3. Sel endotel akan menjadi aktif saat faktor pertumbuhan berikatan dengan reseptornya. Sinyal akan dikirimkan dari permukaan sel
menuju inti sel. 4. Sel endotel akan menghasilkan molekul baru termasuk enzim-
enzim. Enzim-enzim tersebut akan menyebabkan terbentuknya lubang kecil pada membran basalis.
5. Sel endotel mulai berproliferasi dan bermigrasi keluar melalui lubang pada pembuluh darah yang sudah ada menuju jaringan
tumor. 6. Molekul khusus yang disebut molekul adhesi atau integrin avb3,
avb5 yang berperan sebagai pengait untuk membantu menarik pembuluh darah yang baru terbentuk untuk berkembang.
7. Enzim tambahan matrix metalloproteinases
MMP diproduksi untuk mengakomodasi pertumbuhan pembuluh darah baru.
Dengan bertambah lebarnya pembuluh darah, terjadi remodeling
jaringan di sekitar pembuluh darah. 8. Sel endotel akan tumbuh dan berkembang membentuk pembuluh
darah. 9. Pembuluh-pembuluh darah baru akan saling berhubungan
membentuk loop
pembuluh darah yang dapat mensirkulasikan darah.
10. Akhirnya terbentuk pembuluh darah baru yang distabilisasi oleh sel-sel otot khusus sel otot polos, perisit sebagai struktur
penyokong.
2.2. Deteksi Dini Kanker Ovarium
Universitas Sumatera Utara
Kanker ovarium biasanya dideteksi pada stadium lanjut dan berkaitan dengan angka ketahanan hidup 5 tahun sekitar 30. Antara 70 dan 75
kanker ovarium tidak terdiagnosis hingga stadium II atau lanjut. Angka ketahanan hidup sebesar 90 dilaporkan diperoleh pada stadium I,
sehingga diperlukan usaha untuk menentukan peran skrining populasi untuk deteksi penyakit pada tahap awal. Penelitian yang terbaru memfokuskan
pada dua strategi skrining; 1 hanya menggunakan ultrasonografi, 2 menggunakan serum
tumor marker CA-125 sebagai skrining awal disertai
pemeriksaan ultrasonografi sebagai uji lini ke dua multimodal screening
.
18- 22
Program skrining yang baik adalah yang memiliki sensitivitas tinggi kemungkinan hasil tes positif pada individual yang memiliki penyakit
tersebut dan spesifisitas tinggi kemungkinan hasil tes negatif pada individu yang tidak memiliki penyakit tersebut. Diperkirakan tes skrining untuk
kanker ovarium memerlukan sensitivitas paling sedikit 75 dan spesifisitas lebih dari 99,6 untuk mencapai nilai praduga positif 10 nilai praduga
positif minimum yang ditetapkan oleh ahli epidemiologi untuk tes skrining.
23-27
Jacobs et al, 1990, mengemukakan suatu Indeks Risiko Kegananasan IRK berdasarkan kadar CA 125 serum, status menopause dan temuan
USG, dan merekomendasikan penggunaannya untuk membedakan massa adneksa jinak dan ganas. Karakteristik USG yang digunakan adalah a
kista multilokuler, b massa solid c metastasis d asites e lesi unilateral atau bilateral. Massa yang simpel U=0; massa semi komplek U=1;
massa komplek U=3 untuk nilai dari USG. IRK dihitung dengan penambahan skor ‘1’ untuk status premenopause dan skor ‘3’ untuk status
menopause M, dikalikan skor dari USG dan nilai absolut dari kadar CA 125: U x M x CA 125. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dengan skor
IRK 200, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas 85,4 dan 96,9.
28
Universitas Sumatera Utara
Petanda tumor serum telah digunakan untuk deteksi dini kanker ovarium. Pengukuran petanda tumor sering digunakan karena tersedia
secara luas, dapat dilakukan pemeriksaan ulangan dalam interval waktu yang ditentukan, dan hanya sedikit invasif serta tidak tergantung pada
interpretasi analis. CA 125 merupakan protein yang ditemukan dalam jumlah besar pada sel-sel kanker ovarium dibandingkan pada sel lain,
konsentrasinya meningkat pada sekitar 80 wanita dengan kanker ovarium stadium lanjut, dan hanya meningkat pada sekitar 1-2 dalam populasi
normal. Bagaimanapun, beberapa keterbatasan tes ini telah mengurangi penggunaan CA 125 untuk skrining kanker ovarium. Spesifisitas tes CA 125
rendah karena pada sejumlah proses jinak dan keganasan dapat terjadi peningkatan palsu kadar CA 125.
26,27
Ultrasonografi pelvis digunakan untuk visualisasi adneksa. Kista ovarium kompleks dengan dinding abnormal atau area padat berkaitan