PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING ( RCCP ) DI PT. PETROKIMA GRESIK.

(1)

DI PT. PETROKIMA GRESIK

SKRIPSI

O

O

l

l

e

e

h

h

:

:

MURSYID

NPM.0732010132

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,

taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

penelitian

dengan judul “PERENCANAAN KAPASITAS

WAKTU

PRODUKSI DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING

( RCCP ) DI PT. PETROKIMIA GRESIK”.

Penelitian ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk

menyelesaikan program sarjana strata satu (S-1) di Jurusan Teknik Industri

Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur.

Dalam menyusun penelitian ini, penulis tidak lepas dari banyak pihak,

yang secara langsung maupun secara tidak langsung telah turut membimbing dan

mendukung penyelesaian tugas penelitian ini yang semuanya sangat besar artinya

bagi penulis. Oleh karena itu, tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

2.

Bapak Ir. Sutiyono, MS. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

3.

Bapak Ir. MT. Safirin, MT. Selaku Kepala Jurusan Teknik Industri

4.

Bapak Drs. Pailan, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri, Universitas

Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.


(3)

5.

Bapak Ir. Rus Indianto, MT selaku dosen pembimbing I

6.

Ibu Ir. Nisa Masruroh, MT selaku dosen pembimbing II

7.

Bapak Agus Patmono selaku pembimbing lapangan

8.

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

9.

Kedua Orang Tua Penulis yang senantiasa dan selalu memberikan dukungan

baik materi maupun moriil.

10.

Eka Septika (honeyQ) yang selalu menemani dan memberikan doa demi

kelancaraan penyelesaian penelitian ini.

11.

MXq yang tidak pernah lelah menemaniq disa’at kul maupun touring

12.

Seluruh angkatan 2007 TI dari paralel A sampai D, Asslab Proses

Manufaktur dan Perancangan Sistem Manufaktur

13.

Seluruh angkatan 2007 TI khususnya paralel C tercinta, yang menemani

suka maupun duka disa’at menjalani kuliah yang tidak bisa disebutin satu

persatu,’Salam Satu Jiwa’.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi

maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan

kritik yang membangun.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan memberikan balasan kepada semua

pihak yang telah membantu penulis.

Surabaya, Mei 2011

Penulis


(4)

i

LEMBAR SAMPUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ………...

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR GAMBAR ………..

DAFTAR LAMPIRAN ……….

ABSTRAKSI ………..

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang ………..………... 1

1.2.

Perumusan Masalah …………..………... 2

1.3.

Batasan Masalah ..………….……….………... 3

1.4.

Asumsi - asumsi ..……….…………... 3

1.5.

Tujuan Penelitian ….……….…... 4

1.6.

Manfaat Penelitian ………... 4


(5)

2.2. Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti

(Stop Watch ) ……… 8

2.2.1.Cara Pegukuran dan Pencatatan Waktu Kerja …..…... 10

2.2.2. Langkah – langkah dalam melaksanakan Pengukuran

Waktu Kerja ……... 12

2.2.3. Waktu Baku………...

14

2.2.4. Kelonggaran ………...

15

2.3. Faktor Penyesuaian ( Rating Performance) ………... 18

2.4. Perencanaan Produksi ………... 21

2.5. Perencanaan Produksi Agregat ……….………... 23

2.6. Perencanaan Kapasitas Produksi... 26

2.7. Waktu Produksi Tersedia …....………..………... 28

2.8. Jadwal Induk Produksi Master Production Schedule ………...

(MPS)…………....………... 29

2.9. Perencanaan Kapasitas Kasar Rought Cut Capacity

Planning (RCCP) ……….... 33

2.10. Teknik – Teknik Rought Cut Capacity Planning (RCCP).... 37

2.11. Peramalan

………... 40

2.12. Metode Peramalan ………...

42


(6)

iii

2.15. Peneliti Terdahulu

Muhammad Novan (2007) & Septian Tri Boedianto (2007)

………... ……….. 49

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 53

3.2. Identifikasi Variabel dan definisi Operasional ……… 53

3.3. Metode Pengumpulan Data...………. 55

3.4. Metode Pengolahann dan Analisa Data...………... 56

3.5. Langkah – langkah Pemecah Masalah...…………... 61

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengumpulan Data... 72

4.1.1. Data Jumlah Tenaga Kerja dan Mesin Produksi... 72

4.1.2. Data Perincian Jam Kerja dan Hari Kerja Karyawan... 73

4.1.3. Data Permintaan Produk Pupuk ZA (Januari 2009 –

Desember 2010)...

