PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING TOGETHER DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SMP NEGERI 2 BUKITKEMUNING LAMPUNG UTARA

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING TOGETHER DALAM PEMBELAJARAN IPS

DI SMP NEGERI 2 BUKITKEMUNING LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh :

Muji Desy Susanty

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pasca Sarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE LEARNING TOGETHER IN SOCIAL STUDIES LEARNING IN JUNIOR HIGH SCHOOL 2 BUKITKEMUNING NORTH LAMPUNG

By

MUJI DESY SUSANTY

The focus of this research lies in the development of cooperative learning model learning together in a social studies lesson at SMP Negeri 2 Bukitkemuning North Lampung. This study aims to determine the effectiveness of cooperative learning model learning together and produce a software product development social studies learning. The research was conducted through several stages: 1) analysis of requirements, 2) planning and initial product development, 3) expert validation, 4) revision of the product, 5) limited test, 6) so models and reporting. The research was developed in a way that compares the experimental model of learning with conventional learning and learning together. The results showed that learning together an effective learning model used, it is seen from the difference in value between the pretest and posttest control class and the experimental class. Effectiveness of the test score is 1.7 or greater than 1 indicates that the model of learning together more effectively used than conventional learning.


(3)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING TOGETHER DALAM PEMBELAJARAN IPS

DI SMP NEGERI 2 BUKITKEMUNING LAMPUNG UTARA Oleh

MUJI DESY SUSANTY

Fokus penelitian ini terletak pada pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe learning together dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning Lampung Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe learning together dan menghasilkan produk pengembangan berupa perangkat pembelajaran IPS. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development) yang dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: 1) analisis kebutuhan, 2) perencanaan dan pengembangan produk awal, 3) validasi ahli, 4) revisi produk, 5) uji terbatas, 6) model jadi dan pelaporan. Penelitian dikembangkan dengan cara eksperimen yakni membandingkan pembelajaran dengan model learning together dan pembelajaran konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran learning together efektif digunakan, hal ini dilihat dari perbedaan nilai pretest dan posttest antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dari pengujian efektivitas didapatkan nilai 1,7 atau lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa model learning together lebih efektif digunakan daripada pembelajaran konvensional.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………... i

LEMBAR PENGESAHAN ………. ii

MOTTO ………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv

DAFTAR ISI ……… v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……… 9

1.3 Pembatasan Masalah ………... 10

1.4 Rumusan Masalah ………... 10

1.5 Tujuan Penelitian ………. 11

1.6 Kegunaan Penelitian ……… 11

1.7 Ruang Lingkup Penelitian……… 13

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ……….. 14

2.1.1 Teori Belajar ……… 14

2.1.2 Hakikat Pembelajaran ………. 18

2.1.3 Pengertian Pembelajaran ………. 19

2.1.4 Model Pembelajaran ……… 22

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif ………. 23

2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif …………... 23

2.1.5.2 Teori yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif .. 25

2.1.5.3 Unsur Penting dalam Pembelajaran Kooperatif… 27 2.1.5.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif ………. 28


(8)

Halaman

2.1.5.5 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif ……….. 29

2.1.5.6 Tahapan dalam Pembelajaran Kooperatif ……... 29

2.1.5.7 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif ……… 31

2.1.6 Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Together….... 32

2.1.7 Ilmu Pengetahuan Sosial ………. 38

2.1.7.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial …………... 38

2.1.7.2 Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ……….. 40

2.1.7.3 Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial … 42 2.1.8 Pendidikan IPS Terpadu di SMP/MTs ……… 43

2.2 Penelitian yang Relevan ………... 46

2.3 Kerangka Berpikir ……… 46

2.4 Produk yang dihasilkan ……….... 48

III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………. 51

3.2 Desain Penelitian ……….. 52

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ………... 55

3.4 Populasi dan Sampel ………. 55

3.5 Langkah-Langkah Penelitian ………. 56

3.6 Variabel Penelitian ……… 57

3.7 Teknik Pengumpulan Data ………... 58

3.8 Teknik Analisis Data ……..……… 66

IV HASIL DAN PENGEMBANGAN 4.1 Hasil Pengembangan Produk Pembelajaran ……….. 70

4.1.1 Analisis Kebutuhan ………... 70

4.1.2 Pengembangan Model Pembelajaran learning together… 75 4.2 Validasi Produk Model Pembelajaran Learning Together…….. 84


(9)

Halaman

4.2.2 Hasil Evaluasi Ahli Desain Pembelajaran ……… 86

4.3 Revisi Produk Awal ……… 88

4.4 Penilaian Guru Mata Pelajaran IPS ……… 88

4.5 Hasil Uji Coba Lapangan ……… 91

4.6 Pembahasan Produk ……… 100

V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ……….. 109

5.2 Implikasi ……….. 110

5.3 Saran ……… 111 DAFTAR. PUSTAKA


(10)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.

Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu Pengetahuan Sosial, yang dalam penjelasannya disebutkan bahwa bahan kajian Ilmu Pengetahuan Sosial, antara lain, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan

sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan

kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat. Dari dasar pemikiran tersebut sangat nyata bahwa ilmu sosial sangat besar perannya dalam membentuk watak bangsa.

Kurikulum yang dikembangkan di Indonesia sebenarnya telah mengalami pemantapan sejak uji coba kurikulum 2004 atau lebih dikenal Kurikulum Berbasis


(11)

2

Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melalui KTSP sekolah memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kurikulum sesuai karakteristiknya. Tetapi dengan melihat pengembangan materi yang demikian luas dan jumlah jam pembelajaran yang sangat terbatas, sering menyulitkan guru mengembangkan strategi pembelajaran di kelas.

Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.

Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together.

1. Learning to know :

Penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya Learning to Know.

Secara Implisit, Learning to know bermakna:

 Belajar Sepanjang Hayat (life long of education)


(12)

3

Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.

Tenaga kependidikan (Guru, pelatih, instruktur, dan lain-lain) harus menjadi inspirator dalam pengembangan, perencanaan, dan pembinaan pendidikan dan pembelajaran. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.

2. Learning to do :

Belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi, belajar untuk berkarya atau mengaplikasikan ilmu yang didapat oleh siswa.

Di dalam sebuah pembelajaran ada prinsip aktivitas (ada kegiatan) :

Hard Skills : keterampilan yang menuntut fisik

Soft Skills : keterampilan yang menuntut intelektual

Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.


