Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA ILEUS OBSTRUKTIF YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2007-2010

SKRIPSI

0LEH:

NELLY PASARIBU 081000097

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA ILEUS OBSTRUKTIF YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007-2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NELLY PASARIBU NIM. 081000097

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

KARAKTERISTIK PENDERITA ILEUS OBSTRUKTIF YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007-2010 Oleh:

NELLY PASARIBU NIM. 081000097

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 23 Juli 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH drh. Rasmaliah, M.Kes NIP. 194904171979021001 NIP. 195908181985032002

Penguji II Penguji III

Drs. Jemadi, M.Kes dr. Taufik Ashar, MKM NIP. 196404041992031005 NIP. 197803312003121001

Medan, Juli 2012

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Ileus Obstruktif merupakan penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik sebahagian maupun total. Di Amerika diperkirakan insiden rate untuk ileus obstruktif 1/746 atau 0,13%. laporan situasi statistik kematian di Nepal CFR ileus obstruktif dan ileus paralitik sebesar 5,32%. Di Indonesia (2004) tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan 7.024 kasus obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap. Di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007-2010 tercatat 111 penderita rawat inap.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series. Populasi dan sampel 111 data penderita (total sampling). Data dianalisa dengan uji Chi-Square, Mann-Whitney dan uji Kruskal Wallis. Berdasarkan data tahun 2007-2010, proporsi penderita ileus obstruktif : kelompok umur 45-55 tahun 19,8%, jenis kelamin laki-laki 56,8%, sex ratio 131%, suku jawa 41,7%, agama Islam 78,2%, status kawin 73,1%, pendidikan SMA 45,4%, wiraswasta 33,3%, kota Medan 68,5%, komplikasi 16,2%, lama rawatan rata-rata 8,14 hari (8 hari), biaya jamkesmas 52,3%, operasi 42,3% meninggal 27,1% dan pulang atas permintaan sendiri 16,7%. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara umur berdasarkan status komplikasi (p=0,067), antara jenis kelamin berdasarkan status komplikasi (p=0,372), lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya (p=0,875), umur berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,766), jenis kelamin penderita berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,223), Proporsi lama rawatan rata-rata yang meninggal secara bermakna lebih tinggi pada sembuh, pulang berobat jalan dan pulang atas permintaan sendiri (11 hari, X2=8,219, p=0,044), tidak ada perbedaan yang bermakna antara keadaan sewaktu pulang berdasarkan sumber biaya (p=0,675), proporsi penatalaksanaan medis yang meninggal secara bermakna lebih tinggi berdasarkan operasi (35,7%, X2=8,161, p=0,043)

Kepada pihak RSU Dr. Pirngadi Medan diharapkan meningkatkan kinerja dan pelayanan kesehatan bagi penderita ileus obstruktif untuk menurunkan angka kematian dan pulang atas permintaan sendiri


(5)

ABSTRACT

Obstructive ileus is a physical cause and not clog the intestinal peristalsis can be overcome by partial or total. In the U.S. an estimated incidence rate for obstructive ileus 1/746 or 0.13%. Report situation death statistics in Nepal, CFR of paralytic ileus and obstructive ileus 5.32%. In Indonesia (2004) recorded that there were 7059 cases and 7024 cases of paralytic ileus obstructive hernia treated without hospitalization. In RSU Dr. Pirngadi Medan in 2007-2010 recorded 111 hospitalized patients..

This study is a descriptive case series design. Populations and samples data of patients (total sampling). Data were analyzed with Chi-Square test, Mann-Whitney and Kruskal Wallis test. Based on data from years 2007-2010, the proportion of patients with obstructive ileus: the age group 45-55 years 19.8%, male gender 56.8%, sex ratio 131, ethnic Jawa 41.7%, Islam 78.2 %, the marital status 73.1%, high school education 45.4%, self-employed 33.3%, the city of Medan 68.5%, complications 16.2%, length of treatment on average 8.14 days (8 days), costs Jamkesmas 52.3%, surgery 27.1%, died 42,3% and returned at his own request 16.7%. There was no significant difference between age based on the status of complications (p = 0.067), between the sexes based on the status of complications (p = 0.372), length of treatment based on the average cost sources (p = 0.875), age under circumstances when the home (p = 0.766), sex of the patient based on the state coming home (p = 0.223), proportion of average length maintainability who died were significantly higher in the recovery, outpatient treatment and return home at their own request (11 days, X2 = 8.219, p = 0.044 ), no significant differences between the circumstances when the cost of home based sources (p = 0.675), proportion of medical management who died were significantly higher under surgery (35.7%, X2 = 8.161, p = 0.043)

To the RSU Dr. Pirngadi field is expected to improve performance and health care for patients with obstructive ileus to reduce mortality and return at his own request.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nelly Pasaribu

Tempat/Tanggal Lahir : Hariara Pintu/28 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 2 dari 5 bersaudara

Alamat Rumah : Desa Hariara Pintu, Kec. Harian Boho Samosir Riwayat Pendidikan : 1. 1996-2002 : SD Negeri 178398 Hariara Pintu

2. 2002-2005 : SMP RK Budi Mulia Pangururan 3. 2005-2008 : SMA Swasta Cahaya Medan 4. 2008-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarkat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Tulisan ini penulis persembahkan kepada Ayahanda Firma Pasaribu dan Ibunda Tiarmin Sitanggang, terima kasih atas doa dan dukungan yang terus Ananda terima selama ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh.Rasmaliah, M.Kes Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU. 3. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes. selaku dosen pembimbing akademik. 4. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH dan Ibu drh.Rasmaliah, M.Kes

selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penyusunan proposal hingga skripsi.


(8)

5. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes dan Bapak dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan pengarahan kepada penulis dalam penulisan skripsi.

6. Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan beserta staf yang telah memberikan izin penelitian.

7. Para Dosen dan Pegawai di Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Abang dan adikku tersayang (Joniar Pasaribu, Amd, Dedy Pasaribu, Helkya Pasaribu, dan Riris Pasaribu) atas doa dan motivasi selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

9. Sahabat-sahabat di parpulungan (Suzanna SKM, Stella, Ervanny, Tari, Dian, Edy, Caprin, Amza, Mandroy, Johannes, Febry, Helphi, Rani, dan Yossy) dan sahabat-sahabat tercinta (Devy dan Jojo) terima kasih buat doa, dukungan, serta kebersamaan yang menguatkan saya selama kita menjalani pendidikan di FKM USU.

10.Teman-teman Peminatan Epidemiologi (Stella, Ervanny, Tari, Stipany, Dian, Ayu, Rani, Helpi, Syafni, Edi, Novika SKM, Desy SKM, Devy, Jojorita, Linda, Pipit, Sartika SKM, Merry SKM, Habidah SKM dan seluruh teman-teman stambuk’08) terima kasih buat doa dan motivasi selama menjalani pendidikan di FKM USU.

11.Teman-teman Kelompok Kecil (Edy, Amza, Mailany, Devy, K’Ayu, SKM), Teman-teman satu TIM di Koordinasi (Lidia, Mailani, dan Mandroy), dan


(9)

seluruh Keluarga Besar POMK FKM USU yang telah banyak memberi doa dan motivasi kepada penulis.

12.Serta semua pihak yang telah berjasa yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, atas bantuan dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun agar kedepannya bisa menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Juli 2012 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... iia ABSTRACT ... iib DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Anatomi Usus ... 8

2.1.1. Struktur Usus Halus ... 8

2.1.2. Struktur Usus Besar ... 9

2.2. Fisiologi ... 12

2.3. Definisi Obstruksi Usus ... 15

2.3.1. Mekanis (Ileus Obstruktif)... 16

2.3.2. Neurologik/Fungsional (Ileus Paralitik) ... 16

2.4. Definisi Ileus Obstruktif ... 16

2.5. Klasifikasi Ileus Obstruktif ... 16

2.5.1. Menurut Sifat Sumbatannya ... 16

2.5.2. Menurut Letak Sumbatannya ... 16

2.5.3. Menurut Etiologinya ... 17

2.6 Patofisiologi Ileus Obstruktif ... 17

2.7. Faktor Risiko Ileus Obstruktif ... 22

2.7.1. Perlengketan Adhesi ... 22

2.7.2. Hernia Inkarserata ... 23

2.7.3. Pankreas Anulare ... 24

2.7.4. Invaginasi... 24

2.7.4. Volvulus ... 25

2.7.6. Kelainan Kongenital ... 25

2.7.7. Atresia Usus... 26


(11)

2.7.9. Askariasis... 26

2.7.10. Tumor... 27

2.7.11. Tumpukan Sisa Makanan ... 27

2.7.12. Divertikulum Meckel ... 27

2.7.13. Penyakit Hirschsprung ... 28

2.7.14. Bezoar ... 28

2.8 Manifestasi Klinis ... 29

2.8.1. Obstruksi Sederhana ... 29

2.8.2. Obstruksi Disertai Proses Strangulasi ... 30

2.8.3. Obstruksi pada Kolon ... 30

2.9 Komplikasi ... 21

2.10. Epidemiologi ... 31

2.10.1. Distribusi dan Frekuensi Menurut Orang ... 31

2.10.2. Distribusi dan frekuensi berdasarkan waktu dan tempat ... 32

2.11. Pencegahan ... 34

2.11.1. Pencegahan Primordial ... 34

2.11.2. Pencegahan Primer ... 34

2.11.3. Pencegahan Sekunder ... 35

2.11.4. Pencegahan Tersier ... 39

BAB 3 KERANGKA KONSEP... 40

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 40

3.1. Definisi Operasional... 40

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 45

4.1. Jenis Penelitian ... 45

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 45

4.2.2. Waktu Penelitian ... 45

4.3. Populasi dan Sampel ... 45

4.3.1. Populasi ... 45

4.3.2. Sampel ... 46

4.4. Metode Pengumpulan Data... 46

4.5. Teknik Analisa Data ... 46

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 47

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

5.1.1. Visi... 47

5.1.2. Misi ... 47

5.1.3. Motto ... 48

5.2. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif ... 49

5.2.1. Sosiodemografi ... 49

5.2.2. Penyebab ... 55


(12)

5.2.4. Jenis Komplikasi ... 56

5.2.3. Lama Rawatan ... 56

5.2.4. Sumber Biaya ... 57

5.2.5. Penatalaksanaan Medis... 57

5.2.6. Keadaaan Sewaktu Pulang ... 58

5.3. Analisa Statistik ... 61

5.3.1. Umur Berdasarkan Status Komplikasi ... 61

5.3.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Status Komplikasi ... 62

5.3.3. Lama Rawatan Berdasarkan Sumber Biaya ... 63

5.3.4. Umur Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 63

5.3.5. Jenis Kelamin Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 65

5.3.6. Lama Rawatan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 66

5.3.7. Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Sumber Biaya ... 66

5.3.8. Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 67

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Sosiodemografi ... 69

6.1.1. Umur dan Jenis Kelamin ... 69

6.1.2. Suku ... 70

6.1.3. Agama... 71

6.1.4. Status Kawin ... 73

6.1.5. Pendidikan ... 74

6.1.6. Pekerjaaan ... 75

6.1.7. Daerah Asal ... 76

6.2. Status Komplikasi ... 77

6.3. Lama Rawatan Rata-Rata ... 79

6.4. Sumber Biaya ... 80

6.5. Penatalaksanaan Medis ... 81

6.6. Keadaan Sewaktu Pulang... 82

6.7. Analisa Statistik ... 85

6.7.1. Umur Berdasarkan Status Komplikasi ... 85

6.7.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Status Komplikasi ... 86

6.7.3. Lama Rawatan Berdasarkan Sumber Biaya ... 87

6.7.4. Umur Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 88

6.7.5. Jenis Kelamin Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 89

6.7.6. Lama Rawatan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 90

6.7.7. Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Sumber Biaya ... 91

6.7.8. Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 92

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 95


(13)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Master Data

Lampiran 2. Hasil Pengolahan Data Lampiran 3. Surat Permohonan Izin

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Penyebab Obstruksi Menurut Kelompok Umur ... 22

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007-2010 ... 49 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Suku di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-

2010 ... 50 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Suku Tercatat di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007- 2010... 50 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Agama di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-

2010 ... 51 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Agama Tercatat di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007- 2010... 51 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Status Perkawinan di RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007- 2010 ... 52 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Status Kawin Tercatat di RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007- 2010 ... 52 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Pendidikan di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007- 2010... 53 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Pendidikan Tercatat di RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007- 2010 ... 53 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Pekerjaan di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-


(15)

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan Tercatat di RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007- 2010 ... 54 Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Daerah Asal di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007- 2010... 55 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Status Komplikasi di RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007- 2010 ... 55 Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Lama Rawatan di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007- 2010... 56 Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Sumber Biaya RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007- 2011... 57 Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Penatalaksanaan Medis RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007- 2010 ... 58 Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007- 2010 ... 59 Tabel 5.18. Distribusi Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Tercatat di RSU Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007- 2010 ... 59 Tabel 5.19. Distribusi Proporsi Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif yang

Meninggal di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007- 2010 ... 60

Tabel 5.20. Distribusi Proporsi Umur Penderita Ileus Obstruktif Berdasarkan Status Komplikasi di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-

2010 ... 61 Tabel 5.21. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Ileus Obstruktif

Berdasarkan Status Komplikasi di RSU Dr. Pirngadi Medan


(16)

Tabel 5.22. Distribusi Proporsi Lama Rawatan Penderita Ileus Obstruktif Berdasarkan Sumber Biaya di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007- 2010... 63 Tabel 5.23. Distribusi Proporsi Umur Penderita Ileus Obstruktif

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007- 2010 ... 64 Tabel 5.24. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Ileus Obstruktif

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007- 2010 ... 65 Tabel 5.25. Distribusi Proporsi Lama Rawatan Penderita Ileus Obstruktif

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007- 2010 ... 66 Tabel 5.26. Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Ileus

Obstruktif Berdasarkan Sumber Biaya di RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007- 2010 ... 67 Tabel 5.26. Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Ileus

Obstruktif Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RSU Dr.


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Gambar Sistem Pencernaan Manusia ... 11 Gambar 6.1. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007-2010 ... 69 Gambar 6.2. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Suku di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010 ... 70 Gambar 6.3. Diagram Pie Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Agama di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007-2010 ... 72 Gambar 6.4. Diagram Pie Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Status Perkawinan di RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007-2010 ... 73 Gambar 6.5. Diagram Pie Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007-2010 ... 74 Gambar 6.6. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan pekerjaan di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007-2010 ... 75 Gambar 6.7. Diagram Pie Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Daerah Asal di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007-2010 ... 77 Gambar 6.8. Diagram Pie Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Status Komplikasi di RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007-2010 ... 78 Gambar 6.9. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Sumber Biaya di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun


(18)

Gambar 6.10. Diagram Pie Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007-2010 ... 82 Gambar 6.11. Diagram Pie Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007-2010 ... 83 Gambar 6.12. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Umur Berdasarkan Status Komplikasi di RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007-2010 ... 85 Gambar 6.13. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Jenis Kelamin Berdasarkan Status Komplikasi di RSU Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007-2010... 86 Gambar 6.14. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Lama Rawatan Berdasarkan Sumber Biaya RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007-2010 ... 87 Gambar 6.15. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Umur Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007-2010 ... 88 Gambar 6.16. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Jenis Kelamin Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang RSU Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007-2010... 89 Gambar 6.17. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Lama Rawatan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang RSU Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007-2010... 90

Gambar 6.18. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Sumber Biaya RSU Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007-2010... 92 Gambar 6.19. Diagram Bar Proporsi Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap

Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Penatalaksanaan Medis


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Master Data Penderita Ileus Obstruktif yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010

Lampiran 2 : Output Analisis Statistik Penderita Ileus Obstruktif yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010

Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4 : Surat Selesai Penelitian


(20)

ABSTRAK

Ileus Obstruktif merupakan penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik sebahagian maupun total. Di Amerika diperkirakan insiden rate untuk ileus obstruktif 1/746 atau 0,13%. laporan situasi statistik kematian di Nepal CFR ileus obstruktif dan ileus paralitik sebesar 5,32%. Di Indonesia (2004) tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan 7.024 kasus obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap. Di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007-2010 tercatat 111 penderita rawat inap.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series. Populasi dan sampel 111 data penderita (total sampling). Data dianalisa dengan uji Chi-Square, Mann-Whitney dan uji Kruskal Wallis. Berdasarkan data tahun 2007-2010, proporsi penderita ileus obstruktif : kelompok umur 45-55 tahun 19,8%, jenis kelamin laki-laki 56,8%, sex ratio 131%, suku jawa 41,7%, agama Islam 78,2%, status kawin 73,1%, pendidikan SMA 45,4%, wiraswasta 33,3%, kota Medan 68,5%, komplikasi 16,2%, lama rawatan rata-rata 8,14 hari (8 hari), biaya jamkesmas 52,3%, operasi 42,3% meninggal 27,1% dan pulang atas permintaan sendiri 16,7%. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara umur berdasarkan status komplikasi (p=0,067), antara jenis kelamin berdasarkan status komplikasi (p=0,372), lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya (p=0,875), umur berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,766), jenis kelamin penderita berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,223), Proporsi lama rawatan rata-rata yang meninggal secara bermakna lebih tinggi pada sembuh, pulang berobat jalan dan pulang atas permintaan sendiri (11 hari, X2=8,219, p=0,044), tidak ada perbedaan yang bermakna antara keadaan sewaktu pulang berdasarkan sumber biaya (p=0,675), proporsi penatalaksanaan medis yang meninggal secara bermakna lebih tinggi berdasarkan operasi (35,7%, X2=8,161, p=0,043)

Kepada pihak RSU Dr. Pirngadi Medan diharapkan meningkatkan kinerja dan pelayanan kesehatan bagi penderita ileus obstruktif untuk menurunkan angka kematian dan pulang atas permintaan sendiri


(21)

ABSTRACT

Obstructive ileus is a physical cause and not clog the intestinal peristalsis can be overcome by partial or total. In the U.S. an estimated incidence rate for obstructive ileus 1/746 or 0.13%. Report situation death statistics in Nepal, CFR of paralytic ileus and obstructive ileus 5.32%. In Indonesia (2004) recorded that there were 7059 cases and 7024 cases of paralytic ileus obstructive hernia treated without hospitalization. In RSU Dr. Pirngadi Medan in 2007-2010 recorded 111 hospitalized patients..

This study is a descriptive case series design. Populations and samples data of patients (total sampling). Data were analyzed with Chi-Square test, Mann-Whitney and Kruskal Wallis test. Based on data from years 2007-2010, the proportion of patients with obstructive ileus: the age group 45-55 years 19.8%, male gender 56.8%, sex ratio 131, ethnic Jawa 41.7%, Islam 78.2 %, the marital status 73.1%, high school education 45.4%, self-employed 33.3%, the city of Medan 68.5%, complications 16.2%, length of treatment on average 8.14 days (8 days), costs Jamkesmas 52.3%, surgery 27.1%, died 42,3% and returned at his own request 16.7%. There was no significant difference between age based on the status of complications (p = 0.067), between the sexes based on the status of complications (p = 0.372), length of treatment based on the average cost sources (p = 0.875), age under circumstances when the home (p = 0.766), sex of the patient based on the state coming home (p = 0.223), proportion of average length maintainability who died were significantly higher in the recovery, outpatient treatment and return home at their own request (11 days, X2 = 8.219, p = 0.044 ), no significant differences between the circumstances when the cost of home based sources (p = 0.675), proportion of medical management who died were significantly higher under surgery (35.7%, X2 = 8.161, p = 0.043)

To the RSU Dr. Pirngadi field is expected to improve performance and health care for patients with obstructive ileus to reduce mortality and return at his own request.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi, dan industri telah banyak menbawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makan, berkurangnya aktivitas fisik, dan meningkatnya pencemaran atau polusi lingkungan.1 Perubahan tersebut telah memberi pengaruh pada transisi epidemiologi yaitu beban ganda penyakit dengan meningkatnya beberapa penyakit menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif.2 Salah satu jenis penyakit tidak menular adalah penyakit pada saluran pencernaan.3

World Health Organization (WHO) tahun 1998, memperkirakan penyakit pada saluran pencernaan akan tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di dunia pada tahun 2020 mendatang.4 Diantara negara SEAMIC (Southeast Asian Medical Information Center) tahun 2002, Indonesia menempati urutan ke-2 negara yang memiliki angka insiden rate akibat penyakit saluran pencernaan, dengan rincian: di Jepang tercatat 30 per 100.000 penduduk, di Indonesia tercatat 25 per 100.000 penduduk, di Filipina 24 per 100.000 penduduk, di Vietnam tercatat 22 per 100.000 penduduk, di Malaysia tercatat 21 per 100.000 penduduk, di Singapura tercatat 8 per 100.000 penduduk dan di Brunei Darussalam tercatat 5 per 100.000 penduduk.5 Khusus di Sumatera Utara tahun 2001 proporsi penyakit ini mencapai 7%.6

World Health Organization (WHO) Global Infobase tahun 2002, Cause Specific Death Rate (CSDR) penyakit saluran pencernaan di beberapa negara yaitu


(23)

Jerman 51 per 100.000 penduduk, Inggris 47 per 100.000 penduduk, Perancis 42 per 100.000 penduduk, Finlandia 39 per 100.000 penduduk, Switzerland 34 per 100.000 penduduk, Swedia 33 per 100.000 penduduk, India 33 per 100.000 penduduk, Argentina 31 per 100.000 penduduk, Amerika Serikat 30 per 100.000 penduduk, Bangladesh 26 per 100.000 penduduk, Zimbabwe 20 per 100.000 penduduk, dan Albania 16 per 100.000 penduduk.7 Bahkan saat ini di beberapa negara penyakit ini sudah menempati urutan 10 besar jenis penyebab kematian. Di Malaysia (2007) penyakit ini menempati urutan ke-7 penyakit penyebab kematian sebanyak 1.809 kasus dengan proporsi sebesar 5,7%. Di Cina (2004) menempati urutan ke-4 sebanyak 131.153 kasus dengan proporsi 11,33%.8

Proporsi kematian akibat penyakit saluran pencernaan di Indonesia meningkat dari hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 sebesar 5,1% menjadi 6,6% pada SKRT tahun 1995 dan dari SUKERNAS (Survei Kesehatan Nasional) tahun 2001 menjadi 7,0%.9 Ditjen Bina Yanmedik Depkes RI, penyakit saluran pencernaan menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kematian 6.590 dari 225.212 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 2,93% tahun 2007 dan 6.825 dari 234.536 kasus dengan CFR 2,91% tahun 2008.10

Ileus adalah gangguan atau hilangnya pasase isi usus yang menandakan adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Kira-kira 60–70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendisitis akut disebabkan oleh ileus.11 Ileus terbagi menjadi dua macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus obstruktif (ileus mekanik) adalah gangguan pasase usus yang


(24)

disebabkan oleh sumbatan mekanik. Sedangkan ileus paralitik (ileus non mekanik) adalah terhentinya peristaltik usus karena adanya lesi saraf (terjepit, meradang) sehingga terjadi kelumpuhan saraf. Beberapa penyebab ileus obstruktif adalah hernia inkarserata, invaginasi, keganasan, volvulus, malformasi usus dan adhesi.12 Enam puluh persen kasus ileus obstruktif yang ditemukan di Amerika Serikat, adhesi pada operasi ginekologik, appendektomi dan reseksi kolorektal adalah penyebab terbanyak dari ileus obstruktif. 13

Menurut data statistik negara, di Amerika diperkirakan insiden rate untuk ileus obstruktif 1/746 atau 0,13% atau 365.563 orang.14 Berdasarkan laporan situasi statistik kematian di Nepal tahun 2007, jumlah penderita ileus paralitik dan ileus obstruktif pada tahun 2005/2006 adalah 1.053 kasus dengan CFR sebesar 5,32%.15

Setiap tahunnya 1 dari 1.000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus.16 Berdasarkan data salah satu rumah sakit umum di Australia pada tahun 2001-2002, sekitar 6,5 per 10.000 penduduk di Australia diopname di rumah sakit karena ileus paralitik dan ileus obstruktif. 17 Hasil penelitian Markogiannakis, dkk (2001-2002), insiden rate penderita penyakit ileus obstruktif yang dirawat inap sebesar 60% di Rumah Sakit Hippokratian, Athena di Yunani dengan rata-rata pasien berumur antara sekitar 16 - 98 tahun dengan rasio perbandingan laki-laki lebih sedikit daripada perempuan (2:3).18 Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan 7.024 kasus obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap pada tahun 2004.19

Gangguan atau obstruksi yang menyeluruh atau tidak menyeluruh juga sering ditemukan pada neonatus.20 Obstruksi pada neonatal terjadi pada 1/1.500 kelahiran hidup.21 Evans menyelidiki untuk seluruh Amerika Serikat memperkirakan


(25)

3.000/tahun, bayi yang dilahirkan dengan obstruksi. Di Indonesia jumlahnya tidak jauh berbeda dan untuk seluruh dunia jumlahnya jauh melebihi 50.000/tahun.20 Berdasarkan laporan rumah sakit di kabupaten Cirebon pada tahun 2006, Ileus obstruktif menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyakit penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi 3,34% (sebanyak 3 kasus dari 88 kasus).22

Berdasarkan hasil survei awal terhadap data penderita ileus obstruktif yang dirawat inap di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan tahun 2007-2010 berjumlah 111 kasus, dengan rincian tahun 2007 sebanyak 31 kasus, tahun 2008 sebanyak 30 kasus, tahun 2009 sebanyak 14 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 36 kasus. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita ileus obstruktif di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan tahun 2007-2010.

1.2. Rumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita ileus obstruktif yang dirawat inap di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan tahun 2007-2010

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita ileus obstruktif yang dirawat inap di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan tahun 2007-2010


(26)

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita ileus obstruktif menurut sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, daerah asal).

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita ileus obstruktif berdasarkan penyebab ileus obstruktif.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita ileus obstruktif berdasarkan status komplikasi.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita ileus obstruktif berdasarkan jenis komplikasi.

e. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita ileus obstruktif.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita ileus obstruktif berdasarkan sumber biaya.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita ileus obstruktif berdasarkan penatalaksanaan medis.

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita ileus obstruktif berdasarkan keadaaan sewaktu pulang.

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur penderita ileus obstruktif berdasarkan status komplikasi.

j. Untuk mengetahui distribusi proporsi Jenis Kelamin penderita ileus obstruktif berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

k. Untuk mengetahui distribusi proporsi lama rawatan penderita ileus obstruktif berdasarkan sumber biaya.


(27)

l. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita ileus obstruktif.

m. Untuk mengetahui jenis kelamin penderita ileus obstruktif berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

n. Untuk mengetahui lama rawatan penderita ileus obstruktif berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

o. Untuk mengetahui distribusi proporsi ileus obstruktif yang dilakukan sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

p. Untuk mengetahui distribusi proporsi ileus obstruktif yang dilakukan penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan tentang karakteristik penderita ileus obstruktif di RSUD DR Pirngadi Kota Medan sehingga dapat mendukung pelaksanaan pengobatan pada penderita ileus obstruktif RSUD DR Pirngadi Kota Medan.

1.4.2. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan serta pemahaman penulis mengenai penyakit ileus obstruktif.

1.4.3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan/ melanjutkan penelitian tentang ileus obstruktif


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Usus

Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.23 2.1.1. Struktur usus halus

Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:

a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner untuk memproduksi getah intestinum.24 Panjang duodenum sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejunum.23

b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.


(29)

c. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5 m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke dalam ileum.24

2.1.2. Struktur usus besar

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalisani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.23

Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus ekterna membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total aliran sebanyak 500 ml/hari.25

Bagian-bagian usus besar terdiri dari :

a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal apendiks.25 Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.23 Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit yang berisi jaringan limfoit, menonjol dari ujung sekum.25


(30)

b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga divisi.

i. Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.

ii. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik.

iii. Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum. c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm.

Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.24 Untuk lebih jelas, sistem pencernaan manusia dapat dilihat pada gambar 1.1.


(31)

Gambar 1.1. Sistem pencernaan manusia26 Keterangan gambar :

1. 15. Saluran empedu

2. 16. Kolon

3. 17. Kolon transversum

4. 18. Kolon ascenden

5. 19. Kolon Descenden

6. 20. Ileum

7. 21. Sekum

8. 22. Appendiks

9. 23. Rektum

24. Anus


(32)

2.2. Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan – bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses pencernaan dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.23

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus

(sukus enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili

dan mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon.15 Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.23

Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi.23


(33)

Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrolisa oleh enzim lipase pankreas ; hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus, dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal. Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.27,28

Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis. Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi.28

Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati menjadi maltosa (isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau


(34)

sewaktu mereka berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera diabsorpsi ke dalam darah porta.29 Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan klorida diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau secara transport aktif. Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi secara difusi pasif.28

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.23

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit serta mencegah dehidrasi. Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik.

Sepertiga berat feses kering adalah bakteri; 10¹¹-10¹²/gram dimana bakteri Anaerob lebih banyak dari bakteri aerob. Bacteroides paling umum, Escherichia coli


(35)

berikutnya. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi intralumen. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. 28

2.3. Definisi Obstruksi Usus

Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.23

Tipe obstruksi usus terdiri dari : 2.3.1. Mekanis (Ileus Obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intususepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.

2.3.2. Neurogonik/fungsional (Ileus Paralitik)

Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.11


(36)

2.4. Definisi Ileus Obstruktif

Ileus Obstruktif disebut juga Ileus Mekanis (Ileus Dinamik).15 Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik baik sebahagian maupun total. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari.11,30,31

2.5. Klasifikasi Ileus Obstruktif 2.5.1. Menurut sifat sumbatannya

Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan32 :

a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus dan neoplasma

b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus.

2.5.2. Menurut letak sumbatannya

Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 : 33 a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus

b) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar 2.5.3. Menurut etiologinya


(37)

a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi

(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma

(karsinoma), dan abses intraabdominal.

b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease,

diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.

c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu.

2.6. Patofisiologi Ileus Obstruktif

Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat di lihat pada bagan 1. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat


(38)

nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.23

Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat di proksimal dan menyebabkan muntah refleks. Setelah mereda, peristaltik melawan obstruksi dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada.27

Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok.27

Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas


(39)

yang mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar (penghambat) bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi yang memanjang maka timbul iskemik dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis.27

Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat menyebabkan kematian.27

Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan ileus obstruksi yang lainnya, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar ke vena. 27

Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan ileus obstruksi usus halus. Karena kolon bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu


(40)

bagian sindroma yang berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya di sekum. Hal didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga karena diameter kolon melebar di dalam sekum, maka area ini yang biasanya pecah pertama.27


(41)

Bagan 1. Patofisiologi Ileus Obstruktif 23 Ileus Obstruktif

Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah proksimal dari letak obstruksi

Kehilangan H2O dan

elektrolit

Pelepasan bakteri dari toksin dari usus yang nekrotik ke dalam

peritoneum dan sirkulasi sistematik

Kehilangan cairan menuju ruang peritoneum Iskemia dinding usus Tekanan intralumen

Distensi

Proliferasi bakteri yang berlangsung cepat

Volume ECF

Peritonitis septikemia


(42)

2.7. Faktor Risiko Ileus Obstruktif

Obstruksi usus yang sering ditemukan, tergantung pada umur pasien (Tabel 1). Pada bayi/neonatus obstruksi usus disebabkan atresia ani, atresia pada usus halus , dan penyakit Hirschsprung. Obstruksi pada anak-anak sering disebabkan oleh intususepsi, penyakit Hirschsprung dan hernia strangulasi inguinalis kongenital. Pada orang dewasa, obstruksi usus sering disebabkan tumor di dalam usus, perlengketan dinding usus, hernia strangulasi pada kanalis inguinalis, femoralis ataupun umbilikalis dan penyakit Crohn. Obstruksi pada pasien umur lanjut sering disebabkan karsinoma usus besar, divertikel, hernia strangulasi, tinja membatu, perlengketan dinding usus dan volvulus.32

Tabel 2.1. Penyebab Obstruksi Menurut Kelompok Umur32

Kelompok umur Penyakit

Bayi/neonates Atresia, Volvulus, penyakit Hirschsprung

Anak-anak Intususepsi, hernia strangulasi inguinalis, kelainan kongenital, penyakit Hirschsprung

Dewasa

Neoplasma usus besar, adhesi, hernia strangulasi inguinalis, femoralis dan umblikalis, dan penyakit Hirschsprung

Orang tua Karsinoma usus besar, penyakit divertikulum kolon, hernia strangulasi, fecalith (tinja membatu), adhesi dan volvulus

2.7.1. Perlengketan/Adhesi

Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi.12 Adhesi adalah pita-pita jaringan fibrosa yang sering menyebabkan obstruksi usus halus pasca bedah setelah operasi abdomen. Risiko terjadinya adhesi menimbulkan gejala obstruksi pada anak belum diteliti dengan baik, tetapi sering terjadi pada 2-3% penderita


(43)

setelah operasi abdomen. Sebagian besar obstruksi disertai oleh adhesi dan dapat terjadi setiap waktu setelah minggu kedua pasca bedah.35 Adhesi dapat berupa perlengketan yang bentuk tunggal maupun multiple (perlengketan yang lebih dari satu) yang setempat maupun luas. Pada operasi, perlengketan dilepaskan dalam bentuk pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali.

Adhesi yang kambuhan akan menjadi masalah besar. Setelah berulang tiga kali, risiko kambuh akan menjadi 50%. Pada kasus seperti ini, diadakan pendekatan konservatif sebab walaupun pembedahan akan menberikan pasase, kemungkinan besar obstruksi usus akibat adhesi akan kambuh dalam waktu singkat.12

2.7.2. Hernia Inkarserata

Bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut, maka akibat tekanan intraabdominal yang meninggi, suatu alat tubuh dapat terdorong keluar melalui defek itu. Misalnya : sebagian lambung dapat terdesak keluar ke rongga perut melalui suatu defek pada diafragma masuk ke dalam rongga dada. Hernia yang tidak tampak dari luar disebut “internal hernia”. Ditemukan lebih banyak “ekterna hernia”, yaitu yang tampak dari luar seperti hernia umbilical, hernia inguinal, dan hernia femoral.

Jika liang hernia cukup besar maka isi usus dapat didorong masuk lagi dan disebut reponibel, jika tidak dapat masuk lagi disebut incarcerata. Pada keadaan ini terjadi bendungan pembuluh-pembuluh darah yang disebut dengan strangulasi. Akibat gangguan sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat yang


(44)

disebut infark. Hernia yang menunjukkan strangulasi pembuluh darah dan tanda-tanda incarcerata akan menimbulkan gejala-gejala ileus.33

2.7.3. Pankreas anulare

Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum bagian duodenum bagian kedua. Gejala dan tanda sama seperti pada atresia atau malrotasi usus. Pankreas anulare merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemukan. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan pada perkembangan bakal pankreas sehingga tonjolan dorsal dan ventral melingkari duodenum bagian kedua akibat tidak lengkapnya pergeseran bagian ventral. Keadaan ini menyebabkan obstruksi duodenum dan kadang disertai atresia juga. Penyakit ini pada awalnya sering tidak ditemukan gejala dan baru ditemukan pada saat dewasa.

2.7.4. Invaginasi

Disebut juga “intussusceptio”. Biasanya pada anak, bagian oral (proksimal) usus menerobos masuk ke dalam rongga bagian anal (distal) seperti suatu teleskop. Ada beberapa jenis bergantung pada lokasinya :

d.1. enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus

d.2. entero-colics : ileum masuk ke dalam coecum atau colon, jenis ini paling sering ditemukan

d.3. colica : usus besar masuk ke dalam usus besar d.4. prolapsus ani : rektum keluar melalui anus

Bagian dalam disebut intussusceptium, sedang bagian luar yang melingkarinya intussusceptum. Mesentrium yang mengandung pembuluh darah intussusceptium akan ikut tertarik dan pembuluh darah akan terjepit hingga terjadi


(45)

gejala-gejala ileus. Penyebab terjadinya pada anak-anak adalah ketidakseimbangan kontraksi otot usus-usus, adanya jaringan limfoid yang berlebihan (terutama sekitar perbatasan bagian ileo-cekal) dan antiperistaltik kolon melawan peristaltik ileum. Pada orang dewasa disebabkan karena adanya dinding tumor yang menonjol/bertangkai (polip) dan oleh gerakan peristaltik didorong ke bagian distal dan dalam gerakan ini dinding usus ikut tertarik.33

2.7.5. Volvulus

Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Disebut pula dengan torsi dan merupakan pemutaran usus dengan mesenterium sebagai poros. Usus melilit/memutar sampai 180-360 derajat. Volvulus dapat disebabkan oleh mesentrium yang terlalu panjang, yang merupakan kelainan kongenital pada usus halus, pada obstisipasi yang menahun, terutama pada sigmoid, pada hernia inkarcerata, usus dalam kantong hernia menunjukkan tanda-tanda torsi; pada tumor dalam dinding usus atau tumor dalam mesentrium. Akibat volvulus terjadi gejala-gejala strangulasi pembuluh darah dengan infark dan gejala-gejala ileus.

2.7.6. Kelainan kongenital

Setiap cacat bawaan pada usus berupa stenosis atau atresia dari sebagian saluran cerna akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Kelainan-kelainan ini disebabkan oleh tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan dalam perkembangan embrional dan keadaan ini dapat terjadi pada usus dimana saja. Atresi ialah buntu sama sekali dengan tanda-tanda obstruksi total sedangkan stenosis hanya merupakan penyempitan dengan gejala-gejala obstruksi yang tidak total.12


(46)

Gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu. Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan aliran darah lokal pada sebahagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi usus masa janin. Daerah usus yang tersering mengalaminya adalah usus halus. Stenosis dapat juga terjadi karena penekanan, misalnya oleh pankreas anulare dan dapat berupa atresia.27

2.7.8. Radang kronik

Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik.12 2.7.9. Askariasis

Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian jejunum. Obstruksi usus oleh cacing askariasis paling sering ditemukan pada anak karena hygiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang-ulang dan usus halus pada anak-anak lebih sempit daripada usus halus orang dewasa sedangkan ukuran cacing sama besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat yang terdiri dari sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati akibat pemberian obat cacing.12

2.7.10.. Tumor

Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Kebanyakan tumor jinak di usus halus tidak menimbulkan gangguan yang berarti selama hidup. Kadang-kadang gejalanya tidak jelas atau tidak khas, sehingga kelainan tidak terdeteksi kecuali apabila ada penyulit. Tumor usus


(47)

halus dapat menimbulkan komplikasi, pendarahan, dan obstruksi. Obstruksi dapat disebabkan oleh tumornya sendiri ataupun secara tidak langsung oleh invaginasi.12 2.7.11. Tumpukan sisa makanan

Obstruksi usus halus akibat bahan makanan ditemukan pada orang yang pernah mengalami operasi pengangkatan sebagian atau penuh dari perut

(gastrektomi). Obstruksi biasanya terjadi pada daerah anastomosis. Obstruksi lain,

yang jarang ditemukan, dapat terjadi setelah makan banyak sekali buah-buahan yang mengandung banyak serat yang menyebabkan obstruksi di ileum terminal, seperti serat buah jeruk atau biji banyak yang ditelan sekaligus dengan buah tertentu yang berinti.12

2.7.12. Divertikulum meckel

Divertikulum meckel adalah sisa dari kantung telur embrional yang juga disebut ductus omphalo-mesentricus yang dalam kehidupan fetal menghubungkan pusat (umbilicus) dengan usus. Pada orang dewasa terletak pada ileum lebih kurang 100 cm proksimal perbatasan ileo-cekal, sedangkan pada anak-anak lebih kurang 40 cm. Jika hubungan antara umblikus dan usus (ductus omphalo-mesentricus) tidak menghilang, dapat terjadi fistula pada pusat yang mengeluarkan isi usus. Bila hanya sebagian yang menghilang dan ditengah-tengah tetap, maka akan dapat terbentuk suatu kista. Bila tidak menghilang sempurna, maka sisanya menyerupai tali yang padat, yang dapat mengakibatkan terbelitnya usus pada tali itu (strangulasi).35,36

2.7.13. Penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi pada neonatus. Penyakit Hirschsprung terjadi akibat tidak adanya


(48)

sel ganglion pada dinding usus atau terjadinya kelainan inervasi usus, yang dimulai dari anus dan meluas ke proksimal. Gejala-gejala klinis penyakit Hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir dengan terlambatnya pengeluaran tinja (mekonium). Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar dan perut menjadi kembung. Karena usus besar melebar, tekanan di dalam lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang mukosa terganggu Statis memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan enterokolitis

(Clostridium difficile dan Staphlococcos aureus) dengan disertai sepsis dan

tanda-tanda obstruksi usus besar.35 2.7.14. Bezoar

Istilah bezoar merupakan suatu akumulasi benda-benda asing eksogen di dalam lambung atau usus yang merupakan penyebab ileus obstruktif pada usus halus.35,42 Bezoar dibedakan menurut komposisinya. Laktobezoar mengandung kasein atau kalsium yang tinggi. Laktobezoar ditemukan pada bayi-bayi prematur yang mengkonsumsi susu formula bayi yang kaya kasein/kalsium. Phytobezoar adalah jenis yang paling umum dari bezoar yang merupakan akumulasi serat sayur-sayuran dan buah-buahan yang tidak dapat dicerna. Phytobezoar terdiri dari selulosa, tanin, dan lignin yang di cerna pada saat mengkonsumsi makanan.42

2.8. Manifestasi Klinis 37 2.8.1. Obstruksi sederhana

Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri


(49)

abdomen bervariasi dan sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.

Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah periumbilikal atau nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul dengan adanya fase bebas keluhan. Muntah akan timbul kemudian, waktunya bervariasi tergantung sumbatan. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu terjadi terutama pada obstruksi komplit.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Peristaltik usus yang mengalami dilatasi dapat dilihat pada pasien yang kurus. Bising usus yang meningkat dan

metabolic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di

daerah distal.

2.8.2. Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.


(50)

2.8.3. Obstruksi pada kolon

Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanyastrangulasi.

2.9. Komplikasi

Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat ileus obstruktif. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami perforasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum yang menyebabkan peritonis. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi, bakteri dapat melintasi usus yang permeable tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septic.


(51)

Komplikasi lain yang dapat timbul antara lain syok hipovolemia, abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan dapat menyebabkan kematian.36

2.10. Epidemiologi

2.10.1. Distribusi dan Frekuensi Menurut Orang a.1. Umur dan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2001 hingga 2002 yang dilakukan oleh Markogiannakis, dkk, ditemukan 60% pasien yang dirawat di Rumah Sakit Hippokratian, Athens mengalami ileus obstruktif dengan rata-rata pasien berumur antara sekitar 16 sampai 98s tahun dengan rasio perbandingan perempuan lebih banyak daripada laki-laki (rasio perbandingan 3:2).18 Berdasarkan hasil penelitian Imaz Akgun, dkk, (2001) di rumah sakit Selatan Anatolia Timur, Turki ditemukan 699 pasien yang rasio perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 3:2 dengan kelompok umur 15-95 tahun.38 Menurut penelitian Chen Xz, dkk, (1995-2001) di rumah sakit Cina Barat ditemukan 705 pasien dengan rasio perbandingan laki-laki dengan perempuan 1,2:1 dan dengan rata-rata usia (median usia= 45) untuk pria dan (median usia = 51) untuk wanita.39 Menurut penelitian Nofie Windiarto (2008) di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang diantaranya 20 penderita ileus 11 orang (55%) perempuan dan 9 orang (45%) laki-laki dengan kelompok umur 17-15 tahun sebanyak 10 orang (50%), 26-34 tahun sebanyak 6 orang (30%), dan 35-45 tahun sebanyak 4 orang (20%).40


(52)

a.2. Suku dan Agama

Diet vegetarian dan pengunyahan yang miskin pada makanan merupakan faktor risiko berkembangnya pythobezoar.41 Pythobezoar merupakan jenis paling umum bezoar yang paling sering menyebabkan terjadinya ileus obstruktif pada usus halus. Phytobezoar terdiri dari selulosa, tanin, dan lignin yang berasal dari sayuran dan buah-buahan yang dicerna. Jika vegetarian sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang mengandung selulosa, tanin, dan lignin seperti buah kesemek maka faktor risiko akan lebih tinggi untuk mengalami ileus obstruktif.42 Di mengonsumsi sehingga faktor risiko untuk terjadinya ileus obstruktif lebih kecil pada suku ini.43 Namun berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.33 Ajaran Buddhisme Theravada tidak secara eksplisit mengajarkan untuk tidak memakan daging, dimana Theravadans banyak yang menghindari makan daging karena kasih yang tulus untuk kesejahteraan sesama makhluk hidup. Dengan kata lain, vegetarian tidak secara eksplisit dibutuhkan untuk mengikuti ajaran agama Buddha, sehingga pada pengikut Buddha secara umum memiliki faktor risiko lebih kecil untuk menderita Ileus obstruktif.44

Kebiasaan memberikan makanan selain ASI kepada bayi merupakan salah satu penyebab obstruksi usus pada bayi. Terjadi obstruksi usus karena usus bayi belum mampu melakukan peristaltik secara sempurna.45 Pada suku Sasak di Lombok,


(53)

ibu yang baru bersalin memberikan nasi palpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya terlebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatra Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi, pisang dll.46 Kebiasaan masyarakat ini menjadi faktor risiko yang tinggi untuk terjadinya Ileus Obstruktif.

2.10.2.Distribusi dan frekuensi menurut waktu dan tempat

Enam puluh persen kasus ileus obstruktif yang ditemukan di Amerika Serikat, adhesi pada operasi ginekologik, appendektomi dan reseksi kolorektal adalah penyebab terbanyak dari ileus obstruktif.13 Berdasarkan data salah satu rumah sakit umum di Australia pada tahun 2001 hingga 2002, sekitar 6.5 orang per 10.000 populasi di Australia diopname di rumah sakit karena ileus paralitik dan ileus obstruktif.17

2.11. Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan sedini mungkin baik pencegahan primordial, primer, sekunder dan tersier untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.47 Demikian juga pada penyakit ileus obstruktif, tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah terjadinya ileus obstruktif dan menghindari akibat fatal yang disebabkan ileus obstruktif.

2.11.1. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor risiko terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan


(54)

promosi kesehatan atau memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam menjaga kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.47

2.11.2. Pencegahan Primer 33,47

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain :

a. Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya

b. Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan tubuh

c. Diet Serat

Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.

d. Untuk membantu mencegah kanker kolorektal, makan diet seimbang rendah lemak dengan banyak sayur dan buah, tidak merokok, dan segera untuk skrining kanker kolorektal setahun sekali setelah usia 50 tahun.


(55)

e. Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan mungkin memaksa satu bagian dari usus untuk menonjol melalui daerah rentan dinding perut Anda.

2.11.3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara mendeteksi secara dini, dan mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif.47

i. Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif

Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif adalah dengan melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah

a. Pemeriksaan Fisik

Gambaran fisik pasien yang menderita ileus obstruktif bervariasi dan tergantung kapan dilakukan pemeriksaan. Jika pemeriksaan dilakukan beberapa jam atau sehari setelah mulainya obstruksi mekanik sederhana, maka akan terbukti beberapa gejala-gejala ileus. Tetapi jika dibiarkan lewat beberapa hari, maka tanda tambahan akan bermanifestasi. Alasan ini didasarkan atas respon patofisiologi terhadap ileus obstruktif. Gambaran pertama dalam pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita ileus obstruktif merupakan adanya tanda generalisasi dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Karena lebih banyak cairan disekuestrasi ke dalam lumen usus, maka bisa timbul demam, takikardia dan penurunan tekanan dalam darah. Dalam pemeriksaan abdomen diperhatikan kemunculan distensi, parut abdomen (yang menggambarkan perlekatan


(56)

pasca bedah), hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus bukti gelombang peristaltik terlihat pada dinding abdomen dan dapat berkorelasi dengan nyeri kolik. Tanda demikian menunjukkan obstruksi strangulata. Gambaran klasik dalam mekanik sederhana adalah adanya episodik gemerincing logam bernada tinggi dan bergelora (rush) pada waktu penderita dalam kondisi tenang. Gelora tersebut bersamaan dengan nyeri kolik. Pada obstruksi strangulata tidak ditemukan tanda ini.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Apabila dalam pemeriksaan ini ditemukan tumor serta adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan terjadinya obstruksi di proksimal. Jika darah makroskopik ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa obstruksi didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus.

b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X dan foto abdomen yang tegak dan berbaring sangat bermanfaat dalam mendiagnosa ileus obstruktif. Jika penderita tidak dapat duduk selama 15 menit, maka posisi dekubitus lateral kiri dapat dilakukan untuk foto abdomen.

Adanya gelung usus yang terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola anak tangga pada foto tegak menggambarkan bahwa penderita menderita ileus obstruktif. Hal ini karena fakta bahwa udara biasanya tidak terlihat pada usus halus dan hanya terbukti pada usus yang terdistensi. Informasi dari foto juga dikumpulkan sebagai bahan diagnosa. Pada foto abdomen, gelung usus berbeda pada usus halus dan kolon. Usus halus ditandai dengan posisinya yang berada di dalam abdomen sentral dan adanya valvulae conniventes yang muncul sebagai garis yang melintasi


(57)

keseluruhan lebar lumen. Kolon teridentifikasi dengan posisinya di sekeliling abdomen dan dibatasi oleh adanya tanda haustra yang hanya sebagian melintasi diameter lumen.

Pada obstruksi mekanik sederhana lanjut pada usus halus, tak ada gas yang terlihat di dalam kolon. Obstruksi kolon dengan valva ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya gambaran penting. Jika valva ileocaecalis inkompeten, maka distensi usus halus dan kolon ada. Pada obstruksi strangulasi, perjalanan klinik lebih cepat dan harus segera dilakukan pemeriksaan. Distensi usus (jika ada) pada obstruksi strangulasi lebih sedikit dibandingkan pada obstruksi mekanis sederhana.27

c. Pemeriksaan Penunjang

c.1. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) : meningkat akibat dehidrasi

c.2. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah.

c.3. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen

a. Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar usus)

b. mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)

c.4. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi

barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat


(58)

c.5. CT Scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi untuk menunjukkan tempat obstruksi.30

ii. Operasi a. Usus halus

Operasi dapat dimulai setelah pasien telah diredidrasi kembali dan organ-organ vital telah dapat berfungsi dengan normal. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus disayat. Perincian operatif tergantung pada penyebab obstruksi. Perlengketan/ adhesi dilepaskan atau bagian yang mengalami obstruksi dibuang, usus yang mengalami strangulasi harus dipotong.

b. Usus besar

Pada usus besar, operasi terdiri dari proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi tranversal pada pasien yang sudah lanjut usia, pasien dengan obstruksi terjadi di daerah sekum, maka bagian tersebut akan dipotong, biasanya disertai anastomosis primer. Kanker pada kolon sebelah kiri dan anastomosis yang mengakibatkan obstruksi pada pasien juga akan dipotong dan disertai anastomosis juga.48

2.11.4. Pencegahan Tersier

Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan dan menghindari komplikasi yang dapat memperparah keadaan.47 Tindakan perawatan post operasi serta melakukan mobilitas/ambulasi sedini mungkin. 27


(59)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penderita Ileus Obstruktif adalah seseorang yang berdasarkan diagnosa oleh dokter dinyatakan menderita penyakit yang disebabkan oleh suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik baik sebahagian maupun total serta dirawat inap di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan tahun 2007-2010 sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien yang ada di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan

Karakteristik penderita Ileus Obstruktif di RSUD DR. Pirngadi Medan tahun 2007-2010

1. Sosiodemografi: Umur

Jenis Kelamin Suku

Agama

Status Perkawinan Tingkat Pendidikan Pekerjaan

Daerah Asal

2. Penyebab Ileus Obstruktif 3. Status Komplikasi

4. Jenis Komplikasi 5. Lama Rawatan 6. Sumber Biaya

7. Penatalaksanaan Medis 8. Keadaan Sewaktu Pulang


(60)

3.2.2. Sosiodemografi penderita Ileus Obstruktif, dibedakan atas:

a. Umur adalah usia penderita Ileus Obstruktif yang tercatat dalam kartu status, kemudian untuk analisa statistik dikategorikan berdasarkan penyebab obstruksi menurut kelompok umur, yaitu32

1. <1 tahun 2. 1-14 tahun 3. 15-49 tahun 4. >49 tahun

b. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita Ileus Obstruktif yang tercatat dalam kartu status yang dibedakan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan

c. Suku adalah ras atau etnik yang melihat pada diri penderita Ileus Obstruktif sesuai yang tercatat dalam kartu status, yang dibedakan atas :

1. Batak 2. Jawa 3. Minang 4. Melayu 5. Aceh 6. Lain-lain

d. Agama adalah kepercayaaan yang dianut oleh penderita Ileus Obstruktif sesuai dengan yang tertulis pada kartu status pasien, yang dibedakan atas :

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Budha

4. Hindu


(61)

e. Status perkawinan adalah keterangan mengenai ada tidaknya pasangan hidup dari penderita Ileus Obstruktif sesuai dengan yang tercatat di kartu status, yang dibedakan atas:

1. Kawin 2. Tidak kawin

f. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang telah dijalani penderita ileus obstruktif sesuai yang tercatat dalam kartu status, yang dibedakan atas:

1. Tidak sekolah/tidak tamat SD 2. SD

3. SMP 4. SMA

5. Akademi/Perguruan Tinggi (PT)

g. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan penderita Ileus Obstruktif dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan yang tertulis pada kartu status pasien dan dibedakan atas :

1. PNS, TNI, POLRI, BUMN

2. Pensiunan PNS, TNI, POLRI, BUMN 3. Pegawai/ Karyawan Swasta

4. Wiraswasta 5. Petani

6. Ibu Rumah Tangga 7. Pelajar/Mahasiswa 8. Lain-lain

h. Daerah asal adalah keterangan yang menunjukkan daerah tempat tinggal penderita Ileus Obstruktif sesuai dengan tertulis pada kartu status pasien dan dibedakan atas :

1. Kota Medan 2. Luar kota Medan


(62)

3.2.3. Penyebab ileus obstruktif adalah hal-hal yang menyebabkan terjadinya ileus obstruktif sesuai dengan yang tertulis pada kartu pasien. Penyebab ini dibedakan berdasarkan pengkategorian berdasarkan urutan kemunculan, yaitu: 1. Lesi ekstrinsik

2. Lesi Intrinsik 3. Obstruksi menutup

3.2.4. Komplikasi Ileus obstruktif adalah ada tidak penyulit atau komplikasi akibat keterlambatan penanganan ileus obstruktif yang sesuai dengan kartu status pasien yang dikelompokkan atas: syok septic, syok hipovolemia, abses, pneumonia aspirasi dan kematian.

Untuk analisa statistik status komplikasi, dibedakan atas: 1. Ada komplikasi

2. Tidak ada komplikasi

3.2.5. Jenis Komplikasi adalah jenis penyulit atau komplikasi yang diderita oleh penderita ileus obstruktif berdasarkan hasil diagnosa sesuai tercatat dalam kartu status, dibedakan atas :

1. Perforasi 2. Peritonis 3. Syok septik 4. Syok hipovolemia 5. Abses

6. Pneumonia aspirasi

3.2.6. Lama rawatan rata-rata adalah jumlah lama rawatan semua penderita ileus obstruktif dibagi dengan semua penderita yang menjalani perawatan di rumah sakit sesuai yang tercatat pada kartu status.


(1)

7.2. Saran

7.2.1. Kepada pihak RSU Dr. Pirngadi Medan diharapkan meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan bagi penderita ileus obstruktif untuk menurunkan angka kematian dan pulang atas permintaan sendiri.

7.2.2. Kepada pihak RSU Dr. Pirngadi Medan diharapkan untuk melengkapi pencatatan pada kartu status, seperti penyebab ileus obstruktif dan jenis komplikasi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera utara

2. Depkes RI., 2006. Rencana Strategis Depkes 2005-2009. Jakarta

3. Haffman, M., dan Legro, W., 1996. Bebas dari Penyakit. PT Gramedia Pustaka Umum, Jakarta

4. Goodman, GA., Foster, FL(Ed)., Global Disease Elimination and Eradication as Public Health Strategis. Bulletin of WHO, Suplemen No 2. Volume 76. 1998 Genewa. WHO

5. WHO., 2OO2. WHO Global Infobase Countryn Comparison.

6. Dinkes Sumatera Utara., 2007. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2006. Medan 7. WHO, 2008. Global Burden of Disease in 2002 WHO Global Infobase.

http://www.wpro.who.int

8. WHO., 2007, Country Health Information Profiles. http:// www.int/WHO/en

9. Depkes R.I., 2002. Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta

10.Departemen Kesehatan R.I., 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta

11.Suratun., dan Lusianah., 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Penerbit CV. Trans Info Medan, Jakarta 12.Syamsuhidajad, R., dan Wim De Jong., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

Revisi. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

13.Evers BM., 2004. Small Intestine. Sabiston Textbook of Surgery. The Biological Basis of Modern Surgical Practise. 17th ed Philadelpia.

14.Anonim., 2004. Statistics by country for intestinal obstruction.


(3)

15.WHO., 2007. Report On “Current Situation in Mortality Statistic in Nepal 2007.

16.Ansari, P., 2007. Intestinal Obstruction.

17.Mukherjee. S., 2008. Ileus. Http//www.emedicine.com/med/topic 154.htm. 18.Markogiannakis, dkk., Acute Mechanical Bowel Obstruction: clinical

presentation, Etiology, Management and Outcome. World Journal of Gastroenterology.

19.Depkes R.I., 2004. Profil Kesehatan Indonesia 2004. Jakarta

20.Sumitro Arkandha., 1986. Ikhtisar Pediatrika: Kesehatan, Pencegahan dan Pengobatan Bayi/Anak. Penerbit Bina Aksara, Jakarta

21.Anonim. Neonatal Intestinal Obstruction.

http:/ /pedclerk.bsd.uchicago.edu/Neonatalintestinalobst.html 22.Depkes R.I. 2006. Profil Kesehatan Kabupaten Cirebon.

23.Sylvia, A., dan Wilson, L., 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

24.Syaifuddin., 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 2.Penerbit Salemba Medika, Jakarta

25.Ethel, S., 2003. Anatomi dan Fisiogi Manusia untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

26.Anonim., 2004. Sistem Pencernaan Manusia.

27.Sabiston., 1992. Buku Ajar Ilmu Bedah Bagian Pertama. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

28.Scwarttz., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta


(4)

30.Pierce, A., dan Neil, R., 2006. At Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga, Jakarta

31.Mana.,dkk., 1983. Obstruksi Ileus di Cermin Dunia Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

32.Bani, W., 1994. Patologi Gastroenterologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

33.Jacob, A, H.,2010. Intestinal Obstruction.

http// 34.Anonim.,2011. Program Kesehatan pada Ileus.

35.Behrman., dkk., Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

36.Sutisna, H., 1973. Kumpulan Kuliah Patologi. Bagian Patologi Anatomi FK UI, Jakarta

37.Manjoer, Arif., dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. FK UI, Jakarta

38.Imaz Akgun, dkk., (2001). Causes and Effective Factors on Mortality of Intestinal Obstruction in the South East Anatolia.

39.Chen Xz, dkk., (2001). Etiological factors and mortality of acute intestinal obstruction:a review of 705 cases.

40.Nofie, Windiarto., 2008. Differences of Recovery time of Intestinal Peristaltic on Surgical Patients with General Anesthesia Taken with Early Ambulation of Active and Passive ROM in Wira Bhakti Tamtama Hospital Semarang


(5)

41.Nadeem-ul-Nazeer, dkk., 2009. Phyto bezo ar: A R are C ause Of Intestinal O bstr uctio n And Perfor ation.

42.Alessandra Quercioli, dkk., 2009. Intestinal Radiation-Induced Stricture Favours Small Bowel Obstruction by Phytobezoar: Report of a Case.

Mei 2012

43.Vegetarian

diakses 11 Mei 2012

44.Jhon.,T.,2007-2012. Frequently Asked Questions About Buddhism.

45. Narendra, dkk.,2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Sagung Seto.

46.Karam Hamzal.,2012. Karakteristik Ibu yang Memberikan ASI Eksklusif pada Bayi di Puskesmas Benu-Benua Kecamatan Kendari Barat Periode Januari – Mei Tahun 2011.

47.Budiarto, dkk., 1992. Epidemiologi. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

48.Schrock., dan Theodore, R., 1995. Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta

49.Heri Hermawanto., 2010. Biostatisika Dasar. Penerbit CV. Trans Info Media, Jakarta

50.Soekidjo Notoatmodjo.,2007. Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni. Rineka Cipta, Jakarta

51.Delvia Asra., 2010. Karakteristik Penderita Leukimia Rawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009. Skripsi. FKM USU Medan.


(6)

53.Depkes,., 2005. Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2005.

54.Adhesive small bowel obstruction: how long can patients tolerate conservative treatment?..