74

4.2. Pengukuran Waktu Kerja... 75

4.3. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja Tiap Kegiatan

Kerja... 76


(7)

4.4.1. Uji Keseragaman Data ……….80

4.4.2. Uji Kecukupan Data ………....81

4.4.3. Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku ………..82

4.5. Peramalan Permintaan Tahun 2011... 84

4.5.1. Membuat Plot Diagram Permintaan... 84

4.5.2. Penetapan Metode Peramalan... 85

4.5.3. Menghitung Masing-masing Kesalahan Peramalan... 85

4.5.4. Memilih Metode Dengan Nilai Kesalahan Peramalan

Terkecil... 85

4.5.5. Uji Verifikasi Data Dengan MRC

(Moving Range Chart)... 86

4.5.6. Hasil Peramalan Dengan Metode Yang Dipilih... 90

4.6. Jadwal Induk Produksi (JIP)... 91

4.7. Matrik Produksi ... 92

4.8. Matrik Waktu Baku ... 92

4.9. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) ... 93

4.10.Perhitungan RCCP Pada Proses Reaksi & Kristalisasi …... 94

4.11. Waktu Produksi Tersedia (Rated Production Time) ... 95

4.12. Proses Proses Reaksi & Kristalisasi ………... 96


(8)

v

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 102

5.2. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(9)

Tabel 2.1.

Performance Rating dengan Sistem Westing House …….... 19

Tabel 4.1.

Jumlah Tenaga Kerja dan Jumlah Mesin ... 72

Tabel 4.2.

Data Perincian Jam dan Hari Kerja Karyawan ... 73

Tabel 4.3.

Data Permintaan PT. PETROKIMIA Gresik ... 74

Tabel 4.4.

Tabel Pengamatan Waktu Proses Reaksi dan Kristalisasi .... 75

Tabel 4.5.

Tabel Pengamatan Waktu Proses Pemisahan Kristal ... 75

Tabel 4.6.

Tabel Pengamatan Waktu Proses Pengeringan Produk ...76

Tabel 4.7.

Tabel Pengamatan Waktu Proses Pengepakan ...76

Tabel 4.8.

Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja Tiap Kegiatan

Kerja ... 77

Tabel 4.9.

Tabel Pengolahan Data Proses Reaksi dan Kristalisasi ...78

Tabel 4.10.

Hasil Uji Keseragaman Data ... 80

Tabel 4.11.

Hasil Uji Kecukupan Data ... 81

Tabel 4.12.

Perhitungan Waktu Normal, Waktu Siklus dan

Waktu Baku ... 83

Tabel 4.13.

Nilai Kesalahan Peramalan Dari Berbagai Metode

Peramalan ... 85

Tabel 4.14.

Perhitungan Moving Range ... 88


(10)

vii

Tabel 4.18.

Matrik Waktu Baku ... 93

Tabel 4.19.

Hasil RCCP Dalam Satuan Jam ... 95

Tabel 4.20.

Tabel Perbandingan Kapasitas Waktu Produksi RCCP Dengan

Kapasitas Waktu Produksi Tersedia ... 98


(11)

Gambar 2.1. Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi ... 24

Gambar 2.2. Prosedur Perencanaan Produksi Agregat ... 25

Gambar 2.3. Hubungan Aktivitas Perencanaan Kapasitas dengan

Perencanaan / Pengendalian Produksi ... 28

Gambar 2.4. Proses Penjadwalan Produksi Induk ... 31

Gambar 2.5. Peranan RCCP dalam Perencanaan dan Pengendalian

Kapasitas ... 36

Gambar 2.6. Moving Range Chart ... 49

Gambar 3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah ... 62

Gambar 4.1. Grafik Uji Keseragaman Data Prose Reaksi dan Kristalisasi

...

