BAB I II III SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PEMENDAGRI No 13 TH

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebijakan-kebijakan pemerintah pusat terutama kebijakan dalam keuangan negara haruslah melibatkan pemerintah daerah, karena kinerja dan pengelolaan keuangan daerah saat ini menduduki posisi penting dalam strategi pemberdayaan pemerintah daerah terlebih lagi dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah dan mewujudkan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab. Tuntutan terhadap pengelolaan keuangan rakyat (public money) secara baik merupakan issue utama yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam mewujudkan tujuan pemerintahan yang bersih (clean goverment), dimana pengelolaan keuangan daerah yang baik adalah kemampuan mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, transparan, dan akuntabel. Dalam pengelolaan keuangan daerah telah diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagai pengganti Kepmen No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Keuangan Daerah haruslah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Di sisi lain tuntutan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pemerintah semakin meningkat pada era reformasi saat ini, tidak terkecuali transparansi dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah. Transparansi dapat diartikan sebagai suatu situasi dimana masyarakat dapat mengetahui dengan jelas semua kebijaksanaan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam menjalankan fungsinya beserta sumber daya yang digunakan. Sedangkan akuntabilitas


(2)

dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance, pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota DKI Jakarta dilakukan secara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab sesuai dengan perudang-undangan yang berlaku. Pengelolaan keuangan daerah meliputi seluruh kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan dan pertanggung jawaban. Keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Dengan memperhatikan Undang-undang No. 17 Tahun 2003 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006, pengelolaan keuangan daerah dapat dibagi menjadi Penyusunan dan Penetapan APBD, Pelaksanaan APBD, serta Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.

Pemerintah daerah diwajibkan menyusun laporan pertanggungjawaban yang menggunakan sistem akuntansi yang diatur oleh pemerintah pusat dalam bentuk Undang -Undang dan peraturan pemerintah yang bersifat mengikat seluruh pemerintah daerah. Dalam sistem pemerintahan daerah terdapat 2 (dua) subsistem, yaitu Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Laporan keuangan SKPD merupakan sumber untuk menyusun laporan keuangan SKPKD. Oleh karena itu setiap SKPKD harus menyusun laporan keuangan sebaik mungkin.

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis membatasi masalah pada pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah Kota DKI Jakarta khususnya pada Biro Pendidikan dan Mental Spiritual berdasarkan perspektif Permendagri No. 13 Tahun 2006 bagi kepentingan pelayanan publik dan pelayanan aparat/ penyelenggara pemerintahan.


(3)

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem akuntansi dan pengelolaan keuangan Pemda DKI Jakarta berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulis ingin menyampaikan manfaat dari penulisan makalah ini kepada pembaca adalah sebagai bahan informasi dan pengetahuan tentang bagaimana sistem akuntansi keuangan pemerintahan daerah berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diterapkan oleh Pemda DKI Jakarta.

BAB II


(4)

2.1 Sistem Informasi Akuntansi

Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) adalah serangkaian prosedur,mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksana APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer. SAPD memiliki beberapa karakteristik yang sama dengan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP), yaitu:

a. Basis Akuntansi

SAPD menggunakan basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan basis akrual untuk neraca. Dengan basis kas, pendapatan diakui dan dicatat pada saat kas diterima oleh rekening Kas Daerah serta belanja diakui dan dicatat pada saat kas dikeluarkan dari rekening Kas Daerah. Aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat terjadinya atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah.

b. Sistem Pembukuan Berpasangan

Sistem pembukuan berpasangan (double entry system) didasarkan atas persamaan dasar akuntansi, yaitu : Aset = Utang + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebit suatu perkiraan dan mengkredit perkiraan yang lain.

SAPD sekurang-kurangnya meliputi prosedur akuntansi penerimaan kas, prosedur akuntansi pengeluaran kas, prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah, dan prosedur akuntansi selain kas. Seperti halnya SAPP, SAPD juga terdiri atas dua subsistem, yaitu :

1. Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah

Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh PPKD, yang akan mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh level pemda, seperti pendapatan dana perimbangan, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan


(5)

keuangan, belanja tidak terduga,transaksi-transaksi pembiayaan, pencatatan investasi, dan utang jangka panjang.

2. Sistem Akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah

Sistem akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilaksanakan oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD. Transaksi-transaksi yang terjadi di lingkungan satuan kerja harus dicatat dan dilaporkan oleh PPK SKPD.

Dalam konstruksi keuangan negara, terdapat dua jenis satuan kerja, yaitu SKPD dan Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKD).

Pendapatan Belanja Pembiayaan

Satuan Kerja Pendapatan Pajak Belanja Pegawai

Pendapatan Retribusi

Belanja Barang dan Jasa

Lain-lain pendapatan yang sah

Belanja Modal

Pemda Dana Perimbangan Belanja bunga,

subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil, bantuan keuangan, belanja tidak terduga

Penerimaan Pembiayaan Lain-lain pendapatan

yang sah

Pengeluaran Pembiayaan

2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 20013 pasal 3 meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan


(6)

penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Proses Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan/penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Oleh karena itu APBD merupakan kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif yang dituangkan dalam peraturan daerah dan dijabarkan dalam peraturan bupati. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. APBD mempunyai fungsi :

 Fungsi Otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;

 Fungsi Perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan;

 Fungsi Pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

 Fungsi Alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian;

 Fungsi Distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;


(7)

 Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

2.2.1 Struktur APBD

Struktur APBD dalam keuangan daerah diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi:

Pendapatan Daerah

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 disebutkan bahwa

pendapatan daerah adalah hak pemda yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan Daerah selanjutnya dikelompokan atas : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan daerah yang sah. Akuntansi pendapatan SKPD dilakukan hanya untuk mencatat pendapatan asli daerah (PAD) yang berada dalam wewenang SKPD. Dalam pelaksanaan tugasnya, PPK mencatat pendapatan SKPD dalam buku jurnal khusus pendapatan menggunakan dokumen sumber dari Bendahara Penerimaan berupa SPJ penerimaan dan lampirannya. Pendapatan yang diterima oleh Bendahara Penerimaan SKPD kemudian disetor kepada rekening Kas Daerah (Kasda).

