PENINGKATAN KETERAMPILAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN BULELENG.

(1)

LAPORAN AKHIR

PENINGKATAN KETERAMPILAN RUMAH TANGGA

DI KABUPATEN BULELENG

Oleh :

Ketua Peneliti :

Drs I Gede Wardana, MSi

Anggota : Dr. I Gede Sujana Budhias

Anggota : Drs. I Made Jember, MS.i

Dibiayai oleh Pemerintah Kabupaten Bulelel

Tahun Anggaran 2014/2015


(2)

AB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Perjalanan pembangunan ekonomi pada tahun 1970-an membukti

semua Negara berhasil mencapai prestasi pertumbuhan ekonomi yang

pemerataan pendapatan. Laporan dari Wold Bank (2013) menya

perkembangan rumah tangga miskin sebagian besar masih terdapat di

ASIA dan Pasific. Bank Dunia memberikan batasan tentang kriteria

tangga miskin yaitu apabila konsumsi per hari kurang dari $ USD 1.75

semakin bear bagi sejumlah Negara untuk mengurangi penduduk mi

dari misi pembangunan yang seharusnya menjadi pusat perhatian pemer

Negara dalam upaya meningkatkan prestiasi pertumbuhan ekonomi

yang semakin meluas untuk mengurangi rumah tangga miskin.

Sen (1993) mengembangkan gagasan tentang pendekatan multi-dim

memahami karakter keolmpok miskin, karena disadari kemiskinan tidak sa

oleh terbatasnya peluang untuk hidup layak, tetapi juga terdapat

komplek yang menyebabkan kemiskinan harus dipetakan dalam pe


(3)

Worl Bank Report, 2010). Berdasarkan sejumlah kajian, Badan Pusat

BPS, 2011) menyatakan adanya tiga kriteria pengentasan kemiskinan

dikelompokkan sebagai berikut.

Kelompok 1: sangat miskin ,

Merupakan kelompok program penanggulangan kemiskinan

berbasis keluarga. Kelompok program penanggulangan kemiskinan

dan perlindungan social bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak da

beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus

dasar ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyara

kehidupan lebih baik, seperti pemenuhan hak atas pangan, pelayana

pendidikan.

Kelompok 2 ; Miskin ,

Merupakan Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan

berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Upaya penanggulangan kemiskinan

hanya dengan memberikan bantuan secara langsung pada masyara

penyebab kemiskinan tidak hanya disebabkan oleh aspek-aspek

materialistik semata, akan tetapi juga karena kerentanan dan minim

memperbaiki kualitas hidup masyarakat miskin. Pendekatan

dimaksudkan agar masyarakat miskin dapat keluar dari ke

menggunakan potensi dan sumberdaya yang dimilikinya.


(4)

Berasarkan uraian kriteria miskian sebagaimana dijelaskan diata

kabupaten Buleleng sedang dalam upaya menurunkan agka kelomok

ini tersebar jumlahnya di wilayah 9 kecamatan yang ada di kabupaten

Tabel 1.1).

Tabel 1.1

Jumlah Kepala Rumah Tangga Miskin Yang Bekerja Menurut Wilayah

Kabupaten Buleleng , 2013

WILAYAH Pertanian Horti- Perke- Perikanan Perikanan Peter- KECAMATAN/ Tanaman kultura Bunan tangkap budidaya nakan

SEKTOR PKJAAN Pangan

GEROKGAK 1605 279 346 463 340 2879

SERIRIT 2030 14 297 185 8 700

BUSUNGBIU 378 9 1986 12 1 70

BANJAR 997 194 1236 43 4 573

SUKASADA 823 180 1894 9 2 314

BULELENG 854 7 69 95 1 62

SAWAN 870 37 569 90 4 220

KUBUTAMBAHAN 856 271 1280 187 3 913

TEJAKULA 238 965 830 257 2 710

TOTAL 8651 1956 8507 1341 365 6441

Sumber : PMD, Popinsi Bali. 2014

Berdasarkan data pada Tabel 1.1 tampak bahwa sebagian ter

tangga miskin yang tersebar di Sembilan kecamatan kabupaten B

sektor pertanian tanaman pangan (dataran rendah) serta tanaman pe


(5)

relative lebih sedikit, sehingga perikanan laut menjadi pilihan sebaga

rumah tangga miskin.

Informasi maa pencaharan rumah tangga miskin di kabupat

terkonsentrasi pada sektor bangunan dan konstruksi. (Lihat Tabel 1.2).

menunjukkan sebagian besar rumah tangga miskin terdiri dari tena

terampil, serta tenaga kerja yang terampil tetapi tidak mandiri dalam memba

keterbatasan modal serta keterbatasan lain yang menjadi kenda

menerobos peluang untuk keluar dari kemiskinan.

Tabel 1.2

Jumlah Kepala Rumah Tangga Yang Bekerja Menurut Wi layah Kecam

Kabupaten Buleleng , 2013 (LanjutanTabel 1.1)

WILAYAH Listrk Bangunan/ Perdaga- Htl dan Transprts Informasi K KECAMATAN/ Gas konstruksi ngan R Mkn dan peng- komuni- d

SEKTOR PKJAAN gudangan kasi a

GEROKGAK 10 1080 235 101 574 4

SERIRIT 10 1070 402 48 407 1

BUSUNGBIU 1 308 65 3 117 2

BANJAR 12 872 174 39 141 2

SUKASADA 9 799 243 33 76 3

BULELENG 16 1684 547 107 321 5

SAWAN 6 696 214 19 172 3

KUBUTAMBAHAN 7 1360 137 18 150 1

TEJAKULA 2 892 97 18 112 1

TOTAL 73 8761 2114 386 2070 22

Sumber : PMD, Popinsi Bali. 2014

Berdasarkan Tabel 1.2 tampak bahwa kecamatan Grokgak


(6)

tim peneliti dari Pusat Analisis Data Ekonomi dan Bisnis Fakultas Ekono

Universitas Udayana dengan Badan Perencanaan Daerah kabupaten

tahun anggaran 2015.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Modal Sosial

Bourdieu dan Wacquant (1992) menyatakan modal sosi

sumberdaya, aktual atau maya yang berkumpul pada seseorang individu

karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal bali

pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan. Field (2010)

bahwa teori modal sosial Bourdieu secara jelas melihat modal sosial

eksklusif elite (berupa aset) yang didesain untuk mengamankan posi

Jika modal sosial Bourdieu ( 1992) menitik beratkan sebagai aset indi

sosial merupakan hasil, maka Coleman (1994) dalam (Field 2010)


(7)

Coleman melihat modal sosial sebagai sumberdaya karena dapat memb

terhadap kesejahteraan individu.

Putnam (1996) modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosi

dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama se

untuk mencapai tujuan bersama. Putnam (1996) memaparkan pe

selanjutnya. Putnam berpendapat bahwa gagasan inti dari teori modal

bahwa jaringan memiliki nilai kemudian kontak sosial akan memeng

individu dan kelompok. Pengertian lain yakni oleh Fukuyama (1995)

Cahyono dan Adhiatma (2012) bahwa modal sosial adalah serangka

norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota

yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Fukuy

Inayah (2012) menyatakan modal sosial timbul dari adanya keperca

sebuah komunitas.

Modal sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai da

yang dimilki bersama diantara para anggota suatu kelompok

memungkinkan terjadinya kerjasama diantara mereka (Francis Fuku

Tiga unsur utama dalam modal sosial adalah

trust

(kepercayaan),

balik), dan interaksi sosial.

Trust

(kepercayaan) dapat mendorong

bekerjasama dengan orang lain untuk memunculkan aktivitas ataupun

yang produktif.

Trust

merupakan produk dari norma-norma sosial

sangat penting yang kemudian memunculkan modal sosial.

Fukuyama (2002), menyebutkan trust sebagai harapan-ha

keteraturan, kejujuran, perilaku kooperatif yang muncul dari dalam

yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama anggota komuni


(8)

kebersamaan. Bagi masyarakat

low-trust

dianggap lebih

inferior

ekonomi kolektifnya. Jika

low-trust

terjadi dalam suatu masyaraka

tangan negara perlu dilakukan guna memberikan bimbingan (Francis

xiii).

Unsur penting kedua dari modal sosial adalah

reciprocal

(timbal

dijumpai dalam bentuk memberi, saling menerima dan saling memba

muncul dari interaksi sosial (Soetomo, 2006: 87). Unsur yang

interaksi sosial. Interaksi yang semakin meluas akan menjadi semac

yang lebih memungkinkan semakin meluasnya lingkup kepercay

hubungan timbal balik. Jaringan sosial merupakan bentuk dari modal

sosial yakni sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan simpati

serta oleh norma pertukaran dan civic engagement. Jaringan ini bis

berasal dari daerah yang sama, kesamaan kepercayaan politik atau

genealogis,dan lain-lain .

Jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi

perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk

modal sosial dari jaringan tersebut (Pratikno dkk: 8). Dilihat dari ti

jaringan adalah sekelompok agen individual yang berbagi nilai-nilai

informal melampaui nilai-nilai dan norma-norma yang penting untuk

biasa. Melalui pemahaman ini dapat dijelaskan bahwa modal sosial

bukan hanya dalam aspek sosial melainkan juga ekonomi (Pratikno dkk: 88).


(9)

berkembang bila terisolasi dari kelompok masyarakat lainnya.

menimbulkan sikap pasif, bahkan keadaan menjadi semakin miskin.

Supriatna (1997:90) menyatakan bahwa kemiskinan adalah si

terbatas yang terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan.

dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, p

pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan hidupnya, y

lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan bisa disebabkan oleh terbatasn

manusia yang ada, baik lewat jalur pendidikan formal maupun nonfo

akhirnya menimbulkan konsekuensi terhadap rendahnya pendidikan info

Emil Salim (1997) mengemukakan lima karakteristik penduduk

karakterisktik penduduk miskin tersebut adalah: 1) Tidak memilik

sendiri, 2) Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset

kekuatan sendiri, 3) Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, 4)

mereka yang tidak mempunyai fasilitas, dan 5) Di antara mereka be

dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

Bank Dunia (1990) dalam laporannya di hadapan anggota PBB

and Human Development' mengatakan bahwa: "The case for human d

only or even primarily an economic one. Less hunger, fewer child

change of primary education are almost universally accepted as

themselves" (pembangunan manusia tidak hanya diutamakan pada aspek

yang lebih penting ialah mengutamakan aspek pendidikan seca

kepentingan diri orang miskin guna meningkatkan kehidupan sosial ekono


(10)

karakteristiknya lebih dulu. Umumnya, suatu keadaan disebut miskin

kekurangan atau tidak mampu memenuhi tingkat kebutuhan dasar ma

tersebut meliputi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar yang mencakup

sekunder. Aspek primer berupa miskinnya aset pengetahuan da

sedangkan aspek sekunder berupa miskinnya jaringan sosial,

sumber-dan informal, seperti kekurangan gizi, air, perumahan, perawatan

kurang baik dan pendidikan yang relatif rendah.

