ANALISIS PERENCANAAN WAKTU KAPASITAS PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE RCCP (ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING) DI PT. LASER JAYA SAKTI GEMPOL - PASURUAN.

(1)

DI PT. LASER JAYA SAKTI GEMPOL – PASURUAN

SKRIPSI

O Olleehh ::

ANUGERAH YUDHA PRASETYA

NPM. 0632010103

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(2)

DI PT. LASER JAYA SAKTI GEMPOL – PASURUAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memenuhi Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Industri

O Olleehh ::

ANUGERAH YUDHA PRASETYA

NPM. 0632010103

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian penelitian dengan judul “ANALISA PERENCANAAN WAKTU KAPASITAS PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE RCCP (ROUGHT CUT

CAPACITY PLANNING) DI PT. LASER JAYA SAKTI”

Penelitian ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk menyelesaikan program sarjana strata satu (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam menyusun penelitian ini, penulis tidak lepas dari banyak pihak, yang secara langsung maupun secara tidak langsung telah turut membimbing dan mendukung penyelesaian tugas penelitian ini yang semuanya sangat besar artinya bagi penulis. Oleh karena itu, tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MS. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

3. Bapak Ir. MT. Safirin, MT. Selaku Kepala Jurusan Teknik Industri 4. Bapak Drs Pailan, Mpd. Selaku Sekertaris Jurusan


(4)

6. Bapak Ir. Hari Purwo Adi, MM selaku dosen pembimbing II

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Kedua Orang Tua Penulis yang senantiasa dan selalu memberikan dukungan baik materi maupun moriil.

9. Saudara dan Sohib yang selalu menemani dan memberikan doa demi kelancaraan penyelesaian penelitian ini.

10. Seluruh angkatan 2006 TI dari paralel A sampai D, Asslab Proses Manufaktur dan Perancangan Sistem Manufaktur serta semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Surabaya, 19 November 2010


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ………... iii

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR ……….. x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

ABSTRAKSI ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………..………... 1

1.2. Perumusan Masalah …………..………... 3

1.3. Batasan Masalah ..………….……….………... 3

1.4. Asumsi - asumsi ..……….…………... 3

1.5. Tujuan Penelitian ….……….…... 4

1.6. Manfaat Penelitian ………... 4

1.7. Sistematika Penulisan ………... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penghantar Udara (Ducting) ……… 7


(6)

Perencanaan Produksi …………... 13

2.3. Pengukuran Kerja …....………... 16

2.3.1. Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti (Stop Wacth) ....………...……….17

2.3.2. Melakukan Pengukuran Waktu ……….... 18

2.3.3. Perhitungan Waktu Baku ………... 22

2.3.4. Faktor Penyesuaian (Rating Performance) ……… 23

2.3.5. Faktor Kelonggaran (Allowance) ……… 26

2.4. Perencanaan Kapasitas Kasar ………... 30

2.5. Peramalan (Forecasting) ………... 37

2.5.1. Meramal Horison Waktu………..……… 37

2.5.2. Macam-macam Peramalan ……..……… 38

2.5.3. Analisa Deret Waktu ……… 40

2.5.4 Metode-metode Peramalan yang Digunakan Dalam Time Series ………..… 43

2.5.5. Ukuraran Akurasi Hasil Peramalan ……… 49

2.5.6. Verifikasi Dua Pengendalian Peramalan ………… 51

2.5.7. MRC (Moving Range Chart)…………… 51

2.5.8 Uji Kondisi Diluar Kendali …….……… 53


(7)

3.2. Identifikasi Variabel………...……….. 58

3.3. Metode Pengumpulan Data...………... 59

3.4. Metode Pengolahan dan Analisa Data...…………... 60

3.5 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah………. 62

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengumpulan Data... 75

4.1.1. Data Jumlah Tenaga Kerja dan Mesin Produksi... 75

4.1.2. Data Perincian Jam Kerja dan Hari Kerja Karyawan... 77

4.1.3. Data Permintaan Produk Ducting (Mei 2009 – September 2010)... 77

4.2. Pengukuran Waktu Kerja... 78

4.3. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja Tiap Kegiatan Kerja... 80

4.4. Uji Keseragaman Data, Kecukupan Data dan Perhitungan Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku... 81

4.5. Peramalan Permintaan Tahun 2010... 86

4.5.1. Membuat Plot Diagram Permintaan... 87

4.5.2. Penetapan Metode Peramalan... 87


(8)

4.5.5. Uji Verifikasi Data Dengan MRC

(Moving Range Chart)... 88

4.5.6. Hasil Peramalan Dengan Metode Yang Dipilih... 92

4.6. Jadwal Induk Produksi (JIP)... 92

4.7. Matrik Produksi ... 93

4.8. Matrik Waktu Baku ... 94

4.9. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) ... 94

4.9.1. Perhitungan RCCP Pada Proses Sizing/Labelling... 95

4.10. Waktu Produksi Tersedia (Rated Production Time) ... 96

4.10.1. Proses Sizing/Labelling ... 96

4.11. Hasil dan Pembahasan ... 100

4.11.1. Peramalan ... 100

4.11.2. Perencanaan Waktu Produksi ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 103

5.2. Saran ... 104 DAFTAR PUSTAKA


(9)

Tabel 2.1. Pengukuran Waktu Kerja ………... 19

Tabel 2.2. Performance Rating dengan Sistem Westing House …….... 24

Tabel 2.3. Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor Yang Berpengaruh ………... 28

Tabel 2.4. Matriks Pendekatan RCCP dan BOL ………... 34

Tabel 2.5. RCCP (Rought Cut Capacity Planning)... 36

Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kerja dan Jumlah Mesin ... 75

Tabel 4.2. Data Perincian Jam dan Hari Kerja Karyawan ... 77

Tabel 4.3. Data Permintaan PT. LASER JAYA SAKTI ... 77

Tabel 4.4. Tabel Pengamatan Waktu Proses Sizing/Labelling ... 78

Tabel 4.5. Tabel Pengamatan Waktu Proses Cutting ... 78

Tabel 4.6. Tabel Pengamatan Waktu Proses Bending ... 79

Tabel 4.7. Tabel Pengamatan Waktu Proses Welding.... 79

Tabel 4.8. Tabel Pengamatan Waktu Proses Polishing ... 79

Tabel 4.8. Tabel Pengamatan Waktu Proses Packing ... 79

Tabel 4.10. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja Tiap Kegiatan Kerja ... 80

Tabel 4.11. Tabel Pengolahan Data Proses Sizing/Labelling ... 81


(10)

Waktu Baku ... 86

Tabel 4.15. Nilai Kesalahan Peramalan Dari Berbagai Metode Peramalan ... 88

Tabel 4.16. Perhitungan Moving Range ... 90

Tabel 4.17. Data Hasil Peramalan Permintaan Produk ... 92

Tabel 4.18. Jadwal Induk Produksi Produk ... 93

Tabel 4.19. Matrik Produksi Tahun 2010 ... 93

Tabel 4.20. Matrik Waktu Baku ... 94

Tabel 4.21. Hasil RCCP Dalam Satuan Jam ... 96

Tabel 4.22. Tabel Perbandingan Kapasitas Waktu Produksi RCCP Dengan Kapasitas Waktu Produksi Tersedia ... 98

Tabel 4.23. Kapasitas Produksi Pada Stasiun Kerja Yang Mengalami Jam Lembur ... 99


(11)

Gambar 2.1. Ducting……….... 8

Gambar 2.2. Peranan RCCP Dalam Perencanaan dan Pengendalian Produksi ……... 32

Gambar 2.3. Pola Data Horisontal (Stationary)... 41

Gambar 2.4. Pola Data Musiman (Seasonal)……... 42

Gambar 2.5. Pola Data Siklus (Cyclical) ... 42

Gambar 2.6. Pola Data Trend ... 43

Gambar 2.7. Model Garis Regresi Trend Linier ... 48

Gambar 2.8. MRC (Moving Range Chart)... 49

Gambar 3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah ... 64

Gambar 4.1. Grafik Uji Keseragaman Data Proses Sizing/Labelling... 83

Gambar 4.2. Plot Diagram Permintaan PT. LASER JAYA SAKTI ... 87


(12)

LAMPIRAN I : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

LAMPIRAN II : PENGUKURAN WAKTU KERJA

LAMPIRAN III : PERHITUNGAN PENYESUAIAN DAN KELONGGGARAN

LAMPIRAN IV : HASIL PERAMALAN DENGAN SOFTWARE WIN-QSB

LAMPIRAN V : PERHITUNGAN ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP)

LAMPIRAN VI : PERHITUNGAN WAKTU TERSEDIA LAMPIRAN VII : TABEL ALLOWANCE


(13)

MENGGUNAKAN METODE RCCP (ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING)

DI PT. LASER JAYA SAKTI GEMPOL - PASURUAN ANUGERAH YUDHA PRASETYA

Dewasa ini suatu perusahaan industri yang menghasilkan suatu produk harus memiliki strategi yang baik dalam pemenuhan kebutuhan konsumen. Kapasitas adalah jumlah dari keluaran maksimum yang bisa dihasilkan oleh suatu fasilitas dalam satu periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam jumlah keluaran per satuan waktu. Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk oleh konsumen, perusahaan perlu memperhatikan Perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di pasar. PT.Laser Jaya Sakti adalah perusahaan yang bergerak dalam manufaktur. Produk ducting yang dihasilkan oleh PT.Laser Jaya Sakti adalah ducting (Type flat ducting 300 x 25 mm”). PT. Laser Jaya Sakti pada kenyataannya melakukan perencanaan produksi, tetapi pelaksanaanya tersebut hanya berdasarkan hasil penjualan periode sebelumnya, sehingga memungkinkan terjadinya waktu produksi yang tidak optimal dan mengharuskan adanya penambahan waktu produksi (jam lembur). Maka kendala yang di hadapi adalah apakah kapasitas waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diterapkan metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP).

Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule) yang telah ditetapkan” dengan Teknik Bill Of Labor (BOL).

