Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Yang Dirawat Di Rsu Dr Pirngadi Medan Tahun 2007

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA ASPHYXIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR

YANG DIRAWAT DI RSU DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2007

TESIS

Oleh

EVI DESFAUZA 047023006/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA ASPHYXIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR YANG DIRAWAT DI RSU DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2007

Nama Mahasiswa : Evi Desfauza Nomor Pokok : 047023006

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. dr Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) Ketua

( dr Yusniwarti Yusad, MSi ) Anggota

( dr Achsan Harahap, MPH ) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Drs Surya Utama, MS)

Direktur

(Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B, MSc)


(3)

PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA ASPHYXIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR

YANG DIRAWAT DI RSU DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2007

T E SIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan,

EVI DESFAUZA NIM. 047023006/AKK


(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA ASPHYXIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR

YANG DIRAWAT DI RSU DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2007

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan ( M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Epidemiologi

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Suamtera Utara

Oleh

EVI DESFAUZA 047023006/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(5)

Telah diuji

Tanggal 30 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof Dr. dr Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) Anggota : 1. dr Achsan Haraahap, MPH

2. dr Yusniwarti Yusad, MSi 3. drh Rasmaliah, M.Kes 4. dr Fauzi, SKM


(6)

ABSTRAK

Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta bayi lahir mati dan 4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1juta bayi ini meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Kematian bayi sangat memprihatinkan, yang dikenal dengan fenomena 2/3. Penyebab kematian neonatal utama asfiksia neonatorum (27%) setelah BBLR (29%).

Untuk mengetahui pengaruh faktor risiko terjadinya asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Medan telah dilakukan penelitian dengan rancangan study case control terhadap ibu-ibu yang melahirkan di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Medan baik yang melahirkan asfiksia neonatorum (kasus) maupun yang tidak asfiksia neonatorum (kontrol) periode 1 Januari – 31 Desember 2007 sebanyak 204 sampel.Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara 6 faktor yang menentukan kejadian asfiksia neonatorumdi Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Medan pada tingkat kepercayaan (CI) 95% diperoleh p. value faktor Paritas 0,01, Hipertensi p value 0,019, Anemia p. value 0,00, penyakit preeklampsi p.value 0,032, perdarahan ante partum p.value 0,33, berat badan lahir rendah p.value 0,00. Analisis regresi logistik mendapatkan 3 faktor memiliki pengaruh paling dominan kejadian asfiksia neonatorum yaitu faktor anemia dengan nilai B Expected paling besar 6,196 urutan kedua adalah BBLR dengan nilai B Expected 3,601 dan urutan ketiga adalah paritas dengan nilai B Expected 2,320

Untuk mencegah kejadian asfiksia neonatorum dapat dilakukan beberapa intervensi dengan pendekatan risiko yang menjadi faktor penentu terjadinya asfiksia neonatorum. Pada petugas kesehatan terutama bidan untuk memperhatikan status gizi ibu hamil, memberikan penyuluhan/konseling melalui pelayanan ante natal, perbaikan gizi, keluarga berencana. Pada RSU Dr Pirngadi Medan para para pengambil keputusan dapat berkoordinasi dengan dinas kesehatan dalam pelaksanaan pelatihan manajemen asfiksia neonatorum


(7)

ABSTRACT

According to WHO 120 million babies are born in the world every year. Four million babies are Stillbirth and the other 4 million babies died when they were 30 days old. As much 3,6 million (3%) of the 120 million newly born babies experience asphyxia and almost 1 million of them died. As much 98% of this newborn mortality occurs in the developing countries. Newborn mortality, know as the phenomenon 2/3, is very apprehensive. The main causal factor of neonatal mortality is asphyxia (27%) after Low Birth Weight (29%).

To find out the influence risk factor the incident of asphyxia neonatorum in dr Pirngadi General Hospital Medan, a study with case control study design was conducted to the samples of 204 mothers delivering their babies either with asphyxia neonatorum (case group) or without asphyxia neonatorum (control group) in this hospital within the period of January 1 to December 31, 2007.the data obtained were analyzed through univariate, bivariate and multivariate analysis.

The result of this study shows that there is a significant influence between the 6 factors determining the incident of asphyxia neonatorum ini dr Pirngadi General Hospital Medan with level of confidence of 95% such as parity (p=0,10), hypertension (p = 0,019), anemia (p=0,000), pre-eclampsia (p=0,032), ante partum hemorrhage (p=0,33), and low birth weight (0=0,000). The result of Logistic Regression Analysis found that 3 factors with the most dominant effect of asphyxia neonatorum namely anemia with the highest B expected of 6,196, followed by the lower weight with B expected of 3,601, and the third order is rarity with B expected of 2,320.

To prevent the incident of asphyxia neonatorum, several interventions can be done through approaching the risk which become the factor determining the incident of asphyxia neonatorum. The health workers, especially midwives, should pay attention to the nutrient status of pregnant mothers, providing extention/counseling through antenatal services, improving nutrient status, family planning, and the decision maker in dr Pirngadi General Hospital Medan can coordinate with the officials of Health Sercive in the implementation of training on asphyxia neonatorum management.


(8)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada tanggal 12 Oktober 2000, pemerintah telah mencanangkan Gerakan Nasional Kehamilan yang aman atau Making PregnancySafer (MPS) sebagai strategi Pembangunan Kesehatan Masyarakat menuju Indonesia Sehat 2010, sebagai bagian dari program Safe Motherhood yang bertujuan melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan (Depkes 2001)

Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, secara global 4 juta (33 per seribu) bayi lahir mati (Stillbirth) dan 4 juta (33 per seribu) lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut). kira-kira 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asphyxia neonatorum, hampir 1 juta (27,78%) bayi ini meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang (Kosim, MS.2005)

Menurut Kokom,K 2003 berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan dunia (WHO) memperlihatkan bahwa kematian bayi sangat memprihatinkan, yang dikenal dengan fenomena 2/3. Fenomena itu terdiri dari ; 2/3 kematian bayi (berusia 0-1 tahun) terjadi pada umur kurang dari satu bulan (Neonatal), 2/3 kematian neonatal terjadi pada umur kurang dari seminggu (neonatal dini), dan 2/3 kematian pada masa neonatal dini terjadi pada hari pertama kelahiran


(9)

Dibandingkan negara-negara ASEAN, berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia ( SDKI) 2002 – 2003, Indonesia merupakan negara dengan angka kematian bayi (AKB) tertinggi 35 per seribu kelahiran hidup, dimana Singapura AKB 3 per 1000 kelahiran hidup, Brunei Darussalam 8 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 10 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup dan Thailan 20 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2005)

Menurut Sujudi (2003) berdasarkan hasil SDKI 2002- 2003 menunjukkan angka kematian bayi (AKB) 35 bayi per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian Neonatal 20 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan dari hasil SDKI tahun 1997, AKB adalah 46 per 1.000 kelahiran hidup. Dan angka kematian neonatal adalah 25 per 1000 kelahiran hidup. (Kompas, 2003)

Di Indonesia, setiap tahun ada 4.608.000 bayi lahir hidup. Dari jumlah itu sebanyak 100.454 (21,80 per seribu) meninggal sebelum berusia sebulan (neonatal). Itu berarti 275 neonatal meninggal setiap hari atau sekitar 184 neonatal dini meninggal setiap hari, atau setiap satu jam ada delapan bayi neonatal dini meninggal. Angka kematian bayi yang tinggi, tidak hanya terjadi pada neonatal dini saja. Angka kematian bayi berumur kurang dari setahun pun masih tinggi.(Komalasari,K. 2003)

Meskipun telah terjadi penurunan kematian bayi dan anak yang signifikan, namun kematian bayi baru lahir masih tinggi hal ini mungkin erat kaitannya dengan komplikasi obstetric dan status kesehatan ibu yang rendah selama kehamilan


(10)

dan persalinan, sebab kematian neonatal utama asphyxia neonatorum

sebanyak 27 %, setelah BBLR sebanyak 29 %. (Depkes RI 2005).

Sesuai dengan sasaran Departemen Kesehatan RPJMN 2009 untuk mencapai umur harapan hidup dari 66,2 menjadi 70,6 tahun dan menurunkan angka kematian bayi dari 35 per 1000 menjadi 26 per 1000 dengan penyebab kematian bayi baru lahir BBLR (29% ) diharapkan terjadinya penurunan kematian 20– 40 % dan kematian yang disebabkan oleh asphyxia neonatorum (27%) diharapkan penurunan kematian 20 – 30 %, maka perlu diperhatikan status gizi ibu, kehangatan pada bayi , adanya tenaga kesehatan yang terampil dapat memberikan resusitasi pada bayi dengan asphyxia neonatorum.

Menurut data-data di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2004 bayi baru lahir berjumlah 184 orang meninggal 9 orang ( 4,89 %) 1 bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum. Tahun 2005 bayi baru lahir berjumlah 215 meninggal 9 orang ( 4,19 % ) dimana 1 bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum.

