Analisis Hubungan Kepuasan Masyarakat Akan Pembangunan Perumahan Dan Infrastruktur Pasca Bencana Alam Dengan Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan

(1)

WILAYAH DI KECAMATAN KLUET UTARA

KABUPATEN ACEH SELATAN

TESIS

Oleh

MASRIADI

087003049/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

SE

K O L A H

P A

S C

A S A R JA


(2)

ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN MASYARAKAT AKAN

PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN INFRASTRUKTUR

PASCA BENCANA ALAM DENGAN PENGEMBANGAN

WILAYAH DI KECAMATAN KLUET UTARA

KABUPATEN ACEH SELATAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MASRIADI

087003049/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN MASYARAKAT AKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN INFRASTRUKTUR PASCA BENCANA ALAM DENGAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN KLUET UTARA KABUPATEN ACEH SELATAN

Nama Mahasiswa : Masriadi Nomor Pokok : 087003049

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembiming

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE,M.Ec) Ketua

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) (Drs. Rujiman, MA) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 04 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec Anggota : 1. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

2. Drs. Rujiman, MA 3. Ir. Jeddi Daud, M.Eng 4. Agus Suriadi, S.Sos, M.Si


(5)

ANALISIS HUBUNGAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN INFRASTRUKTUR PASCA BENCANA ALAM DENGAN

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN KLUET UTARA KABUPATEN ACEH SELATAN

Masriadi, Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec, Dr. Ir. Rahmanta, M.Si, dan Drs. Rujiman, MA

ABSTRAK

Tujuan penelitian secara umum adalah menganalisis perkembangan pengembangan wilayah di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan. Sedangkan tujuan secara khusus adalah menganalis hubungan pembangunan perumahan dan infrastruktur dengan pengembangan wilayah di Kecamatan Kluet Utara pasca bencana alam tsunami.

Jenis penelitian ini adalah assosiatif atau penelitian ini mampu memberikan kejelasan hubungan antar variabel dan melakukan pengujian terhadap hipotesis. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang mendapatkan bantuan rumah di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan. Berdasarkan data terakhir sebanyak 216 unit, semua populasi menjadi sampel atau menggunakan metode sensus (sampel jenuh). Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, suatu daftar pertanyaan berhubungan dengan objek penelitian dengan menggunakan indikator yang ada, Kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data menggunakan korelasi sederhana dan korelasi berganda.

Variabel kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan tidak signifikan sementara infrastruktur signifikan. Hubungan antara variabel kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dengan pengembangan wilayah sedang serta pembangunan infrastruktur juga sedang. Secara simultan besarnya hubungan antara variabel kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dan pembangunan infrastruktur dengan pengembangan wilayah signifikan artinya bahwa variabel kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dan pembangunan infrastruktur berhubungan signifikan terhadap pengembangan wilayah.

Kata Kunci: Kepuasan masyarakat, perumahan, infrastruktur, pengembangan wilayah.


(6)

ANALYSIS OF SATISFACTION WITH COMMUNITY HOUSING AND INFRASTRUCTURE CONSTRUCTION WITH POST DISASTER

AREAS OF DEVELOPMENT IN NORTH KLUET SUB DISTRICT OF SOUTH ACEH

Masriadi, Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec, Dr. Ir. Rahmanta, M.Si, and Drs. Rujiman, MA

ABSTRACT

The general purpose of this research is to analyze the growth of north kluet region development, in South Aceh. And the main purpose of this research is to analysis of satisfaction with community housing and infrastructure construction with post disaster areas of development in north kluet sub district of south aceh

This research is associative or were able to provide clarity relation between variables and test hypotheses. Population in this research is every householder that get aid of help house built in the District of North Kluet South Aceh district. Based on recent data amounted to 216 pieces all the sample or population census method (saturated sample). Data collection technique using a questionnaire, a list of questions related to the object of research using existing indicators, then tested its validity and reliability. Analysis of data using simple correlation and multiple correlation.

Variable community satisfaction will be not significant housing development while significant infrastructure. The relationship between the variables of community satisfaction with the housing development will be the regional development, while infrastructure development was moderate. Simultaneously, the relationship between variables will be the development of community satisfaction with housing and infrastructure development with significant regional development means that the variable will be the development of community satisfaction with housing and related infrastructure development significantly to the development of the region.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat, Karunia, dan Perkenaan-Nya maka tesis dengan judul “Analisis Hubungan Kepuasan Masyarakat akan Pembangunan Perumahan dan Infrastruktur Pasca Bencana Alam dengan Pengembangan Wilayah di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan” dapat penulis selesaikan dengan tanpa adanya hambatan–hambatan yang berarti.

Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis menyadari bahwa banyak sekali bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak, baik berupa moril maupun materil sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Untuk itu pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga terutama kepada Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan juga kepada Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si dan Drs. Rujiman, MA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan maupun petunjuk kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Selanjutnya penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga juga kepada:

1. Bapak Bupati Aceh Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2).

2. Segenap tim pengajar pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

3. Ayahanda tercinta Muhammad Fedral dan Ibunda Nurbasyiah serta Abang dan Adik yang telah memberikan dorongan, semangat serta doa kepada penulis.

4. Istri tercinta Fuji Prayasalova, S.Ked. dan mertuaku yang telah membantu penulis terutama dalam memberikan semangat serta doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.


(8)

5. Rekan-rekan kuliah terutama Bang Hendraliyusman, Sukrin, Sukardi, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tiada kata yang dapat penulis sampaikan sebagai ucapan rasa terima kasih, hanya berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga dilipatgandakan pahalanya.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga keberadaan tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan sebagai bahan masukan untuk pengkajian lebih lanjut. Terima kasih.

Medan, Februari 2011 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Masriadi, dilahirkan di Lhoksukon Aceh Utara pada tanggal 20 Januari 1984 adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Muhammad Fedral dan Nur Basyiah. Pendidikan formalnya diawali dengan menamatkan SD Negeri 1 Kotafajar pada tahun 1995, menamatkan SMPN Kluet Utara pada tahun 1998 dan melanjutkan ke SMUN 1 Kluet Utara, lulus pada tahun 2001. Setelah menamatkan SMU, penulis

melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Pemerintah Dalam Negeri (STPDN) di Jawa Barat dan lulus pada tahun 2006 dengan menyandang gelar Sarjana Sains

Terapan Pemerintahan (SSTP).

Setelah mendapatkan pendidikan formal di STPDN, penulis bekerja di Pemda Aceh Selatan pada tahun 2006 sebagai staf di Badan Kepegawaian Daerah,

tiga bulan kemudian dipindahkan menjadi staf pada bagian perekonomian Setdakab Aceh Selatan. Pada awal tahun 2007 dipromosikan untuk menduduki Eselvon IVb sebagai Kasie Kesejahteraan Masyarakat pada Kelurahan Kuta Buloh Meukek, dan tahun 2008 mendapatkan kepercayaan untuk menduduki Eselon IVa sebagai Kasubag Sarana Perekonomian Setdakab hingga sekarang dan di Nota Dinaskan pada Adc, Bupati Aceh Selatan.

Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan Strata 2 (dua) Perencanaan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Konsentrasi Perencanaan Wilayah Kota dan menamatkan studinya pada tahun 2011 dengan menyandang gelar Magister Sains (M.Si).


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

11

2.1. Landasan Teoritis... 11

2.1.1. Teori Kepuasan Masyarakat ... 11

2.1.2. Teori Pembangunan ... 16

2.1.3. Pembangunan Perumahan... 24

2.1.4. Pembangunan Infrastruktur ... 27

2.1.5. Pengembangan Wilayah... 32

2.1.6. Kebudayaan Kluet ... 36

2.2. Penelitian Terdahulu ... 38

2.3. Kerangka Konseptual ... 40


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

43

3.1. Desain Penelitian ... 43

3.2. Populasi dan Sampel... 43

3.3. Instrumen Penelitian ... 44

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.5. Teknik Analisis Data ... 48

3.6. Definisi Operasional Variabel ... 50

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN .

52

4.1. Karakteristik Daerah ... 52

4.2. Karakteristik Responden... 56

4.3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas... 60

4.4. Hubungan Antara Kepuasan Masyarakat Akan Pembangunan Perumahan terhadap Pengembangan Wilayah... 63

4.5. Hubungan Antara Kepuasan Masyarakat Akan Pembangunan Infrastruktur terhadap Pengembangan Wilayah... 66

4.6. Hubungan Antara Kepuasan Masyarakat Akan Pembangunan Perumahan dan Infrastruktur terhadap Pengembangan Wilayah ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...

