Alat Pengumpulan Data Analisis Data

43 dan berkedudukan di wilayah kota Medan, Kantor Pertanahan Medan dan instansi terkait lainnya, sehingga dapat diperoleh data yang lebih komprehensif.

5. Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara sebagai berikut: 1. Studi dokumen, yaitu mempelajari dan menganalisa bahan pustaka. 2. Wawancara, langsung melalui nara sumber yang dapat dipercaya.

6. Analisis Data

Data sekunder yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan cara kualitatif, sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata berbentuk tertulis maupun lisan dari orang-orang yang terkait dalam penelitian ini. Data peraturan perundang-undangan di bidang perikatan dan perjanjian khususnya mengenai pemberian kuasa danatau kuasa jual dalam perikatanperjanjian jual beli tanah beserta segala benda-benda yang berada di atasnya pada Kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta proses balik namanya pada Kantor Pertanahan Medan, disusun secara sistematis. Data primer sebagai data yang didapat langsung dari dari orang-orang yang terkait dalam penelitian ini dan nara sumber yang diperoleh melalui wawancara, dianalisis dengan menggunakan metode kualitatf yaitu tanpa menggunakan rumus- rumus statika, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai pemberian kuasa danatau kuasa jual dalam perikatanperjanjian jual beli tanah Universitas Sumatera Utara 44 beserta segala benda-benda yang berada di atasnya pada Kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta proses balik namanya pada Kantor Pertanahan Medan. Sebelum tahap analisis akhir, dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Sesuai dengan sifat penelitiannya, maka analisis data dilakukan dengan editing data, pengolahan data, penelitian data dan pengkajian data, dan selanjutnya dianalisis secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode induktif dan deduktif. Universitas Sumatera Utara 45

BAB II EFEKTIFITAS PENERAPAN KUASA DALAM AKTA PERIKATAN

JUAL BELI TANAH A. Perikatan Jual Beli Tanah UUPA yang diundangkan untuk mengakhiri dualisme hak atas tanah dilakukan konversi terhadap tanah-tanah barat menjadi tanah-tanah menurut ketentuan UUPA. Misalnya; hak eigendom kepunyaan orang asing dikonversi menjadi hak guna bangunan, hak eigendom kepunyaan warga negara Indonesia dikonversi menjadi hak milik, hak milik adat kepunyaan orang asing dikonversi menjadi hak guna bangunan atau hak guna usaha. Diantara berbagai perbuatan hukum yang menyangkut hak atas tanah, maka jual beli menduduki peringkat utama dari segi frekuensinya. Sejak tanggal 24 September 1960 unifikasi dalam bidang hukum tanah telah tercapai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang berarti bahwa untuk hal-hal yang berkenaan dengan tanah, dualisme hukum telah berakhir. 25 Konversi dari hak-hak bekas hak barat KUH Perdata telah berakhir semenjak tanggal 24 September 1980, maka dengan demikian seluruh tanah-tanah tersebut menjadi tanah yang dikuasai kembali oleh negara. Tanah-tanah tersebut harus diselesaikan menurut ketentuan Keppres nomor 32 tahun 1979 dan peraturan- peraturan pelaksanaannya. 25 Maria S. Sumardjono, Aspek Teoritis Peralihan Hak Atas Tanah Menurut UUPA, disampaikan pada pelatihan Teknik Yustisial Peningkatan Pengetahuan Hukum Pada Wakil KetuaHakim Tinggi Peradilan Umum 21 Juli 1995 di Semarang. 45 Universitas Sumatera Utara 46 UUPA tidak memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan jual beli tanah, tetapi biarpun demikian mengingat bahwa hukum agraria kita sekarang ini memakai sistem dan asas-asas hukum adat, maka pengertian jual beli tanah sekarang harus pula diartikan sebagai perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik penyerahan tanah untuk selama-lamanya oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual, yaitu menurut pengertian hukum adat. 26 Jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya hak atas tanah itu berpindah kepada yang menerima penyerahan. 27 Disamping itu dapat dilihat pendapat dari Subekti tentang jual beli yang menyatakan bahwa : “Jual Beli adalah suatu perjanjian dan dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”. 28 Dari pengertian jual beli tersebut di atas dapat diambil beberapa unsur dalam suatu perjanjian jual beli yaitu : 1. Adanya pihak-pihak sedikitnya dua orang 2. Adanya persetujuan pihak-pihak 3. Penyerahan hak milik atas suatu barang dan 4. Pembayaran harga yang diperjanjikan. 26 Ibid. Hal. 13 27 Effendi Perangin-angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1986, Hal. 1 28 R. Subekti, Op.Cit. Hal. 79 Universitas Sumatera Utara 47 Namun ada kalanya suatu akta jual beli yang akan dibuat oleh para pihak tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah dan jual beli itu dilakukan secara tunai. Maka sehubungan dengan itu dibuatlah suatu akta yang dinamakan dengan akta perikatanperjanjian jual beli. Akta perikatanperjanjian jual beli ini merupakan akta yang dibuat oleh notaris, dan akta ini merupakan akta awal dari suatu akta jual beli yang nantinya akan dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang. Akta perjanjian jual beli ini diperbuat oleh pihak-pihak dikarenakan oleh beberapa sebab antara lain : 1. Adanya syarat yang belum dipenuhi untuk melangsungkan jual beli dengan akte Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2. Tidak ada syarat yang menghalangi dibuatnya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah namun pihak-pihak senantiasa meminta dibuatkan akta Perikatan jual beli. 29 Di dalam Pasal 1868 KUH Perdata sehubungan dengan akta otentik dinyatakan bahwa : “Suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang- undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”. Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat dikatakan bahwa akta-akta lainnya yang bukan otentik dinamakan dengan akta dibawah tangan. Akta otentik yang dibuat oleh notaris itu ada dua macam yaitu : 1. Akta relaas, atau akta pejabat, yaitu akta yang dibuat oleh notaris yang menguraikan secara otentik suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh 29 Chairani Bustami, Op.Cit. Hal. 28 Universitas Sumatera Utara 48 notaris sendiri, dibuat catatannya aktanya dan dalam hal ini notaris membuat akta ditekankan pada jabatannya. Contohnya adalah dalam pembuatan berita acara rapat PT. 2. Akta Partij, yaitu akta yang dibuat dihadapan notaris, notaris hanya menuangkan apa yang diceritakan dan dikehendaki oleh para pihak ke dalam akta dan titik beratnya di sini adalah para pihak. Contohnya adalah akta perjanjian jual beli, akta perdamaian dan sebagainya. Pertimbangan perlunya dituangkan dalam bentuk akta otentik adalah untuk menjamin kepastian hukum guna melindungi pihak-pihak. 30 Suatu akta akan memiliki karakter yang otentik, jika akta itu mempunyai daya bukti antara para pihak dan terhadap pihak ketiga, sehingga hal itu merupakan jaminan bagi para pihak bahwa perbuatan-perbuatan atau keterangan-keterangan yang dikemukakan memberikan suatu bukti yang tidak dapat dihilangkan. Akta yang dibuat notaris adalah akta otentik dan otensitasnya itu bertahan terus, bahkan sampai sesudah ia meninggal dunia. Tanda tangannya pada waktu akta itu dibuat tetap mempunyai kekuatan. Walaupun ia tidak dapat lagi menyampaikan keterangan mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta itu. Apabila notaris untuk sementara waktu diberhentikan atau dipecat dari jabatannya, maka akta-akta tersebut tetap memiliki kekuatan sebagai akta otentik, tetapi akta-akta itu haruslah telah dibuat sebelum pemberhentian atau pemecatan sementara waktu itu dijatuhkan. 31 Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat terlihat juga arti penting dari profesi notaris yaitu bahwa notaris karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang mutlak dalam pembuktian bahwa apa yang 30 Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation Studies of Business Law CDSBL, Yogyakarta, 2003, Hal. 49. 31 Ibid. Universitas Sumatera Utara 49 tersebut dalam akta otentik pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan usaha dan pihak ketiga. Mengenai pengertian akta itu sendiri Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak dan perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 32 Notaris sebagai satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Hal inilah yang menyebabkan apabila dalam suatu perundang-undangan untuk sesuatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta otentik. Menurut G.H.S. Lumban Tobing menyatakan bahwa apabila suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas, harus dipenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 1868 KUH Perdata yakni : a. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum; Pejabat umum yang dimaksud adalah pejabat diberi wewenang berdasarkan undang-undang dalam batas wewenang yang telah ditetapkan secara tegas, seperti Notaris, Panitera, Juru Sita, hakim, pegawai catatan sipil, kepala daerah dan lain-lain. Suatu akta adalah otentik bukan karena penetapan undang-undang akan tetapi karena dibuat dihadapan seorang pejabat umum. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. Mengenai bentuk dari akta otentik itu sebenarnya tidak ditentukan secara tegas dalam undang-undang, namun yang ditentukan secara tegas adalah isi dari akta otentik itu yaitu mengenai isi dan cara-cara penulisannya telah 32 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1980, Hal. 110 Universitas Sumatera Utara 50 ditentukan secara tegas dalam pasal 25 sampai dengan pasal 28 Peraturan Jabatan Notaris Stbl 1860 Nomor 3, dengan ancaman kehilangan keotentikannya atau denda. c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. 33 Namun disamping notaris berwenang untuk membuat akta otentik, dalam hal- hal tertentu notaris dapat menolak pembuatan suatu akta yang dimintakan kepadanya yaitu : 1. Jika diminta kepada notaris dibuatkan Berita Acara untuk keperluanmaksud reklame. 2. Jika notaris mengetahui bahwa akta yang dikehendaki oleh para pihak itu bertentangan dengan kenyataan atau hal-hal yang sebenarnya. 34 Dalam pembuatan suatu akta perikatnaperjanjian jual beli tidak ada suatu pengaturan yang mengatur secara khusus, namun pembuatan akta perikanperjanjian jual beli itu sudah umum dan dipakai oleh para notaris. Dengan demikian pembuatan akta yang dimaksud adalah diperbolehkan dengan kata lain tidak ada larangan yang atau aturan yang melarang seorang Notaris untuk membuat suatu akta perikatanperjanjian jual beli.

