Survei penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Bantul

(1)

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI

DI WILAYAH KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Lela Mustikasari

NIM: 131134124

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(2)

ii

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI

WILAYAH KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Lela Mustikasari

NIM: 131134124

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(3)

(4)

(5)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat kasih yang selalu Kau curahkan didalam hidup ku.

2. Bapak Sumarno dan Ibu Sukarti yang selalu mendoakan dan selalu menyayangi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran yang tak pernah putus.

3. Kakak-kakaku Yosua Turiman, Wahuni, Karinah, Eka Oktaviana, Kuswanto, dan Sepi Kusworo yang selalu memberikan nasehat dan semangat.

4. Dosen Pembimbing Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. dan Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan dengan penuh kesabaran.

5. Kekasihku Ariel Tirza Edy Saputra yang selalu memberikan waktu, semangat dan memberikan masukan yang membangun disaat aku mulai lelah menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Sahabat-sahabatku seperjuangan skripsi, Ristya Ferinda, Rosita Cahayani S, dan Yovita Ratri S. yang selalu memberiku semangat dan membantuku untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Sahabat-sahabatku semuanya yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu, yang selalu mendengarkan keluh kesahku dan menyemangatiku.

8. Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan berbagai pengalaman dan kenangan.


(6)

v MOTTO

Matius 19 : 19

“Hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”

Amsal 1 : 7

“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”

Matius 21:22

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya”

Ibrani 11:1

“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 April 2017 Peneliti


(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Lela Mustikasari

Nomor Mahasiswa : 131134124

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN BANTUL”

Dengan demikian saya memberitahukan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 19 April 2017 Yang menyatakan


(9)

viii

ABSTRAK

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN BANTUL

Lela Mustikasari Universitas Sanata Dharma

2017

Dinas pendidikan dasar Kabupaten Bantul telah menunjuk 45 sekolah dasar inklusi. Sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap siswa untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat. Tujuan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan kepada siswa berkebutuhan khusus dalam menempuh pendidikan dengan mendapatkan hak yang sama seperti siswa yang tidak menglami kebutuhan khusus.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka, yang telah dilakukan validasi kepada dua orang validator sebelum dibagikan kepada responden. Kuesioner yang dibagikan kepada responden sebanyak 70 dan kuesioner yang kembali sebanyak 59 kuesioner. Dari hasil olah data, peneliti mendapatkan hasil bahwa sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul 50% sudah menerapkan prinsip-prinsip inklusi dengan baik namun belum maksimal. Proses penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Bantul telah mencakup penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran.


(10)

ix

ABSTRACT

SURVEY THE IMPLEMENTATION OF INCLUSION OF PRIMARY SCHOOL IN THE REGION OF DISTRICT BANTUL

Lela Mustikasari Sanata Dharma University

2017

Department of primary education Bantul regency has appointed 45 inclusion primary school. Indusion school is a place for each student to be accepted as part of a class, accommodate and respond to the diversity through suitable curriculum to the needs of every child and to partner with the community .The aim of inclusion education to give opportunity to with students disabilities in education by getting equal rights a s students who did not experience specia l needs.

The research wa s non experimental quantitative research with crosssectional survey. An instrument used in this research wa s open ended questionnaire, which were validated by two validators before the questionnaire were distributed to respondents.Questionnaires were given to70 respondents and 59 questionnairesreturn. Besed on data analysis the result showed that there were 50 % inclusion principles that implemented by inclusion primary schools in Bantul district. The process of theinclusion primary schools in the district includes Bantul have the acceptance of new students for ( PPDB ); identification; curriculum flexible; devise of teaching materials and learning activities friendly children; the cla ss friendly child; assessments; procurement and the use of media learning adaptive; an assessment and evaluation learning .


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena kasih dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik yang berjudul “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul”. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat berhasil dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. 4. Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing I

yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai.

5. Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai.

6. Validator instrumen kuesioner yang telah memberikan kritik dan saran pada instrumen penelitian ini.

7. Kepala Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

8. Guru Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul yang sudah membantu dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.


(12)

xi

9. Kedua orang tuaku, Bapak Sumarno dan Ibu Sukarti yang selalu memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang.

10.Kekasihku, Ariel Tirza Edy Saputra yang selalu memberiku doa, semangat, bantuan, dan kasih sayang.

11.Ristya Ferinda, Rosita Cahayani, Yovita Ratri yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam menyelesaikan skripsi.

Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.


(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 4

C. TUJUAN PENELITIAN ... 4

D. MANFAAT PENELITIAN ... 4

E. DEFINISI OPERASIONAL ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. KAJIAN TEORI ... 7

1. Pendidikan Inklusi ... 7

1. Pengertian Pendidikan Inklusi ... 7

2. Tujuan Pendidikan Inklusi ... 8

3. Karakteristik Pendidikan Inklusi ... 10


(14)

xiii

2. Sekolah Dasar Inklusi ... 11

3. Anak Berkebutuhan Khusus ... 12

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ... 12

2. Jenis-jenis Anak Bekebutuhan Khusus ... 13

4. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi ... 21

1. Penerimaan Peserta Didik Baru yang Mengakomodasi Semua Anak ... 21

2. Identifikasi ... 22

3. Adaptasi Kurikulum ... 23

4. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak ... 24

5. Penataan Kelas Ramah Anak ... 24

6. Asesmen ... 25

7. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif ... 27

8. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran ... 28

B. HASIL PENELITIAN RELEVAN ... 27

C. KERANGKA BERPIKIR ... 31

D. HIPOTESIS ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. JENIS PENELITIAN ... 34

B. SETTING PENELITIAN ... 35

1. Tempat ... 35

2. Waktu Penelitian ... 36

3. Subjek Penelitian ... 37

4. Objek Penelitian ... 37

C. POPULASI DAN SAMPEL ... 37

1. Populasi ... 37

2. Sampel ... 38

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 38


(15)

xiv

F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN ... 43

1. Uji Validitas Instrumen ... 43

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 50

G. TEKNIK ANALISIS DATA ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. DESKRIPSI PENELITIAN ... 54

B. TINGKAT PENGEMBALIAN KUESIONER ... 55

C. HASIL PENELITIAN ... 55

D. PEMBAHASAN ... 71

1. Kesesuaian Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul ... 71

2. Proses Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul ... 74

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 83

A. KESIMPULAN ... 83

B. KETERBATASAN PENELITIAN ... 83

C. SARAN ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 87


(16)

xv

DAFTAR BAGAN

Halaman Gambar 2.1 Bagan Literature Map ... 30


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Daftar 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul

sebagai tempat penelitian ... 35 Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penelitian tentang penyelenggaraan

sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul ... 40 Tabel 3.3 Skala Likert ... 44 Tabel 3.4 Contoh Coding Data ... 52 Tabel 4.1 Prinsip-prinsip Sekolah Inklusi yang Terlaksana


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Kuesioner ... 88

Lampiran 2 Permohonan Ijin Penelitian ... 108

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Perencanaan Pembangun Kabupaten Bantul ... 109

Lampiran 4 Daftar SD Inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bantul ... 110