74

5.1. Kesimpulan ... 74

5.2. Saran ... 74


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Populasi Penelitian ... 44

3.2.   Teknik Pengukuran Data ...  47 

4.1.  Jumlah Penduduk Menurut Desa dan Jenis Kelamin Tahun 2009 ...  53 

  4.2.  Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa dan Lapangan Usaha    Utama Kepala Keluarga Tahun 2009 ...  54 

4.3.  Karakteristik Desa di Kecamatan Kluet Utara Tahun 2009...  55 

4.4.  Jumlah Bangunan Tempat Tinggal Menurut Jenis Dinding    di Kecamatan Kluet Utara Tahun 2009...  56 

4.5.  Keadaan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...  58 

4.6.  Keadaan Responden Berdasarkan Usia (Umur) ...  58 

4.7.  Keadaan Responden Berdasarkan Pendapatan ...  59 

4.8.  Keadaan Responden Berdasarkan Pekerjaan ...  60 

4.9.  Keadaan Responden Berdasarkan Pendidikan ...  60 

4.10.  Hasil Olahan Data Uji validitas Variabel Y ...  61 


(13)

4.12.  Hasil Olahan Data Uji validitas Variabel X1  ...  62 

4.13.  Hasil Olahan Data Uji Reliabilitas Variabel X1 ...  62 

4.14.  Hasil Olahan Data Uji validitas Variabel X2  ...  63 

4.15.  Hasil Olahan Data Uji Reliabilitas Variabel Y ...  63 

4.16.  Hasil Olahan Data Pengujian Hipotesis I ...  64 

4.17.  Hasil Olahan Data Pengujian Hipotesis II ...  66 

4.18.  Hasil Olahan Data Pengujian Hipotesis III ...  68 

4.19.  Hasil Olahan Data Uji F ...  68 


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Quesioner ... 80

2. Tabulasi Jawaban Responden untuk Variabel X1... 84

3. Tabulasi Jawaban Responden Untuk Variabel X2... 90

4. Tabulasi Jawaban Responden Untuk Variabel Y... 96

5. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel X1 ... 102

6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel X2 ... 103

7. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel Y ... 104

8. Output SPSS Korelasi Antara Variabel X1 Dengan Variabel Y... 105

9. Output SPSS Korelasi Antara Variabel X2 Dengan Variabel Y……. 106

10. Output SPSS Korelasi Antara Variabel X1 dan Variavel X2 Dengan Variabel Y... 107


(16)

ANALISIS HUBUNGAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN INFRASTRUKTUR PASCA BENCANA ALAM DENGAN

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN KLUET UTARA KABUPATEN ACEH SELATAN

Masriadi, Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec, Dr. Ir. Rahmanta, M.Si, dan Drs. Rujiman, MA

ABSTRAK

Tujuan penelitian secara umum adalah menganalisis perkembangan pengembangan wilayah di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan. Sedangkan tujuan secara khusus adalah menganalis hubungan pembangunan perumahan dan infrastruktur dengan pengembangan wilayah di Kecamatan Kluet Utara pasca bencana alam tsunami.

Jenis penelitian ini adalah assosiatif atau penelitian ini mampu memberikan kejelasan hubungan antar variabel dan melakukan pengujian terhadap hipotesis. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang mendapatkan bantuan rumah di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan. Berdasarkan data terakhir sebanyak 216 unit, semua populasi menjadi sampel atau menggunakan metode sensus (sampel jenuh). Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, suatu daftar pertanyaan berhubungan dengan objek penelitian dengan menggunakan indikator yang ada, Kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data menggunakan korelasi sederhana dan korelasi berganda.

Variabel kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan tidak signifikan sementara infrastruktur signifikan. Hubungan antara variabel kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dengan pengembangan wilayah sedang serta pembangunan infrastruktur juga sedang. Secara simultan besarnya hubungan antara variabel kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dan pembangunan infrastruktur dengan pengembangan wilayah signifikan artinya bahwa variabel kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dan pembangunan infrastruktur berhubungan signifikan terhadap pengembangan wilayah.

Kata Kunci: Kepuasan masyarakat, perumahan, infrastruktur, pengembangan wilayah.


(17)

ANALYSIS OF SATISFACTION WITH COMMUNITY HOUSING AND INFRASTRUCTURE CONSTRUCTION WITH POST DISASTER

AREAS OF DEVELOPMENT IN NORTH KLUET SUB DISTRICT OF SOUTH ACEH

Masriadi, Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec, Dr. Ir. Rahmanta, M.Si, and Drs. Rujiman, MA

ABSTRACT

The general purpose of this research is to analyze the growth of north kluet region development, in South Aceh. And the main purpose of this research is to analysis of satisfaction with community housing and infrastructure construction with post disaster areas of development in north kluet sub district of south aceh

This research is associative or were able to provide clarity relation between variables and test hypotheses. Population in this research is every householder that get aid of help house built in the District of North Kluet South Aceh district. Based on recent data amounted to 216 pieces all the sample or population census method (saturated sample). Data collection technique using a questionnaire, a list of questions related to the object of research using existing indicators, then tested its validity and reliability. Analysis of data using simple correlation and multiple correlation.

Variable community satisfaction will be not significant housing development while significant infrastructure. The relationship between the variables of community satisfaction with the housing development will be the regional development, while infrastructure development was moderate. Simultaneously, the relationship between variables will be the development of community satisfaction with housing and infrastructure development with significant regional development means that the variable will be the development of community satisfaction with housing and related infrastructure development significantly to the development of the region.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada 26 Desember 2004, bencana gempa bumi dan tsunami menghancurkan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, membawa dampak yang sangat luas di kedua propinsi tersebut, terutama Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Belum cukup penderitaan yang dialami masyarakat di kedua propinsi tersebut, tiga bulan berselang, tepatnya pada tanggal 28 Maret 2005 terjadi gempa bumi yang sekali lagi melanda wilayah kedua propinsi tersebut. Ini menyebabkan kerusakan yang sangat besar pada bidang infrastruktur dan perumahan (Harian Serambi Indonesia, 2005).

Berdasarkan data dari International Organization for Migration (IOM) sekitar 173.673,01 hektare wilayah pemukiman mengalami dampak akibat bencana (34.8% diantaranya hancur total), rumah yang rusak mencapai 116.880 unit (57% hancur total, 12% mengalami kerusakan yang sangat parah). Di bidang infrastruktur, jalan arteri mengalami kerusakan sepanjang 654 km (27,5% hancur total, 45,5% rusak parah), jalan pemukiman yang mengalami kerusakan sepanjang 1.361 km (33,7% hancur total, 21% rusak parah), jalan propinsi rusak sepanjang 603 km (38% hancur total, 14% rusak parah), sedangkan jumlah jembatan yang mengalami kerusakan


(19)

2.267 unit (66,5% hancur total, 18% rusak parah), saluran air yang rusak berjumlah 9.122 unit (83% hancur total, 6% rusak parah) (IOM, 2005).

Terkait dengan pengembangan kehidupan masyarakat, infrastruktur dan perumahan mempunyai peran penting dalam mendukung upaya mengembangkan kehidupan masyarakat dan wilayah, infrastruktur berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui efisiensi di bidang produksi, transportasi, komunikasi, dan transaksi. Peran infrastruktur juga sangat penting dalam mendukung perkembangan sosial kemasyarakatan, termasuk di dalamnya mendukung upaya mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat dan berbudaya, serta mampu menimbulkan rasa aman masyarakat terhadap ancaman bencana alam. Dalam konteks pengembangan wilayah, infrastruktur mempunyai peran utama sebagai driving force

dan sekaligus tulang punggung untuk menggerakkan dinamika peri-kehidupan suatu wilayah.

Jumlah rumah yang dibangun dalam rangka rekonstruksi dan rehabilitasi pasca tsunami khususnya di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan sebanyak 216 rumah yang tersebar di 18 desa. Hanya ada satu desa yang tidak menerima bantuan pembangunan rumah yaitu desa Jambo Manyang. Jumlah bantuan rumah juga bervariasi. Kedai Padang merupakan desa dengan bantuan rumah terbanyak yaitu 30 rumah sedangkan desa dengan bantuan rumah paling sedikit terdapat di desa Krueng Batee yang hanya berjumlah 3 unit (IOM, 2005).

Pemerintah dengan berbagai undang-undangnya telah mengatur berbagai hal tentang perumahan ini melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.


(20)

6 Tahun 1962 Tentang Pokok-Pokok Perumahan. Pada Pasal 1. Ayat (2) Perwakilan negara asing dan warga negara asing dapat membangun perumahan untuk keperluannya sesuai dengan petunjuk-petunjuk pemerintah. Kemudian pada Pasal 2. Ayat (1) Pemakaian atau penggunaan perumahan adalah sah apabila memperoleh persetujuan pemilik. Pada Pasal 3. Ayat (1) Urusan perumahan diatur oleh Menteri Sosial, kecuali yang termasuk bidang Departemen lain dan ayat (2) Ketentuan-ketentuan pidana yang diperlukan dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini ditetapkan tersendiri dalam Peraturan-peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaannya. (PP Pengganti UU, 1962).

Dalam proses pembangunan kembali daerah bencana, perencanaan yang berbasis masyarakat merupakan suatu tahapan penting dimana kehidupan masa depan digagas dan hendak diwujudkan. Suatu perencanan akan efektif apabila masyarakat sebagai subyek dan sekaligus obyek pembangunan dilibatkan dalam proses perencanaan, untuk secara bersama-sama ikut memberikan kontribusi pemikiran mengenai wujud masa depan yang mereka kehendaki. Untuk itu, proses penjaringan aspirasi masyarakat menjadi syarat penting dalam proses penyusunan pembangunan yang aspiratif. Karena partisipasi masyarakat merupakan bagian dari sebuah proses pembangunan, dimana sebuah pembangunan idealnya harus mengusung aspek sosial dalam arti mampu mengakomodasikan kepentingan, aspirasi dan concerns

masyarakat yang terkena pengaruh pembangunan tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. Pengakomodasian kepentingan masyarakat salah satunya dapat


(21)

dilakukan dengan mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap pembangunan yang sedang ataupun akan dilakukan.