79

Gambar 4.2. Plot Diagram Permintaan PT. PETROKIMIA GRESIK ... 84

Gambar 4.3. Peta Kendali Moving Range ... 89


(12)

ix

LAMPIRAN I

: GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

LAMPIRAN II

: PENGUKURAN WAKTU KERJA

LAMPIRAN III : PERHITUNGAN PENYESUAIAN DAN

KELONGGGARAN

LAMPIRAN IV : HASIL PERAMALAN DENGAN SOFTWARE

WIN-QSB

LAMPIRAN V : PERHITUNGAN ROUGH CUT CAPACITY

PLANNING (RCCP)

LAMPIRAN VI : PERHITUNGAN WAKTU TERSEDIA

LAMPIRAN VII : TABEL ALLOWANCE


(13)

ABSTRAKSI

Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang

bergerak di bidang industri diharapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat

persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk

merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan

tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan

perusahaan akan meningkat.. Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk oleh

konsumen, perusahaan perlu memperhatikan Perencanaan kapasitas dan

pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di

pasar.

PT. PETROKIMIA Gresik adalah perusahaan yang bergerak dalam

industri pupuk., pupuk yang dihasilkan oleh PT. PETROKIMIA Gresik adalah

pupuk ZA,NPK,UREA,PHONSKA. PT.PETROKIMIA Gresik sendiri khususnya

dalam bagian ZA, terkadang mengalami perbedaan hasil produksi dengan

peramalan data sebelumnya, yang mengakibatkan proses produksinya terhenti

yang berakibat penambahan jam lembur atau tenaga sub kontrak, dan juga

berpengaruh pada banyaknya permintaan konsumen serta pemenuhan pupuk

bersubsidi ke pemerintah,. Maka kendala yang di hadapi adalah apakah kapasitas

waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen.

Rought Cut Capacity Planning

merupakan “analisis untuk menguji

ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal

induk produksi (

Master Production Schedule

) yang telah ditetapkan” dengan

Teknik Bill Of Labor (BOL).

Dari hasil penelitian, Dari empat stasiun kerja di Pt. Petrokimia-Gresik

terdapat 2 stasiun kerja masih mengalami kekurangan kapasitas produksi yaitu

pada stasiun kerja Proses Reaksi dan Kristalisasi dengan rincian bulan Januari

sebesar

6197.76 Jam/Bulan,

untuk bulan Feb sampai dengan Desember 2011

berturut-turut sebesar

6495.64

Jam/Bulan untuk Proses Pengepakan dengan rincian

bulan Januari sebesar

7437.84 Jam/Bulan,

untuk bulan Feb sampai dengan Desember

2011 berturut-turut sebesar

7521.06 Jam/Bulan. Sehingga perlu

adanya penambahan

mesin dan tenaga kerja di stasiun kerja proses reaksi dan kristalisasi dan proses

pengepakan produk

Kata Kunci : Kapasitas,

Master Production Schedule

(MPS),

Rought Cut

Capacity Planning

(RCCP),

Bill Of Labor

(BOL).


(14)

ABSTRACT

In entering free Era market a period of/to is all these of company which

active in industry expected at one particular problem of that is existence of

emulation storey;level which is kompetitif. This matter oblige company to plan

capacities produce so that/ to be can fulfill request of market punctually and with

appropriate amount, is so that expected by advantage of company will mount.. In

accomplishment of requirement of product will by consumer, company require to

pay attention Planning of capacities and operation of production activity which

must be conducted in accomplishment of order in market.

PT. PETROCHEMICAL [of] Gresik is peripatetic company in fertilizer

industry., manure yielded by PT. PETROCHEMICAL of Gresik is manure of

ZA,NPK,UREA,PHONSKA. PT.PETROKIMIA Gresik alone specially in part of

ZA, sometimes experience of difference of result produce with forecasting of

previous data, which result its production process is desisted causing addition of

overtime hour/clock or contract sub energy, as well as having an in with to the

number of request of consumer and also accomplishment of manure subsidize to

government,. Hence constraint which [in] facing is do time capacities produce

have earned to fulfill request of consumer.

