PENGEMBANGAN KREATIVITAS MENGGAMBAR MELALUI AKTIVITAS MENGGAMBAR PADA KELOMPOK B2 DI TK ABA KALAKIJO GUWOSARI PAJANGAN BANTUL.

(1)

PENGEMBANGAN KREATIVITAS MENGGAMBAR MELALUI AKTIVITAS MENGGAMBAR PADA KELOMPOK B2 DI TK

ABA KALAKIJO GUWOSARI PAJANGAN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Isdi Nurjantara NIM 10111247035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

Kreativitas lebih berharga daripada ilmu pengetahuan (Albert Einstein)

                                                             


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Orangtua tercinta, Ibu Eni Sumarsih dan Bapak Marsudi yang selalu mendoakan, mendukung, dan memotivasi selama menyelesaikan skripsi ini.

2. Nusa dan Bangsa. 3. Almamater UNY.


(7)

PENGEMBANGAN KREATIVITAS MENGGAMBAR MELALUI AKTIVITAS MENGGAMBAR PADA KELOMPOK B2 DI TK

ABA KALAKIJO GUWOSARI PAJANGAN BANTUL

Oleh Isdi Nurjantara NIM 10111247035

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kreativitas menggambar anak di TK ABA Kalakijo, Guwosari, Pajangan, Bantul, melalui aktivitas menggambar. Penelitian ini dilakukan karena kreativitas menggambar anak Kelompok B2 belum berkembang secara optimal.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru TK. Subjek dalam penelitian ini adalah anak Kelompok B2 TK ABA Kalakijo yang berjumlah 19 anak berusia 5 sampai 6 tahun terdiri dari 8 anak laki-laki dan 11 anak perempuan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi. Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi check list. Teknik analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif. Indikator keberhasilan dalam penelitian manakala kreativitas menggambar anak dimiliki oleh minimal 80% dari keseluruhan jumlah anak Kelompok B2.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas menggambar dapat mengembangkan kreativitas menggambar anak pada Kelompok B2 TK ABA Kalakijo, Guwosari, Pajangan, Bantul. Dari keseluruhan penilaian dari jumlah anak dan seluruh indikator terjadi peningkatan pada Pratindakan 15,78%, pada Siklus I meningkat menjadi 63,15%, dan pada Siklus II meningkat mencapai 94,73%. Langkah-langkah penelitian yang dapat meningkatkan kreativitas menggambar anak adalah dengan pemberian aktivitas menggambar, memberikan stimulasi ide-ide kreatif, peneliti serta guru tidak lupa untuk memberikan dorongan, motivasi, reward, dan dengan diberikannya aktivitas menggambar secara bertahap dan berlanjut maka kreativitas anak dapat berkembang optimal.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis akhirnya mampu menyelesaikan penulisan skripsi. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tidak dapat dipisahkan dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi izin belajar di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan FIP Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi izin penelitian. 3. Ketua Program Studi PG PAUD yang telah memberi bimbingan selama belajar di

PG PAUD FIP UNY.

4. Bapak Sutiman, M. Pd. dan Ibu Nelva Rolina, M. Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi.

5. Ibu Hj. Warijem, S. Pd., selaku Kepala TK ABA Kalakijo yang telah memberikan izin dalam penelitian ini.

6. Ibu Novita Sari, selaku guru Kelompok B2 yang membantu dalam persiapan maupun pelaksanaan penelitian.

7. Rekan guru di TK ABA Kalakijo yang banyak memberikan dukungan dan kerjasama dalam penelitian.


(9)

ix

 

8. Anak Kelompok B2 TK ABA Kalakijo.

9. Serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga segala bantuan dan partisipasi yang telah diberikan menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam memberikan kontribusi terhadap pengembangan pendidikan anak usia dini. Tidak ada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis sangat menyadari betapa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini oleh karenanya penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.

Yogyakarta, Maret 2014


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

LEMBAR PERSETUJUAN ……… ii

SURAT PERNYATAAN ……… iii

PENGESAHAN ……… iv

MOTTO ……… v

PERSEMBAHAN ..……….. vi

ABSTRAK ……… vii

KATA PENGANTAR ……….. viii

DAFTAR ISI ………. x

DAFTAR TABEL ……… xiv

DAFTAR GAMBAR ……… xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvi

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Identifikasi Masalah ……… 6

C. Batasan Masalah ………. 6

D. Rumusan Masalah……… 7

E. Tujuan penelitian………. 7

F. Manfaat Penelitian……… 7

Bab II Kajian Teori A. Kreativitas Menggambar ………. 8

1. Pengertian Kreativitas Menggambar ………. 8

2. Karakteristik atau Ciri-ciri Kreativitas Menggambar……… 11

3. Tahap perkembangan kreativitas Menggambar………. 14


(11)

5. Faktor-faktor Pendorong Kreativitas Menggambar ……….. 20

B. Pendidikan Anak Usia Dini………. 24

1. Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini ……… 24

2. Fokus Pendidikan Anak Usia Dini………. 26

C. Aktivitas Menggambar ..………. 28

1. Pengertian Menggambar ……… 28

2. Jenis-jenis Kegiatan Menggambar………. 30

3. Tujuan dan Manfaat Menggambar………. 31

4. Tahapan Perkembangan Menggambar Anak………. 35

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Menggambar pada Pendidikan Anak Usia Dini……….. 38

6. Langkah-langkah dalam Pembelajaran ………. 40

D. Kerangka Berpikir ……… 40

E. Hipotesis ……….. 43

Bab III Metode Penelitian A. Jenis Penelitian ……… 44

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………. 45

1. Variabel Penelitian………. 45

2. Definisi Operasional ………. 45

C. Subjek Penelitian………. 46

D. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 46

E. Desain Penelitian………. 46


(12)

G. Instrumen Penelitian……… 50

H. Teknik Analisis Data ……….. 51

I. Indikator Keberhasilan………. 51

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian……….. 53

B. Deskripsi Hasil Penelitian……… 54

1. Tahap Pratindakan ….………. 54

2. Siklus I ………. 57

3. Siklus II ……… 71

C. Pembahasan ………. 84

D. Keterbatasan Penelitian ……… 89

Bab V Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan……….. 90

B. Saran ………. 91

Daftar Pustaka……….. 92


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Observasi ……….. 51 Tabel 2. Observasi Kreativitas Menggambar pada Anak Pratindakan ………….. 54 Tabel 3. Hasil Perkembangan Kreativitas Menggambar PraTindaka ……… 61 Tabel 4. Hasil Observasi Kreativitas Menggambar Anak pada

Siklus I ……….. 67 Tabel 5. Hasil Perkembangan Kreativitas Menggambar Anak pada Siklus I ....… 74 Tabel 6. Hasil Observasi Kreativitas Menggambar Anak pada

Siklus II ………. 79 Tabel 7. Hasil Perkembangan Kreativitas Menggambar Anak pada Siklus II …... 87 Tabel 8. Hasil Observasi Pengembangan Kreativitas Anak Pratindakan, Siklus I,

dan Siklus II per individu ……….. 83 Tabel 9. Rekapitulasi Akhir Data Pengembangan Kreativitas Menggambar Anak pada Tahap Pratindakan, Siklus I, dan Siklus I.………. 83


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir……….. 43 Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Kelas Kurt Lewin ………. 47 Gambar 3. Grafik Persentase Peningkatan Perkembangan Kreativitas


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Validitas Instrumen …………..………. 96

Lampiran 2. Surat Perijinan Penelitian ………... 97

Lampiran 3. Jadwal Penelitian …….……….…………. 98

Lampiran 4. Rubrik Penilaian ………….……… 100

Lampiran 5. Rencana Kegiatan Harian ……...……… 102

Lampiran 6. Lembar Observasi Penilaian ….………. 145

Lampiran 7. Deskripsi Perkembangan Anak ..……… 163

Lampiran 8. Foto Penelitian Tindakan …….……….. 172


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak usia 0 sampai dengan 6 tahun berada dalam masa emas atau sering disebut dengan istilah the golden age. Hal tersebut tertuang dalam Departemen Pendidikan Nasional (2007: 1) yang menyatakan bahwa anak usia 0-6 tahun merupakan masa emas (the golden age) di dalamnya terdapat “masa peka” yang hanya datang sekali. Masa peka adalah suatu masa yang menuntut perkembangan anak untuk dikembangkan secara optimal. Hal ini juga ditegaskan Bloom (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 1), bahwa 80% perkembangan mental dan kecerdasan anak berlangsung pada kurun waktu usia ini.

Shatz dalam majalah Pena Pendidikan edisi Agustus (2007: 16) menjelaskan bahwa otak bayi sudah berisi hampir semua sel syaraf yang akan dimilikinya. Namun pola penyambungan antara sel harus dimantapkan. Dijelaskan lebih lanjut dalam majalah Pena Pendidikan (2007: 16) bahwa otak bayi sudah dilengkapi satu triliun glia. Sel glia ini membentuk semacam sarang yang melindungi dan memberi makan neuron. Ketika anak itu memasuki usia 3 tahun, sel otak anak telah membentuk sekitar 1.000 triliun jaringan koneksi (sinapsis). Jumlah sinapsis ini 2 kali lipat lebih banyak dari yang dimiliki orang dewasa. Setiap satu sel otak dapat terhubung dengan 15.000 sel lain. Ditegaskan pula dalam majalah Pena Pendidikan (2007: 16) bahwa jaringan koneksi yang jarang digunakan akan mati, sedangkan jaringan koneksi yang sering digunakan akan semakin kuat dan permanen. Setiap rangsangan atau stimulasi yang diterima akan melahirkan sambungan baru dan memperkuat sambungan yang


(17)

sudah ada. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selama dalam masa golden age

anak tidak mendapat rangsangan yang tepat, anak jarang diajak bermain, disentuh, maka perkembangan otaknya tidak akan dapat berkembang dengan maksimal, yang kelak akan menentukan kecerdasan seorang anak.

Para ahli berpendapat bahwa ada hubungan yang erat antara kecerdasan dengan kreativitas. Seorang penulis kreatif bernama Eng Hock Chia (dalam Anik Pamilu, 2007: 11) menyatakan bahwa di dalam Inteligenci Quotient (IQ), bakat, dan kreativitas sebagian besar berasal dari pengaruh lingkungan dan keterampilan.

Menurut Seto Mulyadi (dalam Anik Pamilu, 2007: 11), antara kreativitas dan kecerdasan itu mempunyai hubungan yang sangat erat. Oleh karena itu, anak tidak boleh hanya dididik agar menjadi anak yang cerdas saja, akan tetapi harus pula dididik agar menjadi anak yang kreatif dan mempunyai emosi yang stabil. Seto Mulyadi (dalam Anik Pamilu, 2007: 11) juga menyatakan bahwa orientasi pendidikan pada saat ini, baik di sekolah maupun di rumah cenderung dominan pada permasalahan “bagaimana menciptakan anak yang cerdas secara logika, matematika, dan bahasa”, sementara untuk kecerdasan yang lain masih kurang mendapatkan perhatian dan porsi yang semestinya.

Wahyudin (2007: 6) menyatakan ibarat bangunan, pondasi bangunanlah yang akan menentukan wujud bangunan finalnya. Semakin kuat dan tinggi bangunan yang akan didirikan di atasnya, maka semakin dalam dan kuat pondasi yang harus dibangunnya. Untuk membangun pondasi yang kuat serta dalam, membutuhkan waktu yang lama. Demikian pula dengan kreativitas anak, seperti dikatakan Wahyudin (2007: 6-7), sebagai pondasi, anak sangat membutuhkan penggarapan


(18)

yang serius, tetapi karena sifat pondasi tersebut tidak tampak maka banyak orangtua yang mengabaikannya. Orangtua menganggapnya sepele dan tidak penting. Selanjutnya Wahyudin (2007: 7) menjelaskan bahwa pada kenyataannya sikap orangtua menyepelekan makna kreativitas sebab proses kreatif seorang anak cenderung merepotkan orangtua. Dalam hal ini orangtua semakin acuh dan tidak mengambil langkah-langkah penting untuk membangkitkan dan membina kreativitas anak. Wahyudin (2007: 7) juga menjelaskan bahwa apabila kreativitas ini tidak dikembangkan maka setelah dewasa dapat menjadi pribadi yang lembek, merepotkan orangtua, tidak memiliki inisiatif, dan tidak bertanggung jawab.

Kreativitas erat hubungannya pula dengan aktivitas berkesenian termasuk kreativitas seni rupa yang diwujudkan ke dalam aktivitas menggambar. Sumanto (2005: 10) menyatakan, kreativitas adalah bagian dari kegiatan berproduksi atau berkarya termasuk dalam bidang seni rupa. Hal ini didasari oleh lekatnya proses penciptaan sebuah karya seni dengan keterampilan dalam berkreativitas. Merangsang serta memupuk kreativitas semenjak usia dini adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan orangtua untuk mendapatkan anak yang kreatif. Anik Pamilu (2007: 2) menyatakan bahwa anak yang kreatif suka berkreasi. Dengan berkreasi ia akan dapat mengaktualisasikan dan mengekspresikan dirinya.

Selanjutnya Anik Pamilu (2007: 69) menjelaskan bahwa melakukan olah seni termasuk seni rupa merupakan salah satu aspek terpenting untuk meningkatkan kreativitas anak. Bukan berarti anak harus bisa menggambar atau melukis sebaik Affandi. Sesungguhnya kegiatan seni rupa merupakan sejumlah kegiatan dari mewarnai, menggambar, membentuk, dan lain sebagainya. Anik Pamilu (2007: 69)


(19)

menegaskan bahwa pada usia prasekolah, kemampuan imajinasi dan belajar seorang anak sangatlah besar. Anik Pamilu (2007: 69) menegaskan bahwa dengan memberikan kegiatan permainan kepada anak, aktivitas kesenian dapat membantu anak untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitasnya. Termasuk aktivitas menggambar. Anik Pamilu (2007: 69) menjelaskan bahwa kegiatan menggambar merupakan sarana yang tepat dan sesuai untuk anak usia Taman Kanak-kanak dalam rangka mengaktualisasikan, mengeskpresikan diri, dan membantu anak untuk mengembangkan serta meningkatkan imajinasi dan kreativitasnya melalui kegiatan mengeksplorasi warna, tekstur, dan bentuk dengan media menggambar yang dituangkan sesuka hatinya, bebas, spontan, kreatif, unik, dan bersifat individual.

Fakta yang terjadi di lapangan, berdasarkan pengamatan langsung peneliti pada proses pembelajaran di TK ABA Kalakijo pada Kelompok B2 yang telah dilaksanakan pada tanggal 2, 3, dan 4 September 2013 mendapati kenyataan bahwa ketika pembelajaran berlangsung, guru dalam mengembangkan kreativitas menggambar pada anak dirasa masih sangat kurang. Pada kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan indikator bahasa: keaksaraan pada nomor 27 yang berbunyi membuat gambar dan coretan (tulisan) tentang cerita mengenai gambar yang dibuat sendiri, masih belum sesuai. Banyak anak yang kurang antusias pada kegiatan tersebut. Masih banyak anak yang belum bisa menggambar sesuai dengan apa yang mereka inginkan, hanya ada beberapa anak saja yang dapat menuangkan idenya ke dalam kertas gambarnya, sementara yang lain masih kebingungan, kemudian mereka meniru dengan gambar temannya dalam satu kelompoknya.


(20)

Begitu pula dengan indikator fisik-motorik: motorik halus nomor 24 yang berbunyi menggambar (sesuai dengan tema) dengan berbagai media (kapur tulis, pensil warna, krayon, arang, spidol, dan bahan-bahan alam) dengan rapi. Pada kegiatan ini guru mengajari anak cara menggambar bunga, guru memberikan contoh didepan cara menggambar bunga yang kemudian diikuti oleh anak-anak. Namun gambar yang di buat guru cenderung bentuknya seperti itu terus, kurang variatif. Padahal pada tema sebelumnya, pada tema lingkunganku guru sudah mengajarkan cara menggambar bunga yang seperti demikian. Bahkan cara mewarnai dan komposisi warna juga sama, tidak ada bedanya. Padahal kita tahu sendiri bentuk tanaman bunga itu beraneka ragam bentuknya, dan memiliki warna yang beraneka ragam pula. Hal ini menunjukkan jika guru kurang optimal dalam menyampaikan materi.

Dari permasalahan dalam kegiatan pembelajaran yang telah diuraikan tersebut di atas, sebenarnya dapat diatasi dengan diberikannya kegiatan pembelajaran melalui aktivitas menggambar yang di rancang dan di kemas lebih menarik. Karena hal ini dapat menstimulasi perkembangan kreativitas menggambar seorang anak. Sumanto (2006: 10) menyebutkan kemampuan-kemampuan dalam kreativitas menggambar tersebut adalah: 1) kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan dalam menghasilkan sebuah gambar; 2) kemampuan untuk menguraikan dengan rinci gagasan tersebut melalui goresan-goresan gambar; 3) kemampuan untuk menghasilkan karya secara asli dan mandiri; 4) adanya kemampuan untuk menggambar dengan ciri yang berbeda dan unik; dan 5) adanya kemampuan untuk mengkombinasikan dalam sebuah karya gambar.


(21)

Aktivitas menggambar yang dapat menstimulasi kreativitas menggambar yaitu aktivitas menggambar yang diawali dengan menggambar bentuk dasar, kemudian anak menambahi dengan goresan gambar bentuk-bentuk lainnya pada gambar bentuk dasar tersebut, yang kemudian anak dipebolehkan untuk mewarnainya secara bebas, sehingga melalui proses tersebut anak dapat menghasilkan sebuah karya gambar yang sifatnya unik dan kreatif. Oleh karenanya pada kajian penulisan dan penelitian ini akan membahas tentang fungsi aktivitas menggambar yang dapat digunakan sebagai kegiatan pembelajaran dalam rangka pengembangan kreativitas menggambar pada anak usia dini.

B. Identifikasi masalah

Dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada yang telah diuraikan tersebut di atas maka penulis dapat mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Guru kurang optimal dalam mengembangkan kreativitas menggambar pada anak. 2. Kreativitas menggambar anak belum berkembang optimal.

3. Penampilan guru kurang menarik dalam menyampaikan materi-materi kreativitas menggambar.

C. Batasan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas maka penelitian ini fokus pada kegiatan menggambar untuk mengembangkan kreativitas menggambar anak di TK ABA Kalakijo.


(22)

D. Rumusan masalah

Mengacu pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah kreativitas menggambar anak belum berkembang dengan optimal, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah cara untuk mengembangkan kreativitas menggambar melalui aktivitas menggambar pada anak di Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal Kalakijo

E. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengembangkan kreativitas menggambar anak melalui aktivitas menggambar.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan dari penelitian tersebut diatas, maka harapan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Untuk siswa

Kreativitas menggambar yang dimiliki anak berkembang. 2. Untuk Pendidik

Menambah data tentang cara mengembangkan dan mengoptimalkan kreativitas menggambar anak melalui aktivitas menggambar.

3. Untuk sekolah

Dapat menggunakan aktivitas menggambar sebagai salah satu alternatif cara untuk mengembangkan kreativitas menggambar di Taman Kanak-kanak.


(23)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kreativitas Menggambar

1. Pengertian Kreativitas Menggambar

Secara umum kreativitas diartikan sebagai kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 456) kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta. Hurlock (1980: 4) menyatakan kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya, dapat berupa kegiatan imajinatif dan sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman. Mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya serta perpaduan hubungan lama ke situasi baru dan mencakup pembentukan korelasi baru yang harus mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata, walaupun merupakan hasil yang sempurna dan lengkap. Dapat berbentuk produk seni, kesusasteraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat prosedural atau metodologis.

Dalam Departemen Pendidikan Nasional (2008: 9) dijelaskan bila kreativitas diartikan sebagai sebuah proses yang mampu melahirkan gagasan, pemikiran, konsep, dan atau langkah-langkah baru pada diri seseorang. Kamus Webster dalam Anik Pamilu (2007: 9), kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan orisinalitas dalam berekspresi yang bersifat imajinatif.


(24)

Masih berkaitan dengan kreativitas, menurut Rotherberg (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 9), kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan ide atau gagasan dan solusi yang baru dan berguna untuk memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Adapun Kintz dan Bruning (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 9), menyatakan bahwa kreativitas merupakan fungsi berbagai faktor dan ciri kemampuan mental intelektual. Ciri dan kemampuan mental seseorang dapat diamati melalui proses berpikir secara divergen, konvergen, menghayati, dan merasakan yang terungkap melalui bahasa, simbol, gambar, atau perilaku motorik. Sementara teori dari model kognitif yang dikemukakan oleh Torrance dan White (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 9), kreativitas sebagai proses dan fungsi berbagai kemampuan kognitif, khususnya kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah. Pada model kogntif ini mendasarkan teorinya pada asumsi bahwa kreativitas adalah proses dan hasil belajar individu terhadap lingkungan. Jadi pada kesimpulannya kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan orisinalitas produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya, dapat berupa kegiatan imajinatif dan sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 250) menggambar adalah membuat gambar atau melukis. Dalam Tarja Sudjana, Irin Tambrin, Tity Soegiarty, dan Maman Tocharman (2001: 1), menggambar diartikan dengan membuat gambar. Mengandung makna bahwa menggambar merupakan membuat tiruan benda yang berupa orang, binatang,


(25)

tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya yang dibuat pada bidang datar dengan alat yang menghasilkan jejak yang jelas dijelaskan. Dalam kajian lain, seperti dikutip dalam Saiful Haq (2008: 1), menggambar dipandang sebagai kegiatan suatu penguraian penjelasan untuk suatu keperluan sehingga cukup hanya dinyatakan dengan goresan-goresan dan coretan-coretan garis saja.

Menurut Soedarso (dalam Suwarna, 2007: 10) menggambar adalah suatu pengucapan pengalaman artistik yang ditumpahkan dalam bidang dua dimensional dengan garis warna. Dengan demikian menggambar merupakan bahasa visual dan merupakan salah satu media komunikasi yang diungkapkan melalui garis, bentuk, warna dan teksture. Dijelaskan pula dalam Suwarna (2007: 10) bahwa menggambar juga merupakan curahan isi jiwa seseorang yang bernuansa estetis, kreatif, harmonis, dan ekspresif, yang tidak terlepas dari sensitivitas, mengandung pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain yang melihatnya, dan hal ini dapat menimbulkan sesuatu.

Menurut Sumanto (2006: 6) kreativitas berkarya senirupa termasuk menggambar di artikan sebagai kemampuan untuk menemukan, mencipta, membuat, merancang ulang, dan memadukan suatu gagasan baru maupun lama menjadi kombinasi baru yang divisualisasikan kedalam komposisi suatu karya seni rupa yang didukung dengan kemampuan terampil yang dimilikinya.

Mengacu pada uraian tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan, kreativitas menggambar adalah kemampuan seseorang untuk mencipta yang diungkapkan dalam kertas gambar yang perwujudannya dapat berupa tiruan objek ataupun fantasi yang lengkap dengan garis, bidang, warna, dan tekstur dengan


(26)

sederhana yang merupakan hasil dari gagasan, pemikiran, konsep, dan langkah-langkah yang baru.

Kreativitas menggambar dalam penelitian ini yaitu kemampuan seorang anak untuk mencipta yang diungkapkan dalam kertas gambar yang perwujudannya adalah gambar dapat berupa tiruan objek, bentuk ataupun fantasi/hasil imajinasi anak yang lengkap dengan garis, bidang, warna, dan tekstur sederhana yang merupakan hasil gagasan, ide-ide kreatif, pemikiran, dan konsep asli buatan anak.

2. Karakteristik atau Ciri-ciri Kreativitas Menggambar

Para ahli berpendapat bahwa kreativitas memiliki beberapa ciri-ciri dan karakteristik. Ciri-ciri tersebut biasanya dapat dilihat dari sifat dan sikap seseorang. Hurlock (1980: 5) mendeskripsikan bahwa karakteristik kreativitas terdiri dari beberapa unsur, yang di antaranya yaitu:

a. Kreativitas merupakan proses, bukan hasil.

b. Proses itu mempunyai tujuan, yang mendatangkan keuntungan bagi orang itu sendiri atau kelompok sosialnya.

c. Kreativitas mengarah ke penciptaan sesuatu yang baru, berbeda, dan karenanya unik bagi orang itu, baik itu berbentuk lisan atau tulisan, maupun konkret atau abstrak.

d. Kreativitas timbul dari pemikiran divergen, sedangkan konformitas dan pemecahan masalah sehari-hari timbul dari pemikiran konvergen.

e. Kreativitas merupakan suatu cara berpikir; tidak sinonim dengan kecerdasan, yang mencakup kemampuan mental selain berpikir.


(27)

f. Kemampuan untuk mencipta bergantung pada perolehan pengetahuan yang diterima.

g. Kreativitas merupakan bentuk imajinasi yang dikendalikan yang menjurus ke arah beberapa bentuk prestasi, misalnya melukis, membangun dengan balok, atau melamun.

Dijelaskan pula bahwa keempat ciri atau karakteristik tersebut harus merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sementara itu Guilford (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 9) mengemukakan sifat-sifat yang menjadi ciri kemampuan berpikir kreatif, yaitu:

a. Kelancaran (fluency), merupakan kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan.

b. Keluwesan (flexibility), merupakan kemampuan untuk mengemukakan beragam pemecahan masalah.

c. Keaslian (originality), merupakan kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli.

d. Kerincian (elaboration), merupakan kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara rinci.

e. Perumusan kembali (redefinition) merupakan kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan sudut pandang yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh orang lain.

Anik Pemilu (2007: 15) mengatakan bahwa ciri-ciri anak kreatif biasanya memiliki sifat-sifat yang antara lain: a) selalu ingin tahu; b) memiliki minat yang sangat luas; dan c) suka melakukan aktivitas yang kreatif. Selanjutnya Anik Pamilu


(28)

(2007: 16-17) mendeskripsikan tentang ciri seseorang dikatakan kreatif, adalah sebagai berikut: a) memiliki spontanitas dan energi yang luar biasa; b) memiliki sifat sebagai petualang; c) memiliki rasa humor yang tinggi; d) dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut; e) memiliki kemampuan untuk menciptakan suatu ide yang baru, konsep-konsep ataupun keinginan-keinginan yang diimajinasikan yang dituangkan menjadi berbagai penemuan, karya sastra, ataupun seni.

Menurut Lowenfeld (dalam Sumanto, 2006: 9) karakteristik kreativitas dalam berkarya senirupa adalah seperangkat kemampuan seseorang meliputi: a) kepekaan mengamati berbagai masalah dengan indera; b) kelancaran dalam mengeluarkan berbagai alternatif pemecahan masalah; c) keluwesan melihat atau memandang suatu masalah serta kemungkinan jawaban pemecahannya; d) kemampuan merespon atau membuahkan gagasan dalam originalitas yang biasa atau umum ditemukan; e) kemampuan yang berkaitan dengan keunikan cara atau mengungkapkan gagasan dalam menciptakan karya seni; f) kemampuan mengabstraksi hal-hal yang bersifat umum dan mengaitkannya menjadi hal-hal yang spesifik; g) kemampuan memadukan atau mengkombinasikan unsur-unsur seni menjadi karya seni yang utuh; dan h) kemampuan menata secara terpadu dari keseluruhan unsur-unsur seni ke dalam tatanan yang selaras.

Sumanto (2006: 10) menegaskan bahwa proses penciptaan sebuah karya dari kreativitas menggambar bukan hanya berupa kepandaian secara fisik saja dalam proses berkaryanya, melainkan juga termasuk kemampuan mencurahkan segenap potensi pribadi, baik berupa bakat, kepekaan, pengalaman, dan sebagainya. Sumanto (2006: 10) menyebutkan proses penciptaan sebuah karya tersebut adalah sebagai


(29)

berikut: a) mengolah media ungkap sesuai alat yang digunakan sewaktu berkarya; b) ketepatan dalam mewujudkan gagasan ke dalam karya; dan c) kecekatan atau keahlian tangan dalam menerapkan teknik-teknik dalam berkarya.

Dari uraian tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kreativitas menggambar memiliki karakteristik yakni: kreativitas menggambar merupakan proses yang mengarah pada sebuah penciptaan sesuatu hal yang baru. Penciptaan tersebut timbul dari sebuah pemikiran, merupakan suatu cara berpikir, kemampuan untuk mencipta gambar-gambar yang dihasilkan dari gagasan-gagasan dan originalitas, serta merupakan bentuk imajinasi.

Aspek-aspek kreativitas yang digunakan sebagai dasar pembuatan instrumen dalam penelitian ini adalah: kelancaran (fluency), merupakan kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan, keaslian (originality), merupakan kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, kerincian (elaboration), merupakan kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara rinci. Sementara untuk: keluwesan (flexibility), merupakan kemampuan untuk mengemukakan beragam pemecahan masalah, dan perumusan kembali (redefinition) merupakan kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan sudut pandang yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh orang lain, tidak digunakan sebagai dasar pembuatan instrumen penelitian karena dirasa hal tersebut kurang sesuai jika di ukur dengan kemampuan pada tahap perkembangan pendidikan anak usia dini.

3. Tahap Perkembangan Kreativitas Menggambar pada Anak

Orangtua, pengasuh, dan pendidik hendaknya tahu akan tahapan-tahapan perkembangan kreativitas anak, namun pada kenyataannya orangtua, pengasuh,


(30)

ataupun pendidik sering mengabaikan tahapan perkembangan kreativitas ini. Oleh karenanya berikut disajikan tahapan-tahapan atau periode kritis dalam perkembangan kreativitas seseorang.

Hurlock (1980: 8) mendeskripsikan periode kritis dalam perkembangan kreativitas, yaitu:

a. Usia 5 sampai 6 tahun

Usia ini merupakan masa dimana anak harus menerima perintah dan menyesuaikan diri dengan peraturan dan perintah orang dewasa di rumah dan di sekolah. Semakin keras kekuasaan orang dewasa, semakin beku kreativitas anak tersebut.

b. Usia 8 sampai 10 tahun

Keinginan untuk diterima sebagai anggota kelompok sosialnya mencapai puncaknya pada usia ini. Kebanyakan anak merasa bahwa untuk dapat diterima, mereka harus dapat menyesuaikan diri dengan pola kelompoknya tersebut. c. Usia 13 sampai 15 tahun

Seperti halnya anak yang berada pada usia dalam kelompoknya, remaja menyesuaikan dirinya dengan harapan untuk mendapatkan persetujuan dan penerimaan.

d. Usia 17 sampai 19 tahun

Pada usia ini pekerjaan menuntut konformitas dengan pola standar serta keharusan mengikuti perintah dan peraturan tertentu, sebagaimana halnya dengan kebanyakan pekerjaan rutin, hal itu akan membekukan kreativitas.


(31)

Pendapat lain mengemukakan tahap kritis perkembangan kreativitas anak, menurut Gowan (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 11) bahwa terdapat tiga tahapan kritis perkembangan kreativitas yang sangat penting bagi pendidikan, yaitu:

a. Tahap inisiatif (usia 4-6 tahun)

Pada tahap ini anak mengembangkan rasa ingin tahu, berinisiatif, berimajinasi, dan berfantasi melalui aktivitas bermain.

b. Tahap kerajinan (usia 7-12 tahun)

Pada tahap ini terjadi creativity drop, yaitu suatu gejala menurunnya kreativitas anak, karena energi psikisnya diarahkan kepada tugas dan belajar di sekolah yang berpola konvergen.

c. Tahap identitas (usia 13-18 tahun)

Proses kreatif anak mendapat dukungan dari perkembangan kemampuan intelektual, yaitu: berpikir formal, konseptual, analistis, kritis, dan evaluatif, kemampuan hubungan sosial, kesadaran akan tatanan kehidupan sosial serta nilai-nilai moral dan religius mulai terbentuk.

Tim Redaksi Ayahbunda (2002: 61) menjelaskan tentang tahap perkembangan kreativitas seseorang, bahwa tahap potensi kreatif ini sudah mulai dapat diamati oleh orang dewasa melalui permainan-permainan yang anak lakukan. Kemudian secara bertahap sejalan dengan perkembangannya, kreativitas ini berkembang pada area kehidupan lain seperti saat anak melakukan tugas-tugas sekolahnya dan di tempat pekerjaannya kelak.


(32)

Tim Redaksi Ayahbunda (2002: 61) juga menjelaskan bahwa pada umumnya hasil kreativitas seseorang mencapai puncaknya pada usia tiga puluh sampai empat puluhan. Setelah itu kreativitas tidak lagi berkembang atau bahkan menurun. Mengapa demikian, menurut para ahli, salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan seperti tekanan keuangan, kurangnya waktu luang, atau kondisi kesehatan.

Sumanto (2006: 30) menjelaskan bahwa anak yang berada pada usia TK-SD adalah masa keemasan kreatif, yang mana anak-anak mengalami masa peka dalam perkembangan kreativitasnya. Selanjutnya menurut Lowenfeld (dalam Sumanto, 2006: 30) menjelaskan tahap perkembangan kreativitas menggambar pada anak, yang mana hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari perkembangan keterampilan menggambar anak, yakni: a) masa goresan sekitar usia 2-4 tahun; b) masa pra-bagan sekitar usia 4-7 tahun; c) masa bagan/skematis sekitar usia 9-11 tahun; d) masa permulaan realism sekitar usia 9-11 tahun; dan e) masa realism semu sekitar usia 11-13 tahun.

Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, dalam perkembangan kreativitas menggambar anak PAUD yang mana hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari bakat serta keterampilan, berada pada tahap masa goresan (usia 2-4 tahun) dan pada tahap inisiatif (usia 4-6 tahun). Pada masa awal kreativitas ini sangatlah dipengaruhi oleh sikap orang tua. Anak akan lebih bebas mengekspresikan kreativitasnya apabila orang tua mendukung anak, misalnya dengan menyediakan berbagai sarana stimulasi yang memungkinkan potensi kreatif itu muncul dan berkembang.


(33)

4. Manfaat Kreativitas Menggambar Bagi Anak

Terdapat sejumlah alasan mengapa kreativitas perlu dikembangkan kepada anak sejak usia dini. Munandar (dalam Suratno, 2005: 5), merumuskan empat alasan mengapa kreativitas perlu dikembangkan sejak usia dini, adalah sebagai berikut: a. Kreativitas untuk merealisasikan perwujudan diri

Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah perwujudan diri. Untuk mewujudkan dirinya manusia perlu berkreasi sehingga diakui karyanya oleh orang lain. Menurut Maslow diperlukan kreativitas yang berfungsi untuk memanifestasikan dirinya diperlukan untuk perwujudan diri.

b. Kreativitas untuk memecahkan suatu permasalahan

Kreativitas atau pikiran yang berdaya atau berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk melihat berbagai kemungkinan penyelesaian terhadap suatu permasalahan.

c. Kreativitas untuk memuaskan diri

Keberhasilan anak dalam melakukan percobaan, penelusuran, dan berbagai upaya lainnya akan memberikan kepuasan tersendiri bagi yang bersangkutan.

d. Kreativitas untuk meningkatkan kualitas hidup

Orang yang memiliki banyak ide, memiliki penemuan-penemuan baru, dan menguasai tekhnologi baru jelas akan memiliki peluang pendapatan yang lebih baik dibandingkan yang tidak memilikinya.

Hurlock (1980: 6) menyatakan bahwa kreativitas memiliki banyak nilai yang penting bagi anak, namun nilai-nilai kreativitas yang penting ini hampir sama sekali


(34)

diabaikan. Selanjutnya Hurlock (1980: 6) menjelaskan nilai kreativitas tersebut bagi anak, sebagai berikut:

a. Kreativitas memberi anak-anak kesenangan dan kepuasan pribadi yang sangat besar. Penghargaan mempunyai pengaruh nyata terhadap perkembangan kepribadiannya.

b. Menjadi kreatif juga penting artinya bagi anak kecil karena menambah bumbu dalam permainannya yang merupakan pusat kegiatan hidup mereka. Jika kreativitas dapat membuat permainan menyenangkan, mereka akan merasa bahagia dan puas.

c. Dengan bertambahnya usia anak prestasi merupakan kepentingan utama dalam penyesuaian hidup mereka. Kreativitas yang membantu mereka mencapai keberhasilan di bidang yang berarti bagi mereka dan dipandang baik oleh orang yang berarti baginya akan menjadi sumber kepuasan ego yang besar.

d. Kreativitas memberi sumbangan pada kepemimpinan. Pada setiap tingkatan usia pemimpin harus menyumbangkan sesuatu kepada kelompok yang penting artinya bagi anggota kelompok. Di samping kepuasan pribadi yang diperoleh anak dari kreativitas, apabila kreativitas itu memberi rasa puas dalam memainkan peran sebagai pemimpin, hal ini akan menjamin adegan penyesuaian sosial dan pribadi yang baik.

Utami Munandar (2009: 9) menyatakan bahwa kreativitas memiliki peran yang penting terhadap prestasi anak di sekolah. Torrance (dalam Utami Munandar, 2009: 9) mengajukan hipotesis bahwa daya imajinasi, rasa ingin tahu, dan orisinalitas


(35)

dari subjek yang kreativitasnya tinggi dapat mengimbangi kekurangan dalam daya ingatan dan faktor-faktor lain yang diukur oleh tes inteligensi tradisional.

Selanjutnya fokus pada manfaat kreativitas seni rupa bagi siswa menurut Sumanto (2006: 21) adalah:

a. Menimbulkan kepuasan, kegembiraan dan kesenangan karena menggambar merupakan media ekspresi untuk mengungkapkan keinginan, perasaan, dan pikiran melalui kreativitas meggambarnya.

b. Kreativitas seni rupa memberikan kebebasan untuk mengembangkan perasaan, kepuasan, keinginan, keterampilan saat anak melakukan kegiatan ini karena senirupa ternasuk menggambar dapat menjadi media anak untuk bermain.

Dari uraian tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa kreativitas menggambar memiliki banyak manfaat bagi anak. Bagi perkembangananya, kreativitas menggambar ini memberikan kesenangan, kepuasan, dan kegembiraan karena menggambar merupakan media ekspresi untuk mengungkapkan keinginan, perasaan, dan pikiran. Kreativitas menggambar memberikan kebebasan untuk mengembangkan perasaan dan keterampilan saat anak melakukan kegiatan menggambar karena menggambar menjadi media anak untuk bermain.

5. Faktor-faktor Pendorong Kreativitas Menggambar pada Anak

Pada dasarnya semua anak mempunyai potensi untuk kreatif, walaupun tingkat kreativitasnya berbeda-beda. Hurlock (1980: 11) menyatakan seperti halnya pada potensi lain, kreativitas perlu diberi kesempatan dan rangsangan oleh lingkungan untuk berkembang.


(36)

Hurlock (1980: 11) mendeskripsikan kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas, adalah sebagai berikut:

a. Waktu

Artinya untuk menjadi kreatif, kegiatan anak seharusnya jangan diatur sedemikian rupa sehingga hanya sedikit waktu bebas bagi mereka untuk bermain-main dengan gagasan dan konsep-konsep dan mencobanya dalam bentuk baru dan orisinal.

b. Kesempatan menyendiri

Artinya apabila tidak mendapat tekanan dari kelompok sosial, anak dapat menjadi kreatif. Singer menerangkan bahwa anak membutuhkan waktu dan kesempatan menyendiri untuk mengembangkan kehidupan imajinatif yang kaya.

c. Dorongan

Terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang dewasa, mereka harus didorong untuk kreatif dan bebas dari ejekan dan kritik yang seringkali dilontarkan pada anak yang kreatif.

d. Sarana

Artinya sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk merangsang dorongan eksperimentasi dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting dari semua kreativitas.

e. Lingkungan yang merangsang

Artinya lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas dengan memberikan bimbingan dan dorongan untuk menggunakan sarana yang akan mendorong kreativitas. Ini harus dilakukan sedini mungkin sejak masa bayi dan


(37)

dilanjutkan hingga masa sekolah dengan menjadikan kreativitas suatu pengalaman yang menyenangkan dan dihargai secara sosial.

f. Hubungan orangtua dan anak yang tidak posesif

Artinya orangtua yang tidak terlalu melindungi atau terlalu posesif terhadap anak, mendorong anak untuk mandiri dan percaya diri.

g. Cara mendidik anak

Artinya mendidik anak secara demokratis dan permisif di rumah dan sekolah meningkatkan kreativitas sedangkan cara mendidik otoriter memadamkan kreativitas anak.

h. Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan

Artinya kreativitas tidak muncul dalam kehampaan. Semakin banyak pengetahuan yang dapat diperoleh anak, semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif. Puleski (dalam Hurlock, 1980: 11) mengatakan bahwa anak-anak harus berisi agar dapat berfantasi.

Selanjutnya dalam Tim Redaksi Ayahbunda (2002: 62) menjelaskan tentang kondisi yang diperlukan untuk meningkatkan kreativitas anak, adalah: a) Agar anak kreatif, anak perlu waktu yang cukup untuk bermain dengan ide dan konsepnya; b) bebas dari tekanan kelompok sosial; c) adanya dukungan (support) dari lingkungan; d) materi yang cukup; d) alat-alat bermain, serta material lain perlu diberikan untuk merangsang uji coba dan eksplorasi; e) lingkungan yang merangsang; f) hubungan orangtua-anak yang tidak mengikat, yaitu tidak terlalu melindungi dan mengatur; g) pola asuh demokratis dan permisif; h) ada kesempatan mendapatkan pengetahuan.


(38)

Sumanto (2005: 42) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas anak pada pendidikan anak usia dini: a) sarana belajar dan bermain disediakan untuk merangsang dorongan eksperimental dan eksplorasi; b) lingkungan sekolah yang teratur, bersih, dan indah secara langsung akan mendorong kreativitas; c) kemenarikan guru dalam mendidik dan memberikan motivasi dan; d) peran serta masyarakat dan orangtua untuk mendukung kegiatan pendidikan anak antara lain dengan menyediakan kebutuhan media/bahan praktek seni rupa bagi putra-putrinya.

Selanjutnya Sumanto (2006: 37) menjelaskan faktor-faktor yang dapat meningkatkan kreativitas senirupa anak, yaitu: a) memberikan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan anak; b) berada dalam suasana santai tanpa adanya tekanan untuk berprestasi; c) memberikan fasilitas-fasilitas media dalam berkarya; d) memberikan motivasi dan rangsangan sebelum dan saat membuat karya; e) menyediakan tempat yang memadai untuk melakukan kegiatan tersebut; dan f) memajang/memamerkan hasil kreasi anak pada tempat/ruang kelas.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perlunya kondisi yang mendukung agar kreativitas menggambar anak dapat meningkat. Di antaranya adalah adanya waktu luang atau kesempatan, adanya dukungan dari lingkungan, sarana seperti alat-alat untuk menggambar yang mendukung. Demikian pula lingkungan sekolah juga memiliki peran untuk meningkatkan kreativitas menggambar anak di antaranya: a) memberikan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan anak; b) berada dalam suasana santai tanpa adanya tekanan untuk berprestasi; c) memberikan fasilitas-fasilitas media dalam berkarya; d)


(39)

memberikan motivasi dan rangsangan sebelum dan saat membuat karya; e) menyediakan tempat yang memadai untuk melakukan kegiatan tersebut; dan f) memajang/memamerkan hasil kreasi anak pada tempat/ruang kelas. Yang tak kalah penting adalah kemenarikan guru dalam mendidik dan memberikan motivasi, serta peran serta masyarakat dan orangtua untuk mendukung kegiatan pendidikan anak.

B. Pendidikan Anak Usia Dini

1. Hakekat Pendidikan Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak usia 0 sampai dengan 6 tahun. Dengan demikian pendidikan anak usia dini adalah layanan pendidikan yang diberikan kepada anak usia 0 sampai dengan 6 tahun. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010: 1) tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 dijelaskan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam Undang-undang tersebut jelas tertuang bahwa anak usia dini adalah anak dengan usia 0 sampai dengan 6 tahun, namun beberapa ahli juga berpendapat bahwa anak usia dini adalah anak dengan usia antara 0 sampai dengan 8 tahun.

Ebbeck (dalam Hibana S. Rahman, 2005: 3) menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah pelayanan kepada anak mulai dari lahir sampai umur 8 tahun. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Yuliani Nurani Sujiono (2009: 1) yang


(40)

menyatakan bahwa konsep pendidikan anak usia dini adalah anak usia 0 sampai dengan 8 tahun yang merupakan masa usia kritis yang akan menentukan pada proses serta hasil pada tahap selanjutnya. Demikian pula dengan Hibana S. Rahman (2005: 4) menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya yang terencana dan sistematis yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak usia 0-8 tahun dengan tujuan agar anak mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.

Sebelum adanya konsep tentang Pendidikan Anak Usia Dini sebenarnya kita sudah lebih dulu mengenal tentang konsep pendidikan prasekolah. Konsep pendidikan prasekolah lebih dikenal dan disosialisasikan sebelumnya daripada konsep tentang pendidikan anak usia dini. Bertalian dengan hal tersebut, Hibana S. Rahman (2005: 4-5) mendeskripsikan hakikat pendidikan prasekolah, yaitu:

a. Pusat pengembangan kepribadian anak (child development centre) artinya memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani serta mengembangkan bakat-bakatnya secara optimal. Selain itu juga memberikan bimbingan yang seksama agar anak-anak memiliki sifat-sifat, nilai-nilai, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

b. Pusat kesejahteraan anak (child welfare centre), maksudnya Taman Kanak-kanak memberikan pembinaan kesejahteraan yang diperlukan anak dalam masa mudanya untuk mencegah timbulnya akibat yang negatif di kemudian hari.

c. Sebagai usaha untuk membantu orangtua atau keluarga, yakni membantu kehidupan jasmani dan rohani anak yang diperlukan bagi pengembangan kepribadiannya.


(41)

d. Sebagai usaha untuk memajukan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan yakni dengan membina generasi muda sedini mungkin secara terencana, mantap, serta penuh tanggung jawab.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan prasekolah merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini adalah pelayanan pendidikan yang diberikan kepada anak mulai dari usia 0 sampai dengan 8 tahun yang meliputi pendidikan keluarga, dilanjutkan dengan play group/satuan paud sejenis/taman penitipan anak/Taman Kanak-kanak dan SD kelas awal.

Pendidikan Anak Usia Dini dalam penelitian ini adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada anak usia Taman Kanak-kanak. Penelitian ini dilakukan pada anak Kelompok B2 dengan usia 5 sampai 6 tahun. Dalam penelitian ini anak diberikan stimulasi secara bertahap agar kreativitas menggambar anak dapat berkembang dengan baik.

2. Fokus Pendidikan Anak Usia Dini

Para ahli berpendapat bahwa usia dini merupakan masa yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Harun Rasyid, Mansyur, dan Suratno (2009: 48) menyatakan bahwa usia dini merupakan usia emas (golden age) dimana anak tersebut akan mudah menerima, mengikuti, melihat, dan mendengar segala sesuatu yang dicontohkan, diperdengarkan serta diperlihatkan. Oleh karenanya, pendidikan anak usia dini harus memperhatikan seluruh potensi yang dimilikinya untuk dikembangkan seoptimal mungkin secara menyenangkan,


(42)

bergembira-ria, penuh perhatian dan kasih sayang, sabar dan ikhlas. Dijelaskan pula dalam Harun Rasyid, dkk. (2009: 48) bahwa dalam pengembangan seluruh potensi ini, juga harus memperhatikan kondisi sosial, kultur, keyakinan, dan kepercayaan, agama serta nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan masyarakat di mana mereka berada. Anak usia dini belajar dengan caranya sendiri. Namun Slamet Suyanto (2003: 7) menjelaskan bahwa guru atau orangtua sering mengajarkan anak sesuai dengan jalan pikiran orang dewasa. Akibatnya apa yang diajarkan orangtua sulit untuk diterima anak. Selanjutnya Slamet Suyanto (2003: 7) menjelaskan bahwa gejala ini terlihat dari banyaknya hal yang disukai oleh anak dilarang oleh orangtua, dan sebaliknya banyak hal yang disukai orangtua tidak disukai anak.

Pada umumnya semua anak menyukai kegiatan bermain. Menurut Mayke S. Tedjasaputra (2005: 91) bermain merupakan dunia kerja anak usia prasekolah. Melalui bermain, anak dapat memetik manfaat bagi perkembangan aspek fisik-motorik, kecerdasan, sosial emosional. Ketiga aspek tersebut saling menunjang satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Mengacu hal tersebut, oleh karenanya proses pendidikan anak usia dini harus tercipta pada situasi bermain yang menyenangkan. Sejalan dengan pendapat tersebut Tadkiroatun Musfiroh (2009: 16) juga menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini harus mengacu pada prinsip belajar sambil bermain atau belajar seraya bermain. Selain itu Tadkiroatun Musfiroh (2009: 16) juga memaparkan beberapa prinsip pendidikan untuk anak usia dini khususnya untuk anak usia Taman Kanak-kanak, yaitu:


(43)

a. TK merupakan salah satu bentuk awal pendidikan sekolah. Untuk itu, TK perlu menciptakan situasi pendidikan yang dapat memberikan rasa aman dan menyenangkan.

b. Masing-masing anak perlu memperoleh perhatian yang bersifat individual, sesuai dengan kebutuhan anak-anak usia TK

c. Perkembangan adalah hasil proses kematangan dan proses belajar.

d. Kegiatan belajar di TK adalah pembentukan perilaku melalui pembiasaan yan terwujud dalam kegiatan sehari-hari.

e. Sifat kegiatan belajar di TK adalah pengembangan kemampuan yang telah diperoleh dirumah.

f. Bermain merupakan cara paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat kita simpulkan bahwa pendidikan anak usia dini haruslah memperhatikan seluruh potensi yang dimilikinya untuk dikembangkan seoptimal mungkin. Proses pendidikan anak usia dini haruslah tercipta suasana yang menyenangkan yaitu mengacu pada prinsip bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain.

C. Aktivitas Menggambar 1. Pengertian Menggambar

Secara umum menggambar merupakan kegiatan melakukan coret-coretan hingga membentuk wujud gambar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 250), menggambar adalah membuat gambar. Sumanto (2006: 13) menyatakan, menggambar adalah proses membuat gambar dengan cara menggoreskan


(44)

benda-benda tajam (seperti pensil atau pena) pada bidang datar (misalnya permukaaan papan tulis, kertas, atau dinding). Menurut Affandi (dalam Saiful Haq, 2008: 2), menggambar dan melukis merupakan perwujudan bayangan angan-angan ataupun suatu pernyataan perasaan/ekspresi dan pikiran yang diinginkan. Perwujudan tersebut dapat berupa tiruan objek ataupun fantasi yang lengkap dengan garis, bidang, warna, dan tekstur dengan sederhana.

HM. Affandi (2006: 4) menyatakan bahwa menggambar dan melukis memiliki pengertian yang berbeda. Menggambar diartikan sebagai suatu penguraian penjelasan untuk suatu keperluan sehingga cukup hanya dinyatakan dengan goresan-goresan garis saja sedangkan melukis diartikan sebagai ungkapan pikiran dan perasaan (ekspresi) melalui unsur-unsur yang lebih komplek termasuk bidang, warna, tekstur, volume, dengan kaidah-kaidah tertentu. Namun Hajar Pamadhi (dalam Saiful Haq, 2008: 2) memberikan pernyataan bahwa menggambar dan melukis secara substansial hal tersebut adalah sama, yaitu usaha untuk menyatakan pikiran, gagasan, angan-angan, khayalan, serta kenyataan anak keseharian. Namun menggambar lebih cenderung banyak garis, sedang melukis lebih cenderung banyak menggunakan warna. Tarja Sudjana, dkk. (2001: 1) menjelaskan, menggambar dikenal juga dengan istilah menggambar alam benda. Menggambar seakan-akan memindahkan benda tersebut ke dalam sebuah bidang gambar tanpa adanya suatu perubahan. Muharam E. dan Warti Sudaryati (1992: 95) menjelaskan pada hakikatnya menggambar adalah penyajian ilusi optik atau manipulasi ruang dalam bidang datar dua dimensi.

Berdasar pada pengertian-pengertian tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menggambar adalah membuat gambar dengan cara menggoreskan


(45)

benda-benda tajam (seperti pensil atau pena) pada bidang datar (misalnya permukaaan papan tulis, kertas, atau dinding) yang merupakan perwujudan bayangan angan-angan ataupun suatu pernyataan perasaan/ekspresi dan pikiran yang diinginkan. Perwujudan tersebut dapat berupa tiruan objek ataupun fantasi yang lengkap dengan garis, bidang, warna, dan tekstur dengan sederhana.

Aktivitas menggambar dalam penelitian ini adalah proses ketika anak membuat gambar dengan cara menggoreskan pensil atau spidol pada selembar kertas, yang merupakan suatu pernyataan yang berupa tiruan objek ataupun fantasi yang lengkap dengan garis, bidang, warna, dan tekstur dengan sederhana.

2. Jenis-jenis Menggambar

Kegiatan menggambar dapat dibedakan berdasarkan pada kebutuhan, fungsi dan cara pembuatannya. Tarja Sudjana, dkk. (2001: 2) mengemukakan bahwa pada masa sekarang ini, menggambar banyak dibutuhkan dan digunakan dalam berbagai kegiatan, dapat dicontohkan gambar yang dipergunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tekhnologi, ekonomi, dan pendidikan. Sejalan dengan kebutuhan tersebut, maka muncul berbagai macam jenis menggambar sesuai dengan fungsinya, Tarja sudjana, dkk. (2001: 2) mendeskripsikannya antara lain: a) menggambar bentuk; b) menggambar dekoratif; c) menggambar ekspresif; d) menggambar illustratif; e) menggambar disain reklame; dan f) menggambar perspektif.

Sumanto (2005: 48) membedakan jenis kegiatan menggambar yang didasarkan pada cara pembuatannya, yang di antaranya adalah:


(46)

a. Menggambar secara bebas sesuai alat gambar yang digunakan tanpa memakai bantuan alat-alat lain seperti mistar, jangka dan sejenisnya. Terdapat ciri gambar yang bebas, spontan, kreatif, unik dan bersifat individual.

b. Menggambar yang dibuat dengan bantuan peralatan mistar, penggaris, jangka, busur derajat, dan sablon. Terdapat ciri yang terikat, statis, dan tidak spontan.

Sumanto (2005: 48) menegaskan bahwa pembelajaran menggambar yang sesuai di Kelompok Bermain atau di Taman Kanak-kanak bukanlah menggambar yang dibuat dengan bantuan mistar dan sejenisnya melainkan adalah macam menggambar yang bersifat bebas itulah yang dilatihkan kepada anak. Yang antara lain macamnya adalah melatihkan menggambar bebas, menggambar imajinatif, mewarnai gambar dan lainnya.

Dari definisi-definisi tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis kegiatan menggambar dapat dibedakan berdasarkan cara pembuatannya ataupun sesuai dengan fungsinya. Kegiatan menggambar yang dapat diberikan pada anak usia dini antara lain: menggambar bentuk, menggambar tematis, menggambar non tematis, dan menggambar bebas. Ada pun jenis menggambar dalam penelitian ini adalah jenis menggambar bebas, menggambar bentuk dan menggambar tematis. 3. Tujuan dan Manfaat menggambar bagi anak

Banyak pakar mengutarakan tujuan dan fungsi menggambar bagi anak usia dini. Menurut Ade Hensuska (2005: 2) melalui aktivitas menggambar, anak dapat menorehkan perasaan, mengungkapkan perasaan, mengungkapkan keinginan, dan menceritakan pengalaman. Selain itu dengan aktivitas menggambar juga bisa melatih kemampuan kreatif anak.


(47)

Hal ini sejalan dengan Hajar Pamadhi (dalam Saiful Haq, 2008: 4) yang menyatakan bahwa menggambar memiliki tujuan yang antara lain: a) alat untuk mengutarakan/ekspresi isi hati, pendapat maupun gagasan; b) media fantasi, imajinasi dan sekaligus sublimasi; c) stimulasi bentuk ketika lupa atau untuk menumbuhkan gagasan baru; dan c) alat untuk menjelaskan bentuk serta situasi.

Sumanto (2005: 49) menyatakan bahwa tujuan aktivitas menggambar pada pendidikan anak usia dini ini dimaksudkan agar kemampuan berolah senirupa yang yang diwujudkan dengan keterampilan mengungkapkan ide, gagasan, pengalaman, pengamatan kedalam goresan garis, bentuk, dan warna sesuai alat gambar yang digunakannya. Dengan demikian pembelajaran menggambar yang sesuai untuk pendidikan anak usia dini adalah dengan jenis menggambar bebas, menggambar imajinatif, dan mewarnainya.

Fungsi seni menggambar bagi anak usia dini seperti dikutip dari buku Jurus-jurus menggambar dan mewarnai dari nol karya Saiful Haq (2008: 4) menyebutkan fungsi seni menggambar antara lain: a) sebagai ekspresi; b) sebagai catatan harian; c) melatih kepekaan rasa; d) menambah wawasan budaya; dan e) melatih rasa kebersamaan.

Sebuah peribahasa yang tertulis dalam buku karya Affandi dan Dewabroto (dalam Suwarna, 2007: 18), mengatakan bahwa “gambar mengandung seribu bahasa”. Peribahasa ini mencerminkan bahwa aktivitas menggambar merupakan pengucapan batin yang diwujudkan agar dapat dibaca, dipahami oleh orang lain yang melihatnya. Hasil dari gambar tersebut merupakan visualisasi gejolak jiwa bagaikan serangkaian kata-kata yang terungkap sebagai ucapan batin yang syarat dengan


(48)

nuansa manusiawi. Hal ini akan sangat berguna bagi anak yang ada pada masa perkembangan mental, akal, kepribadian, dan sikap sosialnya. Mengapa demikian, dijelaskan dalam Suwarna (2007: 19) karena di dalam gambar tadi terdapat unsur pembentukan fungsi-fungsi jiwa pembentukan yang sangat menentukan terbentuknya keharmonisan lahir dan batin.

As’adi Muhammad (2009: 15-27) mendeskripsikan bahwa kegiatan menggambar dan mewarnai memberikan banyak manfaat bagi anak usia dini, yakni: a. Merangsang dan membangkitkan otak kanan

Dengan memberikan pelajaran atau pelatihan mengenai menggambar dan mewarnai, otak kanan anak akan terasah, yang akhirnya akan membuatnya mempunyai kreativitas yang tinggi.

b. Menumbuhkan kreativitas

Lewat menggambar, anak bisa menuangkan beragam imajinasi yang ada di kepala mereka. Lewat gambar yang dibuatnya, anak bisa menuangkan segala gagasan dan pendapat-pendapat yang terpendam. Dengan demikian, tidaklah keliru jika dikatakan bahwa gambar dapat meningkatkan kreativitas anak.

c. Membuka wawasan

Sebagai contoh anak sedang belajar menggambar seekor kuda yang tengah merumput di kehijauan padang lapang. Dalam menggambar kuda tersebut, anak pasti akan banyak berusaha mengetahui apa saja yang ada di sekitar hewan tersebut.


(49)

d. Lukisan, cermin kreativitas dan kecerdasan anak

Apapun hasil lukisan yang tertuang, merupakan hasil gagasan dan kemampuan anak. Jika anak mempunyai kreativitas dan kecerdasan yang tinggi, maka lukisan yang dihasilkannya akan baik. Tetapi jika tidak, maka lukisan akan terlihat biasa-biasa saja, bahkan kualitasnya akan cenderung di bawah standar lukisan anak pada umumnya.

Perlu diketahui pula pendapat Rodowski (dalam Suwarna, 2007: 19) yang dalam penelitiannya “Columbus Public School” menyatakan bahwa anak yang mendapatkan pelajaran menggambar akan: a) mengalami kegembiraan dan semangat bersekolah tinggi; b) memperoleh kedisiplinan yang positif; c) keterampilan membaca lebih tinggi 65%; d) telaah komprehensif kemampuan memahami bacaan lebih tinggi 41%; e) konsep matematikanya lebih tinggi 63%; dan f) penerapan konsep matematikanya lebih maju 25%.

Selanjutnya Hajar Pamadhi, Evan Sukardi S., dan Azizah Muis (2010: 2.11) menjelaskan tentang fungsi menggambar bagi anak. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a) menggambar sebagai alat bercerita (bahasa visual/bentuk); b) menggambar sebagai media mencurahkan perasaan; c) menggambar sebagai alat bermain; d) menggambar melatih ingatan; e) menggambar melatih berpikir komprehensif (menyeluruh); f) menggambar sebagai media sublimasi perasaan, g) menggambar melatih keseimbangan; h) menggambar mengembangkan kecakapan emosional; i) menggambar melatih kreativitas anak; dan j) menggambar melatih ketelitian melalui pengamatan langsung.


(50)

Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya kegiatan menggambar ini dapat memberikan manfaat yang baik kepada anak. Di antaranya dapat melatih ingatan, media sublimasi perasaan, mengembangkan kecakapan emosional, merangsang dan membangkitkan otak kanan, membuka wawasan, serta melatih kreativitas. Selain itu, manfaat yang tak dapat dilihat secara langsung, anak yang mendapatkan kegiatan menggambar mengalami kegembiraan dan semangat bersekolah, disiplin positif, memiliki keterampilan membaca dan memahami bacaan, dan konsep serta penerapan konsep matematika mereka lebih maju.

Tujuan menggambar dalam penelitian ini adalah sebagai media mencurahkan perasaan dan ide-ide/gagasan yang dimiliki anak, sebagai alat/media untuk bermain, dan sebagai alat untuk melatih serta mengembangkan kreativitas anak khususnya kreativitas menggambar. Dan manfaat menggambar dalam penelitian ini adalah anak akan mengalami kegembiraan, anak terampil dalam menggambar, dan kreativitas menggambar anak berkembang dengan baik.

4. Tahapan Perkembangan Menggambar Anak

Pada kegiatan menggambar terdapat juga tingkat-tingkat perkembangan kepekaan yang dapat digunakan dan ditentukan sebagai pembinaan yang tepat untuk anak. Dalam Saiful Haq (2008: 9) mendeskripsikan perkembangan gambar/goresan anak, yang antara lain:

a. Scrible Stage

Masa corengan pada usia 2-4 tahun. Diawali dengan memberi judul gambar tidak tetap sampai yakin judulnya


(51)

b. Pre Schematic Stage

Masa pra bagan pada usia 4-7 tahun. Diawali dengan menggambar simbol figur.

c. Schematic Stage

Masa bagan pada usia 7-9 tahun. Diawali dengan menggambar bentuk yang lengkap dengan cerita, sudah mulai ada perbedaan anak laki-laki dan perempuan.

d. Pseudo-realism Stage

Masa realisme semu pada usia 9-11 tahun. Menggambar bentuk-bentuk dinamis bagi anak laki-laki dan perempuan lebih statis dengan mengungkap keadaan lingkungan non fisik.

e. Realism Stage

Masa realisme pada usia 12-15 tahun. Bentuk-bentuk figur manusia lebih disenangi, dan lebih mengungkap gambar tokoh idola.

Dijelaskan lebih rinci dalam Muharam E. dan Warti Sudaryati (1992: 36-51) tentang periode perkembangan gambar anak. Berikut diuraikan secara umum perkembangan gambar anak menurut periode dan kemampuannya:

a. Masa mencoreng (umur 2-4 tahun)

Anak belum dapat mengendalikan gerakan tangannya. Hasil goresan tidak menentu. Kemudian anak menyadari gerakan tangan dan goresannya, maka berubahlah goresannya menjadi beraneka ragam bentuk, dari goresan yang berupa garis-garis panjang, garis-garis pendek yang tidak menentu arahnya dan diulang-ulang, hingga berkembang menjadi bentuk seperti benang kusut.


(52)

b. Masa Pra-bagan (umur 4-7 tahun)

Pada masa ini anak mulai dapat mengendalikan tangannya. Garis yang dihasilkan tidak corang-coreng lagi. Anak mulai membandingkan karyanya dengan obyek yang dilihat. Kemudian menggambar bentuk-bentuk yang berhubungan dengan dunia sekitarnya.

c. Masa Bagan (umur 7-9 tahun)

Bagan ialah konsep tentang bentuk dasar dari suatu objek final. Pengamatan anak bertambah teliti. Anak tahu hubungan alam sekitarnya dengan dirinya.

d. Masa permulaan realisme (usia 9-11 tahun)

Realisme bukan diartikan dengan meniru alam yang tepat tetapi sebagai usaha untuk konsep visual anak-anak yang masih memandang secara subjektif. Jadi gambarnya belum sesuai benar dengan objek.

e. Masa naturalistik semu (usia 11-13 tahun)

Masa ini dikatakan sebagai usia berpikir. Anak mulai menjadi kritis terhadap karyanya sendiri. Anak tidak lagi menggambar apa yang diketahui tetapi yang dilihatnya.

Dalam Tim Redaksi Ayahbunda (2002: 9-10) mendeskripsikan 3 tahap perkembangan menggambar pada anak, yakni:

a. Tahap pertama, tahap mencoret sembarangan

Tahap ini biasa terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada tahap ini anak belum bisa mengendalikan aktivitas motoriknya, sehingga coretan yang dibuat masih berupa goresan-goresan tidak menentu, seperti benang kusut.


(53)

b. Tahap kedua, tahap mencoret terkendali

Tahap ini juga biasa terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada tahap ini anak mulai menyadari adanya hubungan antara gerakan tangan dengan hasil goresannya. Maka berubahlah goresan menjadi garis panjang, kemudian lingkara-lingkaran. c. Tahap ketiga, tahap menamakan coretan

Pada usia 3, 5-4 tahun, pergelangan tangan sudah lebih luwes. Mereka sudah lebih mahir menguasai gerakan tangan sehingga hasil goresannya pun sudah lebih berbentuk. Sekalipun masih berupa garis atau lingkaran, anak biasanya memberi nama pada goresan yang dibuatnya.

Dijelaskan pula oleh Tim Redaksi Ayahbunda (2002: 10) bahwa pada usia 5-6 tahun, seiring dengan berkembangnya kemampuan motorik dan konsep-konsep yang dimiliki, gambar anak pun sudah menunjukkan kemiripan dengan obyek yang digambar. Objek yang mereka gambar pun biasanya lebih bervariasi. Hal ini disebabkan oleh pengalaman hidup mereka yang sudah lebih kaya.

Dari berbagai deskripsi tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap tahap perkembangan menggambar anak memiliki corak dan warna yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan pengaruh kematangan usianya, perkembangan kemampuan motoriknya, serta konsep-konsep yang dimiliki anak berdasarkan pengalaman hidup mereka yang sudah lebih kaya.

5. Faktor yang Mempengaruhi Menggambar Pada Pendidikan Anak Usia Dini Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa kegiatan menggambar perlu diberikan dan dimasukkan ke dalam kegiatan pembelajaran pada pendidikan anak usia dini. Sumanto (2005: 23) menjelaskan bahwa sejalan dengan fungsi dan


(54)

tujuan pendidikan anak, maka untuk pengembangan senirupa (termasuk menggambar) pada pendidikan anak, hendaknya dapat difungsikan untuk membina keterampilan dan kemampuan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan, dan sebagai sarana untuk memperoleh pengalaman visual estetis berolah senirupa.

Diah Sukrisnawati dan Syamsuri Jari (1993: 38) menyatakan tidak kalah dengan berbagai cabang kesenian lainnya, seni rupa juga bisa digunakan untuk menunjang keefektifan dan efisiensi pada pengajaran. Karena pada dasarnya anak-anak suka sekali menggambar, mewarnai, melipat dan menempel kertas serta membuat dan menyusun sesuatu. Hal ini semua disebabkan karena nalurinya yang besar untuk mengetahui, menyelidiki, mencoba dan berbuat. Ditegaskan pula oleh Diah Sukrisnawati dan Syamsuri Jari (1993: 38) bahwa bila digunakan sebaik-baiknya, seni rupa sangat bermanfaat untuk mempermudah dan mempercepat anak-anak dalam menyerap bahan pelajaran, memfokuskan perhatian mereka terhadap pengajaran, dan lebih dari itu adalah menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan.

Dalam Tim Redaksi Ayahbunda (2002: 10) dijelaskan bahwa anak mempunyai dorongan emosi yang butuh pelepasan. Oleh karenanya, sesuai dengan kondisi emosinya, ekspresi kesedihan, kekhawatiran dan kondisi-kondisi emosi lainnya dapat terlihat dari garis, bentuk, tema, dan warna-warna yang digunakan anak dalam gambarnya. Mengandung makna bahwa aktivitas menggambar ini perlu diberikan pada pendidikan anak, dengan alasan untuk pelepasan dan dorongan emosi yang ada dalam diri anak.


(55)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan seni rupa, baik itu berupa kegiatan menggambar perlu diberikan kepada anak usia dini karena kegiatan tersebut dapat menunjang efektivitas dan efisiensi pada pengajaran karena pada dasarnya anak-anak suka sekali menggambar hal ini disebabkan karena nalurinya yang eksploratif. Disamping itu kegiatan menggambar ini dapat digunakan sebagai media pelepasan dan dorongan emosi yang ada dalam diri.

6. Langkah-langkah Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian ini: guru memberikan aktivitas menggambar dengan cara yang menarik, kemudian guru memberikan stimulasi ide-ide kreatif pada awal pemberian tindakan, selanjutnya peneliti serta guru senantiasa memberikan dorongan, motivasi, reward selama aktivitas menggambar ini berlangsung, dan dengan diberikannya aktivitas menggambar secara bertahap dan berlanjut maka kreativitas menggambar anak dapat berkembang optimal.

D. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori dan beberapa faktor yang dapat dilihat di lapangan, maka dapat digarisbawahi bahwa aktivitas menggambar yang diberikan dalam pembelajaran di Taman Kanak-kanak memiliki pengaruh yang besar terhadap kemampuan kreativitas menggambar pada anak, khususnya pada anak usia 4 sampai dengan 6 tahun. Ketika pendidik memberikan aktivitas menggambar maka kreativitas menggambar pada anak akan berkembang secara optimal.


(56)

Mengingat masa anak usia dini merupakan masa bermain, berimajinasi, dan bereksplorasi, maka segala proses pembelajaran yang diberikan kepada anak hendaknya menyenangkan termasuk aktivitas menggambar. Dengan tujuan agar anak dapat menuangkan berbagai ekspresi dan kreativitasnya melalui gambar yang ia buat. Seperti pernyataan yang telah di sampaikan oleh Sumanto (2005: 49) bahwa tujuan aktivitas menggambar pada pendidikan anak usia dini ini dimaksudkan agar kemampuan berolah senirupa yang yang diwujudkan dengan keterampilan mengungkapkan ide, gagasan, pengalaman, pengamatan ke dalam goresan garis, bentuk, dan warna sesuai alat gambar yang digunakannya. Dengan demikian pembelajaran menggambar yang sesuai untuk pendidikan anak usia dini adalah dengan jenis menggambar bebas, menggambar imajinatif, dan mewarnainya.

Demikian pula mengingat pernyataan yang telah di sampaikan oleh As’adi Muhammad (2009: 15-27) bahwa melalaui aktivitas menggambar dapat menumbuhkan kreativitas. Lewat menggambar, anak bisa menuangkan beragam imajinasi yang ada di kepala mereka. Lewat gambar yang dibuatnya, anak bisa menuangkan segala gagasan dan pendapat-pendapat yang terpendam. Dengan demikian, tidaklah keliru jika dikatakan bahwa gambar dapat meningkatkan kreativitas anak. Selain itu As’adi juga mengungkapkan bahwa melalui aktivitas menggambar dapat membuka wawasan. Ia memberikan contoh, ketika anak sedang belajar menggambar seekor kuda yang tengah merumput di kehijauan padang lapang. Dalam menggambar kuda tersebut, anak pasti akan banyak berusaha mengetahui apa saja yang ada di sekitar hewan tersebut.


(57)

Dengan melihat hal tersebut oleh karenanya perlunya diberikan aktivitas menggambar ini untuk diberikan pada program pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Aktivitas menggambar dalam penelitian ini didasarkan pada karakteristik atau ciri kreativitas, yang meliputi: 1) fluency, atau lancar: kelancaran dalam menuangkan ide-ide anak pada karya gambarnya; 2) elaboration, atau rinci: kerincian dalam menguraikan goresan beragam bentuk pada kertas gambarnya; dan 3) originality, atau asli: keaslian dalam membuat karya sebuah gambar.

Dalam penelitian ini terdapat permasalahan pada perkembangan kreativitas menggambar anak. Kreativitas menggambar anak belum berkembang optimal. Anak cenderung kurang kreatif dalam menuangkan ide-ide kreatifnya melalui aktivitas menggambar. Hasil gambar yang dibuat oleh anak cenderung monoton, begitu-begitu saja, mirip seperti buatan gurunya, bahkan ada beberapa anak yang minta digambarkan oleh gurunya atau orangtuanya. Dengan melihat hal tersebut, maka peneliti memberikan aktivitas-aktivitas menggambar dalam rangka mengoptimalkan perkembangan kreativitas menggambar yang dimiliki anak. Aktivitas menggambar yang dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan menggambar bentuk dasar, kemudian anak menambahi dengan goresan gambar bentuk-bentuk lainnya pada gambar bentuk dasar tersebut, yang kemudian anak diperbolehkan untuk mewarnainya secara bebas, sehingga melalui proses tersebut anak dapat menghasilkan sebuah karya gambar yang sifatnya unik dan kreatif. Biarkan anak berimajinasi melalui pensil, krayon, serta kertas gambarnya. Dan tentunya hal ini tidak terlepas dari peran pendidik sebagai fasilitator. Perlunya motivasi dan pujian serta penghargaan terhadap hasil karya gambar yang anak buat. Semakin sering


(58)

pendidik dalam memberikan aktivitas menggambar pada anak secara bertahap dan kontinyu, maka semakin optimal pula perkembangan kreativitas menggambar yang anak miliki.

Gambar 1. Kerangka Berpikir

E. Hipotesis

Aktivitas menggambar dapat mengoptimalkan perkembangan kreativitas menggambar pada anak Kelompok B2.

Masalah pengembangan kreativitas menggambar

pada anak di Taman Kanak-kanak

Kreativitas menggambar anak belum berkembang secara optimal Pengembangan

kreativitas menggambar anak melalui aktivitas

menggambar

Peran pendidik dalam memberikan

stimulasi

Pemberian aktivitas menggambar secara bertahap

dan kontinyu Kreativitas

menggambar anak berkembang


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Nizar Alam Hamdani dan Dody Hermana (2008: 43) penelitiam tindakan kelas adalah suatu kegiatan peneltian dengan mencermati sebuah kegiatan belajar yang diberikan tindakan, yang secara sengaja dimunculkan dalam kelas, yang bertujuan memecahkan masalah atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas tersebut. Selanjutnya Nizar Alam Hamdani dan Dody Hermana (2008: 46) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas dilakukan secara kolaboratif melalui kerjasama dengan pihak lain, dan peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi. Penelitian ini dikemas dalam penelitian tindakan kelas kolaboratif yang mana peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan. Mulai dari perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat, yang kemudian peneliti memantau, mencatat, melakukan pengumpulan data, menganalisis data, serta melaporkan hasil penelitian.

Sa’dun Akbar (2010: 28) menjelaskan ciri utama penelitian tindakan kelas adalah: 1) masalah berasal dari latar/kelas tempat penelitian dilakukan; 2) proses pemecahan masalah tersebut dilakukan secara bersiklus; dan 3) tujuannya untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas, atau meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Adapun masalah dalam penelitian ini adalah belum berkembangnya kreativitas menggambar yang dimiliki oleh anak Kelompok B2 TK ABA Kalakijo. Penelitian ini akan dilaksanakan secara bersiklus, dalam 1 siklus akan


(60)

dilakukan 3 kali pertemuan. Tujuan dengan diadakannya penelitian tindakan kelas ini adalah agar kreativitas menggambar anak dapat berkembang dengan baik.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Sugiyono (2012: 60) mendefinisikan bahwa variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, yang kemudian dapat ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian yaitu kreativitas menggambar dan aktivitas menggambar. Dari kedua variabel tersebut di atas terdapat hubungan bahwa melalui aktivitas menggambar bebas dapat mengembangkan kreativitas menggambar seorang anak.

2. Definisi Operasional

Untuk menghindari kemungkinan meluasnya tafsiran terhadap permasalahan yang akan dibahas maka perlu adanya definisi operasional sebagai berikut:

a. Kreativitas Menggambar

Kreativitas menggambar dalam penelitian ini yaitu kemampuan anak untuk mencipta yang diungkapkan dalam kertas gambar yang perwujudannya adalah gambar dapat berupa tiruan objek, bentuk ataupun fantasi/hasil imajinasi anak yang lengkap dengan garis, bidang, warna, dan tekstur sederhana yang merupakan hasil gagasan, ide-ide kreatif, pemikiran, dan konsep asli buatan anak.


(61)

b. Aktivitas Menggambar

Aktivitas menggambar dalam penelitian ini adalah proses anak dalam membuat gambar dengan cara menggoreskan pensil atau spidol pada kertas yang merupakan suatu pernyataan yang berupa tiruan objek ataupun fantasi yang lengkap dengan garis, bidang, warna, dan tekstur dengan sederhana.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah anak Kelompok B2 yang berjumlah 19 anak berusia 5 sampai 6 tahun yang terdiri dari 11 anak perempuan dan 8 anak laki-laki. Dari jumlah anak tersebut banyak terdapat anak yang belum dapat menuangkan ide-ide kreatifnya ke dalam gambar yang anak buat. Dapat diartikan bahwa kreativitas menggambar siswa pada kelompok B2 TK ABA Kalakijo belum berkembang dengan optimal. Penelitian ini diterapkan dalam model pembelajaran kelompok.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TK ABA Kalakijo yang terletak di Kalakijo, Kelurahan Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2013 pada Semester I Tahun Ajaran 2013/2014.


(62)

E. Desain Penelitian

Desain dari penelitian tindakan kelas ini banyak mengacu pada pola model penelitian seperti yang dikemukakan oleh Lewin (dalam Sa’dun Akbar, 2010: 29) yang menyatakan bahwa dalam siklus terdiri dari empat komponen yaitu perencanan (planning), aksi atau tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting).

Adapun desain penelitian tindakan kelas ini terdapat pada gambar 2 berikut ini:

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Kelas Kurt Lewin (Sumber: Sa’dun Akbar, 2010: 29)

1. Tahapan Pelaksanaan dan Penelitian a. Perencanaan Tindakan

1) Pembuatan Rencana Kegiatan Harian (RKH) tentang materi yang akan Tindakan

(acting)

Perencanaan (planning)

Refleksi (reflecting)

Observasi (observing)


(63)

kegiatan pengembangan kreativitas melalui aktivitas menggambar ini diberikan pada bagian kegiatan inti. RKH disusun oleh peneliti dan kolabolator. RKH digunakan sebagai pedoman peneliti dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Kemudian peneliti juga menyusun dan mempersiapkan lembar observasi mengenai kreativitas menggambar anak. 2) Peneliti menyiapkan kertas gambar, pensil, karet penghapus, dan alat

perlengkapan untuk mewarnai, gambar contoh bentuk-bentuk geometri, gambar-gambar yang diunduh dari internet, serta contoh hasil gambar-gambar dari menggambar berbagai benda.

3) Peneliti mempersiapkan lembar penilaian untuk menilai perkembangan kreativitas menggambar.

4) Peneliti mempersiapkan alat untuk mendokumentasikan kegiatan yang dilakukan anak. Alat tersebut adalah kamera.

b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

Pelaksanaan tindakan merupakan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dengan menggunakan panduan perencanaan yang telah dibuat dan sesuai dengan RKH (Rencana Kegiatan Harian). Pada pelaksanaannya bersifat fleksibel dan terbuka bila terjadi perubahan-perubahan. Adapun kegiatan yang akan dilakukan meliputi:

1) Peneliti bersama guru kelas mengkondisikan anak untuk membuka kegiatan sebelum diadakannya aktivitas menggambar.


(64)

3) Bercakap-cakap mengenai sesuatu yang akan anak gambar pada hari ini. Peneliti/guru menampilkan beberapa gambar yang sudah peneliti unduh melalui internet.

4) Peneliti menjelaskan cara menggambar yang dimulai dari bentuk sederhana/bentuk geometri yang selanjutnya anak diperbolehkan untuk menambah bentuk tersebut dengan goresan-goresan gambar lainnya.

5) Selanjutnya peneliti mengobservasi proses menggambar anak selama kegiatan ini berlangsung.

6) Guru memberikan pendampingan secara khusus pada anak yang mengalami kesulitan.

7) Mengevaluasi hasil gambar yang telah dibuat anak. Guru memberikan penghargaan pada hasil gambar yang telah anak buat.

8) Menutup kegiatan pembelajaran, dan doa penutup kegiatan. c. Refleksi

Refleksi dilakukan setelah selesai melakukan tindakan. Suwarsih Madya (1994: 25) menyatakan kegiatan refleksi dilakukan evaluatif refleksi untuk mempertimbangkan pedoman mengajar yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh pada lembar observasi akan analisis. Pelaksanaan refleksi berupa diskusi antara peneliti dan kolabolator. Diskusi tersebut bertujuan untuk mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan dengan cara melakukan penilaian terhadap proses yang terjadi, masalah yang timbul serta segala yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan. Adapun refleksi dilakukan


(65)

untuk menentukan tindakan selanjutnya, untuk membuat rencana perbaikan pada siklus berikutnya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi. Observasi dipergunakan untuk mengetahui kegiatan di lapangan. Mengandung makna bahwa peneliti mengamati langsung segala kegiatan atau hal-hal yang berhubungan dengan yang diteliti. Observasi juga dibedakan ke dalam dua jenis yaitu observasi berperan serta (participant observation) dan observasi non partisipan. Menurut Sugiyono (2012: 204), dalam observasi berperan serta, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sumber data penelitian sedangkan dalam observasi non partisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Dalam penelitian ini menggunakan metode observasi berpartisipan. Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai pelaksanaan pembelajaran di kelas Kelompok B2 dan terlibat langsung dengan aktivitas yang dilakukan oleh siswa Kelompok B2. Peneliti bersama kolabolator melakukan pengamatan selama aktivitas menggambar ini berlangsung. Peneliti memberikan penilaian pada proses ketika anak menuangkan ide-ide kreatifnya dalam menggambar, proses ketika anak menguraikan goresan bentuk gambar-gambarnya, dan proses ketika anak menyelsaikan gambar yang ia buat secara mandiri.


(66)

G. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2012: 148) instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Menurut Suharsimi Arikunto (2005: 101), instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data. Selanjutnya pula Suharsimi Arikunto (2005: 101) menjelaskan bahwa ada beberapa jenis instrumen yang antara lain angket (questionare), daftar cocok (check list), pedoman wawancara (interview guide), atau interview schedule.

Instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini adalah panduan observasi. Data yang didapat dari observasi ini memberikan informasi tentang sikap, kemampuan siswa, kesulitan siswa dalam proses pengembangan kreativitas melalui aktivitas menggambar. Pengambilan data dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung berupa lembar observasi check list dengan deskripsi kemampuan yang di capai anak.

Lembar observasi ini digunakan oleh peneliti selama proses pembelajaran melalui kegiatan menggambar berlangsung, untuk mengetahui peningkatan kemampuan anak dalam perkembangan kreativitasnya. Lembar pengamatan dilengkapi dengan check list yaitu daftar indikator yang akan dikumpulkan datanya. Dalam lembar observasi chesk list peneliti hanya memberi tanda pada setiap kemunculan gejala yang dimaksud. Berikut merupakan Tabel 1 berisi tentang kisi-kisi instrumen observasi:


(67)

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Observasi

Variabel Indikator Deskripsi

Kreativitas Menggambar

Lancar: Kelancaran dalam menuangkan ide-idenya pada kegiatan

menggambar

Anak langsung dapat menuangkan ide-idenya sendiri dalam menggambar

Anak mendapat petunjuk dari guru dalam menuangkan ide-idenya dalam menggambar

Anak diberikan bantuan oleh guru dalam menuangkan ide-idenya dalam menggambar

Anak tidak dapat menuangkan ide-idenya meski sudah mendapat petunjuk dan bantuan dari orang lain

Rinci: Kerincian dalam menguraikan goresan beragam bentuk pada kegiatan menggambar

Anak dapat menggambarkan lebih dari tiga bentuk Anak dapat menggambarkan dua bentuk

Anak dapat menggambarkan hanya dalam satu bentuk saja Anak tidak dapat menggambar bentuk meski sudah mendapatkan petunjuk dan bantuan dari orang lain

Asli:

Keaslian dalam membuat karya sebuah gambar

Anak sudah dapat membuat gambar sendiri

Anak mendapat petunjuk dari guru dalam membuatgambar Anak membuat gambar setelah melihat hasil karya temannya dan mendapat bantuan dari guru

Anak tidak dapat membuat gambar meski sudah mendapat petunjuk dan bantuan dari orang lain

Penelitian ini juga menggunakan pedoman berupa rubrik penilaian untuk mempermudah penilaian. Rubrik penilaian dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 99.

H. Teknik Analisis Data

Pada penelitian Tindakan ini menggunakan analisa data deskriptif kuantitatif. Data yang diperoleh peneliti dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui target pencapaian pembelajaran. Oleh karenanya peneliti akan menganalisa data dengan jalan menganalisa pengembangan kreativitas anak melalui aktivitas menggambar yang kemudian disimpulkan secara umum sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Adapun analisa data yang digunakan adalah statistik deskriptif kuantitatif dengan persentase. Dengan rumus sebagai berikut:


(68)

Rumus Persentase (Sumber: Anas Sudijono, 2010: 43) Keterangan:

f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya

N = Number of Cases (jumlah frekuensi yang sedang dicari persentasen ya) P = Angka Persentase

Selanjutnya data tersebut dapat diinterpretasikan ke dalam empat tingkatan. Dalam Anas Sudijono (2010: 43) mendeskripsikannya menjadi empat kriteria, yaitu : 1. Kriteria baik apabila nilai yang diperoleh anak antara 80-100%

2. Kriteria cukup apabila nilai yang diperoleh anak antara 60-79% 3. Kriteria kurang apabila nilai yang diperoleh anak antara 30-59% 4. Kriteria tidak baik apabila nilai yang diperoleh anak antara 0-29%

I. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini dikatakan berhasil manakala kreativitas menggambar anak sudah meningkat 80% dari keseluruhan jumlah anak Kelompok B2.

f

P = ___ X 100 % N


(69)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TK ABA Kalakijo, dengan alamat Kalakijo, Guwosari, Pajangan, Bantul. Penelitian ini dilaksanakan pada Semester I Tahun Ajaran 2013/2014.

Lokasi TK cukup strategis, dekat dengan jalan raya sehingga mudah dijangkau kendaraan. Lokasi TK juga langsung terlihat dari arah jalan raya karena letaknya yang tidak tersembunyi. TK ABA Kalakijo juga terletak pada perkampungan yang mana banyak terdapat anak-anak usia Taman Kanak-kanak yang membutuhkan pendidikan TK sehingga banyak anak yang disekolahkan di TK tersebut.

Selama ini kegiatan-kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan di TK ABA Kalakijo lebih menitik beratkan pada pengembangan kognitif saja sementara pada pengembangan kreativitas dalam menggambar masih kurang optimal. Oleh karenanya pada penelitian ini akan membahas tentang pengembangan kreativitas pada pendidikan anak usia dini, khususnya kreativitas anak dalam berkesenian, yakni kreativitas menggambar.

Subjek dalam penelitian ini adalah anak Kelompok B2 dengan jumlah anak yang diteliti adalah 19 anak berusia 5 sampai 6 tahun yang terdiri dari 8 anak laki-laki dan 11 anak perempuan.


(1)

180  


(2)

Menggambar suasana malam hari

Memadukan pewarna krayon dengan


(3)

182   dari bentuk dasar segitiga Kreasi gambar anak dari bentuk segitiga


(4)

Menggambar dari pola bentuk elip/lonjong

Menggambar kelinci


(5)

184  

Menggambar dengan krayon

dan cat poster

Menggambar kehidupan dalam laut


(6)

Dokumen yang terkait

UPAYA MENGEMBANGKAN KREATIVITAS MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR BEBAS PADA ANAK KELOMPOK B Upaya Mengembangkan Kreativitas Melalui Kegiatan Menggambar Bebas Pada Anak Kelompok B Semester Gasal Di Tk Indriyasana Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen Tahun

0 1 14

MENGEMBANGKAN KREATIVITAS MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR BEBAS PADA ANAK KELOMPOK B DI MENGEMBANGKAN KREATIVITAS MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR BEBAS PADA ANAK KELOMPOK B DI TK PERTIWI 21.12 KARANG TENGAH SRAGEN TAHUN 2013/2014.

0 1 14

MENGEMBANGKAN KREATIVITAS MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR BEBAS PADA ANAK KELOMPOK B DI MENGEMBANGKAN KREATIVITAS MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR BEBAS PADA ANAK KELOMPOK B DI TK PERTIWI 21.12 KARANG TENGAH SRAGEN TAHUN 2013/2014.

0 1 15

UPAYA MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR BEBAS Upaya mengembangkan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas pada anak kelompok A di TK MTA Jirapan, Masaran, Sragen.

0 1 14

UPAYA MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR BEBAS Upaya mengembangkan kreativitas anak melalui kegiatan menggambar bebas pada anak kelompok A di TK MTA Jirapan, Masaran, Sragen.

0 1 11

MENGEMBANGKAN KREATIVITAS MENGGAMBAR MELALUI METODE KARYA WISATA PADA ANAK KELOMPOK A Mengembangkan Kreativitas Menggambar Melalui Metode Karya Wisata Pada Anak Kelompok A Di TK Aisyiyah 3 Krendowahono Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Tahun

0 0 17

UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS MELALUI MENGGAMBAR BEBAS PADA ANAK KELOMPOK B TK AISYIYAH 03 Upaya Meningkatkan Kreativitas Melalui Menggambar Bebas Pada Anak Kelompok B TK Aisyiyah 03 Ngringo Jaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 1 14

PENINGKATAN KECERDASAN VISUAL SPASIAL ANAK MELALUI MENGGAMBAR BEBAS PADA ANAK KELOMPOK B TK ABA Peningkatan Kecerdasan Visual Spasial Anak Melalui Menggambar Bebas Pada Anak Kelompok B Tk Aba Sawahan Bonyokan Jatinom Tahun 2012/2013.

0 1 16

PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK MELALUI KEGIATAN MENGGAMBAR BEBAS PADA ANAK KELOMPOK B Peningkatan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Menggambar Bebas Pada Anak Kelompok B Di TK Pertiwi 1 Cawas Kecamatan Cawas Tahun 2011 / 2012.

0 1 15

MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI MELALUI AKTIVITAS MENGGAMBAR PADA ANAK KELOMPOK A DI TK ABA NGABEAN 2.

1 13 169