Dari enam stasiun kerja di PT.Laser Jaya Sakti terdapat dua stasiun kerja yang belum memenuhi kapasitas produksi sehingga perlu mengadakan penambahan jam kerja (lembur) atau shift kerja pada setiap bulannya yaitu pada stasiun kerja proses Sizing/Labelling dengan penambahan jam lembur untuk bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011 berturut-turut sebesar 335,71 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, 475,99 jam/bulan, dan proses Welding perlu diadakan penambahan Sift kerja untuk bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011 berturut-turut sebesar 291,07 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan, 570,82 jam/bulan dan 570,82 jam/bulan.

Kata Kunci , Perencanaan Kapasitas Kasar, Master Production Schedule (MPS), Rought Cut Capacity Planning (RCCP), Bill Of Labor (BOL).s


(14)

PRODUCTION TIME CAPACITY PLANNING ANALYSIS METHOD RCCP (ROUGHT-CUT CAPACITY PLANNING)

IN PT. LASER JAYA SAKTI GEMPOL - PASURUAN

ANUGERAH YUDHA PRASETYA

Today an industrial company that produces a product must have a good strategy in meeting the needs of consumers. Capacity is the sum of the maximum output that can be generated by a facility within a certain time period and is expressed in the number of output per unit time. In meeting the needs of the product by consumers, companies need to pay attention to capacity planning and controlling production activities to do in fulfillment of orders in the market. PT.Laser Jaya Sakti is a company engaged in manufacturing. Ducting product that is produced by PT.Laser Jaya Sakti is ducting (ducting flat Type 300 x 250 mm ").

PT. Laser Jaya Sakti, in fact, production planning, but its implementation is only based on the sales of the previous period, thus enabling the production time that is not optimal and requires additional production time (hours overtime).So the constraints in face is whether the capacity of the production time was able to meet consumer demand. To anticipate these problems applied method Rought Cut Capacity Planning (RCCP).

Rought Cut Capacity Planning is "analysis to test the availability of capacity of production facilities that are available in the meeting master production scheduling (Master Production Schedule) which has been established" with Engineering Bill Of Labor (BOL).

Of the six work stations in PT.Laser Jaya Sakti there are two stations that do not meet the production capacity so that the need to conduct additional work hours (overtime) or shift work on every month that is in the process of work stations Sizing / Labelling with additional hours of overtime for the month of October 2010 until April 2011 in succession at 335,71 hours/month, 475,99 hours/month, 475,99 hours/month, 475,99 hours/month, 475,99 hours/month, 475,99 hours/month, and the process needs to be held additional Sift Welding work for October 2010 until April 2011 in succession at 291,07 hours/month, 570,82 hours/month, 570,82 hours/month, 570,82 hours/month, 570,82 hours/month, 570,82 hours/month, 570,82 hours/month and 570,82 hours/month.

Keywords, Rough Capacity Planning, Master Production Schedule (MPS), Rough Cut Capacity Planning (RCCP), Bill Of Labor (BOL)


(15)

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur dihadapkan pada suatu masalah tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Keterlibatan manajemen puncak pada tahap perencanaan produksi sangat diperlukan, khususnya perencanaan mengenai penentuan pabrikasi, perencanaan produksi membantu dalam menentukan berapa peningkatan kapasitas yang dibutuhkan dan penyesuaian kapasitas produksi.

PT. Laser Jaya Sakti merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi produk manufaktur yaitu ducting. proses produksi yang terus -menerus (continuous process), dilakukan berdasarkan permintaan sehinnga penyusaian kapasitas dapat terpenuhi. keputusan mengenai waktu produksi yang dalam hal ini juga ditentukan oleh kemampuan mesin atau fasilitas produksi yang terpasang menjadi begitu penting demi kelancaran perencanaan dan pengendalian produksi.

PT. Laser Jaya Sakti selalu berusaha agar jumlah produksi ducting yang diproses tepat pada waktunya. Waktu standart produksi perusahaan hanya berdasarkan waktu tersedia perusahaan tanpa memperhitungkan waktu proses produksi per stasiun kerja untuk permintaan waktu mendatang. Hal ini sangat mempangaruhi permintaan produk dimasa mendatang karena kurang memperhitungkan waktu siklus untuk waktu produksi mendatang. Akibat dari waktu proses produksi yang kurang optimal dan belum diterapkan waktu proses


(16)

produksi untuk memenuhi permintaan di masa mendatang dapat mengakibatkan perencanaan kapasitas produksi tidak sesuai permintaan pasar. untuk mengantisipasi permasalahan tersebut maka diterapkan metode RCCP (Rough cut Capacity Planning).

RCCP (Rough cut Capacity Planning) dengan membutuhkan data-data waktu produksi yang tersedia, Waktu produksi secara umum diukur dalam bentuk waktu (jam/bulan) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuan manusia dengan bantuan mesin yang tersedia pada setiap stasiun kerja.

Metode RCCP (Rough cut Capacity Planning) diperlukan untuk waktu produksi yang mampu dihasilkan oleh bagian setiap proses kerja produksi, sehingga di harapkan dapat mengalokasikan semua kebutuhan waktu produksi untuk memenuhi waktu permintaan di waktu mendatang.


(17)

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan pokok masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini berdasar latar belakang diatas. Permasalahan yang timbul adalah “Berapa kapasitas waktu produksi ducting tersedia ditiap- tiap stasiun kerja agar dapat memenuhi permintaan konsumen?”.

1.3. Batasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini perlu dilakukan pembatasan masalah, agar dalam pelaksanaan penelitian tertuju pada tujuan penelitian ini. Adapun batasan – batasan tersebut adalah :

1. Data permintaan produk ducting di PT. Laser Jaya Sakti yang diambil adalah periode bulan Mei 2009 sampai dengan September 2010.

2. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya perencanaan waktu produksi menggunakan Rought Cut Capacity Planning (RCCP) berdasarkan Bill Of Labour (BOL).

3. Jenis produk yang akan dibahas adalah produk ducting dan pada perusahaan ini tidak memperhitungkan biaya (financial yang terkait).

4. Tidak menghitung persedian produksi.

1.4 Asumsi

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yaitu sebagai berikut: 1. Tidak adanya perubahan komposisi produk selama periode perencanaan. 2. Material dan bahan – bahan penunjang lainnya selalu tersedia.


(18)

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis yaitu:

1 Menentukan kapasitas waktu produksi di tiap – tiap stasiun kerja di PT. Laser Jaya Sakti dilihat dari waktu produksi yang tersedia dengan metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP).

2 Merencanakan dan meramalkan jumlah permintaan pada beberapa bulan berikutnya.

3 Menghitung jam kerja di tiap – tiap stasiun kerja untuk memenuhi kapasitas produksi sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen.

1.6 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Penulis

Untuk menambah pengetahuan mengenai perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi dengan menggunakan metode Rough Cut Capacity Planning (RCCP) serta studi banding antara pengetahuan secara teori dan kenyataan dilapangan.

2. Perusahaan

Dapat mengetahui waktu produksi yang ada dalam perusahaan guna mencukupi waktu produksi yang diperlukan berdasarkan hasil peramalan permintaan konsumen pada masa mendatang dengan menggunakan metode RCCP dengan teknik Bill Of Labour (BOL).


(19)

3. Universitas

Sebagai referensi bagi mahasiswa aktif dan sebagai alat perbandingan untuk melakukan penelitian ini lebih lanjut oleh mahasiswa teknik industri selanjutnya, khususnya mengenai perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi dengan mengunakan metode RCCP dengan teknik Bill Of Labour (BOL) .

1.7 Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dalam memahami penelitian ini, maka berikut disajikan sistem penulisan yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN

Berisi gambaran umum masalah yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Asumsi, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang landasan teori yang menjadi refrensi atau acuan yang akan digunakan untuk melakukan pembahasan dan analisa masalah nantinya, yang berisi teori-teori metode RCCP (Rought Cut Capacity Plnning) serta teori-teori pendukung lainnya.

BAB III METODE PENELITIAN

Mencakup lokasi pencarian data, metode pengumpulan data dan pengolahan data.


(20)

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi analisa dan pembahasan data yang didasarkan atas teori yang telah diuraikan di atas dengan menggunakan data-data yang telah didapat selama penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini menyimpulkan dan memberikan saran dari hasil penelitian dan pengolahan data tersebut.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penghantar Udara(Ducting)

Sistem ducting atau Air Handling System, merupakan bagian penting sebagai alat penghantar udara yang telah dikondisikan dari sumber dingin ataupun panas ke ruang yang akan dikondisikan. Perkembangan desain penghantar udara (ducting) hingga saat ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan efisiensi, terutama efisiensi energi, material, pemakaian ruang, dan perawatan.

Dalam hal pemakaian ruang, saat ini ruang sekecil apapun sangat berharga, sehingga dalam perancangan gedung terjadi pengurangan tinggi ceiling, juga tinggi antar lantai, yang di masa lalu hal ini belum terlalu menjadi perhatian utama.Berbagai pertimbangan sering memunculkan benturan dalam mendesain sistem ducting. Misalnya pertimbangan ruang versus energi. Pengurangan tinggi ceiling akan menyebabkan lebih tingginya tekanan udara yang dibutuhkan di dalam ducting, yang berarti lebih tingginya kebutuhan energi. Namun saat ini terjadi kecenderungan untuk mengutamakan efisiensi energi dan kelestarian lingkungan. Bahkan beberapa negara membuat regulasi yang mengarahkan desainer, developer, dan user pada hal tersebut. Tentu saja ini menjadi tantangan dan peluang besar bagi para desainer untuk menentukan kombinasi tipe sistem ducting yang tepat, atau bahkan melakukan inovasi.


(22)

Suatu tipe sistem yang tidak umum dipakai mungkin lebih efisien bila dipakai untuk suatu aplikasi tertentu yang tergolong unik. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai ducting, dan ini akan terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan munculnya aplikasi-aplikasi yang baru. Dalam suatu desain ducting untuk suatu gedung tertentu, sangat mungkin beberapa tipe dipakai untuk memenuhi masing-masing kebutuhan.