Di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan. Tahun 2005 bayi baru lahir berjumlah 754 orang, 27 bayi (3,58% ) meninggal dan tahun 2006 dari jumlah kelahiran 1.185 bayi, bayi dengan asphyxia neonatorum 205 meninggal sebelum usia 7 hari sejumlah 134 (11,31 %), dimana asphyxia neonatorum merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 108 bayi (81%) dan tahun 2007 angka kelahiran 757, bayi lahir dengan asfiksia neonatorum sebanyak 234 (30,31 %) dan meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 59 ( 77,94 per seribu) dan bayi meninggal dengan


(11)

Berdasarkan data-data tersebut diatas, tingginya AKB yang disebabkan oleh

asphyxia neonatorum di rumah sakit DR Pirngadi Medan melebihi dari angka kematian nasional (27 %), maka penulis ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan tahun 2007

1.2 Perumusan Masalah

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi kota Medan tahun 2007

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dan factor yang paling dominant terjadinya asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Medan tahun 2007

1.4 Hipotesa Penelitian

1.4.1 Ada pengaruh faktor ibu hamil terhadap kejadian asphyxia neonatorum a Ada pengaruh umur ibu < 20 tahun dan ≥ 35 tahun terhadap kejadian

asphyxia neonatorum

b Ada pengaruh ibu dengan paritas 1 dan paritas 4 atau lebih terhadap kejadian


(12)

c Ada pengaruh penyakit hipertensi yang diderita ibu terhadap kejadian

asphyxia neonatorum

d Ada pengaruh preeklamsi yang diderita ibu terhadap kejadian asphyxia neonatorum

e Ada pengaruh Anemia yang diderita ibu terhadap kejadian asphyxia neonatorum

f Ada pengaruh penyakit Diabetes Melitus yang diderita ibu terhadap kejadian

asphyxia neonatorum

1.4.2 Ada pengaruh kondisi bayi terhadap kejadian asphyxia neonatorum

a Ada pengaruh bayi berat badan lahir rendah terhadap kejadian asphyxia neonatorum

b Ada pengaruh kehamilan ganda terhadap kejadian asphyxia neonatorum

1.4.3 Ada pengaruh faktor persalinan terhadap kejadian asphyxia neonatorum a Ada pengaruh persalinan dengan tindakan terhadap kejadian asphyxia

neonatorum

b Ada pengaruh persalinan lama terhadap kejadian asphyxia neonatorum

c Ada pengaruh ketuban pecah dini terhadap kejadian asphyxia neonatorum

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Menambah pengetahuan dan pengalamam bagi penulis dalam penerapan ilmu yang didapat selama pendidikan khususnya metotodologi penelitian


(13)

1.5.2 Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi petugas kesehatan dalam memahami faktor yang mempengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum. Dapat digunakan untuk menyusun strategi pencegahan dan penanggulangannya

1.5.3Dapat digunakan sebagai informasi/masukan dalam menyusun perencanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) dalam upaya menurunkan angka kematian bayi asphyxia neonatorum.


(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Persalinan dan Kelahiran Normal

Perasalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 – 24 jam , tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin ( Saifuddin, A.B, 2000)

2.2 Asphyxia Neonatorum 2.2.1 Pengertian

Kejadian asphyxia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. (Aminullah,A, 2005 )

Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.

2.2.2 Faktor Pencetus

a Hipoksia janin penyebab terjadinya asphyxia neonatorum adalah adanya

gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga berdampak persediaan O2 menurun, mengakibatkan tingginya CO2. Gangguan ini dapat


(15)

berlangsung secara kronis akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara akut karena adanya komplikasi dalam persalinan.

b Gangguan kronis pada ibu hamil tersebut, bisa akibat gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain. Pada akhir-akhir ini, asphyxia neonatorum disebabkan oleh adanya gangguan oksigenisasi serta kekurangan zat-zat makanan yang diperoleh akibat terganggunya fungsi plasenta. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan yang bersifat akut dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin akan berakhir dengan asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir. Sedangkan faktor dari pihak ibu adanya gangguan his seperti hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,

hipertensi pada eklamsia, gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta. (Aminullah,A, 2005 )

c Faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat akibat tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obat-obatan anestesi/analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika,

atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru dll. (Aminullah,A, 2005 )

2.2.3 Gangguan Homeostatis

Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenisasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi sel ini dapat ringan dan sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostatis yang terdapat pada


(16)

janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya

anoksia atau hipoksia yang diderita dan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi system kardiovaskuler. (Aminullah,A, 2005 )

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadi Asphyxia Neonatorum

Toweil (1966) menggolongkan penyebab asphyxia neonatorum terdiri dari : (Depkes. 1996)

1 Faktor ibu a Hipoksia ibu

Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.

b Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

Umur ibu tidak sacara langsung berpengaruh terhadap kejadian asphyxia

neonatorum, namun demikian telah lama diketahui bahwa umur berpengaruh

terhadap proses reproduksi. Umur yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20 sampai 30 tahun. Sedangkan dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan maupun persalinan (Martaadisoebrata,1992), sementara itu Towell (1966) menjelaskan penyebab asphyxia neonatorum pada bayi yang tergolong pada foktor ibu antara usia kurang dari 20 tahun dan usia lebih dari 35 tahun ( Jumiarni,dkk,1993)


(17)

Pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan perkembangan dari organ – organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini akan mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia muda dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan, disertai kejiwaan yang belum bersedia menjadi seorang ibu. Dalam penelitian Zakaria di RSUP M.Jamil Padang tahun 1999 (dikutip oleh Ahmad) menemukan kejadian asphyxia neonatorum sebesar 36,4 % pada ibu yang melahirkan dengan usia kurang dari 20 tahun dan 26,3 % pada ibu dengan usia lebih dari 34 tahun. Hasil penelitian Ahmad di RSUD Dr Adjidarmo Rangkasbitung tahun 2000 menemukan bayi yang lahir dengan asphyxia neonatorum 1,309 kali pada ibu umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun

c Paritas.

Kehamilan yang paling optimal adalah kehamilan kedua sampai dengan ketiga. Kehamilan pertama dan kehamilan setelah ketiga mempunyai risiko yang meningkat. Grande multi para adalah istilah yang digunakan untuk wanita dengan kehamilan kelima atu lebih. Kehamilan pada kelompok ini sering disertai penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan ante partum, perdarahan post partum, dan lail-lain (Martaadisoebrata,1992). Primipara perlu disangsikan , bahwa kekakuan jaringan panggul yang belum pernah menghadapi kehamilan akan banyak menentukan kelancaran proses kehamilan. Belum dicobakannya kemampuan panggul tersebut, mengharuskan penilaian yang cermat dari keseimbangan ukuran panggul dan kepala janin (Tjipta G, D, 2002)


(18)

Grande multipara kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali diregangkan kehamilan, membatasi kemampuannya berkerut untuk menghentikan perdarahan sesudah persalinan. Disamping itu dinding rahim dan perut sudah kendor, kekenyalannya sudah kurang hingga kekuatan mendesak kebawah tidak seberapa banyak pula dijumpai tidak cukupnya tenaga untuk mengeluarkan janin, yang dikenal dengan sebutan merits uteri. Keadaan ini akan lebih buruk lagi pada kasus dengan jarak kehamilan yang singkat.(Sastrawinata S, 1983) Menurut Sujudi, jarak kelahiran anak merupakan kunci kelangsungan hidup anak. Tingkat kematian anak dilahirkan dengan jarak kelahiran dua tahun tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang dilahirkan dengan jarak kelahiran lebih empat tahun (Kompas 2003).

Hasil penelitian Ahmad di RSUD Dr Adjidarmo Rangkasbitung tahun 2000 menemukan kejadian asphyxia neonatorum 1,480 kali pada ibu yang melahirkan dengan paritas primipara dan grandemultipara dari pada ibu dengan multipara

d Penyakit yang Diderita Ibu

Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin ; hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain (Wiknjosastro H. .dkk,2005 )

Hipertensi adalah tekanan darah lebih tinggi dari tekanan darah normal yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama morbioditas dan mortalitas pada ibu dan fetus. Klasifikasi hipertensi pada kehamilan menurut The Seven Report ofthe Joint National Committee on


(19)

Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ( JNC VII)

dibagi atas 5 kategori yaitu (Zen U, 2008) :

1 Hipertensi kronik yaitu tekanan darah sistolik 140/90 mmHg atau tekanan darah diastolik ≤ 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu gestasi, menetap sampai 12 minggu atau lebih post partum

2 Preeklamsi tekanan darah sistolik 140/90 mmHg atau tekanan darah diastolik ≤ 90 mmHg dengan proteinuria (300 mg/24 jam) setelah 20 minggu gestasi. Dapat berkembang menjadi eklamsi ( kejang). Sering pada wanita nullipara, multipel gestasi, wanita dengan riwayat preeklamsi, wanita dengan riwayat penyakit ginjal. 3 Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi adanya proteinuria muncul

setelah 20 minggu protein naik tiba-tiba 2 – 3 kali lipat, tekanan darah meningkat tiba-tiba peninggian SGOT atau SGPT

4 Gestasional hipertensi yaitu hipertensi tanpa proteinuria timbul setelah 20 minggu gestasi

5. Transien hipertensi diagnosa restrospektif, Tekanan darah normal dalam 12 minggu postpartum, dapat berulang pada kehamilan. (Zen U, 2008)

Hipertensi dalam kehamilan dapat menimbulkan berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan

juga ke janin (Mochtar, 2004)

Preeklamsia dan eklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan. Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Perubahan pada organ ibu yang mengalami


(20)

preeklamsia dan eklamsia yaitu terjadinya aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preekslamsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus dan asphyxia neonatorum (Tanjung M,T, 2004.)