B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Dilaksanakannya PerikatanPerjanjian Jual Beli

PerikatanPerjanjian Jual Beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas. Pada umumnya suatu perikatanperjanjian jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih 33 G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit. Hal. 48. 34 Chairani Bustami, Op.cit. Hal. 60. Universitas Sumatera Utara 51 dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan tujuan akhir dari para pihak. Persyaratan tersebut tentunya dapat bersifat macam-macam. Sebagai mana diketahui untuk terjadinya jual beli tanah hak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT harus telah dilunasi harganya. Mungkin pula adanya keadaan dimana penjual yang sertipikat tanah haknya sedang dalam balik nama pada kantor Badan Pertanahan Nasional, akan tetapi penjual bermaksud untuk menjual hak tersebut. Guna mengatasi hal itu maka dibuatlah perikatanperjanjian jual beli. Sebagai suatu perjanjian pendahuluan untuk sementara menantikan dipenuhinya syarat untuk perjanjian pokoknya yaitu jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang membuatnya. Oleh karena perikatanperjanjian jual beli ini merupakan perjanjian pendahuluan, maka biasanya di dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji yang mengandung ketentuan-ketentuan mana kala syarat-syarat untuk jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT telah terpenuhi. Tentu saja para pihak setelah syarat untuk jual beli telah dipenuhi dapat datang lagi untuk melaksanakan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. Akan tetapi adakalanya bahwa calon penjual berhalangan untuk datang kembali, dan pembeli untuk pelaksanaan penandatangan akta jual belinya bertindak sendiri baik mewakili penjual maupun dirinya sendiri selaku pembeli. Maka dalam hal ini diperlukan kuasa, selain kuasa tersebut biasanya penjual memberikan secara umum hak-hak kepengurusan daden van beheer atas tanah hak tersebut selama Universitas Sumatera Utara 52 belum dilakukan jual beli dihadapan pejabat yang dimaksud. Hal ini diperlukan mengingat, bahwa adanya kemungkinan penjual tidak berada ditempat untuk melakukan tindakan hukum yang masih merupakan kewajibannya tersebut. Untuk mengantisipasi keadaan itu maka notaris di dalam akta perikatanperjanjian jual beli tersebut selalu mencantumkan kuasa-kuasa blanco volmacht di dalam aktanya dengan maksud agar pembeli tidak dirugikan haknya mengingat telah dipenuhi semua persyaratan untuk jual beli dihadapan pejabat yang berwenang Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. Dalam hal apabila seseorang ingin menjual sebidang tanah dan pihak yang satu lagi berkeinginan untuk membelinya maka mereka akan datang ke hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk dimintakan pembuatan akta jual beli atas tanah tersebut. Namun karena suatu sebab tertentu jual beli tersebut tidak dapat dilaksanakan, misalnya karena jual beli tersebut tidak lunas. Namun seandainya para pihak tersebut tetap berkeinginan untuk dimintakan pembuatan akta jual beli, untuk mengantisipasi hal itu PPAT yang juga berprofesi sebagai seorang Notaris akan menyarankan kepada para pihak untuk membuat akta persetujuan jual beli. Tujuan dari dibuatnya akta persetujuan jual beli tersebut salah satunya adalah agar pihak penjual dapat memperoleh sebagian atau seluruhnya dari harga jual beli tersebut dan pihak pembeli dapat memperoleh hak atas tanah tersebut walaupun secara riel belum terjadi. Menurut keterangan dari Notaris Haji Marwansyah Nasution, SH, sebab pihak-pihak mengadakan persetujuan jual beli ini adalah antara lain : Universitas Sumatera Utara 53 1. Apabila sertipikat tanah tersebut masih dalam proses penerbitan di Kantor Badan Pertanahan nasional. 2. Apabila transaksi jual beli dibayar secara bertahap atau secara mencicil. 3. Apabila objek sedang ditempati atau sedang disewa oleh pihak lain sedangkan pihak pembeli menginginkan objek yang dibelinya dalam keadaan kosong. 4. Apabila objek sedang terikat Hak Tanggungan dan harus terlebih dahulu dilakukan proses roya. Ditambahkan lagi oleh responden hal yang tak kalah penting dan sering terjadi adalah dalam hal pembayaran pajak. Kalau sekiranya pihak-pihak ingin menunda pembayaran pajak terhadap suatu transaksi jual beli baik itu Pajak Penghasilan PPH maupun Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB maka mereka biasanya melakukan transaksi dengan memakai akta perikatanperjanjian jual beli. Akan tetapi menurut keterangan dari Notaris Lolita Pulungan, SH., timbulnya perjanjian jual beli ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yaitu karena jual beli belum lunas serta sertipikat induk belum di pecah dan sertipikat belum dilakukan pengecekan di Kantor Pertanahan. Kemungkinan lain yang menyebabkan dilakukannya atau dilaksanakannya pembuatan akta perikatanperjanjian jual beli menurut responden adalah kalau sertipikat atas tanah tersebut masih atas nama pewaris atau pemilik awal, sedangkan para ahli waris akan menjual cepat tanah tersebut karena membutuhkan uang. Untuk itu agar mereka mendapatkan uang dalam jangka waktu yang cepat maka mereka Universitas Sumatera Utara 54 melakukan transaksi dengan membuat akta perikatanperjanjian jual beli dihadapan notaris. Hal serupa dikemukakan oleh Bapak Muliadi sebagai seorang penjual yang dengan memakai akta perjanjian jual beli, menurut responden, dia melakukan transaksi perjanjian jual beli karena prosesnya cepat sebab dia membutuhkan uang sesegera mungkin dan dia juga terhindar dari membayar pajak, karena transaksi tersebut tidak sampai dilakukan pendaftaran di Kantor Pertanahan. Keterangan dari responden Muliadi tersebut di atas juga dibenarkan oleh responden Herman. Herman adalah sebagai pembeli dari tanah yang dijual oleh bapak Muliadi tersebut di atas. Sedangkan menurut responden Haris, dia mau memakai transaksi jual beli dengan memakai perjanjian karena dia berencana akan menjual kembali tanah tersebut dengan harapan akan mendapat untung yang lebih, karena responden merasa beberapa tahun mendatang harga tanah itu pasti akan naik. Menurut analisis penulis faktor utama yang menyebabkan orang melakukan perikatanperjanjian jual beli adalah karena jual beli itu belum lunas secara cicilan dan untuk menunda kewajiban membayar pajak, karena dengan melakukan transaksi perjanjian jual beli, pajak tidak akan timbul karena tidak ada pendaftaran peralihan hak sebagaimana yang diwajibkan di dalam peraturan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan kata lain dapat dikatakan hal itu untuk sementara menunda pelaksanaan pembayaran pajak. Dapat pula penulis tambahkan bahwa selain faktor-faktor tersebut diatas, adapun yang menyebabkan orang melakukan perikatanperjanjian jual beli adalah Universitas Sumatera Utara 55 karena untuk melaksanakan jual beli langsung dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka kewajiban pembayaran pajak baik PPh maupun BPHTB harus telah dipenuhi, sedangkan untuk pembayaran pajak-pajak tersebut terutama BPHTB harus terlebih dahulu dilaksanakan verifikasi di Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan apakah ada atau tidak tunggakan pembayaran PBB Pajak Bumi Dan Bangunan atas obyek yang akan dijual belikan tersebut. Apabila ada, maka seluruh tunggakan PBB tersebut harus dilunasi terlebih dahulu, baru kemudian dibayarkan pajak-pajak jual beli tersebut yaitu PPh dan BPHTB. Dan untuk mengetahui hasil verifikasi dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan tersebut memerlukan waktu beberapa hari yaitu lebih kurang satu Minggu lamanya. Sedangkan baik pihak penjual maupun pihak pembeli ingin agar transaksi jual beli yang mereka lakukan cepat selesai dengan berbagai macam alasan. Dalam hal tindakan yang harus diambil notaris berupa pembuatan akta perikatanperjanjian jual beli, harus memperhatikan antara hak dan kewajiban antara kedua belah pihak calon pembeli dan calon penjual, peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta memenuhi syarat-syarat dan pertimbangan-pertimbangan lain. Dengan telah selesainya para pihak membuat akta perikatanperjanjian jual beli dihadapan notaris, seorang notaris disamping sebagai pejabat umum juga berfungsi sebagai penasehat hukum bagi pihak-pihak yang datang menghadap kepadanya, sepanjang hal itu berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Maka sebagai penasehat hukum notaris dapat memberikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat ditempuh sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 56 1. Agar segera melunasi pembayarannya atau melunasi utangnya yang nantinya diperhitungkan sebagai harga jual tanah tersebut. Setelah sertipikat diperoleh, keduanya datang menghadap kepada PPAT untuk melakukan transaksi jual beli. 2. Agar menunggu sertipikat keluar atas nama pihak penjual kemudian keduanya menghadap ke PPAT untuk melakukan transaksi jual beli. Peranan notaris dalam pembuatan akta perikatanperjanjian jual beli yang dimaksudkan di atas sangat besar sekali, karena notaris harus mengakomodir kepentingan pihak-pihak, sehingga ada kepastian secara hukum khususnya bagi pihak pembeli sampai dengan terealisasinya jual beli secara defenitif dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. C. Kuasa Sebagai Tindak Lanjut Dari Perjanjian Pendahuluan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Masih Dapat Diberlakukan Tanah merupakan faktor yang paling penting di dalam kehidupan sehari-hari bagi manusia. Namun hal tersebut saat ini sudah langka sekali masyarakat menyebut tanah sebagai faktor produksi, hal ini disebabkan karena saat ini masyarakat lebih mengandalkan teknologi sebagai faktor produksi. Sehingga banyak ditemukan dalam masyarakat yang berusaha untuk menguasai tanah yaitu dengan cara jual beli dengan melakukan perikatanperjanjian jual beli dihadapan notaris. Dalam kaitannya dengan peralihan hak atas tanah, pasal 19 UUPA mengenai Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat 1 mengatakan, “Untuk menjamin kepastian Universitas Sumatera Utara 57 Hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.” 