DETERMINAN DISHARMONI KUA PPAS TERHADAP APBD DI KABUPATEN TABANAN.

(1)

i

DETERMINAN DISHARMONI KUA-PPAS

TERHADAP APBD

DI KABUPATEN TABANAN

I GUSTI AYU WIDIA ASRI

NIM 1391461005

PROGRAM MEGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

ii

DI KABUPATEN TABANAN

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GUSTI AYU WIDIA ASRI

NIM 1391461005

PROGRAM MEGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

JUDUL .………...………... i

PRASYARAT GELAR ………. ii

LEMBAR PENGESAHAN ……….. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………. iv

SURAT PERNYATAAN ……… v

UCAPAN TERIMAKASIH ……….. vii

ABSTRAK ……… viii

ABSTRACT ……….. ix

DAFTAR ISI ……….. x

DAFTAR TABEL ……….….. ………... xiii

DAFTAR GAMBAR ……….…… xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………...…... 1

1.2 Rumusan Masalah ...………... 13

1.3 Tujuan penelitian...………... 13

1.4 Manfaat Penelitian ……….……… 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi ……….……… 15

2.1.1 Disharmoni………..………. 15

2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran dan Belanja Daerah ……….. 15

2.1.3 Kebijakan Umum APBD (KUA)………. 16

2.1.4 Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) ………. 17

2.1.5 Kompentensi Sumber Daya Manusia……….…….. 19

2.1.6 Perencanaan Anggraran……… 20

2.1.7 Politik Anggaran………... 23

2.1.8 Dana Perimbangan /dana transfer………. 25


(4)

iv

2.2.3 Perencanaan Anggaran……….……… 30

2.2.4 Politik Anggaran ………. 31

2.2.5 Dana Perimbangan/transfer ……….. 33

2.2.6 Transparansi Publik ………. 34

2.3 Keaslian Penelitian ….………..………… 33

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep Penelitian ... 40

3.2 Hipotesis Penelitian. ... 42

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian……….. 44

4.2 Lokasi Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian……… 44

4.3 Identifikasi Variabel Penelitian……… .……… 45

4.4 Definisi Operasional Variabel ……….. 45

4.5 Jenis dan Sumber Data ……….. 50

4.6 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel………. 51

4.7 Metode Pengumpulan Data..………. 53

4.8 Instrumen Penelitian ………. 54

4.9 Teknik Analisis Data ………. 55

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian……….. 57

5.1.1 Geografis Pemerintah Kabupaten Tabanan………. 57

5.1.2 Demografi Pemerintah Kabupaten Tabanan………. 60

5.1.3 Profl APBD Kabupaten Tabanan ……… 62

5.2 Deskripsi Hasil Penelitian ……… 64

5.2.1 Umur Pengelola Keuangan ………. 65


(5)

v

5.2.6 Kompetensi SDM ……….. 69

5.2.7 Dana Perimbangan/ Transfer ………..………… 70

5.2.8 Transparansi Publik ……… 71

5.3 Hasil Analisis Statistik dan Pembahasan Determinan Sinkronisasi APBD terhadap KUA-PPAS pada Pemerintah Kabupaten Tabanan. ………. 72

5.3.1 Korelasi antara variat KUA-PPAS dengan variat APBD … 73 5.3.2 Variabel yang paling dominan mempengaruhi Disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD ………. 75

5.3.2.1 Perencanaan Anggaran mempengaruhi APBD ………… 76

5.3.2.2 Politik anggaran mempengaruhi APBD ……….. 79

5.3.2.3 Kompetensi SDM mempengaruhi KUA-PPAS ………… 80

5.3.2.4 Dana Perimbangan/ Transfer mempengaruhi KUA-PPAS. 81 5.3.2.5 Transparansi publik mempengaruhi KUA-PPAS ……….. 82

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ……….. 85

6.2 Saran ………. 85

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(6)

vi

Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan tuntunannya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam penulisan tesis ini. Untuk kesempatan itu dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. IKG. Bendesa, MADE sebagai pembimbing I dan Dr. Dra. Ida Ayu

Nyoman Saskara, M.Si sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengukuti program megister khususnya dalam penyelesaikan tesis ini.

Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika SpPD. KEMD atas kesempatan dan fasilitasi yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Ekonomi di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program Magister Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE sekaligus sebagai tim penguji. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Program Megister Ilmu Ekonomi (MIE), Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE,MS sekaligus sebagai tim penguji dan ucapan terimakasih disampaikan kepada bapak Ketua Jurusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Prof.Dr.I Made Suyana, SE.MS sekaligus sebagai tim penguji yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini bisa terwujud seperti ini.

Ucapan terimakasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada seluruh pengelola, dosen, pegawai pada Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana, teman-teman angkatan ke XXIV di Magister Ilmu Ekonomi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu serta kepada semua keluarga atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada sumua


(7)

vii

Denpasar, Januari 2016


(8)

viii

Nama : I Gusti Ayu Widia Asri,SE

NIM : 13.01.46.1005

Program Studi : Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana

Judul Tesis : Determinan Disharmoni KUA-PPAS Terhadap APBD di Kabupaten Tabanan

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat

Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmuah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar,………

Yang membuat pernyataan


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, termasuk dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang yang kemudian menimbulkan hak dan kewajiban negara dalam mengelola keuangan negara melahirkan Sistem Pengelolaan Keuangan Negara. Penyusunan program kerja pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pengelolaan keuangan negara tersebut, yakni berkaitan dengan penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dapat dicerminkan dari peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, keadilan, pemerataan, keadaan yang semakin maju, serta terdapat keserasian antara pusat dan daerah serta antar daerah. Hal yang dapat mewujudkan keadaan tersebut salah satunya apabila kegiatan APBD dilakukan dengan baik. Dikarenakan pada saat ini pemerintah menggunakan penganggaran bebasis pendekatan kinerja, maka reformasi anggaran tidak hanya pada aspek perubahan struktur APBD, namun juga diikuti dengan perubahan proses penyusunan anggaran.

APBD merupakan salah satu instrument utama pembangunan daerah dalam rangka memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, serta menyediakan pelayanan dasar yang memadai bagi masyarakat. Setiap tahun pemerintah daerah menyusun APBD. Tujuan penyusunan APBD adalah sebagai pedoman


(10)

pengeluaran dan penerimaan daerah agar terjadi keseimbangan yang dinamis, dalam proses pelaksanan kegiatan-kegiatan di daerah demi tercapainya pertumbuhan ekonomi, peningkatan produksi dan peningkatan kesempatan kerja. Strategi penganggaran dalam APBD tidak dapat dipisahkan dengan kebijakan pembangunan untuk mewujudkan pembangunan yang terarah dan akuntabel. Berpijak pada kondisi makro ekonomi daerah, asumsi-asumsi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), proyeksi pendapatan daerah serta prioritas pembangunan yang telah disepakati, selanjutnya dialokasikan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) untuk program/ kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam rangka mewujudkan target kerja serta prioritas pembangunan tersebut.