Tidak sedikit penjelasan mengenai sebab-sebab kemiskinan. Ke

yang terjadi di banyak negara yang baru saja merdeka setelah

memfokuskan pada keterbelakangan dari perekonomian negara tersebut

masalahnya (Hardiman dan Midgley, dalam Kuncoro, 1997:131).

tersebut miskin menurut Kuncoro (1997:131) karena menggantungka

pertanian yang subsistem, metode produksi yang tradisional, yang se

dengan sikap apatis terhadap lingkungan.

Sharp, et.al (dalam Kuncoro, 1997:131) mencoba mengidentifik

kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, ke

karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya ya

distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memil

dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan

perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberda

rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidi

kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. K

muncul akibat perbedaan akses dalam modal.


(11)

rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada

dan seterusnya.

2.3 Kebijakan Pemerintah

Doglas North seorang sejarawan ekonomi terkemuka mendefinisi

sebagai batasan-batasan yang dibuat untuk membentuk pola interaksi

antara individu dalam melakukan interaksi politik, sosial dan ekonomi

Senada dengan North, Schmid (1972) mengartikan kelembagaan

peraturan yang berlaku dalam sebuah masyarakat, kelompok atau

mengatur hak, kewajiban, tanggung jawab, baik sebagai individu

kelompok. Sedangkan menurut Schotter (1981), kelembagaan merupa

tingkah laku manusia yang disepakati oleh semua anggota masyarak

penata interaksi dalam situa tertentu yang berulang.

Mirip dengan definisi ini diungkapkan oleh Hamilton (1932)

kelembagaan merupakan cara berfikir dan bertindak yang umum dan

menyatu dengan kebiasaan dan budaya masyarakat tertentu. Menu

(1992), kelembagaan adalah serangkaian peraturan yang membangun

dalam sebuah komunitas. Sedangkan Ostrom (1990) mengartikan kel

aturan yang berlaku dalam masyarakat (arena) yang menentukan si

membuat keputusan, tindakan apa yang boleh dan tidak boleh dila

yang berlaku umum di masyarakat, prosedur apa yang harus diikuti, infor

mesti atau tidak boleh disediakan dan keuntungan apa yang indi

sebagai buah dari tindakan yang dilakukannya.


(12)

perjanjian kontrak, peraturan bidang ekonomi, bisniss, polit

Kesepakatan-kesepakatn yang berlaku baik pada tingkat international,

maupun lokal termasuk ke dalam kelembagaan formal.

Menurut Wiliamson (2000), yang dimaksud kelembagaan

kelembagaan yang kelahirannya umumnya dirancang secara sengaja

undangan (konstitusi) yang dibuat oleh lembaga legislatif/pemerintah. Na

hal ini bukan merupakan kriteria mutlak, karena banyak kasus ke

yang merupakan hasil evoluasi dari kelembagaan informal sebagaima

perikanan di Jepang yang berasal dari hukum adat atau tradisi yang hidu

dalam masyarakat selama ratusan tahun (Ruddle, 1993). Perubahan

level ini dapat berlangsung dalam kurun waktu 10 sampai 100 tahun

2000).

Menurut Marfai (2005) pengelolaan lingkungan hidup adalah up

melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan pena

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengenda

hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua bend

dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yan

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta ma

(Miler, 1995).

Operasional rule adalah aturan main yang berlaku dalam keseha

yang ditemukan dalam sebuah komunitas, organisasi atau kelom

mengenai bagaimana interaksi antar anggota komunitas tersebut seh


(13)

Kelembagaan pada constitutional choice level mengatur, utamany

yang berwenang bekerja pada level

collective choice

dan bagaiman

Constitutional rule

merupakan aturan tertinggi yang tidak semua kelom

atau komunitas memilikinya.

Collective choice rule

berbeda dengan

walaupun aktor yang terlibat dalam pembuatannya kemungkinan

kerangka analisis Ostrom, undang-undang yang mengatur tentang

tersebut berada pada tingkat

constitutional choice

dan disebut

constituti

Modal sosial dapat dipahami sebagai kepercayaan, norma, da

memungkinkan anggota komunitas bertindak kolektif. Definisi modal

sederhana tapi perlu kritis melihatnya. Perlu diingat bahwa tidak semua

sebuah komunitas mempunyai akses yang sama terhadap modal sosi

Ada orang yang pandai memanfaatkan modal sosial sehingga

peningkatan kesejahteraan mereka. Namun ada juga yang tidak melihat

modal sosial sehingga mereka tidak bisa memanfaatkan bagi keseja

mereka.

Kita telah memahami bahwa modal sosial mempunyai hubung

kesejahteraan komunitas. Para ahli juga mendapati bahwa modal

peran besar dalam menjelaskan perilaku individu pada aras mikro

perlu diingat ada asumsi bahwa modal sosial dalam lingkungan yan

menelorkan hasil yang positif bagi individu yang terlibat, namun

sosial rendah karena lingkungan yang kurang sehat akan menghasilkan

kurang berhasil. Hal ini dipakai untuk menjelaskan tentang jebakan

melilit anggota suatu keluarga secara turun temurun. Kemiskinan yan

dapat menurun kepada generasi berikut karena mereka sudah terbiasa


(14)

kepercayaan dan kelembagaan yang ada dalam masyarakat. Jaringan

didasarkan pada keyakinan bersama namun bisa negatif misaln

kegiatan

rent-seeking

ekonomi yang sering dipraktekan oleh organis

hasil yang ingin dicapai jaringan tidak sesuai dengan tujuan

pemerintah perlu campur tangan memperkuat kembali modal

pembentukan rukun warga (RW) atau rukun tangga (RT) seharusny

salah satu upaya mempercepat modal sosial di kalangan masyarakat.

Dalam masyarakat apa pun biasanya muncul banyak asosiasi atau

atas dasar profesi maupun ikatan primordial yang lain. Kehadiran

mempunyai tujuan dan misi masing masing. Modal sosial biasa

keberadaan dan keterlibatan seseorang dalam asosiasi tertentu. P

menunjukan bahwa wilayah utara Itali lebih maju dari wilayah sela

banyak orang di utara terlibat dalam berbagai asosiasi daripada di se

kemudian menyebabkan pertumbuhan ekonomi di wilayah utara lebih

selatan. Asosiasi sukarela di wilayah utara menjalin hubungan kerj

dengan pemerintah daerah setempat (Putnam 2000).


(15)

BAB III

KERANGKA PIKIR PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Teori pembangunan yang berkembang dewasa ini sangat

ber-peranan modal, sumber daya terampil dan teknologi dalam mendoro

ekonomi. Meskipun sebagian besar dari strategi pembangunan telah

pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, namun demikian, bahwa prestasi

ekonomi sebagian besar gagal mencapai tingkat kesejahtraan masyarakat ( s

society ) yang diperlukan dalam rangka pembangunan ekonomi berkelanju

Keefer, 1997). Dalam rangka memperkuat fondasi ekonomi yang berkelan

1993) telah menggagas penguatan sosial capital dala rangka kebersamaan

menekankan pentingnya modal sosial dalam rangka pengurangi kesenjangan


(16)

arus informasi dalam rangka semakin mengefektiokan mobilitas sumsberday

pertumbuhan ekonomi dan kesejahtraan (Dasgupta. 1988). Rodrik, 19

pandangan yang searah dengan Granovetter d(1995) dan Dasgupta bah

memiliki peran yang sangat strategis dalam mengkoneksikan aktivitas ke

ditingkat mikro maupun makro.

Model kerangka pikir yang disampaikan sebagai basis pengemban

sebagaimana

dibahas

diatas,

dikoneksikan

berdasarkan

tahap

p

pengembangan alur model dari proses awal perencaan sampai padatahap im

sosisl dalam upaya menurunkan angka kemiskinan dan uoaya meningkatk

rumah tangga untuk ditingkatkan kesejahtraannya. (lihat Gambar 3.1)

Gambar 3.1

Kerangka Pikir Penelitian

Bagan Alir Penyusunan

Rencana Induk, Rencana Aksi, dan Rencana Implemen

Penanggulangan Kemiskinan

Kebijakan Pembangunan Daerah

1. RPJM & RPJP

2. RENSTRA

3. Program Penanggulangan

Kemiskinan Focus Group Discussion :

(Dinas, Badan, Kantor, KPK, LSM)

OUTPUT OUTC

Work Plan

Kemisk Per


(17)

Kebijakan pembangunan daerah yang dimulai dari tahap identifikasi

miskin mencakup karakteristik geografik ( pegunungan dan ataran rendah

demographic mencakup umur, penddikan, jemis kelaion dan mata pencahari

awal pendataan, untuk kemudian ditindak-lanjuti dengan dukungan informa

rangka pengembangan ionformasi yang bersifat akademik dan berbasis peng

penelitian, maka kegiatan penelitian ini melakukan upaya mengkon

pemerintah (govrment policy) sebagai policy variable yang mendoro

kesejahtraan masyarakjat dan penurunan angka kemiskinan, serta konstruksi

yang diajukan penelitian ini sebagai kerangka model; pendekatan yang d

rangka memecahkan persoalan kemiskinan dari dalam diri rumah tanga miskin

Gambar 3.2).

3.2 Kerangka Operasional Penelitian.

Penelitian ini melakukan konstruksi terhadap peran modal sosia

yang dimiliki oleh masyarakat, khususnya pada lingkungan rumah ta

diuharapkan dapat dikelola dan dibangkitkan kekuatannya dalam m

potensi diri pribadi rumah tangga miskin yang seharusnya dap

Tipologi Kemiskinan

1. Pegunungan

2. Dataran Rendah (Rural, Urban)

OUTC Recomm

Penanggulan Kelompok


(18)

dimensi modal sosial akan diukur secara konsisten berdasarkan ketiga

telah disebutkan diatas.