(13)

4

Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seharusnya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata. Selain itu, sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu begitu penting. Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya, peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.

3. Learning to be :

Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.

Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi.


(14)

5

Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal. Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.

4. Learning to live together :

Belajar memhami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).

Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama. Pendidikan di sekolah juga harus merangsang soft skill peserta didik sehingga kelak mereka mampu hidup bersama dengan orang lain, mampu bekerja sama dengan orang lain. Bahkan mereka terlatih untuk peka akan suka-duka orang lain.

Berdasarkan keempat pilar pendidikan tersebut maka tujuan dari belajar adalah terjadinya proses perubahan kepribadian yang mencakup sikap, kebiasaan, motivasi, keativitas, dan kecerdasan yang bersifat menetap sebagai hasil latihan atau pengalaman. Dalam pembelajaran guru adalah ujung tombak pertama dalam


(15)

6

penyampaian informasi di dunia pendidikan. Maka suatu perkembangan baru dimana guru harus bersifat kreatif dan inovatif dalam proses Pembelajaran di kelas, yaitu dengan cara menggunakan Model pembelajaran yang bervariasi agar peserta didik dapat menerima dengan suatu keadaan yang menyenangkan dan bermakna.

Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran IPS. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.

Upaya peningkatan prestasi belajar dan motivasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang memengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat


(16)

7

memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.

Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru beralih berpusat pada murid, yaitu adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.

Hasil pengamatan penulis terhadap proses pembelajaran di SMP Negeri 2 Bukitkemuning menunjukkan bahwa 3 guru mata pelajaran IPS masih menggunakan metode konvensional atau berceramah, terkadang mereka hanya menggunakan LKS dalam kegiatan pembelajaran. Tidak hanya itu, hampir semua guru di SMP Negeri 2 Bukitkemuning belum mampu membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sendiri, mereka hanya men-download dari internet. Dilihat dari kondisi sosial ekonomi, 80% orang tua siswa bekerja sebagai petani yang termasuk keluarga dengan tingkat ekonomi rendah. Sehingga mereka terkadang tidak mampu untuk menyediakan sarana belajar pendukung untuk anaknya. Kondisi yang demikian memberi kemungkinan para siswa kurang termotivasi untuk belajar di sekolah maupun di rumah.

Pada saat belajar disekolah, khususnya pelajaran IPS jarang sekali anak-anak diberi gambaran bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial adalah keilmuan yang sangat dekat dengan mereka karena mereka mengalaminya sehari-hari. Materi yang


(17)

8

diberikan hanya menitik beratkan kepada hapalan tanpa bekal keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi masalah dikehidupan sehari-harinya. Berbagai keterampilan dalam ilmu pengetahuan sosial sering dilupakan sekolah padahal sangat penting untuk dimiliki siswa.

Tabel 1.1 Hasil Belajar IPS Semester Genap Kelas VIII SMP N 2 Bukitkemuning Tahun Pelajaran 2011/2012

NO Kelas

Hasil Tertinggi ( ≥ 75 )

Hasil Terendah

( < 75 ) Total

Frekuensi

Total Hasil Frekuensi Prosentasi Frekuensi Prosentasi

1 VIII A 15 46,8 % 17 53,2 % 32 100 %

2 VIII B 13 40,6 % 19 59.4 % 32 100 %

3 VIII C 18 56,2 % 14 43,8 % 32 100 %

Sumber: Dokumentasi guru mata pelajaran IPS kelas VIII SMP N 2 Bukitkemuning semester genap 2011/2012

Dari data hasil belajar diatas terlihat rendahnya hasil belajar yang disebabkan karena selama ini kegiatan pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning masih menggunakan metode konvensional, yaitu guru memegang peran utama dalam menentukan isi dan langkah-langkah dalam menyampaikan materi kepada siswa. Akibatnya dalam mempelajari materi IPS siswa cenderung kurang semangat dan dianggap membosankan. Aktivitas belajar siswa tergolong pasif, sehingga mengakibatkan hasil belajar juga rendah. Selama kegiatan belajar mengajar siswa banyak yang mengobrol sendiri, atau ada yang bermain-main dan tidak mendengarkan ketika guru memberi penjelasan. Dengan demikian sebaiknya guru mampu memilih dan menerapkan model yang tepat dan sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan guna membantu siswa agar lebih efektif dalam belajar.


(18)

9

Oleh karena itu perlu diadakan inovasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu model pembelajaran yang mungkin mampu mengantisipasi kelemahan model pembelajaran konvensional dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi tatap muka, interdependensi positif, tanggung jawab individual, kemampuan-kemampuan interpersonal, dan kelompok kecil, (Robert E.Slavin, 2008: 48-56). Pada ciri interdependensi positif siswa ditekankan bagaimana dapat mencapai tujuan kelompok. Tujuan kelompok dapat tercapai apabila terdapat kerja sama dan komunikasi yang baik antar siswa dalam proses pembelajaran. Penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Learning Together memberikan kesempatan bagi siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.

Sedangkan interaksi tatap muka memiliki keuntungan untuk mempermudahkan komunikasi antar siswa sehingga informasi-informasi yang diperlukan dalam proses pembelajaran diterima dengan baik. Selanjutnya, tanggung jawab individual ditujukan agar setiap siswa telah dapat menguasai materi atau konsep sebelum diskusi kelompok berlangsung, sehingga saat diskusi proses bertukar informasi dapat berjalan secara aktif. Kelompok kecil yang terdapat pada Learning Together memberikan kemudahan pembagian tugas kepada masing-masing siswa dalam kerja kelompok, sehingga semua siswa dapat berpartisipasi dalam diskusi kelompok. Kelebihan model Learning Together menjadikannya diangkat judul: Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning


(19)

10

Together (LT) dalam Pembelajaran IPS kelas VIII di SMP Negeri 2 Bukitkemuning Lampung Utara.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, masalah-masalah yang akan diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS tergolong rendah.

2. Sebagian besar guru masih menggunakan metode konvensional di dalam kegiatan pembelajaran.

3. Sebagian besar siswa dalam mengikuti pelajaran IPS sering mengalami kejenuhan karena proses pembelajaran yang masih bersifat monoton.

