Mediasi Penyelesaian Wanprestasi Reksadana

Penyelesaian sengketa antara investor dnegan bank yang menepatkan kedua belah pihak dalam kedudukan yang setara adalah sangat penting mengingat investor sebagai konsumen dilindungi haknya menurut UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

a. Mediasi

Penyelesaian sengketa melalui mediasi lebih mirip dengan penyelesaian sengketa secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Penyelesaian sengketa antara investor dengan bank melalui mediasi merupakan hal yang dianggap ideal, mengingat keadilan muncul dari para pihak karena tidak ada pihak yang mengambil keputusan yang menguntungkan kedua belah pihak. Sifat lain dari penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah adanya unsur kesukarelaan. Tanpa adanya kesukarelaan di antara para pihak, maka mekanisme alternatif penyelesaian sengketa tidak akan bisa terlaksana. Kesukarelaan yang dimaksud meliputi kesukarelaan terhadap mekanisme penyelesaiannya dan kesukarelaan terhadap isi kesepakatan. Namun ada beberapa hal yang masih perlu diperhatikan, seperti: Kesepakatan adalah yang menjadi penekanan menjadi tekanan dalam proses mediasi. Kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu akta kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi investor dan bank. Yang dimaksud dengan bersifat final adalah sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksana fungsi mediasi perbankan. Sedangkan yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai undang-undang bagi investor dan bank yang harus dilaksanakan Universitas Sumatera Utara dengan itikad baik. Sehingga mekanisme pengawasan pelaksanaan kesepakatan tersebut sama seperti eksekusi putusan biasa yang berkekuatan hukum tetap, yaitu dari pihak pengadilan sendiri. Hal ini dikarenakan adanya kewajiban mendaftarkan akta kesepakatan ke Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak penandatanganan. Apabila dalam jangka waktu tiga puluh hari atau dan dengan perpanjangan tiga puluh hari untuk kondisi tertentu proses mediasi perbankan belum atau tidak berhasil dan para pihak melakukan upaya lanjutan penyelesaian sengketa melalui proses arbitrase atau pengadilan, maka dokumen-dokumen yang dipakai pada saat proses mediasi tidak boleh dipergunakan. Larangan tersebut didasari dengan alasan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan jika misalnya ada pihak yang beritikad tidak baik. Selain itu pengakuan para pihak yang ada dalam proses mediasi itu juga tidak boleh dibeberkan kembali. Bahkan mediator atau salah satu pihak yang terlibat dalam proses mediasi juga tidak dapat diminta menjadi saksi dalam proses arbitrase atau persidangan untuk kasus yang sama. Namun, akta kesepakatan hasil mediasi dapat dijadikan sebagai alat bukti di dalam maupun di luar pengadilan ketika akta kesepakatan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri dan dapat dimintakan eksekusinya ke pengadilan jika ada salah satu pihak yang wanprestasi. Efektifitasnya dari sebuah akta kesepakatan hasil mediasi tentu akan sangat tergantung dari itikad baik para pihak mentaati hasil-hasil perundingankesepakatan tersebut. Secara teori semestinya tidak mungkin ada kesepakatan damai yang tidak dipatuhi dan dijalankan oleh salah satu pihak Universitas Sumatera Utara karena untuk mencapai kesepakatan damai sudah merupakan kerelaan dari para pihak untuk win-win solution, apalagi tidak ada paksaan sedikit pun dari pihak ketiga dalam menentukan hasil akhir dari proses perundingan. Setiap tindakan salah satu pihak yang bertentangan dengan hasil perundingan merupakan tindakan cidera janji wanprestasi. Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Bab II Pasal 6 secara jelas menyatakan bahwa mediasi sangat tergantung dari itikad baik para pihak, dan hasilnya sangat tergantung dari kehendak para pihak. Tidak ada ancaman jika salah satu pihak tidak menjalankan kesepakatan mediasi selain ancaman tuntutan wanprestasi dari pihak yang berkepentingan. Masalahnya, sejauh mana kesepakatan ini mempunyai kekuatan hukum mengikat. Apabila sudah ada kesepakatan ternyata salah satu pihak wanprestasi, maka bagaimana agar pihak yang wanprestasi tersebut dituntut untuk melakukan apa yang menjadi prestasi. Dengan adanya kekuatan mengikat kesepakatan tidak perlu lagi diulang atau diperiksa oleh pengadilan atau arbitrase. Di sini negara melalui undang-undang mempunyai peran yang sangat penting. Peran ini adalah mengupayakan agar akta kesepakan hasil mediasi dapat disamakan dengan putusan pengadilan atau putusan arbitrase, dimana kesepakatan tersebut dapat mempunyai kekuatan eksekutorial agar efiensi dalam hal waktu dan biaya dapat dicapai. Hal ini sebetulnya bukan hal yang aneh mengingat dalam hukum acara perdata, akta perdamaian pun dapat dimintakan