Proses penyusunan Rancangan APBD pada umumnya didahului dengan penyusunan kerangka kebijakan anggaran berupa KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan PPAS (Prioritas dan Plafon Anggran Sementara). Penyusunan KUA merupakan upaya untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran yang ada dalam Rencana Strategis Daerah (Renstrada). Kebijakan di bidang keuangan merupakan pernyataan yang dibuat dan diterapkan oleh kepala daerah dan disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk menjelaskan manajemen keuangan daerah. Secara umum, kebijakan di bidang keuangan merupakan tindakan resmi yang diambil oleh suatu organisasi untuk mendukung pelaksanaan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai di bidang keuangan. Kebijakan memberikan suatu kerangka untuk manajemen keuangan dan acuan untuk melaksanakn urusan-urusan keuangan suatu pemerintah daerah.


(11)

Fungsi KUA-PPAS dari sisi akuntabilitas, berupa Nota Kesepahaman KUA-PPAS ini menjadi dasar pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, dalam konteks sejauh mana ini sesuai dengan prioritas kebijakan anggaran. Dari sisi disiplin anggaran, KUA-PPAS dikunci untuk membangun disiplin anggaran yang bersifat menyeluruh, sesuai plafon yang telah disepakati. Dari sisi efisiensi teknis, informasi daftar program dan kegiatan di KUA dan PPAS akan lebih memudahkan dan mempercepat penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Jadi KUA-PPAS sendiri bukan merupakan APBD yang sudah disahkan, tapi hanya produk untuk memudahkan dan memperlancar proses penyusunan APBD.

Reformasi pengelolaan keuangan negara di Indonesia yang diawali dengan terbitnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah membawa banyak perubahan mendasar dalam pengelolaan keuangan negara. Perubahan mendasar tersebut diantaranya adalah diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) dalam penyusunan

anggaran pemerintah. Sejalan dengan itu, dalam kerangka otonomi daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membuka peluang bagi daerah untuk mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masing-masing. Kedua undang-undang ini membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara yang efektif dan efisien.


(12)

Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi waktunya sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dibagi menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu apa yang disebut sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya. Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun yang berisi tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006, penganggaran terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan

rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan di daerah, Pemerintah telah menetapkan Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atas perubahan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 sebagai pedoman dalam pelaksanaan, penatausahaan APBD dan laporan keuangan juga mencakup kebijakan akuntansi. Prinsip penyusunan APBD


(13)

berdasarkan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 yaitu : (1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelanggara pemerintah daerah, (2) APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal, (3) Penyusunan APBD dilakukan secara transparan, dimana memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD, (4) Penyusuanan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat, (5) APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, (6) Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya. Dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 yang mencakup mengenai Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah dengan Kebijakan Pemerintah, Prinsip Penyusunan APBD, Kebijakan Penyusunan APBD, Teknis Penyusunan APBD dan hal-hal khusus lainnya.

Disharmoni antara APBD dan KUA-PPAS dipengaruhi oleh kompetensi Sumber Daya Manuasia (SDM). Sumber Daya Manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting, karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia diukur berdasarkan latar belakang pendidikan, pemahaman tentang tugas, kesiapan dalam memahami melakukan perubahan dalam proses penyusunan anggaran. Agar perencanan APBD berkualitas, maka setiap SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya dan perlu dilakukannya suatu


(14)

peremajaan sumber daya manusia dengan jalan melakukan pelatihan-pelatihan tentang pengelolaan keuangan daerah.

Partisipasi masyarakat sangat penting dalam siklus anggaran. Transparansi anggaran juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan. Transparansi merupakan salah satu prinsip good governance. Transparansi dibangun atas dasar

arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi yang tersedia harus memadai dan mudah dimengerti.

Setiap proses penyusunan dokumen rencana pembangunan memerlukan koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan melalui suatu forum yang disebut sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang. Penyelenggaraan Musrenbang ini difasilitasi dan didanai oleh pemerintah, provinsi, kabupaten/kota. Penyelenggaraan Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dilakukan melalui proses pembahasan masyarakat dengan pemerintah daerah guna penyenyerapan aspirasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Titik berat pembahasannya adalah pada sinkronisasi rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat (Rudianto, 2007).

Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada Hasrul Hanif (2012) mengungkapkan adanya ketidaktransparan dalam proses penganggaran di DPR, dan masyarakat hanya dilibatkan dalam usulan perencanaan pembangunan saja, sehingga alokasi untuk pembangunan gedung DPR dengan nilai yang fantastis tidak bisa dikontrol oleh masyarakat, alhasil penyalahgunaan sering kali terjadi dan sampai saat ini penganggaran masih sangat tertutup dan hanya melibatkan


(15)

segelintir birokrasi dan politisi. Bahkan, meski Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik telah mengamanatkan bahwa dokumen anggaran merupakan dokumen publik, namun tetap saja sulit diakses oleh masyarakat.

Fenomena ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dimana pada pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang berhak : (a) melihat dan mengetahui Informasi Publik, (b) menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik, (c) mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan / atau (d) menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan polemik pemasukan KUA-PPAS dalam E-Budgeting, pada

dasarnya E-Budgeting merupakan alat untuk terlaksananya transparansi anggaran

dimana publik bisa mengetahui proses dan penetapan serta alokasi anggaran yang ditetapkan bersama oleh Pemda dan DPRD. Sementara KUA-PPAS sendiri merupakan hasil antara dari proses penyusunan anggaran serta menjadi bahan pembahasan APBD antara Pemda dan DPRD. KUA-PPAS bukan merupakan hasil akhir dari keputusan APBD yang akan dilaksanakan. Sementara publik juga perlu mengetahui hasil akhir dari anggaran yang ditetapkan dan alokasi belanja untuk didaerahnya. Permasalahan yang sering muncul dalam transparansi publik pada hampir semua pemerintahan diantaranya adalah masalah pengadaan barang untuk kepentingan publik. Tender pengadaan barang untuk kepentingan publik sering dinilai tidak transparan, sarat dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), tidak efektif dan efisien


(16)

Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang sudah ditetapkan terlebih dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Berdasarkan pelaksanaannya, perencanaan ditingkat pemerintah daerah dibagi menjadi tiga kategori yaitu : Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJDP) merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 20 tahun; Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan perencaan pemerintah daerah untuk periode 5 tahun; dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan rencana tahunan daerah. Sedangkan perencanaan ditingkat SKPD terdiri dari : Rencana Strategi (Renstra) SKPD merupakan rencana untuk periode 5 tahun. Dalam konteks yang lebih sempit APBD merupakan sumber dana dari segala kegiatan yang dilaksanakan (diselenggarakan) pemerintah daerah untuk kepentingan masyarakat daerah atau pengembangan dan pembangunan daerah. Dalam perkembangannya APBD selalu mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan ekonomi daerah dan nasional. Krisis adalah salah satu factor yang mengganggu APBD dan penggunaannya

Proses perencanaan anggaran yang tidak direncanakan dengan baik bisa menjadi penyebab disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD. Perencanaan anggaran akan tersusun dengan baik apabila melibatkan aparatur yang memahami mengenai prosedur dalam penyusunan RKA dan juga mengetahui kebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang akan direncanakan. Tenaga yang berkompeten dalam penyusunan perencanaan anggaran harus mengetahui informasi yang valid

mengenai pedoman penyusunan RKA yang akan dituangkan dalam penyusunan RKA.