35 Untuk memenuhi perintah Pasal 19 ayat 1 tersebut dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang mulai berlaku tanggal 23 Maret 1961. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut dalam Pasal 19 yang mengatur mengenai peralihan hak atas tanah menyebutkan : “setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Penjabat.” 36 Peralihan hak atas tanah menurut pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat dilakukan melalui perbuatan hukum seperti jual beli, tukar- menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum lainnya yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang, Sedang dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang PPAT dan pasal 95 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 ditentukan jenis akta yang dapat dibuat oleh PPAT antara lain perbuatan hukum mengenai jual beli, tukar- menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan imbreng, pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik, 35 J. Kartini Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Tafsir Sosial Hukum PPAT- Notaris Ketika Menangani Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta, 2001, Hal. 68. 36 Ibid Universitas Sumatera Utara 58 Pemberian Hak Tanggungan dan Pemberian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.” 37 Sebagai ketentuan formalnya, maka PPAT akan membuat akta dari perbuatan hukum peralihan hak tersebut dengan bentuk, isi dan cara pembuatannya diatur dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Jadi, jelaslah disini bahwa jual beli hak atas tanah sah apabila dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang, yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. Menurut Ibu Chairani Bustami, SH, dalam tesisnya, mengatakan bahwa perikatan jual beli yang diikuti dengan kuasa mutlak masih sering dipakai dikarenakan alasan : 1. Pihak penjual hendak menunda kewajiban untuk mem bayar PPh Pajak Penghasilan kepada negara sebanyak 5 x NJOP apabila NJOP-nya melebihi nilai Rp. 60.000.000 keatas sebelum akta jual beli ditandatangani, Undang- Undang Nomor 27 Tahun 1996. 2. Menunda kewajiban Pihak pembeli untuk membayar lebih dahulu BPHTB Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan kepada negara sebesar 5 x NJOP – NJOPTKP Rp. 30.000.000,-. Apabila NJOP melebihi harga Rp. 30.000.000,- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. 38 Pada saat ini NJOPTKP telah berubah menjadi Rp.60.000.000.- 37 Mhd.Yamin Lubis dan Abd.Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung, Mandar Maju, 2008, Hal. 276. 38 Chairani Bustami, 2002, Aspek-aspek Hukum yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Tesis, Pasca Sarjana, USU, Medan, Hal. 96. Universitas Sumatera Utara 59 Aspek lain yang menentukan menjadi alasan perikatan jual beli masih digunakan selalu diikuti dengan kuasa mutlak tentunya. 39 1. Pengecekan bersih sertifikat di Kantor Pertanahan memakan waktu lama tidak ada efisiensi waktu. 2. Pihak penjual sangat membutuhkan uang tunai segera, pembeli sangat membutuhkan objek jual beli segera menjadi miliknya. 3. Pembeli membeli objek jual beli tidak dipakai untuk diri sendiri tetapi dijadikan sebagai investasi untuk dijual kembali dengan mendapat keuntungan besar yang diharapkan. 4. Pembayaran jual beli tersebut dilakukan tidak lunas dan sekaligus, tetapi secara bertahap sesuai perjanjian awal yang telah mereka sepakati. 5. Masyarakat sangat keberatan khususnya pihak penjualpembeli menaruh keberatan atas nilai jual objek pajak yang tertera di SPPT PBB karena nilainya jauh di atas rata-rata harga pasar. 6. Karena pembeli tidak berani membayar kepada penjual harga tanahbangunan sebelum penjual menandatangani akta jual beli PPAT. 7. Penjual tidak diperkenankan menandatangani akta jual beli yang definitif sebelum kewajiban pajak yang terhutang yaitu PPh dibayar lebih dulu. 8. NotarisPPAT dilarang untuk menandatangani Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sebelum PPh dan BPHTB dibayar lebih dulu. Jika ini dilanggar maka NotarisPPAT terkena sanksi denda Rp. 7.500.000,- perkasus. 39 Ibid Universitas Sumatera Utara 60 Sebelum membahas lebih dalam, terlebih dahulu akan diuraikan tentang perjanjian pokok dan perjanjian bantuan yang lazim disebut dengan perjanjian pendahuluan. Hal ini dilakukan karena perikatan jual beli disertai kuasa mutlak dapat dikatakan sebagai perjanjian pendahuluan sebelum perjanjian yang sesungguhnya perjanjian jual beli dilakukan. Perjanjian pada hukum perdata materi dapat dibagi berdasarkan pada sifat hak dan mencakup perjanjian dalam bidang hukum keluarga, perjanjian dalam bidang hukum kebendaan, perjanjian obligatoir, perjanjian dalam bidang hukum pembuktian dan perjanjian dalam bidang hukum publik. Mengenai perjanjian pokok dan perjanjian bantuan ini merupakan salah satu jenis dari perjanjian obligatoir. Dimana yang dimaksud dengan perjanjian pokok adalah perjanjian yang mempunyai alasan sendiri untuk adanya perjanjian tersebut, sedangkan perjanjian bantuan adalah perjanjian yang alasan dilakukan tergantung pada adanya perjanjian lain. Perjanjian bantuan berfungsi dan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan, menegaskan, memperkuat, mengatur mengubah atau menyelesaikan suatu hubungan hukum. Sebagai perjanjian bantuan, maka perjanjian tersebut adalah yaitu suatu perjanjian dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk terjadinya suatu Universitas Sumatera Utara 61 perjanjian barupokok yang merupakan tujuan dari para pihak, misalnya perjanjian pengikatan jual beli. 40 Perjanjian pengikatan jual beli atau perikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas. Pada umumnya suatu perjanjian pengikatan jual beli atas perikatan jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dapat dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan tujuan akhir dari para pihak. Sebagaimana diketahui untuk terjadinya jual beli hak atas tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT harus telah dilunasinya harga jual beli hak atas tanah tersebut. Dalam praktek dan kenyataannya di masyarakat, tidak jarang terjadi suatu keadaan dimana si pemilik hak atas tanah penjual yang sertifikat tanah haknya belum terbit atau belum terdaftar atas namanya yang disebabkan karena : 1. Masih dalam proses permohonan hak persertifikatan. 2. Masih dalam proses balik nama menjadi ke atas namanya yang timbul sehubungan dengan adanya pemindahanperalihan hak, atau 3. Masih terikat sebagai jaminan atas suatu hutang. Akan tetapi yang bersangkutan bermaksud untuk menjual tanah hak tersebut dan ada pembeli yang mungkin berkeinginan untuk membeli tanah hak tersebut dari penjual meskipun pembeli mengetahui bahwa sertifikat tanah hak yang bersangkutan 40 Herlien Budiono, Larangan, Kuasa Mutlak, Majalah Projustitia, Nomor 17 Maret 1982. Universitas Sumatera Utara 62 masih terkendala sebagaimana yang disebutkan di atas sehingga tidak memungkinkan dibuat dan ditandatanganinya akta jual belinya dihadapan PPAT. Guna mengatasi hal tersebut, maka dibuatlah suatu perjanjian perikatan jual beli sebagai suatu perjanjian pendahuluan untuk sementara, menantikan dipenuhinya syarat untuk perjanjian pokok yaitu jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang untuk membuatnya. Oleh karena perjanjian perikatan jual beli merupakan perjanjian pendahuluan, maka biasanya dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji dari para pihak yang mengandung ketentuan-ketentuan manakala syarat-syarat untuk jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT telah dipenuhi. Menurut Notaris Haji Marwansyah Nasution sesuai dengan hasil wawancara dengan penulis, dikatakan bahwa banyak orang yang datang untuk membuat perjanjian perikatan jual beli sebelum terjadinya jual beli itu, dikarenakan dikemudian harinya pihak penjual dikhawatirkan tidak dapat datang kembali untuk membuat jual belinya sendiri dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Guna mengatasi hal tersebut, maka pembeli diberi kuasa untuk dapat melakukan jual belinya sendiri baik mewakili penjual maupun dirinya sendiri selaku pembeli untuk dapat mewakili secara umum hak-hak kepengurusan atas tanah tersebut selama belum dilakukan jual beli dihadapan pejabat yang dimaksud. Hal mana perlu diingat, bahwa adanya kemungkinan calon penjual tidak berada di tempat untuk melakukan tindakan hukum yang masih merupakan kewajibannya tersebut. Universitas Sumatera Utara 63 Apabila perjanjian pengikatan jual belinya dilakukan dihadapan Notaris, maka Notaris seyogyanya telah mengantisipasi keadaan itu dengan mencantumkan kuasa- kuasa yang dimaksud untuk itu agar calon pembeli tidak dirugikan haknya, mengingat telah dipenuhi semua persyaratan untuk jual belinya dihadapan Pejabat yang berwenang. Kuasa-kuasa demikian diberikan dengan ketentuan bahwa kuasa mana tidak dapat ditarik kembali dan kuasa mana baru berlaku apabila syarat tangguh atas jual belinya tidak dipenuhi.Suatu perjanjian pemberi kuasa pada umumnya merupakan suatu perjanjian sepihak, dimana kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak saja yaitu pada penerima kuasa. Suatu pemberian kuasa tidak selalu