Gambaran Lokasi Penelitian Analisa Univariat

sedangkan yang memiliki mekanisme koping buruk sebanyak 14 orang 42,4. Penderita diabetes mellitus yang memiliki mekanisme koping baik lebih banyak daripada penderita diabetes yang memiliki mekanisme koping buruk. 6. Distribusi frekuensi mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang kontrol diri Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang kontrol diri terdiri dari 5 pernyataan yaitu pernyataan no 4, 6, 18, 25, dan 38 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya: a. Kontrol diri baik jika memiliki skor ≥ mean b. Ko ntrol diri buruk jika memiliki skor ≤ mean Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang kontrol diri n=33 Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang kontrol diri N Skor Max Skor Min Mean SD Baik 17 51,5 13 5 10,42 1,92 Buruk 16 48,5 Total 33 100 Hasil analisis yang didapat bahwa penderita diabetes mellitus yang memiliki kontrol diri baik sebanyak 17 orang 51,5 dan yang memiliki mekanisme kontrol diri buruk sebanyak 16 orang 48,5. 7. Distribusi frekuensi mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang membuat jarak. Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang membuat jarak terdiri dari 3 pernyataan yaitu pernyataan no 7, 23 dan 26 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya: a. Membuat jarak baik jika memili ki skor ≥ mean b. Membuat jarak buruk jika memiliki skor skor ≤ mean Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang membuat jarak n=33 Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang membuat jarak N Skor Max Skor Min Mean SD Baik 16 48.5 8 3 6,24 1,17 Buruk 17 51.5 Total 33 100 Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang melakukan mekanisme koping membuat jarak baik sebanyak 16 orang 48.5 dan yang melakukan mekanisme koping membuat jarak buruk sebanyak 17 orang 51.5. 8. Distribusi frekuensi mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang penilaian kembali secara positif. Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang penilaian kembali secara positif terdiri dari 6 pernyataan yaitu pernyataan no 11, 13, 19, 20, 34 dan 37 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya: a. Membuat penialaian kembali secara positif baik jika memiliki skor ≥ mean b. Membuat penilaian kembali secara positif cukup jika memiliki skor ≤ mean Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang penialaian kembali secara positif n=33 Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang penialaian kembali secara positif N Skor Max Skor Min Mean SD Baik 21 63,6 17 7 12,94 1,90 Buruk 12 36,4 Total 33 100 Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang melakukan mekanisme koping penialaian kembali secara positif baik sebanyak 21 orang 63,6 dan yang melakukan mekanisme koping penilaian kembali secara positif buruk sebanyak 12 orang 36,4. 9. Distribusi frekuensi penderita diabetes mellitus tentang menerima tanggung jawab Gambarang mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang menerima tanggung jawab terdiri dari 1 pernyataan yaitu pernyataan no 15 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya: a. Menerima tanggung jawab baik jika memiliki skor ≥ mean b. Menerima tanggung jawab cukup jika memiliki skor ≤ mean Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang menerima tanggung jawab n=33 Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang menerima tanggung jawab N Skor Max Skor Min Mean SD Baik 26 78,8 3 1,94 0,93 Buruk 7 21,2 Total 33 100 Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang melakukan mekanisme koping menerima tanggung jawab baik sebanyak 26 orang 78,8 dan yang melakukan mekanisme koping menerima tanggung jawab buruk sebanyak 7 orang 21,2. 10. Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang lari penghindaran Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang lari penghindaran terdiri dari 8 pernyataan yaitu pernyataan no 5, 8, 17, 22, 29, 32, 35 dan 36 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya: a. Menerima la ri penghindaran baik jika memiliki skor ≥ mean b. Menerima lari penghindaran buruk jika memiliki skor ≤ mean Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang lari penghindaran n=33 Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang lari penghindaran N Skor Max Skor Min Mean SD Baik 21 63.6 23 15 18,90 2.14 Buruk 12 36.4 Total 33 100 Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang melakukan mekanisme koping lari penghindaran baik sebanyak 21 orang 63.6, yang melakukan mekanisme koping lari penghindaran buruk sebanyak 12 orang 36.4. 11. Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang konfrontasi. Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang konfrontasi terdiri dari 3 pernyataan yaitu pernyataan no 2, 9 dan 28 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya adalah: a. Konfrontasi baik jika memiliki skor ≥ mean b. Konfrontasi buruk jika memiliki skor ≤ mean Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang konfrontasi n=33 Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang konfrontasi N Skor Max Skor Min Mean SD Baik 17 51.5 9 5 6,60 1,11 Buruk 16 48.5 Total 33 100 Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang melakukan mekanisme koping konfrontasi baik sebanyak 17 orang 51.5 dan yang melakukan konfrontasi buruk sebanyak 16 orang 48.5. 12. Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari dukungan sosial. Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari dukungan soasial terdiri dari 6 pernyataan yaitu pernyataan no 3, 10, 12, 16, 24, dan 27 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya: a. Mencari dukungan sosial baik jika memiliki skor ≥ mean b. Mencari dukungan sosial cukup jika memiliki skor ≤ mean Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari dukungan sosial n=33 Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari dukungan sosial N Skor Max Skor Min Mean SD Baik 14 42,4 17 10 13,06 1,59 Buruk 19 57,6 Total 33 100 Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang mencari dukungan sosial baik sebanyak 14 orang 42,4, yang mencari dukungan sosial buruk sebanyak 19 orang 57,6. Pada gambaran mekanisme koping tentang mencari dukungan sosial ini penderita diabetes mellitus yang melakukan dengan baik lebih sedikit daripada yang melakukan dengan buruk. 13. Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari pemecahan masalah Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus yang mencari pemecahan masalah terdiri dari 6 pernyataan yaitu pernyataan no 1, 14, 21, 30, 31 dan 33 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya adalah: a. Mencari pemecahan masalah baik jika memiliki skor ≥ mean b. Mencari pemecahan masalah cukup jika memiliki skor ≤ mean Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari pemecahan masalah n=33 Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari pemecahan masalah N Skor Max Skor Min Mean SD Baik 15 45,5 16 5 12,09 2,33 Buruk 18 54,5 Total 33 100 Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang mancari pemecahan masalah baik sebanyak 15 orang 45,5 dan yang mencari pemecahan masalah buruk sebanyak 18 orang 54,5. Dalam hal ini penderita diabetes mellitus yang mencari pemecahan masalah buruk lebih banyak daripada yang mencari pemecahan masalah dengan baik. 55

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan ini terdapat beberapa keterbatasan yang dimiliki diantaranya : 1. Pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak dimengerti dengan maksud pertanyaan sehingga hasilnya kurang mewakili. 2. Adanya kemungkinan bias dalam pengisian jawaban dikarenakan kemampuan daya ingat yang berbeda-beda.

B. Analisis Univariat

1. Gambaran usia responden Hasil analisis menunjukan bahwa penderita diabetes mellitus yang berada di wilayah kerja puskesmas Sambit paling banyak berada pada rentang usia 56-65 tahun yaitu sebanyak 13 orang, 12 orang berada pada rentang usia 46-55 tahun, 6 orang usia 36-45 tahun dan paling sedikit berada pada usia 65 tahun. Hasil penelitian R. M Suryadi Tjekyan 2010 tentang “Angka kejadian dan faktor resiko kejadian diabetes mellitus type 2 di 78 RT kotamadya Palembang tahun 2010” didapatkan hasil bahwa penderita terbanyak pada kelompok usia 45-49 tahun. Terbanyak kedua berada pada usia 50-54 tahun, ketiga pada kelompok usia 55-59 tahun. Rentang usia penderita diabetes mellitus pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian R. M Suryadi Tjekyan 2010. Namun perbedaan gambaran rentang usia penderita DM ini tidak terlalu signifikan. Jumlah penderita diabetes mellitus type 2 pada penelitian ini terdapat pada usia 56-65 tahun dan terbanyak kedua pada usia 45- 56 tahun sedangkan pada penelitian R. M Suryadi Tjekyan 2010 usia penderita DM type 2 terbanyak terdapat pada usia 45-49 tahun sedangkan terbanyak kedua terdapat pada usia 50-54 tahun. Usiaumur merupakan faktor resiko yang tidak dapat duibah, dengan semakin bertambahnya umur kemampuan jaringan untuk mengambil glukosa darah semakin menurun, paling banyak terdapat pada orang yang berumur diatas 40 tahun Budiyanto dalam Suraoka 2012. 