3.2.1 Modal sosial Network

Network atau membership adalah komponen modal sosial m

kebersamaan dalam kehiduopan sosial kemasyarakatan. Fafchams

menyatakab bahwa social network dapat berperan mengurangi transact

dalam praktek dan menjadi beban biaya masyarakat. Transaction cost

adanya imperfect information telah mengurangi kesejahtraan masyarakat

sejumlah organisasi sosial dapat dinyatakjan sebagai social network kem

d[at menciptakan kekuatan dalam membangun hari depan yang lebi

Network dapat lebih dirinci menjadi bonding (lingkaran dalam)

menjembatani) (Putnam, 1993).

3.2.2 Social Trust

Social trust adalah salah satu dimensi social capital yang me

menciptakan kekuatan dalam kebersamaan. Cassidy (2001) menyatakan

sejumlah dimensi yang dapat mencerminkan keberadan trust yaitu

warga masyarakat dalam sebiuah ikatan kemasyarakatan suku bangs


(19)

orang lain pada klas masyarakat bawah justru lebih menguat dibanding

masyarakat atas.

3.2.3 Social capital Norm

Norma adalah komponen daro social capital yang berkaitan denga

adat kebiasaan yang berlaku seragam dan dipatuhi padastuktur m

menjadi prilaku, sehingga dapat menggambarkan karakter individu yang

keterwakilan dari masyarakat tertentu. Kajisa (2002) menyatakan ba

prilaku yang tergambarkan pada collective action, karena prilaku ind

dari pola prilaku yang dianut pada masyarakat tertentu,

Grootaert et al (2003) merumuskan collective action sebagai

p[enting

dalam

pengembanganb

kemasyarakatan.

Grootaert

merekomendasikan pengembangan pola pengukuran collective acti

proportion of people in this village contribute time or money toward com

goals, (b) How many days in the past 12 months did you you partic

activities?, (c) when measuring the extent of willingness to cooperate


(20)

untuk mendapatkan pangsa pasar yang semakin bersaing. Dalam ke

pengembangan daya daing usaha, kebijakan pemerintah memega

menentukan sebagai fasilitator dalam pembinaan kelembagaan bersif

non formal ( North,1990). Peran kebijakan pemerintah sebaga

padaGambar 2.3 mencakup empat pola kebijakan pengembangan

kebijakan pemerintah diteorikan sebagai lembaga yang beroeran

posisi daya saing dunia usaha melalui sejumlah langkah kebijaka

memfasilitasi pengembangan sumber daya produktif, (b) bantuan sara

teknologi yang lebih menghemat biaya produksi, (c) bantuan fasili

organisasi bisnis yang mampu membangunb kinerja efektif dasn ef

pola pemasaran dan kerja sama pengambangan pasar, (e) daya

pengembangan kelembagaan bisnis berkelanjutan.

Gambar 3.2

Kerangka Konsep Penelitian

Kebijakan Pemerintah Dan Potensi Modal Sosial

Kebijakan Pemerintah

(X1)

Norma (Y2)


(21)

Kerangka Konsep Penelitian

Y = α + β Y + β X + β Y + β Y + e

Y = α + β X + e

Y = α + β X + e

Y = α + β X + e

3.3 Hipotesis penelitian

a.

Bahwa norma, kebijakan pemerintah, trust dan network qu

positif dan signifikan terhadap kesejahtran masyarakat.

b.

Bahwa kebijakan permintah berpoengaruh positif dn sig

masyarakat

c.

Bahwa kebijakan permintah terhadap trust masyarakat

d.

Untuk menganalisis engaruh kebijakan permintah terhadap netw

e.

Bahwa kebijakan pemermntah berpengaruh posotof dan si

kesejahtraan RTM melalui Norma

f.

Untuk menganalisis pengaruh kebijakan pemermntah terhad

RTM melalui Trust


(22)

1

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian berpedoman pada permasalahan penelitian dan hipotesis yang disusun karena merupakan titik tolak dari setiap rancangan penelitian. Dalam penelitian ini, rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yang dilengkapi dengan dukungan hal-hal yang bersifat deskriptif dan kualitatif.

Rancangan penelitian ini juga mempermudah penelusuran dan pengukuran antara variabel bebas dengan variabel terikat, berdasarkan anggapan bahwa temuan-temuan sampel dapat digeneralisasikan ke populasi penelitian.Untuk mencapai tujuan tersebut, rancangan penelitian berbentuk explanatory research, yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan suatu generalisasi sampel terhadap populasinya atau menjelaskan hubungan perbedaan atau pengaruh satu variabel dengan variabel lainnya.

4.2 Lokasi Penelitian,Ruang Lingkup ,dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Lokasi ini dipilih karena, (a) wilayah kecamatan Grokgak memiliki jumlah RTM terbesar dibandingkan dengan delapan kecamatan lainnya, (b) kecamatan Gerokgak merupakan daerah perbatasan yang penduduknya cukup heterogen dengan bentangan wilayah cukup luas ( gambar 4.1 ).


(23)

2

Variabel adalah suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai atau sesuatu yang bervariasi (Kerlinger, 2006). Mendasari kerangka pemikiran dan tujuan studi yang hendak dicapai, penelitian ini melakukan pengembangan dan pengukuran variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, dengan mempergunakan skala Likert ( 1,2,3,4,5). Pengukuran penelitian ini dinyatakan sebagai konstruk yang didukung dengan indikator atau item-item pertanyaan yang diperoleh melalui pengembangan daftar pertanyaan. Sehubungan dengan penelitian yang mempergunakan teknik relasi yang interdependensi antara satu konstruk dengan konstruk lainnya dalam suatu model structural, maka model persamaan yang dikembangkan mencakup diantaranya terdiri dari konstruk endogen dan konstruk eksogen. Dinyatakan sebagai konstruk endigen, apabila konstruk tersebut merupakan konstruk terikat dan mendapatkan tanda panah dari konstruk lainnya. Konstruk eksogen adalah apabila konstruk yang hanya berfungsi sebagai pemberi tanda panah kepada konstruk lainnya (Hair, et al 2010).

4.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional, adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberi arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Berdasarkan identifikasi terhadap variabel-variabel yang digunakan untuk menghindari kesalahan dalam mengartikan variabel yang diteliti, berikut ini dijelaskan definisi operasional dari masing-masing variabel. Berdasarkan identifikasi variabel, selanjutnya diberikan definisi operasional variabel sebagai berikut.

1) Variabel Peran Pemerintah adalah upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan mencakup pemberdayaan, pendampingan masyarakat Kebijakan Pemerintah berupa program - program yaitu berupa bantuan raskin, bantuan siswa miskin ,jaminan kesehatan masyarakat ,program keluarga harapan. Satuannya adalah orang dengan skala ratio.


(24)

3

2) Variabel jaringan sosial adalah kemampuan rumah tangga miskin dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan sosial melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan . Jaringan sosial itu berupa sumberdaya ,lokasi ( dusun , desa, kecamatan, kota ) jaringan dalam kelompok ,kualitas dari jaringan sosial. Satuannya adalah indeks

3) Variabel kepercayaan adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Kepercayaan ini dapat dilihat bagaimana persepsi masyarakat terhadap tokoh masyarakat, persepsi masyarakat terhadap pemerintahan desa, persepsi masyarakat terhadap konflik dalam lingkungan masyarakat . Satuannya adalah indeks

4) Variabel norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu. Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat berupa sikap gotong royong atau saling tolong menolong, perasaan senasib dan sepenanggungan , sikap harmonis di kalangan masyarakat dan ada aturan kepatuhan terhadap aturan. Satuannya adalah Indeks

5) Variabel jenis kelamin rumah tangga adalah jenis kelamin kepala rumah tangga unit pengukurannya adalah 1 = laki-laki dan 0 =Perempuan

6) Variabel pendidikan kepala rumah tangga adalah ijazah yang dimiliki oleh kepala rumah tangga unit pengukurannya tahun sekala ratio

7) Variabel lapangan usaha kepala rumah tangga adalah jenis pekerjaan rumah tangga .Unit pengukurannya adalah 1 = pertanian dan 0 = lainnya

8) Variabel status penguasaan bangunan tempat tinggal adalah kepemilikan atas rumah yang ditempati unit pengukurannya adalah 1 = milik sendiri, 2= kontrak /sewa, 3 = lainnya 9) Variabel jenis atap terluas adalah jenis bahan atap yang dipakai . Unit pengukurannya


(25)

4

10) Variabel sumber air minum adalah asal air yang dikonsumsi . Unit pengukurannya adalah 1 = air kemasan, 2 = air ledeng , 3 = air terlindung, 4 = air tidak terlindung

11) Variabel sumber penerangan utama adalah penerangan yang dipakai sehari-hari . Unit pengukurannya adalah 1 = listrik PLN , 2 = listrik non PLN, 3 = tidak ada listrik

12) Variabel fasilitas tempat air buang air besar adalah kepemilikan tempat pembuangan hajat rumah tangga. Unit pengukurannya adalah 1= milik sendiri, 2 = bersama/umum ,3 = tidak ada.

4.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan pada seluruh variabel dalam penelitian ini merupakan data sekunder kuantitatif . Untuk menjawab tujuan penelitian ini data yang dianalisis adalah data yang berasal dari BDT (Basis Data Terpadu) PPLS 2011 .Variabel bebasnya adalah peran

pemerintah berupa program yang diperoleh dari TNP2K berupa Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) , Program Beras Miskin (RASKIN) , program keluarga harapan (PKH) , jaminan

kesehatan masyarakat (jamkesmas). Sedangkan Variabel terikatnya adalah kepercayaan

,norma,jarimgan sosial dan kesejahteraan RTM . Variabel Moderator adalah kepercayaan, norma dan jaringan .

4.6 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga miskin. Tabel 4.1 menyajikan jumlah rumah tangga miskin di wilayah Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng, sebagai berikut:


(26)

5

Tabel 4.1 Jumlah RTM BDT ( Basis Data Terpadu )PPLS 2011 Berdasarkan Sumber Mata Pencaharian Kecamtan Gerokgak

Sumber: BDT

2011( lihat

Lampiran 1)

Studi

penelitian ini

melakukan prediksi atas karakter rumah tangga miskin dengan mempergunakan metode SEM PLS . Henseler et al (2010) merekomendasikan penarikan jumlah sampel antara 40 sampai dengan 100 .penelitian ini mempergunakan jumlah seluruh sampel sebesar 99 yaitu rekomendasi yang paling minimal yang direkomendasikan oleh Henseleret al (2010). Penarikan sampel mempergunakan metode proporsional random sampling ( Emory, 2005 ), Greener (2010) . Hasil perhitungan penarikan sampel dapat dilihat pada tabel 4.1 dimana jumlah penarikan sampel ditentukan berdasarkan proporsi dari sub populasi rumah tangga miskin.