memberikan kewenangan untuk mewakili pemberi kuasa. Ada kemungkinan dimana kuasa tidak merupakan bagian dari pemberi kuasa, tetapi dapat pula dalam pemberian kuasa tersebut diberikan pula wewenang untuk mewakili. Apabila wewenang tersebut diberikan berdasarkan perjanjian pemberian kuasa, terjadilah perwakilan yang bersumberkan pada perjanjian. Pada umumnya penerima kuasa dalam melakukan suatu tindakan hukum adalah untuk kepentingan pemberi kuasa, disamping melakukannya atas nama pemberi kuasa. Menurut Pasal 1814 KUH Perdata, pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya. Jika hal ini yang terjadi maka akan mengakibatkan hak-hak dari penerima kuasa dalam hal ini calon pembeli dalam Universitas Sumatera Utara 64 pengikatan jual beli hak atas tanah sangat dirugikan. Pemberi kuasa yang diberikan dalam rangka suatu perjanjian maka pemberian kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari isi perjanjian tersebut yang tanpa adanya kuasa tersebut maka kepentingan penerima kuasa akan sangat dirugikan. Oleh karena itu pemberian kuasa dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut harus diberikan beding atau syarat yang tidak dapat ditarik kembali. Menurut Asser-Scholten-Bregstein : “Hal tidak boleh dicabut karena itu perwakilan yang jika perlu bahkan berlawanan dengan kehendak yang diwakili adalah mungkin jika perwakilan tersebut merupakan bahagian dari suatu perjanjian lain yang lebih luas rangkumannya, perwakilan itu dapat berlangsung terus selama perjanjian tersebut masih berjalan.” 41 Maka dapatlah dipertanyakan disini dasar hukum mengenai syarat tidak dapat ditarik kembali dalam kuasa mutlak dapat diperjanjikan kembali oleh para pihak atau dicabut kembali. Pemberian surat kuasa mutlak tidak diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, namun diakui keberadaannya di dalam lalu lintas bisnis dimasyarakat yang oleh beberapa putusan Hakim dipandang sebagai “bestending en gebruikekijding”. 42 Sebagaimana diketahui bahwa ketentuan Undang-Undang mengenai perjanjian menganut sistem terbuka dan asas kebebasan berkontrak. Berarti, bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian mengenai apa saja, dengan siapa saja 41 Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1995, Hal. 92. 42 Harifin A. Tumpa, Surat Kuasa Mutlak, Varia Peradilan Nomor 142, Juli, 1997, Tahun XII . Universitas Sumatera Utara 65 serta memakai syarat dan bentuk yang bebas ditentukan oleh para pihak sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-Undang dan hal tersebut akan mengikat pihak- pihak yang membuat sebagai Undang-Undang. Selain bersifat terbuka, ketentuan Undang-Undang dalam bidang hukum perjanjian juga bersifat mengatur dan tidak memaksa. Pemberian kuasa mutlak adalah merupakan suatu perikatan yang muncul dari perjanjian, yang diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata, yang mengakui adanya kebebasan berkontrak, dengan pembatasan bahwa perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan harus dilandasi dengan itikad baik. Dengan demikian pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali adalah sah apabila : 1. Beding atau syarat kuasa tidak dapat ditarik kembali diperjanjikan dengan tegas. 2. Kuasa diberikan untuk kepentingan penerima kuasa dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu perjanjian. 3. Pemberian beding tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang dan Yurisprudensi. 4. dan beding kuasa tersebut dilandasi dengan itikad baik. Di samping adanya beding tidak dapat ditarik kembali, perlu ditambahkan pula adanya beding tidak akan berakhir karena dasarsebab yang tercantum dalam Undang-Undang untuk mengakhiri suatu kuasa. Universitas Sumatera Utara 66 Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa beding tersebut bersifat sangat penting mengingat adanya pailissemen atau kematian dari pemberi kuasa atau penerima kuasa, maka kekuasaan tersebut akan berakhir. Dengan adanya beding tersebut pada pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali, maka dengan kejadian tersebut adanya pailissemen, kekuasaan akan tetap berlaku. Demikian pula mengingat bahwa kuasa sedemikian itu merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu perjanjian dan adalah tujuan dari pihak-pihak bahwa pemberian kuasa akan terus berlangsung selama perjanjian itu berlaku tidak dapatlah kuasa tersebut ditarik kembali atau berakhir karena meninggalnya si pemberi kuasa. Pemberian kuasa dengan beding yang tidak dapat ditarik kembali sering disalahartikan dan dianggap identik dengan kuasa mutlak. Sebelum membahas lebih lanjut tentang kuasa mutlak ini, terlebih dahulu akan dibahas mengenai perjanjian dengan asas kebebasan berkontrak. Seringkali masyarakat salah mengartikan tentang apa itu kebebasan berkontrak, padahal kebebasan berkontrak itu bukanlah kebebasan tanpa batas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ridwan Khairandy, yang menyatakan bahwa terdapat banyak kritikan atau keberatan terhadap kebebasan berkontrak dan dalam perkembangannya kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas. Ada sejumlah point penting yang harus diperhatikan sebagai pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dalam sejumlah sistem hukum. Pembatasan kebebasan Universitas Sumatera Utara 67 berkontrak tersebut dilakukan baik melalui peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan. 43 Maka kemudian keluar kembali Surat Direktur Jendral Agraria Nomor 5941492AGR Tanggal 31 Maret 1982 yang memuat ketentuan sebagai berikut : “Penggunaan kuasa yang tidak termasuk sebagai Kuasa Mutlak yang dilarang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tersebut adalah: 1. Penggunaan kuasa penuh yang dimaksud dalam Pasal 3 blanko akta jual beli yang bentuk aktanya ditetapkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 1961. 2. Penggunaan kuasa penuh sebagai dicantumkan dalam perjanjian Ikatan Jual Beli yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris. 3. Penggunaan kuasa untuk memasang hipotek yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris. Dan penggunaan kuasa-kuasa lain yang bukan dimaksudkan sebagai pemindahan hak atas tanah”. PerikatanPerjanjian jual beli harus dibuat dihadapan seorang Notaris dengan akta Notaris untuk memberikan kepastian bahwa kuasa tersebut benar diberikan dalam rangka suatu perjanjian untuk melangsungkan jual beli dan bukan perjanjian mengenai pemindahan hak yang terselubung.Jadi, yang dilarang untuk kuasa mutlak ini adalah penggunaan kuasa mutlak yang dimaksudkan sebagai upaya pemindahan hak milik atas tanah dengan maksud-maksud terselubung. Dalam hal kuasa disini masih diperlukan untuk perikatanperjanjian jual beli, hanya saja bentuknya dalam praktek NotarisPPAT belum tentu bersifat mutlak. Kuasa mutlak masih dapat diberlakukan sepanjang kuasa mutlak tersebut bukanlah untuk pemindahan hak dan hak atas tanah. Hal ini disampaikan oleh Notaris Soeparno, SH., mengatakan bahwa kuasa mutlak masih dapat diberlakukan sepanjang 43 Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI Pasca Sarjana, 2003, Hal. 27 . Universitas Sumatera Utara 68 kuasa mutlak tersebut tidak untuk pemindahan hak atas tanah, beliau melihat kuasa mutlak ini dari sudut pandang yang sempit. Jadi menurut beliau segala kuasa mutlak yang berkenaan dengan tanah adalah dilarang. Dapat terlihat bahwa sepanjang kuasa mutlak bukan bersifat pemindahan hak atas tanah yang mempunyai maksud-maksud terselubung, kuasa mutlak ini masih dapat diberlakukan. Klausul pemberian kuasa dalam akta perikatanperjanjian jual beli tanah tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, menurut macam atau jenis pemberian kuasa dilihat dari sifat perjaniiannya, maka pemberian kuasa dapat dibedakan yaitu pemberian kuasa umum dan pemberian kuasa khusus. Adapun yang dimaksud dengan pemberian kuasa dijelaskan pada Pasal 1192 KUH Perdata, yaitu : “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya untuk atas atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.” Pasal 1792 KUH Perdata tersebut menunjukkan bahwa sifat pemberian kuasa tidak lain dari mewakilkan atau perwakilan Vertegenwoordiging. Pemberian kuasa sebagai wakil, yang dibuat melalui persetujuan selalu disebut kuasa atau volmacht. 44 Pada dasarnya kuasa inilah yang menjadi tujuan dari persetujuan pemberian kuasa tersebut yang kemudian dimasukkan sebagai klausul dalam suatu akta notariil . 