(17)

Dinamika politik juga tidak bisa lepas dalam proses penyusunan APBD. Legislatif sebagai principal bagi eksekutif memunculkan perilaku oportunistik

legislatif untuk merealisasikan kepentingannya melalui discretionary power yang

dimilikinya. Perilaku oportunistik tersebut dimana anggaran dipergunakan oleh legislatif (politisi) untuk memenuhi self-interest-nya, hal ini sesuai dengan hasil

dari penelitian Abdullah dan Asmara (2006) yang menunjukkan bahwa adanya upaya legislatif mempengaruhi keputusan alokasi anggaran belanja di APBD untuk memenuhi kepentingan pribadinya.

APBD yang merupakan bentuk kebijakan politik yang disusun oleh pihak eksekutif dan legislatif, termuat rencana-rencana program pembangunan yang akan dilaksanakan oleh aparatur pemerintah. Keputusan politik oleh kepala daerah mempengaruhi penganggaran. Program yang menjadi prioritas tentunya diutamakan dalam penganggaran dibandingkan dengan program atau kegiatan lainnya. Begitu pentingnya politik anggaran bagi sebuah daerah, yang akan menentukan seperti apakah kondisi daerah lima tahun mendatang akan sangat berpengaruh oleh kebijakan politik anggaran yang dihasilkan kepala daerah.

Disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD dapat juga dikarenakan prosedur dalam pelaksanaan dana perimbangan/transfer ke daerah belum optimal. Direktorat Dana Perimbangan bertugas menyiapkan perumusan kebijakan, koordinasi dan fasilitasi, perhitungan alokasi, standarisasi, bimbingan teknis, dan pelaksanaan di bidang Transfer ke Daerah. Direktorat Dana Perimbangan diantaranya memiliki fungsi pelaksanaan transfer Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana perimbangan/


(18)

transfer bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah selain itu dana perimbangan/ transfer bertujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat.

Permasalahan umum yang menjadi kendala terlambatnya dana perimbangan/transfer ke daerah dikarenakan keterlambatan informasi, dalam penyediaan data dasar penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Keterlambatan penyampaian data perkiraan penerimaan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diakibatkan karena penetapan Anggaran Pusat bersamaan dengan penetapan APBD di Daerah, sehingga proses penyusunan PMK untuk penetapan alokasi bagian daerah juga sering mengalami keterlambatan informasi yang diterima oleh pemerintah daerah.

Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategi telah selesai dilakukan. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan berdampak pada perencanaan yang telah disusun. Anggaran sektor publik


(19)

merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2004).

Pembangunan daerah akan menunjukkan hasil jika didasari atas perencanaan yang matang. Upaya perbaikan pengelolaan keuangan daerah khususnya perencanaan APBD, masih merupakan agenda strategis bagi percepatan peningkatan kesejahteraan rakyat di darah, yang merupakan inti dari kewajiban Daerah, DPRD dan Kepala Daerah. Peraturan perundang undangan telah memberikan arahan dan teknis dari penyusunan perencanaan hingga penganggaran. Salah satu yang diamanatkan dalam peraturan perundang undangan adalah Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) yang memuat tentang asumsi perkembangan kondisi internal dan eksternal daerah terkait dengan potensi kondisi keuangan di tahun tersebut.

Tabel 1.1

Disharmoni antara KUA - PPAS dan APBD Kabupaten Tabanan Tahun 2010 – 2014 Tahun

KUA-PPAS APBD

Pendapatan (Ribuan Rp)

Belanja Daerah (Ribuan Rp)

Pendapatan (Ribuan Rp)

Belanja Daerah (Ribuan Rp) 2010 655.006.500 696.918.700 655.099.000 696.921.320 2011 855.701.600 905.755.620 870.487.000 920.541.200 2012 952.896.800 993.416.800 956.531.600 996.251.600 2013 1.107.276.600 1.138.996.600 1.110.810.800 1.142.530.800 2014 1.252.687.700 1.257.407.735 1.260.942.535 1.287.757.355 Sumber :Pemerintah Kabupaten Tabanan KUA-PPAS dan APBD 2010 – 2014

(data diolah)

Berdasarkan data pada Tabel 1.1, dalam periode 5 (lima) tahun terlihat adanya disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD. Selisish pendapatan dan


(20)

belanja daerah antara APBD dengan KUA-PPAS dalam periode tahun 2010 sampai 2014 terlihat pada grafik berikut :

Grafik 1.1

Selisih Pendapatan antara APBD dan KUA-PPAS Tahun 2010 -2014

Sumber :Pemerintah Kabupaten Tabanan KUA-PPAS dan APBD 2010 – 2014 (data diolah)

Grafik 1.2

Selisih Belanja Daerah antara APBD dan KUA-PPAS Tahun 2010 - 2014

Sumber :Pemerintah Kabupaten Tabanan KUA-PPAS dan APBD 2010 – 2014 (data diolah) 0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000 12000000 14000000 16000000

2010 2011 2012 2013 2014 92,500 14,785,400 3,634,800 3,534,200 8,254,835 Tahun

Selisih Pendapatan antara APBD dengan KUA PPAS

0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000

2010 2011 2012 2013 2014 2,620 14,785,580 2,834,800 3,534,200 30,349,620 Tahun

Selisih BD antara APBD dengan KUA-PPAS


(21)

Pada Grafik 1.1 dan Grafik 1.2 terlihat bahwa selisih pendapatan antara APBD dan KUA-PPAS dan belanja daerah antara APBD dan KUA-PPAS dalam periode lima (5) tahun selalu mengalami peningkatan. Selisih (dalam jutaan) pada pendapatan antara APBD dan KUA-PPAS tahun 2010 dari Rp. 92.500 meningkat pada tahun 2014 sebesar Rp. 8.254.835. Untuk selisih belanja daerah antara

APBD dan KUA-PPAS dari Rp. 2.620 pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp. 30.349.620,- pada tahun 2014

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut.

1) Adakah korelasi antara variat KUA-PPAS dengan variat APBD Kabupaten Tabanan ?

2) Variabel manakah diantara variabel perencanaan anggaran, politik anggaran, kompetensi SDM, dana perimbangan/ transfer dan transparansi publik yang dominan mempengaruhi disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD Kabupaten Tabanan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Menganalisis apakah ada korelasi antara variat KUA-PPAS dengan variat APBD Kabupaten Tabanan.