4. Guru SMP Negeri 2 Bukitkemuning belum menerapkan pembelajaran yang melibatkan siswa, sehingga hanya sebagian kecil siswa yang aktif.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, terdapat banyak masalah yang dapat diteliti dalam pembelajaran IPS. Tetapi perlu batasan permasalahan yang akan dikaji yaitu pada kajian pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (LT) dalam pembelajaran IPS siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Bukitkemuning Lampung Utara.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka masalah yang akan dirumuskan pada penelitian ini adalah masih


(20)

11

rendahnya hasil belajar IPS siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Bukitkemuning. Dengan demikian permasalahan yang diajukan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pembelajaran IPS saat ini di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII

2. Bagaimanakah mengembangkan model Learning Together dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII

3. Bagaimanakah efektivitas model Learning Together dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan pembelajaran IPS saat ini di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII

2. Mengembangkan model Learning Together dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII

3. Menganalisis efektivitas model Learning Together dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII.

1.6 Kegunaan Penelitian

Secara khusus kegunaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.


(21)

12

1. Mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together dalam pembelajaran IPS.

2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan terutama pada pengembangan keilmuan pengajaran khususnya mata pelajaran IPS.

b. Bagi Tenaga Pendidik IPS

1. Hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi guru dalam mengaplikasikan model pembelajaran Learning Together di kelas.

2. Meningkatkan mutu pembelajaran terutama kualitas dan profesionalisme guru.

c. Bagi Siswa

1. Sebagai wawasan untuk meningkatkan hasil belajar melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa secara optimal.

2. Sebagai alat untuk menumbuhkan motivasi dan kreativitas dalam pembelajaran IPS.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini yaitu: Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Together dalam Pembelajaran IPS.

1.7.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Bukitkemuning Kabupaten Lampung Utara.


(22)

13

1.7.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Bukitkemuning Kabupaten Lampung Utara.

1.7.4 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013.


(23)

14

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Belajar

2.1.1.1 Teori Behavioristik

Pendiri aliran behaviourism (behaviorisme) adalah John B.Watson (1878-1958), yang mengatakan bahwa kesadaran hanya dapat dipelajari melalui proses introspeksi, sebuah alat riset yang tidak bisa diandalkan. Watson menganggap bahwa perhatian utama psikolog seharusnya adalah perilaku dan bagaimana perilaku bervariasi berdasarkan pengalaman (Hergenhahn, 2010:48).

Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus


(24)

15 dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon (Budiningsih, 2004: 20).

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Hal ini dikemukakan oleh Skinner bahwa

“Kita semua dikontrol oleh banyak rancangan penguatan, sebagian disengaja, sebagian kebetulan. Jika penguatan positif yang digunakan oleh para pemodifikasi perilaku lebih efektif daripada yang lainnya, sekaligus lebih menyenangkan bagi pelajar dan lebih bagus efeknya, mengapa hal itu harus dikritik?, tidakkah lebih baik kita dikontrol secara menyenangkan oleh orang yang baik daripada kita dikontrol oleh berbagai hal yang seringkali berlawanan dan egoistik?” (Hill, 2009: 121).

Salah satu tujuan penulis mengembangkan model pembelajaran Learning Together ini adalah menciptakan suatu stimulus berupa pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif, meningkatkan interaksi tatap muka, interdependensi positif, tanggung jawab individual, kemampuan-kemampuan interpersonal, dan kelompok kecil. Hal tersebut akan lebih memotivasi siswa dalam belajar.


(25)

16 2.1.1.2 Teori Kognitivisme

Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada aspek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Teori belajar Kognitif menurut pandangan Robert Gagne menyatakan bahwa proses belajar adalah suatu proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya.

Teori kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya, belajar melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2004: 34).


(26)

17 Teori kognitif lebih mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Model pembelajaran Learning Together yang dikembangkan dalam penelitian ini mengutamakan keterlibatan siswa secara penuh dalam pembelajaran. Siswa dituntut untuk dapat berinteraksi dengan siswa lainnya dan berpartisipasi dalam diskusi kelompok.

2.1.1.3 Teori Konstruktivisme

Kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Sardiman, 2005: 37). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.

Menurut pandangan dan teori konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif dari si subjek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu seperti teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya maka pengetahuan dan pemahaman tentang objek dan lingkungannya tersebut akan meningkat dan semakin rinci (Budiningsih, 2004: 57).

Von Galserfeld (dalam Budiningsih, 2004: 57) mengemukakan bahwa:

Ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan, yaitu: (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lainnya.


(27)

18 Berdasarkan uraian diatas, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses pembentukan pengetahuan yang harus dilakukan oleh subjek yang belajar dengan cara aktif melakukan kegiatan. Model pembelajaran Learning Together menuntut siswa untuk dapat berperan aktif dalam pembelajaran dan belajar untuk berdiskusi dan mampu mengemukakan pendapat.

2.1.2 Hakikat Pembelajaran

Pembicaraan tentang pembelajaran atau pengajaran tidak bisa dipisahkan dari istilah kurikulum dan pengertiannya. Hubungan keduanya dapat dipahami sebagai berikut: “pengajaran” merupakan wujud pelaksanaan (implementasi) kurikulum, atau “pengajaran” ialah kurikulum dalam kenyataan implementasinya.

Mengenai peristilahan dan makna dari sudut bahasa, pengajaran berarti perihal mengajarkan sesuatu. Kata pengajaran menyiratkan adanya orang yang tugasnya mengajar, di sekolah umumnya disebut “guru”. Pengajaran lebih luas pengertiannya daripada mengajar (teaching). Pengajaran sebagai suatu proses, buah atau hasilnya adalah belajar (learning), yaitu terjadinya peristiwa belajar di dalam diri siswa. Peristiwa belajar pada siswa ini menunjukkan adanya sikap, seperti minat, perhatian, perasaan, percaya diri dan sikap lainnya.

Istilah “pembelajaran” terkandung makna: perbuatan membelajarkan, artinya mengacu ke segala daya upaya bagaimana membuat seseorang belajar, bagaimana menghasilkan terjadinya peristiwa belajar di dalam diri orang tersebut. Lebih lanjut dijelaskan, istilah pembelajaran diperkenalkan sebagai ganti istilah


(28)

19 “pengajaran”, meskipun kedua istilah itu sering digunakan bergantian dengan arti yang sama dalam wacana pendidikan dan perkurikuluman; dalam bahasa Inggris hanya satu istilah untuk keduanya, yaitu “instruction”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pembelajaran pada hakikatnya ialah pelaksanaan dari kurikulum sekolah untuk menyampaikan isi atau materi mata pelajaran tertentu kepada siswa dengan segala daya upaya, sehingga siswa dapat menunjukkan aktivitas belajar.