Lampiran 5 Validasi Dosen Ahli A ... 112

Lampiran 6 Validasi Dosen Ahli B ... 123

Lampiran 7 Bentuk Kuesioner ... 134


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini menguraikan meliputi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi oprasional

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang. Dilihat dari sudut perkembangan yang dialami oleh anak, pendidikan ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang dialami dalam setiap periode perkembangan. Dengan kata lain, pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak (Suryosubroto, 2010:2)

Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna sebab pendidikan adalah suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (Kustawan, 2013:2). Dalam sistem pendidikan, sekolah seharusnya wajib menerima semua peserta didik tanpa membeda-bedakan


(20)

jenjang sosial, daerah, ras, budaya, bahasa, fisik, dan lainnya, sehingga membuat calon peserta didik dan peserta didik tidak merasa terkucilkan dan memiliki semangat atau kemauan untuk menempuh jalur pendidikan sampai setinggi-tingginya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 15 menyatakan bahwa Pendidikan inklusi adalah pendidikan khusus yang memberikan pelayanan dan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan di atas rata-rata dan memiliki bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dalam lingkungan belajar secara bersama-sama dengan siswa pada umumnya. Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pendidikan inklusi didefinisikan sebagai konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus maupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis (Ilahi, 2013: 23)

Menurut Ilahi (2013 : 23), konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Sebagai konsep pendidikan inklusi sekolah inklusi diharapkan mampu memfasilitasi anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi merupakan suatu pendekatan yang inovatif dan starategis untuk memperluas


(21)

akses pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang cacat (Ilahi, 24-25).

O’Neil (1995:7) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Oleh sebab itu sekolah reguler dengan orientasi inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusi dan mencapai “pendidikan bagi semua” (education for all)

Sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar yang menggabungkan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dan anak yang tidak berkebutuhan khusus atau reguler. Di wilayah kabupaten Bantul terdapat 45 sekolah dasar yang dianggap mampu menerapkan sekolah inklusi. Sekolah dasar tersebut tersebar di berapa kecamatan yang ada di Bantul, antara lain kecamatan Dlingo, Imogiri, Kasihan, Banguntapan, Bantul, Pundong, Piyung, Kretek, Sedayu, Pandak, Jetis, Bambanglipuro, Sewon, Pajangan, Sanden, dan Pleret. Penelitian ini memusatkan perhatian pada bagaimana penyelenggaraan sekolah inklusi yang dilakukan di sekolah-sekolah inklusi di wilayah Kabupaten Bantul dengan menyebarkan angket yang ditujukan kepada guru kelas.


(22)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, penulis menentukan dua rumusan maslah yang diteliti. Dua rumusan masalah tersebut adalah seperti berikut ini :

1. Berapa besar presentase kesesuaian penyelenggaraan SD inklusi di wilayah Kabupaten Bantul dengan prinsip sekolah inklusi?

2. Bagaimana proses penyelenggaraan SD inklusi di wilayah Kabupaten Bantul?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini menentukan dua tujuan penelitian. Tujuan penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut : Untuk mengetahui apakah penyelenggaraan SD inklusi di wilayah Kabupaten Bantul sudah sesuai dengan prinsip sekolah inklusi.

1. Untuk mengetahui besar presentase kesesuaian penyelenggaraan SD inklusi di wilayah Kabupaten Bantul.

2. Untuk mengetahui proses penyelenggaraan SD inklusi di wilayah Kabupaten Bantul.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sekolah inklusi yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi sehingga


(23)

dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi sekolah yang menerapkan prinsip sekolah inklusi.

2. Manfaat Praktis

1. Bagi Sekolah Dasar Inkusi

Sekolah mendapatkan data tentang penyelenggaraan sekolah inkusi berdasarkan prinsip sekolah inklusi dan proses penyelenggaraan sekolah inklusi.

2. Bagi Kepala Sekolah dan Guru

Penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi Kepala sekolah dan guru tentang penyelenggaraan sekolah inklusi berdasarkan prinsip sekolah inklusi dan proses penyelenggaraan sekolah inklusi untuk sekolah dasar inklusi.

3. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mendiskripsikan penyelenggaraan dan proses penyelenggaraan sekolah inkusi se-Kabupaten Bantul dengan mengunakan penelitian kualitatif.

E. Definisi Operasional

1. Pendidikan inklusi adalah sekolah yang harus mempunyai pelayanan pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya untuk bersama-sama mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah regular.


(24)

2. Sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa dan dapat mengakomodir dan merespon keberagaman.

3. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalamai kecacatan atau kelainan (disability) dan anak yang mempunyai kondisi eksternal yang mengalami hambatan dalam belajar sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.

4. Prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi adalah prinsip yang digunakan untuk penyelenggaraan sekolah inklusi, diantaranya: 1) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak. 2) Identifikasi, 3) Adaptasi kurikulum, 4) Merancang bahan ajar dan pembelajaran yang ramah anak, 5) Penataan kelas yang ramah anak, 6) Asesmen, 7) Pengandaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, 8) Penilaian dan evaluasi pembelajaran.


(25)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini menguraikan meliputi kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

A. KAJIAN TEORI 1. Pendidikan Inklusi

a. Pengertian Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kehidupan anak karena keterbatasan fisik maupun mental (Ilahi, 2013:23). Menurut Staub and Pack (dalam Ilahi, 2013:27), pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apa pun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. O’Neil (dalam Ilahi, 2013:27) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagi sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama teman-teman seusianya.

Dari pendapat di atas menunjukan bahwa pendidikan inklusi dapat diartikan sebagi pendidikan tanpa membeda-bedakan keterbatasan yan dimiliki


(26)

siswa dan memperoleh kesempatan dilayani dan bersekolah di sekolah reguler terdekat.

Menurut Olsen (Tarmansyah, 2007: 82), pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas, linguistik, atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi. Menurut Olsen (dalam Tarmansyah. 2007: 28) pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya, sedangkan Staub dan Peck (dalam Tarmansyah, 2007: 83) menjelaskan pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas bersama anak-anak pada umumya..

Jadi menurut teori di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan suatu pelayanan khusus untuk siswa yang berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan fisik maupun mental tanpa membeda-bedakan dengan siswa yang tidak mengalami berkebutuhan khusus. b. Tujuan Pendidikan Inklusi

Ilahi (2013:39) menjelaskan tujuan pendidikan inklusi, yaitu:

1. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki


(27)

potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Menurut Sembodo (2008: 7) dari tujuan pendidikan inklusi di atas memperoleh manfaat pendidikan untuk siswa yang mengalami kebutuhan khusus. Sembodo (2008: 7), menjabarkan beberapa manfaat pendidikan dibuat agar anak – anak istimewa belajar bersama – sama anak – anak lain di antaranya adalah :

1. Meningkatkan interaksi sosial

2. Lebih banyak tingkah laku normal yang dapat dicontoh oleh mereka 3. Meningkatkan perkembangan bahasa

4. Menjadikan mereka lebih mandiri

5. Perkembangan dan nilai guna pendidikan bergantung pada program dan intervensi yang dijalankan oleh guru

Rosilawati (2013 : 10) menjelaskan manfaat dan sisi positif lain yang diperoleh dari adanya pendidikan inklusif diantaranya :

1. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah. 2. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial


(28)

3. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

Jadi menurut teori yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada siswa berkebutuhan khusus dalam menempuh pendidikan dengan mendapatkan hak yang sama seperti siswa yang tidak menglami kebutuhan khusus.

c. Karakteristik Pendidikan Inklusi

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (dalam Ilahi,2013 : 44) menjelaskan pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna, antara lain :

1. Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara – cara merespon karagaman individu.