44 Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama:Pandangan Masyarakat Dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia, Bandana, Alumni, 1999, hal. 264 . Universitas Sumatera Utara 69 Dengan kekuasaan dari pemberian kuasa tersebut, maka penerima kuasa menjadi dapat berwenang melakukan tindakan atau perbuatan hukum untuk kepentingan dan atas nama pemberi kuasa. Berdasarkan kuasa tersebut ia dapat bertindak atas dasar volmacht dari pihak pemberi kuasa untuk mengurus dan menjalankan segala tindakan yang berkenaan dengan obyek dalam perjanjian. Namun demikian perlu diperhatikan, bahwa pemberian kuasa tersebut hanya meliputi tindakan pengurusan saja, dan hal ini tersirat pada Pasal 1792 KUHPerdata dan ditegaskan pada Pasal 1797 KUHPerdata bahwa si penerima kuasa tidak boleh melakukan sesuatu apapun yang melampaui batas kuasanya. Maksudnya disini adalah bahwa penerima kuasa tidak diperbolehkan melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh si pemberi kuasa dalam hal ini adalah pemilikpemegang haknya. Sedangkan jika dikaitkan dengan Pasal 1813 KUH Perdata tentang berakhirnya pemberian kuasa menyebutkan pemberian kuasa berakhir: 1. dengan ditariknya kembali kuasanya sipenerima kuasa; 2. dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh sipenerima kuasa; 3. dengan meninggalnya, pengampuannya atau pailitnya pemberi kuasa atau sipenerima kuasa maka pemberian kuasa yang dimaksud dalam Pasal 1792 KUH Perdata tidaklah dapat dilepaskan dari isi Pasal 1813 tersebut. Artinya bahwa apabila unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1813 KUH-Perdata tersebut terpenuhi maka perjanjian pemberian kuasa yang dibuat berakibat tidak berkekuatan hukum lagi. Universitas Sumatera Utara 70 Demikian apabila perjanjian pemberian kuasa tersebut dimasukkan sebagai klausula dalam suatu perjanjian pokok, misalnya dalam masalah ini, yaitu perjanjian jual beli, yang dikenal dengan perikatanperjanjian jual beli, maka hal ini tergantung dari pada sah atau tidaknya perjanjian pokok tersebut. Artinya apabila perjanjian pokoknya tidak sah atau batal demi hukum, maka klausul pemberian kuasa menjadi tidak berkekuatan hukum. Sebaliknya apabila perjanjian pokoknya sah, maka klausul pemberian kuasa menjadi berkekuatan hukum, dengan syarat klausul pemberian kuasa tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, tetapi dalam hal ini jika klausul pemberian kuasa tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan, maka perjanjian pokoknya tetap sah, hanya klausul kuasanya yang tidak berkekuatan hukum. Demikian kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian dijelaskan oleh salah satu Pengantur terkemuka dari aliran Hukum Alam, yaitu Hugo Grotius yang berpendapat bahwa: Hak untuk mengadakan perjanjian adalah salah satu hak-hak asasi manusia”. Dan ia beranggapan bahwa suatu kontrak adalah suatu tindakan suka reIa dari seseorang dimana ia berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud bahwa orang lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih dari sekedar suatu janji, karena suatu janji tidak memberikan hak kepada pihak yang lain atas pelaksanaan janji itu. Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia antara lain dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka Universitas Sumatera Utara 71 yang membuatnya. Dalam Pasal ini tersirat bahwa antara para pihak harus ada suatu kesepakatan. Dengan demikian bahwa kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan asas konsensualisme atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian. Tidak adanya sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat adalah tidak sah. Dalam perikatanperjanjian jual beli tanah dan bangunan dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak saling mengikatkan diri untuk melakukan jual beli, apabila hal-hal yang belum dapat dipenuhi pada saat perikatanperjanjian jual beli tersebut dilakukan telah selesai dan dilakukan dengan baik oleh para pihak. Persoalan yang demikian disiasati dengan perikatan jual beli antara penjual dan pembeli dan untuk melegitimasi dan memperkuat perikatan tersebut dibuatlah perikatanperjanjian jual beli hak milik atas tanah antar penjual dan pembeli. Dengan akta perikatanperjanjian jual-beli tersebut penjual terikat untuk mcnyerahkan surat- surat tanah kepada pembeli begitu pula pembeli terikat untuk menyerahkan uang kepada penjual sesuai dengan kesepakatan. 45 Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa perikatanperjanjian jual beli merupakan suatu pendahuluan untuk terjadinya jual beli itu sendiri. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas yang tidak terbatas atau perjanjian yang berat sebelah atau timpang, yaitu : 45 Haji Marwansyah Nasution, wawancara, Notaris di Medan, pada tanggal 23 September 2012 Universitas Sumatera Utara 72 a Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata yang menentukan bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus dari para pihak yang membuatnya; b b Pasal 1320 ayat 2 KUH Perdata yang manyimpulkan bahwa kebebasan untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapan seseorang untuk membuat perjanjian; c Pasal 1320 ayat 4 KUH Perdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut kuasa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum; d Pasal 1337 KUH Perdata yang dengan tegas menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila barlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum; e Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata memberikan arah mengenai kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian sepanjang dilakukan dengan itikad baik; f Pasal 1339 KUH Perdata menerangkan salah satu batasan bagaimana perjanjian itu dapat mengikat kedua belah pihak walaupun telah dinyatakan dengan tegas didalamnya apa-apa yang diperjanjikan, yaitu mengenai dan untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Berlaku sebagai undang-undang artinya bahwa perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Apabila pihak-pihak dalam perjanjian tersebut melanggar, maka Universitas Sumatera Utara 73 pihak tersebut dianggap telah melanggar undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu. Pengertian tidak dapat ditarik kembali berarti bahwa perjanjian itu dengan tanpa alasan yang cukup menurut undang-undang tidak dapat ditarik dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuan para pihak. Sedangkan untuk pelaksanaan dengan itikad baik mengandung arti bahwa perjanjian itu dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Berdasarkan uraian diatas dapatlah diketahui bahwa suatu perjanjian dilatar belakangi adanya penawaran dan penerimaan, yang disusul dengan kesepakatan. Analisa yang dapat digunakan dalam menelaah suatu perjanjian adalah apakah tahap pracontractual telah sesuai dengan ketentuan hukum, karena dari analisa ini pertama kali suatu perjanjian ditelaah secara hukum. 46 Setelah dengan apa yang telah dijelaskan dan diterangkan diatas, jika dikaitkan dengan perbuatan hukum jual beli yang merupakan tindak lanjut dari perbuatan hukum perikatanperjanjian jual beli ini dapatlah ditegaskan lagi bahwa antara yang dimaksud dengan jual beli menurut Hukum Tanah Nasional kita dengan jual beli menurut Pasal 1451 KUH Perdata sudah jelas berbeda, dimana jual beli menurut Hukum Tanah Nasional merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang bersifat tunai, bersifat terang yang bersifat rill serta dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. 46 ibid Universitas Sumatera Utara 74 Adapun jual beli menurut KUH Perdata hanya bersifat obligatoir saja. Hal ini yang membedakan antara penjualan yang dilakukan dengan membuat perikatanperjanjian jual beli dengan system penjualan menurut Hukum Tanah Nasional, sehingga dengan demikian praktek jual beli secara pengikatan jual beli tidak dapat dikatakan bertentangan atau melanggar Hukum Tanah Nasional, karena memang bukan perbuatan hukum jual beli yang dimaksud oleh Hukum Tanah Nasional yang berlaku. Melainkan hanyalah masih dalam bentuk perikatan jual beli. Di mana hal itu merupakan perjanjian pendahuluan untuk dapat di lakukan perbuatan hukum jual beIi dihadapan pejabat yang berwenang. Ketentuan ini telah tersirat dalam Surat Dirjen Agraria atas narna Menteri Dalam Negeni Republik Indonesia No. 594493AGR, tanggal 31 Maret 1982. Sebagai contoh, bahwa dalam Surat Kuasa Memasang Hipotik yang sekarang disebut dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan SKMHT yang merupakan tindakan awal pengamananperlindungan bagi kreditur terhadap Surat Pengakuan Hutang yang dibuat, dicantumkan klausul tidak dapat dicabut dan tidak akan berakhir karena sebab apapun juga, yang mana hal ini hanya bersifat sementara sampai hutangnya lunas. Demikian juga dalam PerikatanPerjanjian Jual Beli, dimana perjanjian pemberian kuasa didalamnya harus diberikan dengan ketentuan bahwa kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokoknya yaitu perikatan jual belinya itu sendiri. Universitas Sumatera Utara 75 Namun demikian perjanjian pemberian kuasa dalam perjanjian perikatan jual beli tersebut bukan berarti tidak dapat ditarik kembali. Artinya para pihak dapat mencabutmenarik kembali kuasanya apabila para pihak sepakat untuk itu atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, maka perjanjian yang telah dibuat dengan adanya kesepakatan menjadi tidak berlaku lagi atau tidak mempunyai kekuatan hukurn. Hal ini ditegaskan pada Pasal 1338 ayat 2 KUH Perdata. Demikian pula apabila syarat sahnya suatu perianjian khususnya Pasal 1320 ayat 3 KUH Perdata mengenai suatu hal tertentu, dalam hal pembuatan akta perjanjian perikatan jual beli yang dilakukan dengan angsuran sedangkan sertifikat atas tanah sudah ada dan sudah atas nama pihak penjual, apabila prestasi dan pihak pembeli tidak dapat terpenuhi sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akta perjanjian perikatan jual beli tersebut, maka dengan sendirinya perjanjian pernberian kuasa dalam perjanjian perikatan jual beli ini. batal menurut hukum. Sekarang dalam praktek sehari-hari, orang banyak melakukan transaksi jual beli yang menyangkut tanah dan bangunan terutama rnengenai perurnahan dengan rnenggunakan perjanjian perikatan jual beli. Mengapa ada orang yang memilih membuat akta perjanjian perikatan jual beli dengan kuasa, bukan langsung akta jual beli. Dan beberapa kasus yang penulis ketahui ternyata ada beberapa penyebab lain seperti telah tersebut diatas, salah satunya ialah bahwa surat-surat tanah belum dipenuhi sebagaimana mestinya, sehingga untuk melaksanakannya jual beli melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah belum bisa dilakukan, misalnya belum ada sertifikat atau sertifikat masih dalam proses balik nama keatas nama penjual atau kendala-kendala lainnya yang telah diuraikan diatas. Universitas Sumatera Utara 76

