Tabel 2.1. Populasi wabah, faktor-faktor risiko, dan vektorreservoir bakteri ESBL
5
.
Populasi wabah Unit rawat intensif
Transplantasi organ padat Transplantasi sumsum tulang
Long term care units Faktor risiko ESBL
Keparahan penyakit Lama rawatan inap
Lama rawatan unit intensif Prosedur invasif
Kateter intravascular Kateter arterial
Kateter vena sentral Nutrisi parenteral total
Penggunaan ventilator Kateter urin
Gastrostomi, yeyunostomi, atau NGT Usia
Hemodialisis Ulkus dekubitus
Status nutrisi yang jelek Berat lahir rendah
Pemberian antibiotik Sefalosporin spektrum luas
Aztreonam Florokuinolon
Kotrimoksazol Aminoglikosida
Metronidazol Reservoirvector
Petugas kesehatan Gel ultrasonografi terkontaminasi
Termometer Kecoa
Dikutip dari: Rupp, ME, Drugs,2003
2.4 Sistem Skoring Duke Model Score
Untuk memulai terapi antibiotik secara tepat waktu, beberapa institusi kesehatan memahami pentingnya untuk memiliki sebuah alat stratifikasi faktor risiko untuk
mengidentifikasi pasien-pasien yang memiliki risiko tinggi untuk mendapatkan infeksi bakteri penghasil ESBL pada saat masuk RS. Walaupun beberapa peneliti telah mengidentifikasi faktor-
faktor risiko infeksi ESBL, namun penulis hanya menemukan dua sistem skoring yang berisikan faktor-faktor risiko tersebut. Namun kedua sistem skoring ini dibuat dalam populasi spesifik
dengan organisme-organisme spesifik pula tanpa validasi dari institusi lain. Model skoring
Universitas Sumatera Utara
pertama yang ditemukan oleh Tumbarello dkk tahun 2011 di Italia, dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor risiko dengan model regresi logistik yang kemudian diubah ke sebuah aturan yang
berdasarkan nilai yang memberikan skor untuk tiap-tiap faktor risiko.
4
Sistem skoring ini dikenal dengan Italian Score. table 2.2
Italian Model Score
4
Kriteria penilaian Skor
Mendapat antibiotik beta laktam dan atau fluorokuinolon dalam 3 bulan terakhir
2 Riwayat dirawat sebelumnya dalam 12 bulan terakhir
3 Pasien rujukan dari fasilitas kesehatan lain
3 Charlson Comorbidity Score
≥ 4 2
Penggunaan kateter urin dalam 30 hari terakhir 2
Usia ≥ 70 tahun
2 Dikutip dari: Tumbarello dkk, Antimicrob Agents Chemoter, 2011
Pada penelitian itu, Tumbarello dkk menggunakan cutoff skor 8 atau lebih untuk mendapatkan spesifisitas yang tinggi 96 dan positive predictive value 80, namun hanya
memiliki sensitivitas 50. Namun pada saat divalidasi di institusi lain, yaitu di Duke University Hospital, maka pada tahun 2013, Steven dkk mengusulkan suatu sistem skoring baru yang lebih
sederhana, yang dikenal dengan Duke model score.
4,10
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Duke model score
10
Kriteria penilaian Skor
Mendapat antibiotik beta laktam dan atau fluorokuinolon dalam 3 bulan terakhir
3 Riwayat dirawat sebelumnya dalam 12 bulan terakhir
2 Pasien rujukan dari fasilitas kesehatan lain
4 Penggunaan kateter urin dalam 30 hari terakhir
5 Riwayat Penggunaan imunosupresan 3 bulan terakhir
2 Dikutip dari: Steven dkk, Infection Control and Hospital Epidemiology, 2013
Penggunaan antibiotik empirik untuk ESBL membutuhkan spesifisitas dan positive predictive value yang tinggi. Dan dengan cutoff sama dengan atau lebih dari 8, maka pada Duke
model score memiliki spesifisitas 95 dan positive predictive value 79.
10
Namun sekali lagi, sistem skoring ini belum diuji pada populasi dan organisme lain, seperti di Indonesia, khususnya
di RS. H. Adam Malik, Medan.
2.5 Manajemen Infeksi Bakteri ESBL