2.3 Makna Jalur Pejalan Kaki
Moughtin 2003 mengatakan bahwa jalan bukan hanya berarti akses tetapi juga tempat untuk ekspresi sosial. Jalan dan sisi jalan, ruang publik utama dari sebuah
kota, adalah organ vital yang sangat penting. Jika kita berpikir tentang sebuah kota dan apa yang ada di pikiran kita? Jalan–jalan. Jika jalan–jalan di sebuah kota terlihat
menarik, maka kota tersebut juga akan terlihat menarik. Begitu juga jika jalan terlihat buruk maka kota juga akan terlihat buruk. Sebagai sebuah penghubung, jalan
menfasilitasi pergerakan manusia sebagai pejalan kaki atau kendaraan bermotor dan juga perpindahan barang untuk diteruskan ke pasar yang lebih luas. Jalur pejalan kaki
juga dipergunakan oleh pemakai kursi roda dan orang-orang yang membawa kereta dorong bayi. Jalur pejalan kaki digunakan oleh semua masyarakat berbagai umur,
ukuran, dan kemampuan. Sedangkan pada buku Manual for the Street juga dikatakan bahwa desain dari jalur tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan yang luas sehingga
dapat mengakomodasi kebutuhan anak-anak dan masyarakat dengan keterbatasan fisik.
Menurut Shirvani 1985, salah satu elemen fisik Urban Design yang bersifat ekspresif dan suportif yang mendukung terbentuknya struktur visual kota adalah jalur
pejalan kaki. Dimana jalur pejalan kaki yang baik adalah mengurangi ketergantungan dari kendaraan bermotor dalam areal kota, meningkatkan kualitas lingkungan dengan
memprioritaskan skala manusia, lebih mengekspresikan aktifitas pedagang kaki lima dan mampu menyajikan kualitas udara.
Universitas Sumatera Utara
Baik Shirvani 1985 maupun Linch 1960 mengemukakan bahwa pedestrian bagian dari ruang publik dan merupakan aspek penting sebuah ruang kota, baik
berupa lapangan ruang terbuka maupun jalankoridor. Pada modul 1a mengenai Peran Transportasi dalam kebijakan perkembangan perkotaan dikatakan bahwa
pentingnya ruang untuk pejalan kaki tidak dapat diukur dan tidak dapat dibuktikan secara matematis bahwa trotoar yang lebih lebar, jalur khusus pejalan kaki dan
jumlah taman yang indah akan dapat membuat orang merasa lebih bahagia. Menurut Utermann 1984 mendefinisikan berbagai macam jalur pejalan kaki
diruang luar bangunan menurut fungsi dan bentuk. Menurut fungsi adalah sebagai berikut:
a. Jalur pejalan kaki yang terpisah dari jalur kendaraan umum Sidewalk atau
trotoar biasanya terletak bersebelahan atau berdekatan sehingga diperlukan fasilitas yang aman terhadap bahaya kendaraan bermotor dan mempunyai
permukaan rata, berupa trotoar dan terletak di tepi jalan raya. Pejalan kaki melakukan kegiatan berjalan kaki sebagai sarana angkutan yang akan
menghubungkan tempat tujuan. b.
Jalur pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur menyeberang untuk mengatasimenghindari konflik dengan moda angkutan lain, yaitu jalur
penyeberangan jalan, jembatan penyeberangan atau jalur penyeberangan bawah tanah. Untuk aktivitas ini diperlukan fasilitas berupa zebra cross,
skyway, dan subway.
Universitas Sumatera Utara
c. Jalur pejalan kaki yang bersifat rekreatif dan mengisi waktu luang yang
terpisah sama sekali dari jalur kendaraan bermotor dan biasanya dapat dinikmati secara santai tanpa terganggu kendaraan bermotor. Pejalan kaki
dapat berhenti dan beristirahat pada bangku–bangku yang disediakan, fasilitas ini berupa plaza pada taman–taman kota.
d. Jalur pejalan kaki yang digunakan untuk berbagai aktivitas, untuk berjualan,
duduk santai, dan sekaligus berjalan sambil melihat etalase pertokoan yang biasa disebut mall.
e. Footpath atau jalan setapak, jalan khusus pejalan kaki yang cukup sempit dan
hanya cukup untuk satu pejalan kaki. f.
Alleyways atau pathways gang adalah jalur yang relatif sempit di belakang jalan utama, yang terbentuk oleh kepadatan bangunan, khusus pejalan kaki
karena tidak dapat dimasuki kendaraan.
Sedangkan menurut bentuk adalah sebagai berikut: a.
Arkade atau selasar, suatu jalur pejalan kaki yang beratap tanpa dinding pembatas disalah satu sisisnya.
b. Gallery, berupa selasar yang lebar digunakan untuk kegiatan tertentu
c. Jalan pejalan kaki tidak terlindungitidak beratap.
Menurut Carr 1992 dan Rubeinstein 1992 membedakan tipe pedestrian sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Pedestrian sisi jalan. Bagian ruang publik kota yang banyak dilalui orang yang
sedang berjalan kaki menyusun jalan yang satu yang berhubungan dengan jalan lain. Letaknya berada di kiri dan kanan jalan.
b. Mal Pedestrian. Suatu jalan yang ditutup bagi kendaraan bermotor, dan
diperuntukkan khusus bagi pejalan kaki. Fasilitas tersebut biasanya dilengkapi dengari asesoris kota seperti pagar, tanaman, dan berlokasi dijalan utama
pusat kota. c.