Gambar 2.1 ducting

Selain efisiensi, juga ada tuntutan kenyamanan (termasuk kesehatan dan keselamatan) bagi pengguna. Oleh karena itu dalam desain ducting meliputi pula


(23)

desain untuk kebutuhan ventilasi, filtrasi, dan humidity. Tiap tipe sistem ducting memiliki manfaat untuk aplikasi tertentu. (Sumber: PT. Laser Jaya Sakti).

2.2 Perencanaan Produksi

Perencanaan merupakan salah satu fungsi management. Dalam perencanaan ditentukan usaha-usaha atau tindakan-tindakan yang akan atau perlu diambil oleh pimpinan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, dengan mempertimbangkan masalah-masalah yang mungkin timbul di masa yang akan datang. Untuk dapat membuat perencanaan yang baik, maka perlu diperhatikan masalah intern dan ekstern. Masalah intern adalah masalah yang datangnya dari dalam perusahaan (masih dalam kekuasaan pimpinan perusahaan), seperti mesin yang digunakan, buruh yang dikaryakan, bahan yang diperlukan dan sebagainya. Sedangkan masalah ekstern adalah masalah yang datangnya dari luar perusahaan (diluar kekuasaan pimpinan perusahaan), seperti inflasi, kebijaksanaan, keadaan politik dan sebagainya.

Perencanaan dapat dibedakan antara lain :

1. Perencanaan usaha yang bersifat umum (general business planning) adalah perencanaan kegiatan yang dijalankan oleh setiap perusahaan, baik perusahaan besar maupun kecil, untuk berhasilnya perusahaan mencapai tujuan. Dalam perencanaan ini ditentukan tujuan jangka panjang yang merupakan masa depan perusahaan yang diharapkan. Oleh karena itu perlu diperhatikan dan dipertimbangkan keadaan atau situasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan di masa depan seperti situasi pasar, keperluan-keperluan pabrik (plant requirement) dan pengaruh saingan serta trend ekonomi.


(24)

2. Perencanaan produksi (production planning) adalah perencanaan dan pengorganisasian sebelumnya mengenai orang-orang, bahan-bahan, mesin-mesin dan peralatan lain serta modal yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang pada suatu periode tertentu di masa depan sesuai dengan yang diperkirakan atau diramalkan.

Barang yang direncanakan akan diproduksi pada suatu periode di masa depan harus memenuhi beberapa syarat yaitu :

a. Bahwa barang tersebut harus dapat diproduksi atau dibuat pada waktu itu. b. Bahwa barang tersebut harus dapat dikerjakan dengan/oleh pabrik ini.

c. Bahwa barang tersebut harus sesuai atau dapat memenuhi/dicocokkan dengan keinginan pembeli sesuai dengan ramalan baik mengenai harga, kuantitas, kualitas dan waktu yang dibutuhkan. (Sofjan Assauri, 1993 : 166 - 167).

Perencanaan produksi membutuhkan pertimbangan dan ketelitian yang terinci dalam menganalisis kebijaksanaan, karena perencanaan ini merupakan dasar penentuan bagi manajer dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Perencanaan produksi ini merupakan suatu fungsi yang menentukan batas - batas (level) dari kegiatan perusahaan pabrik di masa yang akan datang.

Berdasarkan rencana-rencana produksi yang telah disusun, pimpinan perusahaan dapat menentukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Bilamana kegiatan produksi dimulai dan berapa banyak buruh/pekerja yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi tersebut.


(25)

b. Menentukan alat-alat dan perlengkapan/peralatan yang diperlukan dalam proses produksi.

c. Tingkat persediaan yang dibutuhkan. Tujuan Perencanaan Produksi ini adalah :

1. Untuk mencapai tingkat/level keuntungan (profit) yang tertentu. Misalnya berapa hasil (output) yang diproduksi supaya dapat dicapai tingkat/level profit yang diinginkan dan tingkat persentase tertentu dari keuntungan (profit) setahun terhadap penjualan (sales) yang diinginkan.

2. Untuk menguasai pasar tertentu, sehingga hasil atau output perusahaan ini tetap mempunyai pangsa pasar (market share) tertentu.

3. Untuk mengusahakan supaya perusahaan pabrik ini dapat bekerja pada tingkat efisiensi tertentu.

4. Untuk mengusahakan dan mempertahankan supaya pekerjaan dan kesempatan kerja yang sudah ada tetap pada tingkatnya dan berkembang.

5. Untuk menggunakan sebaik-baiknya (efisien) fasilitas yang sudah ada pada perusahaan yang bersangkutan. (Sofjan Assauri, 2004 :12).

2.2.1 Jenis-jenis Perencanaan Produksi

Perencanaan Produksi yang terdapat dalam suatu perusahaan dapat dibedakan menurut jangka waktu yang tercakup, yaitu:

1. Perencanaan Produksi Jangka Pendek (Perencanaan Operasional) adalah penentuan kegiatan produksi yang akan dilakukan dalam jangka waktu satu tahun mendatang atau kurang, dengan tujuan untuk mengatur penggunaan tenaga kerja,


(26)

persediaan bahan dan fasilitas produksi yang dimiliki perusahaan pabrik. Oleh karena perencanaan produksi jangka pendek berhubungan dengan pengaturan operasi produksi, maka perencanaan ini disebut juga dengan perencanaan operasional.

2. Perencanaan Produksi Jangka Panjang adalah penentuan tingkat kegiatan produksi lebih daripada satu tahun, dan biasanya sampai dengan lima tahun mendatang, dengan tujuan untuk mengatur pertambahan kapasitas peralatan atau mesin-mesin, ekspansi pabrik dan pengembangan produk (product development).

Perencanaan produksi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Perencanaan produksi yang menyangkut kegiatan pada masa yang akan datang, dibuat berdasarkan panaksiran atau ramalan kegiatan yang ditentukan oleh ramalan penjualan pada masa yang akan datang.

2. Perencanaan produksi mempunyai jangka waktu tertentu.

3. Perencanaan produksi mempersiapkan tenaga kerja/buruh, bahan-bahan, mesin-mesin, dan peralatan lain pada waktu yang diperlukan.

4. Perencanaan produksi harus menentukan jumlah dan jenis serta kualitas dari produk yang akan diproduksi.

5. Perencanaan produksi harus dapat mengkoordinir kegiatan produksi dengan mengkoordinir bagian-bagian yang mempunyai hubungan langsung ataupun tidak dengan kegiatan produksi.

Syarat-syarat suatu rencana produksi yang baik ialah :

1. Harus disesuaikan atas dasar tujuan atau obyektivitas perusahaan yang dinyatakan dengan jelas.


(27)

2. Rencana tersebut harus sederhana dan dapat dimengerti serta mungkin dilaksanakan.

3. Rencana itu harus memberikan analisis dan klasifikasi kegiatan. (Sofjan Assauri, 2004).

2.2.2 Faktor-faktor yang perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan Produksi

Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan produksi , antara lain :

1. Sifat Proses Produksi

Proses produksi dapat dibedakan atas :

a. Proses produksi yang terputus-putus (intermittent process manufacturing)

Perencanaan produksi dalam perusahaan pabrik yang mempunyai proses produksi yang terputus-putus, dilakukan berdasarkan jumlah pesanan (order) yang diterima. Oleh karena kegiatan produksi yang dilakukan berdasarkan pesanan (order), maka jumlah produknya biasanya sedikit atau relatif kecil, sehingga perencanaan produksi yang dibuat semata-mata tidak berdasarkan ramalan penjualan (sales forecasting), tetapi terutama didasarkan atas pesanan yang masuk. Perencanaan produksi dibuat untuk menentukan kegiatan produksi yang perlu dilakukan bagi pengerjaan setiap pesanan yang masuk. Ramalan penjualan ini membantu untuk dapat memperkirakan order yang akan diterima, sehingga dapat diperkirakan dan ditentukan bagaimana penggunaan mesin dan


(28)

peralatan yang ada agar mendekati optimum pada masa yang akan datang, dan tindakan-tindakan apa yang perlu diambil untuk menutupi kekurangan-kekurangan. Perencanaan produksi yang disusun haruslah fleksibel, agar peralatan produksi dapat dipergunakan secara optimal.

b. Proses produksi yang terus-menerus (continuous process)

Perencanaan produksi pada perusahaan yang mempunyai proses produksi yang terus - menerus, dilakukan berdasarkan ramalan penjualan. Hal ini karena kegiatan produksi tidak dilakukan berdasarkan pesanan akan tetapi untuk memenuhi pasar dan jumlah yang besar serta berulang-ulang dan telah mempunyai blueprint selama jangka waktu yang tertentu. Langkah-langkah perencanaan produksi yang dilakukan dalam perusahaan yang mempunyai proses produksi yang terus-menerus adalah :

1). Membuat ramalan penjualan (sales forecasting).

2). Membuat master schedule yang didasarkan atas ramalan penjualan. 3). Setelah master schedule dibuat, dilakukan perencanaan yang lebih teliti. 2. Jenis dan Mutu dari Barang yang Diproduksi

Untuk menyusun suatu perencanaan produksi, ada beberapa hal mengenai jenis dan sifat produk yang perlu diketahui dan diperlihatkan, yaitu :

a. Mempelajari dan menganalisis jenis barang yang diproduksi sejauh mungkin. b. Apakah produk yang akan diproduksi itu merupakan costumer’s goods

(barang-barang yang langsung dikonsumsi oleh konsumen) atau producer’s goods (barang yang akan dipergunakan untuk memproduksi barang lain).