2 Faktor Plasenta

Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan membuang sisa metabolisme janin dan CO2

Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta (plasenta previa), solusio plasenta dsb.(Manuaba IBG, 2002) a Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Insidensi plasenta previa adalah 0,4% - 0,6 % , perdarahan dari plasenta previa menyebabkan kira-kira 20 % dari semua kasus perdarahan ante partum. Tujuh puluh persen pasien dengan plasenta previa mengalami perdarahan pervaginam yang tidak nyeri dalam trimester ketiga, 20 persen mengalami kontraksi yang disertai dengan perdarahan, dan 10 persen memiliki diagnosa plasenta previa yang dilakukan tidak sengaja dengan


(21)

ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah cukup bulan. Penyulit pada ibu dapat menimbulkan anemia sampai syok sedangkan pada pada janin dapat menimbulkan

asphyxia neonatorum sampai kematian janin dalam rahim ( Manuaba IBG,2002) b Solutio Plasenta

Solution plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr (Saifuddin AB, 2001)

Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan pada ibu dan janin. Penyulit terhadap janin tergantung luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan

asphyxia neonatorum ringan sampai kemaatiann janin dalam rahim (Manuaba

IBG,2002)

3 Faktor Neonatus a Prematur

Bayi premature adalah bayi lahir dari kehamilan antara 28 minggu – 36 minggu. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh belum berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna seperti system pernafasan maka terjadilah asfiksia ( Depkes,RI, 2002)


(22)

b Kehamilan ganda

Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan ganda dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan bayi pertumbuhan janin kehamilan ganda tergantung dari factor plasenta apakah menjadi satu atau bagaimana lokalisasi implementasi plasentanya. Memperhatikan kedua faktor tersebut, mungkin terdapat jantung salah satu janin lebih kuat dari yang lainnya, sehingga janin mempunyai jantung yang lemah mendapat nutrisi dan O2 yang kurang menyebabkan pertumbuhan terhambat, terjadilah asphyxia neonatorum

sampai kematian janin dalam rahim (Manuaba IBG, 2002 ) c Gangguan Tali Pusat

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan talipusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin, dll. (Wiknjosastro H,.dkk,2005 )

4 Faktor Persalinan

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari uterus melalui vagina kedunia luar ( Wiknjosastro.dkk, 2002 )

Menurut Manuaba,IBG.1998, persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan/kekuatan sendiri. Bentuk persalinan yang dapat menimbulkan asphyxia neonatorum adalah;


(23)

a Persalinan buatan/persalinan anjuran .

Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asphyxia neonatorum yang disebabkan oleh Tekanan langsung pada kepala ; .menekan pusat-pusat vital pada medula oblongata, aspirasi air ketuban, mekonium, cairan lambung dan perdarahan atau odema jaringan pusat saraf pusat (Manuaba,IBG, 1998)

Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin akan menimbulkan kontraksi otot rahim yang berlebihan mengganggu sirkulasi darah sehingga menimbulkan asphyxia janin.

b Partus Lama

Partus lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi, dan lebih dari 18 jam pada multi. Partus lama masih merupakan masalah di Indonesia Persalinaan pada primi biasanya lebih lama 5-6 jam dari pada multi. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu maupun pada bayi, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi.Insident partus lama menurut penelitian adalah 2,8 % - 4,9% (Mochtar, 2004)

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis asphyxia neonatorum tidak hanya ditegakkan setelah bayi lahir, tetapi juga dapat ditegakkan sewaktu janin masih berada dalam rahim. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa umumnya asphyxia neonatorum yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-


(24)

tanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian, ( Depkes RI 2002 ) a Denyut jantung janin

Frekuensi denyut jantung janin normal antara 120 dan 160 denyutan semenit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik

elektrokardiograf janin digunakan untuk terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.

b Mekonium dalam air ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

c Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pHnya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis. Diagnosis gawat-janin sangat penting untuk dapat menyelamatkan dan dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi


(25)

yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asphyxia neonatorum.

d Penilaian dengan menggunakan APGAR

Tabel 2.1 Diagnosa asphyxia neonatorum pada Bayi Baru Lahir Ditegakkan dengan Menetapkan Nilai Apgar Neonatus yang Diperkenalkan Dr.Virginia Apgar Pada Tahun 1953

Nilai Tanda

0 1 2

Frekuensi Jantung

Tidak ada Kurang dari 100/ menit Lebih dari 100/menit Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur,

menangis lemah

Ku3at, baik, menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit

Gerakan aktif Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Batuk atau bersin Warna kulit Biru pucat Tubuh kemerahan,

ekstremitas biru

Tubuhdan ekstremitas kemerahan

Berdasarkan penilaian APGAR dapat diketahui derajat vitalitas bayi adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan refleks-refleks primitif seperti mengisap dan mencari puting susu, salah satu menetapkan derajat vitalitas bayi lahir dengan Nilai APGAR (IDAI,1998)


(26)

Tabel. 2.2 Derajat Vitalitas Bayi Lahir Menurut Nilai APGAR Klasifikasi Nilai APGAR Derajat Vitalitas A Asfiksia Ringan / tanpa asfiksia

7 – 10 Tangisan kuat disertai gerakan aktif

B

Asfiksia Sedang

4 -6

- Pernafasan tidak teratur, megap-megap, atau tidak ada pernafasan

- Denyut jantung lebih dari 100 kali per menit C

Asfiksia Berat

0 – 3 - Tidak ada pernafasan

- Denyut janatung 100 kali per menit atau kurang

D

FresStillbirth

(Bayi lahir mati)

0 - Tidak ada pernafasan - Tidak ada denyut jantung

Penilaian Status Klinik digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima untuk menilai prognosis neurologik ( Marjono AB, 1992 )

2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bayi baru lahir, langkah yang perlu dilakukan adalah (Saifuddin, at all, 2001);

1 Membersihkan jalan nafas yang dimulai dari saat bayi keluar dari jalan lahir dengan menggunakan kasa steril untuk membersihkan jalan nafas dari cairan ketuban. Selanjutnya pembersihan jalan nafas dengan menggunakan pengisap lendir setelah tali pusat dipotong. Bila cairan ketuban tidak bercampur dengan


(27)

mekoneum pengisap lendir cukup dari mulut dan hidung saja, tetapi bila terdapat mekoneum diperlukan pengisapan langsung dari trachea.

2 Pemotongan tali pusat dilakukan dengan menggunakan pisau atau gunting yang steril atau desinfektan tingkat tinggi ( DTT). Periksa tali pusat setiap 15 menit untuk mendeteksi kemungkinan adanya perdarahan, jangan mengoleskan salep apapun atau zat lain ke tampuk tali pusat. Hindari pembungkusan tali pusat. Tampuk tali pusat yang tidak tertutup akan mengering dan puput lebih cepat dengan komplikasi yang lebih sedikit.

3 Selanjutnya upaya mencegah kehilangan panas dengan cara meletakkan bayi dibawah alat pemancar panas, dan mengeringkan bayi dari air ketuban serta menyingkirkan kain pengering yang basah, kemudian melakukan penentuan apgar skor untuk menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya dan merupakan penilaian kondisi bayi saat baru lahir (menit 1 dan ke 5).

Nilai Apgar 1 dan 5 menit yang rendah merupakan indikator untuk identifikasi kebutuhan bayi akan resusitasi ( Cunningham, et all, 1995 ). Apabila nilai apgar ,< 7 (4– 6) masih diperlukan penilaian tambahan yaitu setiap 5 menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih.

Nilai pada menit pertama berguna untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima berguna untuk menilai prognosis neurologik


(28)

2.2.7 Manajemen Asphyxia Neonatorum Penilaian

Bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap-megap Langkah awal (dilakukan dalam 30 detik):

1. Jaga bayi hangat 2. Atur posisi bayi 3. Isap lendir

4. Keringkan dan rangsang taktil 5 Reposisi

6. Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur ..?

Ya Tidak

Ventilasi 1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan

2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi 3. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan

tekanan 20 cm air dalam 30 detik

4. Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur ? Tidak

Ya

Lanjutkan ventilasi, hentikan tiap 30 detik Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur ?

Tidak

Ya

Asuhan Pasca Resusitasi

1. Jaga bayi agar tetap hangat 2. lakukan pemantauan 3. konseling

4. pencatatan

Setelah ventilasi selama 2 menit tidak berhasil, siapkan rujukan.

Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernafas hentikan ventilasi setelah 20 menit Konseling dukungan emosional

Pencatatan bayi meninggal


(29)

2.2.8 Batasan dalam Penilaian Apgar

a. Resusitasi segera dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.

b. Keputusan perlu-tidaknya resusitasi maupun penilaian respon resusitasi cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus neuromuscular, dari pada dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.

2.2.9 Strategi Menurunkan Angka Kejadian dan Kematian Bayi dengan asphyxia neonatorum

Pada tahun 2000 pemerintah Indonesia telah mencanangkan Making pregnancy Safer yang merupakan strategi sektor kesehatan secara terfokus. Fokus

strategi Making pregnancy Safer adalah untuk meningkatkan kemampuan sistim kesehatan dalam menjamin penyediaan dan pemantapan pelayanan kesehatan yang diajukan untuk menanggulangi penyebab utama kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru lahir.