2) Menganalisis diantara variabel perencanaan anggaran, politik anggaran, kompetensi SDM, dana perimbangan/ transfer dan transparansi publik,


(22)

manakah yang paling dominan mempengaruhi disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD Kabupaten Tabanan.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan atas tujuan penelitian tersebut, maka kegunaan penelitian adalah.

1) Manfaat Akademik

a. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk memperdalam pengetahuan peneliti di bidang perencanaan keuangan daerah, khususnya pengaruh kompetensi sumber daya manusia, transparansi publik, perencanaan anggaran, politik anggaran dan dana perimbangan/ transfer terhadap disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD.

b. Menjadi masukan bagi rekan-rekan yang berminat dan tertarik memperdalam penelitian tentang disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD.

2) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kabupaten Tabanan dalam rangka menganalisis disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD.


(23)

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Definisi 2.1.1 Disharmoni

Disharmoni adalah tidak adanya keselarasan dan keserasian antara kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lain. Terjadi tumpang tindih, tidak saling melengkapi antar kebijakan. Pada prinsipnya Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan kebijakan yang saling berkaitan, KUA-PPAS merupakan pendukung dalam menyusun rencana APBD, namun pada kenyataannya tidak adanya keterpaduan antara data yang didukung dengan data yang mendukung.

2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Penetapan APBD harus tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 31 Desember tahun sebelumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 116 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah daerah harus memenuhi jadwal proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan dan penyampaian rancangan KUA dan rancangan PPAS kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli tahun sebelumnya. Selanjutnya KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama


(24)

16

akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas rancangan APBD Tahun Anggaran berikutnya antara pemerintah daerah dengan DPRD sampai dengan tercapainya kesepakatan bersama antara kepala daerah dengan DPRD terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, paling lambat tanggal 30 Nopember tahun sebelumnya, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 105 ayat (3c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Tahapan dan jadwal proses penyusunan APBD dapat dilihat pada tabel 2.1 lampiran 1.

2.1.3 Kebijakan Umum APBD (KUA)

Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum, seperti.

1) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah;

2) Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD, termasuk laju inflasi, pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah;

3) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaran pendapatan daerah serta strategi pencapaiannya;

4) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan


(25)

17

manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah serta strategi pencapaiannya;

5) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya.

Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan sasaran dan kebijakan pemerintah dalam satu tahun anggaran yang menjadi petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan RAPBD. Dalam menyusun Rancangan Kebijakan Umum APBD, Kepala Daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah. Kebijakan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada Kepala Daerah, paling lambat pada awal bulan Juni tahun sebelumnya, Rancangan Kebijakan Umum APBD disampaikan Kepala Daerah kepada DPRD untuk dibahas paling lambat pertengahan bulan Juni Tahun Anggaran sebelumnya untuk dibahas dalam pembahasan Pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Badan Anggaran DPRD. Rancangan Kebijakan Umum APBD yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran sebelumnya.

2.1.4 Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)

Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari


(26)

18

Satuan Kerja Perangkat Daerah( SKPD) terkait. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing- masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan prioritas dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala daerah dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD.

Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA dan rancangan PPAS, kepala daerah harus menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS tersebut kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang selanjutnya hasil pembahasan kedua dokumen tersebut disepakati bersama antara kepala daerah dengan DPRD pada waktu yang bersamaan, sehingga keterpaduan substansi KUA dan PPAS dalam proses penyusunan RAPBD akan lebih efektif.

Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD. Berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan PPAS dengan tahapan sebagai berikut.

1) Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan. 2) Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan.

3) Menyusun plafon anggaran untuk masing-masing program.

Kepala Daerah menyampaikan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran sebelumnya. Pembahasan dilakukan oleh


(27)

19

Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Panitia Anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi Prioritas dan Plafon

Anggaran (PPA) paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran sebelumnya. KUA-PPAS yang telah disepakati masing-masing dituangkan ke dalam Nota

Kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD.

2.1.5 Kompetensi Sumber Daya Manusia

Kompetensi sumber daya manusia adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan bekal pendidikan, pelatihan, pengetahuan tentang penyusunan anggaran, pemahaman dalam menyusun anggaran, dan perilaku dalam bekerja. Sumber daya manusia pengguna sistem dituntut untuk memiliki tingkat keahlian yang memadai atau paling tidak memiliki kemauan untuk terus belajar dan mengasah kemampuan. Kemampuan sumber daya manusia itu sendiri sangat berperan dalam menghasilkan informasi yang berkualitas.

Untuk dapat menyusun RAPBD berdasarkan prestasi kerja atau anggaran berbasis kinerja diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya. Pranesti dan Roekhudin (2001) menyatakan bahwa faktor manusia merupakan bagian penting dari penganggaran. Seringkali orang menganggap anggaran seolah-olah sebagai alat mekanis saja, namun dibalik aspek teknis tentang anggaran, adalah manusia. Manusia yang merancang tujuan dan sasaran, dan manusia pula yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Perilaku manusia sebagai individu maupun kelompok akan berpengaruh terhadap penyusunan anggaran, dan sebaliknya, anggaran akan


(28)

20

berpengaruh terhadap perilaku individu dan kelompok. Suatu anggaran tidak akan efektif bila anggaran tersebut tidak dapat mengakomodasi semua kepentingan kelompok yang terlibat dalam pelaksanaannya.

Persoalan yang penting dalam proses penyusunan APBD adalah perilaku manusia yang terkandung dalam proses perencanaan anggaran. Beberapa metode penyusunan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan penerapannya, namun keberhasilan pelaksanaannya sangat tergantung pada manusia yang melaksanakannya. Untuk itu perlu diperhatikan apa yang memotivasi individu dan kelompok dalam penyusunan APBD dan pelaksanaan anggaran.

2.1.6 Perencanaan Anggaran

Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategik, taktis, dan melibatkan aspek operasional. Faktor keterampilan dan keahlian dalam proses perencanaan anggaran, pengetahuan tentang anggaran, data sumber anggaran dan target yang ingin dicapai, prosedur perencanaan, faktor informasi yang valid dan mutakhir merupakan upaya yang dilakukan agar perencanaan anggaran dapat berjalan dengan baik. Proses perencanaan juga melibatkan aspek perilaku, yaitu partisipasi dalam pengembangan system perencanaan, penetapan tujuan, dan pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor perkembangan pencapaian tujuan. Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya

underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efesinsi dan


(29)

21

Pentingnya efektivitas pengelolaan anggaran mulai dari penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran sampai dengan pelaporan/pertanggungjawaban anggaran karena dampaknya terhadap akuntabilitas pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bentuk reformasi anggaran dalam upaya memperbaiki proses penganggaran adalah penerapan anggaran berbasis kinerja (Tamasoleng, 2015)

Pada tahap awal perencanaan, pertama kali yang dilakukan adalah melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Musrenbang fokus pada perencanaan sebagai proses perencanaan program kerja yang menganut pola perencanaan berbasis masyarakat, artinya bahwa semua usulan yang muncul merupakan usulan yang bersumber dari musyawarah masyarakat berdasarkan kebutuhan prioritas dan potensi yang dimiliki. Penyelenggaran Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan (Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Titik berat pembahasannya adalah pada sinkronisasi rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Musrenbang, sinkronisasi dan RKPD adalah pijakan musyawarah. Ketiga hal ini dapat bersinergi bila orang-rang yang terlibat dalam musyawarah telah memiliki pengetahuan tentang bagaimana musrenbang diselenggarakan, dan bagaimana penyusunan program kerja dan usulan kegiatan seharusnya dilakukan (Rudianto, 2007).