(29)

c. Sifat dari produk yang akan dihasilkan, apakah merupakan barang yang tahan lama atau tidak.

d. Sifat dari permintaan barang yang akan dihasilkan, apakah mempunyai sifat permintaan yang musiman (seasonal) yang permintaannya hanya pada musim-musim tertentu saja ataukah sifat permintaannya sepanjang masa.

e. Mutu dari barang yang akan diproduksi, yang akan tergantung pada biaya persatuan yang diinginkan, dan permintaan atau keinginan konsumen terhadap barang hasil produksi tersebut.

f. Sifat dari barang yang diproduksi apakah barang baru ataukah barang lama. (Sofjan Assauri, 2004 : 61).

3.Barang yang diproduksi apakah merupakan barang yang baru ataukah barang lama. Hal ini perlu kita perhatikan, karena untuk barang yang baru maka perlu diadakan penelitian (research) pendahuluan mengenai :

a. Lokasi perusahaan, apakah perusahaan perlu diletakkan berdekatan dengan sumber bahan mentah ataukah dekat dengan pasir,

b. Jumlah barang yang akan diproduksi,

c. Sifat permintaan barang ini, apakah musiman atau sepanjang masa, dan hal-hal lain yang dibutuhkan untuk memulai produksi tersebut.

(Sofjan Assauri,2004 : 58)

2.3Pengukuran Kerja

Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaiakan secara efisien apabila waktu penyelesaian berlangsung penting singkat, dengan mengaplikasikan prinsip dan


(30)

teknik pengaturan cara kerja yang optimal dalam system kerja, maka akan diperoleh alternatif pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang paling efektif dan efisien.

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan denga usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :

a. Man Power Planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja) b. Estimasi biaya-biaya untuk upah karayawan atau pekerja. c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.

d. Perencanaan system pemberian bonus dengan insentif bagi karyawan atau pekerja yang berprestasi.

e. Induksi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja akan dapat digunakan sebagai alat untuk rencana penjadwalan rencana kerja yang menyatakan berapa lama suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output yang dihasilkan serta berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Teknik pengukuran kerja ini dapat dibagi atau dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu pengukuran kerja secara langsung dan pengukuran kerja secara tidak


(31)

langsung, yaitu pengukurannya dilakukan secara langsung ditempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan, sedangkan pengukuran tidak langsung dilaksanakan tanpa si pengamat harus ditempat pekerjaan yang diukur. (Wignjosoebroto Sritomo, 2003).

2.3.1. Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti (Stop Wacth)

Tujuan utama dari aktifitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu kerja yang dilakukan hendaknya merupakan waktu kerja yang diperoleh dari kondisi dan metode kerja yang baik. Dengan perkataan lain pengukuran waktu kerja hendaknya dilaksanakan apabila kondisi dan metode kerja dari pekerjaan yang diukur akan diukur sudah baik. Pengukuran waktu kerja dengan jam henti diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Tailor sekitar abad 19 yang lalu. Metode ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung secara berulang-ulang. Dari pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerjaa yang sama seperti itu.

Pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif karena disini waktu yang ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasikan secara objektif.

Satu hal yang penting dalam pelaksanaan kerja ini ialah bahwa semua pihak yang nantinya akan dipengaruhi oleh hasil studi (waktu baku) haruslah diinformasikan mengenahi maksud dan tujuan dari studi, sehingga nantinya bisa


(32)

tercapai kerja sama yang sebaik-baiknya didalam pelaksanaan pengukuran secara garis besar langkah-langkah untuk melakukan pengukuran dengan stop watch adalah :

1 Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan, seperti layout planning, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan lain yang digunakan.

2 Menetapkan jumlah siklus yang diukur dan dicatat. Meneliti apakah jumlah siklus kerja yang akan dilaksanakan ini sudah memenuhi atau tidak. Menguji keseragaman data yang diambil.

3 Menetapkan performance rute dari operator saat melaksanakan aktifitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut.

2.3.2. Melakukan Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu–waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat yang telah disiapakan. Adapun langkah-langkah yang telah dikerjakan selama pengukuran berlangsung.

1. Pengukuran Pendahuluan.

Pengukuran pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali pegukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitihan dan keyakinan yang didapat dari hasi perhitungan waktu pengamatan. Biasanya pengukuran waktu dilakukan sebanyak 25 kali pengukuran.


(33)

Tabel 2.1. Pengukuran Waktu Kerja

Keterangan :

Xij = Waktu pengamatan berturut turut (I = 1,2,3,….,1 ; = 1,2,3,…,n) Xij = Rata rata pengamatan berturut-turut n = Jumlah sub group

L = Ukuran sup group 2. Ujian Keseragaman Data.

Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam, karena ketidak seragaman data tanpa disadari maka, diperlukan suatu alat yang dapat “mendeteksi” batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang sama, bila diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, Sub

Group Waktu Pengamatan

Rata-rata Sub Group

Jumlah

Sub Group ∑ xij 1. X11 X12 X13 …. X1n X1 Σ X1n Σ X1n 2 2. X21 X22 X23 …. X2n X2n Σ X2n Σ X2n 2 3. X31 X32 X33 …. X3n X3n Σ X3n Σ X3n 2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . L XL1 XL2 XL3 …. XLn XLn Σ XLn Σ XLn2

= = n l j L

i 1

X

ij

∑ ∑

= = 

       = L l i L l i ij n l j

X

∑ ∑

= =

      = L l i L l i ij n l j

X

2


(34)

yaitu berasal dari sistem yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol, sistem s ebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu berasal dari sistem yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol. Yang diperhatikan dalam pengujian keseragaman adalah data yang berbeda didalam batas-batas kontrol tersebut.

a. Menghitung harga rata dari rata-rata sup group dengan

L xij

X

ij =

Σ

b. Menghitung standart deviasi dari waktu pengamatan

1 −     =

N

x

x

ij ij

σ

c. Menghitung standar deviasi sebenarnya dari waktu pengamatan.

L

σ σ =

d. Menghitung derajat ketelitian tiap operator.

% 100 x X S =

σ

x

e. Menghitung tingkat keyakinan (confidence level) CL = 100% - S%

f. Menghitung batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB)

σ

σ

x x K X BKB K X BKA − = + =


(35)

g. Analisa keseragaman data

Data yang dihasilkan dapat dikatakan seragam, jika harga rata-rata dari sub group berada alam batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB). Setelah dua berkumpul maka diteruskan dengan mengidentifikasi data yang terlalu besar atau data yang terkecil, dan menyimpang dari harga rata-ratanya yang disebabkan hal-hal tertentu. Data ekstrim ini dikeluarkan dan tidak diikutsertakan dalam perhitungan selanjutnya.

h. Uji kecukupan data dapat dilakukan setelah seluruh data dari hasil pengukuran telah seragam. Uji kecukupan data dapat dihitung dengan rumus :

( )

=

x

x

x

n

s

k

ij ij ij N 2 2 ' 2

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang harus dilakukan/diperlukan. N = Jumlah pengamatan yang dilakukan

S = Tingkat ketelitian

K = Koefisien distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan. K = 1 untuk tingkat keyakinan (CL) = 68,26%

K= 2 untuk tingkat keyakinan (CL) = 95,46% K = 3 untuk tingkat keyakinan (CL) = 99,73% Kesimpulan dari perhitungan yang diperoleh yaitu

a. Apabila N’ < N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan sudah cukup.


(36)

b. Apabila N’ > N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan harus ditambah lagi sesuai dengan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang diharapkan.

2.3.3 Perhitungan Waktu Baku

Perhitungan output standart merupakan langkah berikutnya setelah dilakukan pengukuran waktu kerja dan dilakukan uji keseragaman dan kecukupan data. Untuk mendapatkan output standart perlu ditempuh langkah-langkah sebagai beriku :

a. Menghitung waktu siklus rata-rata setiap elemen kegiatan (Ws) :

N Ws=

x

ij

b. Menghitung waktu normal (Wn) : Wn = Ws x p

Di mana p faktor penyesuaian yang digunakan untuk menormalkan waktu pengamatan yang diperoleh, jika pekerja dinilai bekerja secara tidak wajar.

c. Menghitung waktu baku (Wb) :

allowance Wn

Wb

(%) % 100

% 100

− −

=

2.3.4 Faktor penyesuaian (Rating Performance)

Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator dikenal sebagai “Rating Performance”. Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja


(37)

yang diukur bias “dinormalkan” kembali. Ketidaknormalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana semestinya.

Waktu normal ukuran waktu yang disediakan untuk pekerjaan yang bersangkutan, karena angka ini harus dinaikkan dengan suatu waktu tambahan yang disediakan untuk gangguan-gangguan, kebutuhan-kebutuhan pribadi operator, dan penunda-penunda yang berada di luar keluasaannya.

Westing house system’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja. Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westing house menambahkan lagi dengan kondisi kerja (working condition) dan keajekan (consistency) dari operator dalam melakukan kerja. Tabel performance rating westing house dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2

Performance Rating dengan System Westing House

SKILL EFFORT


(38)

A2 + 0,13 A2 + 0,12 Excellent B1 + 0,11 Excellent B1 + 0,10 B2 + 0,08 B2 + 0,08 Good C1 + 0,06 Good C1 + 0,05 C2 + 0,03 C2 + 0,02 Avarage D 0,00 Avarage D 0,00 Fair E1 - 0,05 Fair E1 - 0,04 E2 - 0,10 E2 - 0,08 Poor F1 - 0,16 Poor F1 - 0,12 F2 - 0,22 F2 - 0,17

CONDITION CONSISTENCY

Ideal A + 0,06 Ideal A + 0,04 Excellent B + 0,04 Excellent B + 0,03 Good C + 0,02 Good C + 0,01 Average D 0,00 Average D 0,00 Fair E - 0,03 Fair E - 0,03 Poor F - 0,07 Poor F - 0,07

Metode westing house ini mempertimbangkan empat buah faktor dalam mengevaluasi performance ranting, antara lain :

1. Keterampilan (skill) adalah “kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan suatu metode yang diberikan”. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman, ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.

2. Usaha (effort) adalah “kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan oleh seorang operator saat melaksanakan pekerjaannya”. Usaha ditunjukan oleh kecepatan


(39)

pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada tingkat yang tinggi oleh perator.