BAB III KETERKAITAN PEMBERIAN KUASA DALAM AKTA PERIKATAN

ATAU PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN AKTA KUASA JUAL A. Pemberian Kuasa Pemberian kuasa last geving diatur dalam Buku III Bab XVI Pasal 1792 – 1819 KUHPerdata. Kuasa atau Volimacht merupakan tindakan hukum sepihak yang memberi wewenang kepada penerima kuasa mutlak untuk mewakili pemberi kuasa kepentingan pemberi kuasa dalam melakukan suatu tindakan hukum tertentu HR 24 Juni 1983 N7 1939-337. 47 Menurut ketentuan Pasal 1792 KUHP, yang isinya adalah “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang yang lain, menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.” Berdasarkan pasal di atas dapat dilihat bahwa unsur-unsur dari pemberian kuasa adalah sebagai berikut : 1. Adanya persetujuan 2. Memberikan kuasa kepada penerima kuasa 3. Atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan. Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dimana seseorang memberi kekuasaan atau wewenang lastgeving kepada orang lain yang menerimanya velimacht Lasthebber untuk 47 Herlien Budiono, op.cit. 76 Universitas Sumatera Utara 77 dan atas namanya lastgever menyelenggarakan suatu urusan pasal 1792 KUHPerdata. 48 Pada umumnya seseorang dapat menyuruh orang lain melakukan suatu tindakan hukum. Dengan mendapatkan kekuasaan ini seseorang mendapat wewenang untuk mewakili orang yang menyuruhnya. Tetapi tidak selamanya orang dapat menyuruh orang lain melakukan tindakan-tindakan hukum apa saja. Ada beberapa tindakan hukum yang sedemikian rupa pribadinya, sehingga terpaksa ia sendiri yang harus melakukannya, misalnya dalam hal membuat surat wasiat. Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kuasa kepada pihak yang lain penerima kuasalasthebber, yang menerimanya untuk dan atas namanya sendiri atau tidak menyelenggarakan satu perbuatan hukum atau lebih untuk yang memberi kuasa”. 49 Ciri-ciri dari pemberian kuasa adalah sebagai berikut : a. Bebas bentuk artinya dapat dibuat dalam bentuk lisan ataupun tulisan. b. Persetujuan timbal balik para pihak telah mencukupi. 50 Dengan demikian jika dilihat dari unsur-unsur di atas, maka unsur pertama adalah harus adanya suatu persetujuan dan memenuhi syarat untuk sahnya perjanjian. Unsur kedua yaitu memberikan kekuasaan kepada penerima kuasa, hal ini menunjukkan bahwa adanya pihak pemberi kuasa dan pihak penerima kuasa yang telah saling menyetujui. Unsur ketiga yaitu penerima kuasa melakukan tindakan 48 I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Megapoin, Jakarta, 2003, hal. 85. 49 Salim H.S., op.cit, Hal. 84 50 Ibid Universitas Sumatera Utara 78 hukum tersebut demi kepentingan serta untuk dan atas nama pemberi kuasa baik yang dirumuskan secara umum maupun dinyatakan dengan kata-kata tegas. Dengan adanya pemberian kuasa berdasarkan perjanjian yang diperoleh seseorang, maka terjadilah hubungan hukum antara Pemberi kuasa dengan penerima kuasa yang selanjutnya penerima kuasa tidak bertindak untuk dirinya sendiri, akan tetapi bertindak untuk kepentingan pemberi kuasa. Menurut Salim, HS, jika dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam, 51 yaitu : 1. Akta umum 2. Surat di bawah tangan 3. Lisan 4. Diam-diam 5. Cuma-Cuma 6. Kata khusus 7. Umum Pemberian kuasa dengan akta umum adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menggunakan akta Notaris atau Notariil. Hal ini berarti pemberian kuasa itu dilakukan dihadapan Notaris. Dengan demikian pemberian kuasa tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Pemberian kuasa dengan surat dibawah tangan adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, artinya surat pemberian kuasa itu hanya dibuat oleh para pihak saja tanpa ada pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris yang menyaksikannya. 51 Ibid Universitas Sumatera Utara 79 Pemberian kuasa secara lisan adalah suatu kuasa yang dilakukan atau diberikan secara lisan oleh si pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Pemberian kuasa secara diam-diam adalah suatu kuasa yang dilakukan secara diam-diam oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Pemberian kuasa secara cuma-cuma adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa dengan mana penerima kuasa tidak menerima biaya apapun dari pemberi kuasa. Pemberian kuasa khusus yaitu suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa untuk kepentingan tertentu saja dari pemberi kuasa. Pemberian kuasa umum yaitu pemberian kuasa yang dilakukan pemberi kuasa dengan penerima kuasa yang isinya kuasa yang bersifat umum dan untuk segala kepentingan si pemberi kuasa tersebut. Suatu perjanjian pemberian kuasa atau lastgeving pada umumnya merupakan suatu perjanjian sepihak, dimana kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak saja, yaitu pada penerima kuasa. Menurut ketentuan Pasal 1793 KUHPerdata yang isinya adalah sebagai berikut : 1 Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. 2 Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa. Universitas Sumatera Utara 80 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian pemberian kuasa dapat dilakukan dengan akta otentik, dalam bentuk tulisan di bawah tangan, ataupun dengan lisan, akan tetapi disamping itu untuk penerimaan kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam. Isi pemberian kuasa ditentukan oleh pihak pemberi kuasa. Pemberi kuasa biasanya memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk mewakilinya baik diluar pengadilan maupun dimuka pengadilan. Misalnya, penerima kuasa dikuasakan untuk menandatangani suatu perjanjian kredit disebabkan karena pemberi kuasa berhalangan hadir, maka penerima kuasalah yang pada saat itu mewakili pemberi kuasa menandatangani akta kredit tersebut dan apabila terjadi sesuatu hal yang menyangkut hukum dari perjanjian kredit tersebut, penerima kuasa juga harus mempertanggung jawabkan perbuatannya mewakili pemberi kuasa dimuka pengadilan. Dalam hal pemberian suatu kuasa akan berakhir apabila pemberi kuasa atau penerima kuasa tersebut meninggal dunia atau pemberi kuasa menarik kembali kuasanya atau pemberi kuasa menghentikan kuasa tersebut dengan ketentuan asalkan pemberi kuasa memberitahukan terlebih dahulu penghentian tersebut kepada penerima kuasa dengan memperhatikan waktu yang cukup. Jika penerima kuasa menolak atau tidak mau menyerahkan kembali kuasanya secara sukarela, maka dapat dipaksa melalui pengadilan. 52 52 I.G. Rai Widjaya, op.cit, Hal. 94 Universitas Sumatera Utara 81 Dalam praktek penarikan kembali kuasa tersebut diumumkan dibeberapa surat kabar dan diberitahukan dengan surat kepada pihak ketiga atau relasi yang berkepentingan. Pengangkatan seorang penerima kuasa baru untuk menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa yang pertama terhitung mulai diberitahukannya pengangkatan itu. Penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya dengan pemberitahuan kepada pemberi kuasa. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1814-1817 KUHPerdata, yaitu : Pasal 1814 KUHPerdata menyatakan bahwa : Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu, memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya. Pasal 1815 KUHPerdata menyatakan bahwa : Penarikan kembali yang hanya diberitahukan kepada si kuasa, tidak dapat dimajukan terhadap orang-orang pihak ketiga, yang karena mereka tidak mengetahui tentang penarikan kembali itu, telah mengadakan suatu perjanjian dengan si kuasa, ini tidak mengurangi tuntutan si pemberi kuasa kepada si kuasa. Pasal 1816 KUHPerdata menyatakan bahwa : Pengangkatan seorang kuasa baru, untuk menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa yang pertama, terhitung mulai hari diberitahukannya kepada orang yang belakangan ini tentang pengangkatan tersebut. Pasal 1817 KUHPerdata menyatakan bahwa : 1 Si kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya dengan pemberitahuan penghentian kepada si pemberi kuasa. Universitas Sumatera Utara 82 2 Jika namun itu pemberitahuan penghentian ini baik karena ia dilakukan dengan tidak mengindahkan waktu maupun karena sesuatu hal lain karena salahnya si kuasa, membawa rugi bagi si pemberi kuasa, maka orang ini harus diberikan ganti rugi oleh si kuasa, kecuali apabila si kuasa berada dalam keadaan tidak mampu meneruskan kuasanya dengan tidak membawa rugi yang tidak sedikit bagi dirinya sendiri. Apabila penerima kuasa tidak sadar bahwa pemberi kuasa meninggal atau sebab lainnya mengakhiri kuasanya, 53 maka : 1. Apa yang diperbuat penerima kuasa dalam ketidaksadarannya tersebut adalah sah. 2. Sama halnya dengan perikatan yang diperbuat penerima kuasa harus dipenuhi terhadap pihak ketiga yang beritikad baik. Apabila penerima kuasa meninggal dunia, ahli waris : 1. Harus memberitahukan kepada pemberi kuasa 2. Wajib mengamankan kepentingan-kepentingan pemberi kuasa dan mengambil tindakan-tindakan seperlunya untuk pemberi kuasa.

B. Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah

Menurut Subekti dalam Soimin Soedharyo menyatakan bahwa dalam Pasal 1458 KUH Perdata, persetujuan jual beli merupakan persetujuan kehendak antara penjual dan pembeli mengenai suatu barang atau harga. 54 Karena tanpa barang yang akan dijual dan tanpa harga yang dapat disetujui antara dua belah pihak, maka tidak mungkin ada jual beli, atau jual beli tidak pernah terjadi. Atau dengan perkataan lain jual beli yang dianut di dalam hukum perdata belum memindahkan hak milik 53 Ibid 54 Soimin Soedharyo, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, Hal. 86 . Universitas Sumatera Utara 83 sebelum dilakukan penyerahan atau levering. Sedangkan di dalam hukum adat, jual beli sudah terjadi sejak pembayaran panjar diikuti dengan pencicilan. Pada peristiwa jual beli tanah ada kemungkinan pihak ketiga dengan atau tanpa tanda bukti hak yang dapat diterima atau ditolak bahwa tanah tersebut adalah miliknya dan akan lebih merepotkan lagi jika tanah yang sudah dibeli sudah ada bangunan yang telah ditempati atau dibeli oleh pihak lain. Untuk menghindari hal itu perlu dipastikan bahwa transaksi jual beli harus jelas kepemilikannya, subjek pemegang haknya harus jelas kewewenangannya, misalnya untuk anak yang masih berumur 12 tahun tentunya tidak berwewenang menjual atau membeli tanah. Dan juga harus diteliti benar jika penjual melakukan jual beli tersebut melalui kuasa, harus jelas objek tanah yang akan diperjual belikan juga harus jelas data fisik dan data yuridisnya. Setelah itu baru perbuatan jual beli dan penyerahan hak atas tanah tersebut dapat dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Namun demikian terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kendala-kendala dalam pembuatan akta jual beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Adapun faktor-faktor tersebut adalah : 55 1. Sertipikat tanah yang menjadi objek jual beli, yang masih terikat dalam jaminan pembebanan hak tanggungan ataupun hipotik, harus diroya dihapus lebih dahulu hak tanggungan atau hipotik yang membebani tanah tersebut di Kantor Pertanahan. 55 Chairani Bustami, Op.Cit. Hal. 98. Universitas Sumatera Utara 84 2. Sertipikat yang masih terdaftar atas nama orang lain atau pewaris, harus terlebih dahulu dibalik nama ke atas nama pemegang hak atau ke atas nama para ahli waris. 3. Sertipikat induk belum dipecah-pecah, sedangkan yang dibeli hanya sebagian kecil dari luas tanah tersebut. Umpamanya luas tanah disertipikat 1000-M2 yang dibeli hanya 250-M2. 4. Pembeli atas tanah hak milik adalah perseroan terbatas yang tidak dibenarkan oleh undang-undang untuk memiliki hak milik atas tanah, oleh karena itu hak milik tersebut harus diturunkan lebih dahulu keatas hak yang lebih rendah yaitu hak guna bangunan atau hak pakai. 5. Pembeli tanah hak milik adalah orang asing yang tidak berhak mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia kecuali hak pakai ada pengecualian terhadap tanah yang bersifat perwakilan asing di Indonesia. 6. Pembeli telah mempunyai tanah-tanah bersertipikat melebihi dari jumlah yang diizinkan oleh undang-undang, jadi harus lebih dahulu mendapatkan izin dari instansi terkait. 7. Pajak Penghasilan PPH yang merupakan kewajiban penjual belum dibayar undang-undang nomor 27 tahun 1996. 8. Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB yang merupakan kewajiban pembeli belum dilunasi undang-undang nomor 21 tahun 1997. Universitas Sumatera Utara 85 9. Sertipikat tanah belum di cek bersih di Kantor Pertanahan tetapi telah diyakini penjual dan pembeli bahwa tanah tersebut tidak boleh menimbulkan masalah. 10. Nilai Jual Objek Pajak yang tidak sesuai dengan harga pasar, dapat diturunkan di Kantor Pajak dan Bangunan PBB bagi yang dibenarkan oleh undang- undang. Misalnya pensiunan Pegawai Negeri, Veteran, ABRI, dan sebagainya menunggu penurunan PBB. 11. Sertipikat belum terbit atau masih dalam proses pengurusan di Kantor Badan Pertanahan Nasional. 12. Sertipikat masih terdaftar atas nama pemilik awal walau berulang kali terjadi pemindahan hak atas tanah masih terus menggunakan akta Perikatan Jual Beli, yang disempurnakan dengan akta pendamping yaitu Surat Kuasa Menjual. Jadi pemindahan hak atas tanah tersebut walau telah berlapis-lapis berkali-kali namun belum sekalipun dibalik nama keatas nama pembeli. Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dalam membuat akta jual beli menggunakan blanko jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang telah disediakan di Kantor Badan Pertanahan. Sebelum membuat akta jual beli ini biasanya para Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT terlebih dahulu membuat akta persetujuan jual beli atau perikatan jual beli. 56 Selanjutnya Chairani Bustami dalam tesis Aspek-Aspek Hukum Yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan menyatakan bahwa : 56 Ibid, Hal. 12 Universitas Sumatera Utara 86 Dalam praktek kerja sehari-hari ditemukan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT sebelum membuat akta jual beli ada dua hal aspek hukum yang dilakukan mereka, yaitu : a. Membuat Akta Persetujuan Jual Beli Akta persetujuan jual beli dibuat dalam jual beli tanah bersertifikat maupun tanah yang tidak bersertifikat yang cara pembayarannya tidak dibayar lunas sekaligus tetapi melalui cicilan, hal ini terjadi karena ada syarat yang belum terpenuhi misalnya rumahnya belum kosong. Persetujuan jual beli yang dimaksud tersebut di atas dibuat untuk menghindari sengketa jika para pihak mengingkari persetujuan yang telah dibuat dengan tidak memenuhi prestasi yang telah ditentukan dan disepakati dalam perjanjian tersebut. b. Membuat Akta Perikatan Jual Beli Akta perikatan jual beli dibuat oleh notaris dalam jual beli tanah yang sudah bersertifikat yang telah dibayar lunas atau kontan, hal ini dengan alasan adanya syarat-syarat yang belum terpenuhi untuk melangsungkan jual beli dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan tidak adanya syarat-syarat yang menghalangi dibuatnya Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT namun pihak-pihak senantiasa minta dibuatkan Akta Perikatan Jual Beli. Syarat-syarat yang belum terpenuhi itu antara lain seperti : a. Kewajiban pengecekan bersih sertifikat yang akan dialihkan tersebut di kantor Pertanahan. Universitas Sumatera Utara 87 b. Kewajiban lebih dulu untuk pembayaran pajak-pajak yang menyangkut pertanahan tersebut. 57 Dalam konsepsi Hukum Adat Tanah Nasional terdapat syarat untuk sahnya jual beli yaitu terpenuhinya “tunai, riil, terang”. Yang dimaksud dengan “tunai” adalah bahwa penyerahan hak oleh penjual dilakukan bersamaan dengan pembayaran oleh pembeli dan seketika itu juga hak sudah beralih. Harga yang dibayarkan itu tidak harus sekaligus lunas, selisih harga dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual yang termasuk dalam lingkup hukum utang-piutang. “Riil” dimaksudkan bahwa kehendak yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan nyata, misalnya dengan telah diterimanya uang oleh penjual, dan dibuatnya perjanjian dihadapan kepala desa. Dimaksud “terang” bahwa perbuatan hukum jual-beli tanah tersebut dilakukan di hadapan Kepala Desa untuk memastikan bahwa perbuatan itu tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Jadi dapat dirumuskan bahwa tunaikontan, riil dan terang tersebut dimaksudkan jika jual beli dilakukan tanpa dihadapan Kepala DesaCamat atau tanpa akta otentik dari Pejabat Pembuat Akta Tanah maupun dari Notaris jual beli tetap dianggap sah sepanjang syarat materialnya yang berupa uang dari harga jual beli tersebut dibayar lunas oleh pembeli sudah terpenuhi, hal ini sejalan dengan konsepsi hukum agraria yang berlandaskan kepada hukum adat. Untuk tanah warisan yang berhak menjualnya adalah salah seorang yang telah ditunjuk sebagai ahli waris, atau para ahli warisnya jika mereka ditunjuk bersama- 57 Ibid, Hal. 114 Universitas Sumatera Utara 88 sama sebagai ahli waris maka secara bersama-sama mereka bertindak sebagai penjual. Apabila salah seorang tidak turut menjual maka jual beli tersebut dianggap batal demi hukum. Untuk tanah yang masih merupakan boedel warisan maka harus ada surat keterangan ahli waris menurut ketentuannya masing-masing. Supaya tanah yang sudah dibeli mendapatkan kekuatan hukum dan kekuatan pembuktian jika terjadi sengketa dikemudian hari maka jual beli harus dilakukan dihadapan NotarisPejabat Pembuat Akta Tanah PPAT, hal ini sejalan dengan fungsi dari akta autentik yang diatur di dalam Pasal 1874 KUH Perdata bahwa fungsi akta jual beli sebagai salinan yang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditanda tangani. Berkaitan dengan akta perikatan jual beli tersebut, maka terhadap akta perikatan jual beli tersebut terdapat 2 dua kemungkinan yaitu : 1. Akta perikatan jual beli tersebut tidak dipergunakan oleh pembeli pihak kedua karena penjual pihak pertama turut hadir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang untuk menanda tangani jual beli yang definitif yang resminya dihadapan PPAT tersebut. Jadi dalam hal ini akta perikatan jual beli yang telah ditanda tangani sebelumnya tidak dipakai atau dipergunakan lagi dengan ditanda tanganinya akta jual beli dengan akta PPAT. Dan dengan demikian maka dengan sendirinya pula kuasa yang terdapat dalam akta perikatan jual beli tersebut juga tidak dipergunakan oleh pembeli pihak kedua. Dalam kejadian yang demikian, walaupun akta perikatan jual beli yang dibuat dihadapan Universitas Sumatera Utara 89 Notaris tersebut tidak dipergunakan, akan tetapi akta perikatan jual beli tersebut akan ditarik oleh PPAT untuk dijahitkan di akta jual belinya. 2. Akta perikatan jual beli yang dibuat dihadapan Notaris tersebut dipakai atau dipergunakan. Dengan kata lain berdasarkan kuasa yang tersebut dalam akta perikatan jual beli tersebut, maka pihak pembeli dapat menghadap dan menandatangani akta jual beli secara sendiri di hadapan PPAT baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Hal ini karena pihak penjual telah memberikan kuasa kepada pihak pembeli apabila dia berhalangan maka pihak pembeli dapat melakukan sendiri panandatanganan tersebut. Adapun akta perikatan jual beli yang dijadikan dasar bagi pembeli untuk menanda tangani sendiri akta jual beli tersebut juga akan ditarik oleh PPAT dan turut dijahitkan pada minuta akta jual belinya sedangkan foto copy akta tersebut yang telah dilegalisir akan turut disampaikan ke Kantor Pertanahan sebagai salah satu lampiran pada saat pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut.