2.1.3 Pengertian Pembelajaran

Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari.

Corey (Sagala, 2011: 61) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2009).

Dan Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang


(29)

20 berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com).

Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.


(30)

21 Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen :

1. Siswa

Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

2. Guru

Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. 3. Tujuan

Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

4. Isi Pelajaran

Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

5. Metode

Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.


(31)

22 6. Media

Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.

7. Evaluasi

Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.

2.1.4 Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan gambaran suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model tersebut diterapkan (Joyce, 2009: 30). Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Chauhan (1979:20) dalam Wahab (2007: 52) bahwa model pembelajaran adalah sebuah perencanaan pengajaran, menggambarkan proses yang ditempuh dalam pembelajaran agar dicapai perubahan spesifik pada prilaku siswa.

Menurut Herpratiwi (2009:2), model pembelajaran merupakan rangkaian utuh antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan taktik pembelajaran. Sedangkan menurut Soekamto dalam Trianto (2009: 74) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran learning together dikembangkan oleh peneliti merupakan langkah-langkah pembelajaran di kelas


(32)

23 dari awal hingga akhir pertemuan, disajikan berdasarkan tujuan pembelajaran dan disesuaikan kebutuhan dan karakter siswa.

Seorang guru diharapkan mampu memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran yang efektif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Setiap guru juga harus mampu beradaptasi terhadap perkembangan teknologi sehingga pembelajaran dapat mengikuti perkembangan jaman, dan tidak terkesan kuno.

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif

Tinjauan mengenai pembelajaran kooperatif terdiri dari pengertian pembelajaran kooperatif, teori yang melandasi pembelajaran kooperatif, karakteristik pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, ciri-ciri pembelajaran kooperatif, tahapan dalam pembelajaran kooperatif, kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif.

2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan system pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang


(33)

24 bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Menurut Anita Lie (2008:24) menyatakan bahwa kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup.

Metode mengajar berbasis kelompok merupakan usaha mengoptimalkan peran teamwork (kerja tim) dalam bekerjasama menyelesaikan tugas, masalah dan percobaan atau peragaan secara kelompok. Model pembelajaran yang populer disebut pembelajaran koopeeratif tersebut berguna melatih siswa dalam belajar bersama tim dengan keragaman pandangan dan perbedaan strategi penyelesaian tugas, diharapkan siswa semakin matang dan dewasa dalam menyelesaikan masalah yang menyangkut kelompok baik organisasi maupun keluarga kelak (Maufur, 2009:127).

Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif. b. Tanggung jawab perseorangan. c. Tatap muka.

d. Komunikasi antar anggota. e. Evaluasi proses kelompok


(34)

25 2.1.5.2 Teori yang melandasi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerjasama untuk saling membantu menyelesaikan masalah.

Berikut adalah beberapa teori yang melandasi pembelajaran kooperatif. 1. Teori pembelajaran konstruktivis

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

2. Teori perkembangan kognitif Piaget

Teori piaget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun system makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; pengalaman, yaitu hubungan timbale balik antara organism dengan dunianya; interkasi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan


(35)

26 atau sistem mengatur dalam diri organism agar dia selalu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

3. Teori kognitif Bruner

Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan, pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.

Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian, jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, peserta didik beralih ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik; dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.

4. Teori pembelajaran sosial Vygotsky

Teori Vygotsky yang dikenal dengan Scalfholding yaitu memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri.


(36)

27 Vygotsky menggambarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu: (1) menghendaki susunan kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development mereka; (2) pendekatan vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffholding. Jadi teori belajar vygotsky menekankan pada aspek sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru.

2.1.5.3 Unsur Penting Dalam Pembelajaran Kooperatif

Menurut Johnson & Johnson dan Sutton (dalam Trianto, 2009: 60) terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. 2. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat

3. Tanggung jawab individual

4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil 5. Proses kelompok.

Menurut Slavin (dalam Trianto, 2009: 61) konsep utama dari belajar kooperatif adalah sebagai berikut:

1. Pengahargaan kelompok, diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.

3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.


(37)

28 2.1.5.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kerja siswa akademik antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin dalam Trianto. 2009: 57).

Zamroni dalam Trianto (2009: 57) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual dan dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengungkapkan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat. Selain itu dalam belajar biasanya siswa dapat bekerjasama dan saling tolong menolong menguasai tugas yang dihadapinya. Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal maka usaha yang harus dilakukan adalah dengan mengefektifkan pembelajaran.


(38)

29 2.1.5.5 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Arends (dalam Trianto, 2009: 65) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar;

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan

4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajarn kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, di mana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam belajar kelompok.

2.1.5.6 Tahapan Dalam Pembelajaran Kooperatif

Berdasarkan kajian terhadap tipe-tipe pembelajaran kooperatif, Arends (2001), mengidentifikasi sintaks umum dalam pembelajaran kooperatif. Umumnya, terdapat enam fase atau tahapan pembelajaran dam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut:

1. Menyediakan obyek dan perangkat, yaitu guru mengemukakan tujuan, memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangkat pembelajaran.

2. Menghadirkan/menyajikan informasi yaitu guru menghadirkan/ menyajikan informasi untuk peserta didik baik secara presentasi verbal ataupun dengan tulisan.


(39)

30 3. Mengorganisasi peserta didik dalam belajar kelompok, yaitu guru menjelaskan pada peserta didik bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. 4. Membimbing bekerja dan belajar, yaitu guru mengemukakan tujuan,

memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangkat pembelajaran.

5. Evaluasi, yaitu guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok menyajikan hasil kerjanya. 6. Mengenali prestasi, yaitu guru mencari cara untuk mengenali baik usaha

dan prestasi individu juga kelompoknya dan member penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

Menurut Trianto (2009: 66) terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran kooperatif.

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk manghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.


(40)

31 2.1.5.7 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Jarolimek dan Parker (1993: 24-25) dalam Dwi Artini (2012: 66) mengatakan dalam pembelajaran cooperative learning memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pembelajaran kooperatif adalah:

1. Saling ketergantungan yang positif

2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu 3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas 4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan

5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru

6. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Kelemahan pembelajaran kooperatif yang berasal dari dalam (intern) adalah: 1. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu

memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.