Mal Transit. Pengembangan pencapaian transit untuk kendaraan umum pada penggal jalan tertentu yang telah dikembangkan sebagai pedestrian area.
d. Jalur Lambat. Jalan yang digunakan sebagai ruang terbuka dan diolah dengan
desain pedestrian agar lalu lintas kendaraan terpaksa berjalan lamban, disamping dihiasi dengan tanaman sepanjang jalan tersebut atau jalur jalan
sepanjang jalan utama yang khusus untuk pejalan kaki dan kendaraan bukan bermotor.
e. Gang Kecil. Gang-gang kecil ini merupakan bagian jaringan jalan yang
menghubungkan ke berbagai elemen kota satu dengan yang lain yang sangat kompak. Ruang publik ini direncanakan dan dikemas untuk mengenal
lingkungan lebih dekat lagi.
Carr dan kawan-kawan 1992, mengartikan jalur pedestrian pedestrian
sidewalkstrotoar adalah bagian dari kota , dimana orang bergerak dengan kaki, biasanya disepanjang sisi jalan yang direncanakan atau terbentuk dengan sendirinya
Universitas Sumatera Utara
yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya. Dengan kata lain jalur
pedestrian dari segi perencanaannya terbagi dua yaitu yang terencana dan tidak terencana. Jalur pedestrian yang terencana terbentuk dari jalur pedestrian yang
memang telah direncanakan untuk menghubungkan satu tempat ke tempat lain yang dibutuhkan oleh pejalan kaki. Sedangkan jalur pedestrian yang tidak terencana
terbentuk dengan sendirinya dari jalur yang biasa digunakan oleh pejalan kaki dalam pergerakannya dari satu tempat ke tempat lainnya.
2.3.1 Jalur pejalan kaki yang akrab friendly Perencanaan jalur pejalan kaki sebaiknya berfungsi untuk menfasilitasi
pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lain dengan berkesinambungan, lancar, selamat, aman dan nyaman. Selain itu rencana jalur pejalan kaki harus dapat
mengakomodasi pejalan kaki baik dewasa maupun anak-anak dan juga penyandang cacat. Sehingga dapat menciptakan sebuah kota yang akrab terhadap pengguna jalur
pejalan kaki atau pedestrian. Bentuk yang tepat dari pemisahan kendaraan bermotor dan pejalan kaki
dikondisikan oleh fungsi jalan tersebut. Padahal pembagian yang jelas antara kendaraan bermotor dan pejalan kaki dapat membantu dalam perkembangan dari
aktifitas jalan. Banyak jalur-jalur pejalan kaki di pusat kota di Inggris dan negara- negara Eropa lainnya sangat sukses. Kesuksesan dari jalur pejalan kaki tersebut
tergantung kepada atraksi-atraksi yang beraneka ragam yang disuguhkan sehingga banyak jalur pejalan kaki yang selalu diingat. Salah satu masalah bagi perencana
Universitas Sumatera Utara
adalah jalur pejalan kaki berintegrasi dengan parkir kendaraan bermotor. Menurut Mougthin 2003 bahwa pembedaan antara jalur pejalan kaki dengan jalur lalu lintas
padat adalah sangat penting. Sedangkan menurut Burton 2006 bahwa keakraban menunjuk kepada
besaran jalan yang dapat dikenali oleh orang jompo dan mudah dimengerti oleh mereka. Jalan yang akrab adalah yang tersusun dan dibuat dengan bentuk, ruang
terbuka, bangunan-bangunan dan perangkat-perangkat yang akrab dengan para penggunanya. Jalan yang akrab kemungkinan diletakkan dimana:
a. Jalan–jalan ruang terbuka dan bangunan-bangunan lama didirikan.
b. Perubahan dalam skala kecil dan bertambah.
c. Pengembangan baru dan gabungan dari bentuk lokal, style, warna, dan
material. d.
Ada hirarki tipe-tipe jalan, termasuk jalan utama, sisi jalan, gang dan trotoar. e.
Tempat-tempat dan bangunan-bangunan di desain akrab mudah diingat oleh masyarakat yang melewatinya.
f. Bagian-bagian arsitektur dan perabot jalan yang didesain akrab agar mudah
diingat oleh penggunanya.
Dari beberapa studi yang sudah dilakukan terkait jalur pedestrian, Nurdiani 2005 ada beberapa prinsip perancangan yang harus dipertimbangkan untuk
mendesain jalur pedestrian yang baik a.
Berfungsi dengan baik sebagai jalur pejalan kaki. :
Universitas Sumatera Utara
b. Memberi perlindungan dan keamanan bagi pejalan kaki.
c. Memberikan kemudahan pada pejalan kaki.
d. Menghubungkan dengan baik satu tempat dengan tempat lain.
e. Memberi kenyamanan saat berjalan bagi pejalan kaki.
f. Memberi ruang yang cukup luas untuk berjalan kaki, baik saat sendiri atau
apabila harus berhadapan dengan pejalan kaki dari arah berlawanan. g.
Peduli atau perhatian pada budaya pengguna jalur pedestrian pejalan kaki. h.
Peduli terhadap pejalan kaki yang memiliki keterbatasan penyandang cacat.
i. Memperhatikan iklim setempat misal pada iklim tropis; rimbunnya
pepohonan membantu melindungi pejalan kaki dari teriknya matahari atau rintiknya hujan.
j. Merespon terhadap konteks lingkungan dimana jalur pedestrian tersebut
berada. Jalur pedestrian dapat dirancang mengikuti tema
kawasanlingkungan.