Oleh karena itu pembangunan yang partisipatif juga sangat penting dilakukan dalam pembangunan kembali daerah yang terkena bencana, karena dalam konsep maupun praktek, perencanaan partisipatif tidak pernah terlepas dari pelibatan, peranserta, dan pemberdayaan masyarakat. Konsep perencanaan partisipatif dalam praktek dapat dilakukan dalam bentuk organisasi apapun, baik organisasi tertutup maupun terbuka, formal mapun informal sehingga dapat dikatan merupakan bagian dari praktek dalam sistem jaringan dan kelembagaan proses pembangunan.

Peran serta masyarakat membuka kemungkinan keputusan yang diambil didasarkan kebutuhan, prioritas dan kemampuan masyarakat. Hal ini akan dapat menghasilkan rancangan rencana, program dan kebijaksanaan yang lebih realistis. Selain itu memperbesar kemungkinan masyarakat bersedia dan mampu menyumbang sumber daya mereka seperti uang dan tenaga. Selanjutnya peran serta masyarakat merupakan salah satu komponen yang harus diikutsertakan dalam aktifitas pembangunan. Peran serta masyarakat menjamin penerimaan dan apresiasi yang lebih besar terhadap segala sesuatu yang dibangun (Conyers,1982).

Peran serta masyarakat dalam proses pembangunan telah diakui secara luas sebagai pendekatan yang efektif, hal tersebut karena berbagai alasan berikut ini, yaitu: (1) secara rasional pragmatis, peran serta masyarakat merupakan sarana untuk mendapatkan pandangan tentang kondisi dan kebutuhan lokal; (2) secara logis, masyarakat akan merasan memiliki dan loyal terhadap pembangunan apabila mereka


(22)

dilibatkan dalam persiapan dan pelaksanaannya; dan (3) secara filosofis, peran serta masyarakat adalah bentuk dasar hak demokrasi dimana masyarakat mempunyai hak untuk menentukan pembangunannya sendiri (planning for people) (Conyers, 1982)

Peran serta atau partisipasi masyarakat dianggap dapat menjadi kunci keberhasilan pembangunan sampai pada tingkat bawah. Sebagai contoh, Uma Lele mengulas proyek-proyek pembangunan pedesaan Afrika dan menemukan bahwa peranserta merupakan suatu komponen positif dan penting. “Peranserta dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program dapat mengembangkan kemandirian

(self-reliance) yang dibutuhkan oleh para anggota masyarakat pedesaan demi

akselerasi pembangunan”. Diungkapkan bahwa hal terbaik untuk meramalkan keberhasilan ialah banyaknya atau besarnya aksi lokal dalam proyek (Burke, 2004).

Dalam persepsinya (Burke: 2004), perencanan pembangunan yang menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dilihat sebagai “a negotiated social

prosess”. Artinya perencanaan pembangunan bukanlah fokus utama, namun

merupakan suatu proses yang memberikan ‘ruang bagi publik’ dan aktor pembangunan lainnya untuk mengekspresikan dan menegosiasikan masalah mereka dalam proses perencanaan pembangunan tersebut. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menunjukkan proses dimana masyarakat mampu mempengaruhi dan mengendalikan sumberdaya dan keputusan public yang langsung terkait dengan kepentingan mereka. Serta yang tidak kalah penting adalah bahwa perubahan penting dalam menerapkan perencanaan pembangunan partisipatif adalah bagaimana


(23)

masyarakat belajar bersama untuk mengenali dan menyelesaikan masalahnya sendiri.

Midgley mengatakan bahwa secara umum, partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan, dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan tersebut dimulai dari gagasan, perumusan kebijaksanaan, hingga pelaksanaan program. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Partisipasi tidak langsung berupa bantuan keuangan, pemikiran, dan materi yang dibutuhkan (Midgley, 1986).

Meningkatkan partisipasi masyarakat tidaklah semata-mata berarti melibatkan masyarakat dalam tahap perencanaan atau dalam evaluasi pembangunan belaka. Dalam partisipasi tersirat makna dan integritas keseluruhan pembangunan. Partisipasi merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan pihak lain; partisipasi berarti perhatian mendalam mengenai perbedaan atau perubahan yang akan dihasilkan suatu pembangunan sehubungan dengan kehidupan masyarakat (Midgley, 1986).

Selanjutnya Midgley (1986) mengatakan bahwa dari sudut pandang politik, partisipasi dibedakan atas dua macam, yaitu partisipasi otonomik dan partisipasi mobilisasi. Partisipasi otonomik muncul dari kesadaran, kamauan sendiri dan sukarela, sedangkan partisipasi mobilisasi digerakkan bahkan kadang-kadang dipaksakan. Penganut partisipasi yang menganggap sebagai hak demokrasi memberi


(24)

nilai tinggi pada partisipasi otonomik, tetapi pada kenyataannya banyak partisipasi yang dimulai dengan mobilisasi.

Peranserta bukannya disamakan dengan politik pemilihan umum (electorical

politics) melainkan diberi arti yang lebih pragmatis yakni melibatkan masyarakat

dalam tindak-tindak administratif yang mempunyai pengaruh langsung terhadap mereka. Peranserta biasanya dihargai karena alasan-alasan yang amat pragmatis, yakni bahwa ia dapat menghasilkan informasi yang berguna dan sering dapat memperbaiki rancangan proyek.

Selain itu semua, nilai peran serta sangat bervariasi, bergantung pada siapa yang berperanserta, pada tahap administratif yang mana, dan apa jenis kegiatan yang dilakukan oleh partisipan atau pemeranserta itu. Menentukan jenis-jenis peranserta yang tepat untuk suatu tugas tertentu dan keadaan tertentu merupakan hal yang lebih penting daripada sekedar penilaian mengenai ada tidaknya peranserta. Peranserta yang lebih banyak tidak selalu lebih baik, karena nilainya bergantung pada jenis partisipasi, keadaan dan lingkungan, pelaku partisipasi, dan kepentingan yang dilayani oleh partisipasi itu.

Bentuk dari partisipasi masyarakat dalam hal ini adalah memanfaatkan perumahan yang telah dibangun serta sarana dan prasarana yang telah dibangun dengan maksimal. Namun kenyataannya adalah banyak hal yang timbul kemudian. Hal ini mungkin saja menunjukkan masih belum baiknya kualitas rumah yang dibangun atau kualitas rumah yang dibangun tidak memenuhi harapan maupun ekspektasi masyarakat.


(25)

Begitu pula halnya sarana dan prasarana, ketidakpuasan masyarakat terhadap rumah yang dibangun dapat terlihat jelas dari sikap masyarakat yang menempati rumah yang dibangun, namun ketidakpuasan atas kualitas infrastruktur yang ada masih menjadi pertanyaan.

Berbagai penyebab ketidakpuasan tersebut sebaiknya digali dan dieksplorasi kembali dengan melihat bagaimana kepuasan masyarakat terhadap kualitas perumahan dan infrastruktur yang dibangun pasca terjadinya tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam.

Atas dasar latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis memilih judul: “Analisis Hubungan Kepuasan Masyarakat Akan Pembangunan Perumahan dan Infrastruktur Pasca Bencana Alam Dengan Pengembangan Wilayah di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan”.

1.2. Rumusan Masalah

Atas dasar latar belakang masalah diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dengan pengembangan wilayah?.

2. Apakah ada hubungan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan infrastruktur dengan pengembangan wilayah?.


(26)

3. Apakah ada hubungan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dan pembangunan infrastruktur secara bersama-sama dengan pengembangan wilayah?.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan pengembangan wilayah di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan.

Adapun tujuan dari penelitian ini secara khusus adalah:

1. Untuk menganalisis hubungan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dengan pengembangan wilayah.

2. Untuk menganalisis hubungan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan infrastruktur dengan pengembangan wilayah.

3. Untuk menganalisis hubungan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dan pembangunan infrastruktur secara bersama-sama dengan pengembangan wilayah.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi:

1. Pemerintah sebagai bahan evaluasi keberhasilan pembangunan perumahan dan pembangunan infrastruktur pasca bencana alam yang terjadi, dan sebagai bahan masukan untuk mengambil langkah-langkah dan kebijakan untuk melanjutkan pembangunan perumahan dan pembangunan infrastruktur yang telah ada.


(27)

2. Bermanfaat bagi masyarakat yang merasakan manfaat dari pembangunan perumahan dan infrastruktur pasca bencana alam sehingga dapat menjaga perumahan dan infrastruktur yang ada agar pengembangan wilayah dapat terus berkelanjutan dimasa yang akan datang.

3. Untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan di wilayah yang terkena bencana alam lainnya dan memasukkan variabel-variabel lain yang belum diteliti.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis

2.1.1. Teori Kepuasan Masyarakat

Menurut Tse dan Wilton (dalam Tjiptono, 2004) disebutkan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari harapan dan kinerja. Oliver (dalam Tjiptono, 2004) memberikan pendapat bahwa kepuasan keseluruhan ditentukan oleh ketidaksesuaian harapan yang merupakan perbandingan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Kepuasan merupakan fungsi positif dari harapan pelanggan dan keyakinan diskonfirmasi. Dengan demikian kepuasan atau ketidakpuasan mayarakat merupakan respon dari perbandingan antara harapan dan kenyataan.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Linder Pelz dalam Gotleb, Grewal dan Brown (Tjiptono, 2004) bahwa kepuasan merupakan respon afektif terhadap pengalaman melakukan konsumsi yang spesifik. Sementara Engel (dalam Tjiptono, 2004) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi purna beli terhadap alternatif yang dipilih yang memberikan hasil sama atau melampaui harapan pelanggan.

Kotler (dalam Tjiptono, 2004) memberikan definisi kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan


(29)

antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Definisi tersebut di atas dapat dijabarkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Apabila kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas, sebaliknya apabila kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas dan apabila kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.

Penilaian kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan mengambil salah satu dari tiga bentuk yang berbeda (Engel, Blackwell dan Miniard dalam Tjiptono, 2004), yaitu:

1. Diskonfirmasi positif, yaitu apabila kinerja lebih baik dari yang diharapkan. 2. Konfirmasi sederhana, apabila kinerja sama dengan yang diharapkan. 3. Diskonfirmasi negatif, apabila kinerja lebih buruk dari yang diharapkan.

Diskonfiormasi positif menghasilkan respon kepuasan dan yang berlawanan terjadi ketika diskonfirmasi negatif. Konfirmasi sederhana menyiratkan respon yang lebih netral yang tidak positif atau negatif. Kepuasan pelanggan keseluruhan pada akhirnya berpengaruh negatif pada komplain pelanggan dan berpengaruh positif pada kesetiaan pelanggan.

Dikaitkan dengan kepuasan masyarakat, maka kepuasan pelanggan dapat dianalogikan sebagai kepuasan masyarakat yang membutuhkan pelayanan instansi. Dalam penelitian ini penulis mencoba mengaplikasikan dan menggunakan cara riset mengenai kepuasan masyarakat, sehingga nantinya secara riil dapat diketahui atribut yang memiliki hubungan kuat dengan kepuasan masyarakat. Indikator yang dipergunakan untuk mengetahui kepuasan masyarakat antara lain adalah:


(30)

1. Tanggapan masyarakat yang meliputi tingkat kinerja dan tingkat harapan dari kualitas pelayanan

2. Tanggapan masyarakat yang meliputi tingkat kinerja dan tingkat harapan dari semangat kerja pegawai.

Kesejahteraan dan Keseimbangan Umum merupakan konsep yang berbeda satu sama lain meskipun sering dikaitkan satu dengan lainnya. Definisi yang sering digunakan untuk kesejahteraan adalah keadaan seorang dalam suatu sistem perekonomian. Dan keseimbangan didefinisikan sebagai keadaan tetap dimana pada posisi tersebut tidak ada rangsangan atau kesempatan untuk berubah.

Kebanyakan analisis ekonomi berkaitan dengan aspek ekonominya yaitu bagaimana mencapai kesejahteraan maksimum atau optimum bagi masyarakat yang ada dalam sistem perekonomian. Definisi kesejahteraan optimum masih merupakan persoalan karena hanya berkaitan dengan satu orang saja dan bisa diartikan sebagai kesejahteraan seseorang bukan masyarakat. Semakin bertambah jumlah orangnya definisi obyektif atas kesejahteraan optimum bagi sekelompok orang menjadi kabur karena definisi tersebut harus mempertimbangkan perbandingan kepuasan antara satu orang dengan yang lainnya. Keadaan Pareto Optimal merupakan pemecahan terbaik selama ini dimana tidak ada seorang yang menjadi baik tanpa seorang lainnya menjadi jelek.

Konsep keseimbangan ini penting bukan karena posisi keseimbangan selalu dicapai tetapi karena konsep ini menunjukkan kepada kita arah dimana proses


(31)

ekonomi bergerak. Jika posisi keseimbangan dikatakan stabil maka unit ekonomi pada ketidakseimbangan bergerak ke arah posisi keseimbangan tersebut.

Kesejahteraan ekonomi didasarkan atas pemikiran Pareto dimana kesejahteraan ekonomi akan meningkat jika seseorang menjadi lebih baik dan tidak ada seorangpun yang menjadi lebih jelek. Standar analisis yang digunakan oleh para ekonom dalam menilai efisiensi alokasi sumber/faktor produksi didasarkan pada tolok ukur Pareto di atas. Konsep ataupun pengertian tentang "menjadi lebih baik" dan "menjadi lebih jelek" berarti peningkatan atau penurunan kepuasan yang dikaitkan dengan perubahan di dalam konsumsi barang-barang dan jasa.

Pada posisi alokasi sumber/faktor produksi optimal tidak dimungkinkan untuk mengadakan perubahan alokasi faktor produksi sedemikian rupa sehingga membuat seseorang menjadi lebih baik tanpa membuat orang lain menjadi jelek. Posisi optimal ini mempunyai arti bahwa kumpulan barang yang diproduksi mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada alteranatif kumpulan barang yang lain yang dapat diproduksi dengan faktor produksi yang tersedia.

Anggapan-anggapan yang digunakan dalam mengukur efisiensi penggunaan sumber faktor produksi adalah sebagai berikut:

1. Setiap individu bertujuan memaksimumkan kepuasannya dan fungsi utilitinya (kepuasannya) independen dalam" arrian tidak dipengaruhi oleh konsumsi barang-barang, jasa yang dilakukan oleh individu yang lain dan juga oleh penyediaan faktor oleh individu yang lainnya.


(32)

3. Tidak ada masalah dalam hal keutuhan. 4. Informasi yang lengkap.

5. Teknologi tertentu. 6. Perekonomian tertutup. 7. Full employment

Posisi Pareto Optimal untuk seluruh perekonomian (Produksi, Konsumsi dan Pertukaran) digambarkan dengan mengggunakan konsep kurva kemungkinan kepuasan (The Utility Possibility Curve - UPC). Kurva ini di dapat dari kurva kontrak dimana dengan merubah sumbu barang menjadi sumbu utiliti.

Kurva kemungkinan kepuasan berarah negatip menunjukkan bahwa untuk suata kelompok barang, kepuasan dari seorang konsumen hanya dapat ditingkatkan dengan mengkorbankan kepuasan konsumen yang lain.

Pergerakan sepanjang batas kesejahteraan menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan seseorang harus diimbangi oleh berkurangnya kepuasan yang dinikmati oleh orang lain untuk mengatakan bahwa suatu titik di batas kesejahteraan lebih baik daripada titik yang lain dapat diartikan bahwa masyarakat akan semakin baik (kesejahteraannya) jika beberapa orang mempunyai barang jasa yang bertambah sedangkan yang lainnya semakin berkurang. Tolok ukur yang dikemukakan oleh Pareto tidak berlaku dalam hal ini sehingga diperlukan alat/tolok ukur pembantu yang disebut fungsi kesejahteraan masyarakat (A social welfare faction) yang menunjukkan sekelompok kurva tak acuh (indifferent curve) dimana merupakan tingkatan berbagai kombinasi kepuasan yang ada pada berbagai lapisan masyarakat.


(33)

Untuk melihat dan mengukur ada tidaknya perubahan kesejahteraan yang mungkin dikaitkan dengan akan dibuatnya suatu keputusan yang mungkin dapat meningkatkan kesejahteraan sering digunakan beberapa tolok ukur yang antara lain:

1. Consumer's Surplus

2. Fungsi kesejahteraan masyarakat

Tolok ukur yang nampaknya lebih baik adalah dengan menggunakan kurva kesejahteraan masyarakat (Social Welfare Function) yang mirip dengan kurva tak acuh (lndifferenc Curve), dimana semakin tinggi dan jauh letaknya kurva tersebut dari titik pusat akan menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Dengan demikian adanya kekuatan yang mampu mendorong kurva kesejahteraan masyarakat tersebut ke atas dapat diartikan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi tolok ukur inipun mempunyai kelemahan yang antara lain sangat sukar untuk mengetahui adanya dari bentuk kurva kesejahteraan masyarakat tersebut.

2.1.2. Teori Pembangunan

Sejak tahun 1970 pembangunan ekonomi mengalami redefinisi. Sejak tahun tersebut muncul pandangan baru yaitu tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi tidak lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya, melainkan penghapusan atau pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan, dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang (Todaro, 2005). Sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut pembangunan suatu negara boleh dikatakan tidak berhasil


(34)

apabila tidak dapat mengurangi kemiskinan, memperkecil ketimpangan pendapatan serta menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi penduduknya.

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan tidak cukup hanya menggunakan tolok ukur ekonomi saja melainkan juga harus didukung oleh indikator-indikator sosial (non ekonomi), antara lain seperti tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, kondisi-kondisi dan kualitas pelayanan kesehatan, kecukupan akan kebutuhan perumahan. Selanjutnya menurut Todaro, ada tiga nilai inti dari pembangunan yaitu: 1. Kecukupan yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar (basic

needs) yang meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan dan keamanan.

