab utama terjadinya degradasi kloramfenikol dalam media air adalah pemecahan hidrolitik pada lingkaran amida. Laju reaksinya berlangsung di bawah orde pertama dan tidak tergantung pada kekuatan ionik media Connors, 1992. Menurut Pelczar 1988, kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang aktif terhadap banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Meskipun relatif tidak beracun bagi mamalia bila digunakan secara terapeutik, antibiotik ini dapat menyebabkan beberapa kelainan yang gawat di dalam darah beberapa pasien. Karena itu, baru dianjurkan pemakaiannya pada kasus-kasus yang tidak dapat diobati secara efektif dengan antibiotik lain. Cara kerja kloramfenikol bergabung dengan subunit-subunit ribosom sehingga mengganggu sintesis protein.

2.6.3. Bakteri Uji

A. Echerichia coli

Domain : Bacteria Kingdom : Prokaryota Class : Shizomycetes Order : Eubacteriales Familia : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Species : Escherichia coli E. coli merupakan bakteri gram negatif biasanya tumbuh berpasangan atau menyendiri, dapat bergerak mobile dan kadang membentuk rantai-rantai berkoloni. E. coli merupakan mikroflora alami yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur E. coli yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah enterotoksigenik, enterohaemorragik, enteropatogenik, enteroinuasiue, dan enteroagregatif staf pengajar FKUI, 1993. E. coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infekasi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh di luar usus staf pengajar FKUI, 1993. Bakteri ini berbentuk batang pendek kokobasil, Gram negatif, berukuran 0,4-0,7 µm x 1,4 µm, sebagian besar gerak positif dan beberapa strain mempunyai kapsul, E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai di laboratorium mikrobiologi. Pada media yang dipergunakan untuk isolasi kuman enterik. Pola peragian karbohidrat dan aktivitas dekarboksilase asam amino serta enzim lain biasanya digunakan dalam pembedaan biokimia. Beberapa tes misalnya pembentukan indol dari triptofan, biasanya digunakan untuk pengenalan cepat. Sementara reaksi voges-proskaueur pembentukan asetilkarbaniol dari dekstroksa, biasanya lebih jarang digunakan. E. coli secara khas memberikan hasil positif untuk tes indol, lisin dekarboksilase, dan peragian manitol serta membentuk gas dari glukosa. Isolat dengan urin dapat dengan cepat dikenali sebagai E. coli karena terjadi hemolisis pada agar darah, morfologi koloni yang khas dengan “kilau” iridesen pada perbenihan diferensial misal agar EMB, dan tes bercak positif untuk indol. Tes oksidasenya negatif Jawetz et al., 1996. E. coli merupakan bagian flora usus pada manusia normal tetapi juga sering menyebabkan infeksi saluran kemih, diare dan penyakit lain. Bakteri menjadi patogen ketika mencapai jaringan di luar intestinal normal atau tempat flora normal yang kurang umum. Salah satu penyembuhannya dengan antibiotik Jawetz et al., 2001. B . Staphylococcus aureus Klasifikasi S. aureus Prescott et al., 2002 Domain : Bacteria Kingdom : Eubacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Order : Bacillales Familia : Staphylococcaeae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus Suhu optimum untuk pertumbuhan S. aureus adalah 35 o – 37 o C dengan suhu minimum 6,7 o C dan suhu maksimum 45,4 o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein Supardi dan Sukamto, 1999. Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat memproduksi berbagai toksin, diantaranya : 1. Eksotoksin-a yang sangat beracun 2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis pada sel darah merah. 3. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik. 4. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh. 5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana. Supardi dan Sukamto 1999. S. aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan Supardi dan Sukamto 1999.

2.6.4. Pengukuran Aktivitas Antibakteri

Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan, metode difusi dapat dilakukan 3 cara yaitu metode silinder, lubang dan cakram kertas. Metode silinder yaitu meletakkan beberapa silinder yang terbuat dari gelas atau besi tahan karat di atas media agar yang telah diinokulasi dengan bakteri. Tiap silinder ditempatkan sedemikian rupa hingga berdiri di atas media agar, diisi dengan larutan yang akan diuji dan diinkubasi. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling silinder. Metode lubang yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diisi dengan larutan yang akan diuji. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling lubang. Metode cakram kertas yaitu meletakkan cakram kertas yang telah direndam larutan uji di atas media padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling cakram Kusmiyati, 2006. Metode pengenceran yaitu mengencerkan zat antimikroba dan dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaksi steril. Ke dalam masing-masing tabung itu ditambahkan sejumlah mikroba uji yang telah diketahui jumlahnya. Pada interval waktu tertentu, dilakukan pemindahan dari tabung reaksi ke dalam tabung-tabung berisi media steril yang lalu diinkubasikan dan diamati penghambatan pertumbuhan Kusmiyati, 2006.