Rought Cut Capacity Planning represent " analysis to test the availibility

of available production facility capacities in fulfilling production mains schedule (

Master of Production Schedule) which have been specified" with Technique of

Bill Of Labor ( BOL).

From result of research, From four station work in Pt. Petrokimia-Gresik

there are 2 station work still experience of lacking of capacities produce that is at

job station Process Reaction and of Kristalisasi with detail of January

month;moon equal to 6197.76 Hour / month;moon, for the month;moon of Feb up

to December 2011 successively equal to 6495.64 Hour / month;moon for the

Process of To packing with detail of January month;moon equal to 7437.84 Hour /

month;moon, for the month;moon of Feb up to December 2011 successively equal

to 7521.06 Hour/ month;moon. So that need the existence of addition of labour

and machine in job station process and reaction of kristalisasi process and packing

of product.

Keyword : Capacities, Master of Production Schedule ( MPS), Rought Cut

Capacity Planning ( RCCP), Bill Of Labor ( BOL)


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang

bergerak di bidang industri diharapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat

persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk

merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan

tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan

perusahaan akan meningkat.

Kapasitas adalah jumlah dari keluaran maksimum yang bisa dihasilkan

oleh suatu fasilitas dalam satu periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam

jumlah keluaran per satuan waktu. Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk

oleh konsumen, perusahaan perlu memperhatikan Perencanaan kapasitas dan

pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di

pasar. Karena tanpa adanya perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas

produksi yang tepat maka bukan tidak mungkin akan terjadi over produksi

(produksi yang berlebihan) ataupun low produksi (kekurangan produksi) dalam

proses produksinya.

PT. PETROKIMIA Gresik adalah perusahaan yang bergerak dalam

industri pupuk. Produk pupuk yang dihasilkan oleh PT. PETROKIMIA Gresik

adalah pupuk ZA,NPK,UREA,PHONSKA. Disamping itu PT.PETROKIMIA

Gresik juga menghasilkan produk lain berupa Amoniak, yang digunakan sebagai

bahan tambahan pembuatan pupuk jenis UREA.

PT.PETROKIMIA Gresik


(16)

sendiri khususnya dalam bagian ZA, terkadang mengalami perbedaan hasil

produksi dengan peramalan data sebelumnya, dikarenakan adanya perbedaan

antara masing – masing stasiun kerja yang masih terdapat kekurangan jam kerja

produksi, dan juga berpengaruh pada banyaknya permintaan konsumen serta

pemenuhan pupuk bersubsidi ke pemerintah,. Maka kendala yang di hadapi adalah

apakah kapasitas waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diterapkan metode

Rought

Cut Capacity Planning

(

RCCP

).

Rought Cut Capacity Planning

merupakan

“analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia

didalam memenuhi jadwal induk produksi (

Master Production Schedule

) yang

telah ditetapkan”. Dengan kata lain, proses ini akan menghasilkan jadwal induk

produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan gambaran tentang

ketersediaan kapasitas untuk memenuhi target produksi yang disusun dalam

jadwal induk produksi. Waktu produksi secara umum diukur dalam bentuk waktu

(jam/bulan) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuam manusia Dengan

menggunakan metode

Rought Cut Capaciy Planning

tersebut diharapkan

perusahaan mampu membuat perencanaan produksi yang tepat sehingga dapat

memenuhi permintaan konsumen.

1.2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka masalah yang ada dapat

dirumuskan sebagai berikut :

“ Bagaimana merencanakan kapasitas waktu

produksi dengan Metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP)?


(17)

1.3

Batasan Masalah

Dengan tanpa mengurangi maksud dan tujuan penelitian serta untuk

menyederhanakan penelitian, maka penulis melakukan pembatasan masalah yaitu

sebagai berikut :

1.

Data permintaan produk Pupuk ZA yang diambil adalah periode bulan

Januari 2009 sampai dengan Desember 2010.

2.

Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya

perencanaan waktu produksi menggunakan

Rought Cut Capacity Planning

(RCCP) berdasarkan Bill Of Labour (BOL).