2. Agar proses pembelajaran berjalan lancer maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.

3. Selama kegiatan diskusi kelompok belangsung, kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

4. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang maka dapat mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak terlepas dari kelemahan di samping kekuatan yang ada padanya. Kelemahan tersebut antara lain terkait dengan kesiapan guru dan siswa untuk terlibat dalam suatu strategi pembelajaran yang memang berbeda dengan pembelajaran yang selama ini diterapkan. Guru terbiasa memberikan semua materi kepada para siswanya, mungkin memerlukan waktu untuk dapat berangsur-angsur mengubah kebiasaan tersebut.


(41)

32 Terlepas dari kelemahannya, model pembelajaran kooperatif mempunyai kekuatan dalam mengembangkan softskills siswa seperti kemampuan berkomunikasi, berfikir kritis, bertanggung jawab, serta bekerja sama. Jika kelemahan dapat diminimalkan, maka kekuatan model ini akan membuahkan proses dan hasil belajar yang dapat memacu peningkatan potensi siswa secara optimal. Oleh sebab itu, sangat diharapkan guru mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif. Guru dapat mengembangkan model ini sesuai dengan bidang studinya, bahkan mungkin dari model para guru dapat mengembangkan model lain yang lebih meyakinkan.

2.1.6 Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Together

Learning Together (belajar bersama) merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa dengan kelompok heterogen beranggota empat atau lima orang dalam menangani suatu tugas (Suyatno, 2009:105).

Slavin (2008) mengungkapkan bahwa David dan Roger Johnson dari Universitas Minnesota mengembangkan model Learning Together dari pembelajaran kooperatif (Jhonson and Jhonson 1987; Jhonson dan Jhonson & Smith, 1991). Model yang mereka teliti melibatkan siswa yang dibagi dalam kelompok yang terdiri atas empat atau lima siswa dengan latar belakang berbeda mengerjakan lembar tugas. Kelompok-kelompok ini menerima satu lembar tugas, menerima pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Dalam Slavin (2008) model ini menekankan pada empat unsur yakni :


(42)

33 (1) Interaksi tatap muka : para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok yang

beranggotakan empat sampai lima siswa.

(2) Interdependensi positif : para siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan kelompok.

(3) Tanggung jawab individual : para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka secara individual telah menguasai materinya.

(4) Kemampuan-kemampuan interpersonal dan kelompok kecil : para siswa diajari mengenai sarana-sarana yang efektif untuk bekerja sama dan mendiskusikan seberapa baik kelompok mereka bekerja dalam mencapai tujuan mereka.

Dalam hal ini penggunaan kelompok pembelajaran heterogen dan penekanan terhadap interdependensi positif, serta tanggung jawab individual metode-metode Johnson ini sama dengan STAD. Akan tetapi, mereka juga menyoroti perihal pembangunan kelompok dan menilai sendiri kinerja kelompok, dan merekomendasikan penggunaan penilaian tim ketimbang pemberian sertifikat atau bentuk rekognisi lainnya (Slavin,2008: 251).

Pada pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (LT) setiap kelompok diharapkan bisa membangun dan menilai sendiri kinerja kelompok mereka. Masing-masing kelompok harus bisa memperlihatkan bahwa kelompok mereka adalah kelompok yang kompak baik dalam hal diskusi maupun dalam hal mengerjakan soal, setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas hasil yang mereka peroleh.


(43)

34 Adapun sintaks dari LT adalah:

(1) Guru menyajikan pelajaran.

(2) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 sampai 5 siswa secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain).

(3) Masing-masing kelompok menerima lembar tugas untuk bahan diskusi dan menyelesaikannya.

(4) Beberapa kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya.

(5) Pemberian pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Learning Together

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok kooperatif

Membentuk kelompok yang

anggotanya 4 sampai 5 siswa secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain)

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Masing-masing kelompok menerima lembar tugas untuk bahan diskusi dan menyelesaikannya, Guru

membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka

mengerjakan tugas mereka Fase-5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dan Beberapa kelompok

mempresentasikan hasil pekerjaannya.

Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru memberi pujian dan

penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok


(44)

35 Bentuk penghargaan yang diberikan kepada kelompok didasarkan pada pembelajaran individual semua anggota kelompok, sehingga dapat meningkatkan pencapaian siswa dan memiliki pengaruh positif pada hasil yang dikeluarkan (Slavin, 2008). Jika hasil tersebut belum maksimal atau lebih rendah dari kelompok lain maka mereka harus meningkatkan kinerja kelompoknya.

Gambar 2.1. Desain Model Pembelajaran Learning Together Instruksi

Guru

Menyajikan informasi melalui

demonstrasi

Mengevaluasi hasil belajar

Memberikan lembar tugas Memberikan

penghargaan

Membentuk kelompok


(45)

36 Dalam penelitian ini akan disajikan desain baru atau modifikasi dari model pembelajaran Learning Together, yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.2 Desain baru Model Pembelajaran Learning Together Menyajikan

informasi melalui demonstrasi

Masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya dan kelompok

lain menanggapi

Memberikan penghargaan Mengevaluasi hasil

belajar Instruksi

Guru

Membentuk kelompok (4-5

Orang)

Memberikan lembar tugas

Setiap kelompok mendiskusikan hasil


(46)

37

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok kooperatif

Membentuk kelompok yang anggotanya 4 sampai 5 siswa secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain)

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Masing-masing kelompok menerima lembar tugas berupa gambar untuk bahan diskusi dan menyelesaikannya, Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase-5

Mengawasi siswa berdiskusi kelompok

Setiap anggota memberikan jawaban di setiap pertanyaan, lalu mendiskusikan dengan kelompoknya Fase-6

Presentase

Setiap kelompok mempresentasekan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain menanggapi

Fase -7 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari. Fase-8

Memberikan penghargaan

Guru memberi pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok


(47)

38 2.1.7 Ilmu Pengetahuan Sosial

2.1.7.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Dalam Pargito (2010: 73) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.

In 1992, the board of directors of the National Council for the Social Studies, the primary membership organization for social studies educators, adopted the following definition:

Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.

Maksud dari definisi diatas yaitu Ilmu pendidikan sosial adalah pendidikan yang terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk mempromosikan kompetensi kewarganegaraan. Dalam program sekolah, studi sosial menyediakan


(48)

39 koordinasi, gambar pendidikan sistematis pada disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta isi yang sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu alam. Tujuan utama dari penelitian sosial adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan informasi dan beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga masyarakat, budaya beragam demokratis di dunia yang saling ketergantungan).

Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi-studi sosial.


(49)

40

Gambar 2.3 Keterpaduan Cabang Ilmu Pengetahuan Sosial (Sumber: Pargito, 2010: 74).

2.1.7.2 Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Tujuan utama setiap pembelajaran ilmu sosial adalah membentuk warga negara yang baik (good citizenship) demikian pula halnya ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai salah satu program pendidikan juga memiliki tujuan yang sama, yakni membentuk warga negara yang baik. Namun, dalam proses penyajiannya IPS memiliki karakteristik tersendiri, dalam arti tidak sama dengan karakteristik ilmu-ilmu sosial yang ada walaupun demikian keberadaan ilmu-ilmu-ilmu-ilmu sosial tak dapat terpisahkan dari IPS karena konsep-konsep ilmu-ilmu sosial merupakan sumber utama bagi pengembangan materi pembelajaran program IPS (Wahab, 2009:1.22). Pembelajaran alam sebagai tempat dan penyedia potensi sumber daya alam dan kehidupan yang selalu berproses, masa lalu, saat ini, dan yang akan datang, kaidah atau aturan yang menjadi perekat dan penjamin keharmonisan kehidupan manusia

Ilmu Pengetahuan

Sosial

FILSAFAT ANTROPOLOGI

SOSIOLOGI

PSIKOLOGI SOSIAL EKONOMI ILMU POLITIK

GEOGRAFI SEJARAH


(50)

41 dan alam. Contoh: Kompetensi Dasar yang dikembangkan, adaptasi spasial dan eksploratif, berpikir kronologis, prospektif, antisipatif, Konsisten dengan aturan yang disepakati dan kaidah alamiah masing-masing disiplin ilmu alternatif penyajian dalam mata pelajaran geografi sejarah ekonomi, sosiologi/antropologi (Sardiman, 2005: 234).

Karateristik mata pelajaran IPS SMP/MTs antara lain sebagai berikut (Pargito, 2010: 75).

1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama (Numan Soemantri, 2001). 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan (Daldjoeni, 1981).

5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan. Ketiga dimensi tersebut terlihat pada tabel berikut.


(51)

42 Tabel 2.3 Dimensi IPS Dalam Kehidupan Manusia (Sumber: Pargito, 2010:75)

Dimensi dalam kehidupan

manusia

Ruang Waktu Nilai/Norma

Area dan substansi pembelajaran Alam sebagai tempat dan penyedia potensi sumber daya Alam dan kehidupan yang selalu berproses, masa lalu, saat ini, dan yang akan datang

Kaidah atau aturan yang menjadi perekat dan penjamin keharmonisan kehidupan manusia dan alam Contoh Kompetensi Dasar yang dikembang-kan Adaptasi spasial dan eksploratif Berpikir kronologis, prospektif, antisipatif Konsisten dengan aturan yang disepakati dan kaidah alamiah masing-masing disiplin ilmu Alternatif penyajian dalam mata pelajaran

Geografi Sejarah Ekonomi, Sosiologi/ Antropologi

2.1.7.3 Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Dalam Pargito (2010:76) tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Awan Mutakin, 1998, hal.31).


(52)

43 1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

3. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

2.1.8 Pendidikan IPS Terpadu di SMP/MTs

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), meliputi bahan kajian: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi. Bahan kajian itu menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Mata pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat (Nursid Sumaatmaja, 1980;20).

Dalam implementasinya, perlu dilakukan berbagai studi yang mengarah pada peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan dan pengembangan sebagai konsekuensi dari suatu inovasi pendidikan. Salah satu bentuk efisiensi dan


(53)

44 efektivitas implementasi kurikulum, perlu dikembangkan berbagai model pembelajaran kurikulum.

Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996:3).

Namun demikian, pelaksanaannya di sekolah SMP/MTs pembelajaran IPS sebagian besar masih dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS masih dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-masing (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi) tanpa ada keterpaduan di dalamnya. Hal ini tentu saja menghambat ketercapaian tujuan IPS itu sendiri yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, budaya). Hal ini disebabkan antara lain: (1) kurikulum IPS itu sendiri tidak menggambarkan satu kesatuan yang terintegrasi, melainkan masih terpisah-pisah antarbidang ilmu-ilmu sosial; (2) latar belakang guru yang mengajar merupakan guru disiplin ilmu seperti geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, antropologi sehingga sangat sulit untuk melakukan pembelajaran yang memadukan antardisiplin ilmu tersebut; serta (3) terdapat kesulitan dalam pembagian tugas dan waktu pada


(54)

masing-45 masing guru ”mata pelajaran” untuk pembelajaran IPS secara terpadu. (4) meskipun pembelajaran terpadu bukan merupakan hal yang baru namun para guru di sekolah tidak terbiasa melaksanakannya sehingga ”dianggap” hal yang baru.

Atas dasar pemikiran di atas, maka dalam rangka implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta untuk memenuhi ketercapai pembelajaran, maka diperlukan pedoman pelaksanaan model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs. Hal ini penting, untuk memberikan gambaran tentang pembelajaran terpadu yang dapat menjadi acuan dan contoh konkret dalam kerangka implementasi Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar. Tujuan penyusunan model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs pada dasarnya untuk memberikan pedoman yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi guru dan pihak terkait. Secara rinci, penyusunan model ini diantaranya bertujuan untuk:

1) Memberikan wawasan dan pemahaman tentang pembelajaran terpadu, khususnya paduan pembelajaran IPS pada tingkat SMP/MTs;

2) Membimbing guru agar memiliki kemampuan melaksanakan pembelajaran terpadu antardisiplin ilmu-ilmu sosial pada mata pelajaran IPS;

3) Memberikan keterampilan kepada guru untuk dapat menyusun rencana pembelajaran dan penilaian secara terpadu dalam pembelajaran IPS;


(55)

46 4) Memberikan wawasan, pengetahuan, dan pemahaman bagi pihak terkait, sehingga mereka dapat memberikan dukungan terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pembelajaran terpadu; dan 5) Memberikan acuan dasar dalam pelaksanaan pembelajaran IPS

Terpadu di SMP/MTs.

2.2 Penelitian yang Relevan

Untuk membandingkan hasil penelitian penulis dengan penelitian terdahulu maka di bawah ini penulis akan menuliskan beberapa penelitian yang relevan yang ada kaitannya dengan pokok masalah.

