22
1. Raja Sijorat Paraliman Panjaitan
2. Raja Sijorat Rahi Sumodung 1625-1685
3. Raja Sijorat Puraja Pane 1685-1745
4. Raja Sijorat Somba Debata 1745-1805
5. Raja Sijorat Pahutar 1805-1845
6. Raja Sijorat Si Mumbol-Umbol 1845-1865
7. Raja Sijorat Pun Sohalompoan 1865-1880
8. Raja Sijorat Pun Tua Radja 1880-1988
9. Raja Sijorat Radja Saidi Todo Tua 1988- sekarang
Setelah beberapa hari dekat dengan kepanitian pesta deklarasi tugu KTRSPPB. Sosialisasi pesta pun diadakan keberbagai kabupatenkota yang ada di
Sumatera Utara. Penulis hanya mengikuti ke beberapa kabupatenkota, yakni Tarutung, Sipahutar, Sibaha-ulu, Simalungun, dan Pematangsiantar. Dalam
sosialisasi yang diikuti, penulis melihat beberapa orang tua yang sudah berumur sekitar 40an masih banyak yang tidak mengetahui silsilah, dan kisah-kisah nenek
moyangnya.
1.7. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di dua tempat, yang pertama adalah Kelurahan Bah Kapul Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematangsiantar, yang
merupakan tempat tinggal tetap marga Panjaitan. Yang kedua adalah desa Sitorang Kecamatan Silaen Kab.Tobasa, merupakan letak tanah marga, bona
pasogit khususnya keturunan Raja Hasoge Panjaitan. Alasan obejektif penulis
memilih tempat tersebut karena Desa Sitorang merupakan kampung halaman para marga Panjaitan pada umumnya, alasan subjektif penulis karena penulis
merupakan marga panjaitan dan memiliki sopo, tambak, dan sawah di Desa
Universitas Sumatera Utara
23
Sitorang tersebut dan Pematangsiantar tempat tinggal penulis. Hal tersebut mendukung penulis mendapatkan informasi sebagai tujuan penelitian penulis
sendiri.
Universitas Sumatera Utara
24
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1 Deskripsi Kelurahan Bah Kapul Kecamatan Sitalasari Kota Pematangsiantar
2.1.1. Sejarah Kota Pematangsiantar
Pematangsiantar yang merupakan wilayah kota yang mempunyai penduduk yang bervariasi suku bangsa, meliputi Batak Toba, Simalungun, Karo,
Mandailing, Jawa, Minangkabau, Melayu, Cina, Tamil, dan asing lainnya. Kota Pematangsiantar terletak pada titik singgung 99
ᵒBT dan 2,5ᵒLU dalam wilayah Kabupaten Simalungun yang luasnya 1.278ha, dengan ketinggian sekitar 400m
dpl dan berpenduduk sebanyak 240.787 jiwa. Sifat dasar penduduk dari masing-masing suku bangsa itu mempengaruhi
pergaulan yang lebih erat. Misalnya, orang Minangkabau lebih erat hubungannya dengan orang Melayu dan Jawa, karena ikatan kesamaan agama. Orang
Simalungun sendiri lebih dekat dengan orang Mandailing, karena persamaan ras kehalusan budi bahasa, maupun gaya tariannya. Dengan orang Batak Toba
maupun Karo, agak renggang. Ada dugaan penduduk, hal ini disebabkan lebih mengertinya orang Mandailing akan perasaan orang Simalungun, karena sifat
halus yang sama, yang berbeda dengan orang Batak Toba yang keras, demikian juga dengan Karo. Di samping itu, agama Islam telah lebih mendekatkan mereka
ketimbang dengan Batak Toba yang Kristen.
Universitas Sumatera Utara
25
Sifat orang Batak Toba dan Karo adalah keras, cepat dalam bertindak, serta giat dalam usaha. Tidak heran kalau perniagaan dipegang orang Batak Toba,
bersaing dengan orang Cina dan Simalungun, demikian juga industri dan pendidikan. Bahkan sering terdengar bahwa kota Pematangsiantar sebenarnya
adalah kota yang dikuasai orang Toba. Hal ini disebabkan lebih dominatifnya orang Batak Toba dalam berbagai hal, terutama dalam pergaulan.
Asal mula kota Pematangsiantar adalah Kerajaan Siantar yang diperkirakan berdiri tahun 1500, terletak di sebuah delta Sungai Bah Bolon,
bernama Pulau Holing, yang sekarang bernama kampung Pematang. Saat itu, terdapat lokasi persawahan di sekeliling Pulau Holing, yang kemudian
berkembang menjadi perkampungan Suhi Huluan, Siantar Bayu, Suhi Kahean, Pantoan, Suhi Bah Bosar, dan Tomuan. Perkampungan inilah yang sekarang
menjadi Kotamadya Pematangsiantar, dengan nama baru Kampung Pematang Pulau Holing, Pusat Kota Siantar Bayu, Kampung Parluasan Suhi Kahean,
Sipinggol-pinggol-Timbang Galung-Kampung Bantan-Kampung Parluasan Kota Suhi Huluan, Kampung Kristen-Kampung Karo-Tomuan-Pantoan Bah Bosar.
Kerajaan Siantar ini muncul saat kejadian wabah dan invasi kerajaan lain benar-benar mencerai-beraikan Kerajaan Nagur. Beberapa wilayah ada yang
memilih berdiri sendiri, karena pusat kerajaan tidak mampu lagi untuk mengendalikan pemerintahan.
Saat itu terbentuk 4 wilayah yang berdiri sendiri. Masing-masing wilayah membentuk kerajaan-kerajaan baru. Satu diantaranya adalah Kerajaan Siantar
yang merupakan kelanjutan dari pusat Nagur. Istananya dipindah dari
Universitas Sumatera Utara
26
Perdagangan ke tepi sungai Bah Bolon di Pematangsiantar. Hingga daerah ini disebut Kampung Pamatang Saragih 2008 : 31.
Penduduk asli ialah Batak Simalungun. Pada tahun 1900 mulai berdatangan penduduk pendatang, yaitu orang Cina dan Tamil. Pada tahun 1903,
orang Batak dari Selatan juga mulai datang, terutama orang Batak Mandailing, yang kemudian menetap di bagian utara Pulau Holing, yang sekarang bernama
Kampung Timbang Galung dan Kampung Melayu. Kemudian, orang Batak Toba masuk sekitar tahun 1907 sebagai akibat garis kebijaksanaan pemerintahan
kolonial Belanda yang membutuhkan tenaga petani Batak Toba yang dianggap sangat terampil dalam bertani di persawahan, dengan maksud untuk mencari
tanah persawahan baru. Karena maksudnya bersawah, maka mereka menetap dipinggiran Kerajaan Siantar, yaitu dikawasan arah ke Pematang Tanah Jawa dan
arah ke Tapanuli Utara, yang sekarang bernama Kampung Kristen bagian Bah Bosar.
Perkembangan kota Pematangsiantar, berkaitan erat dengan perkembangan perkebunan Belanda yang dimulai di Kabupaten Simalungun sejak tahun 1800.
Kemudian dengan dibukanya jalan raya Pematangsiantar-Perdagangan tahun 1885, dan Pematangsiantarr-Tebing Tinggi, tahun1907, maka perkembangan kota
semakin pesat, demikian juga pertambahan penduduknya Simanjuntak 2010 : 159- 161.
Sekitar tahun 1904 Pematang Siantar asal kata : Pamatang dan Siattar masih berupa kampung kecil dan penduduknya sedikit. Selain rumah raja Siantar
dinamakan Lopou atau Rumah Bolon ada lagi 8 rumah penduduk biasa Simon
Universitas Sumatera Utara
27
1904, dalam Purba 1998 : 27. Pada tahun itu agama Kristen sudah mulai tersebar seiring dengan kehadiran missioner Jerman dan kemudian semakin besar
jumlahnya dengan masuknya orang Batak dari Tapanuli. Tahun 1905 atas perintah Gubernemen, raja-raja di Simalungun membuka jalan-jalan di daerah mereka
Damanik 1974 dalam Purba 1998 : 27. Inilah permulaan yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial untuk membangun Pematang Siantar khususnya dan
Simalungun umumnya. Sementara itu, Raja Siantar, Sang Naualuh, yang tidak bersedia bekerjasama dengan Belanda akhirnya ditawan pemerintahan kolonial
tahun 1906 dan kemudian orang-orang Kristen Batak menggunakan Rumah Bolon yang ada di Pematang sebagai tempat kebaktian selama beberapa waktu Damanik
1981, dalam Purba 1998 : 27. Pembukaan jalan raya dari Balige ke Pematangsiantar tahun 1915 memberi
arti tersendiri bagi orang-orang yang memasuki Simalungun atau daerah lainya di Sumatera Timur, sekaligus memberi kemudahan bagi mereka yang akan
bermigrasi. Pembukaan hubungan lalu lintas sampai ke Medan tahun-tahun berikutnya telah menyebabkan daerah Pematang Siantar sebagai kota transit bagi
orang-orang dari Tapanuli yang menuju Tebing tinggi, Medan, Belawan, Binjai, Pangkalan Brandan dan kota-kota kecil lainnya untuk mencari pekerjaan.
Pematang Siantar menjadi tempat berbagai suku bangsa diantaranya kelompok suku Batak: Toba, Karo, Mandailing dan lain-lainnya, kelompok Jawa, Cina dan
sebagainya. Keanekaragaman itu telah melahirkan beberapa nama kampung tempat tinggal mereka dan nama-nama jalan dikota ini. Satu diantara daerah
tempat tinggal orang Batak Toba dikenal dengan Kampung Kristen, orang Jawa
Universitas Sumatera Utara
28
dengan Kampung Jawa dan bagi orang-orang Melayu diartikan sebagai orang- orang yang beragama Islam disebut Kampung Melayu. Tahun 1920 sudah
terdapat 9.460 orang penduduk Pematang Siantar, terdiri dari 6.096 pribumi, 203 Eropah dan 3.161 Cina, India dan Asia lainya Tideman 1992 dalam Purba 1998:
29. Tabel I
Penduduk Pematang Siantar 1930
Jumlah Suku Batak :
Toba Mandailing
Angkola Simalungun
Karo Lainnya
Jumlah 2.968
1.279 953
495 267
92 6.054
19.17 8.26
6.16 3.20
1.72 0.59
39.10 Indonesia lainya
Cina Eropah
Asia Lainnya 3.657
4.964 317
490 23.62
32.06 2.05
3.17 Jumlah 15.482
100.00
Sumber : Volkstelling 1930 dalam Purba 1997
Kota Pematangsiantar terdiri dari 8 Kecamatan yaitu : Siantar Barat, Siantar Marihat, Siantar Martoba, Siantar Selatan, Siantar Timur, Siantar Utara, Siantar
Marimbum, Siantar Sitalasari.Kecamatan Siantar Sitalasari ini yang merupakan pemekaran dari wilayah Kecamatan Siantar Martoba. Siantar Sitalasari memiliki
beberapa Kelurahan satu diantarnya adalah Kelurahan Bah Kapul. Kelurahan Bah
Universitas Sumatera Utara
29
Kapul ini merupakan suatu daerah lintasan bagi truk-truk besar yang menuju Kabupaten Simalungun yang bertujuan mengambil hasil panen yang mana terletak
di jalan Sibatu-batu. Kelurahan ini berbatasan dengan beberapa Kelurahan antara lain :
disebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bah Sorma, disebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Setia Negara,
disebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Bukit Sofa da disebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Gurilla.
