71
3. Masa kemampuan berpikir penuh Masa ini di mulai sejak seseorang mencapai usia kecerdikan sinnur-
rusydi, atau dengan kata lain, setelah mencapai usia lima belas tahun atau delapan belas tahun. Jika pada usia tersebut melakukan perbutan pidana, maka
berlaku pertanggungjawaban pidana atasnya dari seluruh jenis jarîmah yang dilakukannya tanpa terkecuali.
23
Berdasarkan penjelasan ini dapat dipahami bahwa pertanggungjawaban pidana atas delik pidana yang dilakukan anak-anak mendapatkan tempat
pembahasan khusus dalam lingkup hukum pidana Islam. Dalam konteks ini maka dapat dikatakan bahwa komunitas usia anak mendapatkan perhatian tersendiri
dalam hukum Islam. Sebagaimana ditegaskan, dalam pandangan Islam, komunitas usia anak
belum dipandang sebagai mukallaf, maka dalam konteks perbuatan hukumannya pun dipandang belum sempurna, usia anak-anak, baik dalam ibadah maupun di
luar ibadah Islam tidak dikategorikan sebagai perintah wajib. Dengan kata lain, perbuatan anak-anak, tepatnya, masih dalam kategori anjuran, ajakan dan
pembinaan.
E. Sanksi Pidana Bagi Anak
Sanksi hukum yang berupa pidana terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Untuk pidana pokok ada lima macam, sebagaimana ditetapkan pada
Pasal 71 ayat 1, yaitu:
23
A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, cet.II Jakarta: Bulan Bintang, 1976, h. 397
72
Pasal 71 1 Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:
a. pidana peringatan; b. pidana dengan syarat:
1 pembinaan di luar lembaga; 2 pelayanan masyarakat; atau
3 pengawasan. c. pelatihan kerja;
d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara.
24
Apabila dibandingkan dengan ketentuan Pasal 10 KUHP dapat dilihat bahwa hukuman pokok juga ada empat macam, berupa:
- pidana mati
- pidana penjara
- pidana kurungan
- pidana denda
25
Dari perbandingan tersebut tampak bahwa dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, tidak menghendaki seorang anak dijatuhi pidana pokok
yaitu berupa pidana mati. Sebagaimana diketahui dalam memeriksa dan mengadili perkara anak, harus memperhatikan kepentingan anak.
Anak merupakan generasi muda yang berpotensi sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka
24
Pasal 71 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
25
Lihat Pasal 10 KUHP
73
menjamin pertumbuhan perkembangan fisik dan mentalnya. Oleh karena itu kalau seorang anak dijatuhi pidana mati, nantinya tidak mungkin terpidana akan
mendapat pembinaan ke masa depan dan tidak mungkin akan memperbaiki dirinya dari kesalahan yang telah lalu. Demikian pula dengan pidana seumur
hidup, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tidak menginginkannya sama sekali. Sedangkan mengenai pidana tambahan berdasarkan Pasal 71 ayat 2 ada
dua macam, yaitu: 2 Pidana tambahan terdiri atas:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.
26
Kemudian tentang hukuman tambahan dalam Pasal 10 KUHP terdapat tiga macam, yaitu berupa:
- Pencabutan beberapa hak yang tertentu.
- Perampasan barang tertentu.
- Pengumuman keputusan hakim.
27
Dari perbandingan pidana tambahan diatas, tampak Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak tidak menghendaki adanya ketentuan pencabutan hak yang
dimikili seorang anak. Pada umumnya anak pekerjaannya atau kegiatannya adalah sekolah, kalau ini merupakan hak seorang anak, maka kalau ada anak terlibat
kejahatan dan kemudian oleh hakim dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan
26
Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
27
Lihat Pasal 10 KUHP
74
hak untuk menjadi siswa sekolah, malah nantinya hukuman ini mengakibatkan keadaan buruk bagi anak yang bersangkutan.
28
Anak yang dicabut haknya sebagai siswa sekolah, akibat praktis tidak dapat sekolah. Ia dikeluarkan sekolah dan tidak dapat masuk sekolah lagi meskipun
disekolah lain. Akibat selanjutnya ia akan frustasi dan menjadi anak bodoh. Hal yang demikian tidak sejalan dengan tujuan negara yang hendak mencerdaskan
kehidupan bangsa. Padahal meskipun anak dijatuhi hukuman pidana, masih mungkin untuk memperbaiki dirinya dan meneruskan sekolah sampai sarjana serta
masih dapat diharapkan untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi bangsa dan negara.
29
Dalam Hukum Islam sanksi pidana atau hukuman dikenal dengan istilah “uqûbah”. Pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir
Audah adalah:
َ رقمءازجلاَى َةبوقعلا َةعامجلاَةحلصملَر
يصعَىلع ا
عراشلاَرماَن
Artinya: Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan-
ketentuan syara’.
30
Allah SWT telah menatapkan hukum-hukum „uqûbah pidana, sanksi, dan
pelanggaran dalam peraturan Islam sebagai “pencegah” dan “penebus”.
31
Para
28
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2005, h. 7
29
Ibid., h.8
30
Abdul Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jina’ Al-Islami, Juz I, Muassasah arrisalah, t.th., h.
80
31
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam,Jakarta: Sinar Grafika, 2004, h.9