penetapan. Pertama, mediasi layak untuk dipilih sepanjang para pihak masih yakin dapat menyelesaikan permasalahan berdasarkan interestunderstanding-based Universitas Sumatera Utara procedure bukan benar-salah menurut hukum right-based procedure, para pihak masih menghendaki terpeliharanya hubungan baik danatau kontrak di antara mereka, dan yang dibutuhkan para pihak hanya kehadiran mediator untuk membantu mereka demi kelancaran perundingan. Namun sebenarnya semangat musyawarah untuk mufakat dalam proses mediasi antara bank dengan investor sebenarnya syarat dengan nuansa “pensamaran rasa keadilan” karena sejak awal terjadinya perikatan dalam bentuk perjanjian antara investor dengan bank semua dokumen dan klausul dibuat oleh bank maka bank seharusnya menjaga kepercayaan yang diberikan investor. Nantinya ketika muncul keluhan dari investor atas suatu transaksi, pihak banklah yang paling mengetahui mekanisme penanganan pengaduan investor. Bank memiliki sistem pencatatan dan dijalankan dalam suatu manajemen yang terorganisir, sehingga sejak awal sudah dapat dipastikan adanya proses penelitian dokumen oleh bank terhadap transaksi keuangan yang diadukan oleh investor. Seharusnya prosedur dan seperangkat peraturan yang talah ada dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak baik bagi bank maupun investor. Sejatinya sejak awal rasa keadilan telah didapat oleh investor ketika ia mendapatkan hasil penyelesaian pengaduan oleh bank. Kedua, mediasi perbankan dilaksanakan setiap sengketa yang memiliki nilai tuntutan finansial paling banyak Rp. 500,000,000 Lima Ratus Juta Rupiah. Jumlah maksimum ini dapat berupa nilai kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada investor, potensi kerugian karena penundaan dan atau tidak dapat dilaksanakan transaksi keuangan investor dengan pihak lain dan atau biaya- Universitas Sumatera Utara biaya yang telah dikeluarkan investor untuk mendapatkan penyelesaian sengketa. Investor tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh keugiaan immateril seperti kerugian karena pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Semangat yang diusung dalam PBI tentang Mediasi Perbankan adalah untuk memberikan akses yang lebih mudah bagi investor kecil dan unit usaha kecil agar sengketa mereka dengan bank dapat diselesaikan. Jumlah uang maksimal sebesar Rp. 500.000 jika harus dibandingkan dengan jangka waktu maksimal mulai dari proses pengaduan investor sampai dengan proses mediasi berikut perpanjangan waktu yang diperlukan akan memakan waktu seratus hari kerja 20 hari + 20 hari perpanjangan proses pengaduan investor + 30 hari + 30 hari proses mediasi perbankan tidak menunjukkan suatu keadaan yang melindungi investor kecil. Jumlah uang sengketa Rp. 500.000 adalah jauh besar bagi investor kecil, jadi sebaiknya jangka waktu mediasi seharusnya lebih singkat, hal ini dapat dibandingkan dengan jangka waktu empat belas hari yang diamanatkan oleh Pasal 6 ayat 2 UU No 30 tahun 1999. Proses mediasi ini juga belum tentu membutuhkan suatu kesepakatan penuh antara paha pihak, bahkan ketidaksepakatan dapat saja terjadi. Jika kondisi seperti ini terjadi maka investor kecil harus merogoh kantong lebih dalam untuk melanjutkan perkara ke arbitrase atau pengadilan. Padahal ketika proses mediasi investor juga harus mengeluarkan biaya. Universitas Sumatera Utara Seandainya diangap perlu pengorbanan diantara dua kepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan, maka sebaiknya korbankan kepastian demi tegaknya hukum dan keadilan yang mutlak dilaksanakan. Di Indonesia proses mediasi memang untuk sengketa perdata. Sehingga jika muncul suatu perkara atau sengketa yang mengandung unsur pidana atau terkait dengan dugaan tindak pidana di bidang perbankan, perkara tersebut tidak dapat diselesaikan melalui proses mediasi. Penyelesaian perkara pidana antara investor dengan bank adalah wewenang dari penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim melalui pengadilan. Namun dimungkinkan digabunganya pemeriksaan guna penyelesaian sengketa perdata dengan pidana di pengadilan untuk menuntut jumlah kerugian materil yang diderita oleh investor jika terbukti telah terjadi suatu tindak pidana dalam transaksi yang merugikan investor. Ada sedikit perbedaan konsep pelaksanaan mediasi di Indonesia dengan di luar negeri. Di luar negeri pelanggaran bisa diselesaikan melalui proses mediasi. Namun hukum di Indonesia mengkategorisasikan pelanggaran ke dalam hukum pidana. Sehingga untuk pelanggaran tidak mungkin diselesaikan melalui proses mediasi.Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 mengelompokkan tindak pidana delik di bidang perbankan dalam eman kategoti yaitu: delik berkaitan dengan perizinan, delik berkaitan dengan katentuan rahasia bank, delik berkaitan dengan pengawasan bank oleh BI, delik berkaitan dengan kegiatan usaha bank, delik berkaitan dengan pihak terafiliasi, dan delik berkaitan dengan pemegang saham bank 39 39 Undang-undang No. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan . Ketika terbukti telah terjadi Universitas Sumatera Utara delik dibidang perbankan maka BI memberikan sanksi administratif kepada bank dalam bentuk denda, teguran tertulis, larangan ikut kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu bank, pemberhentian pengurus atau pencantuman dalam Daftar Orang Tercela DOT, dan penurunan tingkat kesehatan bank. Sanksi pidana hanya hakim yang berhak menjatuhkan kepada pihak-pihak yang terbukti terlibat melakukan delik di bidang perbankan.Bank yang tidak melaksanakan ketentuan yang diatur pada PBI tentang Mediasi akan dikenakan sanksi administratif berupa denda uang; teguran tertulis; penurunan tingkat kesehatan bank; larangan untuk serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan; pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan BI; dan pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam DOT di bidang Perbankan, dengan tidak mengurangi sanksi pidana jika sengketa perdata yang dibawa ke proses mediasi ternyata terbukti mengandung unsur tindak pidana. Mediasi merupakan satu alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat tidak memutus, cepat, murah dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan. Dengan adanya proses mediasi ini diharapkan dapat mengurangi beban perkara di pengadilan dan menyediakan akses seluas mungkin kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan, sehingga secara tidak langsung dapat membentuk independen judiciary. Untuk itu perlu dikembangkan pola-pola Universitas Sumatera Utara penyelesaian sengketa yang mencerminkan keadilan prosedural dan subtansial, dalam arti adanya rasa keadilan yang diciptakan memalui penetapan jangka waktu dengan obyek yang disengketakan. Untuk menyelesaikan sengketa antara investor dengan bank dibutuhkan lebih dari sekedar pengaturan tentang mediasi perbankan dan lembaga yang menjalankan mediasi perbankan. Dibutuhkan suatu lembaga yang independen yang ‘diisi’ oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya yang dapat menyelesaikan sengketa antara investor terutama investor kecil dengan bank. Bukan hanya itu, lembaga itu nantinya juga dapat membuat suatu hasil putusan yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang dipayungi oleh undang-undang, bukan sekedar dipayungi oleh peraturan dibawah undang-undang. Jika yang menjadi kekhawatiran adalah reputasi bank mengingat citra positif sangat dibutuhkan oleh sektor perbankan, maka dapat dibuat suatu mekanisme yang mengharuskan lembaga independen yang bertujuan menyelesaikan sengketa investor dengan bank untuk menjaga kerahasiaan sengketa. Pada kasus seperti ini bank tidak boleh ‘berlindung’ dibawah peraturan karena bank adalah lembaga kepercayaan yang memang harus mempertahankan kinerja dan citranya di masyarakat.Pertanyaannya adalah apakah intitusi maupun lembaga terkait akan merelakan sebagian dari ‘kekuasaannya’ dijalankan oleh lembaga yang independen tersebut. Karena jika memang semangat perlindungan terhadap investor kecil serta kemudahan dalam hal prosedur dan biaya yang dijunjung, maka sudah sepantasnya lembaga independen tersebut dibentuk. Sekali lagi di sini diperlukan keberanian dari perumus kebijakan. Universitas Sumatera Utara 73

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR REKSADANA

A. Pengertian Investor Investor adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.” Dewasa ini banyak negara-negara yang melakukan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan Investor baik domestik ataupun modal asing. Hal ini dilakukan oleh pemerintah sebab kegiatan Investor akan mendorong pula kegiatan ekonomi suatu negara, penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, penghematan devisa atau bahkan penambahan devisa. 40 Namun baik sisi pengeluaran investor ataupun manfaat yang diperoleh, semua harus dikonversikan dalam nilai uang. Suatu rencana investor perlu dianalisis secara seksama. Analisis rencana investor pada dasarmya merupakan penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek baik besar atau kecil dapat dilaksanakan dengan berhasil, atau suatu metode penjajakkan dari suatu gagasan Investor merupakan suatu rencana untuk menginvestorkan sumber-sumber daya, baik proyek raksadana ataupun proyek kecil untuk memperoleh manfaat pada masa yang akan datang.” Pada umumnya manfaat ini dalam bentuk nilai uang. Sedang modal, bisa saja berbentuk bukan uang, misalnya tanah, mesin, bangunan dan lain-lain. 40 Sunariyah. Investasi. Jakarta : Pradnya Paramita, 2003, hal. 24 Universitas Sumatera Utara