Belanja Daerah

Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Belanja Daerah didefinisikan sebagai kewajiban pemda yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah meliputi seluruh pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak diperoleh kembali pembayarannya oleh daerah. Belanja daerah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung :


(8)

1. Belanja Tidak Langsung

Merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung ini terdiri dari atas belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.

2. Belanja Langsung

Merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung dari suatu kegiatan terdiri atas belanja pegawai (honorarium/upah), belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

Untuk kepentingan administratif, pengawasan, dan evaluasi, struktur APBD diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 mengklasifikasikan urusan pemerintah menjadi 25 urusan wajib dan 8 urusan pilihan pemerintah daerah. Urusan wajib mencakup pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, penataan ruangan, perencanaan pembangunan, perhubungan, lingkungan hidup, pertanahan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan, keluarga berencana dan keluarga sejahteran sosial, tenaga kerja, koperasi dan usaha kecil menengah, penanaman modal, kebudayaan, pemuda dan olahraga, kesatuan bangsa dan poltik dalam negeri, pemerintahan umum, kepegawaian, pemberdayaan masyarakat dan desa, statistik, arsip, dan komunikasi dan informatika. Sedangkan belanja mencakup pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, kelautan dan perikanan, perdagangan, perindustrian, dan transmigrasi.

Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pada masing-masing pemda. Pembagian struktur belanja berdasarkan organisasi ini meliputi unsur


(9)

pemerintahan daerah yang terdiri atas DPRD, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Selain klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan dan organisasi, belanja daerah juga dapat diklasifikasikan menurut fungsi, yang tujuannya adalah untuk keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara. Pengklasifikasian menurut fungsi ini terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan ketentraman, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata dan budaya, pendidikan, dan perlindungan sosial.  Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk menutupi defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Pembiayaan Daerah terdiri dari: Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan. Jika APBD mengalami defisit, pemerintah dapat menganggarkan penerimaan pembiayaan. Sebaliknya, pemerintah dapat menganggarkan pengeluaran pembiayaan jika ada surplus. Penerimaan pembiayaan mencakup :

1. Sisa hasil perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA). 2. Pencairan dana cadangan.

3. Hasil penjualan kekayaan daerah terpisah. 4. Penerimaan pinjaman daerah.

5. Penerimaan kembali pemberian pinjaman. 6. Penerimaan piutang daerah.

Sedangkan pengeluaran pembiayaan mencakup : 1. Pembentukan dana cadangan.

2. Penerimaan modal (investasi) pemda. 3. Pembayaran pokok utang.

4. Pemberian pinjaman daerah.


(10)

APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

Menurut Nordiawan (2007), anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman pada Rencana Kerja (Renja) Pemerintahan Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat demi tercapainya tujuan bernegara. Setidaknya terdapat enam subproses dalam penyusunan APBD, yaitu :

1. Penyusunan KUA,

2. Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS),

3. Penyiapan SE (Surat Edaran) Kepala Daerah tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD,

4. Penyusunan RKA SKPD,

5. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD,

6. Pembahasan Raperda APBD dan penyusunan Raper KDH Penjabaran APBD, evaluasi serta penetapan Raperda APBD dan KDH Penjabaran APBD.

Berikut ini adalah Jadwal Penyusunan APBD berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006.

NO URAIAN WAKTU KETERANGAN

APBD

1. Penyusunan RKPD Akhir Bulan Mei 2. Penyampaian Rancangan KUA (Kebijakan

Umum Anggaran) kepada Kepala Daerah Awal Bulan Juni 1 Bulan 3. Penyampaian Rancangan KUA dari Kepala

Daerah kepada DPRD Pertengahan Bulan Juli 3 Minggu 4.

KUA disepakati antara Kepala Daerah dengan DPRD

Minggu Pertama Bulan

Juli 1 Minggu


(11)

Plafon Anggaran Sementara)

6. Penyampaian Rancangan PPAS ke DPRD Minggu Kedua Bulan Juli 3 Minggu

7. PPAS disepakati antara Kepala Daerah

dengan DPRD Akhir Buli Juli

8.

Penetapan Pedoman Penyusunan RKA –

SKPD oleh Kepala Daerah Awal Bulan Agustus 1 Minggu 9. Penyampaian Raperda APBD kepada DPRD Minggu Pertama Bulan

Oktober

2 Bulan

10.

Pengambilan keputusan bersama DPRD dan Kepala Daerah terhadap RAPBD

Paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan (awal bulan Desember)

11. Penetapan hasil evaluasi 15 hari kerja (pertengah bulan Desember)

12.

Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan KDH tentang penjabaran APBD bila sesuai hasil evaluasi

Akhir Desember (31 Desember)

13. Penyempurnaan sesuai hasil evaluasi 7 hari kerja Akhir Bulan Desember

14. Pembatalan berdasarkan hasil evaluasi

7 hari kerja setelah hasil evaluasi dari Menteri Dalam Negeri/Gubernur

15.

Penghentian dan pencabutan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang APBD bersama DPRD

7 hari kerja Awal Bulan Januari

16.

Penetapan keputusan pimpinan DPRD tentang penyempurnaan Peraturan Daerah APBD dan penyampaian hasil penyempurnaan berdasarkan hasil evaluasi

3 hari setelah keputusan ditetapkan

17.

Penetapan Peraturan Daerah APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD

31 Desember

18.

Penyampaian Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri/Gubernur

7 hari kerja


(12)

APBD

1.

Penyampaian Rancangan Peraturan Kepala Daerah kepada Menteri Dalam Negeri/Gubernur dalam hal DPRD tidak mengambil keputusan bersama terhadap Raperda tentang APBD sampai dengan batas waktu yang ditetapkan UU

Paling lama 15 hari setelah Raperda tidak disetujui DPRD (Pertengahan Bulan Desember)

2. Pengesahan Menteri Dalam Negeri/Gubernur terhadap Rancangan Peraturan Kepala Daerah

Paling Lama 30 hari kerja (Pertengahan Bulan Januari)

1 (satu) Bulan

C. APBD BAGI DAERAH YANG BELUM MEMILIKI DPRD

1.