Berdasarkan data yang tersedia dilakukan dengan menggunakan rumus Cochran .W. untuk menentukan sampel.Rumus tersebut adalah :

=

+ e

=

+

=

+

=

+

=

=

= Di mana: n = sampel N = populasi

e = sampling error ditetapkan 10%

DESA POPULASI SAMPEL

SUMBER KLAMPOK 197 2

PEJARAKAN 1192 13

SUMBERKIMA 952 10

PEMUTERAN 915 10

BANYUPOH 133 1

PENYABANGAN 567 6

MUSI 372 4

SANGGALANGIT 563 6

GEROKGAK 841 9

PATAS 1391 15

PENGULON 389 4

TINGA TINGA 554 6

CELUKAN BAWANG 341 4

TUKAD SUMAGA 878 9


(27)

6

4.7 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Dikumpulkan dengan cara meminta informasi pada instansi yang berwenang dalam hal ini Bappeda selaku sekretaris TKPKD Kabupaten Buleleng (Tim Koordinasi penanggulangan Kemiskinan Daerah ). Data yang kami peroleh merupakan berupa Basis Data Terpadu (BDT) PPLS 2011.

Basis Data Terpadu(BDT) PPLS 2011 merupakan data yang dikeluarkan oleh TNP2K tiga tahun sekali. Adapun isi

1) Observasi

Untuk mendapatkan data sekunder digunakan cara observasi pada RTM di Desa Kecamatan Gerokgak

2) Wawancara

Mengumpulkan keterangan atau informasi yang berhubungan dengan tujuan penelitian dengan cara bertanya langsung kepada responden secara berstruktur berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan.

3) Kuesioner

Cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada responden untuk dijawab berkaitan dengan pendapatan pedagang.

4.8 Instrumen Penelitian 4.8.1 Uji Validitas Instrumen

Validitas menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengujian ini berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai sasaran dan juga dengan tujuan dari pengukuran.Pengukuran dinyatakan valid jika mengukur tujuan dengan nyata atau benar.Alat ukur yang tidak valid adalah yang memberikan


(28)

7

hasil ukuran menyimpang dari tujuannya. Variabel terukur dinyatakan valid jika memiliki koefisien korelasi (rhitung) > 0,3 (Jogiyanto, 2007). Rumus validitas adalah sebagai berikut:

Ri =

………..(1)

Keterangan: Ri = Validitas

N = jumlah populasi

X = total skor butir-butir pernyataan percobaan pertama Y = total skor butir-butir pernyataan kedua

4.8.2 Reliabilitas Instrumen Penelitian

Reliabilitas menunjukkan akurasi dan ketepatan dari pengukurnya.Suatu pengukur dikatakan reliable jika hasil pengukurannya akurat dan konsisten. Dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subyek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda. Variabel dinyatakan reliable apabila koefisien Alpha Cronbach > 0,6 . Rumus dari Alpha Cronbach adalah:

……….(2) Keterangan:

α = koefisien alpha cronbach

r = rata-rata korelasi diantara butir pertanyaan k = jumlah butir pertanyaan dalam skala

4.9 Teknik Analisis Data

Berdasarkan data yang terkumpul sesuai konsep pemikiran awal maka akan dilanjutkan dengan proses analisis. Teknik analisis dilakukan dengan menggunakan PLS (Partial Least Squares).Proses analisisnya dilakukan dengan program PLS. Model persamaan dalam penelitian ini adalah :

1. Y1= α1 + β1Y2 + β2X1 + β3Y4 + β4Y3 + e1 2. Y2= α1 + β5X1 + e2


(29)

8

4. Y3= α1 + β7X1 + e4 Keterangan : Y1 Y2 Y3 Y4 X1 β1-2 α e = = = = = = = = Kesejahteraan RTM Norma Network Quality Trust Kebijakan Pemerintah

Koefisien regresi yang menunjukkan variasi pada variable terikat sebagai akibat perubahan pada variable bebas.

intersep eror term

4.9.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendekripsikan data sample dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sample tersebut diambil (Sugiyono, 2008).

4.1.1 Statistik Induktif

Pengertian penelitian induktif adalah penelitian yang bersifat pendalaman atas fenomena tertentu berdasarkan metode kuantitatif statistik. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis persamaan dan fakta – fakta dan sifat – sifat objek yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Penelitian kuantitatif ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.


(30)

9

Partial Least Squares merupakan factor indeterminacy metode analisis yang powerful meskipun dengan jumlah sample terbatas, karena focus penggunaan SEM PLS adalah untuk prediksi dan pengembangan ilmu Hair, et al ( 2014). PLS dapat juga digunakan untuk

konfirmasi teori. SEM PLS memiliki sejumlah keunggulan yaitu antara lain (a) tidak diperlukan asumsi normalitas, (b) dapat dipergunakan sample berukuran kecil, serta (c) konstruk dapat dipetakan menjadi dimensi reflective dan formative Hair et al (2010). Model penelitian yang telah dijabarkan dalam bentuk konsep pada BAB 3 dapat diuraikan secara lebih lengkap, dengan menyajikan konstruk laten beserta indikatornya, sebagaimana disajikan pada Gambar 4.1.

Berdasarkan Gambar 4.2, peran pemerintah (X1) dinyatakan memiliki konstruk formatif, selebihnya terdiri dari konstruk reflektif. Dinyatakan memiliki konstruk formatif, karena

kebijakan pemerintah mewakili data terindek, data bernuansa bilangan yang bukan merupakan data persepsi murni, sehingga indikator berpotensi membentuk konstruk ( Hair, et al 2010).


(31)

10

4.9.4 Cara Kerja PLS

Seperti dijelaskan di atas tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk mendapatkan nilai variabel laten untuk tujuan prediksi. Model formalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear aggregate dari indikator-indikatornya. Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana inner model (model struktural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran yaitu hubungan antara indiktor dengan konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel dependen (keduanya variabel laten dan indikator) diminimumkan.

Trust Y4 Network Quality (Y3) Norma (Y2) Kesejahte-raan RTM (Y1) Kebijakan Pemerintah (X1)

Y2.1 Y2.2 Y2.3 Y2.4

Y1.1 Y1.4 Y1.3 Y1.2 X1.1 X1.4 X1.3 X1.2

Y3.1 Y3.2 Y3.3 Y3.4

Y4.1

Y4.2 Y4.2


(32)

11

4.9.5 Model Pengukuran atau Outer Model

Covergent validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score / component score dengan construct score yang dihitung dengan PLS. Ukuran fefleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0.70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0.5 sampai 0.60 dianggap cukup (Chin; 1998).

Discriminant validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya,maka hal menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya. Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk iebih besar daripada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik (Fornell dan Larcker, 1981).berikut ini rumus menghitung AVE.

) var(ε λ λ AVE i 2 i 2 i i     

.……….(4)

Dimana λ adalah component loading ke indikator dan var (εi) = 1- λ12. Jika semua indikator di

standardized, maka ukuran ini sama dengan average communalities dalam blok. Fornnel dan Larcker (1981) menyatakan bahwa pengukuran ini dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas component score variabel laten dan hasilnya lebih konservatif dibandingkan dengan composite reliability (pc). Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar 0.50.


(33)

12

Composite reliability blok indikator yang mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua macam ukuran yaitu internal consistency yang dikembangkan oleh Werts, Linn dan Joreskog (1974) dan Cronbach’s Alpha. Dengan menggunakan output yang dihasilkan PLS maka

composite reliability dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

) var(ε ) λ ( pc ) λ ( pc i 2 i 2 i i    

 ……….(5)

Dimana λ adalah component loading ke indikator dan var(εi) = 1-λ12. Dibandingkan dengan

Cronbach Alpha, ukuran ini tidak mengasumsikan tau equivalence antar pengukuran dengan asumsi semua indikator diberi bobot sama. Sehingga Cronbach alpha cenderung lower bound estimate reliability, sedangkan PC merupakan closer approximation dengan asumsi estimasi parameter adalah akurat. PC sebagai ukuran internal consistence hanya dapat digunakan untuk konstruk dengan refleksif indikator.

4.9.6 Model Struktural atau Inner Model

Dalam PLS inner model juga disebut inner relation yang menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan substansi teori. Model persamaan dalam penelitian ini sesuai dengan Gambar 4.1 adalah:

Y1= α1 + β1Y2 + β2X1 + β3Y4 + β4Y3 + e1 Y2= α1 + β5X1 + e2

Y4= α1 + β6X1 + e3 Y3= α1 + β7X1 + e4


(34)

13

Keterangan:

X1 = Kebijakan pemerintah

Y1 = Kesejahteraan RTM

Y2 = Norma

Y3 = Networkquality

Y4 = Trust

β1, β5, dan β6 β7 = Koefisien jalur

e1 = inner residual

Evaluasi terhadap inner model dilakukan dengan melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya, dan juga nilai uji t statistiknya yang diperoleh dengan metode bootstrapping. Di samping itu juga diperhatikan R2 untuk variabel laten dependen. Nilai R2 sekitar 0,67 dikatakan baik, 0,33 dikatakan moderat, sedangkan 0,19 dikatakan lemah. Perubahan R2 dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten tertentu terhadap variabel laten independen apakah memiliki pengaruh yang substantive. Hal ini dapat dilakukan dengan menghitung f2. Nilai f2 sama dengan 0,02, 0,15 dan 0,35 dapat dikatakan bahwa prediktor variabel laten memiliki pengaruh, kecil, menengah, dan besar terhadap model struktural.

Model Struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untukpredictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Dalam menilai model dengan PLS kita mulai dengan melihat R-square untuk setiap variabel laten dependen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-squares dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantive. Pengaruh besarnya f² dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

R 1 R -R f included 2 excluded 2 included 2 2 


(35)

14

Dimana R²included dan R²excluded adalah R-square dari variabel laten dependen ketika prediktor

variabel laten digunakan atau dikeluarkan didalam persamaan struktural. Nilai f² sama dengan 0.02, 0.15 dan 0.35 dapat diinterpretasikan bahwa prediktor variabel laten memiliki pengaruh kecil, menengah, dan besar pada level struktural.