Dalam pelaksanaan making pregnancy safer Pemerintah Indonesia akan memanfaatkan pengalaman Safe motherhood dengan memfokuskan pada intervensi

utama disektor kesehatan dan kegiatan yang berbasis masyarakat. Penekanan pada persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan tepat dan efektif. Dalam pengembangan intervensi dan kegiatan masyarakat dilakukan pendekatan perencanaan yang sistematis dan terintegrasi dengan


(30)

mengutamakan pentingnya kemitraan antara sektor pemerintah, badan donor, sektor swasta dan masyarakat ( DepkesR.I, 2001)

Untuk dapat mencapai tujuan dan target making pregnancy safer ada empat strategi utama yang konsisten dengan rencanan Indonesia sehat 2010 yaitu : (Depkes R.I, 2001)

a Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost effektif dan berdasarkan bukti-bukti.

b Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan Making pregnancy safer.

c Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

d. Mendorong keterliban masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.


(31)

2.3 Landasan Teori

Bayi asphyxia neonatorum disebabkan oleh banyak factor (multi factorial) seperti terlihat pada bagan berikut ini (kosim,M.S, dkk 2005 )

Keadaan ibu

• Preeklampsia dan eklampsia

• Pendarahan abnormal (plasensta previa atau solusio plasenta

• Partus lama atau partus macet • Demam selama persalinan • Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, HIV)

Kehamilan Post matur ( sesudah 42 minggu)

Keadaan tali pusat: - Lilitan tali pusat - Talipusat pendek - Simpul talipusat - Prolapsus tali pusat

Keadaan bayi : - Bayi premature

- Persalinan sulit (letaksunsang, bayi kembar, distosia bahu,ekstraksi

vakum, forcep)

Kejadian asphyxia neonatorum

( Bayi tidak menangis, tidak bernafas spontan atau megap-megap )

Manajemen asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir : - Keringkan bayi dan bebaskan jalan nafas ( resusitasi ) - Berikan ventilasi

- Asuhan pasca resusitasi

Hidup Meninggal


(32)

2.4 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Ibu :

1. Umur ibu

2. Paritas

3. Penyakit Ibu

Bayi asphyxia neonatorum

Faktor bayi :

1. Prematur

2. Gemelli

Bayi non asphyxia

neonatorum

Faktor Persalinan

1. Bentuk persalinan

2. Persalinan lama

3. Ketuban Pecah Dini


(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat analitik observasional dengan desain case control, sebagai kasus adalah ibu yang melahirkan bayi dengan asphyxia neonatorum dan kontrol adalah ibu yang melahirkan bayi tanpa asphyxia neonatorum, data diperoleh dari catatan rekam medik berasal dari status pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum DR Pirngadi Medan tahun 2007, kemudian secara

retrospektif diteliti factor resiko sehingga dapat menjelaskan faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Kota Medan (mulai bulan Maret s/d April 2008 dengan kriteria tingginya kematian bayi baru dilahirkan yang disebabkan oleh asphyxia neonatorum pada tahun 2005 sebanyak 27 bayi (35,8‰) dan tahun 2006 sebanyak 108 bayi (113 ‰) dan tahun 2007 sebanyak 59 bayi (77 ‰ )


(34)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini semua data ibu-ibu yang melahirkan bayi dan dirawat di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Medan periode Januari 2007 sampai 31 Desember 2007, kasus sebanyak 234 dan kontrol sebanyak 523 3.3.2 Sampel

a Kelompok Kasus ; data Ibu yang melahirkan bayi asphyxia neonatorum di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Kota Medan periode Januari sampai dengan 31 Desember 2007.

Kriteria inklusi kasus dari data Ibu yang melahirkan bayi asphyxia neonatorum

dan dirawat di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Medan, sedangkan kriteria

eksklusi pada kasus data ibu yang melahirkan bayi asphyxia neonatorum dan dirawat di RSU DR Pirngadi Medan dengan catatan medik yang tidak lengkap b Kelompok kontrol : data ibu yang melahirkan bayi non asphyxia neonatorum dan

dirawat di Rumah sakit umum Dr Pirngadi Medan periode Januari sampai Desember 2007

3.3.3 Besar Sampel

Besarnya sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus : (Lameshow,et.al,1997)


(35)

{ Z1 – /2 √ [ 2Po2 (1-Po2)] + Z 1- √ [Pot (1-P1) + Po2 (1-Po2)] }2 n =

( Pot- Po2

Keterangan: n = besar sample

Z1 = tingkat kepercayaan

Po2 = prevalensi kejadian asphyxia neonatorum Pot = kelompok terpapar

Besarnya sampel ditentukan dengan memperkirakan proporsi populasi terpapar dengan menggunakan rumus ( Lameshow,et.al,1997 )

(OR) Po2 Pot =

(OR) P2 + ( 1 – P2 )

Diperkirakan prevalensi kejadian asphyxia neonatorum 15 % ( P02 = 15 %) dan dengan rasio odds sebesar 2,5 % ( OR = 2,5 ) Dengan demikian maka proporsi kelompok terpapar pada kasus (Pot) dapat dihitung sebagai berikut

2.5( 0,15 ) Pot =

2.5 (0,15) + ( 1 – 0,15 )

0,38 0,38 Pot =

0.38 + 0,85 = 1.23 = 0.309

P0t = 0.31

Hasil perhitungan Pot didapat = 0,31, dengan interval kepercayaan 95 % ( = 0,05 ) pada tingkat kemaknaan 80 %, maka besar sampel


(36)

{ Z1 – /2 √ [ 2Po2 (1-Po2)] + Z 1- √ [Pot (1-P1) + Po2 (1-Po2)] }2 n =

( Pot- Po2 )

{ 1,96 √ [ 2. 0,15 X 0, 85 + 1,28 √ [0,31 ( 0,69 ) + 0,15 ( 0,85 )] }2 n =

( 0,31 – 0,15 )2

n =

{ 1,96 √ [ 0,26 + 1,28 √ [0,21 + 0,13] 2 0.03

( 0.999 + 0.745 ) n=

0.03 = 3.041

n = = 102 0.03

Jumlah kasus dan kontrol adalah 204 orang, dengan perbandingan 1 : 1.

Pemilihan sampel dengan cara mengumpulkan data ibu yang melahirkan di RSU Dr Pirngadi Kota Medan periode 1 Januari sampai 31 Desember 2007 (757 orang), kemudian dipisahkan antara ibu yang melahirkan bayi dengan asphyxia neonatorum

(kasus) sebanyak 234 bayi dan tidak asfiksia 523 orang (kontrol). Untuk pengambilan sampel kasus dan kontrol dengan cara pencuplikan sistematis (Murti B, 2003) populasi kasus diberi nomer kepada setiap individu 001 – 234 dan kontrol 001 – 523, dilakukan dengan pelemparan coin keluar koin dengan nomer ganjil, maka diambil dengan nomor urut 1, 3 dan seterusnya sedangkan untuk kontrol dengan kelipatan 5 yaitu 1, 6, 11 dan seterusnya sampai didapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan ditambah 10 sampel ( 10 %) dari jumlah sampel yang dibutuhkan untuk cadangan seandainya data yang diinginkan tidak lengkap.


(37)

3.4 Metode Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari catatan rekam medik yang ada di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Kota Medan, alat pengumpulan data yaitu dummy table.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mempelajari catatan medik ibu melahirkan rawat inap sebanyak 204 status ibu (kasus dan kontrol), baik yang melahirkan bayi dengan asphyxia neonatorum maupun Non asphyxia neonatorum. Pengambilan data berdasarkan pencuplikan sistematis mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2007, dalam pengumpulan data penulis dibantu oleh petugas rekam medik.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Dependen :

a Asphyxia Neonatorum

Adalah riwayat bayi baru lahir pada menit pertama dan menit kelima setelah lahir gagal bernafas secara spontan dengan nilai APGAR ≤ 6 sesuai dengan diagnosa dokter/bidan

b Bayi lahir Non Asphyxia Neonatorum

adalah bayi lahir dengan tangisan kuat, bernafas baik dan gerakan aktif dengan nilai APGAR ≥ 7 berat badan lahir ≥ 2500 gram


(38)

3.5.2 Variabel Independen

a Umur adalah Usia ibu saat melahirkan bayi pada tahun 2007 dikategorikan berdasarkan kelompok usia risiko tinggi ibu melahirkan yaitu antara usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun

b Paritas adalah Jumlah anak yang dilahirkan ibu baik hidup maupun mati, lahir tunggal maupun kembar yang ditagorikan berdasarkan jumlah kehamilan ibu yang beresiko yaitu paritas ≤ 1 dan ≥4

c Penyakit ibu adalah penyakit yang diderita ibu pada saat hamil yang dapat mempengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum, terdiri dari :

1 Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan atau tekanan diastolic ≥ 15 mmHg

2 Anemia yaitu ibu hamil dengan kadar HB < 11 gr %

3 Preekslampsi: adalah terjadinya penurunan aliran darah ke plasenta

mengakibatkan kurangnya nutrisi sehingga terjadi gawat janin yang ditandai dengan adanya protein urin, tekanan darah diatas 140/90 mmHg

4 Perdarahan ante partum yaitu perdarahan pervagina pada kehamilan 28 minggu atau lebih yang beresiko terjadinya asphyxia neonatorum disebabkan

plasenta previa dan solutio plasenta sesuai dengan catatan pada status pasien d BBL adalah Berat badan bayi baru lahir yang yang kategorikan berdasarkan

kelompok resiko terjadinya asphyxia neonatorum pada Bayi baru lahir yaitu bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram dengan umur kehamilan kurang atau lebih dari 37 minggu berdasarkan catatan medik


(39)

e Gemeli adalah Bayi lahir lebih dari 1

f Faktor persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang mempunyai resiko terjadinya asphyxia neonatorum terdiri dari :

1 Persalinan tindakan : adalah riwayat kelahiran bayi yang dibantu tenaga dari luar seperti vacum ekstraksi, forcep dan bedah Caesar berdasarkan catatan yang

terdapat pada status pasien.