Penyampaian Rancangan KUA dan PPAS kepada Menteri Dalam Negeri/Gubernur bagi daerah yang belum memiliki DPRD

Pertengahan Bulan Juni

2. Persetujuan Menteri Dalam Negeri/Gubernur Minggu Pertama Bulan

Juli 15 hari

3. Penyampaian Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD

30 hari kerja sejak KUA dan PPAS disahkan Menteri Dalam Negeri/Gubernur

Minggu Pertama Bulan Agustus

2.2.3 Penetapan APBD

Penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:

 Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD

Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang


(13)

bersangkutan dimulai. Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari Gubernur terkait.

 Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD

Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut.

 Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahapan terakhir ini dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan.

Dalam implementasinya penerapkan penganggaran berbasis kinerja tidak hanya dibuktikan dengan adanya dokumen-dokumen tersebut, melainkan substansi dari dokumen tersebut harus ada keselarasan antar dokumen-dokumen dengan memperhatikan indikator kinerja yang hendak dicapai. Indikator-indikator kinerja di SKPD dituangkan dalam Renja


(14)

SKPD seyogyanya terdapat keselarasan dalam pencapaian indikator kinerja yang termuat dalam Renstra SKPD. Indikator kinerja Renja SKPD harus selaras dengan indikator-indikator kinerja yang dituang dalam RKA SKPD. Keselarasan indikator kinerja secara otomatis akan dapat mengaitkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam dokumen perencanaan strategis (Renstra SKPD) yang selanjutnya dituangkan dalam program dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan SKPD.

Berikut ini adalah flowchart proses penyusunan dan penetapan APBD :

2.2.4 Pelaksanaan APBD

Azas umum pelaksanaan APBD telah diatur di dalam pasal 54 PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan pasal 122 Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri No. 21 Tahun 2011. Berikut ini beberapa azas umum pelaksanaan APBD :


(15)

a. SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan yang tidak tersedia anggarannya, dan/atau yang tidak cukup tersedia anggarannya dalam APBD;

b. Pelaksanaan belanja daerah, harus didasarkan pada prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD;

d. Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

e. Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;

f. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja;

g. Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja;

h. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD;

i. Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran;

j. Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

k. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD;

l. Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setelah APBD ditetapkan dengan waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja, PPKD (pejabat pengelola keuangan daerah) memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun dan menyampaikan rancangan DPA-SKPD untuk masing-masing satuan kerja perangkat daerah. Kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya berdasarkan alokasi


(16)

anggaran yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota. Rancangan DPA-SKPD, merinci sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja serta pendapatan yang diperkirakan. Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD yang telah disusunnya kepada PPKD paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan disampaikan.

Khusus pada SKPKD (satuan kerja pengelola keuangan daerah) disusun DPA-SKPD dan DPA-PPKD. DPA-SKPD memuat program/kegiatan, sedangkan DPA-PPKD digunakan untuk menampung: (a). Pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan pendapatan hibah; (b). Belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga; (c). Penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan daerah.

TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama dengan kepala DPA-SKPD yang bersangkutan. Verifikasi atas rancangan DPA-SKPD, diselesaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja, sejak ditetapkannya peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Berdasarkan hasil verifikasi, PPKD mengesahkan rancangan DPA-SKPD dengan persetujuan sekretaris daerah. DPA-SKPD yang telah disahkan disampaikan kepala SKPD yang bersangkutan, kepada satuan kerja pengawasan daerah (inspektorat), dan BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan. DPA-SKPD, digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran/barang.

2.2.5 Penatausahaan Keuangan Daerah

Pada prinsipnya kegiatan tata usaha keuangan daerah dapat dibagi atas dua jenis, yaitu Tata Usaha Umum dan Tata Usaha Keuangan.

1. Tata Usaha Umum adalah menyangkut kegiatan surat menyurat, mengagenda, mengekspedisi, menyimpan surat-surat penting atau mengarsipkan kegiatan dokumentasi lainnya.


(17)

2. Tata Usaha Keuangan adalah tata buku yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prosedur-prosedur tertentu sehingga dapat memberikan informasi aktual di bidang keuangan.

Dokumen yang digunakan pada prosedur Penatausahaan Keuangan Daerah berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keaungan Daerah, diantaranya sebagai berikut :

1. Anggaran Kas

Yaitu dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.

2. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD)

Yaitu dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran.

3. Buku Kas Umum Daerah

Yaitu tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar pengeluaran daerah.

4. Rekening Kas Umum Daerah;

Yaitu rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.


(18)

(19)

Secara sederhana, perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi. Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau sebaliknya.

Perubahan atas setiap komponen APBD memiliki latar belakang dan alasan berbeda. Ada perbedaan alasan untuk perubahan anggaran pendapatan dan perubahan anggaran belanja. Begitu juga untuk alasan perubahan atas anggaran pembiayaan, kecuali untuk penerimaan pembiayaan berupa SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu), yang memang menjadi salah satu alasan utama mengapa perubahan APBD dilakukan.

Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 154, perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi :

a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;

b. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;

c. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;

d. Keadaan darurat; e. keadaan luar biasa.

2.2.6.1 Perubahan Atas Pendapatan

Terutama PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak jarang perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah (DPRD). Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena (a) tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran, (b) perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, dan (c) penyesuaian


(20)

target berdasarkan perkembangan terkini. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:

1. Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah). Jika sebuah angkat untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif. Target dimaksud merupakan jumlah terendah yang “diperintahkan” oleh DPRD kepada eksekutif untuk dicari dan menambah penerimaan dalam kas daerah.

2. Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer. Dalam penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep partisipatif, SKPD mempunyai ruang untuk membuat budget slack karena memiliki keunggulan informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding DPRD.

3. Jikadalam APBD “murni” target PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P. Penambahan target PAD ini dapat diartikan sebagai hasil evaluasi atas “keberhasilan” belanja modal dalam mengungkit (leveraging) PAD, khususnya yang terealiasai dan tercapai outcome-nya pada tahun anggaran sebelumnya.

2.2.6.2 Perubahan Atas Alokasi Anggaran Belanja

Merupakan bagian terpenting dalam perubahan, khususnya pada kelompok belanja langsung. Beberapa bentuk perubahan alokasi untuk belanja modal berrdasarkan penyebabnya adalah:

1. Perubahan karena adanya varian SiLPA. Perubahan harus dilakukan apabila prediksi atas SiLPA tidak akurat, yang bersumber dari adanya perbedaan antara SILPA 201a definitif setelah diaudit oleh BPK dengan SiLPA 201b.