(36)

15

BAB V

SURVEY LAPANGAN DAN PENGUJIAN INSTRUMEN

5.1 Pengujian Karakter Responden

Kegiatan penelitian dan pemetaan awal tentang profile rumah tangga miskin di wilayah desa Grokgak, desa Patas, desa Sumberkima, dan desa Tukad Sumaga. Ke empat desa yang menjadi pusat kegiatan pemetaaan awal, adalah untuk melakukan identifikasi dan verifikasi terkini tentang kondisi rumah tangga miskin pada ke empat desa, sekaligus akan dipersiapkan kaji tindak sosialisasi dan pelatihan kelistrikan dan perbengkelan dalam rangka mempersiapkan rumah tangga miskin dengan keterampilan yang semakin membuka jalan bagi rumah tangga miskin yang bersangkutan untuk mendapatkan peluang pangsa pasar kerja.

Tim peneliti telah mengunjungi Bapak camat Grokgak, hari Kamis, Tg. 20 Agustus 2015, sekaligus melakukan sejumlah wawancara dengan responden terpilih pada wilayah empat desa yang disasar. Tim peneliti telah mempersiapkan acara sosialisasi dan pelatihan tgl 11 September 2015, dengan melibatkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pemerintah kabupaten Buleleng, serta Kepala UPTD. LLK UKM Kabupaten Buleleng, dalam rangka mengisi agenda kegiatan pelatihan kelistrikan dan perbengkelan, sedangkan Tim Peneliti dari PADEB FEB Universitas Udayana akan melaksanakan sosialisasi materi kewiraswastaan dalam rangka mempersiapkan rumah tangga miskin menjadi lebih mandiri melalui usaha mandiri berwiraswasta.

Tim yang terdiri dari empat tenaga peneliti telah melakukan survey awal pemetaan, melaksanakan wawancara dengan responden terpilih tentang pola mata


(37)

16

pencaharian, peluag kerja dan tingkat penyerapan pasar local atas keterampilan yang mereka miliki.

Rencana kerja telah disusun sesuai dengan tahapan pekerjaan, serta telah ditetapkan pembagian tugas berdasarkan agenda kegiatan yang telah ditantatangi pihak peneliti FEB Univ Udayana dengan Bappeda kabupaten Buleleng.

5.2 Kegiatan Penyusunan Instrumen Pengolahan Data dan Informasi

Kegiatan penelitian telah mengadakan rapat penyusunan instrument penelitian pada Tgl. 10 Agustus 2015, dengan meliatkan 3 peneliti utama, satu staff administrasi dan 4 mahasiswa petugas peneliti lapangan yang akan ditugaskan mengumpulkan data di wilayah empat desa terpilih yang menjadi lokasi penelitian yaitu pada desa Grokgak, desa Patas, desa Sumberkima, desa Tinga-tinga dan desa Tukad Sumaga.

Rencana kerja yang tela berhasil ditetapkan adalah pemetaan lokasi ke lapangan dengan tiga peneliti utama dan dua orang mahasiswa, dilaksanakan pada tgl. 20 Agustus 2015, dengan memilih sebanyak 10 responden terpilih sebagai obyek penelitian dalam rangka menguji instrument penelitian, dengan akan dilaksanakan langkah penyempurnaan terhadap daftar pertanyaan yang telah disusun, dilakukan perbaikan terhadap item-item pertanyaan yang tidak tuntas difahami oleh responden.


(38)

17

Kegiatan awal kunjungan tim peneliti ke lapangan telah bertemu dengan sejumlah pejabat ditingkat kecamatan, serta sejumlah kepala desa terkait dengan kegiatan tim peneliti dalam rangka pengembangan potensi rumah tangga miskin untk lebih mampu memberdayakan diri ditengah situasu ekonomi yang berada pada kelambatan.

Kegiatan awal kunjungan tim peneliti ke lapangan pada tgl 20 Agstus 2015 telah bertemu dengan sejumlah pejabat ditingkat kecamatan, serta sejumlah kepala desa terkait dengan kegiatan tim peneliti dalam rangka pengembangan potensi rumah tangga miskin untuk lebih mampu memberdayakan diri ditengah situasu ekonomi yang berada pada kelambatan. Tim peneliti juga telah mengunjungi sejumlah responden untuk diwawancari dalam rangka menguji instrument penelitian dan melengkapi data awal untuk kegatan penelitian berikutnya.


(39)

18

Gambar 1.2

Tim Peneliti bersama Camat dan Staff

Gambar 1.3 menyajikan diskusi singkat antara anggota tim peneliti FEB Universitas Udayana dengan Bapak kepala LPD desa Grokgak dalam rangka mendpatkan sumber informasi terkait dengan peranan lembaga keuangan milik desa adat setempat dan kemampuan pelayanan yang telah dapat diberikan oleh LPD desa adat Grokgak kepada masyarakat pda wilayah desa bersangkutan. Wawancara dilaksanakan bersamaan dengan kunjungan tim peneliti FEB Universitas Udayana ketika melakukan survey lanjutan Tgl 20 September 2015. Tim peneliti melakukan koordinasi sekaligus membahas peminjaman tempat pelatihan, dengan mempersiapkan sebanyak 25 orang kader muda dari komponen rumah tangga miskin untuk direkrut dan diberdayakan dalam program pelatihan


(40)

19

kelistrikan dan perbengkelan terjadwal tgl 11 dan 12 September 2015, dengan melibatkan 4 desa desa terpiih sebagaimana telah diuraikan diatas.

Gambar 1.3

Diskusi Tim Peneliti Dengan Pengurus LPD Desa Adat Grokgak

Berdasarkan hasil survey potensi ekonomi kecamatan Grokgak, wilayah Buleleng barat sebagian besar lahan pertanian tadah hujan, sehingga masyarakat hanya mengandalkan tanaman seperti jagung, serta tanaman perkebunan seperti kelapa dan tanaman mangga sebagai sumber mata pencaharian. Dengan panjangnya musim kemarau seperti saat ini, sangat tampak bahwa lingkungan sangat berdebu (lihat Gambar 1.4).

Kawasan pemukiman ruma tangga miskin relatif tidak memenuhi standar lingkungan sehat, disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain, adalah keterbatasan sumber daya air serta sanitasi rumah yang tertutup, disebabkan oleh upaya penduduk


(41)

20

untuk melindungi rumah mereka dari debu dan udara yang relatif tidak bersih dalam memasuki musim kemarau panjang.

Gambar 1.3

Kondisi Lingkungan Tinggal Rumah Tangga Miskin Di Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng

( Agustus 2015)

Keterbatasan sumber penghasilan rumah tangga miskin juga tercermin pada beranda rumah yang memasang tali untuk penjemuran pakaian, yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat etis dan keindahan. Hal ini membuktikan, bahwa pada rumah tangga miskin masih belum sampai kepada upaya menata lingkungan indah, tetapi adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar yang menuntut mereka untuk mengabaikan hal-hal lan yang dapat menyita waktu mereka, dalam mendapatkan sumber pendapatan lain, seperti menjadi buruh tani dan pekerjaan sejenis lainnya.


(42)

21

Gambar 1.4

Kondisi rumah atap dan rumah tinggal Rumah Tangga Miskin Di Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng

( Agustus 2015)

Rumah tangga miskin yang memiliki mata pencaharian sebagai dagang atau warung, sangat kental terlihat adanya keterbatasan sanitasi dinyatakan sehat, karena ketidak-mampuan mereka dalam menata warung dengan sarana penunjang yang dapat memnadjikan warung mereka menjadi sehat dan memenuhi syarat sanitasi yang baik.

Gambar 1.5 menyajikan kondisi warung yang dikelola oleh salah satu warga yang termasuk dalamn kelompok rumah tangga miskin, memperlihatkan atap warung yang sering bocor ketika musim hujan. Pada musim kemarau saat ini, warung dapat dipastikan penuh dengan debu yang berterbangan, karena wilayah desa terdiri dari kawasan tegalan yang kering. Penataan barang dagangan juga terlihat tidak beraturan dan belum memenuhi syarat kesehatan yang baik.


(43)

22

Gambar 1.5

Tipe Usaha Kecil versi Rumah Tangga Miskin Di Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng

( Agustus 2015)

Gambar 1.5 mewakili karakter lingkungan dan kondisi usaha RTM yang belum memenuhi syarat sanitasi, meskipun sebenarnya lokasi usaha berada pada lingkungan jalan raya utama Gilimanuk – Singaraja, namun keterbatasan RTM untuk membangun usaha pertokoan mereka dihadapkan kepada kemampuan keuangan pemilik usaha yang terbatas. Kompleksitas permasalahan tampak terlihatpadawarga miskin, yaitu keterbatasan sarana modal, sikap kewiraswastaan yang tidak berani mengambil resiko atas tindakan investasi, akses pembeli dengan rata-rata pendapatan rendah, serta kendala untuk bias bertahan hidup dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, adalah tantangan yang


(44)

23

sulit difahami dengan perhitunga analisis rasional, karena itu pula persoalan RTM adalah kabut misteri yang multi-komplek dan tidak mudah untuk difahami hanya dengan perhitungan analisis ekonomi semata.

Gambar 1.6 menyajikan tentang kehidupan keseharian rumah tangga miskin yang sebagan besar dari mereka mengandalkan sumur buatan sendiri dengan kedalaman sekitar 12 meter, mengambil sumber air sumur dengan cara manual, dengan mengerek air mempergunakan timba. Karena pada kedalaman 12 meter, penduduk tidak mendapatkan sumber air yang permanen, sehingga tidak mungkin sumber air yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan mempergunakan tenaga pompa listrik untuk memenuhi kebutuhan bersama leih dari satu rumah tangga, karena sumur akan kehabisan sumber air. Dengan demikian, fungsi sumur baru terbatas untuk memenuhi kebutuhan air minum dan mandi untuk sebuah rumah tangga dengan keluarga kecil.

Gambar 1.6

Lingkungan Sanitasi dan Sumur Sebagai Sumber Air RTM di Desa Gokgak Kecamatan Grokgak Buleleng


(45)

24

Berbeda dengan sarana kantor kepala desa Sumberkima, dan sejumlah kantor kepala desa lainnya pada wilayah kecamatan Grokgak menunjukkan fasilitas yang cukup memadai dalam rangka melaksanakan fungsi pelayanan pemerintahan desa, terkondisikan sangat berbeda dengan lingkungan rumah tangga miskin yang masih tampak pada kawasan pemukiman apa adanya, tidak memiliki lantai tegel, halaman tanah dan tidak tersedia kamar mandi dan toilet dan jamban keluarga. Gambar 1.7 menyajikan kondisi lingkungan kantor kepala desa Sumberkima yang memiliki memiliki gedung pelayanan pemerintahan relative sangat memadai bagi pelaksanaan pelayanan pemerintahan warga desa setempat.