2 Partus lama adalah riwayat proses kelahiran bayi berlangsung lebih dari 24 jam untuk primi para dan lebih dari 18 jam untuk multipara berdasarkan diagnosa dokter yang tercatat pada status pasien

3 Ketuban pecah dini yaitu suatu keadaan dimana selaput ketuban pacah sebelum terjadinya persalinan yang disebabkan oleh kurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri sesuai dengan catatan pada status pasien

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen menggunakan skala pengukuran nominal, dimana pengukurannya dilakukan dengan membagi 2 kategori ya yaitu bayi dengan

asphyxia neonatorum dan tidak yaitu bayi tidak asphyxia neonatorum. Penilaian kategori berdasarkan diagnosa dokter pada status pasien


(40)

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Independen

Pengukuran variabel independen menggunakan skala ordinal dan nominal, dimana pengukurannya dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori 1 yang mempunyai risiko dengan kejadian asphyxia neonatorum dan kategori 2 yang tidak masuk kelompok risiko kejadian asphyxia neonatorum. Penilaian kategori tersebut berdasarkan catatan yang ada pada status pasien sesuai dengan variabel yang diteliti,

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Dependen dan Variabel Independen

Variabel Kategori Skala Pengukuran

I. Variabel Dependen

asphyxia neonatorum 1. Ya 2. Tidak

Nominal II. Variabel Independen

A. Faktor Ibu

1.Umur 1.< 20 th />.35 th 2. 20 – 35 th

Ordinal 2. Paritas 1. ≤1 dan ≥ 4

2. 2-3

Ordinal 3. Penyakit ibu

a. Hipertensi b. anemia c. preekslamsi

d. perdarahan ante partum

1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak Nominal Nominal Nominal Nominal B. Faktor Bayi

1. Berat badan lahir

1. BBLR

2. BB normal Nominal 2. Gemeli 1. Ya

2. Tidak


(41)

Lanjutan tabel 3.1 C. Faktor Persalinan

1. Bentuk persalinan 2. Partus Lama

3.. Ketuban pecah dini

1. Tindakan 2. Normal 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak

Nominal

Nominal

Nominal

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Daftar isian yang telah diisi pada saat pengumpulan data dicek tentang kelengkapan data, dalam pengumpulan data tidak dijumpai kekurangan maka tidak dilakukan pendataan ulang, kemudian diedit dan diberi kode sebelum dimasukkan dalam komputer.

3.7.2 Analisis Data a Analisis Univariat

Analisa univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi menurut berbagai karakteristik variable yang diteliti baik untuk variable


(42)

b Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan test kemaknaan berupa test X2 (chi square) dengan derajat kepercayaan 95 %. Hasil perhitungan statistik dapat menunjukkan ada tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti yaitu dengan melihat nilai p, Bila dari hasil perhitungan statistik nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Selain itu dilakukan juga perhitungan Odd Rasio (OR) untuk melihat estimasi

risiko terjadinya outcome, sebagai pengaruh adanya variabel independen. Yang dimaksud OR adalah suatu perbandingan pajanan diantara kelompok kasus terhadap pajanan pada kelompok kontrol (Basuki 1999). Perubahan satu unit variabel independen akan menyebabkan perubahan sebesar nilai OR pada variabel dependen.

Estimasi confidence interval (CI) untuk OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%. Interpretasinya adalah sebagai berikut :

Bila OR > 1 berarti sebagai faktor risiko menyebabkan terjadinya outcome. Bila OR = 1 berarti bukan sebagai faktor resiko dengan kejadian

Bila OR < 1 berarti sebagai faktor proteksi atau pelindung

Tabel 3.2 Dasar Perhitungan Studi Kasus Kontrol Faktor Resiko Kasus Kontrol Faktor Resiko ( + ) A B


(43)

A/C AD Rasio odds = =

B/D = BC c Analisis Multivariat

Analisa ini diperlukan untuk melihat hubungan antara satu variabel dependen dengan seluruh variabel independen, sehingga dapat diketahui variabel independen yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian asphyxia neonatorum dengan menggunakan uji Regressi Logistik .

Uji Regressi Logistik dilakukan melalui beberapa tahapan untuk mendapatkan nilai p < 0,05 pada setiap variabel independen yang berpengaruh terjadinya asphyxia neonatorum. Analisis secara simultan dari beberapa variabel faktor terhadap suatu hasil dapat dilakukan dengan metode regressi logistik dengan rumus:


(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Dr Pirngadi Kota Medan

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Kota Medan yang berlokasi di jalan Prof Haji Muhamad Yamin SH No. 47 Medan., merupakan rumah sakit milik ’’Pemerintah Kota Medan “ Propinsi Sumatera Utara dengan status Rumah Sakit Swadana sejak 11 Februari 1998. RSU Dr Pirngadi Kota Medan adalah Rumah Sakit Pendidikan dengan kualifikasi kelas B yang terakreditasi dasar tanggal 14 April 2000

4.2 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor : 30 Tahun 2002 tanggal 06 September 2002 dan Keputusan Walikota 55 Tahun 2002 tanggal 06 September 2002 tentang Tugas Pokok dan Fungsi, Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr Pirngadi Kota Medan adalah unsur penunjang Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan, sesuai dengan peraturan perunadang-undangan yang berlaku.


(45)

Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr Pirngadi Kota Medan mempunyai fungsi, sebagai berikut :

1 Menyelenggarakan pelayanan medis

2 Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis 3 Menyelenggarakan asuhan keperawatan

4 Menyelengkaragakan pelayanan rujuakn 5 Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan 6 Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan 7 Mengelola administrasi dan keuangan.

8 Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya 9 Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah

Organisasi dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang membawahi 5 (lima) Kepala Bidang, 1 (satu) Sekretaris, 20 ( dua puluh ) Kepala Sub Bagian/Sub Bidang serta 20 (dua Puluh) Ketua Staf Medis Fungsional (SMF) dan 18 (delapan belas) Kepala Instalasi

4.3 Visi dan Misi 4.3.1 Visi

Visi merupakan cara pandang jauh ke depan (gambaran menantang) yang berisi Cita dan Citra yang ingin diwujudkan Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan dan dengan kata lain menggambarkan hendak menjadi apa organisasi di masa depan. Penetapan Visi mana Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota


(46)

Medan sangat penting sebagai penentu arah pelaksanaan tugas yang diemban oleh seluruh jajaran pimpinan dan karyawan. Visi tersebut digali dari keyakinan dasar dan nilai-nilai yang dianut seluruh pegawai Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan, dengan mempertimbangkan faktor lingkungan sekitarnya, dan keselarasannya dengan Visi Negara Republik Indonesia dan Visi Pemerintah Kota Medan.

Visi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan adalah terwujudnya: “Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan MANTAP TAHUN 2010” ( Mandiri, Tanggap dan Profesional )

Penjelasan dari Visi tersebut di atas adalah sebagai berikut :

a Mandiri dalam pendanaan & pelaksanaan Pelayanan Kepada Masyarakat.

b Tanggap terhadap Tuntutan Masyarakat, Perobahan Pola Penyakit dan Kemajuan IPTEK di bidang Kesehatan.

c Professional dalam Pelaksanaan Pelayanan sesuai Standard dan Etika 4.3.2 Misi

Misi adalah sesuatu yang harus diemban dan dilaksanakan , sesuai dengan mandat yang diberikan kepada organisasi, agar tujuan organisasi tercapai dan visi yang telah ditetapkan berhasil diwujudkan. Dengan adanya misi diharapkan seluruh pegawai dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dapat mengenal keberadaan Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan, mengatahui peran dan program-program serta hasil yang akan diperoleh dimasa akan datang.


(47)

Misi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan adalah :

1 Meningkatnya upaya Pelayanan Medik, Non Medik dan Perawatan secara Profesional.

1 Meningkatkan peran rumah sakit sebagai tempat pendidikan, penelitian dan pengembangan Iptek.

2 Mewujudkan rumah sakit sebagai pusat rujukan se Sumatera Utara

3 Meningkatkan pelaksanaan administrasi dan manajemen RS yang berkualitas, transparan dan Akuntabel.

MOTTO “ Aegroti Salus Lex Suprema “ (Kepentingan Penderita adalah yang utama) NORMA , sebagai pedoman & batasan berprilaku dan bertindak dalam tugas dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seluruh staf & karyawan RSU Dr. Pirngadi Medan akan melaksanakan sesuai Norma.