2. Mempedulikan cara – cara untuk meruntuhkan hambatan – hambatan anak dalam belajar.

3. Anak kecil yang hadir (di sekolah) berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya.

4. Diperuntukkan utamanya bagi anak – anak yang tergolong marginal, ekslusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar. d. Prinsip-prinsip Sekolah Inklusi

Menurut Ilahi (2013 : 48), prinsip dasar pendidikan inklusi sebagai sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Ilahi (2013: 49) menyatakan prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus adalah semua anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah


(29)

tanpa memandang perbedaan latar belakang kehidupannya. Florian (dalam Ilahi, 2013: 50) menjelaskan pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, kultural, maupun bahasa.

Jadi menurut teori yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa prinsip sekolah inklusi harus bisa menerima semua anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak tidak berkebutuhan khusus tanpa membeda-bedakan siswa yang satu dengan siswa yang lainnya untuk mendapatkan hak belajar.

2. Sekolah Dasar Inkusi

Stainback dan Stainback (dalam Ilahi, 2013 : 83) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Menurut Salamanca, sekolah regular dengan orientasi inklusi merupakan cara yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi sehingga menekan biaya untuk keseluruhan sistem pendidikan. Menurut Rosilawati (2013 : 18), Sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat.


(30)

Jadi menurut teori yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menerima setiap anak di dalam kelas yang sama dan mendapatkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak.

3. Anak Berkebutuhan Khusus

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Triani (2013:3) dalam profil pendidikan inklusi di Indonesia yang dikeluarkan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa tahun 2010, anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah:

1. Anak yang karena internalnya mengalami kecatatan/kelainan

(disability) membutuhkan layanan pendidikan khusus, seperti: tuna netra, tuna rungu, tunawicara, tunagrahita, tuna daksa, tuna laras, berkesulitan belajar, autis, memiliki gangguan motorik, anak berbakat dan berkecerdasan istimewa, tuna ganda, memiliki kelainan lainnya. 2. Anak yang karena kondisi eksternalanya mengalami hambatan dalam

belajar sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus seperti anak-anak dalam faktor gender, suku asli, pekerja anak, anak yang terinfeksi HIV/AIDS, anak pekerja migran, anak korban bencana alam,rural (termasuk juga rural exodus), anak di daerah terpencil atau pulau terpencil, anak suku minoritas, anak jalanan, anak yang tersangkut kasus hukum, dll.


(31)

Menurut Dhelpie (2006:1), Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. Menurut Rosilawati (2013:1), anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya secara serius dan menetap.

Jadi menurut teori yang diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan dalam internal atau eksternalnya sehingga mengalami kelainan khusus atau anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak yang tidak mempunyai kebutuhan khusus.

b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Tiarni (2013: 24), dalam panduan penganganan ABK bagi pendaming orang tua, keluarga, dan masyarakat, membagi menjadi 12 macam, antara lain:

1. Anak disabilitas penglihatanadalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (total) atau sebagian

(lowvision).

2. Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, baik sebagian maupun menyeluruh, dan biasanya memiliki hambatan dalam berbahasa dan bicara.

3. Anak disabilitas intelektual adalah anak yang memiliki inteligensi yang signifikan berada di bawah rata-rata anak seusianya dan sertai dengan


(32)

ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa perkembangan.

4. Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk, dan fungsi tubuh atau anggota gerak.

5. Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku menyimpang.

6. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentang atensi atau perhatian, hiperativitas, dan impulsivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berpikir, dan mengendalikan emosi. Anak dengan gangguan spektrum autisma atau autism spectrum disorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam tiga area dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repititif dan stereotipi. 7. Anak dengan gangguan gada adalah anak yang memiliki dua atau lebih

gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan khusus, dan alat bantu pelajar yang khusus.

8. Anak lambat belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki potensi intelektuan sedkit di bawah rata-rata tetapi belum termasuk


(33)

gangguan mental. Mereka butuh waktu lamadan berulang-ulang dan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.

9. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities

adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung.

10.Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wicara, suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh faktor fisik, psikologis, dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspresif. 11.Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak

yang memiliki skor inteligensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) seperti musik seni, olah raga, dan kepemimpinan.

Permendiknas No 70 Tahun 2009 (dalam Sartika 2013:7-22) tentang Pendidik Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasandan/atau Bakat Istimewa, menjelaskan bahwa peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah:

1. Tunanetra (hambatan indra penglihatan) tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.


(34)

2. Tunarungu (hambatan pendengaran) adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

1) Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB) 2) Gangguan pendengaran ringan (41-55dB)

3) Gangguan pendengaran sedang (56-70dB) 4) Gangguan pendengaran berat (71-90dB)

5) Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (di atas 91dB)

3. Tunawicara (hambatan bicara) adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain.

4. Tunagrahita (hambatan intelektual) adalah individu yang memiliki itelegensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.

5. Tunadaksa (kelainan motorik dan mobilitas) adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.

6. Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Public La w (dalam Hidayat. 2013:13) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan


(35)

emosi, yaitu gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar :

1) Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, pengindraan, atau kesehatan

2) Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru

3) Berperilaku yang tidak pantas dalam keadaan normal 4) Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus menerus

5) Cenderung menunjukan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah.

Karkteristik yang dikemukakan oleh Hallahan & Kauffman (dalam Hidayat. 2013: 32-33), berdasarkan dimensi tingkah laku:

1) Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku memperlihatkan ciri-ciri : suka berkelahi, memukul, menyerang, tidak mau bekerja sama, cemburu dan mudah terpengaruh.

2) Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri khawatir, cemas, ketakutan, sedih, dan kurang percaya diri.

3) Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri yaitu pelamun, kaku, pasif, dan pembosan.


(36)

4) Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai kelompok jahat, mencuri bersama kelompoknya, dan bolos sekolah.

7. Kesulitan belajar (lea rning disability) adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau atau penggunaan bahasa, lisan maupun tertulis, yang termanifestasikan dalam suatu kemampuan yang tidak sempurnauntuk mendengarkan, berpikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, maupun melakukan perhitungan matematika. Jenis-jenis kesulitan belajar diantaranya dyscalculia, dysgraphia, dyslexia, dan dyspraxia.

8. Lambat belajar (slow learner) adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah, di bawah rata-rata anak pada umumnya pada salah satu atau seluruh area akademik, tetapi mereka ini bukan tergolong anak keterbelakang mental.

