57
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, maka dipidana penjara 4 bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00. Jika seseorang yang
melakukan kekerasan psikis kepada korbannya, dan korban tersebut tidak menimbulkan penyakit yang menjadi penghalang untuk menjalankan
pekerjaan, maka si pelaku kekerasan psikis di berikan keringan hukuman karena perbuatannya tidak menimbulkan penyakit bagi si korban.
3. Pembuktian Kekerasan Psikis
Definisi pembuktian menurut Prof TM. Hasbie As Shiddiqie pembuktian adalah segala yang dapat menampakkan kebenaran, baik dia
merupakan saksi atau sesuatu yang lain. Sedangkan menurut Subekti, yang dimaksud dengan membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran
dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.
20
Proses pembuktian untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam pasal 54
dan 55 UU PKDRT seperti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan menurut ketentuan hukum acara pidana yang
berlaku kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini. Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk
membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat
20
A. Juaini Syukri, Keyakinan Hakim Dalam Pembuktian Perkara Perdata Menurut Hukum Acara Positif dan Hukum Acara Islam, cet. I, Jakarta: PT. Magenta Bhakti Guna, 1983, h. 25.
58
bukti yang sah lainnya.
21
Dalam pembuktian kasus kekerasan psikis, keterangan satu orang saksi dan satu alat bukti saja sudah bisa perkara itu
dibuktikan. Untuk membuktian bersalah atau tidaknya seseorang terdakwa
haruslah melalui pemeriksaan di depan sidang pengadilan dalam hal pembuktian. Hakim perlu memperhatikan kepentingan masyarakat dan
kepentingan terdakwa. Kepentingan masyarakat berarti, bahwa seseorang yang telah
melanggar ketentuan pidana KUHP atau undang-undang pidana lainnya, harus mendapat hukuman yang setimpal degan kesalahannya. Sedangkan
kepentingan terdakwa, berarti bahwa terdakwa harus diperlakukan secara adil sedemikian rupa, sehingga tidak ada seorang yang tidak bersalah mendapat
hukuman. Socrates perna h mengungapkan bahwa “ lebih baik melepaskan
seribu orang penjahat dari pada menghukum seorang yang tidak bersalah”. Demikianlah besarnya perhatian dan perlindungan yang hendak diberikan
oleh hukum kepada orang yang tidak bersalah.
22
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga
21
RI. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, h. 66.
22
Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, cet. III, Jakarta: Djambatan, 2002, h. 136.
59
merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang- undang yang boleh dipergunakan Hakim untuk membuktikan kesalahan yang
didakwakan. Dalam persidangan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa.
23
Membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu
persengketaan. Dengan demikian nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam persengketaan atau perkara di muka Hakim atau
Pengadilan.
24
Dalam hal pembuktian hakim harus benar-benar adil dalam mejatuhi putusan, jika memang salah maka harus dijatuhi hukuman
sebagaimana mestinya, tetapi jika memang tidak, maka orang itu harus dibebaskan karena terbukti tidak bersalah.
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses pemeriksaan sidang di pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan
nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan dengan undang-
undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa “dibebaskan” dari
hukuman. Sebaliknya, kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam pasal 184,
terdakwa dinyatakan “bersalah” kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, hakim harus berhati-
23
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, cet. VIII, Jakarta: Sinar Grafika,
2006, h. 274.
24
Subekti, Hukum Pembuktian, cet. XV, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2005, h. 1.
60
hati, cermat dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian. Meneliti sampai dimana batas mi
nimum “kekuatan pembuktian” dari setiap alat bukti yang disebut dalam pasal 184 KUHAP.
Dalam hukum acara perdata yang dimaksud dengan membuktikan yaitu meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan
dalam suatu persengketaan. Tetapi tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan harus dibuktikan kebenarannya.
Macam-macam Alat Bukti
Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, di mana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan
sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Di
dalam KUHAP, macam-macam alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, serta keterangan terdakwa. a.
Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Semua orang dapat menjadi saksi, kecuali keluarga
sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa, saudara dari terdakwa seperti saudara ibu
atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga, suami atau istri
61
terdakwa meskipun sudah bercerai. Dalam persidangan yang harus diterangkan yaitu apa yang saksi lihat, dengar dan saksi alami sendiri.
25
Keterangan saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian, jika dipenuhi aturan ketentuan seperti
26
harus mengucapkan sumpah atau janji, memberikan keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti, keterangan saksi harus diberikan di sidang
pengadilan, seorang saksi saja dianggap tidak cukup. b.
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat
terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Sedangkan menurut Pasal 168 KUHAP, keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli
nyatakan di sidang pengadilan. c.
Keterangan Surat, selain Pasal 184 yang meyebutkan alat-alat bukti maka hanya ada satu Pasal yang mengatur tentang alat bukti surat yaitu Pasal
187 KUHAP. Menurut pasal ini, alat bukti surat adalah “surat yang dibuat di atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah jabatan”.
27
Salah satu contohnya seperti surat nikah.
d. Petunjuk, alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan
yang ada persesuaiannya baik antara yang satu dengan yag lain dan
25
Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Perdata, dan Korupsi di Indonesia, Jakarta: FIM, 2008, h. 10-21.
26
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, h. 286.
27
B. Fachri Nasution, Himpunan Naskah dan Petunjuk Teknis Penyelesaian Perkara Pidana Umum Kejaksaan Agung R.I, Jakarta: Kejaksaan Agung R.I, 2000, h. 114.
62
apabila perbuatan itu dikaitkan akan memberi gambaran bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan dapat ditentukan pelakunya. Petunjuk
sebagaiama dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
e. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang
perbuatan yang dia lakukan atau yang dia ketahui sendiri atau alami sendiri, keterangan ini digunakan untuk membantu menemukan bukti di
sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Keterangan
terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa dia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus
disertai dengan alat bukti yang lain.
28
Alat bukti surat atau tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan serta sumpah juga bisa dijadikan bukti dalam perkara perdata, sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 164 HIR. Sumpah adalah pernyataan khidmat yang diucapkan pada waktu memberi janji dan biasanya dengan mengucapkan sifat yang Maha Kuasa.
C. Putusan Hakim Terhadap Pembuktian Kekerasan Psikis