3. Kondisi (condition) adalah “kondisi fisik lingkungan di tempat kerja.” Yang meliputi keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada operator dan bukan pada operasi.

4. Konsisten (consistensi) adalah “Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam melaksanakan pekerjaannya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan, karena pada kenyataannya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang sama pada pencatatan, waktu penyelesaiaan yang ditunjukkan pekerja selalu berubah dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna (perfect) jika waktu penyelesaian selalu sama setiap saat.

“Skill dan effort” di bagi menjadi superskill, excellent, good, average, fair, dan poor. Sedangkan “Condition dan Consistency” di bagi menjadi ideal, excellent, good, average, fair dan poor. (Wignjosoebroto Sritomo, 2003).


(40)

Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata menunjukkan bahwa operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Waktu normal untuk suatu operator menggambarkan lamanya waktu yang diperlukan oleh operator rata-rata bila bekerja pada langkah normal dan tanpa menghiraukan suatu waktu tambahan untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi, istirahat, dan penundaan-penundaan lain di luar kekuasaannya.

Waktu longgar yang dibutuhkan dan akan menginterupsikan proses produksi ini bisa diklasifikasikan menjadi kebutuhan pribadi (personal allowance). Melepas lelah (fatique allowance) dan keterlambatan yang tidak dapat dihindari (delay allowance). (Wignjosoebroto Sritomo, 2003).


(41)

Faktor Contoh Pekerjaan Kelonggaran (%)

A. Tenaga yang dikeluarkan Ekuivalen

beban

Pria Wanita

1. Dapat diabaikan Bekerja dimeja, duduk Tanpa beban 0,0 – 6,0 0,0 – 6,0

2. Sangat ringan Bekerja dimeja, berdiri 0,00 – 2,25 kg 6,0 – 7,5 6,0 – 7,5

3. Ringan Menyekop, ringan 2,25 – 9,00 7,5 – 12,0 7,5 – 16,0

4. Sedang Mencangkul 9,00 – 18,00 12,0 – 19,0 16,0 – 30,0

5. Berat Mengayun palu yang

berat

19,00 – 27,00 19,0 – 30,0

6. Sangat berat Memanggul beban 27,00 – 50,00 30,0 – 50,0

7. Luas-biasa berat Memanggul karung

berat

Diatas 50 kg

B. Sikap kerja

1. Duduk Bekerja duduk, ringan

Badan tegak, ditumpu dua kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol

Pada bagian sisi, belakang atau depan badan

Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki

0,00 – 1,0

2. Berdiri diatas dua kaki 1,0 – 2,5

3. Berdiri diatas satu kaki 2,5 – 4,0

4. Berbaring 2,5 – 4,0

5. Membungkuk 4,0 – 10

C. Gerakan kerja

1. Normal Ayunan bebas dari palu 0

2. Agak terbatas Ayunan terbatas dari palu 0 – 5

3. Sulit Membawa beban berat dengan satu

tangan

0 – 5

4. Pada anggota-anggota badan terbatas

Bekerja dengan tangan diatas kepala 5 – 10

5. Seluruh anggota badan terbatas Bekerja dilorong pertambangan yang

sempit


(42)

Tabel 2.3. Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh (Lanjutan)

Faktor Contoh Pekerjaan Kelonggaran (%)

D. Kelelahan mata *) Pencahayaan

baik

Buruk

1. Pandangan yang terputus-putus

Membawa alat ukur 0,0 – 6,0 0,0 – 6,0

2. Pandangan yang hampir terus menerus

Pekerjaan yang teliti 6,0 – 7,5 6,0 – 7,5

3. Pandangan terus menerus dengan fokus berubah-ubah

Memeriksa cacat-cacat pada kain 7,5 – 12,0

12,0 – 19,0

7,5 – 16,0 16,0 – 30,0 4. Pandangan terus menerus

dengan fokus tetap

Pemeriksaan yang sangat teliti 19,0 – 30,0

30,0 – 50,0

E. Keadaan temperatur tempat kerja **)

Temperatur (OC) Kelemahan

normal

Berlebihan

1. Beku Dibawah 0 Diatas 10 Diatas 12

2. Rendah 0 – 13 10 – 0 12 – 5

3. Sedang 13 – 22 5 – 0 8 – 0

4. Normal 22 – 28 0 – 5 0 – 8

5. Tinggi 28 – 38 5 – 40 8 – 100

6. Sangat tinggi Diatas – 33 diatas 40 diatas 100

F. Keadaan atmosfer ***)

1. Baik Ruang yang berventelasi baik, udara

segar 0

2. Cukup Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan

(tidak berbahaya)


(43)

Tabel 2.3. Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh (Lanjutan)

Faktor Contoh Pekerjaan

3. Kurang baik Adanya debu-debu beracun, atau tidak beracun tetapi

banyak

5 – 10

4. Buruk Adanya bau-bauan

berbahaya yang mengharuskan menggunakan alat-alat

pernapasan

10 – 20

G. Keadaan lingkungan yang baik

1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 0 2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 – 10 detik 0 – 1 3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 – 5 detik 1 – 3

4. Sangat bising 0 – 5

5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kwalitas 0 – 5

6. Terasa adanya getaran lantai 5 – 10

7. Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi, kebersihan, dll). 5 – 15

*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan **) Tergantung juga pada keadaan ventilasi

***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim

Catatan pelengkap : kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : Pria = 0 – 2,5%


(44)

2.4. Perencanaan Kapasitas Kasar

Perencanaan kapasitas kasar RCCP (Rough Cut Capacity Planning), kemudian dibuat untuk menganalisa kemampuan dari kapasitas pabrik pada titik-titik kritis dari proses produksi berdasarkan MPS (Master Production Schedule) yang telah dibuat RCCP (Rough Cut Capacity Planning) menitik beratkan pada operasi-operasi khusus seperti assembling akhir, pengecatan mungkin terjadi. Dengan kata lain, RCCP (Rough Cut Capacity Planning) akan menentukan kelayakan dari MPS (Master Production Schedule) yang dibuat, dimana RCCP (Rough Cut Capacity Planning) akan mengkonvensi MPS (Master Production Schedule) menjadi kebutuhan-kebutuhan kapasitas untuk sumber daya-sumber daya utama dengan keterbatasan-keterbatasan kapasitas yang ada. Jika MPS (Master Production Schedule) tidak layak, maka MPS (Master Production Schedule) harus direvisi, sehingga MPS (Master Production Schedule) tersebut tetap sesuai dengan keterbatasan kapasitas yang ada. (Nasution Arman Hakim, 2003)

RCCP (Rough Cut Capacity Planning) merupakan urutan kedua dari hirarki

perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS (Master

Production Schedule). RCCP (Rough Cut Capacity Planning) melakukan validasi

terhadap MPS (Master Production Schedule) yang juga menempati urutan kedua dalam hirarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan menjadi hambatan potensial (potensial

bottleneck) adalah cukup untuk melaksanakan MPS (Master Production Schedule).


(45)

(Rough Cut Capacity Planning), dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu.

Jadi penyesuaian MPS (Master Production Schedule) akan dilakukan berdasarkan hasil dari analisa RCCP (Rough Cut Capacity Planning) ini. Salah satu teknik pada proses RCCP (Rough Cut Capacity Planning) adalah perencanaan kapasitas dengan menggunakan faktor-faktor keseluruhan. Teknik ini mengalokasikan kebutuhan-kebutuhan kapasitas untuk departemen-departemen. Individu atau pusat-pusat kerja berdasarkan data beban kerja dimasa lalu RCCP (Rough Cut Capacity Planning) pada umumnya mencakup periode 3 bulanan. (Gaspersz Vincent, 2004).

Suatu produk dibuat pada beberapa stasiun kerja. Teknik RCCP (Rough Cut Capacity Planning) digunakan untuk verikasi/menjelaskan kapasitas pada setiap stasiun kerja. Dalam teknik ini dibandingkan antara beban mesin yang diperlukan dengan kapasitas yang sesuai/diperlukan pada setiap stasiun kerja.

(Fogarty Blackstone:Hoffmann, 2005).

Apabila permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang ada maka akan berdampak, seperti :

a. Material terlanjur dibeli dan dibawa ke Shop kemudian dikerjakan atau diproses. b. Terjadi antrian

c. Lead Time tinggi (waktu penyelesaian produksi)

Untuk itu dilakukan validasi MPS (Master Production Schedule) dengan penekanan pada kapasitas yaitu RCCP (Rough Cut Capacity Planning). Peranan


(46)

RCCP (Roug Cut Capacity Planning) dalam perencanaan dan pengendalian produksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.2 Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian produksi

“Sumber: Fogarty : Blackstone : Hoffman : 2004”

Keterangan gambar: perencanaan produksi melibatkan dari manajemen permintaan (Demand) dari konsumen agar diperoleh informasi untuk menjadwalkan induk produksi secara tepat guna memenuhi permintaan. Permintaan jadwal induk produksi diperlukan faktor yang berpengaruh yaitu perencanaan kapasitas kasar

RCCP (Rough Cut Capacity Planning) agar semua jadwal produksi terkontrol dan

tepat untuk menentukan target produksi, setelah itu perencanaan kapasitas dibuat dari semua induk produksi yang berdasarkan RCCP (Rough Cut Capacity Planning) agar bisa mendapatkan pengendalian kapasitas baik dari input atau output produksi dan siklus operasi berjalan dengan efektif, pengendalian kapasitas diperlukan dalam periode jangka pendek hal ini dilakukan agar tidak terjadi hal yang bersifat merugikan produksi dan produksi berjalan dengan baik.

Manajemen Demand

Jadwal Induk Produksi

Perencanaan Kapasitas Kasar (RCCP)

Perencanaan Kapasitas Perencanaan

Material

Pengendalian Kapasitas Pengendalian

Material

Pengendalian Input/output Siklus Operasi

Jangka Pendek


(47)

Untuk menggunakan dan memperhitungkan teknik-teknik RCCP (Rough Cut Capacity Planning) terbagi ada 3 teknik yang dipakai untuk mengembangkan laporan pembebanan mesin dalam menentukan kapasitas yang diperlukan :

1. Perencanaan Kapasitas menggunakan seluruh faktor CPOF (Capacity Planning Using Overall Factor).

Perencanaan kapasitas ini membutuhkan data input sebagai berikut : a. MPS

Waktu yang diperlukan bagi keseluruhan pabrik dalam memproduksi 1 Typical Part.

b. Data historis

tentang perbandingan antara waktu produksi total dengan waktu produksi di masing-masing.

Total Waktu Produksi = typical time x jumlah produksi MPS (Master Production Schedule).

Waktu produksi pada tiap mesin atau sumber daya kunci:

Total waktu produksi x proporsi

total Waktu

me Waktu

_ sin _

2. Pendekatan BOL (Bill of Labor)

Yaitu daftar waktu penyelesaian suatu produk pada setiap work center. Data input yang diperlukan

- MPS (Master Production Schedule).


(48)

- RCCP (Rough Cut Capacity Planning)

(Matrik waktu baku) x (Matrik Produksi)

Tabel 2.4 RCCP (Rough Cut Capacity Planning) dengan BOL (Bill of Labor) Matrik Waktu Baku

Produk

WC P

1 a11

2 a12

3 a13

Matrik Produksi Bulan

Produk J F M A M J J A S O N D

P1 b11 b12 b13 b14 B15 b16 b17 b18 b19 b110 b110 b112 Contoh BOL : 2 Produk, 2 Bulan, 2 Work Center

Matrik Waktu Baku

Produk

WC P1 P2

WC1 A11 a12

WC2 A21 a22

Matrik Produksi

Bulan

Produk M1 M2

P1 b11 b12


(49)

RCCP (Rough Cut Capacity Planning)

Bulan

WC M1 M2

WC1 c11 c12

WC2 c21 c22

C11 = a11b11 + a12b21 C12 = a11b12 + a12b22 C21 = a21b11 + a22b21 C22 = a21b12 + a22b22

Cij =

=

n

k

kj jk b

a 1

.

Dimana :

Cij = Waktu produksi yang direncanakan pada work center k periode j Aik= Waktu baku k di work center i

Bkj= Produk k pada periode j

3. Profil Sumber Daya (Resources Profile)

Pada dua pendekatan sebelumnya diasumsikan semua komponen dibuat pada periode yang sama dengan produk akhir, namun dalam kenyataan tidak demikian karena setiap komponen dari produk akhir mempunyai waktu penyelesaian yang berbeda sehingga lead timenya juga berbeda.

Pada pendekatan ini tetap menggunakan BOL (Bill Of Labor), namun waktu bagi tiap departemen WC (Work Centre) disesuaikan dengan lead time dari setiap part.


(50)

Contoh pendekatan profil sumber daya, 2 produk, 2 work center, 3 bulan horizon, 3 bulan lead time.

Tabel 2.5 RCCP (Rough Cut Capacity Planning) dengan Profil Sumber Daya Profil Sumber Daya

Work Center I Duedate

Produk 2 1 0

Bulan

Produk M1 M2 M3

P1 A112 a111 A110 P1 b11 b12 b13 P2 A212 a211 A110 P2 b21 b22 b23

Work center 2 RCCP

Work Center II Duedate

Produk 2 1 0

Bulan

WC M1 M2 M3

P1

a122 a121 a12

0 P1

b11 b12 b13

P2

a222 a221 a22 0

P2

b21 b22 b23

Jadwal Induk :

C11 = a110.b11+a111.b12+a112.b13+a210.b21+a211.b22+a212.b23 C12 = a110.b12+a111.b13 +a210.b22+a211.b23 C13 = a110.b13 +a210.b23

C21 = a120.b11+a121.b12+a122.b13+a220.b21+a211.b22+a222.b23 (2.20) C22 = a120.b12+a121.b13 +a220.b22+a221.b23


(51)

Pada bahasan kali ini penulis memilih teknik RCCP (Rough Cut Capacity Planning) dengan menggunakan Bill of Labor. Teknik ini dikenal dengan teknik yang sederhana dan aplikatif. Berikut ini dapat dilihat alasan kenapa pendekatan Bill of Labor ini yang digunakan

Alasan menggunakan pendekatan Bill of Labor : - Metode sangat sederhana

- Mudah untuk memahaminya - Mudah diaplikasikan

”Sumber: Donald, Fogarty dkk, 2004”

2.5 Peramalan (Forecasting)

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa akan datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, dan waktu yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa.

Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang stabil, karena perubahan permintaannya relatif kecil. Tetapi permalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi permintaan bersifat kompleks dan dinamis. peramalan yang akurat merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan manajemen.

2.5.1 Meramal Horison Waktu

Peramalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan horison waktu masa depan yang dicakupnya. Horizon waktu terbagi atas beberapa kategori, yaitu :


(52)

a.Peramalan Jangka Panjang.

Peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya tiga tahun atau lebih. Digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas atau ekspansi dan penelitian serta pengembangan.

b.Peramalan Jangka Menengah.

Peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam perencanaan penjualan, perancanaan dan penganggaran produksi, penganggaran kas dan menganalisis berbagai rencana produksi.

c.Peramalan Jangka Pendek.

Peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya mencapai satu tahun tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan jangka pendek digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan dan tingkat produksi.

2.5.2 Macam-macam Peramalan

Secara umum, peramalan diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu : 1. Peramalan yang bersifat subjektif

2. Peramalan yang bersifat objektif

Perbadaan antara kedua macam peramalan ini didasarkan pada cara mendapatkan nilai-nilai ramalan. Peramalan subjektif lebih menekankan pada keputusan-keputusan hasil diskusi, pendapat pribadi seseorang, dan intuisi yang


(53)

meskipun kelihatannya kurang ilmiah tetapi dapat memberikan hasil yang baik. Peramalan subjektif diwakili oleh Metode Delphi dan Metode Penelitian Pasar.

a.Metode Delphi.

Metode ini merupakan cara sistemetis untuk mendapatkan keputusan bersama dari suatu grup yang terdiri dari para ahli dan berasal dari displin ilmu yang berbeda. Metode Delphi dipakai dalam peramalan teknologi yang sudah digunakan pada pengoperasian jangka panjang. Selain itu, metode ini bermanfaat dalam pengembangan produk baru, pengembangan kapasitas produksi, penerobosan ke segmen pasar baru, dan strategi keputusan bisnis lainnya.

b.Metode Penelitian Pasar.

Metode ini mengumpulkan dan menganalisis fakta secara sistematis pada bidang yang berhubungan dengan pemasaran. Salah satu teknik utama dalam penelitian pasar ini adalah survei konsumen. Hasil dari penelitian pasar ini kadang-kadang juga dipakai sebagai dasar peramalan permintaan produk baru.

Peramalan Objektif merupakan prosedur peramalan yang mengikuti aturan-aturan matematis dan statistik dalam menunjukkan hubungan antara permintaan dengan satu atau lebih variabel yang mempengaruhinya. Selain itu, juga mengasumsikan bahwa tingkat keeratan dan macam dari hubungan antara variabel-variabel bebas dengan permintaan yang terjadi pada masa lalu akan berulang pada masa akan datang. Peramalan obyektif terdiri atas dua metode, yaitu metode intrinsik dan metode ektrinsik.


(54)

a.Metode Intrinsik.

Metode ini membuat peramalan hanya berdasarkan pada proyeksi permintaan historis tanpa mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi besarnya permintaan. Metode ini hanya cocok pada peramalan jangka pendek pada kegiatan produksi dimana dalam rangka pengendalian produksi dan pengendalian persediaan yang sering kali perusahaan harus melibatkan banyak item yang berbeda. Metode ini diwakili oleh analisis deret waktu (Time Series).

b.Metode Ekstrinsik.

Metode ini mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mungkin dapat mempengaruhi besarnya permintaan dimasa datang dalam model peramalannya. Metode ini lebih cocok untuk peramalan jangka panjang karena dapat menunjukkan hubungan sebab akibat yang jelas dalam hasil peramalannya sehingga disebut metode kausal dan dapat memprediksi titik-titik perubahan. Metode ektrinsik banyak dipakai untuk peramalan pada tingkat agregat. Metode ini diwakili oleh metode regresi.

2.5.3 Analisis Deret Waktu (Time Series)

Baik model deret berkala maupun kausal mempunyai keuntungan dalam situasi tertentu. Model deret berkala seringkali dapat digunakan dengan mudah untuk meramal, sedangkan model kausal dapat digunakan dengan keberhasilan yang lebih besar untuk pengambilan keputusan dan kebijaksanaan. Bilamana data yang diperlukan tersedia, suatu hubungan peramalan dapat dihipotesiskan baik sebagai


(55)

Waktu Y

fungsi dari waktu atau sebagai fungsi dari variabel bebas, kemudian diuji. Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi empat (4) jenis, yaitu :

a. Pola Data Horizontal (Stationary), terjadi bilamana nilai-nilai dari data observasi berfluktuasi di sekitar nilai konstan rata-rata. Misalnya pola jenis ini terdapat bila suatu produk mempunyai jumlah penjualan yang tidak menaik atau menurun selama beberapa waktu atau periode. Gambar dari pola horisontal (stationary) ini, seperti terlihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Pola Data Horisontal (Stationary)

b. Pola Data Musiman (Seasonal), terjadi bilamana suatu data dipengaruhi oleh faktor musiman (kuartalan, bulanan, mingguan dan harian) dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini disebabkan oleh faktor cuaca, musim libur panjang dan hari raya keagamaan yang akan berulang secara periodik setiap tahunnya. Banyak produk yang penjualannya menunjukkan pola musiman, seprti minuman segar, ice cream, jasa angkutan, obat-obatan


(56)

Waktu Y

Waktu Y

tertentu dan ban mobil. Contoh pola musiman kuartalan seperti terlihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Pola Data Musiman (Seasonal)

c. Pola Data Siklus (Cyclical), terjadi bilamana data observasi dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang yang berkaitan dengan siklus usaha. Ada beberapa produk yang penjualannya menunjukkan pola siklus, seperti mobil sedan, besi baja dan perkakas atau peralatan bengkel. Pola dari jenis ini seperti terdapat pada Gambar 2.5


(57)

Waktu Y

d. Pola Data Trend (T), terjadi bilamana ada kenaikan atau penurunan dari data observasi untuk jangka panjang. Pola ini terlihat pada penjualan produk dari banyak perusahaan. Pola trend ini dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Pola Data Trend

”Sumber: Nasution, 2003”

2.5.4 Metode-Metode Peramalan yang Digunakan Dalam Time Series

Metode yang digunakan dalam peramalan diantaranya yaitu :

1. Metode Simple Moving Average

Adalah metode Time Series yang paling sederhana. Pada metode ini diasumsikan bahwa pola time series hanya terdiri dari komponen Average Level dan komponen Random Error.

