BAB V PEMBAHASAN
5.1 Proporsi bakteri ESBL
Pada penelitian ini didapatkan bahwa 100 dari isolat E.coli adalah bakteri ESBL dan 96,4 dari K.pneumoniae adalah bakteri ESBL. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian
sebelumnya dimana proporsi bakteri E. coli yang menjadi bakteri ESBL lebih besar dibandingkan K. pneumonia. Penelitian Kulkarni dkk tahun 2013 diketahui bahwa dari 15,9
isolat K.pneumonia yang dijumpai merupakan bakteri ESBL dan 40,7 isolat E.coli merupakan bakteri ESBL.
25
Di RS H Adam Malik Medan, dari data tahun 2012- 2013 diketahui bahwa terjadi peningkatan persentase bakteri E. coli yang menjadi ESBL yaitu di atas 2 sedangkan
peningkatan infeksi K. pneumonia yang merupakan ESBL hanya berada di bawah 1. Penelitian ini memperoleh hasil dimana K. pnemoniae lebih banyak menyebabkan infeksi
dibandingkan E.coli yaitu infeksi ESBL K.pneumonia 58,7 dan ESBL E.coli 37 dari keseluruhan infeksi ESBL. Hal ini serupa dengan hasil penelitian MYSTIC Study tahun 2008
melibatkan 12 negara, diperoleh kejadian ESBL E.coli 1,5 sedangkan ESBL K.pneumonia 2,4- 4,4. Penelitian Chien D dkk tahun 2008 kejadian ESBL E.coli 26 dan ESBL K.pneumonia
53 dari infeksi bakteri gram negatif multi drugs resisten.
39
5.2 Kepekaan Bakteri ESBL terhadap Antibiotik
Pilihan antibiotik pada pasien dengan infeksi ESBL menjadi berkurang dengan adanya kemampuan bakteri tersebut menghidrolisis beberapa antibiotik. Karbapenem merupakan
antibiotik pilihan pada infeksi ESBL, yang termasuk dalam golongan karbapenem adalah imepenem, meropenem, erapenem, dan doripenem. Dari penelitian oleh Muharrmi dkk,
diperoleh karbepenem imipenem dan meropenem 100 sensitif terhadap ESBL.
25
Hasil serupa juga diperoleh pada penelitian oleh Kulkarni dkk, Aminzadeh dkk, imepenem 100 sensitif
terhadap ESBL.
24,26
Chien Lye dkk meneliti pada 47 pasien ESBL yang diterapi dengan ertapenem, memiliki respon yang baik pada 96 pasien.
27
Penelitian Auer dkk, ertapenem 100
Universitas Sumatera Utara
sensitif terhadap infeksi saluran kemih ESBL E.coli.
28
Pada penelitian ini diperoleh sensitivitas bakteri ESBL cukup tinggi terhadap karbapenem yaitu: 91,7 sensitif imipenem, 95,7 sensitif
meropenem, dan 95,2 sensitif ertapenem. Penelitian ini menegaskan kembali bahwa karbapenem merupakan golongan antibiotik
pilihan dalam mengatasi bakteri ESBL.Imipenem dan meropenem memiliki profil yang hampir sama. Pada meningitis meropenem merupakan pilihannya. Ertapenem pada beberapa penelitian
lebih baik dari pada meropenem dan imipenem dan penggunaannya hanya sekali sehari.
10
Doripenem merupakan golongan karbapenem terbaru yang lebih poten dan dapat digunakan untuk infeksi Pseudomas aurigenosa. Penelitian yang membandingkan kombinasi
karbapenem dengan antibiotik golongan lain dibandingkan karbapenem tunggal diperoleh hasil yang tidak berbeda. Penelitian oleh Paterson, penggunaan karbapenem sebagai terapi inisial
untuk ESBL selama 5 hari memiliki angka mortalitas yang lebih rendah.
33
Adapun dosis standar pada dewasa meropenem 1 gram setiap 8 jam intravena, imipenem 500 mg 4 kali sehari intravena, ertapenem 1 gr setiap 24 jam intravena.
22
Resistensi terhadap karbapenem mulai muncul dengan nama Klebsiella Producing Carbapenemases KPC dan New
Delhi Metalo Beta Lactamase NDM sehingga penggunaanya haruslah rasional.
