commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laju pertumbuhan penduduk yang pesat yang tidak sebanding dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi mengakibatkan banyaknya pengangguran.
Sulitnya mencari pekerjaan dan meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat mengakibatkan penurunan kualitas hidup masyarakat, peningkatan jumlah
anak putus sekolah, hal-hal tersebut mendorong munculnya berbagai tindak kriminalitas.
Terlebih adanya
indikasi kurang
efektif dan
efisiennya penanggulangan tindak pidana terutama tindak pidana-tindak pidana yang
dilakukan oleh anak-anak. Dari survei awal yang dilakukan penulis di wilayah Polresta Surakarta bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak
cenderung meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Data sementara menunjukkan tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan berbagai
aktivitasnya menunjukkan perubahan yang cukup berarti pada 2006 jumlah anak yang melakukan tindak pidana sebanyak 58 orang, 2007 sebanyak 87
orang, tahun 2007 mencapai 117 orang. Jumlah anak-anak yang melakukan aktivitas di jalan cenderung
meningkat dengan pesat, indikasi tersebut terlihat dengan jelas dengan meningkatnya aktivitas anak-anak dijalanan dengan bermacam-macam
varian, mengemis, mengamen di “Traffic Light”, meminta-minta, menjual plastik di pasar dan lain-lain. Data Komisi Perlindungan Anak di Kota
Surakarta sepanjang 2008 terdapat 31 kasus anak yang berarti ada penurunan dari 2007. Sedangkan di 2009 ada 28 kasus anak berhadapan dengan hukum
dengan ditambah 12 kasus yang belum terselesaikan di 2008 dan 39,9 di antaranya berakhir di penjara, sedangkan sisanya dikembalikan kepada orang
commit to user 2
tua atau walinya untuk dibimbing dan dibina Data Komisi Perlindungan Anak di Kota Surakarta, 2010.
Salah satu perkara yang melibatkan anak-anak tersebut adalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu hasil pemeriksaan terhadap seorang laki-
laki WAHYU ARIANTA als KENCHU dalam perkara tindak pidana Menyimpan, memiliki dan membawa senjata tajam jenis Pisau pemotong
daging, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Darurat No. 12 Tahun 1951 yang dirumuskan:
Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk slag-,
steek-, of stootwapen, dihukum dengan hukuman penjara setinggi- tingginya sepuluh tahun.
Hal-hal tersebut dapat memicu terjadinya tindak kriminal karena kurangnya pembinaan, pengawasan dari orang tua, wali, maupun pengasuh.
Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.
Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa yang
ber-Bhineka Tunggal Ika, diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial
serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka di masa depan.
Semua jenis kejahatan atau tindak pidana untuk mengungkapnya perlu dilakukan penyidikan, baik yang pelakunya orang dewasa maupun masih
tergolong anak. Dalam proses penyidikan kemungkinan tidak dapat ditemukan bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan bahwa tersangka melakukan tindak
pidana, maka demi hukum tersangka, baik itu orang dewasa maupun masih
commit to user 3
tergolong anak harus dibebaskan. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 109 ayat 2 KUHAP yang menegaskan adanya pemberian wewenang kepada penyidik
untuk menghentikan penyidikan yang sedang berjalan. Undang-undang telah menyebutkan secara limiatif alasan-alasan yang dapat dipergunakan penyidik
sebagai dasar penghentian penyidikan. Penyebutan atau penggarisan alasan- alasan tersebut adalah penting, guna menghindari kecenderungan negatif pada
diri penyidik. Dengan penggarisan ini, undang-undang mengharapkan supaya di dalam mempergunakan wewenang penghentian penyidikan, penyidik
mengujikannya kepada alasan-alasan yang telah ditentukan. Tidak semaunya akan memberikan landasan perujukan bagi pihak yang merasa keberatan atas
sah tidaknya penghentian penyidikan menurut hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan
pengertian yang tersendiri mengenai penghentian penyidikan. Dalam Pasal 109 ayat 2 KUHAP dijelaskan tentang alasan penghentian penyidikan atau
penuntutan, berikut kutipan pasal tersebut ”Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak cukup
bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan penyidik dihentikan demi hukum, maka penyelidik
memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya” Pasal 109 Ayat 2 KUHAP.
Dengan begitu undang-undang hanya menyebutkan tentang batasan alasan yang dapat dipergunakan penyidik sebagai dasar penghentian penyidikan.
Menurut M Yahya Harahap 2000: 147-149 dari pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa alasan penghentian penyidikan terdiri dari:
a Tidak diperoleh bukti yang cukup Apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka
atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka jika diajukan ke depan sidang pengadilan.
commit to user 4
b Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana Apabila hasil dari pemeriksaan dan penyidikan, penyidik berpendapat apa
yang disangkakan terhadap tersangka bukan merupakan perbuatan pelanggaran atau kejahatan, dalam hal ini berwenang menghentikan
penyidikan. Dan suatu keharusan bagi penyidik untuk menghentikan pemeriksaan penyidikan.
c Penghentian penyidikan demi hukum Penghentian atas dasar ini pada pokoknya sesuai dengan alasan-alasan
hapusnya hak menuntut dan hapusnya hak menjalankan pidana yang diatur dalam Bab VIII KUHP, sebagaimana dalam dirumuskan dalam ketentuan
Pasal 76, 77, 78, dan seterusnya.
Mencermati maraknya tanggapan masyarakat mengenai anak yang melakukan tindak pidana, sehingga diundangkan undang-undang yang
memberikan proteksi dan perlindungan bagi anak yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perlindungan anak memiliki kaitan dengan permasalahan yang komplek dan tidak bisa diselesaikan hanya sebatas secara perseorangan, tetapi harus
ditangani oleh semua pihak secara bersama-sama. Di dalam undang-undang ini diatur tentang hukum pidana anak yang secara umum diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana, dalam undang-undang ini mengatur pula tentang perlindungan hak-hak anak yang menjadi tersangka dalam tindak
pidana, karena peradilan pidana untuk anak bukanlah semata sebagai penghukum, tetapi untuk perbaikan kondisi, pemeliharaan dan perlindungan
anak serta mencegah pengulangan tindakan dengan menggunakan pengadilan yang konstruktif. Dalam hal anak yang melakukan tindak pidana terdapat
kebijakan kepolisian tersendiri dalam menanganinya, karena anak masih menjadi tanggung jawab orang tua dalam hal bimbingan dan binaan. Sehingga
anak yang melakukan pidana yang diperkirakan tidak berat dan tidak merugikan negara, maka dapat dilakukan penghentian penyidikan dengan
berbagai alasan dan pertimbangan. Dalam hubungannya dengan prosedur penyidikan dan penghentian
penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak, maka judul
commit to user 5
dalam Skripsi ini adalah ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN PASAL 2 UNDANG-
UNDANG DARURAT NO 12 TAHUN 1951 YANG DILAKUKAN ANAK Studi Kasus Perkara No Pol. ALP1933XII 2009SPK.III
B. Batasan dan Rumusan Masalah