Perencanaan berperan sangat penting dalam pencapaian tujuan pembangunan dalam skala daerah dan nasional. Daerah sebagai suatu bagian dari


(30)

22

organisasi pemerintahan harus menyusun perencanaan guna mencapai tujuan pembangunan dengan memperhitungkan sumber daya yang dimiliki. Perencanaan diperlukan karena keinginan masyarakat yang tak terbatas sedangkan sumber daya (anggaran) yang ada terbatas. Anggaran merupakan instrumen penting bagi pemerintah untuk menetapkan prioritas program pembangunan di tingkat daerah. Anggaran dalam APBD menjadi dasar pengelolaan keuangan daerah untuk satu tahun, yang mana merupakan hasil akhir dari proses perencanaan dan penganggaran daerah selama setahun penuh.

Untuk mengatur kegiatan perekonomian daerah, maka suatu daerah harus menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penetapan struktur dan penyusunan APBD merupakan rencana keuangan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD ini sebagai dasar untuk pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran.

Pada lingkup perencanaan anggaran terdapat sasaran dari pengendalian dan evaluasi berupa : (1) prioritas dan sasaran pembangunan tahunan daerah; (2) rencana program dan kegiatan prioritas daerah ; serta (3) pagu indikatif, disusun dalam beberapa dokumen berupa proses penetapan anggaran pembangunan seperti Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Plafon dan Prioritas Anggaran Sementara (PPAS), hingga dokumen anggaran sendiri yaitu dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bias antara rencana dan pelaksanaan sangat sering terjadi pada tahap perencanaan anggaran. Bias tersebut dikarenakan (1) Kekeliruan penafsiran KUA dan PPAS (2) Konsensus prioritas program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS sering tidak dianggap dalam proses penyusunan


(31)

23

RAPBD sehingga ketidaksepakatan dalam pembahasan KUA dan PPAS ini telah menyebabkan berulang-ulangnya pembahasan; (3) Setelah pembahasan di tingkat komisi yang dilanjutkan panitia kerja RAPBD oleh DPRD, perubahan program dan kegiatan masih berjalan terus. Hal ini berpotensi mengakibatkan proses penyusunan RAPBD selalu terancam dibahas ulang dari titik awal.

2.1.7 Politik Anggraran

Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Proses paling rumit dalam konteks politik yang berhubungan dengan produk politik adalah upaya untuk membuat keputusan guna menyelesaikan suatu fenomena atau gejala sosial ekonomi yang muncul. Anderson (1984) dalam Abdullah & Asmara (2010) mengutarakan pendapatnya mengenai faktor-faktor yang melatar belakangi eksekutif dan legislatif dalam membuat keputusan anggaran yakni.

1) Personal Values, atau nilai-nilai personal (individu). Dalam konteks ini maka

personal values menjadi logika berpikir yang perlu juga diperhatikan dalam memahami penetapan atau pengambilan keputusan.

2) Policy Values adalah nilai-nilai atau standar-standar kebijakan yang berwarna

kepentingan publik. Pembuat keputusan dapat bertindak dengan baik berdasarkan persepsi mereka mengenai kepentingan publik atau kepercayaan pada kebijakan publik yang secara moral benar atau pantas.


(32)

24

3) Ideological Values, yaitu nilai-nilai atau standar-standar ideologis. Ideologi

adalah sekumpulan kepercayaan dan nilai yang berhubungan secara logis yang memberikan gambaran sederhana mengenai dunia dan cara bertindak sebagai petunjuk bagi seseorang untuk berperilaku. Berdasarkan pendapat Anderson, (1984), maka politik penganggaran bersifat abstrak sehingga belum ada standar yang baku sebagai pedoman dalam politik penganggaran. Adanya pengaruh proses politik juga merupakan bagian dari kerangka konseptual dari Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yaitu salah satu ciri yang penting dalam mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat adalah berlangsungnya proses politik untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, penganggaran merupakan kegiatan politik maka proses maupun produknya adalah produk politik, maka untuk memahami keigiatan politik perlu mencermati bagaimana anggaran itu dibuat dan prioritas-prioritas yang muncul dari anggaran tersebut.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, tergambar peran DPRD dalam proses perencanan tahunan dan penganggaran pemerintah daerah. DPRD sudah terlibat secara aktif sejak dari penyusunan RKPD, KUA, PPAS sampai pada pembahasan RAPBD yang diajukan pemerintah daerah. RAPBD pada hakekatnya merupakan kumpulan dari program dan kegiatan yang dimuat dalan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang dibuat oleh setiap SKPD. RKA yang dibuat oleh SKPD adalah untuk


(33)

25

menjabarkan anggaran dari kegiatan-kegiatan yang telah disepakati oleh legislatif dan eksekutif dalam KUA dan PPAS.

2.1.8 Dana Perimbangan / Dana Transfer

Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana Perimbangan disebut juga transfer atau grants. Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan transfer adalah mengurangi keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertical Pusat dan

Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Abdullah dan Halim 2003). Dana perimbangan/ transfer terdiri dari : (1) Dana Bagi Hasil, (2) Dana Alokasi Khusus, (3) Dana Alokasi Umum.

Pelaksanaan urusan perimbangan keuangan pusat dan daerah terkait dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pelaksanaan desentralisasi diwujudkan melalui pemberian bantuan dalam bentuk transfer dana dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Transfer ke Daerah (TKD) merupakan mekanisme baru dimana alokasi dana untuk pemda disalurkan secara langsung melalui pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, ke Rekening Kas Umum Daerah, tanpa adanya keterlibatan pemda sebagai penerima dana dalam proses pencairan dana.


(34)

26

2.1.9 Transparansi Publik

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/ atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/ atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Undang-Undang ini bertujuan untuk: (a) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik, (b) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik, (c) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik, (d) mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan, (e) mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, (f) mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan/atau, (g) meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Mursyidi (2009) mendefenisikan transparansi sebagai pemberian informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya


(35)

27

yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang undangan.