2. Perubahan karena adanya pergeseran anggaran (virement). Pergeseran anggaran dapat terjadi dalam satu SKPD, meskipun total alokasi untuk SKPD yang bersangkutan tidak berubah.


(21)

3. Perubahan karena adanya perubahan dalam penerimaan, khususnya pendapatan. Perubahan target atas pendapatan asli daerah (PAD) dapat berpengaruh terhadap alokasi belanja perubahan pada tahun yang sama. Dari perspektif agency theory, pada saat penyusunan APBD murni, eksekutif (dan mungkin juga dengan sepengetahuan dan/atau persetujuan legislatif) target PAD ditetapkan di bawah potensi, lalu dilakukan “adjustment” pada saat dilakukan perubahan APBD.

2.2.6.3 Perubahan Dalam Pembiayaan

Terjadi ketika asumsi yang ditetapkan pada saat penyusunan APBD harus direvisi. Ketika besaran realisasi surplus/defisi dalam APBD berjalan berbeda dengan anggaran ayng ditetapkan sejak awal tahun anggaran, maka diperlukan penyesuaian dalam anggaran penerimaan pembiayaan, setidaknya untuk mengkoreksi penerimaan yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA).

SiLPA tahun berjalan merupakan SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan) tahun lalu. Oleh karena itu, SiLPA merupakan penerimaan pada awal tahun berjalan. Namun, besaran yang diakui pada saat penyusunan APBD masih bersifat taksiran, belum definitif, karena (a) pada akhir tahun lalu tersebut belum seluruh pertanggungjawaban disampaikan oleh SKPD ke BUD dan (b) BPK RI belum menyatakan bahwa jumlah SiLPA sudah sesuai dengan yang sesungguhnya.

Selisih (variance) antara SiLPA dalam APBD tahun berjalan dengan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tahun sebelumnya merupakan angka yang menjadi salah satu bahan untuk perubahan anggaran dalam tahun berjalan, terutama dalam bentuk penyesuaian untuk belanja. Jika diterapkan konsep anggaran berimbang (penerimaan sama dengan pengeluaran atau SILPA bernilai nol atau nihil), maka varian SiLPA akan menyebabkan perubahan alokasi belanja.

2.2.7 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kepengurusan sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh suatu entitas. Laporan keuangan yang diterbitkan harus


(22)

disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku agar laporan keuangan tersebut dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan laporan keuangan entitas yang jelas. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah terdiri dari:

1. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh laporan realisasi anggaran terdiri dari pendapatan, belanja transfer dan pembiayaan.

2. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Aset adalah sumber ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk menyediakan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Kewajiban adalah utang yang timbul dan peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah.

3. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, invenrasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi non anggaran yang menggambarkan saldo awal,penerimaan,pengeluaran dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Unsur yang mencakup dalam laporan arus kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas. Tujuan pelaporan arus kas adalah


(23)

memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Penyajian Laporan Arus Kas memberikan informasi historis mengenai kemampuan dalam memperoleh kas dan menilai penggunaan kas untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah selama tahun anggaran.

4. Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk mengungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.

Dengan basis CTA, untuk realisasi pendapatan, belanja, penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dicatat berdasarkan basis kas, sedangkan untuk mencatat aset, kewajiban dan ekuitas dicatat berdasarkan basis akrual. Dalam pelaksanaan basis pencatatan ini dikembangkan teknik jurnal yang disebut jurnal korolari, dimana jurnal korolari ini tidak ditemukan dalam akuntansi komersial.Dengan basis ini, pendapatan diakui pada saat diterima pada rekening umum kas daerah (PSAP 02, paragraf 22). Sedangkan belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening kas umum daerah (PSAP 02, paragraf 31).

2.2.8 Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Sesuai dengan peraturan perundangan yang telah ditetapkan baik dalam Standar Akuntansi Pemerintahan maupun Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, pemerintah daerah berkewajiban untuk menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan dalam bentuk laporan keuangan pemerintah daerah yang terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah masing-masing maupun PPKD.


(24)

Struktur pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD selanjutnya disingkat PPA menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, diawali dengan laporan realisasi semester pertama APBD yang disertai dengan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya dan selanjutnya laporan tahunan atau LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) sebagaimana yang diatur di dalam BAB XII PPA. Lain halnya dengan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur PPA diawali dengan LKPD sebagaimana yang diatur di dalam BAB IX PPA. Sedangkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015, struktur PPA langsung pada penyampaian ranperda tentang PPA.

UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015, PP Nomor 58 Tahun 2005, dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, menjadi pedoman di dalam proses penyampaian PPA. “Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) menyampaikan ranperda tentang PPA kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir”.

Pengecualian dari ketentuan atas jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir, sebagaimana yang diatur dalam pasal 102 PP Nomor 58 Tahun 2005 dan pasal 299 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, “Apabila sampai batas waktu 2 (dua) bulan setelah penyampaian laporan keuangan, BPK belum menyampaikan hasil pemeriksaan, kepala daerah menyampaikan ranperda tentang PPA kepada DPRD. Ranperda dilampiri dengan laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan laporan kinerja yang isinya sama dengan yang disampaikan kepada BPK”.


(25)

Ranperda tentang PPA dirinci dalam ranperkada tentang penjabaran PPA. Ranperkada dilengkapi dengan lampiran terdiri dari: a. ringkasan laporan realisasi anggaran; dan b. penjabaran laporan realisasi anggaran.

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 menyatakan, “Ranperda tentang PPA memuat laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, serta dilampiri dengan laporan kinerja yang telah diperiksa BPK dan ikhtisar laporan keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah”.

Lingkup, muatan dan lampiran dari LKPD dan ranperda tentang PPA berbeda-beda. UU Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 mengatur lingkup, muatan dan lampiran berdasarkan PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yakni standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual, sedangkan PP Nomor 58 Tahun 2005 dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan berlakunya PP 71 Tahun 2010.