Gambar 1.7

Fasilitas Kantor Kepala Desa

Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng ( September 2015)


(46)

25

Tim peneliti melakukan pemantauan lapangan, dengan mengunjungi responden rumah tangga miskin di desa Grokgak kecamatan Grokgak. Musim kering telah mengkondisikan pertanian lahan kering kurang berfungsi, sebagian dari tanah pertanian seakan terbengkelai karena tidak mungkin dapat ditanami jagung, dan ketela pohon, kecuali pada petani yang memiliki modal lebih besar, dengan menanam pohon kepala, pohon mangga dan tanaman kering lainnya yang memerlukan modal awal ketika menanam bibit kepala dan manga.

Gambar 1.8 menyajikan dialog langsung antara kepala keluarga RTM di lokasi desa Grokgak, di kawasan rumah tinggal tegalan yang sekaligus menjadi rumah tinggal RTM semi permanen, karena RTM yang bersangkutan ditunjuk sebagai pekerja penyakap oleh pemilik tanah yang tidak berada pada lokasi tanag tegalan. RTM penyakap cukup banyak jumlahnya di wilayah tegalan pada awasan yang memanjang dari desa


(47)

26

Sumberkima, Patas, dan desa lainnya. Gambar 1.8 mewakili RTM yang tinggal di tegalan milik orang lain, yang tidak tinggal pada lahan tegalan bersangkutan, tetapi adalah penyakap sekaligus menjadi pekerja dan pengelola lahan yang dimiliki pihak lain. Pola hubungan patron-client sebagaimana digambarkan oleh Cliff Geertz (1960-an) masih ditemukan sebagai pola hubungan kekerabatan dan saling ketergantugan satu sama lainnya dalam kerangka relasi kepentingan ekonomi dan sosial, dalam hal mana pemilik lahan memfungsikan penyakap mereka sebagai perpanjagan tangan dalam rangka mendukung kegiatan hajat dan kegiatan social yang dilaksaakan oleh pemilik tanah, dimana para penyakap hadir memberikan dukungan tenaga dan bantuan lainnya.

Pola hubungan patron-client ini tampak sangat menonjol dalam kerangka hubungan kerja pada sektor pertanian tegalan,dan tampak melemah dan tidak berfungsi pada sektor diluar pertanian. Putusnya link antar pekerja dan majikan diluar sektor pertanian, juga menjadi kendala bagi perlindungan rumah tangga miskin untuk mempertahankan kualitas kesejahteraan mereka melalui pola relasi patron-client.

Melemahnya network quality dalam kerangka relasi patron-client menjadikan hilangnya peluang relasi kuasa atas pekerjaan dengan RTM sebagai penyedia tenaga kerja, sehingga peluang pembentukan kesejahtraan melalui kerangka patron-client tidak terwujud di sektor diluar pertanian.

Gambar 1.9

Lingkungan tanah tegalan sebagai pemukiman penduduk Rumah Tangga Miskin Di Desa Grokgak

Kecamatan Grokgak Buleleng ( Agustus 2015)


(48)

27

Catatan lain dari survey awal yang telah dilaksanakan antara Bulan Agustus sampai dengan pertengan bulan September 2015 adalah pola partisipasi gender dalam upaya ikut serta berpartisipasi memperbaiki kesejahteraan RTM. Peran wanita pada rumah tangga miskin pada musim paceklik telah memanfaatkan waktu luang mereka dengan membuat canang dan perlengkapan sajen lainnya, yang dijual atas pesanan warga setempat dan para pemangku pura yang berada disekitar lokasi rumah tangga miskin bersangkutan. Ibu Dra Ni Made Sutarmiasih Wardana selaku mantan pimpinan dharma wanita dan ibu PKK kabupaten Buleleng yang ikut serta sebagai pendamping kegiatan penelitian ini, memiliki banyak akses atas binaan rumah tagga miskin khususnya di wilayah Buleleng barat, sehingga sangat membantu dalam investigasi awal tim peneliti untuk mendapatkan responden rumah tangga binaan. (lihat Gambar 1.10).

Gambar 1.10

Lingkungan tanah tegalan sebagai pemukiman penduduk


(49)

28

( September 2015)

Pola hubungan patron-client jika berkembang menjadi pola hubungan relasi strktural yang unik diluar sektor pertanian, RTM akan mendapatkan lebih banyak peluang memperbaiki kesejahtraan melalui penetesan kebawah dari masyarakat elite sosial ekonomi yang menjadi majikan mereka. Ketika keluar dari sektor pertanian, pola hubungan patron-client tidak ditemukan pada masyarakat pedesaan pada empat desa yang di survey penelitian ini, meki masih dalam gambaran kasar, karena focus kegiatan penelitin ini leih ditujukan kepada action research yang tidak mendalami karakter pola hubungan sektoral secara mendetail.

Survey singkat atas kondisi RTM di wilayah Buleleng barat sebagai wilayah perbatasan, menunjukkan bahwa RTM merupakan masalah yang cukup serius sehingga


(50)

29

perlu dipolakan dimasa depan dengan prioritas kebijkan pemerintah kabupaten Buleleng, mengingat wilayah perbatasan RTM menghadapi tantangan yang sangat besardalam perebutan sumber daya yang terbatas dari penduduk lokal dan penduduk pendatang.

Berdasarkan hasilwawancara dengan sejunmlah responden terpilih terungkap bahwa regenerasi dari penduduk miskin secara garis besar adalah para geneasi muda yang telah dapat memenuhi kebutuhan sandang pangan secara minimal yang diperlukan untuk bertahan hidup, namun menjadi masalah besar bagi mereka untuk mampu mewujudkan sebuah rumah tinggal yang sehat dengan sanitasi baik. Type rumah tinggal RTM di wilayah perbatasan Buleleng barat dapat dilihat pada Gambar 1.11 dengan kondisi batu bata dan lantai tanah, yang mewakili kondisi rumah tinggal RTM dengan sarana air minum dari sumur dan belum memiliki penerangan listrik.

Gambar 1.11

Lingkungan tanah tegalan sebagai pemukiman penduduk

Rumah Tangga Miskin Di Desa Grokgak Kecamatan Grokgak Buleleng ( September 2015)


(51)

30

Bahan bakar utama yang dipergunakan rumah tangga miskin untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makanan dan minuman, masih sangat terkiat dengan bahan bakar lokal seperti kayu hutan, dan kelapa seperti tampak pada Ganbar 1.11, dimana warga menyimpan bahan bakar kayu untuk memenuhi keperluan aktivitas didapur. Hal ini menunjukkan, bahwa rumah tagga miskin berpotensi melakukan pengrusakan lingkungan hutan dalam jangka panjang. Keterbatasan sumber pendapatan rumah tangga miskin menyebabkan belum bergesernya pola penggunaan bahan bakar ke tingkat yang lebih maju, seperti penggunaan gas atau kompor minyak tanah.

Gambar 1.12

Rumah Tangga Miskin Dan Bahan Bakar Memasak

Rumah Tangga Miskin Di Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng ( Agustus 2015)


(52)

31

Wawancara singkat tim peneliti dengan dua kepala rumah tangga terpilih di kawaan desa desa Grokgak dan desa Sumberkima kecamatan Grokgak memberikan gambaran awal bahwa untuk mendapatkan makan keseharian relatif tidak terlalu sulit yag bersumber dari pekerjaan mereka. Meskipun demikian, beban keluarga yang rata-rata dengan anak antara 3 sampai 5 orang, relative sulit untuk dapat menyediakan tempat pemukiman yang layak.

Gambar 1.13

Rumah Tangga Miskin Dan Bahan Bakar Memasak

Rumah Tangga Miskin Di Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng ( September 2015)


(53)

32

Responden kepala rumah tangga yang diwawancara tersebut seperti tampak pada Gambar 1.10 adalah berprofesi sebagai penggali sumur manual, dengan alat-alat yang sangat terbatas serta cangkul dan skop, serta mampu menggali dengan kedalaman sampa 50 meter. Keterbatasan modal dan dengan keterampian seadanya merupakan modal utama mereka dalam mendapatkan peluang pekerjaan yang saat ini banyak dibutuhkan masyarakat, terumata mereka yang memiliki lahan tegalan di kawasan Buleleng barat khususnya.

Survey singkat juga telah dilakukan di desa Tukad Sumaga dan desa Patas. Dibandingkan dengan desa Patas dan Grokgak serta desa Sumberkima, maka desa Tukad Sumaga relative memiliki sumber daya pertanian sawah dengan sarana irigasi teknis. Gambar 1.14 menunjukkan berkembangnya ternak sapi yang cukup potensial, serta dapat


(54)

33

memberikan lahan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Meskipun desa Tukad Sumaga memiliki relative kondisi lebih baik dibandingkan dengan tiga desa lainnya, tetapi saja rumah tangga miskin memiliki karakter yanbg tidak berbeda jauh dengan tiga desa lainnya, baik dilihat dari peluang kesempatan kerja, maupun potensi pasar yang dapat membebaskan mereka dari tekanan ekonomi saat ini.

Gambar 1.14

Pemeliharaan Ternak Sapi Rumah Tangga Miskin Di Desa Tukad Sumaga Kecamatan Grokgak Buleleng

( September 2015)

Survey awal dengan membandingkan sarana kantor kepala desa yang dimiliki oleh empat desa yang menjadi focus pembinaan RTM di wilayah Buleleng Barat oleh Tim Peneliti FEB Universitas Udayana adalah desa Grokgak, Patas, Tukad Sumaga dan desa Sumberkima, menunjukkan gambaran tentang potensi desa dan tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang bersangkutan.

Gambar 1.15 menunjukkan sarana bangunan kantor kepala desa Patas yang kondisinya relative sama dengan sarana gedung kepala desa Grokgak, sementara kantor kepala desa Tukad Sumaga jauh lebih tampak anggun dan bercirikan bangunan Bali.