Anak lambat belajar atau slow learner adalah merekayang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit dibawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika dilakukan pengetesan pada IQ mereka menunjukkan skor antara 70-90.Wiley (dalam Triani, 2013:3) menjelaskan karakteristik anak yang mengalami


(37)

1). Inteligensi

Dari segi inteligensi, anak-anak lambat belajar atau slow learner berada pada kisaran di bawah rata-rata yaitu 70-90 berdasarkan skala WISC.

2) Bahasa

Anak-anak lambat belajar atau slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi.

3) Emosi

Dalam hal emosi, anak-anak lambat belajar atau slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Mereka cepat marah dan sensitif.

4) Sosial

Anak-anak lambat belajar atau slow lea rner dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Mereka sering memeilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri.

5) Moral

Anak-anak lambat belajar atau slow lea rner tahu aturan yang berlaku tetapi mereka tidak paham untuk apa peraturan tersebut dibuat (Tiarni, 2013:10-12).

9. Autis (autism child) adalah keadaan anak yang mengalami gangguan autisme. Menurut Tiarni (2013: 26-28), Adapun anak berkebutuhan khusus yang bisa masuk di sekolah inklusif antara lain anak yang:


(38)

1) Berkesulitan belajar

Adalah anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia perkembangan.

2) Lamban belajar

Jika anak yang berkesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau di atas rata-rata maka sebaliknya dengan anak-anak lamban belajar. Mereka memiliki IQ di bawah lancar ingatannya sangat pendek sekali.

3) ADHD

Attention Deficits and hiperactivity disorder adalah gangguan yang berupa kekurangannya perhatian dan hiperaktivitas (aktivitas yang berlebihan).

4) Spectrum Autism

Spectrum Autisma atau autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita.


(39)

4. Prinsip Penyelenggaraan Sekolah Inklusi

Menurut Kustawan (2013: 61), di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang menyelenggarakan pendidikan inklusif akan terjadi perubahan praktis yang memberikan kesempatan kepada suma anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar yang sama. Menurut Ilahi (2013: 24), konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negera. Menurut Ilahi (2013:33), sekolah inklusi memberikan manfaat untuk semua anak karena membantu menciptakan masyarakat yang inklusi dan efisiensi serta efektivitas biaya pendidikan.

1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasikan Semua Anak

Kustawan (2013: 90 – 91) menyatakan bahwa penerimaan peserta didik baru di SD/MI pada setiap tahun pelajaran perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi dengan pendidik (guru pendidik khusus dan/ atau konselor) yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Bagi sekolah yang memiliki psikolog atau bekerjasama dengan psikolog, maka psikolog tersebut dapat ikut serta dalam kepanitiaan PPDB. SD/MI Penyelenggara pendidikan inklusif menerima


(40)

peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah dan mengalokasikan kursi/quota untuk peserta didik berkebutuhan khusus.

2. Identifikasi

Kustawan (2013: 93), menyatakan bahwa identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/ganguuan baik fisik, intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Menurut Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (dalam Kustawan, 2013 : 93), istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan prosespenjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, Intelektual, sosial, emosional/tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai.

Dalam buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif (dalam Kustawan, 2013 : 93), identifikasi dapat diartikan menemukenali. Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya menemukenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak berkelainan dengan gejala-gejala yang menyertainya. Menurut Lerner (dalam Kustawan, 2013 : 95), identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan(screening), pengalihtanganan (referral), klasifikasi (cla ssification), perencanaan


(41)

pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan kemajuan belajar

(monitoring pupil progress).

Kustawan (2013: 95), mejabarkan tujuan dilaksanakan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, dimana hasil identifikasi dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang disesuiakan dengan kebutuhan hususnya dan/atau untuk menyususn program dan pelaksanaan intervensi/penanganan/terapi berkaitan dengan hambatannya. 3. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)

Menurut Kustawan (2013: 107), kurikulum fleksibel yakni mengakomodasi anak dengan berbagai latar belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan akan lebih peka mempertimbangkan keragaman anak agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhannya. Menurut Nasution (dalam Ilahi, 2013: 168), kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Pengembangan dan pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Menurut Arifin (dalam Ilahi, 2013 : 169), kurikulum tidak sekadar dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan anak didik oleh pendidiknya, tetapi juga segala kegiatan yang menyangkut


(42)

kependidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang berkepribadian luhur.

4. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak Guru yang baik akan melakukan pembelajaran yang interaktif agar perhatian anak didiknya terpusat penuh kepada guru. Guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya mampu berpartisipasi di dalam pelajaran. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas (Kustawan, 2013:111). Ilahi (2013: 172–173), menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik–topik dan sub–sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan.

5. Penataan Kelas Yang Ramah Anak

Menurut Everton dan Weintein (dalam Friend, 2015: 285) pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Kerr dan Nelson (dalam Friend, 2015: 274) menyatakan bahwa cara penataan unsur-unsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak pada proses belajar dan perilaku siswa di sejumlah area. Menurut Friend (2015:270), penataan unsur-unsur fisik ruang


(43)

kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus.Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan. 6. Asesmen

Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan ketika diperlukan (Overton dalam Friend, 2015: 209). Menurut Tiarni (2013: 25), asesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran.

1) Screening

Menurut Friend (2015: 210), screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Menurut Tiarni (2013: 22)

screening dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus.

2) Diagnosis

Friend (2015: 211), menjelaskan bahwa keputusan besar yang terkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan


(44)

khusus, pertimbangan berdasarkan ketentuan hukum bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau tidak.

3) Penempatan program

Menurut Friend (2015: 215), bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah.

4) Penempatan kurikulum

Friend (2015: 216), menguraikan penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum yang juga menjadi tujuan tegas dari IDEA. 5) Evaluasi pengajaran

Friend (2015: 217) menjabarkan keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat.


(45)

6) Evaluasi program

Friend (2015: 217), menjelaskan bahwa keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa.

7. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajarn Adaptif

Kustawan (2013: 117), mendeskripsikan media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pemeblajaran.

8. Penilaian dan evaluasi pembelajaran

Kustawan (2013: 124), menjelaskan evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasitersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan pengambilan keputusan dalam memilih diantara beberapa alternatif. Adapun karakteristik evaluasi adalah: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, (2) memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan, (3) menyediakan informasi yang berguna, (4) melaporkan penyimpangan/kelemahan untuk memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat itu juga.


(46)

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu, adapun penelitian tersebut adalah:

Pertama, penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 14 Pakan Sinayan Payakumbuh” ditulis oleh Winda Quida Sari 2012. Peneliti mengatakan bahwa penelitian ini penting dilakukan agar pelaksanaan inklusi dapat terlaksana sebagaimana semestinya dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan tujuan pendidikan. Metode yang digunakan oleh penulis untuk memahami dan memperoleh gambaran yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya tanpa melakukan perubahan atau interverisi terhadap sasaran penelitian. Analisis data merupakan suatu proses penyususnan data dapat ditafsirkan, karena penelitian ini bersifat deskriptif maka teknik analisis data yang digunakan adalah gambaran dengan kata-kata.

Kedua, penelitian yang berjudul “Manajemen Pendidikan Inkusif (Konsep, Kebijakan, dan Implementasinya dalam Persepektif Pendidikan Luar Biasa)” ditulis oleh Sunaryo, peneliti mengatakan bahwa dalam tataran oprasional di Indonesia, sekalipun sudah banyak sekolah yang mendeklarasikan sebagai sekolah inklusi, tetapi dalam implementasinya masih banyak yang belum sesuai dengan konsep-konsep yang mendasarinya. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah tentang konsep pendidikan inkusi, kebijakan, dan implementasinya di lapangan dalam persepektif pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa.


(47)

Ketiga, penelitian yang berjudul “Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh” ditulis oleh Ery Wati 2014 peneliti mengatakan bahwa kepala sekolah dituntut untuk membuat sebuah perencanaan yang matang agar tercapai tujuan yang diharapkan.

Ketiga penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Pada penelitian pertama memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti tentang tujuan dilakukannya penelitian, yaitu untuk mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan inklusi di sekolah dasar dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Pada penelitian kedua memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti tentang tujuan dilakukannya penelitian. Pada penelitian ini tujuannya adalah agar pelaksanaan pendidikan inklusi dapat terlaksana dengan sebagaimana semestinya dan dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Pada penelitian ketiga memiliki relevansi tentang latar belakang. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa meskipun sudah banyak sekolah dasar yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi, tetapi dalam implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsep-konsep yang mendasar. Ketiga penelitian tersebut memberi relevansi kepada peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai survei penyelenggaraan sekolah inklusi. Penelitian yang dibuat oleh peneliti membahas apakah sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul sudah menerapkan delapan prinsip sekolah inklusi dengan menggunakan kuesioner terbuka


(48)

sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan keadaan atau kondisi yang terjadi di lapangan. Literature map penelitian yang relevan dapat dilihat pada berikut ini :

Gambar 2.1 Bagan penelitian yang relevan

Lela Mustikasari “Survey Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inkusi di Kabupaten Bantul’’ Konsep pendidikan inkusi, kebijakan, dan implementasi Pentingnya membuat sebuah perencanaan yang matang agar tercapai tujuan yang diharapkan. Ery Wati Tahun 2014 “Manajemen

Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri

32 Kota Banda Aceh”

Winda Quida Sari Tahun 2012

“Pelaksanaan Inklusi Di

Sekolah Dasar Negeri 14 Pakan Sinayan

Payakumbuh” Pelaksanaan inklusi dapat terlaksana dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan tujuan pendidikan Sunaryo Tahun 2009 “Manajemen Pendidikan Inkusif (Konsep, Kebijakan, dan Implementasinya dalam Persepektif Pendidikan Luar Biasa)”


(49)

C.Kerangka Berpikir

Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang tidak membeda bedakan latar belakang kehidupan anak karena keterbatasan fisik maupun mental dalam menempuh pendidikan atau pembelajaran dalam satu sekolah tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain serta mendapatkan hak yang sama dalam bersekolah. Dalam sistem pendidikan, seharusnya sekolah wajib menerima semua peserta didik tanpa membeda-bedakan jenjang sosial, daerah, ras, budaya, bahasa, fisik, dan lainnya. Sehingga membuat calon peserta didik dan peserta didik tidak merasa terkucilkan dan memiliki semangat atau kemauan untuk menempuh jalur pendidikan sampai setinggi-tingginya.O’Neil (1995:7), menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Oleh sebab itu, sekolah reguler dengan orientasi inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusi dan mencapai “pendidikan bagi semua” (education for all). Menurut Sugiarmin (2013: 397) agar inklusi dapat memberikan dampak yang positif bagi guru, orang tua, dan semua anak, hal yang harus dilakukan dengan tepat, yaitu jika telah sesuai dengan yang dijanjikan, dan bila telah diimplementasikan dengan penuh tanggung jawab yang sebenarnya.


(50)

Peneliti merasa prihatin jika ada pihak sekolah yang belum memahami dan menerapkan konsep pendidikan inklusi. Maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian kuntitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang menggunakan tes subjektif berupa tes uraian terbatas untuk mengumpulkan data. Tes ini berbentuk uraian (esai) yang memberi batasan-batasan atau rambu-rambu tertentu kepada peserta tes dalam menjawab soal. Data yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisis.

Data yang diperoleh peneliti akan digunakan untuk mendeskripsikan kesesuaian prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusif di Wilayah Kabupaten Bantul. Penelitian akan memberikan kuisoner dengan jawaban terbuka pada guru kelas di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul. Kuesioner yang diperoleh dari berbagai sekolah dasar inklusi dan dikumpulkan, kemudian data tersebut akan diolah untuk dapat disimpulkan bagaimana kesesuaian prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul.

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten

Bantul memenuhi prinsip-prinsip inklusi.

2. Proses penyelenggaraan inklusi mencakup penerimaan peserta didik baru (PPDB), identifikasi, kurikulum fleksibel, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak,


(51)

asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan evaluasi pembelajaran.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian metode penelitian ini menguraikan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross sectional design. Penelitian kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan data yang berupa angka, atau data yang berupa kata-kata atau kalimat yang dikonversi menjadi data yang berbentuk angka (Martono, 2014:20).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Menurut Nazir (dalam Prastowo, 2014:175), metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejalan yang ada dan mencari keterangan-keterangan yang faktual, baik tentang situasi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Survei (survey) atau jajak-pendapat atau lengkapnya self-administered survey adalah metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden-responden secara tertulis (Jugiyanto, 2008:3).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan peneliti menggunakan pendekatan penelitian non eksperimental dengan menggunakan metode cross-sectional. Pendekatan penelitian tersebut untuk menjelaskan


(53)

fenomena atau gejala dari masalah yang dihadapi dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden-responden yang dilakukan dalam satu waktu tertentu.

B. Setting Penelitian 1. Tempat dan Waktu

1) Tempat Penelitian

Dalam penelitian ini sekolah dasar inklusi yang digunakan adalah 9 sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kabupaten Bantul yaitu:

Tabel 3.1 Daftar sembilan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul

No Sekolah Dasar Inklusi Kecamatan

1. SD Jolosutro Piyungan

2. SD 1 Petir Piyungan

3. SD 2 Petir Piyungan

4. SD Muhammadiah Banguntapan

5. SDIT Salsabila 3 Banguntapan

6. SD 1 Jambidan Banguntapan

7. SD 2 Jambidan Banguntapan

8. SD Muhammadiyah Krangturi

(Bodon 2)

Banguntapam


(54)

Dari tabel 3.1 penelitian dilakukan dibeberapa sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul. Daftar sekolah inkusi di Wilayah Kabupaten Bantul ini didapat peneliti dari Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul. Dari daftar sekolah inklusi yang ada di Wilayah Bantul, peneliti mendapatkan izin dari 9 sekolah dasar yang telah menerima Surat Keputusan (SK) sebagai sekolah dasar inklusi.

2) Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2016 sampai bulan Februari 2017. Adapun kegiatan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah melakukan penentuan judul skripsi pada awal bulan Agustus 2016, penyusunan instrumen kuesioner yang dilakukan pada bulan Aguatus sampai pertengahan November 2016, pada pertengahan akhir bulan November peneliti konsultasi pembuatan surat pengantar validasi dengan dosen pembimbing dan dilanjutkan pembuatan surat pengantar validasi instrumen kuesioner dan pada awal bulan Desember peneliti melakukan validasi instrumen kuesioner. Setelah mendapatkan validasi instrumen kuesioner peneliti melanjutkan untuk meminta surat izin penelitian pada Dinas Pendidikan Dasar Wilayah Kabupaten Bantul dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bantul (BAPPEDA) pada pertengahan Desember. Pada awal bulan Januari sampai Pertengahan bulan Januari 2017 peneliti memintaizin dan membagikan kuesioner kepada sekolah dasar inkulif di Wilayah Kabupaten Bantul dan pada akhir bulan Januari peneliti mengambil kuesioner yang telah dibagikan


(55)

dilanjutkan mengerjakan bab III. Pengolahan data, revisi, dan penyusunan bab IV dan V dilakukan pada bulan Februari 2017 serta di bulan Februari 2017 mengikuti ujian skripsi.

3) Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru kelas 1 hingga kelas 6 sekolah dasar inklusi.

4) Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Nawawi (dalam Mustafidah, 2011:33) populasi adalah keseluruhan subyek yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala-gejala, atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai sumber. Populasi merupakan keseluruhan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Martono, 2014:76). Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru sekolah dasar inklusii di Wilayah Kabupaten Bantul dengan jumlah 45 sekolah. Penelitian ini membatasi 45 sekolah dasar berdasarkan surat keputusan yang peneliti dapatkan dari Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul bahwa 45 sekolah tersebut menerapkan sekolah inklusi.


(56)

2.Sampel

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi (Martono, 2014:76). Sampel penelitian adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono 2002: 56). Dengan demikian dapat disimpulkan, sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari populasi yang diteliti. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 sekolah dasar inklusi dari 45 sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kabupaten Bantul. Dalam pengambilan data peneliti mengalami hambatan diantaranya ada beberapa sekolah yang menolak untuk diambil datanya, pada saat tanggal pengambilan data sekolah belum selesai mengisi kuesioner yang diberikan sehingga harus menunggu dan bahkan harus diundur pengambilannya. Hal tersebut yang menjadi tantangan dan melatih kesabaran dalam pengambilan data.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif terdapat berberapa teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan dengan observasi, interview, kuesioner, dokumen, dan gabungan (Ghony, 2014:164). Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2014: 62). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner terbuka. Kuesioner terbuka digunakan untuk mengumpulkan data, data ini diharapkan


(57)

dapat mengungkapkan penyelenggaraan sekolah inklusif di Wilayah Kabupaten Bantul.

Kuesioner termasuk dalam teknik pengumpulan data non tes.Kuesioner ini disebarkan kepada wali kelas 1 hingga wali kelas 6 di sekolah dasar inklusif di Wilayah Kabupaten Bantul yang menjadi sampel dalam penelitian. Kuesioner berisikan pertanyaan terbuka terkait dengan model penyelenggaraan sekolah inklusif. Jangka waktu pengisian kuesioner berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan pihak sekolah namun dengan batas waktu tertentu.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang dipakai untuk menjembatani antara subjek dan objek (secara substansial antara hal-hal teoritis dengan empiris, antara konsep dengan data), sejauh mana data mencerminkan konsep yang ingin diukur tergantung pada instrumen (yang substansinya disusun berdasarkan penjabaran konsep/penentuan indikator) yang dipergunakan untuk mengumpulkan data (Suharsaputra, 2014: 94).

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner terbuka. Lembar kuesioner terbuka ini digunakan untuk mengetahui penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul. Kuesioner ini dibagikan kepada guru kelas 1 sampai guru kelas 6 yang menjadi sample penelitian. Menurut Effendi (2012: 185), pertanyaan terbuka, baik alasan utama atau alasan apa saja tidak disediakan variasi jawaban dari pertanyaan


(58)

tersebut oleh peneliti, responden diberikan kebebasan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.Kuesioner terbuka ini digunakan untuk mengetahui penyelenggaraan sekolah inklusif di Wilayah Kabupaten Bantul. Kuesioner dibagikan oleh peneliti kepada guru kelas 1 sampai dengan guru kelas 6 sekolah dasar inklusif yang menjadi semple penelitian. Berikut tabel 3.2 kisi-kisi yang digunakan peneliti.

Tabel 3.2 Kisi-kisi InstrumenPenelitian tentang Penyelenggaraan Sekolah DasarInklusi di Wilayah Kabupaten Bantul

No. Aspek Indikator No. Item

1 Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang

mengakomodasikan semua anak

Menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus

1, 2, 3, 4, 5

Mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah

6, 7, 8

Mempersiapkan sarana dan prasarana

9, 10, 11

Merencanakan sumber daya biaya

12, 13, 14, 15 2 Identifikasi Mengidentifikasi tipe anak

berkebutuhan khusus

16, 17, 18, 19 3 Adaptasi Kurikulum

(Kurikulum fleksibel)

Menyusun Kurikulum 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29 4 Merancang bahan ajar

dan kegiatan pembelajaran yang

Menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa

30, 31, 32, 33


(59)

No. Aspek Indikator No. Item ramah anak Menentukan bahan ajar yang

terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

34, 35, 36, 37, 38

5 Penataan kelas yang ramah anak

Mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar

39, 40, 41, 42, 43, 44, 45 Mengarahkan pengelompokan

siswa untuk pengajaran di ruang kelas

46, 47, 48, 49, 50

6 Asessmen Upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan

51, 52, 53, 54, 55

Melakukan penyaringan atau

screening

56, 57, 58, 59, 60 Melakukan diagnosis

menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus

61, 62, 63, 64

Melakukan penempatan program pada anak berkebutuhan khusus

65, 66, 67

Melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa

68, 69

Melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus

70, 71, 72, 73

Melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus

74, 75, 76, 77 7 Pengadaan dan

pemanfaatan media pembelajaran adaptif

Memahami pentingnya Media Pembelajaran Adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran

78, 79, 80, 81, 82, 83 8 Penilaian dan evaluasi

pembelajaran

Menentukan KKM 84, 85, 86, 87 Menjelaskan karakteristik 88, 89,


(60)

No. Aspek Indikator No. Item

evaluasi 90, 91, 92

Menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi

93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100 Pada tabel 3.2 menunjukan kisi-kisi lembar kuesioner penyelenggaraan sekolah inklusif di Wilayah Kabupaten Bantul. Bentuk kuesioner tersebut terdiri dari 8 aspek, dimana masing-masing aspek terdiri dari beberapa indikator. Sebelum kuesioner dibagikan, sebelumnya peneliti melakukan validsai. Validasi dilakukan untuk mengetahui kelayakan kuesioner tersebut menurut para ahli. Penilaian validasi kuesioner ini terdiri dari dua aspek yaitu aspek penggunaan bahasa dan konten isi. Aspek penggunaan bahasa yaitu apakah kuesioner yang akan disebarkan sudah sesuai dengan kaidah EYD dan mudah dipahami oleh subjek penelitian sedangkan konten isi tentang materi dan bentuk soal yang akan diteliti. Validator dalam istrumen kuesioner ini terdiri dari dua dosen Bimbingan Konseling (BK).

Berdasarkan validasi instrumen kuesioner yang dilakukan oleh kedua validator, dapat disimpulkan bahwa kuesioner tersebut layak digunakan dengan beberapa revisi yang disarankan oleh validator. Revisi tersebut diantaranya:

a. Memperbaiki kalimat dengan menggunakan SPOK. b. Konsekuen menggunakan kata inklusif atau inklusi. c. Pertanyaan perlu mendalam.


(61)

d. Ada beberapa pertanyaan yang dapat dipecah kembali menjadi sebuah pertanyaan baru.

Konten isi validator menyarankan agar pertanyaan digali kembali supaya tertuju langsung kesasaran penelitian dan dalam penggunaan bahasa kuesioner diganti lebih sederhana agar dapat dipahami oleh subjek penelitian. Pertimbangan tersebut sebagai pertimbangan peneliti agar instrumen kuesioner layak dan dapat menghasilkan datayang terpercaya.

F. Teknik Pengujian Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan harus melalui pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas yang digunakandalam penelitian ini validitas isi dan validitas konstruk.

1. Uji Validitas Instrumen 1) Validitas Isi

Validitas isi merupakan pengukuran kualitas ketepatan instrumen dalam memberi cakupan isi yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian sebagaimana telah dipandu dalam operasional variabel (Indrawan dan Yaniawati, 2014: 124). Validitas isi diberikan oleh para ahli yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini.Peneliti dalam hal ini memberikan rentan skor atas komentar para ahli menjadi data interval. Skala penilaian terhadap lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi meliputi: sangat baik (4), baik (3), cukup (2), tidak baik


(62)

(1) Untuk menyusun tabel klasifikasi, dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval.

Skor Tertinggi (ideal) = 4 (sangat baik) Skor Terendah = 1 (sangat tidak baik)

Jumlah kelas = 4 (sangat tidak baik sampai sangat baik) Jarak interval = (4-1)/3 = 1

Skor yang sudah didapat kemudian dikonversikan menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan skala Likert.Skala Likert berisi pernyataan yang sistematis untuk menunjukkan sikap seorang responden terhadap pernyataan itu (Prasetyo dan Jannah, 2005: 110). Lembar penilaian yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan indikator-indikator dan hasil akhirnya akan diakumulasi kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Ketentuan pelaksanaan revisi terhadap instrumen diatur dalam tabel berikut.

Tabel 3.3 Skala Likert

Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan

5 Sangat Baik

4 Baik

2 Tidak Baik

1 Sangat Tidak Baik

Dari tabel 3.3 di atas dapat diketahui bahwa jika soal mendapat nilai 4 atau kurang dari 4 serta mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal tersebut perlu direvisi. Jika soal mendapat nilai 4 dan kurang dari 4 dan


(63)

mendapat komentar baik maka soal perlu direvisi.Jika soal yang divalidasi mendapat nilai lebih dari 4 tetapi mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal perlu direvisi.Jika soal lebih dari 3 dan mendapat komentar baik, maka soal tidak perlu direvisi.

Validator pertama adalah validator ahli A. Validator A adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling. Hasil validasi dari validator A menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada beberapa kesalahan pengetikan kata dan kekonsistenan penggunaan kata inklusi atau inklusif. Validator A memberi nilai 5 pada setiap aspek yang tertulis pada blue print.

Validator pertama adalah validator ahli B. Validator B adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling.Hasil validasi dari validator B menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada susunan kalimat yang sesuai dengan kaidah EYD. Revisi lain dari validator B adalah beberapa soal harus lebih dipertajam agar jawaban yang diharapkan dari responden dapat tercapai dan ada satu pertanyaan yang dipecah menjadi pertanyaan baru. Validator B memberi nilai 4 pada setiap aspek yang tertulis pada blue print.

Berdasarkan validasi instrumen kuesioner yang telah dilakukan oleh validator, instrumen kuesioner yang dibuat oleh peneliti layak


(64)

untuk digunakan, namun ada beberapa hal yang harus direvisi oleh peneliti. Adapun beberapa hal tersebut adalah:

1) Menkonsistenkan pemilihan kata antara inklusi atau inklusi 2) Kalimat pertanyaan harus sesuai dengan SPOK

3) Ada beberapa pertanyaan yang kurang dapat menggali informasi lebih dalam sehingga pertanyaan tersebut harus dipecah lagi

4) Ada beberapa pertanyaan yang harus diubah beberapa katanya agar lebih dipahami oleh responden

Semua saran yang diberikan oleh validator tersebut dijadikan pedoman oleh peneliti untuk perbaikan instrumen kuesioner yang akan digunakan agar layak dan dapat menghasilkan data yang terpercaya.

Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator A dan validator B, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak untuk digunakan dengan revisi sesuai saran yang diberikan oleh validator A dan validator B. Setelah divalidasi oleh dua orang validator ahli, peneliti menggunak 100 pertanyaan pada kuesioner terbuka yang sudah dianggap valid untuk diujikan di 26 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo. Selanjutnya, hasil pengujian tersebut dikoreksi oleh peneliti untuk dilihat soal yang valid.

1) Validitas Konstruk

Validitas konstruk (construct validity), yaitu tingkat validitas ketika terdapat konsistensi antarkomponen konstruk yang satu dengan yang lain (Martono, 2014: 100). Validitas konstruk tercapai bila instrumentersebut


(65)

sudah sesuai atau memenuhi konsep-konsep atau konstruk dari teori empiris yang sesuai atau mewakili dengan apa yang diteliti sesuai dengan bidang keilmuannya (Indrawan dan Yaniawati, 2014: 125).

Cara menguji validitas konstruk pada penelitian ini akan dilihat melalui pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang diturunkan dari aspek-aspek yang ada dalam instrumen. Bentuk pertanyaan dari kuesioner ini adalah pertanyaan terbuka sehingga peneliti akan mendapatkan jawaban yang berbeda-beda dan bervariasi dari seluruh responden. Jawaban yang berbeda dan bervarias dari masing-masing responden peneliti kelompokkan yang memiliki kata kunci yang sama. Hasil jawaban ini kemudian dilakukan uji validitas konstruk yang akan direkap menggunakan microsoft excel yang kemudian disesuaikan dengan aspek-aspek yang telah peneliti pilih untuk dipetakan menjadi beberapa pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang peneliti kembangkan.

Kuesioner yang peneliti buat terdiri dari delapan aspek. Kedelapan aspek tersebut adalah: 1) aspek penerimaan peserta didik baru yang kemudian dikembangkan oleh peneliti menjadi beberapa indikator. Indikator tersebut adalah menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus, mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, mempersiapkan sarana dan prasarana, dan merencanakan sumber daya biaya. Melalui pengembangan indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penerimaan peserta didik baru yang dijalankan masing-masing sekolah dasar inklusi. 2) aspek identifikasi


(66)

Identifikasi menghasilkan sebuah indikator, yaitu mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang sekolah dasar inklusi dalam mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus. 3) aspek ketiga adalah adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel). Adaptasi kurikulum menghasilkan indikator, yaitu menyusun kurikulum. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kurikulum yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi. 4) aspek keempat adalah merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Aspek tersebut menghasilkan indikator, yaitu menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa dan menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Dari indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang digunakan sekolah dasar inklusi. 5) aspek kelima adalah penataan kelas yang ramah anak. Aspek tersebut menghasilkan indikator yaitu, mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar dan mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas. Dari indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mengetahui penataan kelas ramah anak yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi. 6) aspek keenam adalah asesmen. Asesmen menghasilkan tujuh indikator, yaitu upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan, melakukan penyaringan atau screening, melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, melakukan penempatan program pada anak berkebutuhan khusus, melakukan penempatan kurikulum untuk memulai


(67)

pengajaran siswa, melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus, dan melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus. Melalui indikator yang telah dibuat peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui proses asesmen yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi. 7) aspek ketujuh adalah pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Aspek tersebut menghasilkan indikator, yaitu memahami pentingnya media pembelajaran adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mengetahui tentang pengadaan dan pemanfaatan media pembealajaran adaptif yang digunakan sekolah inklusi. 8) aspek kedelapan adalah aspek penilaian dan evaluasi pembelajaran. Aspek tersebut menghasilkan indikator, yaitu menentukan KKM, menjelaskan karakteristik evaluasi, dan menunjukan kegunaan kegiatan evaluasi. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mengetahui tentang penilaian dan evaluasi yang digunakan sekolah dasr inklusi.

Peneliti mengumpulkan informasi tentang penyelenggaraan sekolah dasr inklusi dari jawaban-jawban responden. Pertanyaan-pertanyaan kuesioner tersebut dibuat berdasarkan indikator hasil pengembangan dari delapan aspek. Jadi, dapat dismpulkan bahwa pertanyaan pada kuesioner yang peneliti buat untuk mengumpulkan informasi telah sesuai dengan aspek penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang menjadi teori pembuatan instrumen.


(68)

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain, seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008: 4). Instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut memiliki ketepatan atau ketepatan dalam menilai apa yang seharusnya dinilai dan instrumen harus dapat mengatur apa yang seharusnya diukur. Pada intinya, instrumen dikatakan reliabel jika instrumen tersebut dapat dipercaya karena sesuai dengan hasil yang didapat.

Metode yang maksimal untuk menilai kepercayaan adalah dengan menanyakan pertanyaan yang tepat pada responden yang tepat. Responden yang tepat akan dapat menjawab semua pertanyaan dan dapat memberi informasi yang sesuai dengan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang peneliti buat mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi.Responden yang peneliti pilih merupakan guru kelas sekolah dasar inklusi.Jadi, dapatdisimpulkan bahwa instrumen penelitian yang dibuat peneliti telah reliabel.

G. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif persentase. Statistik deskriptif atau statistik deduktif


(69)

adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan atau fenomena (Hasan, 2009:Statistik deskriptif bertugas untuk menggambarkan (description) tentang suatu gejala (Partino dan Idrus, 2009: 5).

Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka berjumlah 100 item untuk mendapatkan data mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul. Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis oleh peneliti. Menurut Blaxter (dalam Martono, 2014: 160) analisis data merupakan sebuah proses berkelanjutan dalam penelitian, dengan analisis ini peneliti dapat menginformasikan data yang telah dikumpulkan. Menurut Faisal (dalam Martono, 2014: 160) ada beberapa tahap yang harus dilakukan seorang peneliti untuk melakukan analisis data, yaitu: data coding, data entering, data cleaning, data output, dan data analyzing.

Data coding merupakan proses penyusunan data mentah secara sistematis ke dalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data (komputer). Kode bisa berupa angka maupun huruf yang bertujuan untuk membedakan antara data atau identitas data yang akan dianalisis. Data coding

dalam penelitian ini berupa pemberian kode pada kuesioner. Tujuannya untuk membedakan data guru satu dengan guru yang lain. Berikut contoh coding data dalam penelitian ini.


(70)

Tabel 3.4 Contoh Coding Data

No. Soal Kode jawaban “ya” Kode jawaban

“tidak” Kode “kadang” jawaban

1 1.a 1.b 1.c

Pada tabel 3.5 kode 1.a menunjukkan bahwa angka 1 merupakan nomor soal 1, huruf a merupakan pengelompokan jawaban “ya” yang memiliki kata kunci sama pada masing-masing nomor. Kode 1.b menunjukkan bahwa angka 1 merupakan nomor soal 1, huruf b merupakan pengelompokan jawaban “tidak” yang memiliki kata kunci sama pada masing-masing nomor.

Data entering merupakan proses pemindahan data yang telah diubah dalam kode angka ke dalam komputer. Data hasil penelitian dimasukkan ke dalam Microsoft Excel 2007. Setelah selesai melakukan data entering

selanjutnya dilakukan data cleaning. Data clea ning adalahsebuah proses pengecekan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke dalam komputer telah sesuai dengan informasi yang sebenarnya. Proses data cleaning adalah menghilangkan item-item kuesioner yang tidak valid. Setelah melakukan data cleaning selanjutnya dilakukan data analyzing. Pada tahap

data analyzing atau menganalisis data, peneliti harus menginterpretasikan data yang sudah diperoleh selama pengumpulan data. Analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah mengelompokkan masing-masing jawaban yang memiliki kata kunci yang sama menjadi satu kategori jawaban dalam masing-masing nomor soal. Pengelompokkan jawaban tersebut dihitung jumlahnya menggunakan turus pada jawaban dengan kategori yang sama.


(71)

Data Output atau penyajian data adalah tahap penyajian hasil pengolahan data dalam bentuk yang mudah dibaca. Data Output merupakan tahap terakhir dalam analisis data. Penyajian data dalam penelitian ini menggunakan bentuk tabel yang berisikan angka presentase dari nomor soal dan pengelompokkan jawaban.


(1)

156


(2)

157


(3)

158


(4)

159


(5)

160


(6)

161

BIOGRAFI PENELITI

Lela Mustikasari, lahir di Cilacap pada 06 Oktober 1993 sebagai anak keempat dari pasangan Sumarno dan Sukarti. Menempuh pendidikan formal di SD Negeri 06 Kawunganten pada tahun 2006, SMP Negeri 02 Kawunganten pada tahun 2009, SMK Yos Sudarso Kawunganten lulus pada tahun 2012. Peneliti melanjutkan studi S1 di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Selama menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, peneliti mengikuti berbagai macam kegiatan, antara lain:

1. Pengurus UKM PM sebagai Devisi Humas 2014-2015 2. Sie Keamanan Acara UKM PM 2015

3. Sie Acara UKM PM 2014 4. CO Konsumsi UKM PM 2015 5. Peserta Inisiasi UKM PM 2014 6. Bendahara Acara UKM PM 2015

7. Peserta Seminar: “Reinventing Childhood Education” 8. Peserta seminar: “Free Sex: Thumbs up or thumbs down?”

Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul “Survei Pelaksanaan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul”