BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Teori Agensi
Teori agensi agency theory merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori
ekonomi, teori keputusan, sosiologi dan organisasi. Prinsip teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antar pihak yang memberi wewenang prinsipal yaitu
investor dengan pihak yang menerima wewenang agensi yaitu manajer dalam bentuk kontrak kerjasama yang disebut
“nexus of contract” Elqorni, 2009. Teori agensi menyatakan bahwa apabila terdapat pemisahan antara pemilik
sebagai prisipal dan manajemen sebagai agen yang menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi karena masing
–masing pihak tertentu akan selalu berusaha untuk memaksimalisasi fungsi utilitasnya Jansen dan Meckling,
1976 dalam Wardhani, 2008. Manajer sebagai agen secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik prisipal.
Menurut Eisenhardt, 1989 dalam Ujiyanto dan Pramuka, 2007 Teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu :
1 Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri self interest. 2 Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang
bounded rationality. 3 Manusia selalu menghindari resiko risk averse.
12
Disisi lain, manajer juga mempunyai kepentingan memaksimalkan kesejahteraan
mereka. Manajer
akan bertindak
opportunistik, yaitu
mengutamakan kepentingan pribadinya Haris, 2004. Sehingga ada kemungkinan besar agen tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal Jensen dan
Mecking, 1976 dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007. Pihak manajemen memiliki informasi lebih banyak dibandingkan dengan pihak investor yang
merupakan asimetri informasi Haniati dan Fitriany, 2010. Untuk meminimalisasi permasalahan agensi tersebut, maka dibuatlah kontrak
–kontrak dalam perusahaan baik kontrak antar pemegang saham dengan manajernya maupun kontrak antar
manajemen dengan karyawan, pemasok dan kreditur. Konflik kepentingan antara manajer dan pihak lain untuk perusahaaan timbul karena manajer efektif
mengontrol asset perusahaan tapi umumnya tidak memiliki saham ekuitas yang signifikan dalam perusahaan mereka Berle dan Means, 1983 dalam Ahmed dan
Duellman, 2007. Konflik tersebut tidak dapat diatasi secara menyeluruh dengan menggunakan kontrak karena biaya untuk membuat kontrak yang lengkap
sangatlah mahal dan apabila tidak merupakan hal yang tidak mungkin Fama dan Jensen, 1983 dalam Wardhani, 2008. Mekanisme internal corporate
governance timbul untuk mengurangi konflik tersebut.
Hubungan karakteristik dewan direksi dan konservatisme akuntansi difokuskan karena dua alasan:
1. Fama dan Jensen 1983 dalam Ahmad dan Duellman 2007 berpendapat bahwa dewan adalah puncak umum dari sistem kontrol keputusan dari orang
dimana pada agen pembuat keputusan tidak membiarkan bagian terbesar dari
kekayaan perusahaan mempengaruhi keputusan mereka. Dewan mengesahkan dan memantau keputusan manajemen puncak karena itu efisien untuk
memisahkan pembuatan keputusan dan implementasi dari pengesahan dan pemantauan keputusan direksi diberi keputusan untuk menyewa dan mencatat
manajemen, menentukan kompensasi manajemen dan menyetujui keputusan kunci seperti penerimaan dari proyek utama investasi. Direksi yang memberi
saran pada manajemen dalam hal strategi yang diusulkan dan menyediakan keahlian luar.
2. Direksi memerlukan verifikasi informasi agar dapat secara efektif memonitor dan menasehati manajer. Sistem pelaporan akuntansi dan keuangan
merupakan sumber penting verifikasi informasi yang berguna dalam pengawasan dan mengevaluasi manajer serta keputusan dan strategi mereka.
Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Watts, 2003. Selain itu, konservatisme adalah karakteristik penting dari sistem akuntansi suatu perusahaan yang
membantu direktur dalam mengurangi kerugian dan mendisiplinkan sumber informasi lainnya sehingga perusahaan meningkat nilai ekuitasnya.
Dalam mekanisme Corporate Governance, board of directors memegang peranan yang sangat penting. Dalam proses pelaporan keuangan pemegang saham
membutuhkan informasi yang akurat agar dapat memonitor kinerja manajemen secara efektif dan efisien. Sistem akuntansi dan pelaporan keuangan merupakan
salah satu informasi yang dapat diandalkan dalam memonitor dan mengevaluasi manajer dan dalam proses pengambilan keputusan dan penerapan strategi. Watts
dan Zimmerman, 1986 dalam Ahmed Duellman, 2007.
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori
agensi, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah
mereka investasikan, Ujiyanto dan Pramuka, 2007. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan
memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek
–proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana kapital yang telah ditanamkan oleh
investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajemen Sheifer dan Vishny, 1997 dalam Ujiyanto dan Pramuka. Dapat
disimpulkan corporate governance dapat mengurangi biaya agensi.
2.2. Konservatisme akuntansi