C. Kedudukan Kuasa Dalam Perikatan Jual Beli Dengan Akta Kuasa Jual

Pemberian kuasa perlu dicantumkan secara eksplisit, bahwa pembeli berhak mewakili penjual maupun dirinya sendiri dalam akta jual belinya mengingat bahwa pada umumnya tidak diperbolehkan penerima kuasa menjadi pembeli dari pemberi kuasa Pasal 1470 KUHPerdata. Pasal 1470 isinya adalah sebagai berikut : “Begitu pula tidak diperbolehkan menjadi pembeli pada penjualan dibawah tangan, atau ancaman yang sama, baik pembelian itu dilakukan oleh mereka sendiri maupun oleh orang-orang perantara, kuasa-kuasa mengenai barang- Universitas Sumatera Utara 90 barang yang mereka dikuasakan menjualnya : pengurusan-pengurusan mengenai benda-benda milik negara dan milik badan-badan umum yang dipercayakan kepada pemeliharaan dan pengurusan mereka. Namun itu adalah dsierahkan kepada Presiden untuk memberikan kebebasan dari larangan itu kepada pengurus-pengurus umum. Segala wali dapat membeli benda-benda tak bergerak kepunyaan anak-anak yang berada dibawah perwalian mereka dengan cara yang ditetapkan dalam pasal 399.” Dari uraian pasal 1470 KUHPerdata diatas dapat dikatakan bahwa pasal 1470 KUHPerdata ini melarang pembeli melakukan jual beli dibawah tangan barang- barang yang penjualannya dikuasakan kepadanya. Penerima kuasa tadi tidak boleh menjadikan dirinya sebagai pihak lawan dari pemberi kuasa dalam suatu perjanjian yang pelaksanaannya dikuasakan kepadanya oleh pemberi kuasa. Dalam kepustakaan hukum dikenal dengan sebutan Selbseintritt yakni penerima kuasa mengikut sertakan dirinya sendiri bukan pihak ketiga sebagai pihak dalam suatu perjanjian. Oleh karena diluar pasal 1470 KUHPerdata tidak ada pasal yang melarang Selbseintritt maka dapat dikatakan bahwa larangan tersebut hanya berlaku bagi jual beli dibawah tangan. Diluar itu penerima kuasa boleh menjadikan dirinya sebagai pihak lawan dari pemberi kuasa. Sebaiknya selbseintritt hanya diperbolehkan jika kuasa yang bersangkutan memuat rincian yang jelas tentang syarat-syarat perjanjian, misalnya dalam kuasa disebutkan bahwa penerima setelah menerima kuasa tersebut hendak menyewakan tanah tersebut untuk jangka waktu dan harga yang dicantumkan. Jika surat kuasa tersebut tidak dirinci seperti itu, lebih baik selbseintritt ditolak saja. Dasar penolakannya adalah pasal 1470 KUHPerdata tadi, dengan jalan analogi. Universitas Sumatera Utara 91 Oleh karena penyimpangan terhadap ketentuan tersebut tidak merupakan pelanggaran terhadap kepentingan umum, maka para pihak dapat memperjanjikan adanya kuasa semacam itu. Pencantuman kuasa dengan beding “menjual kepada diri sendiri” tersebut tidak dapat pula digolongkan ke dalam kuasa mutlak, karena tidak mengandung muatan yang dilarang oleh instruksi PMDN tersebut, meskipun kuasanya tidak dapat ditarik kembali. Dan didalam praktek pembuatan akta perikatan jual beli, Notaris mencantumkan : 1. Alasan yang jelas didalam premisse mengenai dibuatnya akta perikatan jual beli tersebut. 2. Objek perjanjian dan harga dari objek tersebut yang akan dijual belikan serta pembayaran. 3. Jaminan dari calon penjual terhadap kepemilikan atas persil dan tidak adanya cacat yang tampak dan tidak tampak. 4. Janji penyerahan persil dalam keadaan kosong dan dalam keadaan baik pada hari perikatan jual beli. 5. Janji calon penjual belum pernah memberikan kuasa kepada orang lain mengenai persil yang akan dijual selain kepada calon pembeli. 6. Janji calon penjual pemberi kuasa tidak akan sendiri melakukan tindakan hukum yang telah dikuasakan kepada calon pembeli penerima kuasa tersebut. Universitas Sumatera Utara 92 7. Janji lain yang khusus, misalnya kewajiban pembayaran rekening listrik, air, telepon, PBB hingga tanggal pengosongan, tata cara pengosongan dan sebagainya. 8. Pemberian kuasa secara umum yang tidak dapat ditarik kembali oleh calon penjual kepada calon pembeli untuk pengurusan persil selama belum dilaksanakan jual beli. 9. Pemberian kuasa dari calon penjual kepada calon pembeli yang tidak dapat ditarik kembali untuk pelaksanaan jual belinya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT, apabila syarat jual beli telah dipenuhi. Di dalam praktek Notaris masih sering kita jumpai Akta Perikatan jual beli yang dibuat terpisah dengan Akta kuasanya. Hal tersebut dikarenakan atas permintaan dari pihak pembeli yang ingin menjual kembali hak atas tanah yang dibelinya tersebut dikemudian hari dan bukan untuk dipakai sendiri. Akte Perikatan Jual Beli tersebut dibuat secara terpisah dengan akta Surat Kuasa akan tetapi dilakukan dan ditanda tangani pada hari dan tanggal yang sama. Yang mana akte Perikatan jual beli dibuat terlebih dahulu yang berfungsi sebagai tanda bukti telah dilakukannya jual beli antara pihak penjual dengan pembeli. Sedangkan akte Surat Kuasa dibuat untuk mengakomodir permintaan dari pihak pembeli yang ingin menjualnya kembali. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa apabila dikemudian hari akte Perikatan jual beli yang dipakai oleh pembeli, maka tanah yang telah dibelinya tersebut akan dibalik namakan keatas namanya sendiri atau untuk dirinya sendiri. Sedangkan apabila pembeli memakai Akta Surat Kuasa, maka dia akan menjual tanah tersebut kepada orang lain dikemudian hari. Universitas Sumatera Utara 93

BAB IV KEPENTINGAN PEMBERI KUASA TERHADAP KUASA YANG

DIBERIKAN KEPADA PENERIMA KUASA

A. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli 1.

Pengertian Hak Atas Tanah Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. 58 Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan. Diberikannya dan dipunyainya tanah dengan hak-hak tersebut tidak akan bermakna jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja. Untuk keperluan apapun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2 UUPA yang menyatakan : 2 Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. 59 Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, maka hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan 58 Boedi Harsono, Op.cit. Hal. 18 59 Indonesia, Undang-undang Tentang Rumah Susun, UU No. 16, LN No. 75 tahun 1985, TLN No. 3317, Pasal 10 ayat 2. 93 Universitas Sumatera Utara 94 bumi yang bersangkutan, yang disebut “tanah”, tetapi juga tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya. Dengan demikian maka yang dipunyai dengan hak atas tanah itu adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi. Tetapi wewenang menggunakan yang bersumber pada hak tersebut diperluas hingga meliputi juga penggunaan “sebagian tubuh bumi yang ada dibawah tanah dan air serta ruang yang ada diatasnya”. 60 Hak-hak atas tanah memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. 61 Dengan diberikannya hak atas tanah tersebut, maka antara orang atau badan hukum itu telah terjalin suatu hubungan hukum dengan tanah yang bersangkutan. Dengan adanya hubungan hukum itu, dapatlah dilakukan perbuatan hukum oleh yang mempunyai hak itu terhadap tanah dengan pihak lain seperti jual beli, tukar menukar dan sebagainya. Seseorang atau badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah, oleh UUPA dibebani kewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif serta wajib pula untuk memelihara, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakan tanah tersebut. UUPA menghendaki supaya hak atas tanah yang dipunyai oleh seseorang atau badan hukum tidak boleh dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi 60 Boedi Harsono, Op.cit, Hal. 18 61 Effendi Perangin-Angin, 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria, Cet. 3, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1994, Hal. 40. Universitas Sumatera Utara 95 dengan sewenang-wenang tanpa menghiraukan kepentingan masyarakat ataupun dengan menelantarkan tanah tersebut sehingga tidak ada manfaatnya. UUPA telah menentukan beberapa macam hak-hak atas tanah yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak atas air dan ruang angkasa yaitu hak guna air, hak pemeliharaan dan penangkapan ikan dan hak guna ruang angkasa.

2. Pengertian Jual Beli