Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dan segala alam lainnya diciptakan oleh Allah SWT mahluk yang mepunyai nyawa roh yang dapat dibagi 3 bagian : 1. Mahluk Nabati 2. Mahluk Hewani 3. Mahluk Insani manusia yang mempunyai akal Bermacam-macam pendapat yang dikemukakan orang mengenai pengertian perkawinan. Perbedaan di antara pendapat-pendapat itu tidaklah memperlihatkan adanya pertentangan yang sungguh-sungguh antara satu pendapat dengan pendapat yang lainnya, tetapi lebih memperlihatkan keinginan setiap pihak perumus. 1 Dengan mempergunakan berbagai segi penglihatan terhadap perkawinan, maka perkawinan itu adalah suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia. 2 Sedangkan UU perkawinan tahun 1974 mengatakan perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga Rumah Tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Seperti yang difirmankan Allah SWT Qs. An-Nur ayat 32 yang Artinya : 1 Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta : UI press, 1986, cet 5, hal 47 2 Anwar Harjono, Hukum Islam, hal 219 + , -. 012 3  05638 9 : 9 ; 9= 5 ?  A B C = A DD E C ,G HIJ “kawinkanlah anak-anak yatimmu dan budak-budakmu yang laki-laki maupun yang perempuan, yang layak berkawin, kalau mereka itu miskin, mudah-mudahan akan menjadi kaya dengan kemurahannya. Tuhan Maha Luas, Maha Tahu. ” Sesuai dengan ayat Al-Qur’an diatas maka jelas tujuan dari perkawinan adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam terciptanya ketenangan lahir dan bathin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan bathin, sehingga timbulah kebahagian yakni kasih sayang antar anggota keluarga. 3 Sementara tujuan perkawinan menurut KHI terdapat pada pasal 3 yaitu mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Dengan demikian untuk membangun suatu kehidupan berumah tangga yang penuh rasa kasih sayang, tenggang rasa, toleransi, solidaritas dan kesempurnaan 3 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Depag”Ilmu Fiqih”,Depag 1985, hal. 62 akhlak yang semuanya akan membawa seseorang pada keimanan dan ketakwaan yang sempurna. 4 Namun dizaman sekarang ini memelihara kelestarian dan kesinambungan hidup bersama suami istri itu bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan, bahkan dalam banyak hal kasih sayang dan kehidupan yang harmonis antara suami isteri tidak dapat diwujudkan.dan munculnya perubahan pandangan hidup yang berbeda antara suami isteri yang mengakibatkan timbulnya perselisihan pendapat antara keduanya, berubahnya kecendrungan hati pada masing-masing memungkinkan timbulnya perbedaan pandangan yang merubah suasana harmonis menjadi percekcokan,dan kasih sayang menjadi kebencian. 5 Perbedaan pendapat, pertengkaran, percekcokan, perselisihan yang terus menerus menyebabkan hilangnya rasa cinta dan kasih sayang. Pertengkaran hanya menyebabkan berseminya rasa benci dan buruk sangka terhadap pasangan. Pertengkaran yang meluap-luap akan menyebabkan hilangnya rasa percaya dan terus memicu perceraian. 6 Sehingga banyak orang yang tidak bisa mempertahankan perkawinannya tersebut, dan memilih jalan untuk bercerai, yang dianggap merupakan solusi terakhir untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh salah seorang pasangan suami isteri yang tidak kuat dan tidak puas atas perkawinan yang mereka jalani. 4 Abduttawab Haikal, Ilyas Ismail Al-Sendany, et. Al pent “Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW, Poligami dalam Islam versus Monogami Barat ” Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1988, hal 7. 5 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Depag, hal 220 6 Najlah Naqiyah, Perceraian, Artikel diakses pada tanggal 16 Desember 2008 dari http:www.articlesnatch.com Meskipun agama Islam membolehkan suami isteri bercerai, tentunya dengan alasan- alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci oleh Allah SWT. 7 Tatkala pasangan suami isteri sudah tidak harmonis lagi dan tidak menemui titik temu diantara mereka dan hanya dapat dipecahkan melalui sidang pengadilan, dan perceraianlah jalan untuk memutuskan hubungan suami isteri yang sah. Maka perceraian itu harus dilakukan dengan cara baik-baik yang tidak mengakibatkan permusuhan dikemudian hari. Sesuai QS. At-Thalaq ayat 2 yang artinya: K L = M N,1 O N,Q O R S = T  1 O R U = V  1 WXY Z K [\W ]  U NW _` 8 0563  K 6a  B 1 :Ub2 cd  1 e0 f H M JgYh i j k l i Um bn IJ “Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar”. 7 M. Daud Ali, Hukum Islam dan PA Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2002, cet ke 2, hal 102 Ayat diatas mengandung perintah bagi pasangan suami isteri yang ingin melakukan perceraian, diharapkan bagi keduanya untuk berpisah dengan cara yang baik sesuai norma Hukum yang berlaku. Adapun alasan-alasan perceraian yang dibenarkan menurut pasal 19 PP No. 9 Tahun 1974 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan: a. Salah satu pihak berbuat zina menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah karena hal lain diluar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekerasan penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri. f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sedangkan dalam KHI secara umum dijelaskan mengenai perceraian yang diatur dalam pasal 113-148 di Bab tentang putusnya perkawinan. Dalam proposal ini yang saya akan bahas yaitu ” Perceraian Karena Istri Mandul”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah