Pengaruh Kemampuan Pegawai, dan Kepuasan Masyarakat terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas Pasar Gambir Tebing Tinggi Kota

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Landasan Teori

2.1.1. Kemampuan Pegawai

2.1.1.1. Penjelasan Kemampuan Pegawai

Kemampuan merupakan salah satu unsur dalam kematangan berkaitan dengan pengetahuan atau keterampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan dan suatu pengalaman. Kemampuan menunjukkan potensi untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan. Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh mutu tenaga kesehatan. Tuntutan output tenaga kesehatan yang berkualitas semakin mendesak karena semakin kompleks permasalahan kesehatan di Negara kita. Seorang tenaga kesehatan yang professional, seharusnya memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik mutunya kepada semua pengguna tanpa kecuali. Layanan kesehatan yang bermutu adalah layanan kesehatan yang selalu berupaya memenuhi harapan masyarakat sehingga masyarakat akan selalu puas akan pelayanan yang diberikan oleh seorang tenaga kesehatan.

Rendahnya kualitas SDM kesehatan dan kompetensi tenaga kerja berdampak pada rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan dan lemahnya daya saing bangsa.Oleh sebab itu, diperlukannya suatu lembaga standarisasi dan sertifikasi kompetensi kerja yang bersifat


(2)

nasional dan diakui oleh semua pihak. Hal ini akan menjadikan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Adanya standar kompetensi juga akan menjadikan pengembangan karir di tempat kerja lebih mudah dan terarah.

Ada 3 jenis kemampuan dasar yang harus dimiliki untuk mendukung seseorang dalam melakukan pekerjaan atau tugas, sehingga tercapai hasil yang maksimal.(Moenir, 2008:117), yaitu :

a. Technical Skill (Kemampuan Teknis)

Adalah pengetahuan dan penguasaan kegiatan yang bersangkutan dengan cara proses dan prosedur yang menyangkut pekerjaan dan alat-alat kerja.

b. Human Skill (Kemampuan bersifat manusiawi)

Adalah kemampuan untuk bekerja dalam kelompok suasana di mana organisasi merasa aman dan bebas untuk menyampaikan masalah.

c. Conceptual Skill (Kemampuan Konseptual)

Adalah kemampuan untuk melihat gambar kasar untuk mengenali adanya unsur penting dalam situasi memahami di antara unsur-unsur itu.

Menurut pengertian diatas, kemampuan teknis yang dimaksud adalah seseorang pegawai di dalam organisasi harus mampu dalam penguasaan terhadap metode kerja yang ada. Artinya, bahwa


(3)

seorang pegawai kesehatan dituntut melakukan pendidikan berkelanjutan. Tujuan dari pendidikan berkelanjutan adalah mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dari tenaga kesehatan itu sendiri. Perubahan yang terjadi begitu cepat dalam dunia pendidikan maupun pelayanan menuntut tenaga kesehatan untuk selalu meningkatkan kapasitas diri dan meningkatkan hasil kerja pegawai sehingga lebih maksimal.

Kecakapan bersifat manusiawi disini merupakan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai dalam bekerja dengan team work atau kelompok kerja, yakni dalam bekerja sama dengan sesama anggota organisasi. Hal ini penting sekali karena jika menutup diri maka tidak akan mencapai hasil kerja yang maksimal. Jadi kemampuan dalam berkomunikasi mengeluarkan ide, pendapat bahkan di dalam penerimaan pendapat maupun saran dari orang lain dapat menjadi faktor keberhasilan melaksanakan tugas yang baik.

Kemampuan yang ketiga adalah kemampuan konseptual, kemampuan disini bagaiman seorang pegawai apabila sebagai decision maker dalam menganalisis dan merumuskan tugas-tugas yang diembannya. Dengan kemampuan konseptual ini, maka pekerjaan dapat terarah dan berjalan dengan baik karena dapat memilih prioritas-prioritas pekerjaan mana yang harus didahuluankan dan sebelum bekerja cenderung menggunakan akala prioritas.


(4)

Dari bahasan-bahasan di atas, maka di dalam mengukur kemampuan kerja, menggunakan indikator sebagai berikut :

a. Kemampuan teknis

1. Tingkat pendidikan dan jenis pendidikan

2. Tingkat pelaksanaan tugas sesuai dengan aturan dan target waktu yang telah ditetapkan.

3. Tingkat pelaksanaan pekerjaan menggunakan peralatan sesuai dengan bidang tugasnya.

4. Tingkat penyelesaian terhadap masalah b. Kemampuan Bersifat manusiawi

1. Tingkat kerjasama dengan orang lain 2. Tingkat membangun suasana kerja

3. Tingkat pelaksanaan kerja dengan inisiatif c. Kemampuan Konseptual

1. Tingkat kejelasan keputusan-keputusan yang berkaitan yang berkaitan dengan bidang tugasnya.

2. Tingkat Pengunaan skala prioritas dalam menyelesaikan pekerjaan.

2.1.1.2. Tujuan Penilaian Kemampuan Pegawai

Penilaian kemampuan kerja pegawai berguna bagi organisasi dan harus bermanfaat bagi pegawai. Tujuan penilaian kemampuan pegawai sebagai berikut:


(5)

1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa.

2. Untuk mengukur sejauh mana karyawan bias sukses dalam pekerjaannya.

3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan di dalam organisasi.

4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja.

5. Sebagai indicator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada di dalam organisasi.

6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga tercapai tujuan untuk mendapatkan prestasi kerja yang baik.

7. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan atasan untuk mengobsevasi perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhan bawahan.

8. Sebagai alat untuk bias melihat kekurangan dimasa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.

9. Sebagai kriteria dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.


(6)

10.Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan.

2.1.2. Kepuasan Masyarakat

2.1.2.1. Pengertian Kepuasan Masyarakat

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberi dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Kepuasan pelanggan tergantung pada kinerja anggapan produk relatif terhadap ekspektasi pembeli. Jika kinerja produk tidak memenuhi ekspektasi, pelanggan kecewa, jika kinerja produk sesuai dengan ekspektasi pelanggan puas, jika kinerja melebihi ekspektasi, pelanggan sangat puas (Kotler dan Armstrong 2008:16).

Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi. Menurut Kotler dan Keller (2009:177), “kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil ) yang diharapkan”. Kepuasan pasien telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktek pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan penting bagi aktifitas


(7)

bisnis.Kepuasan pasien berkontribusi pada sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya loyalitas pasien dan meningkatnya reputasi puskesmas.

Ada tiga macam kondisi kepuasan yang bias dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu:

1. Jika harapan atau kebutuhan yang diinginkan konsemen sama dengan layanan yang diberikan maka konsumen akan merasa puas.

2. Jika layanan yang diberikan pada konsumen kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen, maka konsumen menjadi tidak puas.

3. Jika layanan yang diberikan pada konsumen melebihi dengan kebutuhan atau harapan konsumen, maka konsumen merasa sangat puas.

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaa Aparatur Negara No Kep./25/M.PAN/2/2004 tentang indeks kepuasan masyarakat, menyatakan bahwa : “Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur


(8)

penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya ”.

2.1.2.2. Mengukur Tingkat Kepuasan Masyarakat

Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pengukuran tingkat kepuasan pasien ini mutlak diperlukan. Dengan melakukan pengukuran tingkat kepuasan, kita akan dapat mengetahui sejauh mana dimensi-dimensi mutu pelayanan yang kita berikan dapat memenuhi harapan pasien. Pengukuran kepuasan pasien tidaklah mudah, karena untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tersebut akan berhadapan dengan suatu kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa menyembunyikan kritik adalah merupakan kesopanan dan sebaliknya, mengemukakan kritik adalah menunjukkan ketidaksopanan.

Menurut Kotler (2003:42), ada beberapa macam metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan:

a. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan.


(9)

Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, dan hubungan telepon langsung dengan pelanggan.

b. Survei kepuasan pelanggan

Penelitian survei dapat melalui pos, telepon dan wawancara langsung. Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan berbagai elemen penawaran berdasarkan derajad pentingnya setiap elemen dan seberapa baik perusahaan dalam masing-masing elemen (importanse/performance ratings). Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa rumah sakit menaruh perhatian terhadap para pengguna jasa pelayanannya. Pengumpulan data survei kepuasan pasien dapat dilakukan dengan berbagai cara tetapi pada umumnya dilakukan melalui kuesioner dan wawancara. c. Belanja siluman(Ghost shopping)

Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pengguna potensial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk rumah sakit dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka.

d. Analisis pelanggan yang hilang (Lost customer analysis)

Puskesmas seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti menggunakan jasa pelayanan agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi.


(10)

Unsur pengukuran indeks kepuasan masyarakat Berdasarkan Keputusan Menteri PAN No 25/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan IndeksKepuasan Masyarakat Unit Pelayanan InstansiPemerintah menetapkan 14 unsur penilaian IndeksKepuasan Masyarakat yang telah dianggap ”relevan,valid dan reliable” yang terdiri dari:Prosedur Pelayanan, Persyaratan Kejelasan Petugas Pelayanan, Keberadaan dan kepastian petugas yang, Kedisiplinan Petugas, Tanggung Jawab Petugas, Kemampuan Petugas, Kecepatan, Keadilan Mendapatkan, Kesopanan dan Keramahan, Kewajaran Biaya Pelayanan, Kepastian Biaya Pelayanan, Kepastian Jadwal Pelayanan, Kenyamanan Lingkungan, dan Keamanan Pelayanan.

2.1.3. Kualitas Pelayanan

Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat.Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam nteraksi langsung. Secara umum, definisi pelayanan kesehatan adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,


(11)

kelompok dan atupun masyarakat. Kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya derajat kesehatan adalah seberapa besar tingkat pembiayaan untuk sektor kesehatan. Besarnya belanja kesehatan berhubungan positif dengan pencapaian derajat kesehatan masyarakat. Semakin besar belanja kesehatan yang dikeluarkan pemerintah maka akan semakin baik pencapaian derajat kesehatan masyarakat. Dengan kata lain jika meningkatnya anggaran kesehatan maka pelayanan kesehatan akan semakin lebih baik sehingga meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatannya.

2.1.3.1. Mutu Pelayanan Kesehatan

Al-assaf (2009:1) Mutu sebagai suatu konsep yang diterapkan dan dipraktikkan dengan cara dan gaya yang sama pada setiap keadaan. Pada umumnya, mutu layanan kesehatan terfokus pada konsep bahwa layanan kesehatan memiliki tiga landasan utama yaitu mutu, akses dan biaya mutu dapat dicapai jika layanan yang terjangkau dapat diberikan dengan cara yang pantas, efisien, dan hemat biaya. Layanan bermutu adalah layanan yang berorientasi pelanggan (customer-otiented), tersedia, (available), mudah didapat (accessible), memadai (acceptable), terjangkau (affordable), dan mudah dikelola (controllable). Mutu tercapai ketika kebutuhan dan harapan pelanggan terpenuhi. Dalam layanan


(12)

kesehatan, pasien merupakan pelanggan yang paling penting. Mutu tidak harus berupa layanan atau barang-barang yang mahal. Namun, mutu merupakan sebuah produk atau layanan yang memadai, mudah dijangkau, efisien, efektif, dan aman sehingga harus terus-menerus dievaluasi dan ditingkatkan.

Mutu dapat diukur. Suatu sistem biasanya terdiri atas tiga komponen: input, proses, output. Kualitas input (struktur) meliputi kualitas petugas, suplai, perlengkapan, dan sumber daya fisik. Kualitas dalam menjalankan proses meliputi prosedur diagnosis, terapeutik dan perawatan pasien, serta protocol. Outcome atau hasil diukur berdasarkan angka kesakitan dan kematian, kepuasan pasien dan pegawai. Oleh karena itu, komponen sistem yaitu input, proses dan outcome memiliki karakteristik mutu tertentu yang dapat diukur dan penting dalam mengukur mutu pada suatu system.

Salah satu hal yang paling mendasar mengenai mengapa mutu dibutuhkan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen, baik eksternal maupun internal. Pada dasarnya, metode pencapaian mutu merupakan suatu proses komunikasi yang efektif antara penyedia layanan dan konsumen atau penerima layanan atau perawatan. Selain itu, metode pencapaian mutu merupakan proses dialog dan saling memahami dan berkelanjutan antara keduanya. Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen merupakan satu persyaratan mutu dan merupakan alas an mengapa


(13)

kita harus memiliki mutu dalam layanan kesehatan, baik swasta maupun publik.

Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam pengukuran kualitas pelayanan adalah model SERQUAL (Servise Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman and Berry (1985). SERQUAL dibangun berdasarkan perbandingan dua factor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima dengan layanan yang diharapkan atau diinginkan.

Untuk mengukur kualitas pelayanan menurut Parasuraman, et.al yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001:148) menjelaskan sebagai berikut:

1. Tangibles(bukti fisik) yaitu kemapuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yaitu meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

2. Rekiabilitas (keandalan) adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang


(14)

berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.

4. Assurance (jaminan dan kepastian) yaitu pengetahuan kesopanansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beebrapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.

5. Emphaty (empati) yaitu memberikan perhatian yang tulus yang bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. Tjiptno (2012:60) menyimpulkan bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Hal ini dikarenakan pelangganlah yang mengkonsumsi serta yang menikmati jasa layanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa.


(15)

2.2.Penelitian Terdahulu

Berikut disajikan beberapa tinjauan hasil penelitian terdahulu untuk mendukung kerangka konseptual penelitian.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu N

o

Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel

Penelitian Hasil Penelitian 1 Sari

(2013) Pengaruh Kualitas Jasa Pelayanan, Koordinasi Pegawai, dan Kemampuan Pegawai Terhadap Kinerja Pelayanan Pada Puskesmas Pakis Di Surabaya

Variabel Independen: kualitas jasa pelayanan, koordinasi pegawai, kemampuan pegawai Variabel dependen: kinerja pelayanan puskesmas

variabel yang terbukti berpengaruh tidak

signifikan terhadap kinerja pelayanan adalah

koordinasi pegawai sedangkan variabel yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap kinerja pelayanan adalah kualitas jasa pelayanan dan kemampuan pegawai.

2 Nidia (2012) Pengaruh Kualitas layanan Jasa Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Puskesmas Bara-Baraya Makassar Variabel Independen: kualitas layanan jasa kesehatan Variabel dependen: kepuasan pasien Dimenensi kualitas layanan yang terdiri dari tangible, emphaty,reability dan assurance berpengaruh terhadap kepuasan pasien, sedangkan responsiveness tidak berpengaruh

terhadap kepuasan pasien, dan kualitas layanan yang paling dominan adalah reliability.

3 Parlinda (2012) Prediksi motivasi, kemampuan, dan kompensasi dengan kualitas pelayanan di puskesmas kijang Variabel independen: Motivasi, kemampuan, kompensasi Variabel dependen: Kualitas pelayanan Variabel motivasi, kemampuan dan

kompensasi secara parsial maupun simultan, terdapat hubungan positif secara signifikan dengan kualitas pelayanan pegawai di puskesmas kijang.


(16)

N o

Nama

Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

4 Herlina (2009) Pengaruh kemampuan kerja pegawai terhadap kinerja pegawai puskesmas pembantu S.M Rejo, Binjai

Variabel independen: kemampuankerja pegawai Variabel dependen: kinerja pegawai Kemampuan kerja pegawai memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai puskesmas pembantu S.M Rejo Binjai

Sumber: Diolah Penulis 2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting.Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakantuntuan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan sebagai tempat penelitian untuk memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian. Penelitian ini membahas mengenai Kemampuan Pegawai, dan Kepuasan Masyarakat dalam mempengaruhi Kualitas Pelayanan Kesehatan.

Berdasarkan latar belakanmg masalah dan tinjauan penelitian terdahulu maka dapat disimpulkan kerangka konseptual sebagai berikut:

H1

H2

H3 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Kemampuan Pegawai (X1)

Kepuasan Masyarakat (X2)

Kualitas Pelayanan Masyarakat


(17)

Gambar 2.1 menjelaskan tentang hubungan kausal antara Kemampuan Pegawai, dan Kepuasan Masyarakat terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah.Erlina (2011:30), “Menyatakan hipotesis adalah proporsiyang dirumuskan dengan

maksud untuk diuji secara emoiris”.Proposisi merupakan ungkapan atau

pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena -fenomena. Dengan demikian hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.

Berdasarkan tinjauan teoritis, rumusan masalah, serta kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis penelitian ini adalah: H1 :.Kemampuan pegawai berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan

kesehatan.

H2 :Kepuasan masyarakat berpengaruh positif terhadap pelayanan kesehatan.

H3 :Kemampuan Pegawai, dan Kepuasan Masyarakat secara simultan berpengaruh positif terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan.


(1)

kesehatan, pasien merupakan pelanggan yang paling penting. Mutu

tidak harus berupa layanan atau barang-barang yang mahal.

Namun, mutu merupakan sebuah produk atau layanan yang

memadai, mudah dijangkau, efisien, efektif, dan aman sehingga

harus terus-menerus dievaluasi dan ditingkatkan.

Mutu dapat diukur. Suatu sistem biasanya terdiri atas tiga

komponen: input, proses, output. Kualitas input (struktur) meliputi

kualitas petugas, suplai, perlengkapan, dan sumber daya fisik.

Kualitas dalam menjalankan proses meliputi prosedur diagnosis,

terapeutik dan perawatan pasien, serta protocol. Outcome atau hasil

diukur berdasarkan angka kesakitan dan kematian, kepuasan pasien

dan pegawai. Oleh karena itu, komponen sistem yaitu input, proses

dan outcome memiliki karakteristik mutu tertentu yang dapat

diukur dan penting dalam mengukur mutu pada suatu system.

Salah satu hal yang paling mendasar mengenai mengapa

mutu dibutuhkan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan harapan

konsumen, baik eksternal maupun internal. Pada dasarnya, metode

pencapaian mutu merupakan suatu proses komunikasi yang efektif

antara penyedia layanan dan konsumen atau penerima layanan atau

perawatan. Selain itu, metode pencapaian mutu merupakan proses

dialog dan saling memahami dan berkelanjutan antara keduanya. Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen


(2)

kita harus memiliki mutu dalam layanan kesehatan, baik swasta

maupun publik.

Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak

dijadikan acuan dalam pengukuran kualitas pelayanan adalah

model SERQUAL (Servise Quality) yang dikembangkan oleh

Parasuraman and Berry (1985). SERQUAL dibangun berdasarkan

perbandingan dua factor utama yaitu persepsi pelanggan atas

layanan yang nyata mereka terima dengan layanan yang diharapkan

atau diinginkan.

Untuk mengukur kualitas pelayanan menurut

Parasuraman, et.al yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001:148)

menjelaskan sebagai berikut:

1. Tangibles(bukti fisik) yaitu kemapuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan

dan kemampuan sarana dan prasarana dan prasarana fisik

perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti

nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yaitu

meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain-lain),

perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi) serta

penampilan pegawainya.

2. Rekiabilitas (keandalan) adalah kemampuan perusahaan untuk

memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan


(3)

berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua

pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik dan dengan akurasi

yang tinggi.

3. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kemauan untuk membantu

dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada

pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.

4. Assurance (jaminan dan kepastian) yaitu pengetahuan

kesopanansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan

untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada

perusahaan. Terdiri dari beebrapa komponen antara lain

komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan

santun.

5. Emphaty (empati) yaitu memberikan perhatian yang tulus yang

bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para

pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.

Tjiptno (2012:60) menyimpulkan bahwa citra kualitas yang baik

bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia

jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi

pelanggan. Hal ini dikarenakan pelangganlah yang

mengkonsumsi serta yang menikmati jasa layanan, sehingga


(4)

2.2.Penelitian Terdahulu

Berikut disajikan beberapa tinjauan hasil penelitian terdahulu untuk

mendukung kerangka konseptual penelitian.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu N

o

Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel

Penelitian Hasil Penelitian 1 Sari

(2013) Pengaruh Kualitas Jasa Pelayanan, Koordinasi Pegawai, dan Kemampuan Pegawai Terhadap Kinerja Pelayanan Pada Puskesmas Pakis Di Surabaya

Variabel Independen: kualitas jasa pelayanan, koordinasi pegawai, kemampuan pegawai Variabel dependen: kinerja pelayanan puskesmas

variabel yang terbukti berpengaruh tidak

signifikan terhadap kinerja pelayanan adalah

koordinasi pegawai sedangkan variabel yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap kinerja pelayanan adalah kualitas jasa pelayanan dan kemampuan pegawai.

2 Nidia (2012) Pengaruh Kualitas layanan Jasa Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Puskesmas Bara-Baraya Makassar Variabel Independen: kualitas layanan jasa kesehatan Variabel dependen: kepuasan pasien Dimenensi kualitas layanan yang terdiri dari tangible, emphaty,reability dan assurance berpengaruh terhadap kepuasan pasien, sedangkan responsiveness tidak berpengaruh

terhadap kepuasan pasien, dan kualitas layanan yang paling dominan adalah reliability.

3 Parlinda (2012) Prediksi motivasi, kemampuan, dan kompensasi dengan kualitas pelayanan di puskesmas kijang Variabel independen: Motivasi, kemampuan, kompensasi Variabel dependen: Kualitas pelayanan Variabel motivasi, kemampuan dan

kompensasi secara parsial maupun simultan, terdapat hubungan positif secara signifikan dengan kualitas pelayanan pegawai di puskesmas kijang.


(5)

N o

Nama

Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

4 Herlina (2009)

Pengaruh

kemampuan kerja pegawai terhadap kinerja pegawai puskesmas pembantu S.M Rejo, Binjai

Variabel independen: kemampuankerja pegawai

Variabel dependen: kinerja pegawai

Kemampuan kerja pegawai memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai puskesmas pembantu S.M Rejo Binjai

Sumber: Diolah Penulis

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah

penting.Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian

teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan

merupakantuntuan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan

hipotesis dan sebagai tempat penelitian untuk memberikan penjelasan tentang

hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam

penelitian. Penelitian ini membahas mengenai Kemampuan Pegawai, dan

Kepuasan Masyarakat dalam mempengaruhi Kualitas Pelayanan Kesehatan.

Berdasarkan latar belakanmg masalah dan tinjauan penelitian terdahulu maka

dapat disimpulkan kerangka konseptual sebagai berikut:

H1

H2

H3

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Kemampuan Pegawai (X1)

Kepuasan Masyarakat (X2)

Kualitas Pelayanan Masyarakat


(6)

Gambar 2.1 menjelaskan tentang hubungan kausal antara Kemampuan

Pegawai, dan Kepuasan Masyarakat terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah.Erlina

(2011:30), “Menyatakan hipotesis adalah proporsiyang dirumuskan dengan

maksud untuk diuji secara emoiris”.Proposisi merupakan ungkapan atau

pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai

konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena -fenomena.

Dengan demikian hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku,

fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.

Berdasarkan tinjauan teoritis, rumusan masalah, serta kerangka konseptual

yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis penelitian ini adalah:

H1 :.Kemampuan pegawai berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan

kesehatan.

H2 :Kepuasan masyarakat berpengaruh positif terhadap pelayanan kesehatan.

H3 :Kemampuan Pegawai, dan Kepuasan Masyarakat secara simultan