32
perhatian terhadap perempuan, salah satunya adalah dengan adanya Iddah, dan larangan mengambil kembali sesuatu yang telah diberikan kepadanya, hal
ini dijelaskan dalam surat al- Baqarah ayat 229:
2 229
Artinya: “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu
khawatir bahwa keduanya suami isteri tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah”
23
.
C. Faktor-faktor Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga
Dalam kehidupan berumah tangga pasti ada saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan, secara garis besar faktor-faktor kekerasan
dalam rumah tangga dapat dirumuskan menjadi dua, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal ini berkaitan erat hubungannya dengan kekuasaan
suami dan diskriminasi di kalangan masyarakat. Diantaranya : a.
Budaya patriarki yang menempatkan pada posisi laki-laki dianggap lebih unggul dari pada perempuan dan berlaku tanpa perubahan, seolah-olah
itulah kodrati. b.
Kesalahan dalam interpretasi agama, yang tidak sesuai dengan universal agama, misalnya seperti nusyuz, yakni suami boleh memukul istri dengan
23
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah
al- Qur’an, 1997, h. 37.
33
alasan mendidik atau istri tidak mau melayani kebutuhan seksual suami, maka suami berhak memukul dan istri dilaknat malaikat. Pandangan-
pandangan seperti ini yang menyebabkan kerugian bagi pihak isteri, karena dalam Islam ada beberapa tahapan yang harus dilakukan suami,
sebelum suami berhak memukul iserinya, suami memang boleh memukul isterinya apabila isteri sudah tidak bisa lagi menjalankan kewajibannya
sebagai isteri dan sudah tidak bisa lagi di nasehati. Pukulan ini juga dimaksudkan untuk mendidik bukan untuk menyakiti isteri.
Tetapi ada juga faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga antara lain:
1 Pemberian cap atau labelisasi perempuan dengan kondisi fisik yang lemah
cenderung menjadi anggapan objek pelaku kekerasan sehingga pengkondisian lemah ini dianggap sebagai pihak yang kalah dan
dikalahkan. Hal ini sering kali dimanfaatkan laki-laki untuk mendiskriminasikan perempuan sehingga perempuan tidak dilibatkan
dalam berbagai peran strategis. Akibat dari labeling ini, sering kali laki- laki memanfaatkan kekuatannya untuk melakukan kekerasan terhadap
perempuan baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Pemberian labeling bahwa perempuan lemah, mengakibatkan pihak perempuan merasa
dirugikan dan dianggap tidak mempunyai kemampuan di hadapan laki- laki. Pemberian labeling terhadap perempuan itu harus dihapuskan, agar
peran perempuan tidak dianggap lemah dan rendah di hadapan laki-laki,
34
karena perempuan juga mempunyai kesempatan yang sama dalam berbagai peran strategis.
2 Kekuasaan yang berlindung di bawah kekuatan jabatan juga menjadi
sarana untuk melakukan kekerasan. Jika hakekat kekuasaan sesungguhnya merupakan kewajiban untuk mengatur, bertanggung jawab dan
melindungi pihak yang lemah, namun sering kali kebalikannya bahwa dengan sarana kekuasaan yang legitimate, penguasa sering kali melakukan
terhadap warga atau bawahannya. Dalam kontek ini misalnya negara terhadap rakyat dalam berbagai bentuk kebijakan yang tidak sensitif pada
kebutuhan rakyat kecil. 3
Sistem ekonomi juga menjadi sebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Dalam sistem ekonomi kapitalis dengan prinsip ekonomi cara
mengeluarkan modal sedikit untuk mencapai keuntungan sebanyak- banyaknya, maka memanfaatkan perempuan sebagai alat dan tujuan
ekonomi akan menciptakan pola eksploitasi terhadap perempuan dan berbagai perangkat tubuhnya. Oleh karena itu perempuan menjadi
komoditas yang dapat diberi gaji rendah atau murah.
24
Sistem ekonomi ini tidak menggambarkan keadilan bagi perempuan. Ada upaya yang harus
dilakukan agar pihak perempuan tidak lagi terpojok dan di anggap lemah.
24
Mufidah et al, Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan? Panduan Pemula Untuk Pendampingan Korban Kekereasan Terhadap Perempuan dan Anak, PT. PSG dan Pilar Media,
2006, h. 8-10.
35
Sehingga mempunyai kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki dalam sistem perekonomian.
Sedangkan faktor internal timbulnya kekerasan terhadap istri adalah kondisi psikis dan kepribadian suami sebagai pelaku tindak kekerasan yaitu: 1
sakit mental, 2 pecandu alkohol, yang kerap kali melakukan kekerasan terhadap isteri dalam keadaan mabuk tanpa menyadari perbuatannya tersebut, 3 kurangnya
komunikasi, antara pihak suami isteri masing-masing mempunyai kesibukkan di luar rumah seperti bekerja, sehingga menyebabkan kurang perhatian terhadap
anak, dan menimbulkan kurangnya komunikasi yang berakibat kekerasan 4 penyelewengan seks, 5 citra diri yang rendah, terkadang suami menggangap
dirinya rendah, karena tidak mempunyai pekerjaan dan tidak bisa memberikan kebutuhan pokok hidup kepada keluarganya, 6 frustasi, bisa saja terjadi karena
himpitan ekonomi, ataupun masalah pekerjaan yang di bawa ke dalam rumah, 7 perubahan situasi dan kondisi, 8 kekerasan sebagai sumber daya untuk
menyelesaikan masalah pola kebiasaan dari keluarga atau orang tua.
25
Anggapan seperti itu sungguh tidak baik, karena kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk memecahkan sebuah masalah, banyak cara lain yang dapat dijadikan
solusi seperti kedua pihak suami isteri harus saling mengerti satu sama lain, dan dapat melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing agar tidak terjadi
kekerasan.
25
Siti Zumrotun, Membongkar Fiqh Patriarkhis, Refleksi atas Keterbelengguan Perempuan dalam Rumah Tangga, cet. I, T.tp., STAIN Press, 2006, h. 103.
36
Salah satu indikasi permasalahan sosial yang berdampak negatif pada keluarga adalah kekerasan yang terjadi dalam lembaga keluarga, hampir semua
bentuk kekerasan dalam keluarga oleh laki-laki misalnya pemukulan terhadap istri pemerkosaan dalam keluarga dan lain sebagainya semua itu jarang menjadi bahan
pemberitaan masyarakat karena dianggap tidak ada masalah, sesuatu yang tabu atau tidak pantas dibicarakan korban, dari berbagai bentuk kekerasan yang
umumnya adalah perempuan lebih khususnya lagi adalah istri cenderung diam karena merasa sia-sia. Para korban biasanya malu bahkan tidak berani
menceritakan keadaannya kepada orang lain. Karena takut dianggap membuka aib keluarganya sendiri.
D. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga