Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias Kota Tanjung Balai Tahun 2013

(1)

TINGKAT PEMANFAATAN, PERILAKU PEMELIHARAAN DAN KONDISI FASILITAS SANITASI MANDI, CUCI DAN KAKUS

(MCK) PLUS++ DI KELURAHAN SEMULA JADI DAN KELURAHAN BETING KUALA KAPIAS

KOTA TANJUNG BALAI TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH

NIM. 081000135 ADE MAULIDA GULTOM

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

TINGKAT PEMANFAATAN, PERILAKU PEMELIHARAAN DAN KONDISI FASILITAS SANITASI MANDI, CUCI DAN KAKUS

(MCK) PLUS++ DI KELURAHAN SEMULA JADI DAN KELURAHAN BETING KUALA KAPIAS

KOTA TANJUNG BALAI TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 081000135 ADE MAULIDA GULTOM

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

ABSTRAK

MCK Plus++ sama seperti MCK komunal pada umumnya. Terdapat kata “Plus++” karena tinja dapat diolah menjadi biogas di lokasi tersebut (biodigester) dan limbah cairnya diendapkan di settler-settler terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air (ramah lingkungan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang tingkat pemanfaatan, perilaku pemeliharaan dan kondisi MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Beting Kuala Kapias Kota Tanjungbalai.

Jenis penelitian ini survai yang bersifat deskriptif, dengan gambaran perilaku pamanfaatan dan pemeliharaan (pengetahuan dan sikap) serta kondisi MCK Plus++ di kedua kelurahan tersebut, dengan populasi berjumlah 20 orang di Kelurahan Semula Jadi dan 36 orang di Kelurahan Beting Kuala Kapias. Sampel penelitian adalah total sampling, menggunakan perangkat komputer kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pengetahuan dan sikap responden di Kelurahan Semula Jadi yang baik justru menghasilkan tingkat pemanfaatan dan pemeliharaan MCK Plus++ yang sedang. Di Kelurahan Beting Kuala Kapias, dengan pengetahuan yang baik dan sikap responden yang sedang dapat menghasilkan tingkat pamanfaatan dan pemeliharaan MCK Plus++ yang baik. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi/kualitas MCK Plus++ di kedua kelurahan tersebut tergolong ke dalam kategori baik

Berdasarkan hasil tersebut diharapkan kepada Dinas Pekerjaan Umum untuk terus meningkatkan kualitas/kondisi MCK Plus++ terutama di Kelurahan Semula Jadi. Kepada Dinas Kesehatan dan YAKMI diharapkan untuk terus membantu meningkatkan pemanfaatan dan pemeliharaan MCK Plus++ di kedua kelurahan tersebut. Kepada masyarakat pengguna MCK Plus++ diharapkan untuk mau menyediakan pipa distribusi penyalur gas agar biogas dapat disalurkan ke seluruh rumah masyarakat pengguna.


(5)

ABSTRACT

MCK Plus++ as same as communal bathrooms in general. It called "Plus++" because the human manure can be processed into biogas at the location (biodigester) and liquid waste deposited in settler-settler before discharge into water bodies (environmentally friendly). The purpose of this research is to understand a description about the utilization rate, maintenance behaviors and conditions of MCK Plus++ at Semula Jadi and Beting Kuala Kapias Village Tanjungbalai City.

The type of research was descriptive survey, with an overview of utilization and maintenance behavior (knowledge and attitude) and condition of MCK Plus++ at both of the villages, with a population of 20 people in the Semula Jadi Village and 36 people in the Beting Kuala Kapias Village. The sample was a total sampling, used a computer and then presented in frequency distribution tables.

The results showed that the respondents knowledge and attitudes at the Semula Jadi Village was good in fact produces utilization and maintenance rate of MCK Plus++ was moderate. At Beting Kuala Kapias Village, a good knowledge and a moderate attitudes can produces utilization and maintenance rate of MCK Plus++ was good. In addition, the results showed that the condition / quality of MCK Plus++ at both of the villages was classified into good category.

Based on these results expected for the Public Works Department to continue improving the quality / condition of MCK Plus++ especially for Semula Jadi Village. For the Department of Health and YAKMI expected to continue support improving the utilization and maintenance of MCK Plus++ at both of the villages. For the user community of MCK Plus++ is expected would like to provide gas supplier distribution pipe in order that biogas can be piped to all of the user community house.


(6)

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ade Maulida Gultom

Tempat/Tanggal Lahir : Hessa Air Genting, 23 Oktober 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak Ke : 2 dari 4 Bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Nenas No. 1 Kelurahan Sentang, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan – Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan :

2008 – 2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 2004 – 2007 : Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kisaran

2001 – 2004 : Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta Diponegoro Kisaran 1995 – 2001 : Sekolah Dasar (SD) Negeri No. 017108 Sentang, Kisaran


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang mana atas Berkat dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias Kota Tanjung Balai Tahun 2013”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara (USU). Tersusunnya skripsi ini, tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Taufik Ashar, MKM selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan, dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini. 3. dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, dukungan, dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini. 4. Ir. Evi Naria, MKes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan yang


(9)

5. Ir. Evi Naria, MKes dan Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku dosen penguji yang telah memberi masukan, mendukung dan membantu menyempurnakan hingga terselesainya skripsi ini.

6. Eka Lestari Mahyuni, SKM, MKes selaku pembimbing akademik yang memberi masukan setiap semester yang penulis lewati.

7. Terima kasih penulis ucapkan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Tanjungbalai yang telah memberi izin, masukan dan dukungan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

8. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai yang telah memberi izin, masukan dan dukungan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

9. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Tanjungbalai yang telah memberi izin, masukan dan dukungan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

10.Terima kasih penulis ucapkan kepada LSM YAKMI Kota Tanjungbalai yang telah banyak memberi masukan, mendukung dan membantu dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

11.Terima kasih kepada Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias beserta seluruh masyarakat yang telah memberikan dukungan dan membantu penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

12.Kapada seluruh staf pengajar FKM USU, staf pengajar Departemen Kesehatan Lingkungan, staf Administrasi dan Perlengkapan FKM USU, yang


(10)

telah mengajar penulis dengan sabar dan memenuhi kebutuhan akademik penulis.

13.Teristimewa kepada kedua orangtua (H. Nasri Gultom dan Hj. Netty Herawati) yang tidak pernah bosan mendoakan penulis, memberikan dukungan moril dan materil hingga terselesainya skripsi ini.

14.Teristimewa buat abangku Yuna Hendrawan G yang tidak pernah bosan memberikan perhatian, masukan, dukungan moril dan materil hingga terselesainya skripsi ini. Terima kasih juga kepada adik-adikku Rahmayani G dan Wiranty G yang mau mendengarkan curhatanku, selalu memberikan dukungan, bantuan dan perhatian hingga terselesainya skripsi ini.

15.Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu di lapangan bg Latif, bg Sukri, bu Linda Dinkes, dan kak Novi YAKMI yang telah memberi masukan, dukungan dan bantuan hingga terselesainya skripsi ini. 16.Terima kasih kepada sepupu-sepupuku Aynil Ajijar Hamdani, kak Meliana

dan Indah Chairita dan dewi penolong skripsi ku Juju yang telah memberikan bantuan, perhatian dan dukungan hingga terselesainya skripsi ini.

17.Terima kasih kepada sahabat-sahabatku Al Huda Husna, Irmayanti, Hariani, Arifa Masyitah, Dwi Yuni dan Winda Guma Yandri yang telah memberikan perhatian, dukungan dan bantuan dari awal kuliah hingga terselesainya skripsi ini kita selalu bersama-sama.

18.Terima kasih kepada sahabat-sahabat PBL ku kak Sulastri, Mazhar, kak Anastasya Napitupulu, kak Novita dan Rinaldi yang telah memberikan


(11)

masukan, motivasi, bantuan dan segala bentuk dukungan hingga terselesainya skripsi ini

19.Terima kasih buat sahabat-sahabat MEDICA ku Stevany Nurifin, Era Junita S, Onny Suryono, dan Elvida Warni Zega serta ayank ku Chairunnisa Aprilia Nst yang telah memberikan dukungan, masukan dan semangat selama aku kuliah hingga terselesainya skripsi ini.

20.Terima kasih buat senior khususnya kak Khairiah dan kak Nova dan juniorku khususnya Melda Hayani dan Elisda atas bantuan dan masukan yang telah diberikan.

21.Terima kasih semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Medan, Juni 2013


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1. Tujuan Penelitian Umum ... 8

1.3.2. Tujuan Penelitian Khusus ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Kesehatan Lingkungan dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan ... 10

2.2. Sanitasi Lingkungan ... 10

2.3. Pengertian MCK Komunal/Umum ... 11

2.3.1. Jenis MCK Komunal/ Umum ... 12

2.3.2. Komponen MCK (Mandi, Cuci, Kakus) Komunal/ Umum ... 13

2.3.2.1. Bilik/Ruangan MCK Komunal/Umum ... 13

2.3.2.2. Pengolahan Limbah (Tangki Septik) ... 19

2.3.2.3. Penyediaan Air Bersih... 23

2.3.2.4. Utilitas Lain-lain ... 24

2.4. Fasilitas Sanitasi MCK Plus++ ... 25

2.4.1. Biogas ... 27

2.4.2. Biodigester ... 28

2.4.3. Proses Pembentukan Biogas pada Biodigester ... 30

2.4.4. Manfaat Biodigester ... 30

2.5. Pemukiman Padat ... 31

2.6. Masyarakat Pesisir (Nelayan) ... 33

2.7. Perilaku ... 38

2.8. Pemanfaatan dan Pemeliharaan Fasilitas MCK ... 42


(13)

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 46

3.2.2. Waktu Penelitian... 46

3.3. Populasi dan Sampel ... 46

3.3.1. Populasi ... 46

3.3.2. Sampel ... 47

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4.1. Data Primer ... 47

3.4.2. Data Sekunder... 47

3.5. Definisi Operasional ... 48

3.6. Aspek Pengukuran ... 50

3.6.1. Pengetahuan ... 50

3.6.2. Sikap ... 51

3.6.3. Tingkat Pemanfaatan dan Tingkat Pemeliharaan ... 52

3.6.4. Lembar Observasi ... 52

3.7. Analisis Data... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54

4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.1.1. MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi ... 54

4.1.2. MCK Plus++ di Kelurahan Beting Kuala Kapias ... 55

4.2Karakteristik Responden ... 56

4.3Pengetahuan Responden... 59

4.4Sikap Responden ... 61

4.5Tingkat Pemanfaatan MCK Plus++ ... 65

4.6Tingkat Pemeliharaan MCK Plus++ ... 70

4.7Kondisi MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Beting Kuala Kapias ... 75

BAB V PEMBAHASAN ... 78

5.1.Karakteristik Responden ... 78

5.2.Pengetahuan Responden... 81

5.3.Sikap Responden ... 82

5.4.Tingkat Pemanfaatan MCK Plus++ ... 84

5.5.Tingkat Pemeliharaan MCK Plus++ ... 85

5.6.Kondisi MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Beting Kuala Kapias ... 87

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1.Kesimpulan ... 91

6.2.Saran ... 92 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Jumlah Pengguna MCK dan Banyaknya Bilik yang Diperlukan ... 14 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan Semula

Jadi dan Beting Kuala Kapias ... 56 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan Semula Jadi

dan Beting Kuala Kapias... 57 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Semula

Jadi dan Beting Kuala Kapia ... 57 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Semula

Jadi dan Beting Kuala Kapias ... 58 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan di Kelurahan Semula

Jadi dan Beting Kuala Kapias ... 59 4.6. Gambaran Pengetahuan Responden di Kelurahan Semula Jadi dan

Kelurahan Beting Kuala Kapias tentang MCK, Air Bersih, Jamban

Sehat, Hygiene Perorangan dan Tinja. ... 60 4.7. Kategori Pengetahuan Responden di Kelurahan Semula Jadi dan

Kelurahan Beting Kuala Kapias tentang MCK, Air Bersih, Jamban

Sehat, Hygiene Perorangan dan Tinja ... 61 4.8.Gambaran Sikap Responden di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan

Beting Kuala Kapias tentang MCK, Air Bersih, Jamban Sehat,

Hygiene Perorangan dan Tinja ... 62 4.9.Kategori Sikap Responden di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan

Beting Kuala Kapias tentang MCK, Air Bersih, Jamban Sehat,

Hygiene Perorangan dan Tinja ... 65 4.10.Gambaran Tingkat Pemanfaatan MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi

dan Kelurahan Beting Kuala Kapias oleh Responden dan Keluarga ... 66 4.11.Kategori Tingkat Pemanfaatan MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi


(15)

4.12.Keterkaitan Tingkat Pemanfaatan dengan Pengetahuan Responden di

MCK plus++ Kelurahan Semula Jadi ... 68 4.13.Keterkaitan Tingkat Pemanfaatan dengan Sikap Responden di MCK

plus++ Kelurahan Semula Jadi ... 68 4.14.Keterkaitan Tingkat Pemanfaatan dengan Pengetahuan Responden di

MCK plus++ Kelurahan Beting Kuala Kapias ... 69 4.15. Keterkaitan Tingkat Pemanfaatan dengan Sikap Responden di MCK

plus++ Kelurahan Beting Kuala Kapias ... 69 4.16.Gambaran Tingkat Pemeliharaan MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi

dan Kelurahan Beting Kuala Kapias oleh Responden dan Keluarga ... 71 4.17.Kategori Tingkat Pemeliharaan MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi

dan Beting Kuala Kapias oleh Responden dan Keluarga ... 72 4.18.Keterkaitan Perilaku Pemeliharaan dengan Pengetahuan Responden di

MCK plus++ Kelurahan Semula Jadi ... 73 4.19.Keterkaitan Perilaku Pemeliharaan dengan Sikap Responden di MCK

plus++ Kelurahan Semula Jadi ... 74 4.20.Keterkaitan Perilaku Pemeliharaan dengan Pengetahuan Responden di

MCK plus++ Kelurahan Beting Kuala Kapias ... 74 4.21.Keterkaitan Perilaku Pemeliharaan dengan Sikap Responden di MCK

plus++ Kelurahan Beting Kuala Kapias ... 75 4.22.Gambaran observasi Kondisi MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias Kota Tanjungbalai Tahun 2013

Lampiran 2. Lembar Observasi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias Kota Tanjung Balai Tahun 2013

Lampiran 3. Dokumentasi Pada Saat Melakukan Penelitian

Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Surat Rekomendasi Izin Penelitian Dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Tanjungbalai

Lampiran 6. Surat Rekomendasi Izin Penelitian Dari Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai

Lampiran 7. Surat Rekomendasi Izin Penelitian Dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Tanjungbalai

Lampiran 8 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Dari Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai

Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Tanjungbalai

Lampiran 10 Master Data (Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias Kota Tanjungbalai Tahun 2013)

Lampiran 11 SPSS (Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias Kota Tanjungbalai Tahun 2013)


(17)

ABSTRAK

MCK Plus++ sama seperti MCK komunal pada umumnya. Terdapat kata “Plus++” karena tinja dapat diolah menjadi biogas di lokasi tersebut (biodigester) dan limbah cairnya diendapkan di settler-settler terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air (ramah lingkungan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang tingkat pemanfaatan, perilaku pemeliharaan dan kondisi MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Beting Kuala Kapias Kota Tanjungbalai.

Jenis penelitian ini survai yang bersifat deskriptif, dengan gambaran perilaku pamanfaatan dan pemeliharaan (pengetahuan dan sikap) serta kondisi MCK Plus++ di kedua kelurahan tersebut, dengan populasi berjumlah 20 orang di Kelurahan Semula Jadi dan 36 orang di Kelurahan Beting Kuala Kapias. Sampel penelitian adalah total sampling, menggunakan perangkat komputer kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pengetahuan dan sikap responden di Kelurahan Semula Jadi yang baik justru menghasilkan tingkat pemanfaatan dan pemeliharaan MCK Plus++ yang sedang. Di Kelurahan Beting Kuala Kapias, dengan pengetahuan yang baik dan sikap responden yang sedang dapat menghasilkan tingkat pamanfaatan dan pemeliharaan MCK Plus++ yang baik. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi/kualitas MCK Plus++ di kedua kelurahan tersebut tergolong ke dalam kategori baik

Berdasarkan hasil tersebut diharapkan kepada Dinas Pekerjaan Umum untuk terus meningkatkan kualitas/kondisi MCK Plus++ terutama di Kelurahan Semula Jadi. Kepada Dinas Kesehatan dan YAKMI diharapkan untuk terus membantu meningkatkan pemanfaatan dan pemeliharaan MCK Plus++ di kedua kelurahan tersebut. Kepada masyarakat pengguna MCK Plus++ diharapkan untuk mau menyediakan pipa distribusi penyalur gas agar biogas dapat disalurkan ke seluruh rumah masyarakat pengguna.


(18)

ABSTRACT

MCK Plus++ as same as communal bathrooms in general. It called "Plus++" because the human manure can be processed into biogas at the location (biodigester) and liquid waste deposited in settler-settler before discharge into water bodies (environmentally friendly). The purpose of this research is to understand a description about the utilization rate, maintenance behaviors and conditions of MCK Plus++ at Semula Jadi and Beting Kuala Kapias Village Tanjungbalai City.

The type of research was descriptive survey, with an overview of utilization and maintenance behavior (knowledge and attitude) and condition of MCK Plus++ at both of the villages, with a population of 20 people in the Semula Jadi Village and 36 people in the Beting Kuala Kapias Village. The sample was a total sampling, used a computer and then presented in frequency distribution tables.

The results showed that the respondents knowledge and attitudes at the Semula Jadi Village was good in fact produces utilization and maintenance rate of MCK Plus++ was moderate. At Beting Kuala Kapias Village, a good knowledge and a moderate attitudes can produces utilization and maintenance rate of MCK Plus++ was good. In addition, the results showed that the condition / quality of MCK Plus++ at both of the villages was classified into good category.

Based on these results expected for the Public Works Department to continue improving the quality / condition of MCK Plus++ especially for Semula Jadi Village. For the Department of Health and YAKMI expected to continue support improving the utilization and maintenance of MCK Plus++ at both of the villages. For the user community of MCK Plus++ is expected would like to provide gas supplier distribution pipe in order that biogas can be piped to all of the user community house.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berkaitan dengan hal itu, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 163 tentang Kesehatan Lingkungan : Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan pada perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, lanjut usia (lansia), dan keluarga miskin. (Kementerian Kesehatan, 2010).

Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Renstra 2004–2009, Pembangunan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi yang berkelanjutan membutuhkan adanya perubahan perilaku hidup bersih dan sehat guna perbaikan kualitas hidup, tidak hanya berfokus pada infrastruktur, tetapi juga berbasis masyarakat (community based). Hal


(20)

ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai target ke 7C Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses. Selain itu, Strategi baru Pemerintah Indonesia yang dirancang untuk tujuan tersebut adalah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang diluncurkan pada tahun 2008, untuk meningkatkan cakupan nasional secara cepat menuju Sanitasi Total.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Sehingga masyarakat dapat berpikir dan mengambil tindakan untuk meninggalkan kebiasaan buang air besar mereka yang masih di tempat terbuka dan sembarang tempat.

Pemerintah menyediakan program untuk mendukung hal tersebut, yakni program sanitasi lingkungan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, yang diimplementasikan melalui kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) yaitu sebuah inisiatif untuk mempromosikan penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan, dan drainase yang berbasis masyarakat dengan pendekatan tanggap kebutuhan. Sedangkan Sanimas merupakan singkatan dari sanitasi oleh masyarakat, sebuah inisiatif yang


(21)

dirancang untuk mempromosikan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) sebagai pilihan bagi masyarakat perkotaan yang miskin prasarana dan sarana sanitasinya, tinggal di kawasan padat penduduk (kumuh) dan memiliki sosial ekonomi yang relatif rendah (miskin) (Suara Merdeka, 2008).

Indonesia mempunyai proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, perkotaan dan perdesaan sebesar 47,71% dan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak, perkotaan dan perdesaan sebesar 51,19%. Sedangkan menurut provinsi, proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum layak di perkotaan dan pedesaan di Sumatera Utara sebesar 51,04% dan proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi yang layak di perkotaan dan pedesaan sebesar 51,92% (Susenas, 2009).

Kota Tanjung Balai merupakan salah satu kota yang buruk dalam hal kepemilikan sarana sanitasi dasar di provinsi Sumatera Utara. Karena masyarakatnya yang sebagian besar tinggal di pesisir pantai, bekerja sebagai nelayan, dan memiliki keadaan ekonomi yang rendah. Sebanyak 19.802 keluarga yang memiliki jamban (77,78%). Namun hanya 8.616 keluarga (43,511%) yang dinyatakan sehat (Profil Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, 2011). Karena kebanyakan masyarakat di Kota Tanjung Balai masih memiliki jamban jenis cemplung. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne disease akan mudah berjangkit (Chandra, 2007).


(22)

Kecamatan Datuk Bandar Timur dan Kecamatan Teluk Nibung merupakan kecamatan yang ada di Kota Tanjung Balai yang dinilai cukup buruk dalam hal kepemilikan sarana sanitasi dasar. Dimana jumlah keluarga dengan kepemilikan jamban di Kelurahan Semula Jadi (Kecamatan Datuk Bandar Timur) 2.692 (76,91%) dan di Kelurahan Beting Kuala Kapias (Kecamatan Teluk Nibung) 3.110 (77,75%). Namun yang dinyatakan sehat hanya 804 (29,866%) di Kelurahan Semula Jadi dan 634 (20,386%) di Kelurahan Beting Kuala Kapias (Profil Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, 2011).

Pemerintah Kota Tanjung Balai khususnya Dinas Pekerjaan Umum (PU) melalui kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) berinisiatif membangun prasarana dan sarana air limbah pemukiman untuk mengatasi hal tersebut. Untuk itu, Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya membangun fasilitas sanitasi untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK Plus++) dengan menggunakan dana APBN dan APBD. Maksud dari “Plus++” adalah karena tinja dapat diolah menjadi biogas di lokasi tersebut (biodigester) dan limbah cairnya diendapkan di settler-settler terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air (ramah lingkungan). Istilah MCK Plus++ sebenarnya sama saja dengan MCK komunal biasa, hanya namanya saja yang sedikit dibedakan.

MCK Plus++ yang dibangun di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias berada di kawasan pesisir. Dimana mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Menurut Wahyudin (2003), masyarakat pesisir pada umumnya telah menjadi bagian masyarakat yang pluraristik tapi masih tetap memiliki jiwa kebersamaan. Artinya bahwa struktur masyarakat pesisir rata-rata merupakan


(23)

gabungan karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan. Karena, struktur masyarakat pesisir sangat plurar, sehingga mampu membentuk system dan nilai budaya yang merupakan akulturasi budaya dari masing-masing komponen yang membentuk struktur masyarakatnya.

Pembangunan MCK Plus++ yang berada di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias sama-sama dibangun tahun 2011. Masing-masing MCK dibangun di atas lahan 150 m2. MCK di Kelurahan Semula Jadi dibangun di lingkungan IX, terdiri dari 8 bilik/ruangan dimana 2 diantaranya tidak disertai jamban di dalamnya, 4 keran yang letaknya diluar bilik/ruangan yang digunakan khusus untuk mencuci, 1 ruang operator, 1 tangki air, bak kontrol, inlet, dan

mainhole/digester. Sedangkan MCK yang berada di Kelurahan Beting Kuala Kapias dibangun di lingkungan III dan kondisinya hampir sama dengan yang di Kelurahan Semula Jadi. Bedanya hanya jumlah bilik/ruangannya yang berjumlah 10 dan 2 diantaranya tidak disertai jamban juga di dalamnya.

Program Sanimas di wilayah Provinsi Jateng sebenarnya sudah dimulai pada 2005 di lima kota. Salah satu contoh yang telah berhasil dalam program Sanimas adalah Kampung Bustaman yang masuk dalam wilayah Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang. Kampung yang berpenduduk 990 jiwa dari 330 KK ini adalah salah satu dari kampung padat dan miskin di Kota Semarang yang menjadi lokasi Sanimas. Mereka berhasil mengelola Sanimas dengan model MCK Plus++. Dalam pelaksanaannya, ini bukan saja telah menghasilkan biogas yang bisa dimanfaatkan oleh warga untuk memasak air dan memasak nasi,


(24)

tetapi telah menghasilkan rupiah yang cukup fantastis jumlahnya (Suara Merdeka, 2008).

Menurut staf Satker Pengembangan Kinerja PLP Provinsi Jateng Widiarto, ST, kampung ini dalam 1 bulan bisa menghasilkan Rp 1,8 juta dari penggunaan fasilitas MCK Plus++ tersebut. Pemasukan dana tersebut masyarakat dapat memanfaatkannya untuk berbagai kegiatan mulai dari pembangunan infrastruktur yang ada di kampung (perbaikan saluran/gorong-gorong/jalan) sampai kegiatan-kegiatan sosial keagamaan pun bisa di handel oleh Sanimas (Suara Merdeka, 2008).

Pembangunan MCK Plus++ bertujuan agar masyarakat memiliki kesadaran untuk berprilaku hidup bersih dan sehat serta tidak melakukan buang air besar sembarangan. Selain itu untuk menjaga agar sungai tidak tercemar. Adapun wilayah kerja MCK Plus++ ini mencakup satu lingkungan. Namun tidak menjadi masalah apabila masyarakat dari lingkungan lain ingin menggunakannya juga.

Pembangunan MCK Plus++ tersebut dinilai masih terdapat banyak kekurangan. Seperti di Kelurahan Semula Jadi, air yang disediakan bukan berasal dari air PDAM seperti MCK di kelurahan Beting Kuala Kapias, melainkan air sungai yang dipompa yang berada dekat dengan MCK tersebut. Itu dikarenakan kurangnya debit air PDAM untuk sampai di kelurahan tersebut. Selain itu jarak yang dinilai cukup jauh dari rumah masyarakat menuju MCK Plus++ tersebut juga menjadi penyebab enggannya masyarakat Kelurahan Semula Jadi menggunakan MCK Plus++ yang dibangun dan memutuskan untuk menggunakan kembali air sungai yang letaknya tepat berada di belakang MCK Plus++ tersebut, baik untuk kegiatan mandi, cuci, maupun buang air besar.


(25)

Selama ini terdapat anggapan bahwa pembangunan MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dinilai kurang dimanfaatkan dan kurang terpelihara dibandingkan MCK Plus++ di Kelurahan Beting Kuala Kapias. Namun bukan berarti MCK Plus++ yang berada di Kelurahan Beting Kuala Kapias sudah dapat dikatakan terpelihara dan selalu dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Untuk itu perlu adanya penilaian apakah pembangunan MCK Plus++ yang telah dibangun di dua kelurahan tersebut telah benar-benar dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat lingkungan sekitar. Sehingga pembangunan yang dilakukan pemerintah tidak sia-sia dan dapat bermanfaat seterusnya bagi masyarakat di dua kelurahan tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Kualitas dan lokasi MCK Plus++ yang dibangun dinilai kurang mendukung untuk dapat dimanfaatkan dan dipelihara dengan baik oleh masyarakat setempat, sehingga masih banyak juga masyarakat yang melakukan kegiatan mandi, cuci, dan buang air besar di sungai. Hal tersebut berdampak pada biodigester yang terdapat pada MCK tidak berfungsi dengan seharusnya. Untuk itu perlu dilakukan penilaian untuk mengetahui apakah biodigester dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat serta bagaimana tingkat pemanfaatan, perilaku pemeliharaan dan kondisi fasilitas sanitasi mandi, cuci, dan kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias Kota Tanjung Balai.


(26)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian Umum

Mengetahui gambaran tentang kondisi fasilitas sanitasi MCK Plus++ yang dibangun di kelurahan Semula Jadi dan kelurahan Beting Kuala Kapias, tingkat perilaku pemanfaatan (pengetahuan, sikap dan tindakan) yang dilakukan masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas sanitasi tersebut serta mengetahui perilaku masyarakat (pengetahuan, sikap dan tindakan) dalam memelihara fasilitas sanitasi tersebut.

1.3.2. Tujuan Penelitian Khusus

1. Mengetahui karakteristik masyarakat pengguna MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias.

2. Mengetahui pengetahuan masyarakat pengguna MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias.

3. Mengetahui sikap masyarakat pengguna MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias.

4. Mengetahui tingkat pemanfaatan MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias.

5. Mengetahui tingkat pemeliharaan MCK Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias.

6. Mengetahui kondisi/kualitas MCK Plus++ yang dibangun oleh pemerintah kota Tanjungbalai di kelurahan Semula Jadi dan kelurahan Beting Kuala Kapias.


(27)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Tanjungbalai dan Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai untuk dapat meningkatkan kinerjanya dalam mengoptimalkan pemanfaatan dan pemeliharaan MCK Plus++ baik yang telah dibangun maupun MCK Plus++ yang akan dibangun, sehingga masyarakat dapat memperoleh manfaat dari adanya MCK Plus++ tersebut.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias tentang manfaat dan dampak dari penggunaan MCK Plus++ di wilayah tersebut apabila dimanfaatkan dan dipelihara dengan baik dan benar.

3. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang sanitasi lingkungan.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan Lingkungan dan Ruang lingkup Kesehatan Lingkungan

Menurut Achmadi (1991) dalam Bapelkes Cikarang (2011), kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatau kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembungan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya.

2.2. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia (Chandra, 2007). Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata atau abstrak, termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi antara elemen-elemen yang ada di alam (Slamet, 1994). Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan


(29)

dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Entjang, 2000).

Sanitasi merupakan cara untuk mencegah kontak antara manusia daripada bahaya bahan buangan untuk mempromosikan kesehatan. Bahaya ini mungkin bisa terjadi dari segi fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia bagi penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktek kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun) (Surotinojo, 2009).

Sarana/fasilitas Sanitasi Umum adalah fasilitas Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang dapat berupa MCK, jamban Jamak, jamban sekolah termasuk bangunan atas dan bangunan bawah. Sedangkan pekerjaan sanitasi meliputi pembangunan fasilitas; penyediaan air minum, penanganan ke-PLP-an (seperti :drainase, air limbah dan persampahan) dan perumahan yang sehat (Surotinojo, 2009).

2.3. Pengertian MCK Komunal/Umum

MCK singkatan dari Mandi, Cuci, Kakus adalah salah satu sarana fasilitas umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk keperluan mandi, mencuci, dan buang air di lokasi permukiman tertentu yang dinilai berpenduduk cukup padat dan tingkat kemampuan ekonomi rendah (Pengembangan Prasarana


(30)

Perdesaan (P2D) (2002) dalam (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund (2010)). MCK komunal/umum adalah sarana umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan buang air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (2001) dalam (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund (2010)).

2.3.1. Jenis MCK Komunal/Umum

Jenis MCK Komunal dibagi menjadi 2 (dua) terkait dengan fungsinya pelayanannya yaitu: (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2010)

1. MCK lapangan evakuasi/penampungan pengungsi. MCK ini berfungsi untuk melayani para pengungsi yang mengungsi akibat terjadi bencana, sehingga lokasinya harus berada tidak jauh dari lokasi pengungsian (dalam radius +/- 50 m dari lapangan evakuasi). Bangunan MCK dibuat Typical untuk kebutuhan 50 orang, dengan pertimbangan disediakan lahan untuk portable MCK.

2. MCK untuk penyehatan lingkungan pemukiman. MCK ini berfungsi untuk melayani masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki tempat mandi, cuci dan kakus pribadi, sehingga memiliki kebiasaan yang dianggap kurang sehat dalam melakukan kebutuhan mandi, cuci dan buang airnya. Lokasi MCK jenis ini idealnya harus ditengah para penggunanya/ pemanfaatnya dengan radius


(31)

50 – 100m dari rumah penduduk dan luas daerah pelayanan maksimum untuk 1 MCK adalah 3 ha.

Disain MCK sangat tekait dengan kebiasaan atau budaya masyarakat setempat sehingga disain tersebut perlu dimusyawarahkan dengan masyarakat pengguna dengan tetap menjaga kaidah kaidah MCK yang sehat.

2.3.2. Komponen MCK (Mandi, Cuci, Kakus) Komunal/Umum

Komponen MCK terdiri dari bilik MCK (bilik untuk mandi, cuci dan keperluan buang air besar atau kakus), pengolahan limbah yang terdiri dari tangki septik, anaerobik bafel reaktor, resapan, dan lahan basah buatan. Selain itu, komponen MCK juga terdiri dari sumber air bersih (termasuk water toren), dan utilitas pelengkap seperti listrik untuk penerangan dan kebutuhan pompa listrik serta drainase air bekas mandi dan cuci. Pada kondisi tertentu MCK bisa diberi pagar (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2010).

2.3.2.1. Bilik/Ruangan MCK Komunal/Umum

Disain bilik/ruang MCK dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebiasaan dan budaya masyarakat penggunanya sehingga perlu dimusyawarahkan. Hal tersebut biasanya terkait dengan antara lain tata letak, pemisahan pengguna laki laki dan perempuan, jenis jamban dan lain lain. Perlu dipertimbangkan disain untuk pengguna yang menggunakan kursi roda (defabel) (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2010). Untuk kapasitas pelayanan, semua ruangan dalam satu kesatuan dapat menampung pelayanan pada waktu (jam-jam) paling sibuk dan banyaknya ruangan


(32)

pada setiap satu kesatuan MCK untuk jumlah pemakai tertentu tercantum dalam tabel dibawah .

Tabel 2.1 Jumlah Pengguna MCK dan Banyaknya Bilik yang Diperlukan

Jumlah Pemakai Jumlah Bilik/ Ruangan

Mandi Cuci Kakus

10 – 20 2 1 2

21 – 40 2 2 2

41 – 80 2 3 4

81 – 100 2 4 4

101 – 120 4 5 4

121 – 160 4 5 6

161 – 200 4 6 6

Sumber: Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK komunal/umum -SNI 03 - 2399 - 2002

Catatan :

Jumlah bilik untuk mandi dan kakus bisa digabungkan menjadi satu dan didiskusikan dengan warga pemakai. Tempat cuci dalam kondisi lahan terbatas, dapat ditempatkan di dekat sumur dengan memperhitungkan rembesan air limbah cucian tidak kembali masuk ke sumur.

1. Kamar Mandi

Meliputi lantai luasnya minimal 1,2 m2 (1,0 m x 1,2 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1 %. Pintu, ukuran: lebar 0,6 - 0,8 m dan tinggi minimal 1,8 m, untuk pengguna kursi roda (defabel) digunakan lebar pintu yang sesuai dengan lebar kursi roda. Bak mandi / bak penampung air untuk mandi dilengkapi gayung. Bilik harus diberi atap dan plafond yang bebas dari material asbes (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2008).


(33)

2. Sarana Tempat Cuci

Luas lantai minimal 2,40 m2 (1,20 m x 2,0 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1 %. Tempat menggilas pakaian dilakukan dengan jongkok atau berdiri, tinggi tempat menggilas pakaian dengan cara berdiri 0,75 m di atas lantai dengan ukuran sekurang-kurangnya 0,60 m x 0,80 m (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2008).

3. Kakus/Jamban

a. Pengertian Jamban

Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit (KEPMENKES RI Nomor. 852/MENKES/SK/IX/2008). Setiap jamban melayani 6 KK (25 orang) dan satu unit MCK Plus++ dapat melayani 100-200 KK. Tipe jamban untuk fasilitas sanitasi MCK Plus++ ini adalah jamban leher angsa (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2010).

Jamban dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu : (Azwar, 1996) 1. Jamban cubluk (pit privy) adalah jamban yang tempat penampungan

tinjanya dibangun dekat di bawah tempat injakan, dan atau di bawah bangunan jamban. Jamban model ini ada yang mengandung air berupa sumur-sumur yang banyak ditemui di pedesaan di Indonesia, ataupun yang tidak mengandung air seperti kaleng, tong, lubang tanah yang tidak berair


(34)

(the earth pit privy) ataupun lubang bor yang tidak berair (the bored-hole latrine).

2. Jamban empang (overhung Latrine) adalah jamban yang dibangun diatas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan, atau ada yang dikumpulkan memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas, berupa bambu, kayu dan lain sebagainya yang ditanamkan melingkar di tengah empang, sungai ataupun rawa.

3. Jamban kimia (chemical toilet) adalah jamban model yang dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada alat transportasi dan lain sebagainya. Pada model ini, tinja disenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan sebagai pembersihnya dipakai kertas (toilet paper). Ada dua macam jamban kimia, yakni :

a) Tipe lemari (commode type)

Pada tipe ini terbagi lagi menjadi ruang-ruang kecil, seperti pada lemari. b) Tipe tangki (tank type)

Pada tipe ini tidak terdapat pembagian ruangan atau dengan kata lain hanya terdiri dari satu ruang.

4. Jamban dengan “angsa trine” adalah jamban dimana leher lubang closet berbentuk lengkungan; dengan demikian akan selalu terisi air yang penting untuk mencegah bau serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban model ini biasanya dilengkapi dengan lubang atau sumur penampung dan lubang atau sumur rembesan yang disebut septic tank.


(35)

Jamban model ini adalah yang terbaik, yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.

b. Syarat-Syarat Jamban

Menurut Depkes RI (2004) dalam Kesehatan Lingkungan (2012), jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak

10-15 meter dari sumber air bersih,

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus, 3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak

mencemari tanah sekitarnya,

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya,

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung dinding kedap air dan berwarna, 6. Cukup penerangan,

7. Lantai kedap air, 8. Ventilasi cukup baik,

9. Tersedia air dan alat pembersih.

Menurut Chandra (2007), jarak aman antara lubang kakus dengan sumber air minum dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :

1. Faktor hidrobiologi

Faktor yang dipengaruhi oleh kedalaman air tanah, arah dan kecepatan aliran tanah, serta lapisan tanah yang berbatu dan berpasir memerlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan jarak yang diperlukan untuk daerah yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat.


(36)

2. Topografi tanah

Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan sudut kemiringan tanah.

3. Metereologi

Di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus lebih jauh dari kakus.

4. Jenis mikroorganisme

Bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah dan lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah selama 5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering hanya dapat bertahan selama 1 bulan.

5. Kebudayaan

Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.

6. Frekuensi pemompaan

Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil untuk keperluan orang banyak, laju aliran air tanah menjadi lebih cepat untuk mengisi kekosongan.

c. Manfaat dan Fungsi Jamban

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu : 1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit,

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman,


(37)

3. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit, 4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan. 2.3.2.2. Pengolahan Limbah (Tangki Septik)

Air limbah (wastewater) adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Sumber asal air limbah berasal dari air limbah rumah tangga, air limbah industri, dan air limbah rembesan serta tambahan (Sugiharto, 2008).

Air limbah domestik merupakan air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003). Air limbah ini berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus, dan dapur (Mukono, 2000). Air limbah domestik mengandung bahan organik tinggi dan bakteri yang berbahaya bagi kehidupan. Apabila meresap ke dalam tanah atau masuk ke dalam sungai, maka unsur tersebut akan mencemari air tanah dan lingkungan. Oleh karena itu, sebelum air limbah dialirkan ke sungai atau meresap ke dalam tanah perlu diolah terlebih dahulu. Lebih kurang 80% dari air yang digunakan oleh manusia untuk aktivitas sehari-hari akan dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor dan tercemar.

Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan dan keindahan masalah pembuangan air limbah ini perlu mendapat perhatian, baik itu pembuangan air limbah di desa maupun di kota (Yuliarsih, 2002).Termasuk di dalamnya limbah cair berupa ekskreta manusia (human excreta yang terdiri atas feses dan urine) yang merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan


(38)

dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan tersebut berbentuk tinja dan air seni (urine) (Chandra, 2007).

Menurut Chandra (2007), ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, kedua jenis kotoran manusia tersebut dapat menjadi masalah yang sangat penting. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne disease akan mudah berjangkit.

Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat. Sementara itu, penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat keadaan di atas, antara lain, tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal lain, serta infestasi parasit lain. Selain itu, kotoran dari manusia yang sakit atau sebagai carrier dari suatu penyakit dapat menjadi sumber infeksi. Kotoran tersebut mengandung agens penyakit yang dapat ditularkan pada pejamu baru dengan perantara lalat (Chandra, 2007).

Adapun tujuan pengaturan pembuangan air limbah ini adalah sebagai berikut (Yuliarsih, 2002).

1. Untuk mencegah pengotoran air permukaan, misalnya pencemaran sungai dan danau.

2. Perlindungan terhadap ikan-ikan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup dan berada di dalam air.


(39)

3. Perlindungan air dalam tanah, yaitu mencegah perembesan limbah ke dalam tanah.

4. Menghilangkan bibit penyakit dan vektor penyebar penyakit (nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain.

5. Menghilangkan dan menghindari terjadinya bau-bauan dan pemandangan yang tidak enak.

Untuk menghindari hal-hal tersebut dan demi terciptanya kehidupan masyarakat yang sehat serta lingkungan yang nyaman, diperlukan metode untuk menangani pembuangan air limbah tersebut.

Sistem pengelolaan ekskreta manusia dapat dilakukan dalam (Khadijah, 2011):

1. Sistem penanganan terpusat (off-site), yaitu ekskreta manusia (umumnya bersama limbah cair rumah tangga lainnya) dialirkan ke dalam bak kontrol, masuk ke jaringan drainase, kemudian ke dalam instalasi pengolahan limbah cair (IPLC) dan dilepas ke sumber air baku.

2. Sistem penanganan setempat (on-site), yaitu hasil buangan dari daerah pemukiman/ tempat rekreasi/ perkantoran dialirkan ke tangki septik dan bidang resapan individual atau tangki septik bidang resapan komensal, kemudian diangkut dengan truk tinja, dibawa ke instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).


(40)

Cara-cara pembuangan air limbah adalah sebagai berikut (Yuliarsih, 2002). 1. Dilution (dengan pengenceran)

Yang dimaksud dengan dilution adalah mengencerkan air limbah lebih dulu sebelum dibuang ke badan-badan air, misalnya sungai, danau, dan rawa.

2. Irigasi luas

Cara ini pada umumnya digunakan di pedesaan atau di luar kota karena memerlukan tanah yang luas. Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali pada sebidang tanah dan air merembes masuk ke dalam tanah.

3. Septic tank

Cara ini merupakan cara terbaik yang dianjurkan oleh WHO, tetapi biayanya mahal. Selain itu juga rumit dan memerlukan tanah yang luas.

Septic tank memiliki 4 bagian, yaitu ruang pembusukan, ruang lumpur,

dosing chamber, dan bidang resapan. 4. Sistem Riol

Yang dimaksud dengan sistem riol adalah cara pembuangan air limbah yang digunakan di kota-kota besar karena sudah direncanakan sesuai dengan pembangunan kota. Semua air buangan dari rumah tangga dan industri dialirkan ke riol.


(41)

2.3.2.3. Penyediaan Air Bersih

Tujuan penyediaan air bersih adalah membantu penyediaan yang memenuhi syarat kesehatan dan pengawasan kualitas air bagi seluruh masyarakat baik yang tinggal diperkotaan maupun dipedesaan serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk penyediaan dan pemanfaatan air bersih. Air bersih yang digunakan selain harus mencukupi dalam arti kuantitas untuk kehidupan sehari-hari juga harus memenuhi persyaratan kualitas fisik, kimia, mikrobiologi dan radioaktif. Persyaratan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.907 Tahun 2002.

Penyediaan air bersih harus memenuhi syarat kesehatan, diantaranya parameter fisik, parameter kimia, parameter biologi, dan parameter radiologi. Air bersih untuk MCK komunal bisa berasal dari sambungan air bersih PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), air tanah yaitu sumber air bersih yang berasal dan air tanah, lokasinya minimal 11 m dari sumber pengotoran sumber air bersih. Pengambilan air tanah dapat berupa sumur bor yaitu sekeliling sumur harus terbuat dan bahan kedap air selebar minimal 1,20 m dan pipa selubung sumur harus terbuat dari lantai kedap air sampai kedalaman minimal 2,00 m dari permukaan lantai serta sumur gali yaitu sekeliling sumur harus terbuat dari lantai rapat air selebar minimal 1,20 m dan dindingnya harus terbuat dari konstruksi yang aman, kuat dan kedap air sampai ketinggian ke atas 0,75 m dan ke bawah minimal 3,00 m dari permukaan lantai. Selain itu air bersih juga bisa berasal dari air hujan dimana bagi daerah yang curah hujannya di atas 1300 mm/tahun dapat dibuat bak penampung air hujan serta berasal dari sumber mata air yang dilengkapi dengan bangunan penangkap air.


(42)

Besarnya kebutuhan air untuk MCK berbeda-beda berdasarkan kegiatannya yakni, minimal 20 Liter/orang/hari untuk mandi, minimal 15 liter/orang/hari untuk cuci, dan minimal 10 liter/orang/hari untuk kakus (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2010).

2.3.2.4. Utilitas Lain-lain 1. Penyaluran Air Bekas

Air bekas cuci dan mandi bisa dibuang langsung ke saluran drainase namun jika tidak terdapat saluran drainase yang relatif dekat maka air bekas dialirkan ke tangki septik atau dibuat peresapan tersendiri (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2010).

2. Penyediaan Tenaga Listrik

Listrik untuk penggerak pompa air dan penerangan harus diadakan tersendiri bukan tergabung dengan sambungan milik pihak lain untuk menghindarkan kerancuan perhitungan biayanya (tergantung kondisi dan didiskusikan dengan warga). Listrik harus berasal dari sumber PLN dan dari golongan tarif sosial agar tidak membebani pengguna yang rata-rata kurang mampu dengan biaya yang dianggap terlalu tinggi (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2010).


(43)

2.4. Fasilitas Sanitasi MCK Plus++

Pada dasarnya baik MCK umum dan MCK Plus++ memiliki pengertian yang sama dimana MCK komunal/umum adalah sarana umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan buang air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (2001) dalam Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund (2010)). Ditambahi dengan kata Plus++ adalah karena limbah padat/ tinja dapat diolah menjadi biogas di lokasi tersebut (biodigester) dan limbah cairnya diendapkan di settler-settler terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air sehingga ramah lingkungan menurut Dinas Pekerjaan Umum Kota Tanjung Balai.

Adapun komponen Pengolahan air limbah pada MCK Plus++ menurut Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya (2010) adalah sebagai berikut.

1. Tangki Septik Bersama

Air limbah dialirkan melalui pipa ke tangki septik, yang dibangun di bawah tanah. Dalam tangki septik terdapat dua proses pengolahan: pengendapan dan pengapungan. Air limbah yang berada di tengah (bagian bersih) mengalir keluar.


(44)

2. Bio-Digester

Menghasilkan biogas, sebagai energi alternatif untuk memasak dan penerangan. Air hasil pengolahan belum efisien tetapi sudah berbau dan tidak terlalu berbahaya. Sesuai untuk limbah WC dan industri tahu/tempe, RPH dan ternak.

3. Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun

Terdiri beberapa bak; bak pertama menguraikan zat yang mudah terurai, bak berikutnya menguraikan yang lebih sulit terurai.

4. Anaerobik Filter atau Tangki Septik Bersusun dengan Filter

Pengolahan biologis oleh organisme anaerobik di filter (batu apung atau bio-ball).

5. Komponen Pembuangan/Pemanfaatan Ulang (Dibuang ke Sungai).

Air limbah dapat dibuang ke sungai jika air tersebut telah memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan. Pengolahan air limbah harus efisien supaya air limbah yang dibuang tidak mencemari badan air (sungai).

6. Pengurasan dengan Truk Tinja

Jika lumpur tidak diolah setempat, maka harus dikeluarkan dan dibuang dengan bantuan jasa penguras. Truk penguras sebaiknya terletak tidak lebih dari 50 meter (untuk menyesuaikan panjang selang penguras = 50 m). Truk penguras dihubungkan ke bak pengolah dengan pipa dan pompa sedot. Harus diperhatikan bahwa pengurasan hanya mengambil lumpur "hitam" saja. Pengurasan lumpur dengan truk tinja dilakukan setiap 2 tahun untuk kemudian lumpur diolah di Instalasi Pengolah Lumpur Tinja (IPLT).


(45)

2.4.1. Biogas

Menurut Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (2009), biogas merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian material organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia, tumbuhan oleh bakteri pengurai metanogen pada sebuah biodigester. Jadi, untuk menghasilkan biogas, dibutuhkan pembangkit biogas yang disebut biodigester. Menurut IndoEnergi (2012), bahan bakar biogas adalah bahan yang mudah terbakar yang dibakar dengan cara yang sama dengan bahan bakar gas cair (LPG), dan karenanya, biogas dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bagi bahan bakar fosil. Biogas digunakan untuk memasak, listrik dan keperluan lain.

Menurut Polprasert (1985) dalam El Haq dan Soedjono (2009), kandungan biogas tergantung dari beberapa faktor seperti komposisi limbah yang dipakai sebagai bahan baku, beban organik dari digester, dan waktu serta temperatur dari penguraian secara anaerobik. Walaupun terdapat variasi dalam kandungan biogas, dapat diperkirakan bahwa kandungan biogas berkisar pada nilai-nilai di bawah ini:

 Metana (CH4) = (55-65)%

 Karbondioksida (CO2) = (35-45)%  Nitrogen (N2) = (0-3)%

 Hidrogen (H2) = (0-1)%


(46)

Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas, yaitu:

- Kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae

- Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio

- Kelompok bakteri metana: Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus

Bakteri methanogen secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: air bersih, endapan air laut, sapi, kambing, lumpur (sludge) kotoran anaerob ataupun TPA (Tempat Pembuangan Akhir) (Komunitas Mahasiswa Sentra Energi, 2009)

2.4.2. Biodigester

Reaktor biogas merupakan alat yang kedap udara dengan bagian – bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), inlet bahan penghasil biogas dan outlet lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyalur biogas yang telah terbentuk. Ada dua jenis digester yang biasa digunakan dilihat dari sisi konstruksinya, yaitu fixed dome

dan floating drum (Indartono (2005) dalam El Haq dan Soedjono (2009)).

MCK Plus++ menggunakan biodigester jenis fixed dome. Digester fixed dome

mewakili konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehingga produksi biogas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor (Indartono,2005). Biaya yang dikeluarkan sebagai operasional digester fixed dome ini dapat dikatakan rendah, karena digester dengan tipe seperti ini berupa bangunan permanen tidak berkarat dan dapat bertahan sampai 20 tahun. Bangunan ini biasanya terletak di bawah tanah,


(47)

sehingga dapat terhindar dari kerusakan fisik. Selain itu proses pembentukan biogas yang terjadi di dalam tanah dapat terhindar dari suhu rendah pada malam hari, sedangkan pada siang hari sinar matahari dapat meningkatkan proses pembentukan biogas.

Digester fixed dome terdiri dari bagian pencerna yang berbentuk kubah tertutup. Di dalam digester terdapat ruang penampung gas dan removal tank. Biogas yang telah terbentuk disimpan dalam penampung gas, sedangkan kotoran yang akan digunakan untuk memproduksi biogas dialirkan menuju removal tank. Tekanan gas di dalam digester akan meningkat seiring dengan meningkatnya volume gas di dalam penampung gas.

Kelebihan dari reaktor ini adalah :  Biaya perawatan murah.

 Umur reaktor lama.

 Lebih stabil dan tidak mudah berkarat.

 Menghemat tempat karena dibangun dalam tanah sehingga suhu dalam reaktor lebih stabil.

Kekurangan dari reaktor ini adalah :

 Bila terjadi sedikit kebocoran pada reaktor akan mengakibatkan kehilangan gas yang cukup besar sehingga dibutuhkan pembuat reaktor yang telah terlatih.

 Tekanan gas berfluktuasi tergantung dari gas yang dihasilkan.  Suhu dalam reaktor relatif dingin.


(48)

2.4.3. Proses Pembentukan Biogas pada Biodigester

Campuran kotoran dan air (yang bercampur dalam inlet atau tangki pencampur) mengalir melalui saluran pipa menuju kubah. Campuran tersebut lalu memproduksi gas setelah melalui proses pencernaan di dalam reaktor. Gas methana yang dihasilkan lalu ditampung di dalam ruang penampung gas (bagian atas kubah). Gas yang dihasilkan di dalam kubah lalu mengalir ke dapur melalui kran control dan pipa distribusi (Biogas Rumah, 2011).

Paling tidak ada tiga faktor penting yang memengaruhi proses pembentukan biogas yakni bahan organik masukan (C/N ratio optimum sekitar 25-30 % dan bahan kering sekitar 7-9 %); lingkungan optimal (temperature dalam sumur digester stabil pada kisaran 33-38oC (mesofilik) dan pH sekitar 6,6-7,6 (netral); dan manajemen seperti frekuensi masukan per satuan waktu dan adanya bahan-bahan beracun (Stafford et al. (1978) dan Barnett et al. (1978) dalam Wendrawan (2009)).

Menurut Nagamani dan Ramasamy (1999) dalam El Haq dan Soedjono (2009), tinja manusia dapat menghasilkan 28 L/kg biogas. Dengan 1 m3 biogas kita dapat menyalakan lampu 60-100 Watt selama 6 jam, 3 kali memasak untuk 5-6 orang, serta setara dengan listrik sebesar 1,25 kWh (Gladstone, 2006).

2.4.4. Manfaat Biodigester

Menurut Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (2009), beberapa keuntungan yang dimiliki oleh biodigester bagi rumah tangga dan komunitas antara lain:

- Mengurangi penggunaan bahan bakar lain (minyak tanah, kayu, dsb) oleh rumah tangga atau komunitas


(49)

- Menjadi metode pengolahan sampah (raw waste) yang baik dan mengurangi pembuangan sampah ke lingkungan (aliran air/sungai)

- Meningkatkan kualitas udara karena mengurangi asap dan jumlah karbodioksida akibat pembakaran bahan bakar minyak/kayu bakar

- Secara ekonomi, murah dalam instalasi serta menjadi investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang

2.5. Pemukiman Padat

Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dalam Gaffar (2010), disebutkan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Berdasarkan PP No. 80 tahun 1999 tentang kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun berdiri sendiri, rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan kesehatan, keselamatan dan kenyamanan. Pemukiman padat adalah pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan tinggi yaitu 300-500 orang/Ha.

Di dalam program kesehatan lingkungan, suatu pemukiman/perumahan sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi, sosial, pendidikan, tradisi/kebiasaan, suku, geografi, dan kondisi lokal. Selain itu, lingkungan perumahan/pemukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas lingkungan perumahan tersebut, antara lain fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan yang dapat menunjang terselenggaranya kesehatan fisik, kesehatan mental, kesejahteraan sosial bagi individu dan keluarganya (Mukono, 2000).


(50)

American Public Health Association menetapkan pedoman sehat atau tidaknya suatu rumah yang disesuaikan dengan situasi serta kondisi masyarakat Indonesia yaitu :

1. Sistem pengadaan air di rumah tersebut baik atau tidak. 2. Fasilitas untuk mandi.

3. Sistem pembuangan air bekas. 4. Fasilitas pembuangan tinja.

5. Jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu ruangan (kamar). Ukuran yang dianggap sehat ialah jika sekurang-kurangnya tersedia 1,2 meter persegi ruangan untuk satu orang.

6. Jendela atau jalan masuk cahaya serta udara (ventilasi). 7. Kekuatan bangunan.

Adapun masalah yang dihadapi oleh masyarakat berpenghasilan rendah di pemukiman padat adalah Depkimpraswil (2003) dalam Handayani (2011) :

1. Kelangkaan air bersih dimana air dibeli dengan harga yang mahal untuk mendapatkannya.

2. Air buangan yang langsung dibuang kelingkungan tanpa pengolahan yang memadai sehingga dapat mengakibatkan timbulnya vektor penyakit dan tempat bersarangnya nyamuk.

3. Tidak ada tempat pembuangan tinja manusia yang memadai walaupun ada jumlah sangat terbatas tanpa memperdulikan pengaruh buruk terhadap lingkungan.


(51)

2.6. Masyarakat Pesisir (Nelayan)

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama Koentjaraningrat (1994) dalam Defenisi Pusat Indonesia (2012).

Daerah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai dan sepertiga dari wilayah laut untuk Kabupaten/Kota dan ke arah darat hingga batas administrasi Kabupaten/Kota (Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu).

Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria (2004) dalam Ikhsani (2012)). Masyarakat pesisir pada umumnya telah menjadi bagian masyarakat yang pluraristik tapi masih tetap memiliki jiwa kebersamaan. Artinya bahwa struktur masyarakat pesisir rata-rata merupakan gabungan karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan. Karena, struktur masyarakat pesisir sangat plurar, sehingga mampu membentuk system dan nilai budaya yang merupakan akulturasi budaya dari masing-masing komponen yang membentuk struktur masyarakatnya (Wahyudin, 2003).

Menurut Wahyudin (2003), hal menarik adalah bahwa bagi masyarakat pesisir, hidup di dekat pantai merupakan hal yang paling diinginkan untuk dilakukan mengingat segenap aspek kemudahan dapat mereka peroleh dalam berbagai aktivitas


(52)

kesehariannya. Dua contoh sederhana dari kemudahan-kemudahan tersebut diantaranya : Pertama, bahwa kemudahan aksesibilitas dari dan ke sumber mata pencaharian lebih terjamin, mengingat sebagian masyarakat pesisir menggantungkan kehidupannya pada pemanfaatan potensi perikanan dan laut yang terdapat di sekitarnya, seperti penangkapan ikan, pengumpulan atau budidaya rumput laut, dan sebagainya. Kedua, bahwa mereka lebih mudah mendapatkan kebutuhan akan MCK (mandi, cuci, dan kakus), dimana mereka dapat dengan serta merta menceburkan tubuhnya; mencuci segenap peralatan dan perlengkapan rumah tangga, seperti pakaian, gelas, dan piring; bahkan mereka lebih mudah membuang air (besar maupun kecil). Selain itu, mereka juga dapat dengan mudah membuang limbah domestiknya langsung ke pantai/laut.

Masyarakat nelayan pada umumnya adalah gabungan dari masyarakat kota dan desa, sehingga mampu membentuk sistem dan nilai budaya yang merupakan akulturasi dari budaya masing-masing komponen yang membentuk struktur masyarakatnya. Menurut Horton (2003) dalam Gaffar (2010), masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya dalam kelompok tersebut. Permukiman di lingkungan perairan diartikan sebagai sekelompok rumah tempat tinggal bersama sarana dan prasarana, yang merupakan kesatuan dalam hal keruangan dan berada pada bentang alam dengan hamparan air yang menonjol. Lebih penting lagi adalah penghidupan penghuninya berorientasi kehamparan air itu (Purba (2001) dalam Gaffar (2010)).


(53)

Menurut Purba (2001) dalam Gaffar (2010) mengatakan bahwa masyarakat pesisir dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

1. Masyarakat Perairan, kesatuan sosial yang hidup dari sumber daya perairan, cenderung terasing dari kontak dengan masyarakat-masyarakat lain, hidupnya pun lebih banyak berada dilingkungan perairan daripada di darat, dan berpindah-pindah tempat di suatu wilayah (teritorial) perairan tertentu. Kehidupan sosial mereka cenderung bersifat egaliter, dan hidup dalam kelompok-kelompok kekerabatan setingkat klen kecil.

2. Masyarakat nelayan, golongan masyarakat pesisir yang paling banyak memanfaatkan hasil laut dan potensi lingkungan perairan dan pesisir untuk kelangsungan hidupnya. Masyarakat nelayan umumnya bermukim secara tetap di daerah-daerah yang mudah mengalami kontak dengan masyarakat lain. Sistem ekonomi sudah masuk ke sistem perdagangan, karena hasil laut yang mereka peroleh tidak untuk di konsumsi sendiri, tetapi didistribusikan dengan imbal ekonomis kepada pihak-pihak lain. Walaupun demikian, masyarakat nelayan sebenarnya lebih banyak menghabiskan kehidupan sosial budayanya di daratan.

3. Masyarakat pesisir tradisional, masyarakat yang berdiam dekat dengan perairan laut, akan tetapi sedikit sekali menggantungkan kelangsungan hidup dari sumber daya laut. Mereka kebanyakan hidup dari pemanfaatan sumber daya daratan.


(54)

Dari pengelompokkan di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat nelayan adalah bagian dari masyarakat pesisir yang bermukim secara menetap di lokasi yang dekat dengan laut dan banyak memanfaatkan hasil laut dan potensi lingkungan perairan dan pesisir untuk kelangsungan hidupnya.

Ada beberapa ciri masyarakat nelayan menurut Hadi (2000) dalam Gaffar (2010) yaitu kondisi sosial ekonomi yang rendah, pendidikan yang rendah, fasilitas sarana dan prasarana yang masih kurang, hunian liar (squatters) dan kumuh (slum). Teori yang lain diungkapkan oleh Darsef dalam Gaffar (2010) yang mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan wilayah pesisir yaitu: Pertambahan penduduk, kegiatan-kegiatan manusia, pencemaran, sedimentasi, ketersediaan air bersih, dan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam. Pendapat lain diungkapkan lebih lanjut oleh Dahuri dalam Gaffar (2010) mendefinisikan bahwa gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumber daya pesisir meliputi: pencemaran, degradasi fisik habitat, eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam, abrasi pantai, konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya, dan bencana alam.

Pendapat lain disampaikan oleh Departemen Pekerjaan Umum Bidang Cipta karya tentang karakteristik permukiman nelayan dalam Gaffar (2010) adalah :

1. Merupakan Permukiman yang terdiri atas satuan-satuan perumahan yang memiliki berbagai sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penghuninya.

2. Berdekatan atau berbatasan langsung dengan perairan, dan memiliki akses yang tinggi terhadap kawasan perairan.


(55)

3. 60% dari jumlah penduduk merupakan nelayan, dan pekerjaan lainnya yang terkait dengan pengolahan dan penjualan ikan.

4. Memiliki berbagai sarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penduduknya sebagai nelayan, khususnya dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan ikan.

5. Memiliki berbagai prasarana yang mendukung penghidupan penduduknya sebagai nelayan, khususnya dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan ikan.

Dari berbagai parameter tentang permukiman dan karakteristik nelayan dapat dirumuskan bahwa permukiman nelayan merupakan suatu lingkungan masyarakat dengan sarana dan prasarana yang mendukung, dimana masyarakat tersebut mempunyai keterikatan dengan sumber mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Selain itu, menurut Amran (2004) dalam Handayani (2011), sanitasi sangat sulit untuk dibangun di daerah pesisir dikarenakan air tanah sangat dangkal terlebih dimusim hujan, sangat menyulitkan dalam membangun struktur bawah tanah dalam situasi seperti ini, daerah pesisir yang sangat rata/datar sehingga sangat sulit mendapatkan aliran gravitasi untuk saluran drainase dan penyaluran air limbah (khususnya sistem terpusat) dan ketersediaan tanah, hampir semua tanah disekitar daerah pemukiman adalah milik pribadi, ini merupakan masalah jika akan membangun fasilitas untuk umum seperti pengolahan limbah komunal.


(56)

2.7. Perilaku

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 1974). Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, maka intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Intervensi terhadap faktor perilaku ini secara garis besar dapat dilakukan melalui dua upaya yang saling bertentangan yaitu tekanan atau pendekatan koersi atau paksaan dan edukasi atau ajakan atau himbauan dan sebagainya. Namun dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi (Notoatmodjo, 2003)

Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, perlu dilakukan diagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Teori Bloom dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan


(57)

seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan.

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.


(58)

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

b. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan.

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.


(1)

Sikap Nomor 1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid setuju 8 22.2 22.2 22.2

sangat setuju 28 77.8 77.8 100.0

Total 36 100.0 100.0

Pengetahuan Nomor 4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid B,C,D 1 2.8 2.8 2.8

A 35 97.2 97.2 100.0

Total 36 100.0 100.0

Pengetahuan Nomor 5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid A, B, D 6 16.7 16.7 16.7

C 30 83.3 83.3 100.0

Total 36 100.0 100.0

Pengetahuan Nomor 6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid A, B, C 5 13.9 13.9 13.9

D 31 86.1 86.1 100.0

Total 36 100.0 100.0

Pengetahuan Nomor 7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid A, B, C 15 41.7 41.7 41.7

D 21 58.3 58.3 100.0

Total 36 100.0 100.0

Pengetahuan Nomor 8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid B,C,D 5 13.9 13.9 13.9

A 31 86.1 86.1 100.0

Total 36 100.0 100.0

Pengetahuan Nomor 9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid B,C,D 4 11.1 11.1 11.1

A 32 88.9 88.9 100.0

Total 36 100.0 100.0

Kategori Pengetahuan Responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 27 75.0 75.0 75.0

Sedang 9 25.0 25.0 100.0

Total 36 100.0 100.0

Pengetahuan Nomor 10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid A, C, D 19 52.8 52.8 52.8

B 17 47.2 47.2 100.0


(2)

Sikap Nomor 4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat setuju 1 2.8 2.8 2.8

setuju 2 5.6 5.6 8.3

ragu-ragu 1 2.8 2.8 11.1

tidak setuju 18 50.0 50.0 61.1

sangat tidak setuju 14 38.9 38.9 100.0

Total 36 100.0 100.0

Sikap Nomor 3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat setuju 6 16.7 16.7 16.7

setuju 12 33.3 33.3 50.0

ragu-ragu 13 36.1 36.1 86.1

tidak setuju 5 13.9 13.9 100.0

Total 36 100.0 100.0

Sikap Nomor 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ragu-ragu 1 2.8 2.8 2.8

setuju 17 47.2 47.2 50.0

sangat setuju 18 50.0 50.0 100.0

Total 36 100.0 100.0

Sikap Nomor 5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 2 5.6 5.6 5.6

tidak setuju 1 2.8 2.8 8.3

ragu-ragu 2 5.6 5.6 13.9

setuju 14 38.9 38.9 52.8

sangat setuju 17 47.2 47.2 100.0

Total 36 100.0 100.0

Sikap Nomor 6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat setuju 1 2.8 2.8 2.8

setuju 2 5.6 5.6 8.3

ragu-ragu 1 2.8 2.8 11.1

tidak setuju 8 22.2 22.2 33.3

sangat tidak setuju 24 66.7 66.7 100.0

Total 36 100.0 100.0

Sikap Nomor 7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak setuju 2 5.6 5.6 5.6

tidak setuju 8 22.2 22.2 27.8

ragu-ragu 10 27.8 27.8 55.6

setuju 10 27.8 27.8 83.3

sangat setuju 6 16.7 16.7 100.0

Total 36 100.0 100.0

Sikap Nomor 8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat setuju 1 2.8 2.8 2.8

setuju 2 5.6 5.6 8.3

ragu-ragu 2 5.6 5.6 13.9

tidak setuju 15 41.7 41.7 55.6

sangat tidak setuju 16 44.4 44.4 100.0


(3)

Sikap Nomor 9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat setuju 1 2.8 2.8 2.8

Setuju 5 13.9 13.9 16.7

ragu-ragu 7 19.4 19.4 36.1

tidak setuju 20 55.6 55.6 91.7

sangat tidak setuju 3 8.3 8.3 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemanfaatan Nomor 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 11 30.6 30.6 30.6

Jarang 6 16.7 16.7 47.2

Sering 5 13.9 13.9 61.1

Selalu 14 38.9 38.9 100.0

Total 36 100.0 100.0

Sikap Nomor 10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak setuju 4 11.1 11.1 11.1

ragu-ragu 2 5.6 5.6 16.7

setuju 24 66.7 66.7 83.3

sangat setuju 6 16.7 16.7 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemanfaatan Nomor 1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 3 8.3 8.3 8.3

jarang 5 13.9 13.9 22.2

sering 9 25.0 25.0 47.2

selalu 19 52.8 52.8 100.0

Total 36 100.0 100.0

Kategori Sikap Responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 14 38.9 38.9 38.9

Sedang 22 61.1 61.1 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemanfaatan Nomor 3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 6 16.7 16.7 16.7

jarang 7 19.4 19.4 36.1

sering 10 27.8 27.8 63.9

selalu 13 36.1 36.1 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemanfaatan Nomor 4 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Jarang 4 11.1 11.1 11.1

Sering 4 11.1 11.1 22.2

Selalu 28 77.8 77.8 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemanfaatan Nomor 5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 3 8.3 8.3 8.3

jarang 9 25.0 25.0 33.3

sering 13 36.1 36.1 69.4

selalu 11 30.6 30.6 100.0


(4)

Tingkat Pemanfaatan Nomor 6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 1 2.8 2.8 2.8

Jarang 4 11.1 11.1 13.9

Sering 6 16.7 16.7 30.6

Selalu 25 69.4 69.4 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemanfaatan Nomor 7 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid jarang 6 16.7 16.7 16.7

sering 13 36.1 36.1 52.8

selalu 17 47.2 47.2 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemanfaatan Nomor 8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 1 2.8 2.8 2.8

Sering 4 11.1 11.1 13.9

Selalu 31 86.1 86.1 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemanfaatan Nomor 9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 6 16.7 16.7 16.7

jarang 2 5.6 5.6 22.2

sering 5 13.9 13.9 36.1

selalu 23 63.9 63.9 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemanfaatan Nomor 10 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 1 2.8 2.8 2.8

jarang 4 11.1 11.1 13.9

sering 11 30.6 30.6 44.4

selalu 20 55.6 55.6 100.0

Total 36 100.0 100.0

Kategori Tingkat Pemanfaatan MCK Plus++ Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 20 55.6 55.6 55.6

Sedang 16 44.4 44.4 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemeliharaan Nomor 2 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 3 8.3 8.3 8.3

jarang 2 5.6 5.6 13.9

sering 5 13.9 13.9 27.8

selalu 26 72.2 72.2 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemeliharaan Nomor 1 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 3 8.3 8.3 8.3

Jarang 5 13.9 13.9 22.2

Sering 7 19.4 19.4 41.7

Selalu 21 58.3 58.3 100.0


(5)

Tingkat Pemeliharaan Nomor 3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 8 22.2 22.2 22.2

jarang 2 5.6 5.6 27.8

sering 5 13.9 13.9 41.7

selalu 21 58.3 58.3 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemeliharaan Nomor 4 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 1 2.8 2.8 2.8

jarang 1 2.8 2.8 5.6

sering 6 16.7 16.7 22.2

selalu 27 75.0 75.0 97.2

4 1 2.8 2.8 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemeliharaan Nomor 6 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 11 30.6 30.6 30.6

jarang 3 8.3 8.3 38.9

sering 8 22.2 22.2 61.1

selalu 14 38.9 38.9 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemeliharaan Nomor 5 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 2 5.6 5.6 5.6

jarang 2 5.6 5.6 11.1

sering 5 13.9 13.9 25.0

selalu 27 75.0 75.0 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemeliharaan Nomor 9 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 3 8.3 8.3 8.3

jarang 4 11.1 11.1 19.4

sering 2 5.6 5.6 25.0

selalu 27 75.0 75.0 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemeliharaan Nomor 7 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 3 8.3 8.3 8.3

jarang 2 5.6 5.6 13.9

sering 5 13.9 13.9 27.8

selalu 26 72.2 72.2 100.0

Total 36 100.0 100.0

Tingkat Pemeliharaan Nomor 8 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 2 5.6 5.6 5.6

sering 4 11.1 11.1 16.7

selalu 30 83.3 83.3 100.0


(6)

Tingkat Pemeliharaan Nomor 10 Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 7 19.4 19.4 19.4

jarang 7 19.4 19.4 38.9

sering 9 25.0 25.0 63.9

selalu 13 36.1 36.1 100.0

Total 36 100.0 100.0

Kategori Tingkat Pemeliharaan MCK Plus++ Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 25 69.4 69.4 69.4

Sedang 11 30.6 30.6 100.0


Dokumen yang terkait

Keadaan Sanitasi Dasar Pemukiman Tempat Tinggal dan Perilaku Masyarakat Tentang Kesehatan Lingkungan di Kelurahan Serbelawan Simalungun Tahun 2001

1 41 68

Tinjauan Pemanfaatan dan Pemeliharaan Sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) di Pondok Pesantren Mitra dl Kabupaten Dati II Aceh Selatan Tahun 1999

0 23 79

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat dengan Pemanfaatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) Komunal di Pemukiman Padat Daerah Pesisir Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2011

5 108 123

Pelaksanaan Higiene & Sanitasi Dalam Meningkatkan Tingkat Kunjungan Tamu Di Traveller Suites Hotel Medan

1 43 75

FAKTOR PENYEBAB MASYARAKAT MELAKUKAN MANDI CUCI KAKUS

1 7 16

PEMANFAATAN SUNGAI JAJAR SEBAGAI SARANA MANDI CUCI DAN KAKUS (MCK) Studi Kasus Terhadap Perilaku Masyarakat di Kelurahan Singorejo Kecamatan Demak Kabupaten Demak.

0 1 133

KUESIONER Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias Kota Tanjungbalai Tahun 2013

0 0 41

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesehatan Lingkungan dan Ruang lingkup Kesehatan Lingkungan - Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kap

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias Kota Tanjung Balai Tahun 2013

0 0 9

Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kapias Kota Tanjung Balai Tahun 2013

0 0 16