2.7. Analisa GCMS

Kromatografi gas spektroskopi massa adalah teknik analisis yang menggabungkan dua metode analisis yaitu Kromatografi Gas dan Spektroskopi Massa. Kromatografi gas merupakan metode analisis dimana sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil hasil pemisahan dapat dilihat berupa kromatogram. Sedangkan spektroskopi massa adalah metode analisis dimana sampel yang akan dianalisis diubah menjadi ion-ionnya, dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur hasil deteksi dapat dilihat berupa spektrum massa Lingga, 2004. Menurut Hermanto 2008 kromatografi Gas-Spektroskopi Massa atau sering disebt GCMS Gas Chromatography Mass Spectrometry asalah teknik analisis yang menggabungkan dua metode analisis yaitu Kromatografi Gas dan Spektroskopi Massa. Kromatografi gas adalah metode analisis, dimana sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil hasil pemisahan dapat dilihat berupa kromatogram. Sedangkan spektroskopi massa adalah metode analisis, dimana sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ion-ion gasnya, dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa Hermanto, 2008. Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen yang diinginkan, sedangkan bila dilengkapi dengan MS berfungsi sebagai detektor akan dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa mendapat spektrum bobot molekul pada suatu komponen yang dapat dibandingkan langsung dengan Library reference pada software. Sampel-sampel yang dapat dianalisis dengan menggunakan GCMS, harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya: Lingga, 2004. 1. Dapat diuapkan pada hingga suhu 400 C 2. Secara termal stabil tidak terdekomposisi pada suhu 400 C 3. Sampel-sampel lainnya dapat dianalisis setelah melalui tahapan preparasi khusus. Gambar 5. Skema GC-MS Proses pemisahan pada GC terjadi di dalam kolom kapiler melibatkan dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Dimana fase diam adalah zat yang ada di dalam kolom, dan fase gerak adalah gas pembawa Helium atau Hidrogen dengan kemurnian tinggi yaitu ± 9.995. Proses pemisahan terjadi karena terdapat perbedaan kecepatan alir tiap molekul di dalam kolom. Perbedaan tersebut dapat di sebabkan oleh perbedaan afinitas antar molekul dengan fase diam yang ada di dalam kolom Lingga, 2004. Hermanto 2008 menyatakan pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen yang diinginkan, sedangkan bila dilengkapi dengan MS berfungsi sebagai detektor akan dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa membaca spektrum bobot molekul pada suatu komponen, juga terdapat reference pada software. Proses pendeteksian sampel pada MS, pertama sampel yang berasal dari GC diubah menjadi ion-ion gasnya terlebih dulu. Kemudian ion-ion tersebut dilewatkan melalui suatu penganalisis massa Mass Analyzer yang berfungsi secara selektif untuk memisahkan ion dengan satuan massa atom yang berbeda. Terakhir ion-ion tersebut dideteksi oleh Electron Multiplier Detector lebih peka dari detektor biasa Lingga, 2004. Bagian-bagian dari instrumentasi kromatografi gas menurut Lingga 2004 adalah sebagai berikut: 1. Pengatur aliran gas gas flow controller, untuk mengatur aliran gas di dalam GC 2. Injektor Sample Injector sebagai tempat injeksi sampel. Adapun fungsinya adalah: menguapkan sampel, mencampur sampel dengan gas pembawa, dan menyalurkan campuran gas tersebut ke dalam kolom. 3. Kolom Column Sebagai tempat terjadinya pemisahan molekul-molekul dalam sampel. Umumnya GC menggunakan kolom kapiler capillary column. Sedangkan bagian-bagian spektrometer massa menurut Lingga 2004 adalah: 1. GCMS Interface memiliki fungsi untuk mengirimkan sampel dari GC ke MS dengan meminimalkan kehilangan sampel saat pengiriman. Untuk GCMS QP2010, menggunakan interface sambungan langsung direct interface. Artinya kolom langsung masuk ke dalam alat MS. Model interface seperti ini memiliki kelebihan dalam penyesuaian suhu yang lebih cepat, dari dingin ke panas atau sebaliknya 2. Sumber ion ion source, memiliki fungsi untuk mengionkan sampel yang berbentuk gas sebelum dianalisis di penganalisis massa 3. Pompa vakum vacuum pump, dua tipe vakum yang dimiliki GCMS QP2010 yaitu: a pompa vakum tinggi untuk mengurangi dan mempertahankan tekanan pada MS saat analisis. b pompa vakum rendah untuk mengurangi tekanan udara luar di dalam MS. 4. Penganalisis massa mass analyzer, terdiri dari empat batang logam yang dapat diberi muatan Quadrupole, baik positif maupun negatif. Berfungsi secara selektif mengatur voltase dari muatan batangan logam untuk berbagai Gambar 6. Sistematika Kerja Quadrupole dalam MS 5 Detektor, ion-ion yang keluar dari penganalisis massa dideteksi dan jumlahnya diukur oleh detektor. Dalam GCMS QP2010 menggunakan Electron Multiplier Detector . Kelebihannya adalah sensitivitas yang lebih baik dari detektor biasa. Setelah data terdeteksi, lalu data dikirim ke sistem pengolah data pada personal komputer untuk diolah sesuai dengan tujuan analisa Lingga, 2004.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan, Kimia dan Biologi Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat . Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai September 2010.

3.2 . Bahan dan Alat

3.2.1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah Bunga Kecombrang E. elatior diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatik BALITTRO, Artemia salina Leach diperoleh dari Laboratorium mikrobiologi BPPT, bakteri Gram positif E. coli dan bakteri Gram negatif S. aureus diperoleh dari Pusat Laboratorium Terpadu PLT Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Medium Nutrient Agar NA, Medium Nutrient Broth NB, Medium Moeller Hinton Agar MHA, Kloramfenikol, aquabidest, kertas saring whatman no. 1, kertas cakram, dan DPPH 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil.

3.2.2. Alat

Alat penyarian dan fraksinasi adalah erlenmeyer ukuran 1000 ml, micropipet , timbangan analitik, grinding mill, rotary evaporator, hotplate,