33
Yang menarik dari hasil kepekaan antibiotik terhadap ESBL pada penelitian inil, dijumpai tingkat sensitivitas yang buruk terhadap antibiotik golongan
β-lactamβ-lactamase inhibitor
yang merupakan suatu anti terhadap enzim β-lactamase. Terhadap piperasilin- tazobactam hanya memiliki sensitivitas 52,2, terhadap cefoperazon-sulbactam hanya 4
sensitif, sedangkan terhadap Amoxicillin-clavulanat dan Ampisilin-sulbactam 100 resisten. Pada penelitian di Amerika Serikat dari hasil MYSTIC Study,diperoleh 72,5 ESBL E.coli dan
38,5 ESBL K.pneumoniasensitif terhadap piperasilin-tazobactam, sedangkan di Eropa 80 ESBL E.coli dan 42,1 ESBL K.pneumoniasensitif terhadap piperasilin-tazobactam.
34
Penelitian Aminzadeh dkk, bakteri ESBL sensitif 100 terhadap piperasilin-tazobactam.
24
Hal ini mungkin dapat diakibatkan adanya perbedaan genotip dari bakteri ESBL. Beberapa genotip ESBL TEM resisten terhadap antibiotik
β-lactamase inhibitor. Varian TEM ini ada yang resisten terhadap asam klavulanat dan sulbaktam. Selaian itu, SHV-10 juga resisten
terhadap β-lactamase inhibitor.
11
Diduga tingginya resistensi terhadap β-lactamase inhibitorpada
penelitian ini, diakibatkan bakteri ESBL pada penelitian ini berasal dari genotip ini, walaupun tidak dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Universitas Sumatera Utara
Siprofloksasin memiliki kemampuan eradikasi ESBL yang rendah. Resistensi ini diduga akibat hilangnya porin bakteri untuk masuknya kuionolon dan aktifnya efluks kuinolon keluar
sel.
6,23
Dari penelitian Muharni dkk, diperoleh hanya 29,6 sensitif terhadap ESBL.
25
MYSTIC Study di Amerika Serikat Siprofloksasin 20 sensitif terhadap ESBL E.coli dan 36,8 terhadap
ESBL K.pneumonia.
34
Penelitian Kulkarni dkk, siprofloksasin 30,2 sensitif terhadap ESBL.
26
Pada penelitian ini diperoleh 17,4 bakteri ESBLsensitif terhadap siprofoksasin sedangkan 26,1 sensitif terhadap levofloksasin.
Gentamisin memiliki efikasi yang bervariasi. Penelitian Kulkarni dkk, bakteri ESBL 19,4 sensitif terhadap gentamisin.
26
Penelitian Aminzadeh dkk, bakteri ESBL 85,2 resisten terhadap gentamisin.
24
Pada penelitian ini 43,5 bakteri ESBL sensititif terhadap gentamisin. Sedangkan untuk amikasin, penelitian Kulkarni dkk memperoleh bakteriESBL 70,4
sensitif terhadap amikasin.
26
Penelitian Aminzadeh dkk, bakteri ESBL 81,1 sensitif terhadap amikasin.
24
Pada penelitian ini, amikasin masih 100 sensitif terhadap ESBL
.
Sehingga dari hasil uji kepekaan terhadap ESBL tersebut diketahui ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan untuk melawan infeksi ESBL yaitu amikasin, imipenem,
ertapenem, meropenem dan tigeciclin. Selain berkurangnya pilihan antibiotik yang dapat diberikan untuk infeksi ESBL, untuk
memperoleh hasil kultur mikroorganisme dan tes kepekaannya terhadap antibiotik memerlukan waktu 3-5 hari, hal ini sering mengakibatkan keterlambatan pemberian antibiotik yang tepat. Hal
ini akan mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien dengan infeksi ESBL. Oleh karena itu, identifikasi pasien dengan resiko tinggi terkena infeksi bakteri ESBL sangat
diperlukan. Dengan adanya identifikasi awal yang tepat terhadap adanya infeksi ESBL ini akan sangat membantu dalam hal pemberian terapi antibiotik empirik pada pasien dengan infeksi.
5.3 Duke Model Score