(55)

34

Berdasarkan wawancara dengan staf kepala desa Tukad Sumaga, bahwa sebagian dana yang dipergunakan adalah bersumberdari swadaya masyarakat, sebuah gambaran potensi modal sosial dan kegotong-royongan serta kondisi kesejahtraan masyarakat yang lebih baik dibandingian dengan tiga desa lainnya. Wilayah desa Tukad Sumaga memiliki sejumlah kawasan lahan beririgasi teknis, serta hasil perkebunan yang mendukung tingkat kesejahtraan masyarakat setempat.

Gambar 1.15

Sarana Kantor kepala desa PATAS Di Desa Patas Kecamatan Grokgak Buleleng

( September 2015)

Perbedaan sarana bangunan juga menggambarkan kondisi sosial kemasyarakat yang lebih kompak dalam bekerja sama untuk mewujudkan sarana kantor kepaladesa yang representative. Gambar 1.16 memberikan suasana kantor yang tipikal bangunan Bali, yang tidak dapat dikembangkan di desa lainnya.

Gambar 1.16

Sarana Kantor kepala desa Tukad Sumaga Di Desa Tukad Sumaga Kecamatan Grokgak Buleleng


(56)

35

Dalam kunjungan ke lapangan tahap kedua yang dilaksanakan dari tgl 24 Agustus 2015, telah berhasil menyusun agenda kegiatan tahap berikutnya, yaitu mengkoordinasikan dengan Bapak Camat dan empat kepala desa binaan (desa Grokgak, desa Patas, desa Sumberkima dan desa Tukad Sumaga) yang terkait dengan pola pemetaan rumah tangga miskin, memperlihatkan pentingnya upaya untuk melakukan konstruksi tentang kondisi, situasi dan karakter rumah tangga miskin. Pertama, kecamatan Grokgak adalah wilayah perbatasan antara Bali barat dengan perbatasan Jawa Timur, dalam hal mana pembenahan rumah tangga miskin dapat diartikan sebagai pertahanan budaya lokal yang akan menjadi mudah tergerus apabila ekonomi rakyat menjadi sangat lemah dan tiak berdaya.


(57)

36

Kedua, bahwa pemetaan rumah tangga miskin menjadi penting untuk ditelusuri, mengingat dampak terjadinya kriminalitas, narkoba dan prostitusi seringkali bermula dari tekanan ekonomi rakyat yang terdesak dan tidak berdaya menghadapi dinamika pengaruh negative, dimana rakyat dengan pertahanan ekonomi lemah dengan mudah terpelosok dengan kepentingan jangka pendek yang merugikan kepentingan ekonomi dan sosial masyarakat lokal.

Ketiga, bahwa tanpa pemahaman dengan jelas atas persoalan kemiskinan yang berkembang di masyarakat khususnya di wilayah 4 desa lokasi penelitian ini, maka dapat terjadi pemecahan permasalahan menjadi parsial dan tidak terarah, sehingga akan menghabiskan tenaga, waktu dan dana pemerintah dengan hasil keluaran yang tidak membeikan kontribusi nyata bagi penurunan rumah tagga miskin di wilayah perbatasan, khususnya pada desa Grokgak, desa Patas, desa Sumberkima dan desa Tukad Sumaga.

Keempat, bahwa laporan awal ini disampaikan sebagai gambaran awal tentang karakter rumah tangga miskin, sera upaya untuk mengentaskan kemiskinan tersebut melalui program jangka pendek seperti sosialisasi dan pembekalan kepada kader muda rumah tangga miskin tentang bekal keterampilan khsusu seperti tenaga isntalatur kelistrikan dan tenaga perbengkelan. Peningkatan kualitas sumber daya dari drop-out sekolahan ke tenaga kerja siap pakai, adal;ah salah satu upaya untuk memperluas bidang keterampilan kader muda dari rumah tangga miskin, sehingga dioharapkan dapat mewujudkan pangsa pasar baru sejalan dengan keterampilan yang telah mereka miliki.


(58)

37

Hasil analisis SEM PLS tidak disampaikan secara kronologis, mengingat sumber daya pada pemerntah kabupaten Buleleng relative terbatas dala memahami karakter rumah tanggai miskin berdasarkan analisis SEM PLS. Dengan demikian lapotan ini menyimpan dokumen peyajian respot atas analisis SEM PLS, dengan menyajikan implementasi kaji tindak, Peelitian tahap kedua, akan dijadikan landasan utama temuan persepsi rumah tagga miskian, untuk kemudian dijadikan arahj pengembangan model yang lebih praktis.

Hasil analisis yangh tidak disajikan pada dokumen pelenitian ini tetap menjadi kerangka bagi peecahan masalah nyata persoalan kemiskinan di wilayah perbatasan Buleeng barat,


(59)

38

khususnya di kecamatan Grokgak. Hasil implementasi kegiatan penelitian kemudian dirangkum menjadi kaji tindak tahap kedua kegiatan ini, sebagaimana dilaporkan berikut ini,.

5.4 Kajin Tindak Penelitian dan Implementasi Pemecahan Masalah

Kaji tidak (action research) yang dilakukan atas kerja sama Badan perencanaan Daerah (Bappeda) kabupaten Buleleng dengan Pusat Analisis Data Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unioversitas Udayana menyasar pemberdayaan rumah tangga miskin (RTM) wilayah perbatasan Bali barat yaitu pada wilayah perbatasan kecamatan Grokgak. Dalam rangka pemberdayaan tersebut, peneliti memandang perlu memahami karakter RTM wilayah perbatasan Bali barat tersebut, dinamika sosial ekonomi yang sedang bekembang, perkembangan arah pertumbuhan rumah tangga miskin, dimensi dan tantangannya khususnya dalam melihat persaingan perebutan sumber daya yang terbatas antara warga penduduk lokal dengan pendatang serta aspek kinerja RTM dalam berpartisipasi pada pendidikan keluarga sebagai salah satu komponen kemajuan yang dapat memberikan peluang alih generasi dari RTM untuk berpeluang keluar dari jalur mata rantai kemiskinan antara lain melalui partisipasi pendidikan formal dari SD, SMP sampai dengan SLTA.

Keterbatasan sumber pendanaan, alokasi waktu serta focus terhadap RTM untuk mampu diberdayakan secara efektif dan efisien, Tim Peneliti telah sepakat hanya menyasar empat desa terpilih yang mencerminkan keterwakilan wilayah RTM, yang dipertimbangkan berdasarkan wilayah dataran tinggi ( desa TukadSumaga), dan wilayah pantai yaitu desa Grokgak, Sumberkima dan desa Patas. Tabel 3.1 menyajikan kondisi terkini yang diperoleh dari sumber pendataan PMD propinsi Bali, menunjukkan bahwa secara menyeluruh terdapat 14 desa yang


(60)

39

berada dalam lingkup kecamatan Grokgak, menggambarkan kondisi tentang banyaknya siswa drop-out dan tidak melanjutkan ke sekolah setingkat SLTA.

Tabel 3.1

Posisi RTM Berdasarkan Partisipasi Pendidikan Siswa Kecamatan Grokgak Tahun 2014

SEKOLAH TIDAK SEKOLAH Jumlah Desa 7-12 Thn 13-15 thn 16-18 thn 7-12 Thn 13-15 Thn 16-18 Thn SUMBER KLAMPOK 127 62 37 1 7 21 255 PEJARAKAN 674 205 62 75 108 185 1309

SUMBERKIMA 544 222 97 20 28 104 1015

PEMUTERAN 459 178 74 23 42 110 886 BANYUPOH 64 11 3 12 10 15 115 PENYABANGAN 297 82 34 22 38 71 544 MUSI 176 67 39 23 14 31 350 SANGGALANGIT 251 102 55 32 19 39 498

GEROKGAK 428 165 63 13 44 109 822

PATAS 738 271 104 40 97 216 1466

PENGULON 182 63 15 34 33 75 402 TINGA TINGA 294 83 34 48 53 87 599 C. BAWANG 235 81 48 11 16 35 426

TUKAD SUMAGA 372 86 27 44 99 146 774

Jumlah 4841 1678 692 398 608 1244 9461

Berdasarkan Tabel 3.1 tercatat usia tidak sekolah antara umur 7 tahun sampai dengan umur 12 tahun terdapat cukup besar 398 orang, jumlah yang relative besar dan perlu dikurangi dimasa datang. Meskipun demikian, usia tidak sekolah ditemukan pola kecenderungan yang relative sama dengan kabupaten/kota di daerah Bali, yaitu dengan angka prosentase yang semakin besar pada usia tidak sekolah pada usia lebih tinggi, yaitu dari angka sebesar 398 meningkat menjadi 608 orang pada usia 13 sampai dengan 15 tahun, serta menjadi 1244 pada usia antara 16 sampai dengan 18 tahun.


(61)

40

Besarnya jumlah RTM yang tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka karena berbagai sebab menjadi focus perhatian penelitian ini, yang menyiratkan perlunya pemerintah darah kabuoaten Buleleng mengadakan terobosan kebijakan dengan mendorong semakin berkembangnya pendidikan keterampilan sebagai jalan pintas jangka pendek untuk meningkatkan bekal keterampilan generasi muda RTM sebagai pemicu bagi penurunan angka RTM dimasa depan. Berdasarkan Tabel 3.1 jika diperbandingkan antara anak usia sekolah dengan mereka yang tidak sekolah untuk seluruh sebanyak 14 desa dalam lingkungan kecamatan Grokgak, ternyata generasi muda RTM yang bersekolah tercatat sebanyak 7211 orang, sedangkan generasi muda RTM yang tidak bersekolah tercatat sebanyak 2250 orang, yaitu sebesar 30% dari total generasi muda RTM. Prosentase tersebut menunjukkan angka yang cukup besar bila dibandingkan dengan era pengembangan berbagai fasilitas penunjang pendidikan, dengan dukungan 30% dari dana ABPN.

Berdasarkan Tabel 3.2, RTM tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara kelompok perempuan dan kelompok laki-laki. Meskipun demikian, ternyata RTM di wilayah Bulelelng barat memilki sebaran yang berbeda dilihat dari usia RTM, maupun sebaran jumlah RTM dilihat per wilayah desa. Berdasarkan usia, ternyata pada usia 15-44 tahun konsentrasi kemiskinan lebih beser dibandingian dengan usia lebih kecil atau lebih besar melewati usia 44 tahun. Indikasi ini membuktikan bahwa penurunan jumlah RTM pada usia diatas 44 tahun dapat disebabkan oleh beban tanggungan pada usia diatas 44 tahun sudah mulai berkurang, sehingga ada tersedia sumber yang terbatas dapat dimanfaatkan dalam penguatan keejahtraan RTM, sehingga banyak yang sudah berhasil mendapatkn kesejahtraan lebih baik, sehingga tidak lagi terdaftar pada RTM. Bahwa


(1)

79 Martensen A, Dahlgaard JJ. 1999. Strategy and planning for Innovation Management – supported by creative and learning Organizations International Journal of Quality and Reliability Management 16(9):878–891

Martinez-Ruiz, A., & Aluja-Banet, T. (2009). Toward the definition of a structural Equation Model of patent value: PLS Path Modeling with Formative Constructs. REVSTAT Statistical Journal, 7(3), 265-290.