2. Jati diri, menjadi manusia seutuhnya, yaitu diartikan sebagai adanya dorongan-dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu.

3. Kebebasan dari sikap menghamba, kemerdekaan atau kebebasan disini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan.

Lebih lanjut Todaro menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar

atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping mengejar akselarasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan


(35)

Menurut Sen dalam Ackerman (2000) berpendapat bahwa kapabilitas untuk dapat berfungsi (capabilities to function) adalah yang paling menentukan status miskin atau tidaknya seseorang. Selanjutnya menurut Sen pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya tidak dapat dianggap sebagai tujuan akhir. Pembangunan haruslah lebih memperhatikan peningkatan kualitas kehidupan yang dijalani dan kebebasan yang dinikmati. Dengan demikian tingkat kemiskinan tidak dapat diukur dari tingkat pendapatan atau bahkan dari utilitas seperti pemahaman konvensional; yang paling penting bukanlah apa yang dimiliki seseorang ataupun kepuasan yang ditimbulkan dari barang-barang tersebut, melainkan apakah yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan barang-barang tersebut. yang berpengaruh terhadap kesejahteraan bukan hanya karakteristik komoditi yang dikonsumsi, seperti dalam pendekatan utilitas, tetapi manfaat apa yang dapat diambil oleh konsumen dari komoditi-komoditi tersebut (Todaro, 2005). Selanjutnya Todaro mengatakan bahwa keberhasilan

pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu: 1). Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya

(basic needs), 2). Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai

manusia, dan 3). Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom

from servitude).

Sementara itu Swasono (2004) dalam bukunya berjudul Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan mengatakan pembangunan ekonomi berdasarkan Demokrasi Ekonomi adalah pembangunan yang partisipatori dan sekaligus emansipatori. Selanjutnya Swasono mengatakan bahwa pembangunan ekonomi bukan saja berarti


(36)

kenaikan pendapatan, tetapi juga kenaikan pemilikan (entitlement). Pembangunan ekonomi bukan hanya koelie yang naik upah/gajinya, tetapi adalah meningkat/meluasnya pemartabatan, pengingkatan nilai tambah ekonomi dan sekaligus nilai tambah sosial-kultural, sang koelie menjadi mitra usaha dalam system

triple co, yaitu co-owwnership (ikut memiliki), co-determination (ikut menggariskan

wisdom) dan co-responsibility (ikut bertanggungjawab)

Dengan demikian: “Development is social progress. Development is growth and resdistribution., Development is expansion of people’s participation and emancipation, development is expansion of people’s creativity, development is people’s entitlement. Development produces economic added-value and at once

socio-cultural added- value as well".

Menurut Human Development Report (2000) menyatakan: “Development should begin with the fulfillment of the basic material needs of an individual including food, clothing, and shelter, and gradually reach the highest level of self-fulfillment. The most critical form of self-fulfillment include leading a long and healthy life, being educated, and enjoying a decent standard of living. Human development is a multidimensional concept comparising four demension, economic, social-psyhological, political and spiritual.

Oleh karena itu pembangunan manusia tidak hanya mencakup pemenuhan kebutuhan pokok saja, melainkan merupakan konsep multidemensi; yaitu gabungan antara empat demensi yaitu demensi ekonomi, sosial-psichologi, politik dan spiritual.


(37)

Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi dan institusional, demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Untuk mencapai “kehidupan yang serba lebih baik” semua masyarakat minimal harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut (Todaro, 2005)

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilainilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemua itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan. 3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa

secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara, bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Dalam relevansinya dengan Pembangunan Nasional Dimensi Pembangunan Nasional menurut Swasono, (2005) adalah merupakan suatu proses dari demokrasi baik secara politik (political democratization), sosial maupun ekonomi (economic


(38)

mengurangi hambatan (elimination of freedom), dimana proses ini juga merupakan proses dari humanisasi. Di samping itu menumbuhkan pendapatan nasional (Growth) melalui penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi bahkan menghapus pengangguran dan kemiskinan.

Dengan demikian masyarakat mampu memenuhi kebutuhan pokoknya/basic

needs (ILO, 1976, dalam World Development Report, 1995) serta negara mampu

menjamin hajad hidup orang banyak (Hatta, 1967). Sementara itu menurut Rostow dalam Arief (1998) pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menimbulkan perubahan dalam kehidupan perekonomian, politik dan sosial masyarakat. Adapun proses pembangunan menurut Rostow terdiri dari 5 tahap yaitu: 1). Tahap masyarakat tradisional. 2). Tahap prasyarat tinggal landas (precondation to

take of), 3). Tahap tinggal landas (take off), 4). Tahap gerakan kearah kedewasaan

(maturity), 5). Tahap konsumsi tinggi (mass consumption).

Selanjutnya Rostow memfokuskan anlisisnya pada tahap tinggal landas. Proses tinggal landas terjadi pada dua situasi system kemasyarakatan; yaitu pada sistem masyarakat yang sudah ada dan teratur (settled society) dan pada sistem kemasyarakatan yang baru saja berdiri (newly settled society).

Menurut Swasono (2005), dasar strategi pembangunan nasional Indonesia meliputi:

1. Transformasi sosial ekonomi, Pasal 33 dan Pasal 27 (Ayat 2) UUD 1945.

2. Meraih nilai-tambah ekonomi, dan sekaligus nilai-tambah sosial-kultural dan nilai-tambah ketahanan nasional.


(39)

3. Dignity, proses mencapai kecerdasan hidup bangsa. 4. Memperkukuh national intergration.

5. Pancasilanisasi: menjadi tuan di negeri sendiri (bukan lagi ein Nation von Kuli

und Kuli unter den Nationen).

Sejak dideklarasikan pada Konfrensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa Bangsa, pada tahun 2000, tujuan pembangunan milennium (Milennium Development Goal/MDG) menjadi acuan bagi pembangunan baik oleh negara maju maupun negara berkembang. Ada delapan goal atau tujuan yang hendak dicapai yaitu (Human Development Report 2003):

1. Eradicate extreme overty and hunger. 2. Achieve universal primary education. 3. Promote gender equality and empowerment. 4. Reduce child mortality.

5. Improve maternal health.

6. Combat HIV/AIDS, malaria and other disease. 7. Ensure invironmental sustainability.

8. Develop a global partnership for development.

Adapun tujuan pembangunan milennium yang diterapkan di Indonesia meliputi delapan tujuan (Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2005) yaitu:


(40)

1. Menaggulangi Kemiskinan Dan Kelaparan dengan target:

a) Menurunkan proporsi penduduk yang tingkatannya di bawah $ 1 perhari menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015.

b) Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015.

2. Mencapai pendidikan dasar untuk semuanya dengan target: memastikan pada tahun 2015 semua anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar.

3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dengan target: menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015.

4. Menurunkan angka kematian anak dengan target: menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara tahun 1990 dan 2015.

5. Meningkatkan kesehatan ibu dengan target: menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990-2015.

6. Memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya dengan target:

a) Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada 2015.

b) Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya.


(41)

7. Memastikan keberlanjutan lingkungan hidup dengan target :

a) Memadukan prisip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional.

b) Penurunan sebesar separuh penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015. c) Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di

pemukiman kumuh pada tahun 2020.

8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.

2.1.3. Pembangunan Perumahan

Menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun 1992 (Indrayana, E. 2000) pengertian rumah, perumahan dan permukiman adalah sebagai berikut:

1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.

2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.


(42)

4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang prasarana dan sarana lingkungan yang teratur.

Menurut Yudhohusodo (1991), perumahan merupakan pencerminan dan pengejawantahan dari diri pribadi manusia, baik secara perseorangan, maupun dalam satu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya. Sedangkan pengertian rumah menurut Silas (1996) adalah bagian yang utuh dari permukiman dan bukan semata–mata hasil fisik yang sekali jadi. Perumahan bukan kata benda melainkan merupakan suatu kata kerja yang berupa proses berlanjut dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya. Bermukim pada hakikatnya adalah hidup bersama, dan untuk itu fungsi rumah dalam kehidupan adalah sebagai tempat tinggal dalam suatu lingkungan yang mempunyai prasarana dan sarana yang diperlukan oleh manusia dalam memasyarakatkan diri.

Menurut Dewi S dalam Silas (2000), rumah dapat menjadi modal kerja yang handal dalam mengembangkan kekuatan ekonomi keluarga melalui Usaha Berbasis Rumah (UBR). Adapun cirri-ciri UBR dalam konteks pengalaman kampung di Surabaya (Silas, 2000) adalah sebagai berikut:

1. Rumah dan rumah tangga sebagai modal kerja.

2. Kampung sebagai kesempatan dan kemudahan kerja mengingat lokalitasnya yang baik terhadap system kota.

3. Komunalisme kehidupan masyarakat kampung menjadi kekuatan untuk saling memberi dukungan dan memudahkan kerja.


(43)

4. Tenaga tembahan yang setiap saat diperlukan diluar tenaga keluarga dengan mudah dapat diperoleh dari tetangga sekitarnya.