Penetapan Batas dan Peta wilayah diatur dalam Peraturan Daerah kota Pematangsiantar No. 03 tahun 2007.
2.1.2. Keadaan Alam
Penggunaan lahan di Kelurahan ini berbagai kegunaan, seperti sebagai pemukiman, persawahan, perkebunan, kuburan, pekarangan, taman, perkantoran,
dll. Luas Kelurahan ini sekitar 356,5 ha. Kelurahan ini memiliki suhu rata-rata harian sekitar 24-30
ᵒ C. Kelurahan Bah Kapul ini terletak diketinggian 400Mdl. Untuk dapat menunjukkan gambaran yang lebih jelas tentang penggunaan tanah
ini, maka dapat dilihat table sebagai berikut di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
30
Tabel II TATA GUNA TANAH KELURAHAN BAH KAPUL
No. Jenis Penggunaan
Luas Lahan ha
1. Pemukiman 229
ha 2. Persawahan
10 ha
3.
Perkebunan 75 ha
4. Kuburan 1
ha 5. Pekarangan
85 ha
6. Taman 1
ha 7. Perkantoran
4 ha
8. Prasarana umum lainnya
21,5 ha
JUMLAH 356,5 ha
Sumber: Kantor Kelurahan Bah Kapul 2013
Curah hujan di Kelurahan Bah Kapul setiap tahunnya sekitar 3156 mililiter per tahunnya. Jenis tanah yang ada di Kelurahan Bah Kapul sebagian besar adalah
tanah kering, sedangkan sebagian lagi adalah tanah sawah dan tanah perkebunan. Keadaan tanah yang demikian dimanfaatkan oleh penduduk sebagai tempat
permukiman, sebagai tempat membangun usaha berjualan, tempat bertani. Jenis-jenis tanaman yang ditanam adalah jagung, ubi kayu, kangkung, dan
tumpang sari, kelapa sawit, dll. Tabel dibawah ini akan menampilkan produksi pertanian dan perkebunan dalam hektar per tahun.
Universitas Sumatera Utara
31
Tabel III PRODUKSI PERTANIAN TAHUN 2012-2013
No. Jenis Tanaman
Luas ha Jumlahton
1. Jagung
4 ha 8 Tonha
2. Ubi Kayu
50 ha 50 Tonha
3. Kangkung
1 ha ½ Tonha
4. Tumpang sari
3 ha 112 Tonha
5. Jahe
½ ha ½ Tonha
6. Kunyit
½ ha ½ Tonha
7. Lengkuas
¼ ha ¼ Tonha
8. Kelapa sawit
18 ha 36 Kw ha
Sumber : Kantor Kelurahan Bah Kapul 2013 Selain tumbuh-tumbuhan, ternak juga dipelihara oleh penduduk. Ternak
yang dipelihara oleh penduduk bermacam-macam seperti : ayam kampung, babi, ayam bloiler.
2.1.3. Sarana Fisik 2.1.3.1. Sarana Ibadah
Di kelurahan Bah Kapul sarana ibadah yang ada adalah langgar sebanyak 2 buah, mesjid 9 buah, 8 buah gereja seperti gereja Katholik, HKBP, GKPS dan
lainnya, 1 buah pura. Kelengkapan sarana ibadah ini membuat penduduk melakukan ibadahnya cukup hanya berjalan kaki, karena yang jaraknya dari
rumah ketempat ibadah tidak berjauhan.
Universitas Sumatera Utara
32
2.1.3.2. Sarana Media Massa
Meskipun kelurahan Bah Kapul ini termasuk jauh dari pusat kota Pematangsiantar tetapi sarana media tidak ketinggalan zaman dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat akan informasi tentang pembangunan dan perkembanganya. Radio, Televisi dan juga surat kabar adalah media yang tidak
asing lagi bagi penduduk kelurahan Bah Kapul, bahkan dapat dikatakan bahwa hampir semua penduduk Kelurahan Bah Kapul telah memiliki radia dan televise.
Di beberapa rumah, antena parabola sudah ada dan alat komunikasi telepon, handphone
dan juga jaringan internet juga melengkapi kebutuhan informasi para penduduk.
Koran ataupun majalah dan tabloid juga melengkapi sarana media massa di tempat ini. Koran seperti Pos Metro Siantar, Siantar 24 jam, Sinar Indonesia
Baru, Waspada, Kompas, BOLA, Batak POS dan lainya. Umumnya mereka berlangganan, maka setiap dengan cara membayar perbulan, yang diperoleh dari
agen-agen surat kabar yang setiap paginya bersepeda motor, melempar koran kedepan pintu maupun gerbang setiap rumah penduduk dengan berteriak
“KORAN, KORAN-KORAN”. Tetapi apa bila penduduk tidak berlangganan, maka mereka cukup nongkrong di warung kopi, kios-kios. Seperti Warung Kopi,
CAFÉ DAYAK KOPI, TOKO SANGAP, SAMOSIR KOPI, SARAGIH KOPI, AISEDOISE POMBENSI. Tempat-tempat ini menyediakan Koran untuk dibaca
dan juga televisi dengan siaran-siaran langsung yang berbayar perbulannya, seperti Indovision dan juga Orange tv.
Universitas Sumatera Utara
33
WIFI juga tersedia dibeberapa warung kopi tersebut dan juga dibukanya warung-warung internet.Sehingga mereka tetap mampu mengakses kebutuhan
mereka akan informasi-informasi yang berkembang.
2.1.3.3. Sarana Kesehatan
Dengan melihat keadaan penduduk di kelurahan Bah Kapul yang telah cukup modern, juga didukung dengan sarana kesehatan yang baik. Kelurahan ini
memiliki 1 Puskesmas dan 4 Posyandu juga membantu para bidan yang ada didaerah tersebut membuka praktek-praktek bidannya maupun praktek, dengan
jumlah bidan yang ada 20 orang dan dokter umum 5 orang. Melihat kebutuhan air penduduk kelurahan Bah Kapul tidaklah ada
kesulitan. Dimana PDAM Tirtauli memenuhi kebutuhan air masyarakat. Juga adanya mata air dibeberapa rumah penduduk dan juga di sawah penduduk.
Bendungan-bendungan mata air kecil yang digunakan untuk mandi dan juga di gunakan sebagai objek wisata yang bernama Pulo Batu.
Mengenai pembungan tinja, kebanyakan para penduduk membuang tinja langsung kesungai, sangat jarang menggunakan septic tank. Karena kelurahan ini
dilintasi oleh sebuah aliran sungai yang masih deras. Dalam sarana kesehatan ini, penduduk umumnya sudah lebih menyadari arti kesehatan itu sendiri. Hal ini
tercermin dari adanya kesadaran mereka untuk membuang limbah-limbah air dari kamar mandi ke parit-parit dan juga langsung kesungai.
Tetapi mengenai pembuangan sampah, para penduduk sering juga membuang sampah kesungai dan tidak jarang saat terjadi hujan deras dapat
Universitas Sumatera Utara
34
menimbulkan banjir kiriman dari aliran-aliran sungai sebelumnya. Karena tempat- tempat pembungan sampah tidak tersedia lagi. Semua tempat sampah yang ada
dahulu telah rusak. Dan juga Dinas Kebersihan Pematangsiantar jarang mengambil sampah ke Kelurahan tersebut. Dengan demikian para masyarakat
memilih untuk membuang sampah kesungai, dengan ide terakhir dari sistem pembungan sampah yang ada dipemikiran masyarakat. Yang menimbulkan
penumpukan sampah di kelurahan tetangga.
2.1.3.4. Sarana Jalan dan Sarana Transportasi
Kelurahan Bah Kapul ini merupakan jalan pintas menuju kabupaten Simalungun melalui jalan Sibatu-batu. Angkutan-angkutan umum pun sering
melintasi kelurahan ini. Seperti GMSS, CV.GOK, JAPARIS. Dari pusat kota menuju ke daerah ini cukup menumpang satu angkutan kota yang bernama Sinar
Siantar. Infra struktur jalan didaerah ini lumayan bagus dan memiliki beberapa jembatan yang masih pembuatan pada zaman Belanda yang masih berdiri kokoh
yang hanya direhap beberapa kali. Dapat digolongkan pada jenis jalan beraspal, jalan berbatu dan jalan tanah.
Ojek juga melengkapi sarana transportasi di daerah ini dengan membayar antara Rp.5000- Rp.10.000 dapat sampai di tujuan yang dikehendaki. Penduduk
setempat juga memiliki kendaraan pribadi seperti mobil, kendaraan roda dua, truck, mini bus, dan juga becak khas Pematangsiantar. BSA yang merupakan
nama asli becak di Pematangsiantar yang memakai mesin yang sudah lama. Sehingga perkembangan BSA ini hampir punah, dengan perkembangan teknologi
Universitas Sumatera Utara
35
yang ada saat ini. Penggantian mesin BSA yang telah menggunakan mesin kendaraan roda dua yang ada saat ini, seperti Megapro dan lainnya.
2.1.4. Gambaran Penduduk
Penduduk di kelurahan Bah Kapul cukup heterogen, ada suku Batak, Nias, Melayu, Minang, Jawa, dan China. Penduduk sebagian besar beragama Kristen.
Dari data yang diperoleh dari kantor kelurahan Bah Kapul , penduduknya dulunya kebanyakan suku Batak, dengan perkembangan daerah dan munculnya
pembangunan-pembangunan perumahan, suku-suku lainnya mulai memukimin tempat ini. Penduduk daerah ini ada berjumlah sekitar laki-laki 3444 jiwa dan
perempuan sekitar 2695 jiwa. Dan 2791 kepala keluarga, 3168 jiwa per kilometernya.
