Klasifikasi Patologi anatomi Leiomioma Uteri

2.3.3. Klasifikasi

Gambar 2.3. Klasifikasi leiomioma uterus Stoppler, 2010 Leiomioma uteri diklasifikasikan berdasarkan tempat berkembangnya pada uteri, yaitu: - Leiomioma miometrium intramural berada pada dinding otot uterus. - Leiomioma submukosa tumbuh di bawah bagian permukaan interior uterus, dan bisa menjulur ke uterus. - Leiomioma subserosa tumbuh di luar dinding uterus. - Leiomioma pedunkulasi biasanya tumbuh di luar uterus, menempel ke uterus dengan sebuah tangkai Todd, 2012.

2.3.4. Patologi anatomi

Bentuk leiomioma bervariasi ketika jaringan otot normal digantikan oleh berbagai macam substansi degeneratif yang diikuti dengan perdarahan dan nekrosis. Proses ini berkumpul menyebabkan degenerasi dan perubahan kasar tersebut dapat dikenali sebagai variasi yang normal. Degenerasi umumnya berkembang pada Universitas Sumatera Utara leiomioma karena keterbatasan suplai darah pada tumor tersebut Cunningham dkk, 2008. Hanya 2 leiomioma itu soliter. Leiomioma bisa tumbuh sampai lebih dari 45kg. Setiap tumor dibatasi dengan pseudokapsul, bidang membelah, berguna untuk pembedahan enuklasi. Leiomioma mungkin multinodul dan umumnya berwarna lebih terang dari miometrium normal. Pada pemotongan khusus, leiomioma menunjukkan sebuah corak lingkaran atau trabekulasi otot polos dan jaringan ikat fibrosa dalam berbagai macam proporsi. Secara mikroskopis, miositnya matur dan ukurannya semua sama, dengan karakteristik tampilan jinak Pernoll, 2001. Leiomioma memiliki densitas arterial yang lebih rendah dibandingkan dengan miometrium normal di sekelilingnya. Lebih lanjut tidak ada pengorganisasian intrinsik vaskular dan tidak adanya pengorganisasian menyebabkan beberapa tumor rentan terhadap hipoperfusi dan iskemik Cunningham dkk, 2008. Suplai darah biasanya melalui satu atau dua arteri utama, dan tumor-tumor tersebut cenderung tumbuh berlebihan pada suplai darah diikuti dengan degenerasi. Pada leiomioma yang lebih besar, dua pertiga menunjukkan beberapa degenerasi Pernoll, 2001.

2.3.5. Faktor resiko