Mateja Bodlaj.2010.The Impact of a Responsive and Proactive Market Orientation On Innovation And Business Performance. Journal Economic and Business Review, Vol.12, No. 4, Hal 241-261.Slovenia:University of Ljubljana, Faculty of Economics.

Matthew T. Seevers, Steven J. Skinner, Robert Dahlstrom.2010. Performance Implications of a Retail Purchasing Network: The Role of Social Capital. Journal of Retailing 86, no. 4, pp 310–321. United States

Meeus, M., & Edquist, C. 2006. Introduction to Part I: Product and process innovation. In J. H. M. M. Eds. (Ed.), Innovation, science, and institutional change: 23-37. Oxford: Oxford University Press.

Meyer, J. P. & Allen, N. J. 1991. A Three-Component Conseptualization of Organizational Commitment. Human ResourceManagement Review, 1 (1). pp.61-89

Michael Ehret, Vishal Kashyap, Jochen Wirtz. 2013. Business Models: Impact on Business Markets and Opportunities for Marketing Research. Journal Industrial Marketing Management 42.

Michael H. Morris, Minet Schindehutte, Raymond W. Laforge.2002. Entrepreneurial Marketing: A Construct For Integrating Emerging Entrepreneurship And Marketing Perspectives. Journal of MarketingTheory and Practice.

Michael Jay Polonsky.2011. Transformative Green Marketing: Impediments and Opportunities. Journal of Business Research 64. Australia: School of Management and Marketing, Deakin University

Miller, D and Friesen, Peter H. 2003. Innovation In Conservative and Entrepreneurial Firms: Two Models of Strategic Momentum. Strategic Management Journal. Vol. 3. No.1. pp. 1-25.

Miles, M.P., Darroch, J. 2006. Large firms, Entrepreneurial Marketing Processes, and the Cycle of Competitive Advantage, European Journal of Marketing,40 (5/6), pp. 485-501.

Miles, M., Paul, C. and Wilhite, A. 2003. “Modeling Entrepreneurship as Rent – seeking Competition”, Technovation 23(5): 393-400.

Ming-Hung Hsieh, Kuen-Hung Tsai.2007. Technological capability, social capital and the launch strategy for innovative products. Journal Industrial Marketing Management 36. Taiwan.


(2)

80 Mirella Kleijnen, Ko de Ruyter , Martin Wetzels., 2007. An Assessment of Value Creation in Mobile Service Delivery and the Moderating Role of Time Consciousness. Journal of Retailing 83.Netherlands

Moorman C, Zaltman G, Deshpande R. 1993. Factors Affecting Trust in Market Research Relationships. J Mark;57:81 –101.

Morgan, RM., and Hunt, S.D., 1994. The Commitment-Trust Theory of Relationship Marketing. Journal of Marketing. 58 (July), 1994

Morgan P. Miles, Jenny Darroch. 2004. Large Firms, Entrepreneurial Marketing Processes, and the Cycle of Competitive aAdvantage. Journal Entrepreneurial Marketing Processes.USA

Morrish, S.C., & Deacon, J. 2009. Entrepreneurial Marketing: A Comparative Case Study of 42Below Vodka and Pandering Whisky. Paper presented at the ICSB World Conference, Seoul, South Korea.

Morris, H.M., Schindehutte, M., Laforge, R.W. 2002. Entrepreneurial Marketing: a Construct for Integrating Emerging Entrepreneurship and Marketing Perspectives, Journal of Marketing Theory and Practice (Fall), pp. 1-18.

Mort, Gillian Sullivan., Weerawardena, Jay., Liesch, Peter. 2012. Advancing Entrepreneurial Marketing: Evidence from Born Global Firms. European Journal of Marketing Vol. 46 No. 3/4, pp. 542-561.

Ngai, E.W.T., 2005. Customer Relationship Management Research (1992-2002). Marketing Intelligence & Planning, 23(6), 582-605. ISSN: 0263-4503

Niammuad, Damrongrit, Kulkanya Napompech, Suneeporn Suwanmaneepong, 2014, Entrepreneurial Product Innovation: A Second-Order Factor Analysis, The Journal of Applied Business Research January/February 2014 Volume 30, Number 1

Oliver, Richard L.1999. “Whence Consumer Loyalty?,” Journal of Marketing, 63 (4), 33–44.

Palmatier, R. W., Jarvs, C. B., Bechkoff, J. R. and Kardes, F. R. 2009. Role of Consumer Gratitude in Relationship Marketing, 73, 1-45.

Pambudy, Rachmat dan Burhanuddin Rabbani. 2005. “Peluang dan Tantangan Pengusaha Kecil Menghadapi Perdagangan Bebas” dalam Suara Pembaruan, Tanggal 7 Februari 2005.

Paul Taylor. 2013. The Effect of Entrepreneurial Orientation on The Internationalization of Smes In Developing Countries. African Journal of Business Management Vol. 7(19). Jamaica: University of the West Indies


(3)

81 Pearce, C. L., & Ensley, M. D. 2004. A Reciprocal and Longitudinal Investigation of The Innovation Process: The Central Role of Shared Vision in Product and Process Innovation Teams (PPITs). Journal of Organizational Behavior, 25(2), 259-278.

Petuskiene, E., & Glinskiene, R. 2011. Entrepreneurship As The Basic Element For The Successful Employment of Benchmarking and Business Innovations. Engineering Economics, 22(1), 69-77.

Phyra Sok, Aron O’Cass, Keo Mony Sok.2013. Achieving Superior SME Performance: Overarching Role of Marketing, Innovation, and Learning Capabilities. Australasian Marketing Journal 21.Australia

Radas, S. & Božic, L. (2009). The Antecedents of SME Innovativeness In an Emerging Transition Economy. Technovation, 29, 438-450.

Richard B., Aquilano, Nicholas J., and Jacobs, F. Robert. 2001, Operation Management for Copetitive Advatage, Ninth Edition, McGraw-Hill Irwin, New York, USA.

Riddell, J. M. 2006. Adopting A Customer View: Moving From Yielding to Pricing, Journal of Revenue and Pricing Management, 5, 2, 167–169.

Samantha Murdy, Steven Pike.2012. Perceptions of Visitor Relationship Marketing Opportunities By Destination Marketers: an Importance-Performance Analysis. Journal Tourism Management 33. Australia: School of Advertising, Marketing & Public Relations, Queensland University of Technology

Slater, S.F. and Narver, J.C. 1996. Competitive Strategy in The Market-Focused Business. Journal of Market-Focused Management 1, 159± 74.

Schulz, W.C. and Hofer, X. 1999. Creating Values Through Skill-Based Strategy and Entrepreneurial Leadership. New York: Pergamon.

Sivadas, E. & Dwyer, F. 2000. An Examination of Organizational Factors Influencing New Product Success in Internal and Alliance Based Processes. Journal of Marketing, 64, 3149.

Smith, Brock J. and Donald W. Barclay. 1997. “The Effects of Organizational Differences and Trust on the Effectiveness of Seller Partner Relationships,” Journal of Marketing, 61 (January), 3-21.

Srivastava RK, Shervani TA, Fahey L 1999. Marketing, Business Processes, and Shareholder Value: an Organizationally Embedded View of Marketingactivities and The Discipline of Marketing. Journal of Marketing, 63 (Special Issue), 168-179.

Stokes, David, 2000.Putting Entrepreneurship into Marketing: The Processes of Entrepreneurial Marketing, Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship, Vol. 2

Subramaniam, M., & Youndt, M. A. 2005. The influence of intellectual capital on the types of innovative capabilities. Academy of Management Journal, 48(3), 450-463.


(4)

82 Soegoto, E. S. 2009. Entrepreneurship; Menjadi Pebisnis Ulung. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo

Soekidjan, Soegiarto,. 2009. Komitmen Organisasi Apakah Sudah Dalam Diri Anda? Jakarta: Rineka Cipta

Song, X. M. & Parry, M. E. 1996. What separates Japanese New Product Winners from Losers. Journal of Product Innovation Management, 13 (5), 422–439.

Stevia Septiani, Ma’mun Sarma, Wilson H. Limbong. 2013. Pengaruh Entrepreneurial Marketing dan Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing Industri Alas Kaki di Bogor. Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol IV, No 2.Bogor: Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Suellen J. Hogan, Leonard V. Coote. 2014. Organizational culture, innovation, and performance: A test of Schein's model. Journal of Business Research 67. Australia : The University of Queensland

Suendro, Ginanjar, 2014. Analisis Pengaruh Inovasi Produk Melalui Kinerja Pemasaran Untuk Mencapai Keunggulan Bersaing Berkelanjutan. Semarang: Fakultas Margister Manajemen, UNDIP

Susanna Camps, Pilar Marques. 2014. Exploring how social capital facilitates innovation: The role of innovation enablers. Journal Technological Forecasting & Social Change. Spain: Department of Business Organization, Campus Montilivi, Universitat de Girona.

Suyana, Utama I Made. 2006. Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kinerja Perekonomian dan Perubahan Struktur Ekonomi Serta Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Bali. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.

Tanenhaus, M., Vinci, Chatelin, Y.M,. dan Carlo, L. 2005. PLS Path Modeling. Computational Staistic and Data Analysis. 48: 159-205.

Tidd, J., Bessant, J. and Pavitt, K. 2005. Managing Innovation: Integrating Technological, Market and Organizational Change, Third edition, Wiley.

Thomas, Lisa C., Painbéni, Sandra & Barton, Harry. 2013. Entrepreneurial Marketing Within The French Wine Industry. International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research, Vol. 19 No. 2, pp. 238-260.

Umar, Husein, 2005, “Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis”, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Septiany W., Syamsul M, Yandra A., 2013. Manajemen Risiko Inovasi Produk Olahan Susu Sapi Berdasarkan Tahapan Proses Manajemen Inovasi, Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340


(5)

(6)