Pekerjaan penduduk didaerah ini beragam-ragam ada yang PNS, dan Wiraswasta seperti berdagang, bertani, dosen swasta, bidan, peternak, pengrajin
rumah tangga, buruh bangunan dan buruh pabrik. Dan kebanyakan di perusahaan pemerintah. Tidak adanya perbedaan mencolok dalam hal ekonomi pada
penduduk didaerah ini. Mengenai agama, para penduduk memiliki prinsip kebebasan beragama. Hal ini untuk para penduduk yang berlainan agama dapat
tercipta kerukunan. Dengan adanya perbedaan agama tersebut, setiap penduduk berusaha saling menghargai dan menghormati antar agama, dan bertenggang rasa
satu sama lainnya. Sehingga menciptakan hubungan yang harmonis dengan agama lainnya.
Universitas Sumatera Utara
36
Mengenai pendidikan, para generasi muda di kelurahan ini mayoritas tamatan SMA, jarang terlihat melanjutkan keperguruan tinggi. Kebanyakan
memilih untuk langsung bekerja di usaha milik penduduk setempat seperti bengkel, dan kebanyakan menjadi buruh doorsmeer. Konflik antar pemuda sering
terjadi di kelurahan ini karena minimnya pendidikan akan saling menghargai para generasi muda. Dan juga adanya warung-warung minuman tradisional yang salah
digunakan para pemuda setempat. Yang dijadikan untuk bermabuk-mabukan, buka untuk bertemu ramah satu sama lain. Berujung konflik antar pemuda yang
ada.
2.2 Deskripsi Desa Sitorang Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir 2.1.1. Sejarah singkat desa Sitorang
Raja Situngo Panjaitan adalah satu diantara cucu Tuan Dibagarna, yang merantau ke sebelah timur Balige yaitu kampung Sibahulu di bukit Sitombom
sebagai tanda perkampungan Raja Situngo menanam pohon beringin. Di kampung inilah Raja Situngo Panjaitan bertempat tinggal. Kampung ini disuatu perbukitan
dimana dapat memandang luasnya kaki gunung bukit barisan sampai ke pesisir danau Toba. Raja Situngo menyuruh anaknya yang bernama Martibi raja, Raja
Dogor, Raja Siponot, dan Raja Sijanggut untuk membuka lahan pertanian dengan terbukanya lahan pertanian tersebut maka mulailah berdatangan marga-marga lain
kedaerah itu. Ada yang menetap dan juga ada yang berpidah silih berganti. Maka disebutlah nama kampung tersebut Sitorang. Karena daerah ini yang dahulunya
hutan belantara dan gelap menjadi lahan pertanian dan tidak gelap lagi. Raja
Universitas Sumatera Utara
37
Siponot mempunyai seorang anak yang bernama Raja Sijorat. Raja Sijorat Panjaitan memiliki kesaktian dan pada masanya hanya Raja Sijorat lah yang
memiliki anak 12 orang di daerah Sitorang. Karena Raja Sijorat memiliki banyak anak dan marga-marga lain sangat mengaguminya karena kesaktiannya, maka
dibentuklah suatu kerajaan disana yang bernama Kerajaan “Sijorat” dan istananya di Sitorang kampung Lumbantor. Dan diangkatlah para panglimanya dari marga-
marga lain yang sudah bertempat tinggal disekitar sitorang. Berhubung karena sudah semakin banyak orang melintas dan berdagang ke Sitorang maka Raja
Sijorat membangun pasar tradisional dengan sebutan Onan Raja Sitorang, lokasinya pada saat ini telah menjadi Kantor Kepala Desa Sitorang.
2.2.2.Keadaan Alam
Secara geografi kabupaten Toba Samosir terletak antara 1 ½ ۫ ◌ – 3 ½ ۫◌ LU
dan 97 ۫ ◌ - 100 ۫◌ BT. Kabupaten Toba Samosir merupakan bagian dari daerah
sumatrera utara yang beribu kotakan Balige sedangkan kecamatan Silaen adalah bagian dari kabupaten Toba Samosir. Jarak kecamatan Silaen ke Balige ± 10 km.
Kecamatan Silaen ini dibentuk berdasarkan UU No.12 Tahun 1998 Pasal 3 tentang pembentukan wilayah kabupaten tingkat II Toba Samosir. Berada antara
2 ۫ ◌ 18’ - 2 ۫◌ 27’ LU dan antara 99 ۫◌ 11’ - 99 ۫◌ 15’ BT. Letak wilayah ini berada
antara 900 – 1500 meter diatas permukaan laut. Yang memiliki luas wilayah 172,58 km2 yaitu 8,54 dari total luas Kabupaten Toba Samosir. Saat awal
dibentuk kecamatan ini memiliki 21 desadan pernah dimekarkan menjadi kecamatan Silaen sebagai induk dan kecamatan Sigumpar. Dan saat ini memiliki
Universitas Sumatera Utara
38
23 desa antara lain : Pintu Batu, Pardomuan, Ombur, Parsambilan, Sigodang Tua, Sinta Dame, Natolutali, Dalihan Natolu, Huta Gur-gur II, Huta Gur-gur I, Sitorang
I, Hutanamora, Silaen, Lumban Dolok, Napitupulu, Hutagaol Sihujur, Sibide, Sibide Barat, Meranti Barat, Panindii, Simanombak, Siringkiron, Marbulang.
Desa Sitorang merupakan bagian dari daerah kecamatan Silaen. Berdasarkan letak geografisnya desa ini termasuk golongan daerah lereng
gunungpunggung bukit. Terletak di ketinggian 910 diatas permukaan laut dan juga diluar kawasan hutan. Berbicara tentang penduduknya, desa Sitorang
memiliki 268 kepala keluarga yang mana 531 orang laki-laki dan 528 orang perempuan. Sawah menghiasi pemandangan bibir jalan aspal daerah ini. Para
penduduk didesa ini sumber penghasilan utamanya sebagian besar berasal dari pertanian. Ketersediaan listrik sudah mencukupi daerah ini, dimana ditemukannya
di pinggir jalan tiang-tiang dan kabel listrik yang menuju ketiap rumah para penduduk.
Udara sejuk dan angin sepoi-sepoi menemani menikmati daerah ini, dengan sungai mengalir dari puncak gunung menuju danau Toba. Air sungai ini di
gunakan penduduk sebagai sumber air irigasi kepersawahan mereka. Penduduk menggunakan mata air sebagai pemenuhan air dalam kehidupan sehari-hari,
seperti menyuci, memasak, dan sebagai air minum.
Universitas Sumatera Utara
39
2.2.3. Sarana Fisik 2.2.3.1. Sarana Ibadah
Didesa Sitorang sarana ibadah ada yang mesjid sebanyak 1 buah dan gereja 2 buah. Seperti gereja Katholik, gereja Mission Batak, gereja HKBP, gereja
Rasulli Karena masyarakat di desa ini mayoritas Kristen maka sarana ibadah tersebut membuat masyarakat dapat memenuhi kebutuhan rohaninya. Dan juga
jarak tempat ibadah kerumah para masyarakat dekat dan cukup ditempuh dengan berjalan kaki. Apabila ada para perantau datang beribadah maka masyarakat
setempat akan diberi tumpangan untuk sampai ketempat peribadahan.
2.2.3.2 Sarana Media Massa
Jarak desa Sitorang ini jauh dari letak kecamatan tidak menghambat para masyarakat mendapatkan informasi dari media massa, dan memenuhi kebutuhan
masyarakat akan informasi tentang pembangunan, perkembangan, masalah- masalah alam, sosial, budaya dan ekonomi. Radio, televisi dan juga surat kabar
adalah media yang tidak asing lagi bagi penduduk di desa Sitorang, bahkan dapat dikatakan hampir semua penduduk desa sitorang telah memilikii radio dan
televisi. Dibeberapa rumah, antenna parabola sudah ada dan alat komunikasi seperti handphone telepon gengam melengkapi kebutuhan informasi para
penduduk. Surat kabar juga melengkapi sarana media massa di desa ini. Koran seperti
Kompas, Analisa, Sinar Indonesia Baru, Batak Pos, Metro Tapanuli, Harian Perjuangan. Para masyarakat desa pada umumnya membaca Koran di warung-
Universitas Sumatera Utara
40
warung sarapan pagi dan juga di onan Pekan mingguan yang berlangsung tiap hari seninnya.
2.2.3.3. Sarana Kesehatan
Pada masa penjajahan Belanda rumah sakit telah ada di desa Sitorang, yang bernama rumah sakit HKBP Sitorang. Pada saat ini rumah sakit tersebut
telah pindah ke Balige dengan nama rumah sakit HKBP Balige. Sekarang di desa Sitorang hanya tinggal beberapa puskesmas, dan di dukung juga dengan
keberadaan apotik-apotik yang telah bermunculan. Para bidan desa juga sangat berpartisipasi dalam hal kesehatan para masyarakat desa Sitorang.
Kebutuhan air para masyarakat Sitorang masih kesulitan karena PDAM belum ada di desa tersebut. Para penduduk mengandalkan sumur-sumur yang
telah ada sejak masa penjajahan Belanda, sumur-sumur yang di buat oleh para nenek moyang saat berperang melawan Belanda dengan ilmu-ilmunya seperti
mata air homban yang dahulunya dimanfaatkan para raja untuk menyampaikan persembahan ke Tuhannya, mata air siangir yang dulunya dipakai raja untuk
mandi dengan menggunakan jeruk purut, mata air sijorat dipakai oleh rakyat kerajaan. Masih ada para penduduk menggunakan mata air itu sebagai tempat
berobat menghilangkan penyakit pada saat ini. Dan seiring perkembangan teknologi para masyarakat Sitorang menggunakan sumur bor, khususnya para
masyarakat yang tinggal di perbukitan.
Universitas Sumatera Utara
41
2.2.3.4. Sarana Jalan dan Sarana Transportasi
Desa Sitorang memiliki jalan yang beraspal. Angkutan-angkutan umum disini tidak berlogo, mereka menggunakan mobil carry sebagai angkutan umum
disini. Jalan-jalan disini meliputi jalan beraspal, jalan berbatu dan jalan tanah. Para perantau juga berperan dalam pembangunan jalan di desa ini. Jika
para perantau orang yang memiliki jabatan tinggi di Negara Republik Indonesia ini maka pasti jalan menuju desanya akan beraspal dengan bagus. Dengan biaya
pembuatan sendiri. Jalan-jalan yang menuju ketiap desa-desanya disini akan diperbaikin jika ada pesta besar di daerah ini.
2.2.4 Gambaran Penduduk
Penduduk di desa ini sebagian besar beragama Kristen. Pekerjaan penduduk didaerah ini beragam-ragam mulai dari bertani, berdagang, PNS, dan
juga kuli bangunan. Tidak ada perbedaan mencolok dalam hal ekonomi jika dilihat dari segi penampilan, tetapi para penduduk di desa ini memiliki tanah
warisan yang sangat luas untuk diolah. Konflik agraria sering terjadi di desa ini. Dalam perebutan tanah bona pasogit oleh para perantau.
Universitas Sumatera Utara
42
BAB III BONA PASOGIT PANJAITAN
3.1.Deskripsi Bona Pasogit
Dalam bab 1 satu Vergouwen menyatakan tanah marga disebut juga bona ni pinasa
tempat asal leluhur atau bona ni pasogit daerah leluhur. Menurut Prof.D.P.Tampubolon
18
: “ bona pasogit diandaikan seperti belahan jiwa bagi orang Batak Toba, bona ni pasogit berusaha di cari-cari
oleh orang Batak Toba bertujuan dalam pencarian jati dirinya sebagai orang Batak, bona pasogit bukan hanya sebuah wilayah asal, juga
bukanlah sekedar tempat kuburan yang sering dilakukan para perantau, dan juga dapat seperti silsilah yang orang Batak sebut Tarombo
merupakan jati diri orang Batak Toba. Kebanyakan para perantau menyatakan bona pasogit hanya tempat perkuburan bagi orang Batak
Toba, jika hanya buat kuburan banyak tanah yang bisa dijadikan kuburan, orang Batak yang tidak peduli lagi dengan bona pasogitnya merupakan
orang Batak yang tidak memiliki apapun di bona pasogit. Simanjuntak 2011 mengatakan istilah bona pasogit yang tadinya berarti
sempit sudah menjadi meluas, dalam artian bahwa “ ndang marimbar tano hamatean
” artinya untuk tempat berkubur, tanah air Indonesia ini tidak berbeda dimana pun dikubur. Bisa dilihat dari kedua pendapat diatas bahwa kadang kala
para perantau tidak lagi memperdulikan bona pasogit dikarenakan tidak ada lagi tanah, soporuma-ruma, maupun tambak bona pasogitnya hanya cukup mengenal
tempat keberadaan bona pasogit mereka. Tetapi berbeda dengan para perantau
18
Wawancara dengan Alm.Prof. DP Tampubolon semasa hidupnya pada saat penulis dan almarhum selesai kebaktian keluarga tiap minggunya.
Universitas Sumatera Utara
43
yang masih memiliki tanah, soporuma-rumah, maupun tambak di bona pasogit
nya.
3.2.Sejarah Marga Panjaitan 3.2.1. Raja Panjaitan Sebagai Pewaris Marga Panjaitan
Melalui wawancara penulis dengan beberapa informan tentang sejarah marga Panjaitan. Marga Panjaitan merupakan turunan Raja Batak yang bernama
Raja Panjaitan, anak bungsu dari Tuan Dibangarna. Raja Panjaitan adalah salah seorang cucunya Raja Sibagot ni Pohan, cicitnya Tuan Sorba Dibanua, Tuan
Sorba Dibanua adalah anak dari Nai Suanon, Nai Suanon anak dari Tuan Sori Mangaraja turunan Raja Isumbaon. Raja Isumbaon anak dari Raja Batak.
Raja Panjaitan lahir di kampung Lobu Parserahan Onan Raja Balige, yang saai ini menjadi Kabupaten Toba Samosir. Dan dikampung ini para raja-raja dari
marga-marga lain sering bertatap muka dan melakukan interaksi perdagangan untuk membangun budaya Batak di bagian Toba Holbung dan sekitarnya. Setelah
Raja Panjaitan berumah tangga, Tuan Dibangarnya mewariskan suatu perkampungan untuk tempat tinggal Raja Panjaitan dan disebutlah nama kampung
tersebut Lumban Panjaitan, kemudian dibangunlah suatu sumur untuk tempat mengambil air minum disebutlah namanya mata air Siguti. Kemudian tidak
beberapa lama kemudian Raja Panjaitan menikah dengan putri Raja Hasibuan dari kampung Sigaol. Tuan Dibangarna mewariskan lahan pertanian dan padang
rumput yang luas yang berada di Siboadiala. Tidak lama kemudian putri Raja Hasibuan tersebut melahirkan seorang anak yang bernama Raja Situngo
Naiborngin. Setelah dewasa Raja Situngo membuka perkampungan ke Matio
Universitas Sumatera Utara
44
tidak lama kemudian meninggalkan Matio dan merantau ke Sibahaulu di bukit Sitombom.
Raja Panjaitan meninggal di Sihail-hail tidak jauh dari Onan Raja tersebut atau disekitar Tugu Raja Sibagot ni Pohan yang berada di Onan raja Balige dekat
Rumah sakit Umum HKPB Balige saat ini.
3.2.2. Raja Situngo Naiborngin Panjaitan marga Panjaitan generasi kedua
Menurut cerita dari berbagai informan dan yg paling banyak dikumpulkan penulis adalah dari kumpulan data-data yang telah ditulis oleh St.Raja Hasoge
Timbul Panjaitan. Beliau mengatakan Sibagot Ni Pohan adalah anaknya Tuan Sorba di
Banua atau cucu dari Tuan Sorimanga Raja, Si Bagot ni Pohan orangnya gagah,kuat dan terpandang kesaktiannya pada zamannya beliau membuka
perkampungan di Balige. Dari Balige inilah berserak keturunanya keseluruh penjuru bumi, Si Bagot Ni Pohan memiliki 4 orang anak yaitu 1.Tuan Si Hubil,
2.Tuan Somanimbil, 3.Tuan Dibangarna, 4. Sonak Malela. Anak yang pertama, kedua dan anaknya yang keempat pindah kedaerah lain untuk membuka
perkampungan, Tuan Si Hubil ditempatkan disebelah pintu masuk dari Porsea dan Lagu Boti dan Tuan Somanimbil ditempatkan di pintu masuk kota Balige yang
dari Tarutung atau Siborong-borong sedangkan Sonak Malela diposisikan dipintu masuk dari danau Toba, sementara Tuan Dibangarna setelah menikah dengan
Putri Raja Pasaribu ditempatkan di pusat kota dan memperluas kampung itu dan menamainya dengan Onan Raja Balige sebagai pusat pasar perbelanjaan
Universitas Sumatera Utara
45
masyarakat sekitar. Tuan di Bangarna memiliki 4 orang anak yaitu 1.Raja Panjaitan, 2.Raja Silitonga, 3.Raja Siagian, 4.Raja Sianipar.
Raja Panjaitan beristrikan putri Raja Hasibuan dan ditempatkan Tuan Dibangarna di Onan Raja Balige, setelah Raja Panjaitan berumah tangga dia
sudah sering tampil menjadi raja parhata
19
dalam pelaksanaan adat istiadat maupun menghadiri rapat-rapat musyawarah Si Raja Batak dan kepandaian Raja
Panjaitan pun semakin berkualitas dan rasa solidaritasnya pun cukup tinggi serta tidak ketinggalan membuat kebijaksanaan ditengah-tengah kalangan orang Batak
Toba untuk membangun kearifan lingkungan baik kepada orang-orang lain dan jika ada persoalan atau perselisihan orang perorang maupun berkelompok, Raja
Panjaitan sering dihadirkan untuk membuat keputusan yang adil dan bijaksana, bahkan karena perbuatannya yang banyak membantu orang-orang susah maka Si
Raja Panjaitan menjadi dihormati banyak orang bahkan adik-adiknya pun turut dikagumi masyarakat Batak pada saat itu.
Raja Panjaitan merupakan seorang petani, dia membuka persawahan di lembah yang tidak begitu jauh dari Onan Raja Balige, dengan ketekunannya
bersawah disana dia pun memanen padi yang banyak hasil panennya dan rasa berasnya pun berbeda dengan beras yang sudah ada sebelumnya pada saat itu,
karena perbedaan ini maka semakin banyaklah orang membuka persawahan kedaerah lembah tersebut.
Suatu ketika datanglah hujan lebat dengan suara gemuruh saling silih berganti nampak cuaca angin kencang di sore hari saat itu istri kesayangan si Raja
19
Raja Parhata merupakan sebuah jabatan dalam pelaksanaan adat, dimana jabatan inilah yang mengatur alurnya ritual adat tersebut
Universitas Sumatera Utara
46
Panjaitan yaitu putri Raja Hasibuan sudah hamil tua, maka berteduhlah mereka daerah yang tidak begitu jauh dari persawahan tersebut, hari semakin malam dan
diputuskan merekalah untuk bermalam di daerah tersebut dan mereka membuat api unggun karena iklimnya cukup dingin, dan malam itu juga suara gemuruh
cukup kuat dan petir selih berganti disaat itulah istri Raja Panjaitan melahirkan seorang anak laki-laki dengan sehat, dan diberi namanya Situngo Nai Borngin.
Pertumbuhan badannya cukup beda dengan teman sebayanya, dia lebih cepat mengalami masa pertumbuhan. Setelah dewasa dia melanglangbuana kesebelah
Timur raya Balige yaitu di Sibahaulu. Raja Situngo Naiborngin Panjaitan tinggal di Sibahaulu setelah menikahi putri pamannya bermarga Hasibuan. Di Sibahaulu
Raja Situngo Panjaitan, Tuhan menganugrahi 4 orang anak yaitu Martibi Raja, Raja Dogor, Raja Siponot dan Raja Sijanggut.
Martibi Raja sebagai anak pertama Raja Situngo, mendapat warisan yaitu Kampung Parsingguran. Martibi Raja adalah seorang seniman seni tari dan seni
dekorasi, karena keterampilanya semakin ramailah kampung Parsingguran di kunjungi warga tetangga.
Raja Dogor sebagai anak kedua Raja Situngo, mendapat warisan yaitu Kampung Huta Ginjang, Raja Dogor adalah seorang tabib, karena itu Raja Dogor
sangat dikenal para penduduk. Raja Siponot sebagai anak ketiga Raja Situngo, mendapat warisan di
Kampung Banjar Ganjang. Raja Siponot pada saat masih dalam kandungan dia sudah ditinggal
ayahnya yang pergi berpetualang menambah ilmu kepenjuru dunia. Pernah istri
Universitas Sumatera Utara
47
Raja Situngo berkata agar ditunggunya anak mereka yang ke tiga ini lahir, namun Situngo keras kepala dia harus meninggalkan istrinya beserta anaknya yang dua
orang itu, Situngo mengambil batu asah sambil berkata kepada istrinya bahwa kekebalan ilmunya seperti batu asah itu, batu asah itu di patahkannya, patahannya
setengah ditinggal buat istri kelak lahir anak yang dalam kandungan agar tetap dislipkan kebadannya, dan setengah lagi dibawa raja Situngo. Pendek cerita
lahirlah Siponot, kelahirannya disambut gembira oleh Martibi Raja dan Raja Dogor, mereka cukup sayang kepada adiknya Siponot, Siponot pun makin
bertambah besar dan sering bertanya dalam hati tentang siapa ayahnya dan apa artinya batu asah yang selalu dislipkannya dibadannya tersebut. Ibunya sudah
mulai tua, sambil bersedih memberitahu keras kepala ayahnya meninggalkan dia saat mengandung diberitahu bahwa Situngo pergi tidak diberitahu kemana pergi
hanya dia berpesan Bahwa ilmunya maupun kekebalannya serta kesaktiannya adalah seperti Batu Asah yang artinya bisa keras bisa lembut,bisa habis demi hal
lain. Tidak berapa lama maka Siponot pergi kerumah kakeknya di Matio Onan
Raja Balige untuk pamit mencari ayahnya, karena Raja Panjaitan juga bersedih atas sikap keputusan Situngo sebagai anak satu-satunya yang dia kasihi Raja
Panjaitan. Waktu kepergian anaknya itu rupanya dia coba mengikuti dari belakang namum Situngo merasa bahwa dia dibuntuti ayahnya maka ditunggunya ayahnya
di pelabuhan, Raja Panjaitan pun melihat Situngo di pelabuhan tapi tidak dapat berbuat apa-apa bahkan Situngo menyuruh ayahnya agar pulang. Kapal pun
Universitas Sumatera Utara
48
menuju Muara mau berangkat Situngo pun menaiki kapal tersebut dan berangkat menuju Muara.
Mendengar cerita sang kakek dan ibunya , membuat Siponot berkeras hati untuk mencari ayahnya dan dia selalu membawa patahan batu asah tersebut,
sesampainya dia di Muara dia mulai menanyai masyarakat yang ada disana rupanya Raja Situngo cukup dikenal orang dan sangat dikagumi, lalu Siponot
mengetahui bahwa Situngo sudah lama tidak muncul lagi ke Muara, dia sudah menetap di Bakkara, Siponot pun bergegas menuju Bakkara, sesampainya di
Bakkara dia mengetahui bahwa ayahnya sudah meninggal langsung dia kekuburan ayahnya, disana dia menangis sekuat suara dan menurut masyarakat disana
suaranya seperti suara gemuruh yang sedang turun hujan. Seorang janda muda yang cantik sambil memegang tangan anak perempuan yang masih kecil
mendekati Siponot kekuburan itu dan mengajaknya untuk kerumahnya, wanita janda itu melihat patahan batu asah Siponot lalu dia baik hati membawanya
kerumahnya, dirumahnya makin banyak orang mereka dikerumuni sambil bertanya siapa sebenarnya Siponot, kemudian wanita itu bercerita tentang Situngo
yang selama ini tinggal satu rumah dengan dia dan dia sedang keadaan mengandung anak Situngo, sebelum kematiannya Situngo berpesan jika anak
yang dikandungnya tersebut lahir agar dislipkan patahan batu asah kebadannya dan jika bertemu dengan seseorang dengan patahan batu asah yang sama maka itu
merupakan anak Situngo. Lalu wanita itu meminta patahan batu asah yang berada ditangan wanita itu dan disatukannya dengan patahan batu asah yang sama dengan
Siponot, ternyata batu asah itu bersatu maka mereka yakinilah bahwa kandungan
Universitas Sumatera Utara
49
wanita itu benar anak Situngo. Siponot pun pulang ke Sitorang memberi tahu sama ibunya demikian juga sama kakeknya. Tidak beberapa lama kemudian
Siponot menikah dengan seorang putri Hutapea yang bernama Pinta Uli boru Hutapea. Pinta Uli boru Hutapea pun mengandung, namun pada waktu normal
melahirkan Pinta Uli tidak kunjung melahirkan seorang anak yang dikandungnya tersebut. Siponot pun bingung, lalu Siponot menanyakan istrinya tentang makanan
yang diinginkan Pinta Uli agar istrinya itu segera melahirkan. Pinta Uli pun meminta buah timun, pisang serta nangka yang sangat enak rasanya. Siponot
bergegas mencarinya dan setelah buah tersebut ditemukannya, lalu di berikan kepada Pinta Uli sang istrinya. Namun hal itu tidak membuat Pinta Uli
melahirkan. Pinta Uli pun meminta kembali seekor Ayam Jantan Merah dan ayam jantan yang baru bisa berkokok. Siponot berusaha mencari ayam tersebut, dan ia
pun berhasil menemukannya di Sibide. Setelah ayam ini di temukan lalu disajikan kepada Pinta Uli, namun belum kunjung melahirkan. Dan Pinta Uli kemudian
meminta seekor ikan Batak yang bersisik sebesar tampi, Siponot pun menemukannya di Danau Toba dan disajikannya kepada istrinya namun Pinta Uli
tak kunjung melahirkan. Kemudian Pinta Uli meminta lagi hati seekor harimau dan hati seekor Ular. Siponot pun berburu di hutan rimbun Rea dan menemukan
binatang itu, kemudian Siponot mengambil hati binatang tersebut kemudian disajikan kepada Pinta Uli, tetapi Siponot meminta Pinta Uli mandi dan
menyucikan diri dengan air jeruk purut lalu memakan hati tersebut, namun Pinta Uli tidak kunjung melahirkan.
Universitas Sumatera Utara
50
Siponot pun merasa kecewa dan ia pun meninggalkan Pinta Uli. Pinta Uli menunggu beberapa bulan, namun Siponot tidak pulang-pulang. Kemudian Pinta
Uli pergi kerumah ayahnya di Lagu Boti. Sepanjang perjalanan Pinta Uli menangis tak henti-hentinya. Sesampai di rumah orang tua Pinta Uli yang di Lagu
Boti, orang tua Pinta Uli pun menanyakan kandungannya yang tidak kunjung lahir. Pinta Uli pun tidak mengetahui apa penyebab tidak lahirnya kandungannya,
dan meminta ayahnya agar mendoakan kandungannya. Dan Pinta Uli memohon agar diberi ijin tinggal dirumah ayahnya, karena Siponot telah meninggalkan Pinta
Uli. Sang Ayah memberi ijin kepada Pinta Uli untuk tinggal di Lagu Boti. Selama tinggal dirumah sang ayah Pinta Uli pun selalu mengenang pesan suaminya
tentang patahan batu asah. Siponot berpesan agar patahan batu asah itu jangan dihilangkan akan tetapi jika lahir anak yang dalam kandungannya itu agar patahan
batu asah itu selalu dislipkan kebadan anaknya. Namun saat merenung ada seorang berkata kepada Pinta Uli dengan
sebuah ocehan menyebutkan tentang lamanya kandungan Pinta Uli yang tidak kunjung lahir. Mengingat ocehan tersebut Pinta Uli meninggalkan Lagu Boti dan
pergi menuju Balige. Sampai di Balige Pinta Uli pun tetap mendengar ocehan itu menghantuinya. Pinta Uli bingung harus kemana lagi agar ocehan itu tidak
menghantuinya, Pinta Uli pun melirik sebuah bukit yang sering disebut dengan Dolok Tolong
dan melihat sebuah gua yaitu Liang Sipege. Pinta Uli pun memutuskan menuju ke gua tersebut dan menetap disana.
Setelah sampai di gua tersebut, Pinta Uli pun berdoa kepada Sang Pencipta agar kandungannya tersebut segera lahir. Dan tidak beberapa lama kemudian istri
Universitas Sumatera Utara
51
Siponot melahirkan seorang bayi laki-laki yang lincah, saat lahir langsung memiliki gigi. Bayi tersebut diberi nama Raja Sijorat Paraliman Panjaitan. Dan di
Bakkara istri Situngo yang dijumpai Siponot juga melahirkan seorang bayi yang bernama Raja Singa di gua Tombak Sulu-Sulu, yang saat ini dikenal dengan Raja
Sisingamangaraja ke-I. Jadi banyak orang berkata bahwa hari kelahiran Raja Sijorat dengan Raja Singa adalah bersamaan ditandai dengan guruh yang kuat,
hujan yang lebat, petir silih berganti. Demikianlah kisah Raja Siponot. Raja Sijanggut sebagai anak keempat Raja Situngo, mendapat warisan di
Kampung Sijanggut ni huting. Raja Sijanggut ini ahli berperang, dan memiliki ilmu melatih binatang-binatang menjadi prajurit perang untuk melawan musuh.
Dan satu diantara kucingnya dikenal oleh Belanda. Ciri khas Raja Sijanggut adalah badannya yang berbulu dan jenggotnya yang terindah dari mereka
memiliki jenggot di masa itu. Kampung Sijanggut ni huting adalah dekat kampung Narumonda.
Universitas Sumatera Utara
52
3.3. Sejarah riwayat hidup Raja Hasoge Panjaitan Pu Botul pada masa hidupnya 1845-1932
Penulis yang sering berbincang-bincang dengan ayahnya Drs.Timbul Panjaitan mengenai Panjaitan. Beliau mengatakan bahwa nenek moyang penulis
adalah Raja Hasoge Panjaitan. Raja Hasoge Panjaitan ini merupakan keturunan Pun Langit yang tinggal
di desa Sitorang. Raja Hasoge Panjaitan memiliki kakek yang bernama Datu Tor- tor Marojak, dan ayah Raja Hasoge Panjaitan yaitu Pun Mangasang. Semasa
hidup Pun Mangasang Panjaitan, beliau termasuk orang berkecukupan tergolong kaya di desa Sitorang Banjar Ganjang karena beliau sering berdagang ke Tanjung
Balai Asahan dimasa sistem barter. Hutauruk 2013 menyatakan Johannes Warneck beserta rekan dan rombongannya berangkat berjalan kaki dari Tanjung
Balai menuju Toba pada tahun 1899, melalui jalan setapak. Raja Hasoge Panjaitan pun ikut serta dalam rombongan tersebut
20
. Setelah beliau meninggal dunia, hartanya habis hanya dalam tempo 2-3 tahun saja. Pun Mangasang Panjaitan
belum menganut agama Kristen, keluarganya masih menganut kepercayaan Batak yang disebut Parmalim.
Tuan Metzler dari Pearaja Tarutung,
sebagai Wakil Ephorus pernah mengunjungi istana Raja Sijorat Paraliman Panjaitan untuk menawarkan
programnya menyebarkan injil dengan membuka semacam rumah sakit di Sitorang, untuk menampung orang sakit yang ada disekitar Porsea ataupun
Narumonda, namun niat itu ditolak oleh raja-raja di Sitorang karena dianggapnya
20
Hasil wawancara dengan Alm.Prof.D.P. Tampubolon pada Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
53
hal itu merupakan tantangan berat agama Parmalim, dan kebetulan saat itu bahwa di desa Sitorang tersebut banyak orang tabib yang berkesaktian mampu mengobati
orang sakit jadi tidak perlu mendirikan tempat pengobatan disana. Salah seorang tabib tersebut adalah Raja Hasoge Panjaitan dan Metzler pulang kembali ke
Pearaja dan semua programnya gagal di Sitorang. Pada masa itu, banyak terjadi permusuhan di seluruh pulau Samosir, hanya
di Hutarihit tidak ada permusuhan, karena semua rajapemuka masyarakat sepakat untuk mengikuti misionaris tuan Nommensen di Pulau Samosir saat itu, tuan
Nommensen cukup bijak dan dia mengusulkan agar dibentuk atau diangkat Raja Ihutan, Raja Paindua, dan para Kepala Kampung. Ketika pembentukan itu Raja
Hasoge Panjaitan pergi ke Samosir untuk membantu keturunan marga Nainggolan agar terpilih menjadi Raja Ihutan, ada beberapa orang marga Panjaitan yang turun
ke Pulau Samosir membujuk marga-marga lain untuk memilih marga Nainggolan jadi Raja Ihutan, hal itu di lakukan karena Marga Nainggolan sudah menjadi
saudara marga Panjaitan dimana marga Nainggolan sudah menjadi menantu Raja Sijorat Paraliman dan marga Nainggolan pernah bertempat tinggal di Sitorang.
Pulau Samosir sudah berlaku pajak untuk menyembelih hewan, hal ini dilakukan penjajah dengan tujuan mengurangi aktifitas yang dilakukan agama
Parmalim , dimana parmalim selalu melaksanakan acara ritual dengan
menyembelih hewan menjadi sesajen bagi Mula jadi na Bolon. Orang Batak yang tinggal di Samosir juga licik mereka punya akal jika ditanya penguasa Belanda
ketika mereka menjual daging hewan di pasar atau onan raja, bahwa mereka mengatakan hewan yang dipotong adalah hewan yang sakit atau kena kecelakaan,
Universitas Sumatera Utara
54
hal itu dilakukannya agar dagangannya jangan di pajak. Memperhatikan aktivitas masyarakat yang semakin banyak perbuatan masyarakat yang tidak dapat dipantau
oleh penguasa Belanda maka mereka menambah Raja Ihutan di pulau Samosir dan dibentuklah 26 Raja Ihutan dan 83 Raja Pandua
21
. Salah satu raja Ihutan ada marga Nainggolan di Nainggolan dan Raja Hasoge Panjaitan saat itu pernah
menjadi koprol
22
disana. Jika ada yang tidak benar putusan sidang menurut Raja Hasoge Panjaitan maka akan mengajukan pertanyaan di Rapat Sidang, dan
membuat surat kepada tuan Controleur
23
untuk meninjau kembali keputusan yang tidak tepat dalam suatu perkara. Waktu itu Raja Hasoge Panjaitan sudah
dapat menguasai bahasa melayu,dengan ketangkasan berbahasa melayu ini Raja Hasoge ditunjuk Letnan Van De Water menjadi Penerjemahjuru bahasa untuk
membantu mereka menyidang para raja-raja yang ditahan Belanda pada masa kerusuhan yang terjadi sebelum Belanda memasuki Pulau Samosir, kerusuhan
tersebut terjadi adalah karena perang saudara merebut kerajaan dan lain-lain. Tidak berapa lama setelah berdiri pemerintahan Belanda di
Pangururan, terjadi perlawanan kerusuhan di daerah Toba. Akibatnya di Uluan kena bakar gereja, di Lumban Na Bolon di bakar rumah Guru Zending dan rumah
pendeta Smith, meninggal satu orang anaknya terbakar pada malam kejadian
21
Hutauruk J.R 2013 Kedua jabatan tersebut diciptakan oleh pemerintahan Belanda. Raja ihutan memimpin beberapa desa pada satu daerah, sedangkan Raja Pandua adalah semacam raja kedua
atau wakil raja ihutan. Jabatan ini merupakan jabatan kehormatan dan tidak memperoleh gaji, tetapi saat itu orang Batak sangat berminat menjadi raja ihutan atau raja pandua.
22
Koprol adalah pengacara juru bicara pada masa itu
23
Controleur adalah petugas yang menjatuhi hukuman pada masa pemerintahan belanda, yang disebu juga Demang yaitu Kepala pemerintahan pribumi untuk suatu daerah dibawah
pemerintahan belanda Tampubolon, DP : 2005
Universitas Sumatera Utara
55
itu. Disebabkan masalah ini, serdadu Belanda menjaga rumah para pendeta dan para guru Zending di Palilipi dan Nainggolan. Pada masa ini Raja Hasoge
Panjaitan kembali ke Sitorang dikawal tentara Belanda dengan menunggang kuda, tidak berapa lama kira-kira tahun 1928 para Belanda mulai memilih para pemuda
untuk ikut latihan tentara dan salah seorang yang terpilih ketika itu adalah cucunya yang bernama Raru Panjaitan, kemudiam dihari kepemudaan yang
dilaksanakan di Batavia dimana cucunya tersebut ikut berangkat. Mereka diberangkatkan oleh para Raja Ihutan dan kepala Nagari, Raja Hasoge bersedih
memberangkatkan cucunya itu karena Parninggor Panjaitan ayahnya tidak berada di Sitorang saat itu. Dia pergi berkunjung ke Kisaran tempat adiknya Pun Lundu
Panjaitan, usai memberangkatkan para pemuda ke Batavia, Raja Hasoge kembali bertugas sebagai koprol ke Nainggolan.
Karena beliau adalah tempat pengaduan masyarakat pada masa itu, rumahnya bagaikan rumah raja dan istrinya Ture boru Siagian putri dari Pun
Tuanan Siagian dari perkampungan Silombu. Istri Raja Hasoge Panjaitan sangat ramah melayani para tamu yang datang. Tiap hari tamu berbondong bondong,
masyarakat membawa perkara dan penderitaannya akibat perlakuan para Raja. Banyak gadis yang datang berbondong-bondong kerumah untuk menjenguk
tahanan sekampungnya. Waktu itu cucu Raja Hasoge yang bernama Kander Panjaitan berkesempatan membawa lari seorang gadis yang lumayan
kecantikannya yaitu putri tuan marga Munte Rajaguk-guk dibawa kawin lari ke desa Sitorang, hal ini pun turut dilaporkan marga Munte tersebut kepada Raja
Hasoge Panjaitan, maka permasalahan ini disampaikan kepada raja Ihutan
Universitas Sumatera Utara
56
Nainggolan dan pesannya agar Raja Hasoge Panjaitan pulang ke desa Sitorang mengantar kebutuhan yang dianggap perlu untuk memestakan pernikahan
cucunya Kander Panjaitan tersebut. Keesokan harinya Raja Hasoge pulang ke desa Sitorang membawa
perbekalan untuk pesta dan setelah sampai di Sitorang, Raja Hasoge sudah melihat banyak orang dirumah memperbincangkan tentang pernikahan Kander
Panjaitan. Hasil perbincangan agar diutuslah pihak boru untuk menjumpai marga Munte ke Pulau Samosir, kedatangan mereka di Samosir kurang berkenan dihati
Raja marga Munte dimana pihak Munte berkata biar dipulangkan putri kesayangannya itu. Dan mereka disuruh pulang dan sebahagian ditahan pihak
marga Munte. Pesta adat pun tidak jadi dilakasanakan, tapi acara pernikahan dilanjutkan tanpa acara adat. mendengar ini anak Raja Hasoge yang bernama Pun
Lundu Panjaitan yakni ayah kandungnya Kander yang bertempat tinggal di Aek Nabara Kisaran jadi jatuh sakit dan tidak lama kemudian meninggal dunia.
Keluarga pun berbondong-bondonglah berangkat ke Kisaran menelusuri perkampungan Sibide dengan perjalanan dua hari dua malam. Acara pengebumian
Pun Lundu pun dilangsungkan setelah keluarga tiba disana, usai acara pengebumian keluarga bermusyawarah agar anaknya yang bernama Kander
Panjaitan tinggal di Kisaran, tidak lama kemudian istri Pun Lundu yaitu boru Pangaribuan pergi ke Nainggolan mengunjungi Putrinya yang bernama Doksina
Dora Botul Panjaitan yang sudah menikah dengan Lukkas Tampubolon. Pada saat itu Doksina Dora Botul Panjaitan sedang melahirkan anaknya yang keempat
bernama Prof. Daulat Purnama Tampubolon.
Universitas Sumatera Utara
57
Lukkas Tampubolon bertugas sebagai polisi Belanda di Samosir dan kemudian pindah ke Sidikalang di desa Laohole waktu perpindahannya Raja
Hasoge Panjaitan memberikan ilmu kekebalan kepadanya berupa simbora timah ditelannya bersama pisang toba yang sudah matang, ilmu kekebalan tersebut tidak
bisa kena racun guna-guna orang jahat, kemudian Raja Hasoge memukulkan dengan tongkat pemberian kakek Datu Tor-tor Marojak ke punggung Lukkas
Tampubolon. Tidak beberapa lama kemudian Raja Hasoge Panjaitan meninggal dunia di Banjar Ganjang Desa Sitorang.
Universitas Sumatera Utara
58
Bagan I Tarombo
Silsilah Raja Hasoge Panjaitan :
Raja Isombaon
Tuan Sorbadibanua Sibagot ni Pohan
Raja Batak
Tuan Dibangarna Tuan Sorimangaraja
II.Raja Situngo Naiborngin I.Raja Panjaitan
III.Raja Siponot
V.Pu Bindu
VII.Pangindang VI.Pun Langit
X.Pun Mangasang IX.Datu Tor-tor Marojak
VIII.Raja Saut Mangalaput
XI.Raja Hasoge I Pu Botul IV.Raja Sijorat Paraliman Panjaitan
XII.Parninggor XIII.Si Raru
XIV.Rusly Williem XV.Raja Hasoge II Timbul
XVI.Tuan Panjaitan Penulis
Universitas Sumatera Utara
59
3.4.Renovasi Sopo Parsaktian Raja Hasoge Panjaitan
Sopo Parsaktian Raja Hasoge Panjaitan ini terletak di Barjang Garjang
Desa Sitorang kecamatan Silaen. Sopo ini merupakan satu-satunya sopo yang bertahan saat terjadinya pembantaian suku bangsa Batak Toba di Sitorang oleh
pasukan Belanda. Pada tahun 1880-an penjajahan Belanda seluruh rumah-rumah adat dibakar habis. Menurut seorang informan yang bernama Anton Panjaitan
diketahui dari cerita-cerita orang tua, dulunya pada zaman peperangan Belanda sering terjadi kebakaran rumah-rumah adat di Sitorang ini, karena hal tersebut
banyak rumah adat disini merupakan bukan lagi asli dari hasil tangan para nenek moyang kita dahulu yang generasi ke-5 sampai ke-11. Pada generasi itu marga
Panjaitan mulai membangun ruma-ruma atau pun sopo-sopo. Tetapi sopo parsaktian
Raja Hasoge ini merupakan asli hasil tangan bangunan generasi ke-11 di tahun1850-an. Walaupun sudah banyak yang direnovasi di zaman generasi ke-
13. Tiang-tiang sopo, singa-singanya masih asli dari hasil karya generasi ke-11, tetapi atap, dinding rumah telah banyak renovasi yang dilakukan.Renovasi ini
juga berlangsung pada generasi ke-15 dimulai pada tahun 2012. Renovasi yang dilakukan dibagian atap bangunan dan pengecatan keseluruhan sopo. Renovasi ini
dilaksanakan bukan karena telah banyaknya bagian bangunan yang telah tidak layak pakai. Tetapi kesatuan turunan Raja Hasoge Panjaitan yang telah bersepakat
membuat sopo ini menjadi sebuah sopo parsaktian. Sopo Parsaktian merupakan sebuah bangunan yang tidak lagi dimiliki oleh perorangan, tetapi telah munculnya
kesepakatan dari turunan pemilik bangunan tersebut bahwa bangunan itu milik bersama, tanggung jawab bersama.
Universitas Sumatera Utara
60
Pembentukan sopo menjadi sopo parsaktian disini memiliki latar belakang yang sangat menarik. Para keturunan Raja Hasoge mendapatkan satu sengketa
kepemilikan tanah dari marga Panjaitan yang tinggal disekitar tanah Raja Hasoge pada tahun 2002. Sekelompok kecil penduduk setempat mengklaim bahwa tanah
warisan bukanlah milik Raja Hasoge , melainkan tanah tersebut merupakan tanah perkampungan. Sengketa kepemilikan tanah tersebut tertuang dalam surat-surat
yang didapatkan penulis dari turunan Raja Hasoge yang akan dilampirkan penulis. Melalui sengketa tanah tersebut turunan Raja Hasoge berusaha
mempersatukan diri, dengan aplikasinya melakukan pesta Mangokkal Holi, dan renovasi tambak disekitar tanah sengketa tersebut. Dengan aplikasi tersebut
masyarakat kampung Sitorang mendukung turunan Raja Hasoge dengan menyatakan bahwa memang benar Raja Hasoge memiliki tanah disekitaran sopo
tersebut. Turunan Raja Hasoge mulai dari generasi ke-14 sampai ke-17 yang mana
merupakan generasi termuda yang kurang peduli lagi dengan bonapasogit-nya. Dengan demikian banyak masyarakat yang tinggal di bonapasogit berusaha
mengambil ahli tanah warisan Raja Hasoge dari tangan para turunannya. Melihat hal tersebut para turunan Raja Hasoge berusaha mempersatukan diri dan membuat
sebuah acara pewarisan gelar didalam acara mangokal holi. Gelar raja kembali diwariskan ke saudara Timbul Panjaitan yang mana menjadi Raja Hasoge II.
Pewarisan Gelar Raja ini berlaku, jika nenek moyang memiliki gelar Raja dahulunya, yang dijuluki warga setempat dizaman kehidupan sang nenek moyang.
Universitas Sumatera Utara
61
Julukan Raja di dapat karena Raja Hasoge ini dalam masa hidupnya adalah seorang juru bicara disaat pengambil keputusan hukum saat melaksanakan
pengadilan bagi warga yang melakukan kesalahan. Para turunan juga berpikir bahwa perlu perenovasian pada sopo parsaktian
tersebut. Untuk nantinya berguna sebagai tempat tinggal jika ingin jiarah ke bonapasogit
, maupun nantinya ada pesta saudara yang bertempat di bona pasogit sebagai tempat menginap dan beristirahat.
Universitas Sumatera Utara
62
BAB IV Perkumpulan Marga Panjaitan Sebagai Aplikasi
Pewarisan Budaya
4.1.Kesatuan Turunan Raja Sijorat Paraliman Panjaitan dan Boru KTRSPPB
Kesatuan ini merupakan salah satu network marga Panjaitan yang berdasarkan garis keturunan nenek moyang Panjaitan yang bernama “Raja Sijorat
Paraliman Panjaitan” . Raja Sijorat Paraliman Panjaitan pada masa hidupnya diangkat oleh Raja Batak yaitu Raja Uti yang berkedudukan di Barus menjadi
Raja dan berkedudukan di Timur Raya tanah Batak nama kerajaan tersebut yaitu Kerajaan Sijorat beristana di Lumban Tor Sitorang . Raja Sijorat Paraliman
Panjaitan adalah generasi ke IV dari Raja Panjaitan, beliau menikahi empat orang isteri yaitu br Sitorus, br Butar-butar, br Siagian dan br Hasibuan, dari keempat
orang isterinya Tuhan menganugerahkan 12 putranya yakni : 1.Tahi Sumodung, 2. Pu Gani, 3. Sidikkan, 4.Raja Sosipaboaon Guru sinitta, 5.Pu Botul, 6.Pu
Hajuruan, 7.Raja Gumiang. 8.Pu Langgam, 9.Pu Ningoluan, 10.Raja Indangon, 11.Pu Bindu, 12.Pu Samuana, dan empat putrinya yakni 1.Alitlo boru panjaitan
menikah kepada Hutabarat, 2.Pitta omas boru Panjaitan menikah kepada Nainggolan Parhusip, 3.Siboru pareme boru Panjaitan menikah kepada Manurung
dan Silaban,4.SiSampulu br Panjaitan menikah kepada Nainggolan Batuara. Kerajaan Sijorat yang dipimpin Raja Sijorat Paraliman Panjaitan sampai
ke Raja sijorat ke V yaitu Pahutar Panjaitan kehidupan rakyatnya sangan tertib dan penuh kekeluargaan hidup bergotongroyong penuh kedamaian bahkan dia
Universitas Sumatera Utara
63
membuka Pasar tempat perbelanjaan bagi semua orang di pasar Sitorang yang sifatnya masih sistem barter, mereka hidup saling harga menghargai sesuai dengan
falsafah “ Dalihan Natolu “, akan tetapi dengan kedatangan bangsa penjajah maka kerajaan Raja Sijorat mulai terusik dan mendapat tantangan sehingga mereka
bersatu padu menyerang penjajah dan dalam pertempuran bahwa Raja Sijorat ke VI dan VII mati dalam peperangan dan akhirnya digantikan Raja Sijorat ke VIII
yaitu Pun Tua Raja Panjaitan, Pun Tua Raja ini sangat terkenal dalam Buku Laporan Perang Batak yang disusun oleh Kapten Invantri D Dietz dari kesatuan
pasukan Belanda pada tahun 1883, sampai terjadinya penyerahan Kekuasaan Raja-raja di Tanah Batak kepada kekuasaan Belanda pada tahun 1908.
Dengan tidak berjalannya sistem kerajaan di Wilayah Kab. Tobasa setelah Indonesia menjadi negara Republik di tahun 1945. Para keturunan Raja Sijorat
Paraliman Panjaitan membentuk sebuah wadah kesatuan yang bernama Kesatuan Turunan Raja Sijorat Paraliman Panjaitan dan Boru di Lumban Tor Sitorang.
Kesatuan Raja Sijorat Paraliman Panjaitan mulai disahkan pada tanggal 01 bulan Desember 2012, yang berkedudukan di Kota Medan, Provinsi Sumatera
Utara. Akta pendirian perkumpulan ini dinotariskan oleh Erni Rominar Marsaulina Silitonga, SH. Kesatuan ini di ketuai oleh Ir.Pandapotan Panjaitan
yang merupakan Keturunan Raja Sijorat Paraliman Panjaitan dari istrinya Boru Hasibuan. Melalui wadah ini para keturunan Raja Sijorat Paraliman Panjaitan
mewujudkan kerjasama yang erat dalam bidang kebudayaan, sosial, tolong menolong, seperasaan, sepenanggungan didalam suka maupun duka. Juga
membangun, membina dan meningkatkan kemajuan dan mencerdaskan Keturunan
Universitas Sumatera Utara
64
Raja Sijorat Paraliman Panjaitan dan boru dalam mencapai kesejahteraan dan kerukunan hidup masyarakat di Provinsi Sumatera Utara khususnya. Menciptakan
Badan Usaha yang bermanfaat bagi keturunan Raja Sijorat Paraliman Panjaitan dan Boru, membantu semua anggota keturunan Raja Sijorat Paraliman Panjaitan
yang putus sekolah dan menanggulangi pengangguran. Kemudian KTRSPPB melakukan pesta deklarasi pada tahun 2013 yang
bertujuan untuk membentuk koordinator-koordinator wilayah dan mengingat perjuangan Raja Sijorat VIII Pun Tua Raja Panjaitan wajarlah diperjuangkan para
turunannya kepada Presiden Republik Indonesia agar diangkat menjadi Pahlawan Nasional, pada tahun 2003 Gubernur Sumatera Utara sudah mengajukan
pengusulan ini kepada Presiden
24
, akan tetapi sampai sekarang belum terwujud dan tidak mengetahui apa alasan tidak terwujud, maka untuk meneruskan
perjuangan ini para Turunan Raja sijorat Paraliman Panjaitan bersatu untuk mengadakan sebuah pesta besar yang disebut dengan Pesta Deklarasi Kesatuan
Turunan Raja Sijorat Paraliman Panjaitan dan boru seprovinsi Sumatera Utara. . Pesta Deklarasi ini berlangsung pada hari selasa 20 Agustus 2013
dilaksanakan di depan rumah parsaktian Raja Sijorat Paraliman Panjaitan di Desa Natolutali Lumban tor sitorang kecamatan silaen kabupaten Tobasa Provinsi
Sumatera Utara, acara itu dimulai prosesi dari Desa Hutanamora diiringi musik tiup 500 kenderaan roda dua bermesin dan 150 an mobil hias dan 1 mobil
proderes yg disumbangkan Kapolres Tobasa, dalam prosesi ini panitia menyebarkan selebaran yang berisikan maksud dan tujuan Kesatuan Turunan Raja
24
Lihat lampiran Surat Pengajuan Raja Sijorat Paraliman menjadi Pahlawan Nasional
Universitas Sumatera Utara
65
Sijorat Panjaitan dan Boru se-Sumatera Utara. usai prosesi dilanjutkan dengan acara menjiarahi Makam Raja Sijorat I - VIII yg terletak di desa natolutali
dipimpin oleh Donald Tua Raja Panjaitan anak almarhum Raja Sijorat ke IX yaitu Raja Saidi, kemudian setelah berjiarah maka dilangsungkan Rapat Akbar yg
dipimpin oleh bapak Binahar Panjaitan dan Mallatang Panjaitan, agenda rapat memilih dan menetetapkan pengurus Kesatuan Turunan raja Sijorat paraliman
Panjaian dan Boru Provinsi sumatera Utara dan pengurus diberbagai Kabupaten kota yang ada di sumatera Utara, Pengurus Harian terpilih untuk Provinsi
Sumatera Utara periode 2013 – 2018 yaitu : Ketua Umum St ir Pandapotan Panjaitan
Wakil ketua St Drs Hitler M Panjaitan, Robert E Panjaitan SH MH,Dantor M Panjaitan SE, Panjaitan
Sekretaris Umum St Drs Gerrellus Panjaitan Wakil Sekretaris St Drs Pinondang Panjaitan, Ir Ismail Panjaitan, St
Drs JR Panjaitan Bendahara Umum St Drs Ronald Purba MM
Wakil Bendahara St Drs J Tampubolon Koordinator Wilayah I meliputi Medan Aceh , Binjai, Langkat,
Deliserdang.
Ketua : Ir Mauliate Panjaitan,
Sekretaris Rasmiun Panjaitan
Universitas Sumatera Utara
66
Koordinator Wilayah II meliputi Tebing Tinggi,Sergei, BatuBara, Asahan ,Tanjung Balai,
Ketua Drs Abdul Panjaitan,
sekretaris Ir Parlin Panjaitan,
Koordinator Wilayah III meliputi Siantar, Simalungun, Kisaran Rantau Parapat
Ketua Sarbudin Panjaitan SH MH,
Sekretaris St Raja Hasoge Timbul Panjaitan,
Koordinator Wilayah IV meliputi Toba dan Samosir
Ketua Binahar Panjaitan SE,
Sekretaris St Drs Hotlan Panjaitan, Koordinator Wilayah V meliputi Tarutung, Sipahutar,dan Dolog
Sanggul
Ketua M Panjaitan
Sekretaris L Panjaitan, Koordinator Wliayah VI meliputi Tanah Karo, Dairi, Pak-pak, Aceh
Singkil
Ketua RM Panjaitan,
Sekretaris R Panjaitan. Koordinator Wilayah VIII meliputi Labuhan Batu . Labura, Labusel
Ketua Kadirun Panjaitan
Sekretaris Drs W Panjaitan,
Universitas Sumatera Utara
67
Koordinator Wilayah IX meliputi Sibolga , Tapteng, Tapsel, Padangsidempuan, Pulau Nias,
Ketua P Panjaitan
Sekretaris O Panjaitan,
Setelah selesai rapat maka dilaksanakanlah acara Kebaktian yg dipimpin Pdt A Sitorus , selanjutnya acara Pelantikan para Pengurus dipimpin oleh Donald
Tua Raja Panjaitan keluarga Almarhum Raja Sijorat IX beliau juga memberi bendera Kerajaan Raja Sijorat yg berwarna Merah Putih Hitam dan didalamnya
melingkar Rantai berbentuk Tali yaitu Tali Raja Sijorat Paraliman Disaat pemberian Bendera tersebut para peserta deklarasi menyanyikan
lagu yang berjudul O Tano Batak dengan suara yang tegas dan bersemangat, kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan marga Panjaitan
yang berjudul Darahku Panjaitan, dilanjutkan lagi pembacaan Janji Pengurus kemudian menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia dan Hening Cipta, usai
Pelantikan para pengurus dilanjutkanlah dengan penyampaian kata-kata Sambutan dari mewakili Martibi Raja Raja dogor, Raja Sijanggut yaitu A Panjaitan
Parmalim Parbaringin Kata Sambutan dari pemerintah setempat yaitu Kepala desa Natolutali, Kata Sambutan dari Pengurus Koordinator Wilayah disampaikan
oleh Bapak Sarbudin Panjaitan SH MH, Kata Sambutan mewakili Anak rantau dari Luar Sumatera Utara disampaikan Bapak Ludin Panjaitan yg datang dari
Jakarta didamping M Panjaitan dari Prov Riau, Jambi dan Papua serta Kalimantan kemudian kata sambutan mewakili penasehat disampaikan Purn Kolonel Busisa
Panjaitan , dilanjutkan dengan Makan Bersama dan serentak menandatangani
Universitas Sumatera Utara
68
sebuah spaduk putih berukuran 30 meter yg berisikan tulisan dukungan tandatangan agar Raja Sijorat VIII Tua Raja Panjaitan diangkat menjadi Pahlawan
Nasional kemudian ,Manortor bersama dihadiri ribuan orang turunan Raja sijorat Paraliman Panjaitan dari persada Nusantara dan undangan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
69
4.2.Network Raja Panjaitan dan Boru Kota Pematangsiantar Sektor jalan bali dan sekitarnya
4.2.1.Struktur Organisasi
Network marga ini diketuai oleh St Raja Hasoge Timbul Panjaitan,
sekretaris Janter Panjaitan SE, dan bendahara Hot Saur Panjaitan. Organisasi marga ini memiliki 26 orang anggota.
Tabel IV
Tabel Nama-nama anggota Organisasi PRPB Pematangsiantar tahun 2013
No Nama Alamat
Umur T a
n g
g u
n g
K R
I R
1.
2.
3.
4.
5.
6. St.Rj.Hasoge Timbul Panjaitan E.br
Saragih Garingging
Janter Panjaitan SE br Situmorang
Hot Saur Panjaitan br Dachi
Djispen Panjaitan Op Gressella
Parningotan Panjaitan br Sitorus Op.Daniel
Barthen Panjaitan SEbr Siregar Jln.SM Raja. Simp.
Sibatu-batu No.04 Hp 081263207755
Jln.Kain Batik Hp 082165444779
Komplek Kehutanan
Hp 081375021311 Komplek
Kehutanan Hp 08138776185
Jl Kain Batik
Jl Kain Sutra no 05 53
49
53
58
76
55
60 51
36
47
-
72
51
61 2
1
5
4
-
4
1
Universitas Sumatera Utara
70
7. 8.
9.
10.
11.
12.
13. 14.
15.
16
17. 18.
19. 20.
21. 22.
23. 24.
25. 26.
Jekson Gultombr Panjaitan Drs Sakmenta Pasaribubr Panjaitan
Bungaran Panjaitan br Siringo-ringo
St Saridin Panjaitan br Simanjuntak Op Jose
Yatisia br Hombing Op Gabriel
Pdt Hotman Panjaitan br Sibarani
Paul Silaen br Panjaitan Op Raja Sinta Situmorang Op Immanuel
Roi Ropres Panjaitan br Sitinjak
Gustav Saragih br Panjaitan
Wesly Simanjuntak br Panjaitan Eduard Pandiangan br Panjaitan
W Tarigan br Panjaitan R br Sinaga Op Rido
R br Panjaitan Nai Manto Tiopan Panjaitanbr Gulo
Ny. Sirait br.Panjaitan RL Sidabutar br.Pakpahan
Ny. Siahaan br.Pakpahan Ny.Silaenbr.Sitorus
Hp 082164543410 Jl Kain Suji
Jl Kain Batik Jl Kain Suji
Hp 081396092667 Jl SM Raja
Hp 081396712190 Jl SM Raja
Hp081281050008
Jl SM Raja Hp 081226438708
Jl SM Raja no 24 Jl Bola kaki
Telp 15425 Jl Rondahaim
Hp 082164305181 Jl Bintang Maratur
73 Jl Pdt JW Saragih
Jl Pelekat Jl Wisgara
Tj Pinggir Jl Bintang Maratur
Jl Pdt JW Saragih Jl SM Raja
Jl Bali No 614 Jl Kain Batik
Jl Kain Suji 40
75
73
_
55
79 _
50
49 69
58 53
_ _
60 -
72 -
- 38
52
73
60
53
65 75
50
46 59
48 52
72 70
57 32
69 74
69 3
2
1
4
3
3
1
4
1
4 3
Universitas Sumatera Utara
71
4.2.2.Sistem Adat Organisasi
Dalam adat-istiadat orang Batak Toba khusunya marga Panjaitan di Pematangsiantar. Sering berlangsung acara adat sampai pada malam hari, melihat
situasi yang demikian network ini melakukan penyerderhanaan sistem adat tersebut. Ada beberapa sistem tata cara adat yang di sederhanakan :
1. Pinggan Panganan
Yang berkaitan dengan pemanggilan gelar, penyerahan makanan pinggan pangananpinggan parlompanan. Biasanya penyerahan
makanan khusus tersebut bisa sampai 30 piring, dan juga sering dipanggil sampai pada nenek-nenek moyang maroppu-oppu. Dan
pada saat sekarang cuma sampai 6 kali pemanggilan, dimana cukup dipanggil suhut, pamarahi, tulang, dongan tubu, ale-ale, pemerintah
setempat. 2.
Namarsirengetan Dalam hal ini diatur tempat duduk kelompok hula-hula, kelompok
tulang disebelah kanan kelompok boru dan kelompok dongan tubu duduk bersamaan dengan kelompok suhut didepan kelompok dongan
sahuta. Dan juga adanya pengaturan juru bicara dari setiap kelompok masing-masing.
3. Panggoraan di panandaion
Disini adalah acara memperkenalkan keluarga pihak suhut kepada pihak keluarga meminang. Dalam acara memperkenalkan keluarga
cukuplah diperkenalkan keluarga-keluarga dekat saja.
Universitas Sumatera Utara
72
4. Namandok Hata ditingki napasahat ulos tu panganten
Disaat menyampaikan nasehat kepengantin sering dilakukan durasi yang lama saat member nasehat kepada pengantin. Dan setiap yang
memberi ulos menyampaikan nasehatnya. Dengan hal tersebut dipersingkatlah penyampaian nasehat cukup satu orang saja disetiap
kelompok pemberi ulos. 5.
Sijalo ulos namarhadohoan Yang sering dilakukan saat pemberian ulos, semua kelompok suhut
harus mendapatkan ulos. Dan saat ini dipersingkat sekali masuk perwakilan-perwakilan suhut yang mendapatkan ulos tersebut tidak
lagi dipanggil satu persatu perwakilan tersebut. Jadi pemberian ulos menjadi perkelompok. Tidak satu-satu orang lagi yang masuk. Tetapi
semua mendapatkan satu ulos.
a. Sistem Kekerabatan