Menarik atau atraktif dalam membuat rancangan jalur pedestrian dimana permukaan bidang jalur pedestrian dapat dibuat pola-pola tertentu. Pada beberapa
tempat diberi ruang-ruang untuk beristirahat sejenak sebelum meneruskan perjalanan dengan pola yang berbeda sehingga tidak membosankan.
Menurut Fruin 1979 pengembangan fasilitas untuk jalur pejalan adalah keamanan, keselamatan dan perbaikan gambaran terhadap fisik sistem untuk dapat
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kenyamanan, keamanan, kesenangan, kesinambungan, kelengkapan dan daya tarik. Orang lebih memilih berjalan di pinggir atau bahkan di badan jalan,
menggunakan kendaraan yang pada akhirnya dapat mengurangi Level Of Service LOS jalan.
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator tercapainya suatu konsep pengembangan fasilitas pejalan kaki yang akrab, sebagai berikut Uterman, 1984;
Marcus dan Francis 1989; Carr, 1992; Rubenstein, 1992; Harris dan Dines, 1995; Bromley dan Thomas, 1993:
a. Keselamatan safety, diwujudkan dengan penempatan pedestrian, struktur,
tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar ruang bebas, lebar efektif, kemiringan
b. Keamanan security, terlindung dari kemungkinan berlangsungnya
tindakan kejahatan dengan merancang penerangan yang cukup atau struktur maupun lansekap yang tidak menghalangi.
c. Kenyamanan comfort, mudah dilalui dari berbagai tempat dengan adanya
pelindung dari cuaca yang buruk, tempat istirahat sementara, terhindar dari hambatan oleh karena ruang yang sempit serta permukaan yang harus
nyaman dipergunakan oleh siapa saja termasuk juga penyandang cacat. d.
Kenikmatan convenience, diindikasikan melalui jarak, lebar trotoar, lansekap yang menarik serta kedekatan dengan fasilitas yang dibutuhkan.
e. Keindahan aesthetics, berkaitan dengan trotoar dan lingkungan
disekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
Jacobs 1995 secara gamblang menyatakan jalan yang masuk dalam klasifikasi great streets, biasanya selalu memiliki kualitas spasial istimewa dan
umumnya sukses merangsang warga kota, untuk turun berinteraksi sosial dan beraktivitas urban yang sehat. Di ruas-ruas ruang publik tersebut, warga kota tidak
ragu-ragu untuk melangkahkan kakinya membeli susu dan koran pagi, berjalan mengamati pajangan di kaca-kaca toko, bergurau santai di kafe-kafe pinggir jalan
ataupun duduk makan siang sambil mengamati lalu lalang pejalan kaki di trotoar jalan. Kriteria untuk jalan yang baik menurut Jacobs 1995 adalah sebagai berikut:
a. Dapat menciptakan sebuah komunitas: memfasilitasi tindakan manusia
dalam bersosialisasi b.
Aman dan nyaman: membuat masyarakat betah dan tidak merasa takut c.
Mendorong partisipasi: menimbulkan rasa memiliki dan tanggung jawab pada lingkungan jalan, termasuk ikut serta untuk merawatnya
d. Dapat diingat: memberikan kesan dan kenangan.
e. Representative: dapat menjadi contoh tipe yang baik, untuk itu kriteria
diatas harus mampu dipadukan dan juga memiliki nilai seni.
Selain itu diperlukan kualitas fisik tertentu untuk dapat menjadi great street: a.
Tempat yang nyaman untuk orang berjalan place for people to walk with some leisure. Orang dapat berjalan dengan mudah dan aman, jelas dan
mudah dalam pencapaian.
Universitas Sumatera Utara
b. Kenyamanan fisik physical comfort. Jalan yang baik adalah jalan
memberikan kenyamanan dan perlindungan terhadap iklim. c.
Definisi definition. Mampu berkomunikasi dan memberikan definisi terhadap jalan tersebut. Jalan didefinisikan menjadi 2: vertikal ketinggian
bangunan, tembok dan pepohonan, horisontal lebar jalan, jarak, dan lantai. Jalan yang baik mampu memadukan unsur vertikal dan horisontal
dalam sebuah proporsi yang harmonis, skala manusia, dan ruang antar bangunan
d. Kualitas yang melibatkan pandangan mata qualities that engage the eyes.
Mata akan tertarik pada suatu yang bergerak dan mengalami perubahan. Jalan yang baik mampu menarik pandangan mata seperti adanya bayangan
dari perbedaan permukaan bangunan, bayangan dan pertumbuhan pohon, pergerakan dan pengguna jalan, warna dan pemanfaatan cahaya, dan detail
bangunan. e.
Transparansi transparency. Dimana sisi publik dan semi publik yang ada pada jalan dapat bertemu dengan sisi privat dari bangunan. Orang dapat
melihat, merasakan dan mengetahui apa yang ada dibaliknya. f.
Komplementaritas complementarity. Adanya keterpaduan dan rasa menghormati antar bangunan pada suatu jalan. Jalan yang baik umumnya
memiliki ketinggian bangunan yang hampir sama. g.
Perawatan maintenance. Untuk menjaga jalan tetap bersih, lancar dan tidak berlubang, maka sangat penting untuk perawatan terhadap
Universitas Sumatera Utara
pepohonan, material, bangunan, dan semua bagian jalan. Untuk itu diperlukan pemakaian material yang relatif mudah untuk dirawat dan harus
ada kepedulian pada elemen jalan yang bersejarah. h.
Kualitas konstruksi dan desain quality of construction and design. Adanya kualitas yang baik dalam material, keahlian pembuatan, dan disain.
Disamping hal tersebut kualitas juga akan dipengaruhi oleh uang biaya yang ada.
Sedangkan beberapa kualitas lainnya yang mempengaruhi jalan menurut Jacob 1995 adalah:
a. Pepohonan; Selain menghasilkan oksigen dan peneduh untuk memberikan
kenyaman, pohon juga dapat sebagai pembatas dan pengaman. Jarak antar pohon yang baik adalah 15 kaki sampai 25 kaki, pada tikungan berjarak 40
atau 50 kaki. b.
Awal dan akhir; Sangat diperlukan penataan awal dan akhir dari jalan. Kesan yang kuat akan terasa pada awal dan akhir jalan.
c. Keanekaragaman bangunan; Bangunan akan membentuk garis vertikal
jalan, ukuran dan skala. Banyaknya bangunan akan memberikan keberagaman fasade dan keberagaman aktifitas.
d. Detail: fitur desain khusus; Kulitas detail: gerbang, air mancur, tempat
duduk, kios, paving, petanda, kanopi, lampu jalan akan memberikan pengaruh pada kualitas jalan.
Universitas Sumatera Utara
e. Tempat; Jalan memiliki persimpangan, plaza kecil, taman, pelebaran, dan
ruang terbuka yang sangat penting untuk menikungberbelok dan memutar arah, menyediakan tempat untuk berhenti sejenak dan memberikan titik
acuan pada jalan. f.
Aksesibilitas; Tujuan utama adalah sebagai akses dari suatu tempat ke tempat yang lain. Jalan yang baik memiliki akses yg mudah dan aman dan
nyaman bagi pejalan kaki, kendaraan dan penyandang cacat. g.
Kepadatan; Dalam mendisain dan membangun kita harus memperhatikan kepadatan yg terbentuk dan peruntukan lahan yang ada. Kepadatan yang
dimaksud disini adalah kepadatan aktifitas orang, yang membentuk komunitas.
h. Keberagaman; Jalan yang baik memiliki keberagaman aktifitas, adanya mix
uses dan keberagaman fungsi dan peruntukan di dalamnya. i.
Panjang; Terdapat fokal poin yang spesial seperti patungtugumonumen, dan bangunan yang special.
j. Landai; Memberikan kenyamanan bagi penyandang cacat, orang tua, ibu
dan anak kecil. k.
Parkir; Jalan yang baik tidak diperuntukan untuk parkir kendaraan dalam jumlah banyak.
l. Kontras; Kontras pada disain akan akan memberikan perbedaan bentuk dan
ukuran dimana hal tersebut dapat menarik perhatian dan menjadikannya spesial.
Universitas Sumatera Utara
m. Waktu; Mampu menghadapi perubahan waktu dan jaman, dengan berbagai
keberagaman dan terus berkembang serta memiliki nilai sejarah.
2.3.2 Keselamatan dan keamanan jalur pejalan kaki Dalam usaha untuk mendorong dan menfasilitasi pejalan kaki, pejalan kaki
ingin merasa aman. Dalam buku Manual for the Street dikatakan bahwa pejalan kaki secara umum merasa aman dari kejahatan dimana:
a. Rutinitas mereka terlihat secara keseluruhan dari dalam bangunan-
bangunan di pinggir jalan. b.
Masyarakat lain juga menggunakan jalan tersebut. c.
Disana tidak ada tanda-tanda aktifitas anti sosial seperti: vandalisme, graffiti,dan lain sebagainya
d. Mereka tidak dapat dikejutkan contoh pada sudut yang gelap
e. Mereka tidak dapat diculik contoh orang-orang dapat merasa gugup jika
berada di tempat dengan banyak pintu masuk dan keluar seperti jalur subway
f. Ada pencahayaan yang baik.
Material untuk permukaan yang digunakan pada jalur pejalan kaki harus rata dan bebas dari sandungan-sandungan. Di dalam buku Manual for the Street juga
dikemukakan bahwa permukaan yang tidak biasa seperti batu kerikil adalah pembatas dari beberapa jalur pejalan kaki dan tidak disukai untuk digunakan pada
Universitas Sumatera Utara
area permukiman. Utermann 1984 juga mengemukakan bahwa salah satu hal yang dapat menciptakan rasa aman pada jalur pejalan kaki adalah jalur pejalan kaki
tersebut memiliki permukaan yang rata. Dengan kata lain pemilihan bahan untuk jalur pejalan kaki perlu direncanakan dengan baik agar tidak mengganggu pejalan
kaki dan aman untuk digunakan. Menurut Rapoport 1971 prinsip perancangan jalur pedestrian yang dapat
menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi penggunanya adalah harus aman dan melindungi bagi pejalan kaki, menghubungkan dengan baik antara satu tempat ke
tempat lain, bebas hambatan dan memiliki akses langsung serta mudah dicapai oleh semua pejalan kaki, dirancang dengan baik dan cukup atraktif. Dari teori tersebut
dapat diperoleh masukan bahwa dengan merencanakan jalur pejalan kaki yang baik dapat membuat penggunanya merasa aman dan nyaman berjalan di jalur pedestrian
tersebut. Sehingga akan banyak orang yang menggunakan jalur pedestrian dalam aktifitas sehari-hari.
Aspek keselamatan diwujudkan dengan penempatan pedestrian, struktur, tekstur, pola perkerasan dan dimensi trotoar ruang bebas, lebar efektif, kemiringan
sedangkan untuk aspek keamanan dimana jalur pejalan kaki tersebut terlindung dari kemungkinan berlangsungnya tindakan kejahatan dengan merancang penerangan
yang cukup atau struktur maupun lansekap yang tidak menghalangi. Dari aspek keselamatan berjalan di jalur pejalan kaki bisa dilihat dari fasilitas
prasarana dan sarananya. Utermann 1984 mengemukakan bahwa jalur pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur menyeberang adalah untuk menghindari konflik
Universitas Sumatera Utara
dengan moda angkutan lain, selain itu untuk aktivitas tersebut diperlukan fasilitas berupa zebra cross, skyway jembatan penyeberangan dan subway terowongan.
Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum diatur
sebaiknya keberadaan jalur pejalan kaki tidak menimbulkan konflik dengan lalu lintas kendaraan atau peruntukkan lainnya, jika berpotongan dengan jalur lalu lintas
kendaraan harus dilengkapi rambu dan marka atau lampu yang menyatakan peringatanpetunjuk bagi pengguna jalan, koridor jalur pejalan kaki selain
terowongan sebaiknya mempunyai jarak pandang yang bebas ke semua arah, selain itu dalam hal perencanaannya juga harus memperhatikan lebar lajur dan spesifikasi
teknik bagi penyandang cacat.
2.3.2.1 Drainase Drainase sebagai salah satu fasilitas sarana ruang pejalan kaki dapat juga
menciptakan keselamatan penggunanya jika direncanakan dengan baik. Drainase terletak berdampingan atau dibawah dari ruang pejalan kaki. Drainase berfungsi
sebagai penampung dan jalur aliran air pada ruang pejalan kaki. Keberadaan drainase akan dapat mencegah terjadinya banjir dan genangan-genangan air pada
saat hujan. Menurut Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum diatur bahwa dimensi minimal adalah lebar 50 centimeter dan tinggi 50 centimeter. Sedangkan pada buku Manual for the Street dikatakan bahwa hal yang
Universitas Sumatera Utara
paling penting dalam merencanakan drainase adalah peletakkannya terhadap jalan dan dampak yang mungkin muncul akibat drainase tersebut. Saluran drainase
direncanakan untuk menampung air kotor dari bangunan-bangunan di sepanjang jalan.
2.3.2.2 Pagar Pengaman Fasilitas sarana ruang pejalan kaki lainnya yang dapat memberi
keselamatan bagi penggunanya adalah pagar pengaman. Carr 1992 membedakan jalur pejalan kaki ke dalam beberapa tipe, salah satunya adalah Mall Pedestrian
dimana memerlukan fasilitas pagar pengaman terutama jika terletak di jalan utama pusat kota. Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana
Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum diatur bahwa pagar pengaman diletakan pada jalur amenitas. Pada titik
tertentu yang berbahaya dan memerlukan perlindungan dengan tinggi 90 centimeter, dan bahan yang digunakan adalah metalbeton yang tahan terhadap
cuaca, kerusakan, dan murah pemeliharaannya. Pagar pengaman juga dapat didesain dengan menarik. Sedangkan pada buku Manual for the Street
dikemukakan bahwa pagar pengaman secara umum dibuat untuk menghindari pengendara kendaraan bermotor yang tidak bertanggung jawab, bentuk pagar
pengaman seperti terlihat pada gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Pagar Pengaman Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan
2.3.2.3 Marka dan perambuan Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang
Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum mengatur tentang marka dan perambuan, informasi signage yang diletakan pada
jalur amenitas, pada titik interaksi sosial, pada jalur dengan arus pedestrian padat, dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan terbuat dari bahan
yang memiliki durabilitas tinggi, dan tidak menimbulkan efek silau. Marka dan perambuan juga dapat menciptakan lingkungan yang informatif sehingga
memudahkan pemakai ruang publik berorientasi dan bersirkulasi di dalam lingkungan tersebut. Peletakan perambuan berada di tempat terbuka,
ketinggiannya sejajar dengan kondisi jalan serta tidak tertutup pepohonan. Lebih efisien dan mudah dibaca jika dilengkapi dengan lampu penerangan.
Lynch 1984 mengemukakan bahwa marka dan perambuan yang dirancang dengan baik dapat memberikan kualitas yang ramah bagi pejalan kaki
karena marka dan perambuan tersebut dapat sebagai iklan suatu usaha ataupun tanda akan suatu tempat sehingga memberikan sense of belonging.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.4 Penyeberangan dan Marka untuk Penyeberangan Fasilitas prasarana ruang pejalan kaki juga dapat dimasukkan dalam usaha
keselamatan bagi penggunanya. Fasilitas prasarana tersebut berupa penyeberangan dan marka untuk penyeberangan. Penyeberangan sendiri terdiri dari
penyeberangan sebidang, tidak sebidang, di tengah ruas dan dipesimpangan. Untuk penyeberangan sebidang atau At Grade terdiri dari dua jenis yaitu
penyeberangan zebra dan penyeberangan pelikan. Penyeberangan zebra dipasang di kaki persimpangan tanpa alat pemberi isyarat lalu lintas atau di ruas jalan.
Apabila persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, pemberian waktu penyeberangan bagi pejalan kaki menjadi satu kesatuan dengan lampu pengatur
lalu lintas persimpangan sedangkan apabila persimpangan tidak diatur dengan lampu pengatur lalu- lintas, maka kriteria batas kecepatan kendaraan bermotor
adalah 40 kmjam. Sedangkan penyeberangan Pelikan dipasang pada ruas jalan, minimal 300 meter dari persimpangan, atau pada jalan dengan kecepatan
operasional rata-rata lalu lintas kendaraan 40 kmjam. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang
Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dikatakan bahwa Penyeberangan tidak sebidang terdiri dari dua macam yaitu
elevated jembatan dan underground terowongan. Elevated jembatan digunakan apabila jenis jalur penyeberangan tidak dapat menggunakan
penyeberangan zebra, penyeberangan pelikan sudah menganggu lalu lintas kendaraan yang ada. Berada pada ruas jalan dengan frekuensi terjadinya
Universitas Sumatera Utara
kecelakaan pejalan kaki yang cukup tinggi. Serta pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan arus pejalan kaki yang cukup ramai.
Jalur yang melandai harus disediakan untuk seluruh tempat penyeberangan bagi pejalan kaki baik di atas jalan maupun di bawah jalan. Jika diperlukan, maka dapat
disediakan tangga untuk mencapai tempat penyeberangan. Underground terowongan digunakan apabila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan
elevated jembatan tidak dimungkinkan untuk diadakan. Lokasi lahan atau medan memungkinkan untuk dibangun undergroundterowongan.
Untuk kawasan perkotaan, yang terdapat jarak antar persimpangan cukup panjang, maka dibutuhkan penyeberangan di tengah ruas agar pejalan kaki dapat
menyeberang dengan aman. Lokasi yang dipertimbangkan untuk penyeberangan ditengah ruas harus dikaji terlebih dahulu. Pertimbangan dalam penentuan lokasi
penyeberangan di tengah ruas, antara lain: a.
Lokasi penyeberangan memungkinkan untuk mengumpulkan atau mengarahkan pejalan kaki menyeberang pada satu lokasi.
b. Merupakan lokasi untuk rute yang aman untuk berjalan kaki bagi anak
sekolah. c.
Kawasan dengan konsentrasi pejalan kaki yang menyeberang cukup tinggi seperti permukiman yang memotong kawasan pertokoan atau
rekreasi atau halte yang berseberangan dengan permukiman atau perkantoran.
Universitas Sumatera Utara
d. Rambu-rambu peringatan harus dipasang sebelum lokasi untuk
memperingatkan pada pengendara bermotor akan adanya aktifitas penyeberangan.
e. Penyeberangan dan rambu-rambu harus memiliki penerangan jalan
yang cukup. f.
Penyeberangan harus memiliki jarak pandang yang cukup baik bagi pengendara bermotor maupun pejalan kaki.
g. Pada lokasi dengan arus lalu lintas 2 dua jalur, perlu disediakan
median pada lokasi penyeberangan, sehingga penyeberang jalan cukup berkonsentrasi pada satu arah saja.
Hal-hal yang harus dihindari pada jalur penyeberangan di tengah ruas jalan, khususnya yang tidak bersinyal adalah:
a. Harus terletak 90 meter dari sinyal lalu lintas, dimana pengendara
bermotor tidak mengharapkan adanya penyeberang. b.
Berada pada jarak 180 meter dari titik penyeberangan yang lain, kecuali pada pusat kotaCentral Bussiness District CBD atau lokasi
yang sangat memerlukan penyeberangan. c.
Pada jalan dengan batasan kecepatan di atas 72 kmjam
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk penyeberangan di persimpangan adalah sebagai berikut: terdapat alat pemberi isyarat lalu lintas yang berfungsi
Universitas Sumatera Utara
menghentikan arus lalu lintas sebelum pejalan kaki menyeberangi jalan atau alat yang memberi isyarat kepada pejalan kaki kapan saat yang tepat untuk
menyeberang jalan. Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum diatur bahwa jika penyeberangan di persimpangan memiliki permasalahan yang cukup kompleks antara lain dengan interaksi dari sistem
prioritas, volume yang membelok, kecepatan, jarak penglihatan, dan tingkah laku pengemudi, maka pada suatu fase yang terpisah bagi pejalan kaki dapat diterapkan
alat pemberi isyarat lalu lintas, dengan memperhatikan hal–hal sebagai berikut: a.
Arus pejalan kaki yang menyeberangi setiap kaki persimpangan lebih besar dari 500 orangjam.
b. Lalu lintas yang membelok kesetiap kaki persimpangan mempunyai
jarak waktu headway rata-rata kurang dari 5 detik, tepat pada saat lalu lintas tersebut bergerak dan terjadi konflik dengan arus pejalan
kaki.
Marka jalan untuk penyeberangan pejalan kaki dinyatakan dalam bentuk zebra cross. Zebra cross, yaitu marka berupa garis-garis utuh yang membujur
tersusun melintang jalur lintas. Ketentuan teknis yang mengatur tentang marka penyeberangan pejalan kaki adalah sebagai berikut:
a. Garis membujur tempat penyeberangan orang harus memiliki lebar 0,30
meter dan panjang sekurang-kurangnya 2,50 meter.
Universitas Sumatera Utara
b. Celah di antara garis-garis membujur mempunyai lebar sama atau
maksimal 2 dua kali lebar garis membujur tersebut. c.
Dua garis utuh melintang tempat penyeberangan pejalan kaki memiliki jarak antar garis melintang sekurang-kurangnya 2,5 meter dengan lebar
garis melintang 0,30 meter. d.
Tempat penyeberangan orang ditandai dengan zebra cross. e.
Apabila arus lalu lintas kendaraan dan arus pejalan kaki cukup tinggi, tempat penyeberangan orang dilengkapi dengan alat pemberi isyarat lalu
lintas.
Selain itu Utermann 1984 juga mengemukakan bahwa zebra cross terletak di setiap 100 kaki pada suatu jalur pejalan kaki.
2.3.2.5 Lampu penerangan Fasilitas lain yang dapat didesain dengan menarik adalah lampu
penerangan. Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum dikemukakan bahwa lampu penerangan selain dapat menciptakan rasa aman juga dapat menimbulkan keindahan jika didesain dengan menarik. Lampu
penerangan diletakkan pada jalur amenitas, terletak setiap sepuluh meter dengan tinggi maksimal empat meter dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan
Universitas Sumatera Utara
durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak, bentuk lampu penerangan kurang lebih seperti terlihat pada gambar 2.2.
Pada Manual of the Street juga diatur bahwa tiang-tiang lampu penerangan beserta lampu penerangan harus terhindar dari vandalime dan diletakkan pada
lokasi yang terhindar dari kendaraan bermotor. Selain itu lampu penerangan dapat mengurangi kecelakaan pada malam hari dan membuat pengguna jalan merasa
aman jika berjalan pada malam hari. Lampu penerangan harus direncanakan berintegrasi dengan layout jalan, persimpangan dan memperhatikan pertumbuhan
tanaman atau pepohonan.
Gambar 2.2 Lampu penerangan Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan
Peletakannya direncanakan dengan baik sehingga dapat memberikan penerangan yang merata, aman dan nyaman bagi pengguna jalan serta memberikan
arah dan petunjuk yang jelas. Sedangkan menurut Jacobs 1995 bahwa lampu yang ditempatkan terlalu tinggi tidak akan memberikan cahaya yang memadai
langsung bagi daerah sekitarnya. Dengan mengurangi ketinggian lampu jalanan
Universitas Sumatera Utara
dan jarak antara mereka, dan menurunkan intensitas lampu diharapkan mampu untuk memberikan cahaya yang lebih baik bagi jalan-jalan kota.
2.3.3 Kenyamanan, kenikmatan dan keindahan jalur pejalan kaki Kenyamanan merupakan salah satu nilai vital yang selayaknya harus
dinikmati oleh manusia ketika melakukan aktifitas-aktifitas di dalam suatu ruang. Kenyamanan dapat pula dikatakan sebagai kenikmatan atau kepuasan manusia
dalam melaksanakan kegiatannya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain: Sirkulasi, iklim atau kekuatan alam, bising, aroma atau
bau-bauan, bentuk, keamanan, kebersihan, dan keindahan. Kenyamanan dapat diartikan bahwa mudah dilalui dari berbagai tempat
dengan adanya pelindung dari cuaca yang buruk, tempat istirahat sementara, terhindar dari hambatan oleh karena ruang yang sempit serta permukaan yang harus
nyaman dipergunakan oleh siapa saja termasuk juga penyandang cacat. Sedangkan kenikmatan diindikasikan melalui jarak lebar trotoar, lansekap yang menarik serta
kedekatan dengan fasilitas yang dibutuhkan. Aspek keindahan berkaitan dengan trotoar dan lingkungan sekitarnya.
Untuk menciptakan rasa nyaman pada jalur pejalan kaki salah satunya bisa dengan dengan melihat dari tingkat pelayanan Level of Service jalur pejalan kaki
tersebut. Menurut Rubenstein 1987 tingkat pelayanan pejalan kaki seperti terlihat pada tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Tingkat pelayanan pejalan kaki Ft2
orang Arus rata-rata
pejalan kaki Kecepatan dan papasan
35 7
- Bebas memilih kecepatan
- Dapat bebas berpapasan
- Tidak ada beban maksimum
25 -35 7 – 10
- Kecepatan berjalan normal
- Dapat berpapasan satu sama lain
- Tidak ada beban maksimum
15 - 25 10 - 15
- Berjalan kaki sedikit terbatas
Tidak dapat berpapasan dengan bebas terbatas
- Sulit berpapasan
5 - 10 20
- 25 -
Semua pejalan kaki memiliki kecepatan yang terbatas
- Sangat sulit berpapasan
5 25
- Sangat terbatas
- Seringkali kontak sesama pejalan yang tidak
dapat dihindari dan tidak dapat berpapasan Sumber : Harvey Rubenstein, A Guide to Site and Environtmental Planning 1987
Universitas Sumatera Utara
Dari tingkat pelayanan diatas maka tingkatan pelayanan yang paling ideal dan nyaman adalah yang memiliki luasan jalur 25–35 ft2orang. Dimana kecepatan
berjalan normal dan dapat berpapasan satu sama lain tanpa terjadi konflik. Moughtin 2003 mengemukakan bahwa pergeseran fungsi trotoar jelas
membuat ketidak nyamanan para pejalan kaki. Mereka tidak bisa lagi tenang berjalan sambil menikmati keramaian kota, mereka harus berhati-hati dan tetap
waspada, jangan sampai terserempet kendaraan yang berlalu lalang. Pada lokasi koridor kawasan tersebut terjadi kesenjangan, pergeseran pemanfaatan fungsi
trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki yang diharapkan sebagai sarana sirkulasi sesuai dengan fungsinya, dalam waktu tertentu mengalami pergeseran fungsi sebagai ruang
berjualan hal ini dipersepsikan berbeda oleh pedagang kaki lima, sehingga jalur pejalan kaki mempunyai fungsi ganda.
Salah satu indikator untuk dapat menciptakan keindahan pada jalur pejalan kaki adalah dengan merencanakan fasilitas sarana ruang pejalan kaki yang menarik.
Fasilitas sarana jalur pejalan kaki yang dapat dibuat menarik antara lain jalur hijau, tempat duduk, tempat sampah, halte bus dan telepon umum.
2.3.3.1 Jalur hijau Menurut Shirvani 1985, salah satu hal yang dapat membuat jalur pejalan
kaki dikatakan baik adalah mampu menyajikan kualitas udara yang baik. Dalam hal untuk menciptakan kualitas udara yang baik adalah dengan menanam
pepohonan yang rindang di sepanjang jalur pejalan kaki. Untuk tempat pepohonan
Universitas Sumatera Utara
tersebut maka diperlukan jalur hijau yang dapat mengakomodasi besaran pepohonan tersebut.
Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan diatur bahwa jalur hijau diletakkan pada jalur amenitas
dengan lebar 150 centimeter dan bahan yang digunakan adalah tanaman peneduh. Jika cukup lebar, dapat ditanam pohon-pohon yang lebih besar, untuk melindungi
pejalan kaki dari perubahan cuaca khususnya panas. Minimum 4,5 meter untuk penanaman pohon-pohon yang lebih besar. Jalur hijau juga menjadi buffer bagi
pejalan kaki. Secara umum jalur hijau juga merupakan pemisah yang efektif antara jalur pejalan kaki dengan lalu lintas kendaraan bermotor. Jacobs dalam bukunya
the Great Street mengemukakan selain menghasilkan oksigen dan peneduh untuk memberikan kenyamanan, pohon juga dapat sebagai pembatas dan pengaman
safety barrier. Jarak antar pohon yang baik adalah 15 kaki sampai 25 kaki, pada tikungan corner berjarak 40 atau 50 kaki. Ilustrasi jalur hijau dapat dilihat pada
gambar 2.3.
Gambar 2.3 Fasilitas jalur hijau Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan
Universitas Sumatera Utara
2.3.3.2 Tempat duduk Tempat duduk yang juga merupakan fasilitas sarana jalur pejalan kaki
selain dapat menciptakan rasa nyaman dapat juga memperindah jalur pejalan kaki jika didesain dengan menarik. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum mengatur bahwa tempat duduk diletakan pada jalur amenitas.
Terletak setiap 10 meter dengan lebar 40-50 centimeter, panjang 150 centimeter dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal
dan beton cetak. Menurut Jacob 1995 jalur pejalan kaki juga memiliki fungsi yang
bersifat rekreatif sehingga diperlukan bangku-bangku untuk tempat berhenti beristirahat. Hal ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh Utermann 1984
bahwa jika dilihat dari fungsinya, jalur pejalan kaki yang bersifat rekreatif maka diperlukan bangku-bangku tempat pemberhentian untuk beristirahat. Sedangkan
Burton 2006 mengemukakan bahwa tempat duduk merupakan salah satu faktor yang penting dalam membuat suatu jalan terasa nyaman dan mudah digunakan
oleh semua lapisan masyarakat baik tua maupun muda dan masyarakat dengan keterbatasan fisik. Burton juga mengakatakan bahwa tempat duduk kayu lebih
diminati karena terasa hangat dan lebih nyaman jika diduduki dibandingkan dengan bahan besi ataupun beton. Lebar tempat duduk yang direkomendasikan
adalah 420 mm sampai 440 mm dan tinggi 470 mm sampai dengan 480 mm.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan peletakannya setiap 100 m sampai dengan 125 m. Ilustrasi gambar tempat duduk bisa dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Tempat duduk Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan
2.3.3.3 Tempat sampah Tempat sampah juga merupakan fasilitas sarana jalur pejalan kaki. Tempat
sampah selain menciptakan kebersihan juga dapat menarik jika didesain dengan baik. Menurut kaedahnya pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum tempat sampah diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 20
meter dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak.
Gambar 2.5 Tempat sampah Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan
Universitas Sumatera Utara
Peletakan tempat sampah direncanakan mudah dalam dicapai oleh mobil pengangkut sampah dan mudah dijangkau dengan tangan dalam usaha
memasukkan sampah. Ilustrasi bentuk tempat sampah bisa dilihat pada gambar 2.5
2.3.3.4 Halte bus Fasilitas sarana lainnya yang dapat didesain menarik sehingga
mencipkatan keindahan pada jalur pejalan kaki adalah halte shelter Bus. Pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki
di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum halteshelter bus diletakan pada jalur amenitas. Shelter harus diletakan pada setiap radius 300
meter atau pada titik potensial kawasan, dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki durabilitas tinggi seperti metal.
Perencanaan panjang halte bus minimum disesuaikan dengan panjang bus kota sehingga penumpang dapat naik atau turun dari pintu depan atau belakang.
Gambar 2.6 Halte shelter bus Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan
Universitas Sumatera Utara
Burton 2006 mengemukakan bahwa halte bus lebih baik terbuka dengan sisi transparan atau jendela yang besar. Memiliki dimensi yang luas, tempat duduk
dengan material anti slip yang tidak terkontaminasi udara panas maupun dingin. Ilustrasi bentuk halte bus bisa dilihat pada gambar 2.6
2.3.3.5 Telepon umum Fasilitas sarana jalur pejalan kaki lainnya adalah telepon umum. Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum diatur bahwa
telepon umum diletakan pada jalur amenitas. Terletak pada setiap radius 300 meter atau pada titik potensial kawasan, dengan besaran sesuai kebutuhan dan bahan
yang digunakan adalah bahan yang memiliki durabilitas tinggi seperti metal. Peletakan telepon umum direncanakan mudah terlihat dan terlindung dari cuaca.
Dimensi lebarnya + 1 satu meter.
Gambar 2.7 Telepon umum Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan
Universitas Sumatera Utara
Burton 2006 mengemukakan bahwa fasilitas telepon umum sebaiknya terbuka ataupun pintu yang mudah dibuka tutup dan mudah dipergunakan oleh
semua kalangan termasuk masyarakat dengan keterbatasan. Ilustrasi bentuk telepon umum seperti terlihat pada gambar 2.7.
2.4 Studi Banding