Menurut Teguh Baroto, 2002 rumusnya sebagai berikut :

m

f f

f f

f t t t M

t

− −

− + + +

= 1 1 2 3 ... ^


(58)

Keterangan : m = jumlah periode yang digunakan sebagai dasar peramalan (nilai m ini bila minimal 2 dan maksimal tidak ada ditentukan secara subjektif).

^

t

f = ramalan permintaan (real) untuk periode t.

ft = permintaan aktual pada periode t.

2. Metode Weighted Moving Average

Model peramalan Time Series dalam bentuk lain dimana untuk mendapatkan tanggapan yang lebih cepat, dilakukan dengan cara memberikan bobot lebih pada data-data periode yang terbaru dari pada periode yang terdahulu.

Menurut Teguh Baroto, 2002 rumusnya sebagai berikut :

m t m

t c f c f

f c t

f = 1 1+ 2 12 +

^ ) (

Keterangan : f t ^

= ramalan permintaan (real) untuk periode t. ft = permintaan aktual pada periode t.

1

c = bobot masing-masing data yang digunakan (

c=1), ditentukan secara subjektif.

m = jumlah periode yang digunakan untuk peramalan (subjektif)

3. Metode Exponential Smoothing

Adalah salah satu jenis metode peramalan Time Series yang didasarkan pada asumsi bahwa angka rata-rata baru dapat diperoleh dari angka rata-rata lama dan data demand yang terbaru.


(59)

Ada beberapa metode yang dikelompokkan dalam metode exponential smoothing, yaitu :

a. Single (Simple) Exponential Smoothing

b. Double Exponential Smoothing

c. Exponential Smoothing With Linear Trend

d. Double Exponential Smoothing With Linear Trend

a. Single (Simple) Exponential Smoothing

Menurut Teguh Baroto, 2002 rumusnya sebagai berikut : ^

1 ^

) 1

( −

+

= t t

t f f

f α α

Keterangan : ^

t

f = perkiraan pada periode t

α = suatu nilai (0 < α < 1) yang ditentukan secara subjektif

^

f = permintaan aktual pada periode t

^

1

t

f = perkiraan permintaan pada periode t-1

b. Exponential Smoothing With Linier Trend

Merupakan sekelompok metode yang menunjukkan pembobotan menurun secara exponential terhadap nilai observasi yang lebih tua disebut sebagai prosedur pemulusan (smoothing) exponential. Seperti halnya dengan rata - rata bergerak, metode pemulusan (smoothing) exponential terdiri atas tunggal, ganda dan metode yang lebih rumit semuanya mempunyai sifat yang sama, yaitu nilai yang lebih baru diberi bobot yang relatif lebih besar dibanding nilai


(60)

observasi lebih lama bentuk persamaan yang digunakan dalam menghitung ramalan dengan pemulusan exponential.

FT + 1 = α Xt + ( 1 - α ) Ft

Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpanan data, karena tidak perlu lagi menyimpanan semua data historis atau sebagian dari padanya. Cara lain untuk menuliskan peramalan diatas adalah dengan susunan sebagai berikut :

Ft+ m = Ft + α (et)

Dimana (et) adalah kesalahan ramalan (nilai sebenarnya dikurangi ramalan). (Makridakis, 1995).

c. Metode Double Exponential Smoothing

Menurut Teguh Baroto, 2002 rumusnya sebagai berikut : F’t = a 0 + a 1 t + et

Dimana a0, a1, adalah parameter proses dan e mempunyai nilai harapan dari 0. Misalnya β = 1- α, sehingga :

Ft =

− = −

+

1

0

0

t

i

t i t i

f

f β

β α

Double exponential smoothing adalah modifikasi dari exponential smoothing, yang dirumuskan sebagai berikut :

Xt[2] = α Xt + βX[2]t-1

Keterangan : Xt[2] = F’t = peramalan double exponential smoothing α = faktor smoothing dan β =1- α


(61)

d. Metode Double Exponential Smooting With Linier Trend

Peramalan dengan menggunakan metode exponential smoothing yang linier dapat dilakukan dengan perhitungan yang hanya membutuhkan 3 (tiga) buah nilai data dan 1 (satu) nilai α pendekatan ini juga memberikan timbangan (bobot) yang menurun untuk data atau observasi yang lebih lama. Dasar demikian dari pemulusan exponential smoothing yang linier adalah serupa dengan rata-rata bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan baik tunggal maupun ganda terdapat pada waktu sebelum data sebenarnya, bila pada data itu ada trend. Disamping itu untuk menyesuaikan trend, maka nilai-nilai pelicin tunggal ditambahkan nilai-nilai pelicin ganda.

Persamaan yang dipakai dalam implementasi pemulusan exponential yang linier adalah :

S’t = α X 1 + ( 1 - α ) S’t-1 S”t = α X 1 + (1 - α ) S”t-1

Dimana S’t adalah nilai exponential smoothing tunggal dan S’t adalah exponential ganda.

at = S’t +

(

S'−S't

)

2S’t – S’t bt=

α α −

1

(

S'tS't

)

Ft-m = at + bt.m


(62)

4. Metode Regresi Trend Linier

Regresi linier adalah suatu pola hubungan yang berbentuk garis lurus antar suatu variabel yang diramalkan dengan satu variabel yang mempengaruhinya atau variabel bebas. Dalam analisa deret waktu (time series) ini variabel bebasnya adalah waktu. Pola hubungan yang ditunjukkan dengan analisa regresi mengasumsikan bahwa hubungan diantara dua variabel dapat dinyatakan dalam suatu garis lurus seperti yang terlihat pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Model Garis Regresi Trend Linier

”Sumber: Makridakis, 2005”

Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah : Y = a + b X

a = n Yi ∑ - b n Xi ∑ b =

(

)

2

2 Xi Xi n Yi Xi Yi Xi n ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑

Dimana Y adalah variabel yang diramalkan, X adalah Variabel waktu, serta a dan b adalah parameter atau koefisien regresi. (Makridakis, 1995).

Y = a + b X Y


(63)

2.5.5 Ukuran Akurasi Hasil Peramalan

Ukuran hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan adalah ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang biasa digunakan, yaitu :

1. Rata-Rata Deviasi Mutlak MAD (Mean Absolute Deviation)

Merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil permalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kenyataannya. Secara matematis, MAD (Mean Absolute Deviation) dirumuskan sebagai berikut :

=

n F A

MAD t t

Dimana :

At = Permintaan aktual pada periode-t.

Ft = Peramalan permintaan (Forecast) pada periode-t. n = Jumlah periode peramalan yang terlibat.

2. Rata-Rata Kuadrat Kesalahan MSE (Mean Square Error)

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara sistematis, MSE (Mean Square Error) dirumuskan sebagai berikut :

(

)

=

n F A

MSE t t


(64)

3. Rata-Rata Kesalahan Peramalan MFE (Mean Forecast Error)

MFE (Mean Forecast Error) sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias, maka nilai MFE (Mean Forecast Error) akan mendekati nol. MFE (Mean Forecast Error) dihitung dengan menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MFE (Mean Forecast Error) dinyatakan sebagai berikut :

(

)

− = n F A

MFE t t

4. Rata-Rata Persentase Kesalahan Mutlak MAPE (Mean Absolute Percentage Error)

MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE (Mean Absolute Percentage

Error) biasanya lebih berarti dibandingkan MAD (Mean Absolute Deviation)

karena MAPE (Mean Absolute Percentage Error) menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara matematis, MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dinyatakan sebagai berikut :

−       = t t t A F A n MAPE 100

Dalam hal ini metode peramalan dianggap terbaik bila nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error) memiliki persentase terkecil. (Nasution, 2003).


(65)

2.5.6 Verifikasi Dan Pengendalian Peramalan

Langkah penting setelah peramalan dibuat adalah melakukan verifikasi peramalan sedemikian rupa sehingga hasil peramalan tersebut benar-benar mencerminkan data masa lalu dan sistem sebab akibat yang mendasari permintaan tersebut. Sepanjang aktualitas peramalan tersebut dapat dipercaya, hasil peramalan akan terus digunakan. Jika selama proses verifikasi tersebut ditemukan keraguan validitas metode peramalan yang digunakan, harus dicari metode lainnya yang lebih cocok. Validitas tersebut harus ditentukan dengan uji statistika yang sesuai. Setelah peramalan dibuat, selalu timbul keraguan mengenai kapan kita harus membuat suatu metode peramalan baru. Peramalan harus selalu dibandingkan dengan permintaan aktual secara teratur.

Banyak alat yang dapat digunakan untuk memverifikasi peramalan dan mendeteksi perubahan sistem sebab akibat yang melatar belakangi perubahan pola permintaan. Bentuk yang paling sederhana adalah peta kontrol peramalan yang mirip dengan peta kontrol kualitas. Peta kontrol peramalan ini dapat dibuat dengan dalam kondisi data yang tersedia minim.