5. Melakukan proses pemberdayaan melalui proses saling mambantu dan saling mengajarkan keahlian yang diperlukan; proses penyuburan bersama.

6. Ada kelonggaran dalam banyak hal untuk melakukan UBR, termasuk masalah perizinan, pungutan, dan sebagainya yang jauh meringankan biaya kerja.

7. Menjadi basis bagi kekuatan kota yang bertumpu pada masyarakat dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Rumah produktif dalam Usaha Berbasis Rumah (UBR) menurut Silas (2000), mempunyai lima ciri pokok adalah:

1. Rumah dan rumah tangga menjadi modal dan basis dari kegiatan ekonomi keluarga.

2. Keluarga menjadi kekuatan pokok dalam penyelenggaraan UBR, mulai dari menyiapkan, menjalankan hingga mengendalikan semua kegiatan, sarana dan prasarana yang terlibat

3. Dasar dan pola kerja UBR terkait (erat) dengan dan menjadi bagian dari penyelenggaraan kerumah-tanggaan. Isteri/ibu dan anak-anak menjadi tulang punggung dari penyelenggaraan UBR.

4. Rumah makin jelas merupakan proses yang selalu menyesuaikan diri dengan konteks kegiatan yang berlaku, termasuk kegiatan (atau tidak ada kegaiatan) melakukan berbagai bentuk UBR.


(44)

5. Berbagai konflik yang timbul sebagai konsekuensi dari adanya UBR dirumah dapat diatasi secara alami, baik internal rumah maupun dengan lingkungan dan tetangga disekitarnya yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam berbagai kegiatan UBR.

Menurut Lanti, A (2000), pembangunan dan pengembangan perumahan produktif dalam mengantisipasi tantangan ekonomi kerakyatan ditempuh dengan kebijakan yang mendorong dan memfasilitasi terbentuknya iklim dan lingkungan usaha yang kondusif, melalui optimalisasi keterpaduan pelaksanaan program perumahan dan pemukiman dengan program ekonomi kerakyatan yang terkait dalam suatu kerangka skenario pembangunan wilayah induknya.

2.1.4. Pembangunan Infrastruktur

Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988 dalam Kodoatie, 2005).

Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 1988 dalam Kodoatie, 2005).


(45)

Prasarana dan sarana atau infrastruktur diartikan sebagai fasilitas fisik suatu kota atau negara yang sering disebut pekerjaan umum (Grigg, 1988). Pekerjaan umum (public works) telah didefinisikan oleh American Public Works Association

(APWA) sebagai berikut(Stone, 1974 dalam Suripin, 2004):

Public works are the physical structures and facilities that are developed or acquired by the public agencies to house governmental functions and provide water, power, waste disposal, transportation, and similar services to facilitate the achievement of common social and economic objectives.

Definisi yang lain diberikan oleh AGCA (Associated General Contractors of

America), untuk semua aset yang berumur panjang yang dimiliki oleh pemerintah

daerah, maupun pusat dan utilitas yang dimiliki oleh pengusaha (Kwiatkowski, 1986):

The nation’s infrastructure is its system of public facilities, both publicly or privately funded, which provide for the delivery of essential services and a sustained standard of living. This interdependent, yet self-contained, set of structures provides for mobility, shelter, services, and utilities. It is the nation’s highways, bridges, railroads, and mass transit systems. It is our sewers, sewage, sewage treatment plants, water supply systems, and reservoirs. It is our dams, locks, waterways, and ports. It is our electric, gas, and power producing plants. It is our court houses, jails, fire houses, police stations, schools, post offices, and government buildings. Amterica’s infrastructures is the base upon which society rests. It is condition affects our life styles and security and each is threatened by its un answered decay (AGCA, 1982).

Prasarana dan sarana merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak


(46)

dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan kehidupannya.

Secara lebih lugas dapat dikatakan bahwa infrastruktur adalah bangunan atau fasilitas-fasilitas dasar, peralatan-peralatan, dan instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Infrastruktur merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem, sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sebagai suatu sistem, komponen infrastruktur pada dasarnya sangat luas dan banyak, namun secara umum terdiri dari 12 komponen sesuai dengan sifat dan karakternya, yaitu: 1. Sistem air bersih, termasuk bendungan, waduk, transmisi, instalasi pengolah air,

dan fasilitas distribusinya

2. Sistem manajemen air limbah, termasuk pengumpulan, pengolah, pembuangan

(disposal), dan sistem pakai ulang (reuse)

3. Fasilitas manajemen limbah padat atau persampahan

4. Fasilitas transportasi, termasuk jalan raya, rel kereta api, dan lapangan terbang 5. Sistem transit publik

6. Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusinya 7. Fasilitas gas alam

8. Fasilitas drainase/ pengendalian banjir

9. Bangunan umum, seperti pasar, sekolahan, rumah sakit, kantor polisi, dan fasilitas pemadam kebakaran


(47)

11.Taman, tempat bermain, fasilitas rekreasi dan stadion 12.Fasilitas telekomunikasi

Dari keduabelas komponen tersebut, dapat dikelompokkan ke dalam tujuh grup infrastruktur, yaitu:

1. Kelompok air; meliputi air bersih, sanitasi, drainase, dan pengendalian banjir 2. Kelompok jalan; meliputi jalan raya, jalan kota, dan jembatan

3. Kelompok sarana transportasi; meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun kereta api, pelabuhan, dan pelabuhan udara

4. Kelompok pengelolaan limbah; meliputi sistem manajemen limbah padat (persampahan)

5. Kelompok bangunan kota, pasar, dan sarana olah raga terbuka (outdoor sports) 6. Kelompok energi; meliputi produksi dan distribusi listrik dan gas.

7. Kelompok telekomunikasi.

Selain itu berdasarkan rancangan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias-Buku III: Rencana Bidang Infrastruktur dan Perumahan, disebutkan bahwa: “Bidang infrastruktur dan perumahan yang menjadi obyek perencanaan secara garis besar mencakup beberapa sub bidang, yaitu: transportasi; energi dan listrik; pos dan telematika; perumahan; air minum dan sanitas; sumber daya air; serta prasarana dan sarana lainnya. Sub Bidang Transportasi mencakup transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, pencarian dan penyelamatan (search and rescue), serta meteorogi dan geofisika. Sub Bidang Energi dan Listrik mencakup penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan penyediaan


(48)

tenaga listrik. Sub Bidang Pos dan Telematika mencakup pelayanan pos serta komunikasi dan telepon dan media elektronik. Sub Bidang Air Minum dan Sanitasi meliputi air minum, air limbah, persampahan, dan drainase makro, pengendalian banjir, dan pengamanan pantai. Cakupan kegiatan yang termasuk dalam kategori Sub Bidang Prasarana dan Sarana Lainnya antara lain pasar, prasarana penyelamatan

(escape facilites), sistem peringatan dini (early warning system), dan jaringan utama

tambah untuk perikanan budidaya”.

Variabel infrastruktur dan perumahan berdasarkan Rancangan Rencana Induk Rehabilitas dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias-Buku III: rencana bidang Infrastruktur dan Perumahan):

a. Transportasi meliputi transportasi darat. b. Penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM). c. Penyediaan tenaga listrik.

d. Pelayanan komunikasi telepon. e. Perumahan.

f. Air minum dan sanitasi meliputi air minum, dan drainase kota. g. Pengendalian banjir.

h. Pengamanan pantai.

Sebagai suatu sistem yang terdiri dari banyak komponen, maka perencanaan infrastruktur harus mempertimbangkan keterkaitan dan keterpengaruhan antar komponen, beserta dampak-dampaknya. Perencanaan infrastruktur merupakan proses dengan kompleksitas tinggi, multi disiplin, multi sektor, dan multi user. Oleh karena


(49)

itu, perencanaan infrastruktur tidak bisa sektoral, namun juga tidak bisa terlalu global. Jika perencanaan terlalu spesifik (bersifat sektoral) tanpa memperdulikan komponen lain, maka akan banyak bertabrakan dengan komponen lainnya. Sebaliknya jika terlalu global, hasilnya tidak akan efektif (Grigg, 1988). Perencanaan yang (mungkin) paling baik adalah yang berada diantaranya, yaitu perencanaan yang didasarkan pada pendekatan permasalahan secara global pada tingkatan yang tepat dengan mempertimbangkan secara matang segala dampak eksternalnya, namun masih berkonsentrasi secara spesifik pada persoalan utama yang ingin dipecahkan.

Dalam setiap pembangunan terdapat banyak aspek yang harus diperhatikan, antara lain adalah aspek sosial yang sangat penting dalam setiap proses/proyek pembangunan. Karena proyek harus dipandang sebagai suatu aktifitas yang menyeluruh yang pada hakekatnya adalah dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dalam mewujudkan suatu kehidupan yang layak, berkeadilan dan sejahtera (Kodoatie, 2005).

2.1.5. Pengembangan Wilayah

Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi


(50)

seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: 1). Wilayah homogen (uniform/homogenous

region); 2). Wilayah nodal (nodal region); dan 3). Wilayah perencanaan (planning

region atau programming region).

Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi: 1). Fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman

(homogenitas). Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam

menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2). Fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling berhubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3). Fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah berasal dari


(51)

bahasa Arab “wālā-yuwālī-wilāyah” yang mengandung arti dasar “saling tolong menolong, saling berdekatan baik secara geometris maupun similarity”. Contohnya: antara supply dan demand, hulu-hilir. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: 1). Pertumbuhan; 2). Penguatanketerkaitan; 3). Keberimbangan; 4). Kemandirian; dan 5). Keberlanjutan.

Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.

Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan


(52)

kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need

approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang

berkelanjutan (suistainable development).

Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).

Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah:

1. Sebagai growth center Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional.

2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah.


(53)

3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan. 4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat

bagi perencanaan pengembangan kawasan.

Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya (Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003).

2.1.6. Kebudayaan Kluet

Nenek moyang suku Kluet seperti juga suku Alas, Singkil dan sebahagian Tanah Karo serta Pulau Simosir adalah golongan Melayu Tua yang pernah bermukim disekitar Laut Bangko, di tengah belantara Taman Nasional Gunung Lauser bagian timur. Hal ini sejalan pula dengan asal mula terbentuknya daratan disekitar gunung Lauser tersebut, termasuk daratan tanah Kluet.

Sejak Tahun 1599 daerah bawahan Aceh Darussalam di wajibkan membuka kebun lada. Untuk itu ke daerah Kluet sebagai daerah bawahan Aceh di kirimkan masyarakat Pidie, Aceh Utara dan Aceh Besar untuk membuka kebun lada. Mereka datang, baik secara perorangan maupun rombongan. Mereka membuat pemukiman sepanjang pesisir, mulai dari Ladang Tuha di Terbangan, Paya Ateuk, Tepian Gajah, Padang Rasian, Jambo Manyang, Kuala Ba’u dan Pasie Lembang, beserta areal desa


(54)

diantaranya. Pada daerah dan desa yang mereka tempati, mereka tetap menjalankan adat istiadat dan bahasa dari daerah asalnya (Bahasa Aceh).

Selain pendatang dari Aceh, adapula pendatang dari Sumatera Barat. Mereka juga membuka kebun lada, seperti kebun lada Usee, Kubang Gajah dan Padang Bungo Cempo. Mereka berdiam sejak dari Rantau Binuang, Kandang, Barat Daya dan Kedai Runding. Mereka juga menggunakan adat istiadat dan bahasa sendiri (Bahasa Jamee).

Dengan demikian sejak kedatangan suku Aceh dan dari Sumatera Barat tersebut, secara umum masyarakat Kluet terdiri dari keturunan asli Kluet, suku Aceh dan Suku Aneuk Jamee. Disamping terjadi pembauran, tapi yang tetap mempertahankan adat istiadat dan bahasa aslinya juga masih ada.

Namun demikian, sesuai dengan perjalanan waktu, baik karena terjadinya pengelompokan masyarakat berdasarkan tempat tinggal, asal keturunan dan sebagainya, berkembang sistim marga dalam masyarakat. Secara garis besar ada (enam) kelompok yang dinyatakan dengan marga, yaitu marga Pinem, marga Selian, marga Bencawan, marga Chaniago, marga Pelis dan marga Kelinci. Masing-masing marga ini ada yang dirujuk pada personil tertentu yang merupakan cikal bakalnya.

Badruzzaman Ismail (2003) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan adat adalah kebiasaan-kebiasaan yang umum bersifat serimonial/upacara-upacara yang memberi makna dengan simbol-simbol tertentu untuk menggambarkan kondisi dan harapan-harapan dalam bentuk kehidupan yang menjadi tujuan dan harapan mereka. Adapun antara adat/adat istiadat dan hukum adat terdapat persamaan dan perbedaan.


(55)

Jadi hukum adalah suatu norma sikap prilaku yang menjadi panutan masyarakat, bila melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang diperbuatnya.

Adat atau adat-istiadat yang dikemukakan disini dapat dikatakan identik dengan resam, karena resam sebagaimana kata Hoetomo (2005) juga adalah adat kebiasaan atau aturan-aturan yang menjadi adat. Masyarakat Kluet sebagai suatu komunitas yang juga mempunyai adat istiadat tersendiri terlihat telah memelihara adat-istiadatnya secara turun-temurun baik berkenaan dengan kelahiran anak, sunat rasul, perkawinan, kematian, pengobatan, turun ke sawah dan lain sebagainya.

2.2. Penelitian Terdahulu

Yusfadh (2007) dalam penelitiannnya analisis partisipasi masyarakat dalam pembangunan perumahan dan infrastruktur pasca bencana di Kecamatan Singkil menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan partisipasi masyarakat untuk memperbaiki kondisi yang rusak akibat bencana di lingkungan mereka sangatlah rendah. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mau dan pernah secara bersama-sama melakukan kegiatan untuk memperbaiki kondisi dalam lingkungannya. Rendahnya kemauan masyarakat untuk turut aktif dalam mengatasi permasalahan di lingkungannya seperti masalah banjir, pengamanan pantai, dan lain-lain juga disebabkan oleh tidak adanya peran dari Pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan, selain kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi yang masih rendah.


(56)

Kaitannya dengan pemahaman masyarakat terhadap pembangunan yang partisipatif masih sangat kurang. Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden di Kecamatan Singkil memahami pembangunan partisipatif hanya sebagai keikutsertaan secara fisik atau ikut memberikan tenaga pada pelaksanaan di lapangan. Masyarakat belum memahami apa saja peran yang dapat diberikan dalam proses perencanaan sehingga masyarakat belum menganggap proses perencanaan sebagai tahapan yang memerlukan keterlibatan masyarakat untuk berperan serta.

Pada penelitian ini juga ditanyakan kepuasan masyarakat terhadap hasil pembangunan yang pada umumnya berada pada tingkat tidak memuaskan. Hal ini terkait dengan kondisi infrastruktur dan perumahan pada saat penelitian ini dilakukan, yang dinilai masyarakat belum memberikan hasil seperti yang diinginkan berdasarkan persepsi masyarakat. Penilaian ini berdasarkan atas persepsi masyarakat masing-masing yang langsung merasakan hasil pembangunan yang telah dicapai.

Penelitian dari Aceh Recovery Forum (2006), menyimpulkan bahwa laporan menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan-permasalahan mendasar yang dialami oleh masyarakat yang berkaitan dengan perumahan dan infrastruktur,

livelihood, pendidikan, dan kesehatan. Permasalahan-permasalahan tersebut tidak

jauh berbeda dengan permasalahan yang terjadi pada masa tanggap darurat. Untuk sektor perumahan dan infrastruktur, sebagian masyarakat mendapatkan bantuan rumah yang asal jadi, material rumah yang jelek, infrastruktur publik yang belum tersedia, dan sebagainya, sedangkan untuk sektor livelihood permasalahan yang paling mencuat adalah kurangnya akses masyarakat untuk mendapatkan modal


(57)

bantuan usaha akibat tidak adanya lembaga finansial mikro yang peduli dan mau memberikan bantuan kepada usaha-usaha kecil. Untuk sektor pendidikan, yang menjadi permasalahan adalah lambannya pembangunan gedung sekolah, kurangnya tenaga didik, buku paket dan perlengkapan sekolah lainnya. Sedangkan untuk bidang kesehatan, pelayanan kesehatan yang masih minim. Permasalahan-permasalahan tersebut masih belum tertangani sepenuhnya.

Dalam kesimpulan lain yang dibuat oleh Java Reconstruction Fund (JRF) (2008) dalam rangka Melaksanakan Rekonstruksi Berbasis Masyarakat, Meningkatkan Transparansi menyimpulkan bahwa pelajaran yang didapatkan selama dua tahun ini menunjukkan pentingnya hubungan kerja yang erat antara Java Reconstruction Fund (JRF) dan Pemerintah Indonesia (2006); peranan pendekatan berbasis masyarakat dalam penerapan efektif dari proyek; kebutuhan peningkatan kapasitas teknis masyarakat untuk memastikan bahwa rumah-rumah yang dibangun tahan gempa; dan pentingnya serta tantangan penerapan standar keselamatan seismik dalam konstruksi gedung dan infrastruktur.

2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran memperlihatkan langkah-langkah kegiatan studi secara keseluruhan. Langkah awal adalah meninjau permasalahan-permasalahan yang terjadi di wilayah bencana terkait dengan kehidupan masyarakat dan kondisi infrastruktur dan perumahan. Dari permasalahan-permasalahan yang ditemukan kemudian dirumuskan sehingga didapat pertanyaan penelitian yang menjadi dasar penelitian dan untuk menyusun tujuan dan sasaran dalam penelitian ini.


(58)

Kemudian melakukan kajian teori yang berkaitan dengan sasaran penelitian yang ingin dicapai dalam studi ini, kajian teori ini akan digunakan dalam melakukan analisis terhadap sasaran-sasaran penelitian yang ingin dicapai sehingga analisis yang dilakukan memiliki tolak ukur berdasarkan teori yang ada.