1 Iman dan Taqwa

2 Kemanusiaan dan Kepedulian 3 Ramah dan Berbudi Luhur 4 Disiplin dan Bertanggung jawab 5 Bersih dan Sehat

6 Setia dan Taat

7 Terampil dan berprestasi.


(48)

Fasilitas Pelayanan

Tabel 4.1 Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pelayanan Spesialis/Klinik Perawatan Rawat Inap Pelayanan Penunjang 1. Anak 2. Bedah

3. Kebidana & Kandungan 4. Penyakit Dalam

5. Gigi & Mulut 6. Syaraf

7. THT 8. Mata 9. Paru

10.Kulit & Kelamin 11.Jantung

12.Bedah Tulang 13.Alergi

14.Klinik Ketergantungan obat

15.Klinik Menopause 16.Jiwa

17.Bedah Laser 18.Bedah Syaraf

1. Kelas III 2. Kelas II 3. Kelas I 4. Kelas Utama 5. VIP

6. ICU 7. ICCU 8. Unit Stroke

1.Laboratorium Patologi Klinik

2.Laboratorium Patologi Anatomi

3.Radio Diagnostik 4.Radiotherapi 5.CT-Scan 6.USG

7.Endoskopi,ECG 8.Echocardiografi 9.Treadmil, EEG, EMG 10. TUR , laparoskopi 11. Konsultasi Gizi 12. Farmasi

13. Hemodialisa 14. Kamar Bedah 15. Bronchoscopy 16. Fisioterapy.

4.5 Hasil Analisis Univariat, Bivariat dan Multivariat Faktor yang Mempengaruhi Terjadi Asphyxia Neonatorum

4.5.1 Analisis Univariat

Gambaran dari faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum akan dijabarkan pada tabel 4.2


(49)

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia Neonatorum Di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol Faktor Penyebab Asfiksia

N % N %

A Faktor Ibu 1 Umur ( th )

< 20 dan > 35 37 36,27 31 30,39

20 – 35 65 63,73 71 69,61

Total 102 100,00 102 100,00

2 Paritas

1 dan > 3 69 67,65 45 44,12

2 – 3 33 32,35 57 55,88

Total 102 100,00 102 100,00

3 Hipertensi ibu hamil

Ya 16 15,69 5 4,90

Tidak 86 84,31 97 95,10

Total 102 100,00 102 100,00

4 Anemia

Ya 24 23,53 3 2,94

Tidak 78 76,47 99 97,06

Total 102 100,00 102 100,00

5 Pre eklampsi

Ya 15 14,71 5 4,90

Tidak 87 85,29 97 95,10

Total 102 100,00 102 100,00

6 Perdarahan ante partum

Ya 10 9,80 2 1,96

Tidak 92 90,20 100 98,04

Total 102 100,00 102 100,00

B Faktor Bayi

1 Berat Badan Bayi Lahir

BBLR 31 30,39 8 7,84

BBN 71 69,61 94 92,16

Total 102 100,00 102 100,00

2 Gemeli

Ya 1 0.98 0 0,00

Tidak 101 99,02 102 100,00


(50)

Lanjutan tabel 4.2 C Faktor persalinan

1 Bentuk persalinan

Partus dengan Tindakan 58 56,86 49 48,04 Partus Spontan 44 43,14 53 51,96

Total 102 100,00 102 100,00

2. Persalinan Lama

Ya 5 4,90 3 2,94

nTidak 97 95,10 99 97,06

Total 102 100 102 100

3. KPD

Ya 3 2,94 2 1,96

Tidak 99 97,06 100 98,04

Total 102 100,00 102 100,00

Gambaran umur responden dapat dilihat pada tabel 4.1. kelompok kasus dan kelompok kontrol, umur responden 20 – 35 tahun lebih banyak dibandingkan umur responden < 20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu pada kelompok kasus sebanyak 65 orang ( 63, 73 %) dan pada kelompok kontrol dan 71 orang ( 69,61 % )

Sebaran Responden menurut jumlah anak ( paritas ) dapat dilihat pada tabel 4.1. paritas ibu dalam penelitian ini dibagi atas dua kelompok yaitu ibu dengan paritas 1 dan > 3 serta ibu dengan paritas 2 – 3, hasil penelitian terlihat bahwa jumlah responden yang mempunyai paritas 1 dan > 3 lebih besar dari paritas 2-3 yaitu 69 responden (67.65 % ) pada kelompok kasus dan 45 responden ( 44,12 % ) pada kelompok kontrol.

Berdasarkan riwayat hipertensi menunjukkan bahwa adanya riwayat hipertensi pada saat hamil pada kelompok kasus sebanyak 16 responden (15,69 % ), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 5 responden ( 4,90 % )


(51)

Berdasarkan riwayat anemia menunjukkan bahwa pada kelompok kasus Responden yang mengalami anemia sebayak 24 responden ( 23,53 % ) yaitu responden yang memiliki Hb < 11 gr % dan pada kelompok kontrol sebanyak 3 responden ( 2,94% ) dengan Hb < 11 gr %.

Perdasarkan preeklamsia pada ibu hamil, responden yang mengalami preeklampsia dan eklamsia saat hamil dan melahirkan yang menimbulkan bayi

asphyxia neonatorum sebanyak 15 responden ( 14,71% ) dan pada kelompok kasus, dan sebanyak 5 responden ( 4,90 % ) pada kelompok kontrol.

Ibu yang mengalami perdarahan ante partum dapat menimbulkan bayi

asphyxia neonatorum sebanyak 10 responden ( 9,80 % ) pada kelompok kasus dan 2 responden ( 1,96 % ) pada kelompok kontrol.

Berdasarkan Berat badan lahir yang menimbulkan asphyxia neonatorum

pada kelompok kasus sebanyak 31 responden ( 30,39 % ) mengalami berat badan lahir rendah (premature ) dan pada kelompok kontrol sebanyak 8 responden ( 7,84 %) Dan berdasarkan bayi gemeli yang dapat menimbulkan bayi asphyxia neonatorum

hanya 1 ( satu ) responden (0,98%), sedangkan pada kontrol tidak dijumpai.

Berdasarkan riwayat persalinan menunjukkan bahwa kelompok kasus mengalami persalinan dengan tindakan sebanyak 58 responden ( 56,86 % ) terjadinya

asphyxia neonatorum dan pada kelompok kontrol sebanyak 49 responden (48,04), dan berdasarkan komplikasi dalam persalinan 5 responden (4,90 %) pada kelompok kasus yang mengalami persalinan lama sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 3 responden ( 2,94 % ) dan Berdasarkan ketuban pecah dini tidak banyak dijumpai


(52)

hanya 3 responden (2,94%) pada kelompok kasus dan 2 ((1,96% ) pada kelompok kontrol.

4.5.2 Analisis Bivariat

1 Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Bayi Asphyxia Neonatorum

Hubungan umur ibu dengan kejadian asphyxia neonatorum dapat dilihat pada tabel 4.3. dari hasil penelitian didapatkan ibu dengan umur < 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mempunyai peluang terjadinya asphyxia neonatorum sebesar 37 responden (54,40 % ) sedangkan ibu dengan umur 20–35 tahun mempunyai peluang 65 (47,80%)

Uji statistik chi-Square diperoleh nilai X2 = 0.794b dan nilai p. value adalah 0.458 berarti nilai p value > 0,05 menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna proporsi bayi yang mengalami asphyxia neonatorum pada ibu dengan umur < 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dibandingkan ibu yang yang berumur 20 – 35 tahun. Adapun besarnya beda dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 1,304 (0.727 – 2.338), artinya risiko terjadinya asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir pada ibu hamil dengan umur < 20 tahun dan lebih dari 35 tahun 1,304 kali lebih besar dibandingkan ibu yang dengan umur 20 tahun – 35 tahun

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Umur Ibu Terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSU Dr Pirngadi Kota Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol Umur

N % N % P Value

OR ( 95% CI) < 20 th atau > 35 th 37 54.40 31 45.60

20 – 35 th 65 47.80 71 52.20

0.458

1,304(0.727-2.338 )


(53)

2 Hubungan Paritas Ibu terhadap Kejadian AsphyxiaNneonatorum

Paritas ibu diduga berkaitan erat dengan kejadian asphyxia neonatorum. Hasil penelitian dijumpai bahwa ibu dengan paritas 1 atau > 3 mempunyai peluang terjadinya asfiksia Neonatorum sebesar 69 (60,5 % ), sedangkan ibu dengan paritas 2-3 orang mempunyai peluang terjadinya asphyxia neonatorum sebanyak 33 (36,7 %)

Uji statistic chi-Square diperoleh nilai X2 = 11.453 dan nilai p. value adalah 0,01 berarti nilai p value < 0,05 menunjukkan adanya hubungan bermakna proporsi bayi yang mengalami asphyxia neonatorum pada ibu dengan paritas 1 dan > dari 3 dibandingkan ibu yang memounyai paritas 2-3. Adapun besarnya beda dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 2,648 (1.498-4.683), artinya risiko terjadinya asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir ibu dengan paritas 1 dan lebih dari 3 2,648 kali lebih besar dibandingkan ibu yang mempunyai paritas 2-3

Tabel 4.4 Distribusi Paritas Ibu Terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSU Dr Pirngadi Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol Paritas

N % N % P Value

OR ( 95% CI) 1 dan ≥ 4 69 60,5 45 39,5

2 – 3 33 36,7 57 63,3

0.01 2,648 (1,498-4,683)

Total 102 102

3 Hubungan Hipertensi Pada Ibu Hamil dengan Kejadian Asphyxia Neonatorum Hubungan Hipertensi yang diderita ibu dengan kejadian asphyxia neonatorum dapat dilihat pada tabel 4.5 dari hasil penelitian didapatkan bahwa ibu yang mengalami hipertensi pada saat hamil berisiko terjadi asphyxia


(54)

neonatorum sebesar 86,7 %, sedangkan ibu yang tidak mengalami hipertensi selama kehamilan mempunyai resiko terjadinya asphyxia neonatorum 47,1 %. Dengan demikian ibu yang menderita hipertensi lebih banyak mengalami bayi asphyxia neonatorum dibandingkan ibu tidak mengalami hipertensi. pada saat hamil

Uji statistic chi-Square diperoleh nilai X 8,707 dan nilai P. value adalah 0,005 berarti nilai value < 0,05 menunjukkan hubungan bermakna antara proporsi bayi yang mengalami asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami hipertensi dibandingkan ibu yang tidak mengalami hipertensi. Adapun besarnya beda dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 7,303 (1.604-33.254), artinya risiko terjadinya

asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami hipertensi 7,303 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak mengalami hipertensi

Tabel 4.5 Distribusi Hipertensi pada Ibu Hamil terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSU Dr.Pirngadi Kota Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol Hipertensi

N % N %

P Value OR ( 95% CI) 1. Ya 13 86,7 2 13,3

2. Tidak 89 47,8 100 52,9

0,005 7,303 (1.604-33,254

Total 102 102

4 Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Asphyxia Neonatorum Hubungan penyakit Anemia yang diderita ibu dengan kejadian asphyxia neonatorum dapat dilihat pada tabel 4.6. dari hasil penelitian didapatkan bahwa ibu yang mengalami Anemia pada saat hamil berisiko terjadi asphyxia neonatorum


(55)

mempunyai resiko terjadinya asphyxia neonatorum 44.1%. Dengan demikian ibu yang menderita anemia lebih banyak mengalami bayi asphyxia neonatorum

dibandingkan ibu tidak mengalami Anemia. pada saat hamil

Uji statistic chi-Square diperoleh nilai X2 = 18.825 dan nilai p. value adalah 0,00 berarti nilai p value < 0,05 menunjukkan adanya hubungan yang bermakna proporsi bayi yang mengalami asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami anemia dibandingkan ibu yang tidak mengalami anemia. Adapun besarnya beda dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 10,154 ( 2.949-34.960), artinya risiko terjadinya asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami anemia 10,154 kali dibandingkan ibu yang tidak mengalami anemia

Tabel 4.6 Distribusi Anemia terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol Anemia

N % N %

P Value OR

( 95% CI) 1. Ya 24 88,9 3 11,1

2. Tidak 78 44,1 99 55,9

0,000 10,154 ( 2,949-34,960 )

Total 102 102

5 Hubungan Preeklampsia terhadap AsphyxiaNeonatorum

Hubungan penyakit preeklampsia yang diderita ibu dengan kejadian

asphyxia neonatorum dapat dilihat pada table 4.7 dari hasil penelitian didapatkan bahwa ibu yang mengalami preeklampsia pada saat hamil berisiko terjadi asphyxia neonatorum sebesar 75. %, sedangkan ibu yang tidak mengalami preeklampsia selama kehamilan mempunyai resiko terjadinya asphyxia neonatorum 47.3 %.


(56)

Dengan demikian ibu yang menderita preeklampsia lebih tinggi mengalami bayi

asphyxia neonatorum dibandingkan ibu tidak mengalami preeklampsia pada saat hamil

Uji statistik chi-Square diperoleh nilai X2 = 5,543 dan nilai p. value adalah 0,032 berarti nilai p value < 0,05 menunjukkan adanya hubungan bermakna proporsi bayi yang mengalami asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami preeklampsia dibandingkan ibu yang tidak mengalami preeklampsia. Adapun besarnya beda dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 3,345 ( 1.167-9.584 ), artinya risiko terjadinya

asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami preeklampsia 3,345 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak mengalami Preeklampsia

Tabel 4.7 Distribusi Penyakit Preeklampsia pada Ibu terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol Preeklampsi

N % n % P Value

OR ( 95% CI) 1. Ya 15 75. 5 25

2. Tidak 87 47.3 97 52.7

0.032 3.345 (1.167-9.584)

Total 102 102

6 Hubungan Perdarahan Ante Partum terhadap Asphyxia Neonatorum

Hubungan penyakit perdarahan ante partum yang diderita ibu dengan kejadian asphyxia neonatorum dapat dilihat pada table 4.8 dari hasil penelitian didapatkan bahwa ibu yang mengalami perdarahan ante partum pada saat hamil berisiko terjadi asphyxia neonatorum sebesar 83.3. %, sedangkan ibu yang tidak mengalami perdarahan ante partum selama kehamilan mempunyai resiko terjadinya


(57)

asphyxia neonatorum 47.9 %. Dengan demikian ibu yang menderita perdarahan ante partum lebih tinggi mengalami bayi asphyxia neonatorum dibandingkan ibu tidak mengalami perdarahan ante partum pada saat hamil

Uji statistic Chi-Square diperoleh nilai X2 = 5.667 dan nilai p. value adalah 0,033 berarti nilai p value < 0,05 menunjukkan adanya hubungan bermakna proporsi bayi yang mengalami asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami perdarahan ante partum dibandingkan ibu yang tidak mengalami perdarahan ante partum Adapun besarnya beda dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 5,435 (1,16-25,462), artinya risiko terjadinya asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami perdarahan ante partum 5,435 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak mengalami perdarahan ante partum

Tabel 4.8 Distribusi Perdarahan Ante Partum terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol Perdarahan Ante

Partum N % N %

P Value

OR ( 95% CI) 1. Ya 10 83,3 2 16,7

2. Tidak 92 47,9 100 52,1

0,033 5,435 (1,16-25,462 )

Total 102 102

7 Hubungan BBLR terhadap Asphyxia Neonatorum

Keadaan Berat Badan Lahir Rendah pada bayi baru lahir dengan kejadian

asphyxia neonatorum dapat dilihat pada tabel 4.9. dari hasil penelitian didapatkan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram berisiko terjadi


(58)

mempunyai resiko terjadinya asphyxia neonatorum 20,5 %. Dengan demikian bayi berat lahir rendah lebih banyak mengalami bayi asphyxia neonatorum dibandingkan bayi lahir dengan berat badan normal

Uji statistic chi-Square diperoleh nilai X2 = 16.770 dan nilai p. value adalah 0,00 berarti nilai p value < 0,05 menunjukkan adanya hubungan bermakna proporsi bayi yang mengalami asphyxia neonatorum pada bayi lahir dengan berat badan lahir rendah dibandingkan dari bayi lahir dengan berat badan normal Adapun besarnya beda dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 5,130 (2,223-11,837), artinya risiko terjadinya asphyxia neonatorum pada bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah 5,130 kali lebih besar dibandingkan bayi lahir dengan berat badan normal

Tabel 4.9 Distribusi BBLR terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol BBL

N % N %

P Value OR

( 95% CI) 1. BBLR 31 79,5 8 20,5

2. BBN 71 43,0 94 57,0

0.00 5,130 (2.223-11.837)

Total 102 102

8 Hubungan Gemeli terhadap Asphyxia Neonatorum

Keadaan gemeli pada bayi baru lahir dengan kejadian asphyxia neonatorum

dapat dilihat pada tabel 4.10. dari hasil penelitian didapatkan bahwa bayi yang lahir dengan gemeli risiko terjadi asphyxia neonatorum sebesar 100 %, sedangkan bayi tidak gemeli mempunyai resiko terjadinya asphyxia neonatorum 0%. Dengan demikian bayi gemeli lebih banyak mengalami bayi asphyxia neonatorum


(59)

Uji statistic chi-Square diperoleh nilai X2 = 1.005b dan nilai p. value adalah 1,000 berarti nilai p value > 0,05 menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna proporsi bayi yang mengalami asphyxia neonatorum pada bayi lahr dengan gemeli dibandingkan dengan tidak gemeli Adapun besarnya beda dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 0,498 (433 – 571), artinya risiko terjadinya asphyxia neonatorum

pada bayi yang lahir dengan gemeli 0,498 kali ( tak terhingga ) dibandingkan bayi lahir dengan tidak gemeli

Tabel 4.10 Distribusi Gemeli terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol Gemeli

N % N %

P Value OR

( 95% CI)

1. Ya 1 100 0 0

2. Tidak 101 49,8 102 50,2

1,000 0,498 ( 433 – 571 )

Total 102 50 102 50

9 Hubungan Persalinan Tindakan terhadap Asphyxia Neonatorum Proses persalinan tindakan dengan kejadian asphyxia neonatorum dapat

dilihat pada tabel 4.11. dari hasil analisis didapatkan bahwa ibu yang melahirkan dengan tindakan berisiko mengalami asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir sebesar 54,2.%, sedangkan ibu yang melahirkan spontan mempunyai resiko terjadinya asphyxia neonatorum 45,4 %. Dengan demikian ibu yang melahirkan dengan tindakan lebih tinggi mengalami bayi asphyxia neonatorum dibandingkan ibu yang melahirkan secara spontan

Uji statistic chi-Square diperoleh nilai X2 = 0.207 dan nilai p. value adalah 0,262 berarti nilai p value > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi bayi


(60)

yang mengalami asphyxia neonatorum pada ibu yang melahirkan dengan tindakan dibandingkan dengan ibu melahirkan secara spontan Adapun besarnya beda dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 1.426 (0.821-2.475) artinya ibu yang melahirkan dengan tindakan tidak sebagai faktor risiko terjadinya asphyxia neonatorum.

Tabel 4.11 Distribusi Persalinan Tindakan terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol Cara persalinan

N % N % P Value

OR ( 95% CI) 1. Tindakan 58 54,2 53 54,6

2. spontan 44 45,4 49 45,8

0,262 1,426 (0,821-2,475)

Total 102 102

10 Hubungan Persalinan Lama terhadap Asphyxia Neonatorum

Proses persalinan lama dengan kejadian asphyxia neonatorum dapat dilihat pada tabel 4.12. dari hasil analisis didapatkan bahwa ibu yang mengalami persalinan lama beresiko mengalami asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir sebesar 62,5. %, sedangkan ibu yang tidak mengalami persalinan lama mempunyai resiko terjadinya asphyxia neonatorum 49,5 %. Dengan demikian ibu yang mengalami persalinan lama lebih tinggi mengalami bayi asphyxia neonatorum

dibandingkan ibu yang tidak mengalami persalinan lama

Uji statistic chi-Square diperoleh nilai X2 = 0,520 dan nilai p. value adalah 0,721 berarti nilai p value > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi bayi yang mengalami asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami persalinan lama dengan ibu yang tidak mengalami persalinan lama Adapun besarnya beda dapat


(61)

dilihat dari nilai OR yang besarnya 1,701( 0,396-7,313) artinya persalinan lama pada ibu tidak sebagai faktor risiko terjadinya asphyxia neonatorum

Tabel 4.12 Distribusi Persalinan Lama terhadap Kejadian Asphyxia Neonatorum pada Bayi Baru lahir di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2007

Kasus Kontrol Persalinan

lama N % N %

P Value

OR ( 95% CI) 1. Ya 5 62,5 3 37,5

2. Tidak 97 49,5 99 50,5

0,721 1,701 ( 0,396-7,313)

Total 102 102

11 Hubungan Ketuban Pecah Dini terhadap Asphyxia Neonatorum

Hubungan Ketuban Pecah Dini pada ibu melahirkan dengan kejadian

asphyxia neonatorum dapat dilihat pada tabel 4.13. dari hasil penelitian didapatkan bahwa ibu yang mengalami Ketuban Pecah Dini pada saat hamil berisiko terjadi

asphyxia neonatorum sebesar 60. %, sedangkan ibu yang tidak mengalami Ketuban Pecah Dini pada saat melahirkan mempunyai resiko terjadinya asphyxia neonatorum

40 %. Dengan demikian ibu yang mengalami Ketuban Pecah Dini lebih tinggi mendapatkan bayi asphyxia neonatorum dibandingkan ibu tidak mengalami Ketuban Pecah Dini pada saat melahirkan

Uji statistic chi-Square diperoleh nilai X2 = 0.205 dan nilai p. value adalah 1.000 berarti nilai p value > 0,05 menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna proporsi bayi yang mengalami asphyxia neonatorum pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini dibandingkan ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini Adapun besarnya beda dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 1.515 (0.248-9.264)


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai faktor penyebab terjadinya asphyxia neonatorum di RSU DR Pirngadi Medan Tahun 2007

Dari 11 variabel yang diteliti merupakan factor penyebab terjadinya asphyxia neonatorum Setelah dianalisis secara bivariat variabel yang berhubungan secara signifikan hanya 6 variabel yaitu paritas ibu, penyakit hipertensi, Anemia, Preeklamsi, perdarahan ante partum, berat badan lahir rendah.

Setelah dilakukan uji multivariat didapat 3 variabel faktor penentu yang merupakan model akhir dan secara statistik mempunyai pengaruh yang sangat dominan dengan kejadian asphyxia neonatorum di RSU DR. Pirngadi Kota Medan yaituvariabel anemia, BBLR dan Paritas

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas faktor yang sangat dominan berpengaruh terjadinya asphyxia neonatorum yaitu anemia, BBLR dan paritas,

Untuk mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil diharapkan pada petugas kesehatan terutama bidan yang bertugas di puskesmas atau praktek swasta untuk melakukan pemeriksaan Hb secara rutin pada ibu hamil agar cepat terdeteksi ibu


(2)

anemia gizi besi terhadap wanita usia subur dan ibu hamil meliputi makanan 4 sehat 5 sempurna dengan gizi yang seimbang untuk ibu hamil, cara memilih dan cara pengolahan makanan melalui kegiatan sabar ibu (sarana belajar ibu) pemberian suplemen tablet besi, cara penyimpanan dan cara konsumsinya,

Untuk mengurangi kejadian kelahiran BBLR dan paritas yang berisiko maka diharapkan pada bidan untuk menganjurkan pada ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama hamil atau sesuai dengan keadaan ibu/kondisi ibu hamil dan mengatur jarak kelahiran minimal 3 tahun menerapkan keluarga kecil sehat dan sejahtera dengan mengikuti program keluarga berencana

Unutuk mengurangi angka kematian pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh asphyxia neonatorum diharapkan pada Rumah Sakit DR Pirngadi Medan para pengambil keputusan agar dapat memberikan kesempatan pada tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas atau bidan praktek swasta yang berhubungan dengan penanganan kejadian asphyxia neonatorum untuk melakukan pelatihan berkelanjutan tentang manajemen asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir, mengingat jumlah persalinan lebih banyak diluar rumah sakit.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad., 2002. Laporan Penelitian Hubungan Persalinan Lama Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSUD Dr Adjidarmo Rangkasbitung Tahun 2000.

Aminullah, A., 2005 Ilmu Kebidanan, YBPSB, Jakarta

Basuki, B., 1999. Aplikasi Metode Kasus-kontrol. FK-UI Jakarta

Budiarto,E., Anggraeni,D. 2001. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Cunningham., Donald.M, Gant., 2000. Obstetri Williams ( Terjemahan Joko Suyono, Andry Hartono, Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Depkes RI., 2002. Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Jakarta.

---., 2005 Program Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak HSP – Health Services Program. Depkes Jakarta.

---., 2001,. Rencana Strategis Nasional Making Pregnabcy Safer ( MPS) di Indonesia, Depkes, Jakarta.

Dinkes Propsu., 2006, Profil Kesehasatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2005. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara.

Hacker., Neville F., 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi Alih Bahasa dr Edi Nugroho. Hipokrates. Jakarta.

IDAI., 1998. Buku Pedoman Pendidikan Medik Pediatrik Terpadu (PMPT) Manajemen Neonatus Sakit Umur Kurang 1 Minggu, PMPT IDAI

Jumiarni. Mulyati,S., Pipih., 1993,. Asuhan Kesehatan anak Dalam Konteks Keluarga Pusdikanakes Depkes Ri Jakarta.

Komalasari,K., Setiap Jam Delapan Bayi Meninggal,http://www.rajaraja.com/news-detail.php tanggal/Jam Posting : 23 May 2003 – 14:24:41.


(4)

Kompas., Senin 22 Desember 2003. Angka Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi di Indonesia Masih Tinggi, Design By KCM.

Kosim,M.S., 2005. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan, diperbanyak oleh dinas kesehatan Propinsi Sumatera Utara Sub dinas Kesehatan Keluarga Kusharisupeni., Endang, I., 2000. Determinan dan Prediktor Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR): Telaah Literatur.

Lemesho,S., Hosmer Jr.D.W.,Klar.J., Lwanga.S.K., 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan ,Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Lubis S., 2007. Profil Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2006

Manuaba, IBG.,1998. Ilmu Kebidanan,penyakit kandungan, & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Penerbit Buku Kedokteran EGC

---., 2002. Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi Edisi 2, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Marjono, AB 1992., Resusitasi dan Perawatan Intensif Neonatus, FKUI Jakarta Martaadisoebrata,D., 1992. Obstetri Sosial Bagian dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran , Bandung

Mochtar., R..2004. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Jilit I Edisi 2, EGC, Jakarta.

Murti,B., 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi Gajah Mada University Press

Saifuddin, A.B., 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal , Edisi 1, Cetakan 2, JNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Sastrawinata, S., 1983. Obstetri Fisiologi Bagian Obstetri & Ginekologi FK Universitas Padjadjaran Bandung

Suradi,R., Siahaan,C.M.,Boedjang,R.F., Setyaningsih,I., Soedibjo,S., 2002. Penelitian Kasus Kontrol, Sagung Seto Jakarta


(5)

Tanjung MT., 2004. Preeklampsia Studi Tentang Hubungannya dengan Faktor Fibrinolosis Ibu dan Gas Darah Tali Pusat, penerbit Pustaka Bangsa Press. Tjipta, G.D., 2002. Makalah Bayi Resiko Tinggi seminar sehari pada Akademi

Kebidanan Medan

Utama, S., 2007. Panduan Penulisan Proposal Penelitian & Tesis. Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan

Wiknjosastro,H., 1999. Ilmu Kandungan, YBPSB, Jakarta

---, 2005. Ilmu Kebidanan , Edisi Ketiga Cetakan ketujuh Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo, Jakarta

Zein U., 2008 Penyakit-penyakit yang mempengaruhi Kehamilan dan Persalinan USU Press


(6)

5.12. Penatalaksanaan

Untuk mencegah kejadian asfiksia neonatorum dengan cara meningkatkan pelayanan dan pendidikan memberikan harapan yang besar dalam memperbaiki hasil kehamilan dan menurunkan angka kematian. Sesuai dengan teori 11 faktor risiko terjadinya asfiksia neonatorum, berdasarkan dari hasil penelitian ini didapat 3 faktor yang paling dominan berpengaruh terjadinya asfiksia neonatorum di RSU Dr Pirngadi Medan dapat dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi faktor risiko terajdinya asfiksia neonatorum.

5.12.1. Anemia Ibu

Untuk mencegah anemia pada ibu hamil dilakukan upaya penanggulangan gizi mikro