4.6. Pandangan Masyarakat Batak Toba Terhadap Keluarga Yang Bercerai
Semakin banyaknya keluarga yang bercerai di kalangan suku Batak Toba menjadikan adat dan budaya tradisional itu sudah semakin memudar. Perceraian yang
pada zaman dahulu merupakan hal yang dianggap aib bagi orang Batak, sekarang sudah terjadi perubahan bahwa perceraian itu merupakan sudah hal yang bisaa yang
dapat dilakukan tanpa melihat adat, agama dan budaya. Seiring dengan perkembangan zaman yang dapat mempengaruhi pola hidup manusia dengan media informasi yang
selalu memberitakan banyak perceraian. Perceraian dikalangan banyak artis atau keluarga-keluarga yang diberitakan di media membawa pengaruh besar kepada
masyarakat Batak Toba yang menganggap perceraian itu sangat mudah untuk dilakukan.
Fenomena yang terjadi sekarang ini bahwa pilihan sebuah keluarga untuk bercerai merupakan hal yang tidak asing lagi,begitu juga dengan suku Batak Toba
yang mengalami pergeseran atau perubahan. Tidak ada kata atau ungkapan yang mengatakan bahwa dalam Batak Toba itu tidak bisa bercerai. Tetapi dalam suku Batak
Toba dulunya perceraian itu adalah aib. Bagi orang Batak pada umumnya perceraian juga merupakan suatu pantangan yang memiliki sanksi berat bila dilanggar.
Kasus diatas menunjukkan, bahwa meskipun menurut norma adat, maupun agama perceraiakan ditabukan, tetapi dalam prakteknya kasus-kasus perceraian juga
terjadi dikalangan masyarakat Batak Toba. Perceraian yang paling dimungkinkan pada masyarakat Batak Toba baik di desa maupun dikota adalah bila seorang perempuan
tidak dapat melahirkan keturunanterutama anak laki-laki. Namun pada umumnya
Universitas Sumatera Utara
perempuan Batak dengan kondisi seperti ini lebih memeilih untuk dimadu dari pada diceraikan, karena perceraian akan berarti penghinaan dalam hidupnya.
Seiring dengan perkembangan zaman bahwa sekarang ini perempuan Batak Toba itu sudah memilih untuk bercerai daripada harus di madu. Pandangan masyarakat
kepada keluarga yang bercerai itu sekarang tidak hal yang harus di diskriminasikan tetapi lambat laun mereka sudah diterima oleh masyarakat. Berikut adalah hasil
wawancara saya dengan informan saya bapak B.S Lk,52 tahun mengatakan “ ……dia akan merasa terasing kalalu dia tidak mendekatkan
diri dengan kerabat-kerabatnya. Kalau dia bijak dalam kekerabatan maka dia akan selalu diterima masyarakat atau keluarga satu
marganya misalnya. Tapi kalau perbuatannya kurang baik dan sering kali bertentangan dengan kebiasaan di daerah tersebut masyarakat
akan mengucilkannya”
Hal yang sama juga dikatakan ibu R. P Pr,53 tahun
…….sebenarnya untuk janda yang telah bercerai kami sebagai seorang isteri takut dengan adanya janda-janda di sekitar
kami. Kami takut suami-suami kami meliriknya, apa lagi sekarang ini sudah hal yang biasa lakilaki hidung belang. Kami takut dengan
kehilangan suami, apalagi nantinya berbagi kasih sayang dengan orang lain.aku tidak sanggup suami saya dibagi kepada orang lain.
Tetapi kalau janda tersebut menganggap masyarakat disekitar adalah orang tuanya itu tidak masalah, dia pandai mendekatkan diri dengan
masyarakat sekitar maka mayarakat akan member perhatian juga kepada nya”
Stereotif janda yang negative dalam masyarakat membuat isteri-isteri takut dengan kehadiran janda di sekitar mereka.
Tanggapan masyarakat dengan semakin banyaknya perceraian dalam keluarga Batak Toba Kristen sekarang ini, tidak lagi hal yang harus ditutup-tutupi yang menganggap
Universitas Sumatera Utara
bahwa perceraian itu adalah aib. Prinsip yang menganggap bahwa perceraian pada orang Batak itu aib sudah pudar dilihat dari perceraian keluarga Batak Toba yang
sudah semakin lama sudah semakin tinggi. Pandangan masyarakat terhadap keputusan yang diambil oleh suami atau
isteri untuk bercerai adalah hal yang terlalu cepat mengambil keputusan. Apa lagi perceraian dilakukan di pengadilan sebagian masyarakat tidak menerimanya. Karena
dalam Batak Toba itu bahwa apabila perkawinan dilakukan secara adat maka dalam perceraian juga harus berdasarkan adat.
Berikut hasil wawancara saya dengan ibu R.P Pr,50 tahun mengatakan “…….saya tidak mendukung perceraian dalam keluarga
Batak Toba, yang ditambah lagi dengan agamanya adalah Kristen. Menurut saya perceraian itu adalah keputusan yang terlalu buru-buru
untuk dilakukan. Ada baiknya dilakukan usaha untuk melakukan perdamaian, apapun akan diusahakan agar tidak terjadi yang
namanya perceraian”.
Hal yang sama juga dikatakan oleh bapak P.P Lk,52 tahun “……dengan terjadinya perceraian itu seolah-olah fungsi
adat itu tidak ada lagi. Dalihan Na Tolu apalagi, seolah-olah fungsinya tidak digunakan lagi. Dan sudah semakin memudar.
Konflik dalam rumah tangga wajarnya terjadi, dan apabila konflik itu sudah rumit maka disnilah fungsi Dalihan Natolu itu di pake
untuk membuat keseimbangan dan sebagai pendamai.bukan untuk memilah-milah antara pihak suami dan isteri, kalau memang
jalannya harus bercerai silahkan bercerai juga secara adat, kalau dia menikah secara adat maka dia juga harus bercerai secara adat juga”
Perceraian yang dilakukan di pengadilan merupakan alternatif dari sebuah keluarga dalam melakukan perceraian. Dalam suku Batak Toba bahwa apabila dia
mau bercera, kalau perempuan yang minta cerai maka dia akan membayar jujurtuhor=sinamot berlipat-lipat dari sinamot pada awalnya. Hal itu juga lah yang
Universitas Sumatera Utara
membuat orang bercerai di pengadilan, karena apabila ercerai secara adat akan sangat rumit dalam proses perceraiannya
4.7 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perceraian Dikalangan Batak Toba Kristen