Hamzah Jamil (2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan model pembelajaran Learning Together pada sub pokok bahasan permutasi dan kombinasi pada siswa kelas XI IPS semester 1 SMA Muhamadiyah 03 Malang”, menyimpulkan bahwa rata-rata setiap kategori aktivitas guru pada pertemuan I, II, dan III menunjukkan (perbedaan rata-rata dari setiap kategori). Aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar mencapai 99,66%. Siswa yang memberikan respon terhadap pembelajaran ini adalah 78%. Hasil tes menunjukkan bahwa ketuntasan belajar klasikal diperoleh 100%.

Wahyuti Mayangsari (2011), dalam penelitiannya yang berjudul “pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011”,

menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together berpengaruh nyata terhadap hasil belajar ranah afektif dan psikomotor.


(56)

47 2.3 Kerangka Berpikir

Dalam proses pembelajaran, belajar berkaitan dengan proses pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru untuk memperoleh hasil terbaik bagi siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, tingkat keberhasilannya tergantung dari proses belajar mengajar yang terjadi. Tinggi rendahnya pencapaian prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS mencerminkan tingkat keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Agar mencapai tujuan tersebut, siswa harus berperan aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri sehingga akan memungkinkan tercapainya tujuan belajar yang optimal.

Metode pembelajaran kooperatif tipe Learning Together setiap kelompok diharapkan bisa membangun dan menilai sendiri kinerja kelompok mereka. Setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas hasil yang mereka peroleh. Jika hasil tersebut belum maksimal atau lebih rendah dari kelompok lain maka mereka harus meningkatkan kinerja kelompoknya. Dalam penelitian ini akan disajikan kerangka berpikir sebagai berikut.

Gambar 2.4 Kerangka Pikir Penelitian Analisis

Kebutuhan

Perencanaan Pengembangan Model pembelajaran Learning

Together

Revisi model Uji coba

model Model sebagai

produk

Validasi model oleh


(57)

48 2.4 Produk yang akan dihasilkan

Dalam penelitian Research and Development produk yang dimaksud adalah produk akhir yang telah diuji efektivitasnya secara statistik. Produk disini tidak hanya berupa barang seperti buku, teks, media, film pembelajaran, perangkat lunak komputer, tetapi juga meliputi metode-metode, sistem, model, dan teknik pembelajaran (Pargito, 2010 : 32).

Spesifikasi produk yang dihasilkan pada penelitian ini adalah model pembelajaran Learning Together berupa langkah-langkah pembelajaran di kelas dari awal sampai akhir yang diaplikasikan dalam perangkat pembelajaran IPS.

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Kerangka konseptual ini akan tertuang pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang bersinergi dengan komponen-komponen RPP tersebut membentuk pembelajaran dengan model Learning Together.

Model Learning Together adalah model pembelajaran yang melatih keterampilan sosial siswa, melatih keberanian dan melatih bekerja sama dalam sebuah kelompok serta melatih menyajikan suatu informasi dalam bentuk bahasa tulisan yang bergaya media cetak (koran atau majalah). Pengalaman belajar dan hasil belajar siswa terutama ranah psikomotor dan afektif namun ranah kognitif siswa juga terangkum didalamnya, karena siswa juga belajar tentang konsep keilmuannya.


(58)

49 Desain awal model pembelajaran Learning Together dapat dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 2.4 Desain awal model pembelajaran Learning Together

No. Kegiatan Guru Siswa

1. 2. 3. Kegiatan awal Kegiatan Inti Kegiatan Penutup

1. Menyiapkan kondisi kelas 2. Menyampaikan topik

pembelajaran dan tujuan pembelajaran

3. Menyiapkan bahan ajar 4. Membagi siswa dalam

kelompok beranggotakan 4-5 orang

5. Menyiapkan lembar tugas dan membagikannya kepada masing-masing kelompok

6. Membimbing kelompok dalam mengerjakan tugas

7. Memberikan kesempatan setiap kelompok untuk mempresentasikan jawabannya 8. Meralat hasil kerja

kelompok

9. Mengevaluasi hasil kerja kelompok

10. Memberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok.

1. Siswa menyiapkan diri untuk belajar

2. Siswa mendengarkan penjelasan guru

3. Menyiapkan alat pembelajaran 4. Menyiapkan meja

kelompok dan berkumpul pada kelompoknya 5. Setiap kelompok

menerima lembar tugas

6. Mengerjakan tugas dan berdiskusi dengan kelompoknya

7. Setiap kelompok mempresentasekan hasil kerjanya

8. Mendengarkan penjelasan guru

9. Bersama guru membuat kesimpulan 10. Menerima


(59)

50 Sedangkan model LT hasil pengembangan dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.5 Desain pengembangan model pembelajaran Learning Together

No. Kegiatan Guru Siswa

1. 2. 3. Kegiatan awal Kegiatan Inti Kegiatan Penutup

1. Menyiapkan kondisi kelas 2. Menyampaikan topik

pembelajaran dan tujuan pembelajaran

3. Memberi informasi tentang langkah-langkah model pembelajaran LT

4. Menyiapkan bahan ajar 5. Membagi siswa dalam

kelompok beranggotakan 4-5 orang

6. Menyiapkan lembar tugas dan membagikannya kepada masing-masing kelompok

7. Membimbing kelompok dalam mengerjakan tugas

8. Memberikan kesempatan setiap kelompok untuk mempresentasikan jawabannya

9. Memberikan kesempatan kelompok lain untuk menanggapi

10. Meralat hasil kerja kelompok

11. Mengevaluasi hasil kerja kelompok

12. Memberikan penghargaan kepada kelompok yang mendapat nilai tertinggi.

1. Siswa menyiapkan diri untuk belajar

2. Siswa mendengarkan penjelasan guru 3. Memperhatikan penjelasan guru tentang langkah-langkah model pembelajaran LT

4. Menyiapkan alat pembelajaran 5. Menyiapkan meja

kelompok dan berkumpul pada kelompoknya 6. Setiap kelompok

menerima lembar tugas

7. Mengerjakan tugas dan berdiskusi dengan kelompoknya

8. Setiap kelompok mempresentasekan hasil kerjanya

9. Memberikan

kesempatan kelompok lain untuk menanggapi

10. Mendengarkan penjelasan guru

11. Bersama guru membuat kesimpulan 12. Menerima


(1)

110 2. Dalam pengembangan model pembelajaran Learning Together peneliti melakukan beberapa tahapan yaitu: 1) membuat analisis kebutuhan, 2) perencanaan pengembangan model pembelajaran, 3) validasi model oleh ahli, 4) revisi model, 5) uji coba model, dan 6) model sebagai produk. 3. Pengembangan model pembelajaran learning together memberikan hasil

yang efektif dalam proses pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning.