2.5.7 MRC(Moving Range Chart)

MRC (Moving Range Chart) dirancang untuk membandingkan nilai permintaan aktual dengan nilai peramalan. MRC (Moving Range Chart) tersebut akan dikembangkan sampai periode yang akan datang, sehingga kita dapat


(66)

membandingkan data peramalan dengan permintaan aktual. Selama periode dasar

MRC (Moving Range Chart) digunakan untuk melakukan verifikasi teknik dan

parameter peramalan. Setelah metode peramalan ditetukan, maka MRC (Moving Range Chart) digunakan untuk menguji kestabilan sistem sebab akibat yang mempengaruhi permintaan. MR (Moving Range) dapat didefinisikan sebagai berikut :

      −       −

= 1 1

^ ^

t t t

t y y y

y MR dimana : t y ^

= data permintaan atau penjualan rill periode t

t

y = data ramalan permintaan periode t

1 ^

t

y = data permintaan periode t-1

1

t

y = data ramalan permintaan periode t-1

Adapun rata-rata MR (Moving Range) didefinisikan sebagai berikut :

= 1 n MR MR

Garis tengah peta Moving Range adalah pada titik nol. Batas kontrol atas dan bawah pada peta MR (Moving Range) adalah :


(67)

Batas Kontrol Atas = + 2,66MR

Batas Kontrol Bawah = -2,66 MR

Dalam penentuan batas kontrol tersebut paling sedikit digunakan 10 dan atau lebih 20 nilai MR (Moving Range). Sementara itu, variabel yang akan diplotkan ke

dalam Peta Moving Range (MRC) adalah yty

^ .

2.5.8 Uji Kondisi Diluar Kendali

Uji yang paling tepat bagi kondisi diluar kendali adalah adanya titik diluar batas kendali. Teknik yang digunakan berikut ini dirancang agar dapat digunakan dengan jumlah data yang seminimal mungkin. Uji ini dilakukan dengan cara membagi peta kendali ke dalam enam bagian dengan selang yang sama.

Daerah A = Bagian sebelah luar + 2/3 (2,66MR)

= + 1,77 MR (diatas + 1,77MR atau dibawah – 1,77MR)

Daerah B = Bagian sebelah luar + 1/3 (2,66 MR)

= + 0,89 MR (diatas + 0,89 MR atau dibawah – 0,89MR)

Daerah C = Bagian di atas atau dibawah garis tengah. Uji kondisi diluar kendali adalah :

a. Dari tiga titik berturut-turut, ada dua atau lebih titik yang berada didaerah A. b. Dari lima titik berturut-turut, ada empat atau lebih titik yang berada didaerah B.


(68)

c. Ada delapan titik berturut-turut, titik yang berada disalah satu sisi (diatas atau dibawah garis tengah).

Moving Range Chart (MRC) untuk kondisi diluar kendali ini dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 2.8. MRC (Moving Range Chart) Untuk Kondisi Diluar Kendali


(1)

99

Tabel 4.23.

Kapasitas Produksi Pada Stasiun Kerja Yang Mengalami Jam lembur

No. Proses Uraian Bulan Ke-

Okt Nov Des Jan Feb Maret April

1 Sizing/Labelling Kapasitas Tersedia 798,58’ 798,58’ 798,58’ 798,58’ 798,58’ 798,58’ 798,58’ Jam Lembur 335,71’ 475,99’ 475,99’ 475,99’ 475,99’ 475,99’ 475,99’ 2 Welding Kapasitas Tersedia 1976,50’ 1976,50’ 1976,50’ 1976,50’ 1976,50’ 1976,50’ 1976,50’


(2)

100

4.11. Hasil dan Pembahasan 4.11.1. Peramalan

Sesuai dengan pola data yang ada, maka digunakan 3 metode peramalan yaitu metode Single Exponensial Smoothing, DoubleExponensial Smoothing, dan

Simple Average. Dengan menggunakan ketiga metode ini, hasil yang didapat menunjukkan bahwa metode DoubleExponensial Smoothing adalah metode yang paling baik diantara kedua metode lainnya, karena nilai kesalahan peramalannya terkecil yaitu dengan MAD = 1327, MSE =2879670, MAPE (%) = 5,679389%.

Berdasarkan hasil dari pengolahan data menggunakan Double Exponensial Smoothing, maka diperoleh hasil peramalan permintaan untuk 7 periode mendatang yaitu dari bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011. Hasil peramalan yang didapat adalah sebagai berikut (dalam unit/bulan) , 23654 unit, 23.654 unit, 23.654 unit, 23.654 unit, 23.654 unit, 23.654 unit, dan 23.654 unit dengan total 165.578 unit Ducting.

4.11.2. Perencanaan Waktu Produksi

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode

Rought Cut Capacity planning (RCCP), maka dapat diketahui rencana kapasitas produksi dari masing-masing stasiun kerja pada PT. LASER JAYA SAKTI adalah dengan perincian sebagai berikut ,

1. Stasiun kerja 1 (Sizing/Labelling) selalu meningkat terus menerus dari bulan Oktober 2010 sebesar 1134,29 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 1274,57 jam/bulan.


(3)

2. Stasiun kerja 2 (Cutting) selalu meningkat terus menerus dari bulan Oktober 2010 sebesar 1077,39 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 1211,05 jam/bulan.

3. Stasiun kerja 3 (Bending) selalu meningkat terus menerus dari bulan Oltober 2010 sebesar 359,55 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 404,29 jam/bulan.

4. Stasiun kerja 4 (Welding) selalu meningkat terus menerus dari bulan Oktober 2010 sebesar 2267,52 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 2547,32 jam/bulan.

5. Stasiun kerja 5 (Polishing) selalu meningkat terus menerus dari bulan Oktober 2010 sebesar 524,06 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 588,59 jam/bulan.

6. Stasiun kerja 6 (Packing) selalu meningkat terus menerus dari bulan Oktober 2010 sebesar 618,49 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 695,26 jam/bulan.

Dan dari hasil perhitungan juga dapat diketahui waktu produksi tersedia yang dimulai dari proses Sizing/Labelling, Cutting, Bending, Welding, Polishing, dan Packing. Sehingga didapat perincian sebagai berikut ,

1. Proses Sizing/Labelling sebesar 789,58 jam/bulan 2. Proses Cutting sebesar 1556,45 jam/bulan

3. Proses Bending sebesar 801,26 jam/bulan 4. Proses Welding sebesar 1976,50 jam/bulan 5. Proses Poloshing sebesar 821,12 jam/bulan 6. Proses Packing sebesar 790,44 jam/bulan


(4)

Dari perbandingan kebutuhan kapasitas dengan kapasitas waktu tersedia diketahui bahwa pada stasiun kerja proses Bending dan Polishing sudah memenuhi kebutuhan kapasitas produksi di karenakan waktu yang tersedia lebih besar dari kebutuhan kapasitas.

Untuk stasiun kerja proses Sizing/labeling dan Welding belum memenuhi kapasitas produksi sehingga perlu di adakan penambahan jam lembur dengan rincian sebagai berikut ,

1. Proses Sizing/Labelling

Untuk Bulan Oktober 2010 sampai dengan Bulan April 2011 berturut-turut adalah 335,71 jam, 475,99 jam, 475,99 jam, 475,99 jam, 475,99 jam, 475,99 jam, dan 475,99 jam.

2. Proses Welding

Untuk Bulan Oktober 2010 sampai dengan Bulan April 2011 berturut-turut adalah 291,07 jam, 570,82 jam, 570,82 jam, 570,82 jam, 570,82 jam, 570,82 jam dan 570,82 jam. Dengan adanya penambahan jam kerja tersebut diharapkan perusahaan bisa memenuhi permintaan konsumen.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan perhitungan dan analisa tentang perencanaan kapasitas produksi ( RCCP ) yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen maka dapat disimpulkan bahwa ,

1. Kapasitas waktu produksi tersedia di tiap–tiap stasiun kerja di PT. LASER JAYA SAKTI ;

• Proses Sizing/Labelling sebesar 789,58 jam/bulan. • Proses Cutting sebesar 1556,45 jam/bulan.

• Proses Bending sebesar 801,26 jam/bulan. • Proses Welding sebesar 1976,50 jam/bulan. • Proses Polishing sebesar 821,12 jam/bulan. • Proses Packing sebesar 790,44 jam/bulan.

2. Dari hasil peramalan PT.LASER JAYA SAKTI mempunyai jumlah permintaan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011 berturut-turut sebagai berikut; 21.048 unit, 23.654 unit, 23.654 unit, 23.654 unit, 23.654 unit, 23.654 unit, dan 23.654 unit.

3. Dari lima stasiun kerja terdapat dua stasiun kerja yang belum memenuhi kapasitas produksi sehingga perlu penambahan jam kerja (lembur) pada setiap bulannya yaitu pada stasiun kerja proses Sizing/Labelling dengan penambahan jam lembur untuk bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011 berturut-turut sebesar 335,71 jam, 475,99 jam, 475,99 jam, 475,99 jam, 475,99 jam,


(6)

475,99 jam, dan 475,99 jam dan proses Welding perlu diadakan penambahan Sift kerja untuk bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011 berturut-turut sebesar 291,07 jam, 570,82 jam, 570,82 jam, 570,82 jam, 570,82 jam, 570,82 jam dan 570,82 jam.

5.2. Saran

Untuk lebih menunjang keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan rencana produksi, maka saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi perusahaan atau pemimpin perusahaan untuk masa yang mendatang adalah ,

1. Untuk menyelesaikan permasalahan kapasitas waktu produksi yang ada di dalam perusahaan Sebaiknya perusahaan memakai metode (RCCP) Rought Cut Capacity Planning agar dapat memenuhi permintaan konsumen

2. Dengan adanya penambahan waktu lembur pada stasiun kerja yang belum memenuhi waktu kapasitas produksi yaitu stasiun kerja proses

Sizing/Labelling dan proses Welding, maka PT. Laser Jaya Sakti diharapkan bisa memenuhi permintaan konsumen mendatang.