2. Gambaran jenis kelamin responden Hasil analisis menunjukan bahwa penderita diabetes mellitus type 2 yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 14 orang, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang. Berdasarkan penelitian I Gusti Made Geria Jelantik dan Hj. Erna Haryati tentang “hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin, kegemukan dan hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas mataram” diadapatkan hasil bahwa perempuan memiliki resiko menderita penyakit diabetes mellitus type 2 daripada laki-laki. Dari hasil penelitian diketahui pada kelompok kasus sebagian besar mempunyai jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 32 orang 64,0 dan laki-laki sebanyak 18 oarang 36,0 , sedangkan pada kelompok kontrol juga sebagian besar terdapat pada jenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang 56,0 dan pada jenis kelamin laki – laki terdapat sebanyak 22 orang . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa penderita diabetes mellitus type 2 berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar dari pada laki-laki. Selain itu Sindroma siklus bulanan premenstrual syndrom, pasca-menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes tipe 2 Irawan, 2010 dalam Trisnawati, 2013. 3. Gambaran tingkat pendidikan responden Hasil analisis menunjukan bahwa penderita diabetes mellitus dengan status kawin sebanyak 18 orang, dengan status janda sebanyak 9 orang dan status duda sebanyak 6 orang. Hasil penelitian Laurentia Mihardja 2009, mengenai “ Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah pada penderita diabetes mellitus di perkotaan Indonesia” menunjukkan bahwa penderita dabetes mellitus type 2 yang memliki status kawin lebih banyak daripada yang tidak kawin, cerai hidup, cerai mati dan status tidak jelas. Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa penderita diabetes mellitus type 2 yang memiliki pasangan lebih banyak daripada janda maupun duda. Seseorang yang sudah menikah, sering mengalami berbagai permasalahan yang memicu terjadinya stress. Berdasarkan penelitian Septian Adi Nugroho 2010 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat stres dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus di wilayah kerja puskesmas sukoharjo I kabupaten sukoharjo. 4. Gambaran tingkat pendidikan responden Hasil analisis menunjukan bahwa penderita diabetes mellitus type 2 yang berpendidikan SMP paling banyak yaitu 45,5, pendidikan SMA sebanyak 24,2, kemudian terbanyak ketiga berpendidikan D3S1 sebanyak 18,2 dan yang paling sedikit berpendidikan SD sebanyak 12,1. Hasil penelitian R. M Suryadi Tjekyan 2010 tentang “Angka kejadian dan faktor resiko kejadian diabetes mellitus type 2 di 78 RT kotamadya Palembang tahun 2010” menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus type 2 dengan tingkat pendidikan SMU palingbanyak, kemudian terbanyak kedua dengan tingkat pendidkan S1. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian ini bahwa penderita diabetes mellitus dengan tingkat pendidikan SMP memiliki jumlah paling banyak kemudian dengan tingkat pendidikan SMU. Hal ini juga tidak sesuai dengan apa ang dikatakan oleh Siswanto 2007 yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka toleransi dan pengontrolan terhadap stressor lebih baik. 5. Gambaran mekanisme koping resonden Hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa penderita diabetes mellitus yang memiliki mekanisme koping baik sebanyak 19 orang sedangkan yang memiliki mekanisme koping buruk sebanyak 14 orang. Dalam penelitian Devi Hijratur Rohmah, Abu Bakar dan Erna Dwi Wahyuni 2012 tentang” Mekanisme Koping pada Penderita Diabetes Mellitus di poli penyakit dalam RSUD DR Soegiri lamongan” menyatakan bahwa penderita diabetes mellitus memiliki mekanisme koping yang bagus dimana Emotional focused coping yang dilakukan antara lain control diri, menerima tanggung jawab, dan mengambil makna positif, sedangkan problem focused coping yang dilakukan partisipan antara lain dukungan sosial dan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa dari 33 responden ada 19 orang yang memiliki mekanisme koping baik dan 14 orang memiliki mekanisme koping buruk, hal ini berarti penderita diabetes mellitus yang memiliki mekanisme koping baik lebih banyak daripada yang memiliki mekanisme koping buruk. Dimana mekanisme koping yang dialakukan dengan baik antara lain control diri, membuat jarak, penilaian kembali secara positif, menerima tanggung jawab, konfrontasi dan merencanakan pemecahan masalah. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penderita yang melakukannya dengan baik lebih banyak daripada yang melakukannya dengan buruk. Sedangkan lari