5.2 Implikasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran learning together dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS. Hal ini dapat dilihat dari sikap siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan pencapaian hasil belajar yang mengalami peningkatan.

5.2.1 Implikasi Teoritis

Implikasi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran learning together member masukan kepada guru untuk selalu berinovasi dalam mengatasi permasalahan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini seorang guru harus mampu merancang kegiatan pembelajaran yang efektif yang dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Model pembelajaran learning together mengarahkan siswa untuk dapat meningkatkan kerja sama antar siswa, menumbuhkan rasa percaya diri dalam


(2)

111 mengeluarkan pendapat saat presentasi di depan kelas. Dengan demikian model pembelajaran learning together dapat dijadikan alternatif dalam kegiatan pembelajaran khususnya mata pelajaran IPS.

5.2.2 Implikasi Praktis

Melalui penelitian dan pengembangan model pembelajaran yang mengikuti langkah penelitian Borg and Gall yang dipadukan dengan langkah pengembangan desain ADDIE, peneliti dapat melaksanakan penelitian dengan baik dan dapat menghasilkan produk model pembelajaran learning together. Model pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif model pembelajaran efektif terutama dalam pembelajaran IPS di SMP. Dengan demikian, langkah-langkah dalam penelitian ini dapat menjadi landasan praktis bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian dan mengembangkan model-model pembelajaran lain yang sesuai dengan kebutuhan.

5.3 Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi, saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pengembangan model pembelajaran Learning Together adalah :

1. Guru harus kreatif dalam mengatasi masalah dalam pembelajaran melalui penggunaan model-model pembelajaran yang sesuai.

2. Guru dapat menjadikan model pembelajaran Learning Together sebagai salah satu alternatif pembelajaran efektif dalam kegiatan pembelajaran.


(3)

112 3. Guru harus dapat memfasilitasi siswa dengan memberikan model


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I. 2001. Classroom Instruction and Management. New York : McGraw Hill, Inc.

Budiningsih, C.Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta. Jakarta Darsono, 2008. Pengembangan Inkuiri Sosial Dalam Pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar (Disertasi).Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Depdikbud. 1996. Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu. Percetakan Indonesia. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Dwi Artini, 2012. Analisis Komparatif Hasil Belajar Ekonomi Siswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) dan Talking Stick (TS) Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri I Sumberjaya Lampung Barat Tahun Pelajaran 2011/2012.(Tesis), Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Gagne, 1984. Educational Psykology. Edition Houhgton Mifflin. Boston.

Hergenhahn and Matthew H.Olson, 2010. Theories of Learning (Teori Belajar). Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Herpratiwi, 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hill, Winfred F. 2009. Theories of Learning. Nusa Media. Bandung.

Joyce, Bruce. Marsha Weil dan Emily Calhoun. 2009. Models of Teaching. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Maufur, Hasan Fauzi, 2009. Sejuta Jurus Mengajar Mengasyikkan. Sindur Press. Semarang.


(5)

2

National Council for the Social Studies. Curriculum Standards for Social Studies Expectations of Excellence.

Numan Soemantri. 2001. Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu. Ganeca. Bandung. Nursid Sumaatmaja. 1980. Kehidupan Masyarakat Sosial. Cahaya Ilmu.

Surabaya.

Pargito, 2010. Dasar Dasar IPS. Jurusan Pendidikan IPS Universitas Lampung. Pargito, 2010. IPS Terpadu. Jurusan Pendidikan IPS Universitas Lampung.

Pargito, 2009. Penelitian dan Pengembangan Bidang Pendidikan. Jurusan Pendidikan IPS Universitas Lampung.

Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Kencana Prenada. Jakarta. Sardiman, 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Sagala Syaiful dan Gultom Syawal, 2011. Praktik Etika Pendidikan di Seluruh Wilayah NKRI. Alfabeta. Bandung.

Slavin, 2008. Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Bandung.

Sugiyono. 2009. Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. CV Alfabeta. Bandung.

Suhartati, 2012. Perbedaan Hasil Belajar Akuntansi Biaya Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Pembelajaran CTL pada Siswa Kelas XII AK SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun 2011-2012 (Tesis). Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandar Lampung.

Sukardi, 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Bumi Aksara. Jakarta.

Suyatno, 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka. Sidoarjo.

Tim Bejana, 2008. Kamus Tata Baku Bahasa Indonesia. Lazuardi Buku Utama. Jakarta.

Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Konsep: Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kencana. Jakarta.


(6)

3

Trianto, 2009. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003. Undang-undang Tentang Pendidikan Nasional. Percetakan Indonesia. Jakarta.

Wahab, Abdul Aziz. 2007. Metode dan Model-Model Mengajar. Alfabeta. Bandung.

Wahab, Abdul Aziz dkk, 2009. Konsep Dasar IPS. Universitas Terbuka. Jakarta Wahyuti Mayangsari. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Learning Together Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011 (Skripsi). FKIP Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Wikipedia.com. Pembelajaran. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran.diakses tanggal 30 Oktober 2012

……..,2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung, Bandar

Lampung.

...4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO. http://educativelearning.

blogspot.com /2012/03/4-pilar-pendidikan-menurut-unesco.html diakses tgl 1 pebruari 2013.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball 0hrowing pada siswa kelas III MI Hidayatul Athfal Depok

0 10 0

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Tournament Terhadap Hasil Belajar IPS Sswa Kelas V MI Darul Muqinin

1 13 200

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM PEMBELAJARAN IPS Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Dalam Pembelajaran IPS Materi Pranata Sosial Dalam Masyarakat Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Teras Boyola

0 3 13

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM PEMBELAJARAN IPS Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Dalam Pembelajaran IPS Materi Pranata Sosial Dalam Masyarakat Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Teras Boyola

0 2 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAWDALAM PEMBELAJARAN IPS DI SD.

0 2 14

Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Belajar Bersama (Learning Together) dengan Media Pembelajaran Google Drive.

0 0 85

CARA GURU MEMFASILITASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SMP DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING TOGETHER

0 3 129

KETERLIBATAN SISWA DALAM KELOMPOK PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SMP DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING TOGETHER

0 0 108