29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Tahap penelitian meliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia
dan pembuatan ekstrak. Selanjutnya pengujian aktivitas antimikroba dengan metode difusi agar menggunakan silinder logam. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Formulasi Sediaan Steril, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat-alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf Fisons, blender Philips, bola karet, desikator, freeze dryer Modulio,
inkubator Fiber Scientific, jangka sorong, jarum ose, kompor Sharp, krus porselin, Laminar Air Flow Cabinet Astec HLF 1200L, lemari pendingin
Toshiba, lumpang dan alu, mikroskop, neraca kasar Sun, neraca listrik Vibra AJ, oven Memmert, penangas air Yenaco, pinset, pipet mikro Eppendorf,
rotary evaporator Haake D, seperangkat alat penetapan kadar air, silinder logam, spektrofotometer visibel Dynamic dan tanur.
3.2 Bahan-bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan untuk penelitian ini adalah daun kemenyan, getah kemenyan, nutrient agar, potato dextrose agar, Staphylococcus
aureus ATCC No 6538, Pseudomonas aeruginosa ATCC No 9027, Candida albicans ATCC No 10231, air suling, bahan kimia yang digunakan berkualitas
30
pro analisa, kecuali dinyatakan lain: α-naftol, asam klorida pekat, asam asetat
anhidrat, asam asetat glasial, asam sulfat pekat, benzen, besi III klorida, bismut III nitrat, etanol, etilasetat, n-heksan, iodium, isopropanol, kalium iodida,
kloralhidrat, kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium klorida, natrium sulfat anhidrat, petroleum eter, raksa II klorida, serbuk magnesium, serbuk
zinkum, timbal II asetat, dan toluena.
3.3 Penyiapan Bahan 3.3.1 Pengambilan Bahan
Pengambilan bahan yaitu daun dan getah kemenyan dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan daerah lain. Daun yang diambil adalah
daun berwarna hijau tua dan getah yang digunakan adalah lapisan paling luar yaitu menyan putih. Bahan yang digunakan diperoleh dari daerah pegunungan di
desa Bonandolok, Kecamatan Sijamapolang, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara.
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara.
3.3.3 Pengolahan Bahan
Daun kemenyan yang masih segar, dibersihkan dari kotoran dengan dicuci di bawah air mengalir, ditiriskan lalu ditimbang, selanjutnya disebarkan di
atas kertas hingga airnya terserap, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di udara terbuka yang terlindung dari sinar matahari langsung. Daun dianggap kering
31
bila dapat diremahkan dan ditimbang beratnya. Kemudian diserbuk dengan menggunakan blender lalu disimpan dalam kantong plastik untuk mencegah
pengaruh lembab dan pengotoran lain.
3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi
Pembuatan larutan pereaksi menurut Depkes RI 1995 Asam sulfat 2 N, Asam klorida 2 N, Besi III klorida 1, Bourchardat, Dragendorff, kloralhidrat,
Liebermann-Burchard, Mayer, Molish, Natrium hidroksida 2 N dan Timbal II asetat 0,4 M.
3.4.1 Peraksi Asam sulfat 2 N
Sebanyak 16,7 ml asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.
3.4.2 Pereaksi Asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga 100 ml.
3.4.3 Pereaksi BesiIIIklorida 1
Sebanyak 1 g besi III klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.
3.4.4 Pereaksi Bourchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida, dilarutkan dalam sedikit air suling kemudian ditambahkan 2 g iodium, setelah semuanya larut ditambahkan air suling hingga
100 ml.
3.4.5 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 0,85 g bismut III nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 100 ml asam asetat glasial ditambahkan 40 ml air suling. Kemudian pada wadah
32
lain ditimbang 8 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling, lalu campurkan kedua larutan sama banyak. Kemudian ditambahkan 20 ml asam asetat
glasial dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.
3.4.6 Pereaksi Kloralhidrat
Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air.
3.4.7 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml.
3.4.8 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,35 g raksa II klorida dilarutkan dalam 60 ml air suling. Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml
air lalu campurkan keduanya dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.
3.4.9 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g alfa naftol dilarutkan dalam etanol hingga 100 ml.
3.4.10 Pereaksi Natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida ditimbang dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.
3.4.11 Pereaksi Timbal II asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat dilarutkan dalam air yang baru dididihkan hingga 100 ml.
33
3.5 Karakterisasi Simplisia 3.5.1 Karakterisasi Simplisia Daun Kemenyan
3.5.1.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati sifat morfologi luar, bau dan rasa simplisia daun kemenyan.
3.5.1.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun kemenyan. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi
dengan larutan kloralhidrat dan tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.
3.5.1.3 Penetapan Kadar Air
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluen dibiarkan mendingin
selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 gram serbuk simplisia
yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai
sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas
dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna,
volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen WHO, 1992.
34
3.5.1.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam
air suling sampai 1 liter dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20
ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.
3.5.1.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil
dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml
filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96 dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.
3.5.1.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 gram serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600
o
C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh
35
bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.
3.5.1.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, sisa dipanaskan sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.
3.5.2 Karakterisasi Simplisia Getah Kemenyan
Karakterisasi meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,
kadar abu total dan kadar abu tidak larut dalam asam. Prosedur penetapan sama seperti pada karakterisasi simplisia daun.
3.6 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia daun dan getah kemenyan meliputi pemeriksaan senyawa alkaloida, glikosida, antrakinon, saponin, flavonoid, tanin
dan triterpenoidsteroid.
3.6.1 Pemeriksaan Alkaloida
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan
disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu masing-masing dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung
36
reaksi ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, Bouchardat dan Dragendorff. Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan Depkes RI, 1995.
3.6.2 Pemeriksaan Glikosida
Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 96 dengan air 7:3 direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Kemudian
diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbalIIasetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan
20 ml campuran kloroform dan isopropanol 3:2, dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari ditambahkan dengan natrium sulfat anhidrat, disaring, dan
diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50
o
C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan:
a.
Sebanyak
0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air, kemudian ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard, terjadi warna biru
atau hijau yang menunjukkan adanya glikosida. b.
Sebanyak 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes
pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin warna ungu pada
batas antara kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula Depkes RI, 1995.
3.6.3 Pemeriksaan Antrakinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan
didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring lalu dikocok lapisan benzen
37
dengan 2 ml natrium hidroksida 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon Depkes RI,
1995.
3.6.4 Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm dan tidak hilang dengan penambahan
1 tetes asam klorida 2 N menunjukan adanya saponin Depkes RI, 1995.
3.6.5 Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml metanol, direfluks selama 10 menit, disaring panas melalui kertas saring. Filtrat diencerkan dengan
10 ml air. Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati, lalu didiamkan sebentar. Kemudian diambil lapisan metanol, diuapkan pada suhu
40
o
C, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring. Filtratnya digunakan untuk flavonoida dengan cara berikut:
a. Sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 2 ml
etanol 96 lalu ditambah serbuk 2,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2N, didiamkan selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes asam
klorida pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukan adanya flavonoid.
b. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan
dalam 1 ml etanol 96, ditambah 0,1 g serbuk magnesium dan 10 tetes
38
asam klorida pekat, jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya flavonoid Depkes RI, 1995.
3.6.6 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dididihkan selama 3 menit dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Filtrat ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi
III klorida 1 bv, jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Fransworth, N.R, 1996.
3.6.7 Pemeriksaan Triterpenoidsteroid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml heksana selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dan sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-
Burchard. Jika terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijauan menunjukkan adanya triterpenoidsteroid Fransworth, N.R,
1996.
3.7 Pembuatan Ekstrak Daun Kemenyan 3.7.1 Pembuatan Ekstrak Etanol
Sebanyak 800 g serbuk simplisia daun dimaserasi dengan etanol 80 dalam wadah tertutup rapat dan dibiarkan pada suhu kamar selama 5 hari
terlindung dari cahaya dan sering diaduk. Kemudian dipisahkan dan ampas dimaserasi kembali selama 2 hari lalu dipisahkan dan maserasi diulangi sebanyak
3 kali. Maserat yang diperoleh digabung dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Proses pemekatan
dilanjutkan dengan menggunakan freeze dryer pada suhu -40
o
C selama lebih kurang 24 jam.