Handayani (2009) berpendapat bahwa Transparansi Publik adalah adanya keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat secara cepat. Sopanah (2003) mensyaratkan bahwa anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi kriteria berikut : 1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, 2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, 3) Tersedia laporan pertanggung jawaban yang tepat waktu, 4) Terakomodasinya suara/usulan masyarakat, 5) Terdapat sistem pemberian informasi kepada publik.

Transparansi adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dari perencanaan sampai hasil akhir pengelolaan APBD harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai kedaulatan tertinggi. Ciri utama dalam pengelolaan APBD adalah akuntabilitas dan transparansi. Salah satu elemen penting dalam rangka perwujudan pemerintahan yang baik (Good

Governance) adalah adanya pengelolaan APBD yang baik (Good Financial

Governance).

2.2. Teori yang Relevan

2.2.1 Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana

Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output


(36)

28

Penyusunan APBD berbasis kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan Standar Pelayanan Minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006).

2.2.2 Sumber Daya Manusia

Kebijakan Teori Edward III dalam Widodo (2011) mengemukakan bahwa sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan. Menurut Amirudin (2009), kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan dari anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah.

Penempatan pegawai memerlukan perhatian yang penuh dari pimpinan daerah dan pimpinan SKPD Kabupaten Tabanan. Apabila orang yang ditempatkan tidak tepat pada jabatan-jabatan yang tersedia akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap perkembangan organisasi antara lain: para pegawai akan merasa frustasi dalam bekerja, para pegawai akan bekerja lamban dan hasil kerjanya kurang bermutu.


(37)

29

Wiley (1997), menyebutkan bahwa sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut. Sumber daya manusia (human

resources) merujuk kepada orang-orang di dalam organisasi untuk mencapai

tujuan organisasi Simamora (2001). Menurut Irawan (2000), yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah semua orang yang tergabung dalam suatu organisasi dengan peran dan sumbangannya masing-masing mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Sedangkan Matindas (2002) mengemukakan bahwa sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan karyawan yang ada. Sebagai kesatuan, Sumber Daya Manusia harus dipandang sebagai suatu sistem di mana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi.

Widodo (2001) dalam Kharis (2010) menjelaskan kompetensi sumber daya manusia adalah kemampuan sumber daya manusia untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya dengan bekal pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang cukup memadai. Sumber Daya Manusia yang kompeten tersebut akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah Warisno (2008). Kompetensi sumber daya manusia mencakup kapasitasnya, yaitu kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk melaksanakan fungsi -


(38)

30

fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efisien.Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan hasil-hasil (outcomes).

Ruri Widiastuti (2013) dan Yudianta (2012) dengan penelitian pengaruh SDM, teknologi informasi dan pengendalian intern terhadap kualitas informasi akuntansi pada pelaporan keuangan SKPD Kabupaten Gianyar. Dudi Iskandar (2013) menemukan bahwa aparatur pemerintahan yang profesional dan memiliki kompetensi dalam menyusun RKA-SKPD akan berdampak positif terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. memiliki kompetensi dalam menyusun RKA-SKPD akan berdampak positif terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Aceh Tenggara.

2.2.3 Perencanaan Anggaran

Perencanaan anggaran sangat berpengaruh pada disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD. Penyusunan Anggaran dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD) meliputi perencanaan, pendapatan dan pengeluaran. Pada sisi pendapatan dilakukan estimasi penerimaan daerah yang mungkin dicapai pada tahun yang akan datang, begitu juga dengan pemikiran pengeluaran rutin, termasuk belanja pegawai dan lain sebagainya. Atas dasar pemikiran penerimaan dan pengeluaran rutin tersebut diketahui, dengan demikian besarnya dana untuk mencapai berbagai sasaran pun dapat diperhitungkan, dibuktikan dengan penelitian Lidya Elfrina (2014) yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara perencanaan penganggaran terhadap sinkronisasi APBD dengan KUA-PPAS dimana pada tahap awal perencanaan sudah tersusun dengan baik maka


(39)

31

berdampak pula pada perencanaan penganggaran selanjutnya. D.J. Mamesah (1995) mengemukakan, bahwa dalam penyusunan anggaran pemerintah daerah (APBD) meliputi empat prinsip :

1. Prinsip kemandirian, dimana adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) serta adanya upaya ketepatan penggunaan dana yang tersedia agar dapat mengurangi ketergantungan kepada instansi yang lebih tinggi.

2. Prinsip prioritas, dimana dalam penyusunan anggaran agar diupayakan mempertajam prioritas dalam penggunaan dana.

3. Prinsip efesiensi dan efektifitas anggaran, dimana pengendalian pembiayaan dan penghematan yang menyeluruh pada prioritas daerah tersebut diatas. 4. Prinsip disiplin anggaran, dimana setiap dinas /lembaga/satuan kerja daerah

yang memperoleh anggaran harus dapat menggunakan secara efisien, tepat guna dan tepat waktu pertanggungjawabannya, serta tidak melaksanakan kegiatan atau proyek yang tidak tersedia/ belum tersedia kredit anggarannya dalam APBD.

2.2.4 Politik Anggaran

David Easton (1953) menjelaskan politik itu adalah alokasi nilai-nilai, dan dalam konsep politik nilai-nilai itu adalah kekuasaan. Kekuasaan untuk mengalokasikan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang hendak ditujukan untuk kebaikan bersama, kepentingan umum dan ke sejahteraan sosial. Alokasi nilai-nilai tersebut tentunya akan diarahkan secara langsung menyelesaikan fenomena-fenomena fisik dan sosial dalam kehidupan


(40)

32

bermasyarakat atau bernegara seperti yang akan dirinci dalam politik anggaran. Bagaimana politik itu seharusnya menciptakan keseimbangan (balanced),

keadilan (justice), persamaan (equality) dan kebebasan (freedom) dan

aspek-aspek kemanusiaan (human beings). Pandangan Easton bahwa masalah kebijakan

juga dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, konversi dan output. Didalam teori-teori politik yang umum dapat kita pahami bahwa ada dua unsur dalam kehidupan berpolitik, negara (State) sebagai lembaga yang diberikan

kewenangan untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mencapai cita-cita bersama dan tujuan bersama dan masyarakat adalah yang mendelegasikan haknya kepada negara untuk mengurusi kepentingan bersama. Negara dinilai sebagai lembaga yang mengelola urusan-urusan yang berkenaan dengan pelayanan publik.yang dijalankan dengan perumusan dan pelaksanaan pelayanan publik. Perumusan dilaksanakan oleh lembaga legislatif dan pelaksanaan oleh eksekutif. Sebuah kebijakan publik biasanya diawali dengan pengambilan keputusan yang esensinya mewakili kepentingan orang banyak. Hal ini dapat kita tinjau ketika perumusan tersebut di dukung oleh mayoritas dan kebijakan publik adalah output.

