Pengukuran Variasi Genetik TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

memberikan peluang yang lebih besar diperolehnya karakter-karakter yang diinginkan. Soerianegara dan Djamhuri 1979 mempertegas bahwa dalam satu jenis pohon dapat dijumpai keragaman geografis antar provenan, keragaman lokal antar tempat tumbuh, dan keragaman dalam pohon serta keragaman antar pohon. Ada dua sebab yang menimbulkan keragaman, yaitu perbedaan lingkungan dan perbedaaan susunan genetik. Keragaman lingkungan biasanya disebabkan oleh perbedaan tempat tumbuh, sifat tanah, atau jarak tanam. Adapula keragaman yang tidak dapat diterangkan dengan perbedaan tempat tumbuh, misalnya perbedaan bentuk batang, taper batang, tebal cabang, dan berat jenis Kayu dan pohon-pohon dalam suatu tegakan. Dalam hal ini keragaman dipengaruhi oleh perbedaaan genetik yang diturunkan tetua kepada keturunannya keragaman genetik. Adanya keragaman dalam suatu jenis perlu diketahui lebih dahulu sebelum memulai dengan pemuliaan pohon, karenakeragaman genetik merupakan syarat mutlak dalam pemuliaan, yaitu untuk memungkinkan seleksi dan untuk mencegah dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu.

2.5. Pengukuran Variasi Genetik

Variasi genetik dapat diukur dengan dua metode yaitu dalam populasi dan antar populasi. Variabel yang sering digunakan untuk mencirikan variasi genetik dalam populasi yaitu: 1 Persentase Lokus Polimorfik PLP, suatu lokus gen dikatakan polimorfik jika sekurang-kurangnya ada dua varian yang berbeda alel dijumpai. Suatu lokus gen dikatakan monomorfik jika tidak memperlihatkan variasi genetik. Suatu lokus gen dikatakan polimorfik jika frekuensi dari alel yang paling sering ditemukan adalah kurang dari 95. 2 Multiplisitas Genetik dan Rata-rata Jumlah Alel per Lokus AL , multiplisitas alel dari populasi pada lokus tunggal adalah jumlah alel yang diamati tanpa memandang frekuensi alelnya. Jumlah rata-rata alel tiap lokus gen AL dihitung dengan menjumlahkan semua alel yang diamati pada L lokus gen dan membaginya dengan jumlah lokus L dan 3 Keragaman Genetik He , yaitu beberapa ukuran variasi genetik mempertimbangkan perbedaan frekuensi dari tipe-tipe genetik alel dan genotipe dalam suatu populasi. Adapun variabel yang digunakan untuk mencirikan variasi genetik antar populasi yaitu: 1 Jarak Genetik, jarak genetik digunakan untuk mengukur perbedaan struktur genetik antar dua populasi pada suatu lokus gen tertentu. Sebagian besar tetapi tidak semua ukuran jarak bervariasi antara 0 dan 1. Nilai minimum 0 diperoleh jika struktur genetik dari dua populasi identik. Nilai maksimum 1 dicapai jika dua populasi tidak membagi apapun tipe genetik alel atau genotipe. Perbedaan genetik lebih dari dua populasi biasanya dianalisa oleh sebuah matrik dengan elemen- elemennya berupa jarak genetik dengan pasangan kombinasinya yaitu populasi. 2 Pembagian Variasi Genetik FST dan GST, FST G ST adalah suatu ukuran diferensiasi secara relatif terhadap keseluruhan keragaman. Konsep pembagian variasi genetik dalam sebuah komponen dalam dan satu komponen di antara populasi FST merupakan ukuran yang lebih luas digunakan dibandingkan dengan perhitungan diferensiasi genetik δ. 3 Analisis Klasterkelompok, analisis klaster adalah metode untuk menggambarkan perbedaan genetik antar populasi secara geografis. Hal ini didasarkan atas perhitungan jarak genetik. Populasi dengan jarak genetik yang kecil, yaitu populasi yang secara genetik sama, bersatu pertama kali dan kemudian bersatu lagi dengan populasi yang secara genetik berbeda jarak. Dalam cara ini, pohon keturunan dapat digambarkan yang mempermudah pengkajian pola diferensiasi genetik populasi-populasi. Populasi tunggal atau OTUs Original Taxonomic Units biasanya berklaster menjadi beberapa cabang pohon. Analisis klaster dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan hibrid Finkeldey, 2005. 2.6. Polymerase Chain Reaction PCR PCR adalah metode untuk menggandakan ADN yang diisolasi pada sebuah tabung reaksi kecil dengan melalui replikasi berulang. Proses PCR memiliki 3 tahap, yaitu : 1 Denaturasi Denaturasi rantai ADN berlangsung pada suhu 94 o C atau pada suhu 95 o C dengan selang waktu 15 detik sampai 2 menit. Dalam proses denaturasi kedua rantai akan terpisah dan masing-masing rantai digunakan sebagai cetakan pada proses PCR. ADN dengan struktur yang komplek akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam tahap denaturasi. Hal ini akan berimplikasi pada turunnya kemampuan enzim taq ADN polimerase Yonatan, 1998. 2 Annealing Annealing merupakan tahapan penempelan primer pada ADN cetakan. Suhu annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G guanin dan C sitosin yang terdapat pada primer serta konsentrasi garam dalam buffer. Konsentrasi garam dapat ditentukan dengan persamaan berikut: Konsentrasi Garam M = 0,67 Konsentrasi Tris – HCl Yonatan, 1998. Besarnya suhu annealing yang digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut: Tm = 81,5 -16,6 log M – 0,41 G dan C – 500n Yonatan, 1998. Keterangan Tm = Suhu annealing dalam o C M = Konsentrasi garam dalam buffer mM G = Banyaknya basa guanin dalam primer yang digunakan. C = Banyaknya basa sitosin dalam primer yang digunakan N = panjang primer dalam bp Proses annealing dapat bekerja optimal pada suhu 2 o C diatas Tm. Untuk teknik RAPD Suhu annealing yang digunakan umumnya sebesar 36 o C. Penggunaan suhu yang rendah pada tahap annealing, akan berdampak pada penempelan primer pada ADN cetakan menjadi tidak spesifik. Sebaliknya suhu yang terlalu tinggi akan meningkatkan kespesifikan hasil amplifikasi tetapi jumlahnya menjadi berkurang. Menurut promega lamanya tahap annealing yaitu berkisar 30 – 60 detik. Setelah proses annealing selesai suhu dinaikkan menjadi 70 – 74 o C untuk mengaktifkan enzim Taq ADN polimerase. Pada tahap transisi ini, ikatan-ikatan yang tidak spesifik antara primer dengan cetakan akan terputus, karena ikatan tidak spesifik tersebut umumnya lemah Saiki et al. dalam Yonatan, 1998. 3 Ekstension Ekstension merupakan tahap polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq ADN polimerase. Reaksi polimerisasi nukleotida dimulai dari ujung 5’  – fosfat dan berakhir pada ujung 3’ gugus hidroksil OH. Suhu yang digunakan pada tahap ini berkisar antara 70 – 74 o C karena pada selang suhu tersebut enzim Taq ADN polimerase bekerja optimum. Lamanya tahap ekstention berkisar dari 1 – 2 menit. Jika waktu pada tahap ini terlalu lama akan menghasilkan produk amplifikasi yang tidak spesifik Saiki et al. dalam Yonatan,1998. Pembagian tahapan dan ilustrasi proses disajikan dalam Gambar 1. Gambar 1 Prinsip Kerja PCR Sumber: Rimbawanto 1999

2.7. Random Amplified Polymorphic DNA RAPD