Selanjutnya, ranperda tentang PPA dibahas kepala daerah bersama DPRD untuk mendapat persetujuan bersama. Agenda pembahasan ranperda tentang PPA ditentukan oleh DPRD. Persetujuan bersama ranperda dilakukan paling lambat 7 (tujuh) bulan setelah tahun anggaran berakhir atau persetujuan bersama terhadap ranperda tentang PPA oleh DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak ranperda diterima. Atas dasar persetujuan bersama kepala daerah menyiapkan ranperkada tentang penjabaran PPA.

Berikut ini adalah bagan alir siklus pelaporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD :


(26)

Dan berikut ini adalah Jadwal Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006.

NO URAIAN WAKTU

KETERANGA N 1. Penyusunan Laporan Realisasi Semester I

Minggu Kedua Bulan Juni

2.

Penyampaian Laporan Realisasi Anggaran Semester I dari Pengguna Anggaran ke PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah)

7 hari kerja setelah Semester I berakhir

3.

Penyampaian hasil konsolidasi Laporan Semester I oleh PPKD ke Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelolaan Keuda

Minggu Kedua Bulan Juli

4.

Penyampaian Laporan Semester I dari Sekretaris Daerah ke KDH

Minggu Ketiga Bulan Juli

5.

Penyampaian Laporan Realisasi Semester I dari KDH ke DPRD

Akhir Bulan Juli 6.

Penyampaian Laporan Keuangan SKPD kepada Kepala Daerah melalui PPKD

2 Bulan Setelah Tahun Anggaran Berakhir


(27)

7.

Konsolidasi laporan keuangan SKPD oleh PPKD

3 Bulan Setelah Tahun Anggaran Berakhir

Bulan Maret 8.

Penyampaian Laporan Keuangan Daerah ke BPK

3 Bulan Setelah Tahun Anggaran Berakhir

Akhir Maret 9. Pemeriksaan Laporan Keuangan oleh BPK

2 Bulan Setelah Disampaikan

Bulan Mei

10.

Penyampaian Raperda pertanggungjawaban yang telah diaudit BPK dari KDH kepada DPRD

6 Bulan Setelah Tahun Anggaran Berakhir

Akhir Bulan Juni

11.

Persetujuan DPRD terhadap Raperda pertanggungjawaban yang telah diaudit BPK

1 Bulan Setelah Disampaikan

Akhir Bulan Juli

2.2.9 Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah

Sesuai dengan peraturan perundangan yang telah ditetapkan baik dalam Standar Akuntansi Pemerintahan maupun Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Hal itu tercantum dalam Pemendagri No. 13 Pasal 308.

Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 308 meliputi pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan. Pemberian pedoman sebagaimana dimaksud adalah mencakup perencanaan dan penyusunan APBD, pelaksanaan, penatausahaan dan akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban keuangan daerah, pemantauan dan evaluasi, serta kelembagaan pengelolaan keuangan daerah.

Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi mencakup perencanaan dan penyusunan APBD, pelaksanaan, panatausahaan dan akuntansi keuangan daerah, serta pertanggungjawaban keuangan daerah yang dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan.


(28)

Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD, perangkat daerah, dan pegawai negeri sipil daerah serta kepada bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran.

Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 309 ayat (1) untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur selaku wakil pemerintah. DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. Pengawasan sebagaimana dimaksud bukan pemeriksaan tetapi pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD. Pengawasan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan.

Dalam rangka meningkatkan kinerja transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkunganpemerintahan daerah yang dipimpinnya. Pengendalian intern sebagaimana dimaksud merupakan proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tercermin dari keandalan laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan. Pengendalian intern sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. terciptanya lingkungan pengendalian yang sehat; b. terselenggaranya penilaian risiko;

c. terselenggaranya aktivitas pengendalian;

d. terselenggaranya sistem informasi dan komunikasi; dan e. terselenggaranya kegiatan pemantauan pengendalian.

Penyelenggaraan pengendalian intern tersebut berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.2.10 Kerugian Daerah

Sesuai dengan peraturan perundangan yang telah ditetapkan baik dalam Standar Akuntansi Pemerintahan maupun Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang tercantum pada


(29)

Pasal 315 bahwa setiap kerugian daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan daerah, wajib mengganti kerugian tersebut.

Kepala SKPD dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam SKPD yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun. Kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala SKPD kepada kepala daerah dan diberitahukan kepada BPK paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui. Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 315 segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, kepala daerah segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.

Dalam hal bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti kerugian daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan. Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian daerah menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan, atau sejak bendahara, pegawai negeri bukan


(30)

bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian daerah.

Ketentuan penyelesaian kerugian daerah sebagaimana diatur dalam peraturan menteri ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik daerah, yang berada dalam penguasaan bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Ketentuan penyelesaian kerugian daerah dalam peraturan menteri ini berlaku pula untuk pengelola perusahaan daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah, sepanjang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.

Bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Putusan pidana atas kerugian daerah terhadap bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara dan pejabat lain tidak membebaskan yang bersangkutan dari tuntutan ganti rugi.

Kewajiban bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti rugi, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.

Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK. Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsure pidana, BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri sipil bukan bendahara ditetapkan oleh kepala daerah.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara tuntutan ganti kerugian daerah diatur dengan peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

2.2.11 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

Menurut Pemendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 324, Pemerintah daerah dapat membentuk BLUD untuk :


(31)

a. menyediakan barang dan/atau jasa untuk layanan umum; dan

b. mengelola dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.

Instansi yang menyediakan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud antara lain rumah sakit daerah, penyelenggara pendidikan, penerbit lisensi dan dokumen,penyelenggara jasa penyiaran publik, penyedia jasa penelitian dan pengujian, serta instansi layanan umum lainnya. Dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat antara lain instansi yang melaksanakan pengelolaan dana seperti dana bergulir usaha kecil menengah, tabungan perumahan, dan instansi pengelola dana lainnya.

BLUD dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa Kekayaan BLUD merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLUD yang bersangkutan.

Pembinaan keuangan BLUD dilakukan oleh PPKD dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala SKPD yang bertanggung jawab atas urusan pemerintahan yang bersangkutan. Pembinaan keuangan BLUD meliputi pemberian pedoman,bimbingan, supervisi pendidikan dan pelatihan dibidang pengelolaan keuangan BLUD. Pembinaan teknis meliputi pemberian pedoman, bimbingan,supervisi, pendidikan dan pelatihan dibidang penyelenggaraan program dan kegiatan BLUD.

BLUD dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain. Seluruh pendapatan BLUD dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLUD yang bersangkutan. Pedoman teknis mengenai pengelolaan keuangan BLUD diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan.


(32)

BAB III KRITISI KASUS

3.1 Struktur APBD

Pada Laporan Realisasi Anggaran Pemda DKI Jakarta Biro Pendidikan dan Mental Spiritual periode 30 Juni 2015, struktur APBD telah sesuai dengan Pemendagri No. 13 tahun 2006 pasal 22 Ayat 1 yaitu :

Struktur APBD merupakan kesatuan yang terdiri dari : a. Pendapatan daerah ;

b. Belanja daerah ; c. Pembiayaan daerah

Contoh kasus laporan keuangan yang kelompok kami analisa adalah laporan keuangan Pemda DKI Jakarta Biro Pendidikan dan Mental Spiritual yang bukan merupakan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) yang tidak melakukan pemungutan Pendapatan Daerah sehingga pendapatan daerahnya Rp. 0,- dan unsur pembiayaan daerah dalam Pemda DKI Jakarta hanya dilaporkan pada Bendahara Umum Daerah sebagai SKPKD.

3.2 Penyususnan APBD

Merujuk pada Pemendagri No.13 Tahun 2006 Pasal 80 bahwa anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang – undangan sehingga dapat dilihat dari struktur Dokumen Pelaksanaan Anggaran dan dapat dilihat juga dari Laporan Realisasi Anggaran.

Berdasarkan APBD Pemda DKI Jakarta Tahun 2015, pada Biro Pendidikan dan Mental Spiritual terdapat anggaran belanja daerah senilai Rp. 6.627.537.608 untuk alokasi sebagai berikut :


(33)

72.380.000,-2. Belanja Barang senilai Rp. 6.534.045.528,-3. Belanja Peralatan dan Mesin Rp.

21.112.080,-Kegiatan – kegiatan yang ada pada Biro Pendidikan dan Mental Spiritual merupakan

penjabaran dari rencana kerja SKPD tersebut. Pada tahun 2015 terjadi perselisihan antara DPRD provinsi DKI dengan Pemda DKI yang berimbas pada ditolaknya APBD Pemda DKI Jakarta tahun 2015 sehingga APBD DKI Tahun 2015 mengacu pada PAGU APBD DKI Tahun 2014.

3.3 Penetapan APBD

Dengan ditolaknya RAPBD tahun 2015 oleh DPRD, maka untuk tahun 2015 Pemda DKI Jakarta menerbitkan PERGUB (Peraturan Gubernur ) sebagai acuan yang mengatur penggunakan APBD 2015. Hal ini sudah diatur dalam Pemendagri No.13 Tahun 2006 pasal 108 ayat 2 yang berbunyi :

“Apabila dalam batas waktu 30 hari kerja Menteri Dalam Negeri / Gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan daerah tentang APBD sebagai dimaksud pada ayat 1, kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah”.

3.4 Pelaksanaan APBD

Laporan Realisasi Anggaran Pemda DKI Biro Pendidikan dan Mental Spiritual periode 30 Juni 2015 menunjukan realisasi pemakaian anggaran berdasarkan APBD tahun 2015 belanja daerah dengan penjabaran sebagai berikut :

a. Pendapatan Daerah

Biro Pendidikan dan Mental Spiritual Setda Provinsi DKI Jakarta bukan merupakan UKPD yang melakukan pemungutan Pendapatan Daerah sehingga pendapatan - LRA sampai tanggal 30 Juni 2015 sebesar Rp


(34)

0,-b. Belanja Daerah

Sesuai dengan ketetapan Pemendagri No. 13 Tahun 2006, belanja daerah diklasifikasikan menjadi belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga, dan transfer (dicatat dalam Laporan Realisasi Anggaran). Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pemda DKI Biro Pendidikan dan Mental Spiritual periode 30 Juni 2015 realisasi belanja daerah adalah sebagai berikut :

- Nilai Realisasi Anggaran sampai dengan tanggal 30Juni 2015 sebesar Rp

3.716.664.088,- atau sebesar 56,08% dari nilai total anggaran sebesar Rp 6.627.537.608,-.

- Nilai Pertanggungjawaban Anggaran sampai dengan 30 Juni 2015 yaitu Rp

1.843.335.186,- atau sebesar 27,81%dari nilai total anggaran sebesar Rp 6.627.537.608,- serta Sisa kegiatan yang disetor ke Kas Daerah sampai dengan 30 Juni 2015 Sebesar Rp. 0,-.

- Nilai Pertanggungjawaban Anggaran sampai dengan 30 Juni 2015 yaitu Rp

1.843.335.186,- atau sebesar 27,81% dari nilai total anggaran sebesar Rp. 6.627.537.608,- serta Sisa kegiatan yang disetor ke Kas Daerah sampai dengan 30 Juni 2015 Sebesar Rp. 0,-.

- Total realisasi anggaran belanja barang berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pemda DKI Biro Pendidikan dan Mental Spiritual periode 30 Juni 2015 seniai Rp. 1.813.782.531,- terdiri dari :

1. Beban persediaan senilai Rp. 134.595.345,-2. Beban jasa senliai Rp. 188.89134.595.345,-2.000,-

188.892.000,-3. Beban perjalanan dinas senilai Rp.

1.490.295.186,-Realiasi belanja daerah tersebut sesuai dengan anggaran belanja 2015 sesuai yang diatur dengan APBD dan Pemendagri No.13 Tahun 2006.


(35)

c. Surplus/Defisit

Surplus/defisit APBD diatur dalam Pemendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 55 s/d 58. Merujuk pada Laporan Realisasi Anggaran Pemda DKI Biro Pendidikan dan Mental Spiritual periode 30 Juni 2015 bahwa terjadinya defisit anggaran pada biro tersebut dikarenakan anggaran pendapatan lebih kecil daripada anggaran belanja daerah. Nilai defisit pada anggaran 2015 biro tersebut adalah Rp.

6.627.537.608,-3.5 Penatausahaan Keuangan Daerah

Pada Biro Pendidikan dan Mental Spiritual terdapat pejabat – pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD. Hal tersebut telah sesuai dengan Pemendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 184. Untuk pelaksanaan APBD kepala daerah Pemda DKI ( Gubernur ) menetapkan :

a. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD, SPM, SP2D, dan SPJ. b. Bendahara yang berfungsi untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran belanja. c. Adanya PPK-SKPD yang diberi wewenang melaksanakan tugas fungsi tata usaha

keuangan pada SKPD.

3.6 Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Dalam Pemendagri No. 13 Tahun 2006, kepala SKPD menyusun laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggungjawabnya. Laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD yang disiapkan oleh PPK-SKPD dan disampaikan kepada pejabat pengguna anggaran untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD serta prognosa untuk enam bulan berikutnya. Pemda DKI khususnya Biro Pendidikan


(36)

dan Mental Spiritual telah menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pemakaian dana APBD tiap semester per tahun sesuai ketetapan Pemendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 290.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada laporan keuangan Biro Pendidikan & Mental Spritiual periode yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2015, penyusunan laporan keuangan tersebut telah sesuai dengan Pemendagri No. 13 Tahun 2006, dimana struktur APBD pada Laporan Realisasi Anggaran telah sesuai menurut Pemendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 22 Ayat 1. Tidak terdapat nilai


(37)

pendapatan pada Laporan Realisasi Anggaran biro tersebut dikarenakan Biro Pendidikan dan Mental Spiritual yang bukan merupakan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) yang tidak melakukan pemungutan dan unsur pembiayaan daerah dalam Pemda DKI Jakarta hanya dilaporkan pada Bendahara Umum Daerah sebagai SKPKD.

Untuk RAPBD Pemda DKI Jakarta tahun 2015 ditolak oleh DPRD sehingga Pemda DKI Jakarta menerbitkan PERGUB (Peraturan Gubernur ) sebagai acuan penyusunan APBD 2015. Pada Laporan Realisasi Anggaran Biro Pendidikan & Mental Spiritual terdapat defisit anggaran senilai Rp.6.627.537.608,- dikarenakan adanya pendapatan daerah senilai Rp.0,-Anggaran Belanja Daerah untuk Tahun Rp.0,-Anggaran 2015 Biro Pendidikan dan Mental Spiritual Setda Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp6.627.537.608,-dengan Realisasi sampai dengan 30 Juni 2015 sebesarRp 3.716.664.088,- atau 56,08% dan realisasi pertanggungjawaban sebesar Rp 1.843.335.186,- atau 27,81%.

Pada penatausahanaan keuangan daerah Biro Pendidikan dan Mental Spiritual terdapat pejabat – pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD. Hal tersebut telah sesuai dengan Pemendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 184.

Berdasarkan Pemendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 290 bahwa Pemda DKI khususnya Biro Pendidikan dan Mental Spiritual telah menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pemakaian dana APBD tiap semester per tahun.

4.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan terkait kasus tersebut adalah Pemda DKI Jakarta khususnya pada Biro Pendiidkan & Mental Spiritual dapat secara bijak memanfaatkan anggaran belanja tahun 2015 sesuai dengan APBD yang telah ditetapkan, terutama pada


(38)

anggaran belanja barang berdasarkan DPA, dikarenakan adanya kegiatan yang belum dilaksanakan terutama untuk kegiatan yang terikat dengan waktupelaksanaan ibadah haji tahun 2015 yang diperkirakan baru akan dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2015.


(1)

2. Belanja Barang senilai Rp. 6.534.045.528,-3. Belanja Peralatan dan Mesin Rp.

21.112.080,-Kegiatan – kegiatan yang ada pada Biro Pendidikan dan Mental Spiritual merupakan

penjabaran dari rencana kerja SKPD tersebut. Pada tahun 2015 terjadi perselisihan antara DPRD provinsi DKI dengan Pemda DKI yang berimbas pada ditolaknya APBD Pemda DKI Jakarta tahun 2015 sehingga APBD DKI Tahun 2015 mengacu pada PAGU APBD DKI Tahun 2014.

3.3 Penetapan APBD

Dengan ditolaknya RAPBD tahun 2015 oleh DPRD, maka untuk tahun 2015 Pemda DKI Jakarta menerbitkan PERGUB (Peraturan Gubernur ) sebagai acuan yang mengatur penggunakan APBD 2015. Hal ini sudah diatur dalam Pemendagri No.13 Tahun 2006 pasal 108 ayat 2 yang berbunyi :

“Apabila dalam batas waktu 30 hari kerja Menteri Dalam Negeri / Gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan daerah tentang APBD sebagai dimaksud pada ayat 1, kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah”.

3.4 Pelaksanaan APBD

Laporan Realisasi Anggaran Pemda DKI Biro Pendidikan dan Mental Spiritual periode 30 Juni 2015 menunjukan realisasi pemakaian anggaran berdasarkan APBD tahun 2015 belanja daerah dengan penjabaran sebagai berikut :

a. Pendapatan Daerah

Biro Pendidikan dan Mental Spiritual Setda Provinsi DKI Jakarta bukan merupakan UKPD yang melakukan pemungutan Pendapatan Daerah sehingga pendapatan - LRA sampai tanggal 30 Juni 2015 sebesar Rp


(2)

0,-b. Belanja Daerah

Sesuai dengan ketetapan Pemendagri No. 13 Tahun 2006, belanja daerah diklasifikasikan menjadi belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga, dan transfer (dicatat dalam Laporan Realisasi Anggaran). Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pemda DKI Biro Pendidikan dan Mental Spiritual periode 30 Juni 2015 realisasi belanja daerah adalah sebagai berikut :

- Nilai Realisasi Anggaran sampai dengan tanggal 30Juni 2015 sebesar Rp 3.716.664.088,- atau sebesar 56,08% dari nilai total anggaran sebesar Rp 6.627.537.608,-.

- Nilai Pertanggungjawaban Anggaran sampai dengan 30 Juni 2015 yaitu Rp 1.843.335.186,- atau sebesar 27,81%dari nilai total anggaran sebesar Rp 6.627.537.608,- serta Sisa kegiatan yang disetor ke Kas Daerah sampai dengan 30 Juni 2015 Sebesar Rp. 0,-.

- Nilai Pertanggungjawaban Anggaran sampai dengan 30 Juni 2015 yaitu Rp 1.843.335.186,- atau sebesar 27,81% dari nilai total anggaran sebesar Rp. 6.627.537.608,- serta Sisa kegiatan yang disetor ke Kas Daerah sampai dengan 30 Juni 2015 Sebesar Rp. 0,-.

- Total realisasi anggaran belanja barang berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pemda DKI Biro Pendidikan dan Mental Spiritual periode 30 Juni 2015 seniai Rp. 1.813.782.531,- terdiri dari :

1. Beban persediaan senilai Rp. 134.595.345,-2. Beban jasa senliai Rp. 188.89134.595.345,-2.000,-

188.892.000,-3. Beban perjalanan dinas senilai Rp.

1.490.295.186,-Realiasi belanja daerah tersebut sesuai dengan anggaran belanja 2015 sesuai yang diatur dengan APBD dan Pemendagri No.13 Tahun 2006.


(3)

c. Surplus/Defisit

Surplus/defisit APBD diatur dalam Pemendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 55 s/d 58. Merujuk pada Laporan Realisasi Anggaran Pemda DKI Biro Pendidikan dan Mental Spiritual periode 30 Juni 2015 bahwa terjadinya defisit anggaran pada biro tersebut dikarenakan anggaran pendapatan lebih kecil daripada anggaran belanja daerah. Nilai defisit pada anggaran 2015 biro tersebut adalah Rp.

6.627.537.608,-3.5 Penatausahaan Keuangan Daerah

Pada Biro Pendidikan dan Mental Spiritual terdapat pejabat – pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD. Hal tersebut telah sesuai dengan Pemendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 184. Untuk pelaksanaan APBD kepala daerah Pemda DKI ( Gubernur ) menetapkan :

a. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD, SPM, SP2D, dan SPJ. b. Bendahara yang berfungsi untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran belanja. c. Adanya PPK-SKPD yang diberi wewenang melaksanakan tugas fungsi tata usaha

keuangan pada SKPD.

3.6 Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Dalam Pemendagri No. 13 Tahun 2006, kepala SKPD menyusun laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggungjawabnya. Laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD yang disiapkan oleh PPK-SKPD dan disampaikan kepada pejabat pengguna anggaran untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD serta prognosa untuk enam bulan berikutnya. Pemda DKI khususnya Biro Pendidikan


(4)

dan Mental Spiritual telah menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pemakaian dana APBD tiap semester per tahun sesuai ketetapan Pemendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 290.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada laporan keuangan Biro Pendidikan & Mental Spritiual periode yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2015, penyusunan laporan keuangan tersebut telah sesuai dengan Pemendagri No. 13 Tahun 2006, dimana struktur APBD pada Laporan Realisasi Anggaran telah sesuai menurut Pemendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 22 Ayat 1. Tidak terdapat nilai


(5)

pendapatan pada Laporan Realisasi Anggaran biro tersebut dikarenakan Biro Pendidikan dan Mental Spiritual yang bukan merupakan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) yang tidak melakukan pemungutan dan unsur pembiayaan daerah dalam Pemda DKI Jakarta hanya dilaporkan pada Bendahara Umum Daerah sebagai SKPKD.

Untuk RAPBD Pemda DKI Jakarta tahun 2015 ditolak oleh DPRD sehingga Pemda DKI Jakarta menerbitkan PERGUB (Peraturan Gubernur ) sebagai acuan penyusunan APBD 2015. Pada Laporan Realisasi Anggaran Biro Pendidikan & Mental Spiritual terdapat defisit anggaran senilai Rp.6.627.537.608,- dikarenakan adanya pendapatan daerah senilai Rp.0,-Anggaran Belanja Daerah untuk Tahun Rp.0,-Anggaran 2015 Biro Pendidikan dan Mental Spiritual Setda Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp6.627.537.608,-dengan Realisasi sampai dengan 30 Juni 2015 sebesarRp 3.716.664.088,- atau 56,08% dan realisasi pertanggungjawaban sebesar Rp 1.843.335.186,- atau 27,81%.

Pada penatausahanaan keuangan daerah Biro Pendidikan dan Mental Spiritual terdapat pejabat – pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD. Hal tersebut telah sesuai dengan Pemendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 184.

Berdasarkan Pemendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 290 bahwa Pemda DKI khususnya Biro Pendidikan dan Mental Spiritual telah menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pemakaian dana APBD tiap semester per tahun.

4.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan terkait kasus tersebut adalah Pemda DKI Jakarta khususnya pada Biro Pendiidkan & Mental Spiritual dapat secara bijak memanfaatkan anggaran belanja tahun 2015 sesuai dengan APBD yang telah ditetapkan, terutama pada


(6)

anggaran belanja barang berdasarkan DPA, dikarenakan adanya kegiatan yang belum dilaksanakan terutama untuk kegiatan yang terikat dengan waktupelaksanaan ibadah haji tahun 2015 yang diperkirakan baru akan dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2015.


Dokumen yang terkait

Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.25 dan No.11 terhadap Penyajian Laporan Laba Rugi pada PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) Kuala Tanjung.

6 66 83

Pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Akuntabilitas Keuangan Daerah Pemerintah Kota Subang

0 6 1

Implementasi LAN Pada Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Purwakarta

0 6 38

Pengaruh Pemahaman Standar Akuntansi Pemerintah, Pemanfataan Sistem Informasi Akuntansi Keuangan Daerah dan Sistem Pengendalian Internal Terhdap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

3 22 209

PENGARUH PENGAWASAN, PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH, DAN PENGELOLAAN Pengaruh Pengawasan, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.

0 2 15

PENGARUH PENGAWASAN, PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH, DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA Pengaruh Pengawasan, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.

0 5 16

Pemendagri No 13 tahun 2016 tentang evaluasi Rancangan Peranturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah

0 0 28

PERBUP NO 13 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

0 6 165

SISTEM AKUNTANSI PERTEMUAN III formulir

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah(Studi Kasus Pada Seluruh Skpd Di Provinsi Sumatera Utara)

0 1 10