Dudi Iskandar (2013) politik penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hal ini menandakan bahwa peran eksekutif dan legislatif dalam penganggaran sangat menentukan sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Aceh Tenggara. Amirudin (2009) menyimpulkan bahwa politik anggaran berpengaruh terhadap sinkronisasi antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta.


(41)

33

2.2.5 Dana Perimbangan/ transfer

Terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima, sehingga memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymetric dinyatakan oleh Holtz-Eakin et. al. (1985). Berdasarkan landasan teori tersebut Fathony (2011) menemukan bukti empiris dan menyimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

2.2.6 Transparansi Publik

Akses informasi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah sangat diperlukan oleh masyarakat karena masyarakat bisa ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan di daerah. Masyararakat juga perlu mengetahui bagaimana APBD itu direncanakan dan disusun, pos-pos pengeluaran apa saja yang ditetapkan di APBD, berapa alokasi dananya, berapa dana untuk masyarakat, serta berapa besar anggaran untuk kepentingan birokrasi dan DPR, dibuktikan dengan penelitian Saifrisal (2013) Penyajian neraca daerah berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.dan Aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah. Penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.


(42)

34

Pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan langkah startegis agar partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari lembaga institusi lokal non pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan media massa tradisional maupun modern.

2.3 Keaslian Penelitian

Armansyah (2004), meneliti tentang analisis pengaruh pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia. Dengan menggunakan teknik analisis regresi sederhana (simple regression), dan

regresi berganda (multiple regression). Hasil penelitiannya untuk di setiap

propinsi menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing propinsi di Indonesia.

Sardjito dan Muthaher (2007) dengan judul penelitiannya yaitu pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah, budaya organisasi dan komitmen organisasi. Meneliti sejauh mana pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial yang diterapkan pada organisasi sektor publik dan untuk melihat seberapa besar pengaruh moderating budaya organisasi dan komitmen organisasi terhadap hubungan partisipasi penyusunan anggaran berbasis kinerja aparatur Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Semarang sebagai penyusun anggaran dengan metode kuesioner. Metode analisis data yang digunakan dibagi dengan empat tahap. Pertama pengujian kualitas data, tahap kedua, melakukan pengujian asumsi klasik, tahap ketiga, analisis regresi


(43)

35

berganda, tahap keempat, melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat pengaruh signifikan antara variabel komitmen dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparatur pemerintah daerah.

Amirudin (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Identifikasi dan Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS Studi Kasus Provinsi D.I. Yogyakarta TA 2008 dengan menggunakan alat analisis faktor dengan jenis analisis faktor eksploratif

(Exploratory Factor Analysis-EFA), mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi sinkronisasi antar dokumen tersebut yaitu kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung. Hasil penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa ketika memasuki pembahasan komisi-komisi banyak dijumpai adanya tambahan usulan kegiatan dan permohonan pergeseran anggaran dari satu kegiatan ke kegiatan lain yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan yang cukup signifikan antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.

Lidya Elfrina (2014) dengan penelitian Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Penganggaran, Politik Penganggaran, dan Informasi Pendukung dengan Transparansi Publik sebagai Variabel Moderating terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA PPAS (Studi Empiris pada SKPD Kabupaten Lingga). Dengan menggunakan metode regresi linier berganda yang menyimpulkan bahwa Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran, Politik Anggaran dan Informasi Pendukung berpengaruh signifikan terhadap Sinkronisasi APBD terhadap KUA-PPAS sedangkan Transparansi


(44)

36

Publik sebagai variabel moderating tidak berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Penganggaran, Politik Penganggaran dan Informasi Pendukung terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan KUA-PPAS.

Arniati dkk (2010), meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Politik Penganggaran, Perencanaan dan Informasi Pendukung terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS di lingkungan Pemerintah Tanjungpinang. Pengujian dengan analisis regresi dilakukan dengan menilai Goodness of fit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas sumber

daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil dari penelitian ini telah di dipublikasikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII di Purwekoerto.

Husni (2011), meneliti tentang pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi khusus terhadap peningkatan pendapatan asli daerah dengan belanja modal sebagai variabel intervening. Dengan menggunakan teknik analisis jalur model Trimming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana alokasi khusus berkontribusi signifikan sedangkan dana alokasi umum tidak terhadap belanja modal.

Dudi Iskandar, dkk (2013) meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran dan Politik Anggaran dengan Transparansi Publik sebagai Variabel Moderating terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier


(45)

37

berganda (Multiple Regression Analysis) untuk hipotesis pertama. Hasil uji

hipotesis secara simultan kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran berpengaruh siginifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Sedangkan uji hipotesis secara parsial kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS, sedangkan perencanaan anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.

Ruri Widiastuti (2013) dan Yudianta (2012) dengan penelitian pengaruh SDM, teknologi informasi dan pengendalian intern terhadap kualitas informasi akuntansi pada pelaporan keuangan SKPD Kabupaten Gianyar dengan menggunakan teknik analisis linier berganda menemukan bukti bahwa kompetensi Sumber Daya Manusia Bidang Akuntansi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Kompetensi sumber daya manusia memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah karena dalam menyusun dan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas sumber daya manusia memiliki peran yang sangat penting khususnya sumber daya manusia di bidang akuntansi.

Muh Irvan (2013) meneliti Proses Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun 2013 Kota Parepare. Teknik analisa data yang penulis gunakan adalah data yang diperoleh dilapangan akan dianalisis dengan menggunakan teknis analisis data secara kualitatif, dengan tujuan mendeskripsikan variabel-variabel yang diteliti berdasarkan pada laporan laporan, catatan-catatan yang ada dilapangan dan diuraikan dalam bentuk


(46)

38

penggambaran (deskripsi) mengenai permasalahan dari objek penelitian. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun 2013 Kota Parepare mengalami hambatan sehingga penyusunan hingga penetapannya tidak tepat waktu sesuai dengan Pedoman Pemerintah Pusat. Sehingga proses penyusunan R-APBD berdasarkan pendekatan Bottom Up dan Top Down belum berjalan dengan optimal.

Subechan dkk (2013) dalam penelitian Analisis Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Penetapan APBD Kabupaten Kudus, menggunakan teknik analisis faktor dengan melakukan uji korelasi antar variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembahasan baik eksekutif maupun legislatif melakukan penambahan maupun pengurangan terhadap program kegiatan yang tercantum dalam RAPBD, bahkan seringkali menambah program kegiatan yang tidak tercantum dalam KUA-PPAS. Kurangnya pemahaman baik legislatif maupun eksekutif terhadap peraturan tentang penyusunan APBD menjadi penyebab disharmoni antara APBD dan KUA-PPAS.

Isa Wahyudi (2010) meneliti pengaruh akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan anggaran APBD di wilayah Malang Raya, Jawa Timur. Dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan multiple

regression. Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran

berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut dewan maupun masyarakat. Pengaruh yang ditunjukkan adalah positif artinya semakin tinggi


(47)

39

pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan semakin meningkat.

Dari beberapa penelitian sebelumnya yang membedakan dari penelitian ini adalah peneliti menggunakan variabel-varabel dan lokasi penelitian yang berbeda dalam mengkaji faktor-faktor penyebab disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD yaitu Kompetensi Sumber Daya Manuasia, Transparansi Publik, Perencanaan Anggaran, Politik Anggaran, dan Dana Perimbangan/ transfer dengan mengambil lokasi pada Pemerintah Kabupaten Tabanan.


(1)

34

Pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan langkah startegis agar partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari lembaga institusi lokal non pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan media massa tradisional maupun modern.

2.3 Keaslian Penelitian

Armansyah (2004), meneliti tentang analisis pengaruh pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia. Dengan menggunakan teknik analisis regresi sederhana (simple regression), dan regresi berganda (multiple regression). Hasil penelitiannya untuk di setiap propinsi menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing propinsi di Indonesia.

Sardjito dan Muthaher (2007) dengan judul penelitiannya yaitu pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah, budaya organisasi dan komitmen organisasi. Meneliti sejauh mana pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial yang diterapkan pada organisasi sektor publik dan untuk melihat seberapa besar pengaruh moderating budaya organisasi dan komitmen organisasi terhadap hubungan partisipasi penyusunan anggaran berbasis kinerja aparatur Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Semarang sebagai penyusun anggaran dengan metode kuesioner. Metode analisis data yang digunakan dibagi dengan empat tahap. Pertama pengujian kualitas data, tahap kedua, melakukan pengujian asumsi klasik, tahap ketiga, analisis regresi


(2)

35

berganda, tahap keempat, melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat pengaruh signifikan antara variabel komitmen dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparatur pemerintah daerah.

Amirudin (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Identifikasi dan Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS Studi Kasus Provinsi D.I. Yogyakarta TA 2008 dengan menggunakan alat analisis faktor dengan jenis analisis faktor eksploratif

(Exploratory Factor Analysis-EFA), mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi sinkronisasi antar dokumen tersebut yaitu kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung. Hasil penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa ketika memasuki pembahasan komisi-komisi banyak dijumpai adanya tambahan usulan kegiatan dan permohonan pergeseran anggaran dari satu kegiatan ke kegiatan lain yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan yang cukup signifikan antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.

Lidya Elfrina (2014) dengan penelitian Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Penganggaran, Politik Penganggaran, dan Informasi Pendukung dengan Transparansi Publik sebagai Variabel Moderating terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA PPAS (Studi Empiris pada SKPD Kabupaten Lingga). Dengan menggunakan metode regresi linier berganda yang menyimpulkan bahwa Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran, Politik Anggaran dan Informasi Pendukung berpengaruh signifikan terhadap Sinkronisasi APBD terhadap KUA-PPAS sedangkan Transparansi


(3)

36

Publik sebagai variabel moderating tidak berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Penganggaran, Politik Penganggaran dan Informasi Pendukung terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan KUA-PPAS.

Arniati dkk (2010), meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Politik Penganggaran, Perencanaan dan Informasi Pendukung terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS di lingkungan Pemerintah Tanjungpinang. Pengujian dengan analisis regresi dilakukan dengan menilai Goodness of fit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil dari penelitian ini telah di dipublikasikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII di Purwekoerto.

Husni (2011), meneliti tentang pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi khusus terhadap peningkatan pendapatan asli daerah dengan belanja modal sebagai variabel intervening. Dengan menggunakan teknik analisis jalur model Trimming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana alokasi khusus berkontribusi signifikan sedangkan dana alokasi umum tidak terhadap belanja modal.

Dudi Iskandar, dkk (2013) meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran dan Politik Anggaran dengan Transparansi Publik sebagai Variabel Moderating terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier


(4)

37

berganda (Multiple Regression Analysis) untuk hipotesis pertama. Hasil uji hipotesis secara simultan kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran berpengaruh siginifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Sedangkan uji hipotesis secara parsial kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS, sedangkan perencanaan anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.

Ruri Widiastuti (2013) dan Yudianta (2012) dengan penelitian pengaruh SDM, teknologi informasi dan pengendalian intern terhadap kualitas informasi akuntansi pada pelaporan keuangan SKPD Kabupaten Gianyar dengan menggunakan teknik analisis linier berganda menemukan bukti bahwa kompetensi Sumber Daya Manusia Bidang Akuntansi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Kompetensi sumber daya manusia memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah karena dalam menyusun dan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas sumber daya manusia memiliki peran yang sangat penting khususnya sumber daya manusia di bidang akuntansi.

Muh Irvan (2013) meneliti Proses Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun 2013 Kota Parepare. Teknik analisa data yang penulis gunakan adalah data yang diperoleh dilapangan akan dianalisis dengan menggunakan teknis analisis data secara kualitatif, dengan tujuan mendeskripsikan variabel-variabel yang diteliti berdasarkan pada laporan laporan, catatan-catatan yang ada dilapangan dan diuraikan dalam bentuk


(5)

38

penggambaran (deskripsi) mengenai permasalahan dari objek penelitian. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun 2013 Kota Parepare mengalami hambatan sehingga penyusunan hingga penetapannya tidak tepat waktu sesuai dengan Pedoman Pemerintah Pusat. Sehingga proses penyusunan R-APBD berdasarkan pendekatan Bottom Up dan Top Down belum berjalan dengan optimal.

Subechan dkk (2013) dalam penelitian Analisis Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Penetapan APBD Kabupaten Kudus, menggunakan teknik analisis faktor dengan melakukan uji korelasi antar variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembahasan baik eksekutif maupun legislatif melakukan penambahan maupun pengurangan terhadap program kegiatan yang tercantum dalam RAPBD, bahkan seringkali menambah program kegiatan yang tidak tercantum dalam KUA-PPAS. Kurangnya pemahaman baik legislatif maupun eksekutif terhadap peraturan tentang penyusunan APBD menjadi penyebab disharmoni antara APBD dan KUA-PPAS.

Isa Wahyudi (2010) meneliti pengaruh akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan anggaran APBD di wilayah Malang Raya, Jawa Timur. Dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan multiple

regression. Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran

berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut dewan maupun masyarakat. Pengaruh yang ditunjukkan adalah positif artinya semakin tinggi


(6)

39

pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan semakin meningkat.

Dari beberapa penelitian sebelumnya yang membedakan dari penelitian ini adalah peneliti menggunakan variabel-varabel dan lokasi penelitian yang berbeda dalam mengkaji faktor-faktor penyebab disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD yaitu Kompetensi Sumber Daya Manuasia, Transparansi Publik, Perencanaan Anggaran, Politik Anggaran, dan Dana Perimbangan/ transfer dengan mengambil lokasi pada Pemerintah Kabupaten Tabanan.