2.2.7. Komplikasi Pemasangan Infus
Komplikasi yang paling umum yang timbul dari pemasangan infus adalah nyeri, memar, infeksi, phlebitis, emboli dan kerusakan saraf. Teknik steril yang tepat dan
seleksi dari ukuran kateter yang tepat dapat mencegah komplikasi – komplikasi ini.
Memastikan pemberian cairan yang tepat dan memadai dapat mencegah komplikasi yang lebih serius dari trombosis dan emboli.
2.3 Phlebitis 2.3.1. Definisi Phlebitis
Phlebitis merupakan peradangan pada dinding vena akibat terapi cairan
intravena. Tanda yang bisa dijumpai adalah rasa nyeri pada lokasi penusukan atau nyeri tekan, rasa panas pada lokasi penusukan, kemerahan dan pembengkakan dan
mungkin juga timbul pus pada tempat penusukan. Phlebitis berat ditandai dengan adanya peradangan dinding vena dan biasanya disertai dengan pembekuan darah
blood cloth yang disebut Thrombophlebitis.
2.3.2. Klasifikasi Phlebitis
Klasifikasi phlebitis adalah seperti berikut :- Tabel 2.2 Klasifikasi Phlebitis Infusion Nurses Society, Infusion Nursing
Standards of Practice, Journal of Infusion Nursing, 2006 Derajat
Deskripsi Tidak ada tanda dan gejala
1+ Eritema tanpadengan rasa nyeri
2+ Eritema dengan rasa nyeri
Edema bisatidak dijumpai
3+ Eritema dengan nyeri
Edema bisatidak dijumpai
Universitas Sumatera Utara
Formasi Streak Palpable cord
4+ Eritema dengan nyeri
Edema bisatidak dijumpai Formasi Streak
Palpable cord 1 inch 2.5 cm Purulent drainage
2.3.3. Jenis Phlebitis Berdasarkan Penyebab 2.3.3.1 Phlebitis Kimia
Osmolaritas dan pH Cairan infus yang ekstrem selalunya diikuti resiko terjadinya phlebitis
yang tinggi. Larutan infus dengan osmolaritas 900 mOsmL seharusnya diberikan melalui vena sentral. Seperti contoh, pH larutan Dekstrosa berkisar
antar 3 – 5, dimana keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi
dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf. Oleh itu, larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi
parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. Selain itu, obat suntik yang biasa juga menyebabkan peradangan vena adalah seperti
kalium klorida, Vancomycin, Amphotrecin B, Cephalosporins, Diazepam, Midazolam dan banyak obat kemoterapi yang lain.
Penempatan kanula Penempatan kanula pada vena proksimal lengan bawah sangat
dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas 500 mOsmL. Pada pasien terutama pasein yang usia lanjut, coba menghindari vena pada
punggung tangan jika mungkin. Mikropartikel
Universitas Sumatera Utara
Mikropartikel yang terbentuk apabila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran juga merupakan faktor terjadinya phlebitis.
Jenis Kateter Kateter yang sering digunakan untuk mencegah terjadinya phlebitis
adalah kateter yang dibuat daripada silicon dan poliuretan karena kurang menyebabkan iritasi dibandingkan dengan politetrafluoroetilen Teflon
karena permukaannya lebih halus, lebih thermoplastic dan lentur. Resiko yang tertinggi untuk terjadinya phlebitis adalah apabila digunakan kateter yang
dibuat daripada polivinil klorida atau polietilen.
2.3.3.2. Phlebitis Mekanis
Phlebitis mekanis biasanya dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang dimasukkan pada daerah lekukan sering menghasilkan phlebitis
mekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik supaya dapat mencegah terjadinya phlebitis.
2.3.3.3. Phlebitis Bakterial
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan phlebitis bakteri adalah
seperti :- Teknik pencucian tangan yang tidak sempurna atau buruk
Kegagalan untuk memeriksa peralatan yang rusak, pembungkus yang
bocor atau robek mengandung bakteri Teknik antiseptik yang tidak baik
Kanula dipasang terlalu lama Tempat suntik jarang diinspeksi visual
2.3.4. Tindakan Perawatan 2.3.4.1. Phlebitis Kimia
Pastikan pH dan osmolaritas cairan atau obat, pH normal darah adalah
sekitar 7,35- 7,45.
Universitas Sumatera Utara
Lakukan pengenceran maksimal pada pemberian obat injeksi. Perhatikan kecepatan tetesan infus karena tetesan lambat
menyebabkan absorbsi lambat. Gunakan produk kanula yang non flebitogenik.
Pilih kanula yang bersifat elastis dan permukaan lembut.
2.3.4.2 Phlebitis Mekanis
Lakukan teknik pemasangan kanula dengan benar. Lakukan pemilihan lokasi secara benar, hindari vena pada area fleksi
atau lipatan atau ekstremitas dengan pergerakan maksimal. Lakukan pemilihan kanula yang benar dengan menggunakan kanula
dengan ukuran paling pendek dan diameter paling kecil. Perhatikan stabilitas kanula.
2.3.4.3 Phlebitis Bakterial
Cuci tangan sebelum dan setelah melakukan pemasangan kanula. Menggunakan kasa dan sarung tangan bersih.
Memeriksa alat – alat yang akan digunakan untuk memastikan tidak
ada kebocoran. Lakukan persiapan area dengan teknik antiseptik.
Observasi secara teratur jika terdapat tanda phlebitis minimal setiap 24
jam. Bersihkan dan ganti balutan infus setiap 24 jam.
Gantikan sistem infus setiap 48 – 72 jam dan tandai tanggal
pemasangan serta penggantian balutan.
2.3.5. Komplikasi
Phlebitis dapat menyebabkan thrombus yang kemudian akan menjadi
thrombophlebitis . Perjalanan penyakit ini biasanya jinak tetapi apabila thrombus
terlepas kemudian akan diangkut ke dalam aliran darah dan memasuki jantung. Apabila memasuki aliran darah, maka akan menimbulkan gumpalan darah seperti
Universitas Sumatera Utara
katup bola yang bisa menyumbat atrioventrikular secara mendadak dan kemudian menimbulkan kematian pada pasien.
2.3.6. Pencegahan daripada terjadinya Phlebitis
Terdapat beberapa cara untuk mencegah daripada terjadinya phlebitis pada pemasangan terapi intravena IV seperti :-
Menggunakan teknik aseptic yang ketat pada pemasangan dan manipulasi
sistem intravena keseluruhan. Plaster hub kanula dengan aman untuk menghindari gerakan dan iritasi.
Mengencerkan obatan yang mengiritasi. Rotasi sisa IV setiap 48 – 72 jam untuk membatasi iritasi dinding vena oleh
kanula atau obatan.
Menggantikan kasa steril penutup luka setiap 24 jam dan melakukan evaluasi
jika terdapat tanda infeksi Weinstein, 2001. 2.3.7. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi phlebitis ini tergantung pada derajat aktivitas penyakit dan komplikasi yang mungkin berkembang. Biasanya phlebitis superfisialis ini sering
menghilang dengan sendirinya namun aspek yang paling penting dari terapi pengobatan adalah untuk mengontrol inflamasi aktif dan mencegah kerusakan
vaskular yang lebih lanjut. Terapi dosis tinggi dengan kortikosteroid adalah terapi initial yang diberikan. Kemudian, diberikan glukokortikoid juga dalam dosis tinggi
sepeti Prednisone dengan dosis 1mgkgBBhr. Jika pasien mempunyai resistensi kortikosteroid, maka akan diberikan terapi agen citotoksik seperti Siklofosfamid
dengan dosis 2mgkgBBhr atau dosis yang lebih rendah yaitu Methotrexat dengan dosis 0,3mgkgBBmgu atau Azatioprin terapi yang dilanjutkan 1 tahun setelah remisi
dan menghentikan terapinya secara bertahap. Secara umum, pengobatan yang diberikan adalah seperti berikut :-
Obat analgesik, antikoagulan atau pengencer darah untuk mencegah pembentukan gumpalan baru.
Universitas Sumatera Utara
Trombolitik untuk melarutkan bekuan yang sudah terbentuk. Non-steroid obat anti inflamasi OAINS seperti ibuprofen untuk mengurangi
rasa sakit dan peradangan. Antibiotik diberikan jika terdapat infeksi.
2.3.8. Penanganan 2.3.8.1. Dilakukan sendiri