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis untuk menjawab hipotesis yang telah ditentukan mengenai bagaimana keberhasilan pembangunan berdasarkan persepsi masyarakat terhadap hasil pembangunan perumahan dan infrastruktur yang telah dilakukan dan hubungannya terhadap pengembangan wilayah. Untuk lebih jelasnya kerangka konseptual dalam studi ini digambarkan pada gambar berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual 2.4. Hipotesis

Menurut Cooper dan Emory (1996), Hipotesis adalah suatu proposisi dirumuskan untuk diuji secara empiris sebagai suatu pernyataan, hipotesa bersifat sementara atau dugaan. Proposisi adalah suatu pernyataan mengenai konsep-konsep yang dapat dinilai benar atau salah jika merujuk pada fenomena yang dapat diamati.

Pembangunan Perumahan (X1)

Pembangunan Infrastruktur (X2)

Pengembangan Wilayah (Y)


(59)

Dalam penelitian ini hipotesis dirumuskan sebagai berikut :

1. Ada hubungan signifikan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dengan pengembangan wilayah.

2. Ada hubungan signifikan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan infrastruktur dengan pengembangan wilayah.

3. Ada hubungan signifikan antara kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dan pembangunan infrastruktur dengan pengembangan wilayah.


(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menguji tentang besarnya hubungan kepuasan masyarakat akan pembangunan perumahan dan infrastruktur pasca bencana alam terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan.

Sesuai dengan tujuan diatas, maka objek penelitian yang dijadikan sampel adalah masyarakat yang diambil secara sensus. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada sampel yang telah ditentukan dari anggota populasi yang ada, jenis penelitian yang digunakan adalah

assosiatif.

Penelitian ini akan mampu memberikan kejelasan hubungan linier antar variabel dan melakukan pengujian terhadap hipotesis.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan kerakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2000). Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini seluruh kepala keluarga yang mendapatkan bantuan rumah yang dibangun di Kecamatan Kluet Utara Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan data terakhir berjumlah 216 unit dengan distribusi perdesa sebagai berikut:


(61)

Tabel 3.1. Populasi Penelitian

No Desa Jumlah Rumah

1 Fajar Harapan 12

2 Pasie Asahan 11

3 Krueng Batee 3

4 Gunong Pulo 6

5 Pulo Ie 20

6 Jambo Manyang -

7 Simpang Empat 5

8 Pasie Kuala Ba U 11

9 Suaq Geringgeng 10

10 Simpang Lhee 15

11 Kedai Padang 30

12 Limau Purut 7

13 Krueng Batu 14

14 Pulo kambing 18

15 Kampung Paya 22

16 Krueng Kluet 14

17 Kampung Tinggi 7

18 Alur Mas 7

19 Ruak 4

Total 216

Dalam hal ini peneliti mengambil semua populasi menjadi sampel atau dengan kata lain peneliti menggunakan metode sensus dalam penelitian ini.

3.3. Instrumen Penelitian

Adapun instrument dalam penelitian ini adalah terbagi dalam 3 variabel penelitan yaitu pembangunan perumahan, pembangunan infrastruktur dan pengembangan wilayah:

1. Pembangunan Perumahan (X1)

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel Pembangunan Perumahan (X1) adalah : (1) Kepuasan masyarakat tentang komitmen pemerintah tentang pembangunan perumahan, (2) Kepuasan Masyarakat tentang peran serta


(62)

masyarakat dalam melakukan pembangunan perumahan, (3) Kepuasan Masyarakat tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap pembangunan perumahan, (4) Kepuasan masyarakat dalam menilai kebutuhan akan peran serta masyarakat dalam pembangunan perumahan dan kenyamanan dan keindahan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal 1–5. Skala 1 menunjukkan tingkat penilaian yang rendah dan skala 5 menunjukkan tingkat penilaian yang tinggi, artinya masyarakat hanya menerima stu kriteria kepuasan saja. Secara rinci penilaian dengan menggunakan skala 5 dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Sangat puas diberi bobot 5. b. Puas diberi bobot 4.

c. Biasa saja diberi bobot 3. d. Tidak puas diberi bobot 2. e. Sangat tidak puas diberi bobot 1.

2. Pembangunan Infrastruktur (X2)

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel Pembangunan Infrastruktur (X2) adalah: (1) Kepuasan masyarakat tentang komitmen pemerintah tentang pembangunan infrastruktur, (2) Kepuasan Masyarakat tentang peran serta masyarakat dalam melakukan pembangunan infrastruktur, (3) Kepuasan Masyarakat tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap pembangunan infrastruktur, (4) Kepuasan masyarakat dalam menilai kebutuhan akan peran serta masyarakat dalam pembangunan infrastruktur dan kenyamanan dan keindahan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal 1–5. Skala 1 menunjukkan


(63)

tingkat penilaian yang rendah dan skala 5 menunjukkan tingkat penilaian yang tinggi. Secara rinci penilaian dengan menggunakan skala 5 dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Sangat puas diberi bobot 5. b. Puas diberi bobot 4.

c. Biasa saja diberi bobot 3. d. Tidak puas diberi bobot 2. e. Sangat tidak puas diberi bobot 1.

3. Pengembangan wilayah (Y)

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel pengembangan wilayah (Y) adalah: (1) Kepuasan masyarakat tentang pembangunan perumahan dan infrastruktur, (2) Pendapatan masyarakat pasca pembangunan perumahan dan infrastruktur, (3) Sumber mata pencaharian masyarakat pasca pembangunan perumahan dan infrastruktur, (4) Akses Transportasi masyarakat pasca pembangunan perumahan dan infrastruktur, (5) Akses Pelayanan Publik masyarakat pasca pembangunan perumahan dan infrastruktur. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal 1 – 5. Skala 1 menunjukkan tingkat kinerja manajerial yang rendah dan skala 5 menunjukkan tingkat kinerja manajerial yang tinggi. Secara rinci penilaian dengan menggunakan skala 5 dapat dijelaskan sebagai berikut:


(1)

Lampiran 5. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel X1

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

215 99.5

1 .5

216 100.0

Valid

Excluded a

Total Cases

N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.734 5

Cronbach's

Alpha N of Items

Item-Total Statistics

10.5302 4.437 .612 .638

9.9442 6.343 .284 .753

10.3209 4.686 .556 .663

9.6372 5.587 .523 .685

10.3209 4.752 .524 .678

Butir1 Butir2 Butir3 Butir4 Butir5

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Scale Statistics

12.6884 7.561 2.74978 5


(2)

Lampiran 6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel X2

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

216 100.0

0 .0

216 100.0

Valid

Excluded a

Total Cases

N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.689 5

Cronbach's

Alpha N of Items

Item-Total Statistics

11.1250 5.254 .406 .654

10.3056 6.399 .203 .715

10.6343 3.768 .603 .558

10.0556 5.411 .499 .629

10.7870 3.936 .555 .586

Butir1 Butir2 Butir3 Butir4 Butir5

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Scale Statistics

13.2269 7.181 2.67971 5


(3)

Lampiran 7. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel Y

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

213 98.6

3 1.4

216 100.0

Valid

Excluded a

Total Cases

N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.746 5

Cronbach's

Alpha N of Items

Item-Total Statistics

11.7746 5.883 .443 .725

10.8169 5.226 .579 .676

10.9671 5.041 .613 .662

11.7324 6.140 .360 .751

11.2723 4.576 .576 .679

Butir1 Butir2 Butir3 Butir4 Butir5

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Scale Statistics

14.1408 7.895 2.80983 5


(4)

Lampiran 8. Output SPSS Korelasi Antara Variabel X1 Dengan Variabel Y

Correlations

Correlations

1 .481**

.000

216 216

.481** 1

.000

216 216

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

PENGEMBANGAN WILAYAH

KEPUASAN

MASYARAKAT AKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN

PENGEM BANGAN WILAYAH

KEPUASAN MASYARAKAT

AKAN PEMBANGUN

AN PERUMAHAN

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.


(5)

Lampiran 9. Output SPSS Korelasi Antara Variabel X2 Dengan Variabel Y

Correlations

1 .549**

.000

216 216

.549** 1

.000

216 216

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

PENGEMBANGAN WILAYAH

KEPUASAN

MASYARAKAT AKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

PENGEM BANGAN WILAYAH

KEPUASAN MASYARAK AT AKAN PEMBANG

UNAN INFRASTR

UKTUR

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.


(6)

Lampiran 10. Output SPSS Korelasi Antara Variabel X1 dan Variavel X2

Dengan Variabel Y

Model Summary

.551a .304 .297 2.34121

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), KEPUASAN MASYARAKAT AKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR, KEPUASAN

MASYARAKAT AKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN a.

ANOVAb

509.045 2 254.523 46.435 .000a

1167.506 213 5.481

1676.551 215

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), KEPUASAN MASYARAKAT AKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR, KEPUASAN MASYARAKAT AKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN

a.

Dependent Variable: PENGEMBANGAN WILAYAH b.

Coefficientsa

6.469 .816 7.926 .000

.077 .105 .076 .730 .466

.507 .108 .486 4.689 .000

(Constant) KEPUASAN

MASYARAKAT AKA PEMBANGUNAN PERUMAHAN KEPUASAN

MASYARAKAT AKA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients