Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4
adanya kesatuan gerak, langkah dan pandangan dalam rangka penegakan hukum sehingga dicapai sasaran semaksimal mungkin.
Pelanggaran terhadap kaidah hukum yang berupa terganggunya rasa keadilan yang dirasakan sedemikian rupa mendalam, maka reaksi yang
ditekankan adalah berupa reaksi yang ditentukan oleh pemegang kedaulatan hukum yaitu penguasa atau negara.
Pengadilan adalah tiang teratas dan landasan negara hukum. Peraturan yang diciptakan memberikan faedah apabila ada peradilan yang berdiri
kokohkuat dan bebas dari pengaruh apapun, yang dapat memberikan isi dan kekuatan kepada kaedah-kaedah hukum yang diletakkan dalam Undang-
Undang dan peraturan lainnya. Peradilan juga merupakan instansi yang merupakan tempat setiap orang mencari keadilan dan menyelesaikan
persoalan-persoalan tentang hak dan kewajibannya menurut hukum.
5
Berbicara tentang anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan
sejarah bangsa sekaligus cermin bangsa pada masa mendatang. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan
sebagai sumber daya manusia bagi pembangunan nasional, dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memimpin
serta melihat kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah kesatuan Republik Indonesia yang Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
5
Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta: LP3S, 1983, h.143
5
Proses pembinaan anak dapat dimulai dalam suatu kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera lahir dan batin. Pada dasarnya kesejahteraan anak
tidak sama, tergantung dari tingkat kesejahteraan orang tua mereka. Seperti di negara kita masih banyak anak yang tinggal di daerah kumuh dan diantaranya
harus berjuang mencari nafkah untuk membantu keluarga. Kemiskinan, pedidikan yang rendah, keluarga yang berantakan dan lingkungan pergaulan
akan mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan anak.
6
Anak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak LNRI Tahun 2002 Nomor
109; TLNRI Nomor 4235 selanjutnya disingkat UU No. 232002 adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan”.
7
Sebagai seorang anak yang berarti belum mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, padahal anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang
Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, dan anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-
cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa
depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut,
maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak
6
Ibid.,h.145
7
Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6
mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-
haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Anak yang belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, maka
dalam segala hal anak perlu mendapatkan perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang
dieksploitasi secara
ekonomi danatau
seksual, anak
yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya napza, anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik danatau mental,
anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran sebagaimana Pasal 1 angka 15 UU No. 232002.
8
Ketentuan Pasal 1 angka 15 UU No. 232002 mengenai anak yang mendapatkan perlindungan khusus, yaitu anak yang berhadapan dengan
hukum, namun tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai hukum yang dihadapi oleh anak tersebut, apakah hukum perdata atau hukum pidana. Anak
yang berhadapan dengan hukum dalam lingkup hukum pidana, anak tersebut disebut anak nakal atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan
terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan sebagaimana Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik
8
Pasal 1 angka 15 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
7
Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak selanjutnya disebut UU No. 112012.
Anak meskipun nakal masih perlu mendapatkan perlindungan khusus yang tidak diberikan kepada pelaku tindak pidana orang dewasa. Terhadap
anak nakal menurut Pasal 69 UU No. 112012 “hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-
undang ini”. Kata “hanya dapat” menunjukkan bahwa setiap anak nakal, maka ada
dua kemungkinan sanksi yang dijatuhkan yaitu sanksi pidana penjara atau berupa tindakan. Pidana pada umumnya dibedakan antara pidana pokok dan
pidana tambahan sebagaimana pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Pidana pokok di antaranya pidana mati; pidana penjara; pidana
kurungan; pidana denda; pidana tutupan. Pidana tambahan terdiri atas pencabutan
hak-hak tertentu;
perampasan barang-barang
tertentu; pengumuman putusan hakim.
Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal menurut pasal 82 UU No. 11 Tahun 2012 ialah a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau
orang tua asuh; b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau c. menyerahkan kepada Departemen Sosial,
atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
9
Dalam perspektif
Islam, pertanggungjawaban
pidana adalah
pembebanan seseorang dengan hasil akibat perbuatan atau tidak perbuatan
9
Pasal 82 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Ank
8
yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, di mana ia mengetahui maksud- maksud dan akibat-akibat dari perbuatannya itu. Dengan dasar ini, maka
sebuah pertanggungjawaban pidana berlaku atas tiga hal yakni 1 adanya perbuatan yang dilarang; 2 dikerjakan dengan kemauan sendiri; dan 3
pelaku mengetahui akibat perbuatan tersebut. Ketiga hal di atas merupakan ratio logis bagi berlakunya sebuah pertanggungjawaban pidana.
10
Dengan demikian, bagi orang-orang dewasa yang berakal dan berkemauan sendiri berlaku pertanggungjawaban pidana. Sebaliknya, tidak
ada pertanggungjawaban pidana bagi komunitas anak-anak, orang gila, dungu, orang yang sudah hilang kemauannya dan orang yang berada dalam kapasitas
terpaksa ataupun di paksa. Nash-nash syariat menegaskan makna ini dengan jelas melalui sabda Rasullulah SAW, yang menyatakan,:
َ ع َ نَ
َ عَ ئا
َ ش َ ةَ
َ رَ ض َ يَ
َهلا ََ ع
َ َ ه َ قَا
َ لا َ ت
َ َ قَ:
َ لا ََ ر
َهسَ و
َهلَ َ لا
َ َ صَ
ل َهلاَى
ََ ع َ لَ يَ
ََ و َ سَ ل
َ مَ َهرَ ف
َ عَ َ لاَ ق
َ لَهم ََ ع
َ نَ َ ث
َ ل َ ث
ََ ع َ نَ
َ لا َ ئا
َ مَ َ حَ ت
َ يَى َ سَ ت
َ يَ ق َ ظ
ََ و َ ع
َ نَ َ صلا
َ ب َ يَ
َ حَ ت َ يَى
َ حَ ت َ لَ م
ََ و َ ع
َ نَ َ لا
َ م َ جَه
َ وَ ن َ
َ حَ ت ى
ََ يَ ع َهق
َ ل َ
َ
اور َ
وَيراخبلا َ
يذمرتلا َ
يئاس لاو
11
َ
Artinya : “Dari ‘Aisyah RA. berkata Bahwa Rasulullah SAW bersabda
;Pena pembebanan hukum diangkat atas tiga golongan yaitu orang yang tidur hingga ia terjaga, anak kecil hingga ia baligh
dan orang yang gila hingga ia sembuh.”HR. Bukhori, at- Tirmidzi, dan an-
Nasai’ Telah tegas dan menjadi konsensus di kalangan ulama bahwa anak-
anak terbebas dari pertanggungjawaban pidanan. Hal ini di karenakan mereka dalam status tidak cakap untuk bertindak secara hukum, dalam istilah pidana
10
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam: Fiqh Jinayah, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, h.80
11
Muhammad ibn „Isya at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, Mesir: Dar el-Kutub, t.t., h.1339
9
Islam disebut sebagai laysa min ahli al-,uqubah bukan termasuk kelompok yang mendapatkan hukuman .
12
Namun demikan penting ditegaskan bahwa persoalan tentang statusnya dalam kapasitas sebagai anak-anak menimbulkan problematika tersendiri. Di
antaranya adalah percepatan iklim dewasa semakin menjadi fenomena di kalangan anak-anak, terutama akibat pengaruh media komunikasi dan
informasi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika para ulama kemudian membuat batasan yang meskipun terkesan sangan simplistik, namun pada
dasarnya dapat dipergunakan sebagai acuan dalam melihat tingkat perkembangan dan sikap yang di tampilkan oleh mereka yang berada dalam
usia yang disebut anak-anak. Dibahasnya mengenai anak nakal ini ada kaitannya dengan kasus
kecelakaan maut pada tahun 2013 yang menewaskan 6 orang, dimana seorang anak yang bernama Abdul Qodir Jaelani atau yang lebih akrab disapa Dul
putra dari seorang musisi ternama Ahmad Dhani mengendarai sebuah mobil sedan Lancer pada malam hari di Jalan Tol Jagorawi dengan kecepatan tinggi
yang kemudian lepas kendali dan menabrak kendaraan lain yaitu Toyota Avanza dan Daihatsu Grand Max di KM 8 Tol Jagorawi, Dul diketahui saat
itu berumur 13 tahun. Kecelakaan tersebut menyebabkan korban 5 orang tewas ditempat dan 1 orang tewas di rumah sakit.
12
Ibid., h.81
10
Dari uraian permasalahan tersebut diatas, penyusun tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang
:PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-
UNDANG NO.11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.