39
3.7.2 Pembuatan Fraksi n-Heksan dan Etilasetat
Sebanyak 20 g ekstrak etanol dilarutkan dengan 50 ml aquadest lalu ditambahkan 50 ml n-heksan, dikocok dan dibiarkan sampai memisah. Lapisan
n-heksan dipisahkan. Selanjutnya difraksinasi kembali dengan n-keksan sampai diperoleh fraksi n-heksan yang jernih penambahan pereaksi Lieberman-Burchard
tidak memberikan hasil positif. Fraksi air ditambahkan etilasetat 50 ml, dikocok dan dibiarkan memisah. Lapisan etilasetat dipisahkan dan fraksinasi dilanjutkan
sampai diperoleh fraksi etilasetat yang jernih penambahan FeCl
3
tidak memberikan hasil positif. Kumpulan hasil fraksinasi n-heksan dan etilasetat
dipekatkan di penangas air hingga diperoleh fraksi kental.
3.8 Sterilisasi Alat
Alat-alat dan bahan-bahan untuk pemeriksaan mikrobiologi harus disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan di oven
pada suhu 170
o
C selama 1-2 jam dan alat-alat jenis lainnya disterilkan di autoklaf pada suhu 121
C selama 15 menit, jarum ose dibakar dengan lampu spiritus.
3.9 Pembuatan media 9.9.1 Media Nutrient Agar NA
Komposisi: Beef Extract
3 g Peptone
5 g Agar
15 g Air suling sampai
1 L
40
Cara pembuatan: Sebanyak 23 g serbuk NA dilarutkan dalam air suling hingga 1 liter
dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna. Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121
o
C selama 15 menit Difco Laboratories, 1977.
3.9.2 Media Potato Dextrose Agar PDA
Komposisi: Potato extract
4 g Dextrose
20 g Agar
15 g Air suling sampai
1 L Cara pembuatan:
Sebanyak 39 g serbuk PDA dilarutkan dalam air suling hingga 1 liter dengan bantuan pemanasan. kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu
121
o
C selama 15 menit Difco Laboratories, 1977.
3.9.3 Larutan NaCl 0,9
Komposisi: NaCl
0,9 g Air suling sampai
100 ml Cara pembuatan:
Sebanyak 0,9 g NaCl dilarutkan dengan air suling sampai 100 ml. Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121
o
C selama 15 menit.
41
3.10 Pembuatan Stok Kultur 3.10.1 Pembuatan Stok Kultur Bakteri
Satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanam pada media nutrient agar miring dengan cara menggores. Kemudian
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36-37
o
C selama 18-24 jam Ditjen POM, 1995.
3.10.2 Pembuatan Stok Kultur Jamur
Satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanam pada media potato dextrose agar miring dengan cara menggores.
Kemudian diinkubasikan pada suhu 20-25
o
C selama 48 jam Ditjen POM, 1995.
3.11 Penyiapan Inokulum 3.11.1 Penyiapan Inokulum Bakteri
Koloni bakteri diambil dari stok kultur dengan jarum ose steril lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9.
Kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25 Ditjen POM, 1995.
3.11.2 Penyiapan Inokulum Jamur
Koloni jamur diambil dari stok kultur dengan jarum ose steril, kemudian disuspensikan dengan 10 ml NaCl 0,9 . Kemudian diukur kekeruhan larutan
pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25 Ditjen POM, 1995.
42
3.12 Pengenceran Ekstrak Etanol, Fraksi n-heksan dan Fraksi Etilasetat dari Daun Kemenyan dan Getah Dalam Etanol untuk Uji Aktivitas
Antimikroba Ekstrak etanol ditimbang 5 g dilarutkan dengan etanol 96 hingga 10 ml
maka konsentrasi ekstrak adalah 500 mgml kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mgml; 300 mgml;
200 mgml; 100 mgml; 50 mgml; 40 mgml; 30 mgml; 20 mgml; 10 mgml. Dilakukan prosedur yang sama terhadap fraksi n-heksan dengan pelarut n-heksan,
fraksi etilasetat dengan pelarut etilasetat dan getah dengan pelarut etanol 96.
3.13 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi n-heksan dan Fraksi Etilasetat Daun Kemenyan
Cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum, kemudian ditambahkan 20 ml media nutrient agar steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu
mencapai 45
o
C, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Setelah itu ditanamkan silinder logam. Selanjutnya masing-masing silinder logam
dimasukkan ekstrak etanol sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentasi. Kemudian diinkubasi pada suhu 36-37
o
C selama 18-24 jam. Hal yang sama dilakukan terhadap fraksi n-heksan dan fraksi etilasetat. Selanjutnya diameter
daerah hambat di sekitar silinder logam diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali Ditjen POM, 1995.
3.14 Uji Aktivitas Antibakteri Getah Kemenyan dalam Etanol