xcii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa pada bab sebelumnya maka didapat kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Curah hujan harian terbesar atau maksimum dalam kala 10 tahun tahun 2003- tahun 2012 pada data curah hujan adalah sebesar 236 m
3
detik pada tahun 2004
2. Debit puncak Daerah Aliran Sungai DAS Belawan menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu sebesar 288,2801105 m
3
detik pada t = 9 jam.
3. Debit puncak Daerah Aliran Sungai DAS Belawan menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik Snyder sebesar 127,4024761 m
3
detik pada t = 27 jam.
4. Debit puncak Daerah Aliran Sungai DAS Belawan menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik Gamma-1 sebesar 4,46382 m
3
detik pada t = 1 jam
Berdasarkan hasil pembahasan dari tiga metode hidrograf Satuan Sintetik dengan menggunakan data sungai yang sama diperoleh kesimpulan bahwa Hidrograf
Satuan Sintetik yang dapat diterapkan untuk kepentingan perhitungan dan perencanaan bangunan air di Daerah Aliran Sungai Belawan adalah Hidrograf Satuan
Universitas Sumatera Utara
xciii Sintetik Nakayasu. Karena dari hasil analisis diperoleh bahwa HSS Nakayasu
menghasilkan debit 288,2801105 m
3
detik dan hasil ini paling mendekati dari karakteristik data debit DAS Belawan yang diambil dari BWSS II dimana nilainya
yaitu: Luas
417,63 Km
2
Debit minimum 9,793 m
3
detik Panjang
77 Km Debit rata-rata
15,93376 m
3
detik Lebar
52 m Debit banjir
241,8688 m
3
detik Kemiringan s
0,0128
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa debit dari HSS Nakayasu 288,2801105 m
3
detik adalah yang paling mendekati dibanding debit HSS Snyder dan HSS Nakayasu yang sangat jauh meleset dari debit DAS Wampu. Adapun
kekurangan dari HSS Gamma I adalah tidak akurat dibandingkan dengan data karakteristik debit minimum dan debit banjir DAS Belawan, itu dikarenakan
perlunya analisa Peta yang sangat akurat untuk menentukan parameter-parameter yang diperlukan dalam menentukan HSS Gamma I. Dan dalam pengujian untuk
beberapa sungai di Pulau Jawa, ternyata bahwa persamaan-persamaan Snyder menunjukkan penyimpangan yang besar. Hal ini dapat dipahami karena memang
cara ini mengandung beberapa koefisien empiric yang dikembangkan di daerah Appalachian di Amerika yang kurang sesuai dengan Indonesia. Karena itu diperlukan
modifikasi untuk dipergunakan di Pulau Jawa yang mewakili karakteristik DAS di Indonesia. Beberapa cara sintetik lain yang juga dapat digunakan, seperti cara
Nakayasu terakhir ini pun juga menunjukkan penyimpangan yang cukup besar disbandingkan hidrograf satuan terukur. Untuk mengatasi penyimpangan tersebut,
maka Sri Harto 1985 menyelesaikan dengan memanfaatkan parameter-parameter
Universitas Sumatera Utara
xciv DAS lain yang ternyata sangat menentukan pengalihragaman hujan menjadi banjir.
Parameter-parameter tersebut yaitu parameter dalam metode HSS Gamma I.
5.2 Saran