3.

Jenis produk yang akan dibahas adalah produk Pupuk ZA dan pada

perusahaan ini tidak memperhitungkan biaya (financial yang terkait).

4.

Karena sudah menggunakan 3 shift maka tidak memungkinkan penambahan

jam lembur.

5.

Tidak memperhitungkan hasil output produksi.

1.4

Asumsi

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yaitu sebagai berikut:

1.

Tidak adanya perubahan komposisi produk selama periode perencanaan.

2.

Material dan bahan – bahan penunjang lainnya selalu tersedia.


(18)

1.5

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis yaitu:

1.

Menentukan kapasitas waktu produksi Pupuk ZA di tiap – tiap stasiun kerja di

PT.PETROKIMIA Gresik .

2.

Merencanakan kapasitas waktu produksi yang optimal yang diperlukan untuk

memenuhi permintaan konsumen.

3.

Merencanakan dan meramalkan Jadwal Induk Produksi pada beberapa bulan

berikutnya.

1.6

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1.

Penulis

Untuk menambah pengetahuan mengenai perencanaan kapasitas dan

pengendalian aktivitas produksi dengan menggunakan metode Rough Cut

Capacity Planning (RCCP) serta studi banding antara pengetahuan secara teori

dan kenyataan dilapangan.

2.

Perusahaan

Dapat mengetahui waktu produksi yang ada dalam perusahaan guna

mencukupi waktu produksi yang diperlukan berdasarkan hasil peramalan

permintaan konsumen pada masa mendatang dengan menggunakan metode

RCCP

dengan teknik Bill Of Labour (BOL).

3.

Universitas

Sebagai referensi bagi mahasiswa aktif dan sebagai alat perbandingan untuk

melakukan penelitian ini lebih lanjut oleh mahasiswa teknik industri


(19)

selanjutnya, khususnya mengenai perencanaan kapasitas dan pengendalian

aktivitas produksi dengan mengunakan metode

RCCP

dengan teknik

Bill Of

Labour

(BOL) .

1.7

Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dalam memahami penelitian ini, maka berikut disajikan

sistem penulisan yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.

BAB I

PENDAHULUAN

Berisi gambaran umum masalah yang terdiri dari Latar Belakang,

Tujuan, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Asumsi, Manfaat

Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang landasan teori yang menjadi refrensi atau acuan

yang akan digunakan untuk melakukan pembahasan dan analisa

masalah nantinya, yang berisi teori-teori metode

RCCP

serta

teori-teori pendukung lainnya.

BAB III METODE PENELITIAN

Mencakup lokasi pencarian data, metode pengumpulan data dan

pengolahan data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi hasil dan pembahasan data yang didasarkan atas teori yang

telah diuraikan di atas dengan menggunakan data-data yang telah

didapat selama penelitian.


(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini menyimpulkan dan memberikan saran dari hasil

penelitian dan pengolahan data tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(21)

2.1. Pengukuran Waktu Kerja

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha – usaha menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :

a. Man Power Planning ( perencanaan kebutuhan tenaga kerja ). b. Estimasi biaya – biaya untuk upah karyawan atau pekerja. c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.

d. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan atau pekerja yang berprestasi.

e. Indikasi keluaran ( output ) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja. Pada garis besarnya teknik – teknik pengukuran waktu kerja ini dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu pengukuran waktu secara langsung dan pengukuran waktu secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian karena pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan. Dua cara termasuk didalamnya adalah cara pengukuran kerja dengan menggunakan jam henti (stopwatch time-study) dan sampling kerja (work sampling). Sebaliknya pengukuran waktu secara tidak langsung yaitu


(22)

melakukan perhitungan waktu kerja tanpa si pengamat harus di tempat pekerjaan yang di ukur (Wignojosoebroto, 2003).

Tujuan utama dari aktivitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Jadi waktu baku pada dasarnya adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk suatu sistem kerja yang dijalankan pada saat pengukuran berlangsung sehingga waktu penyelesaian tersebut juga hanya berlaku untuk sistem kerja tersebut. Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran waktu kerja hendaknya dilaksanakan apabila kondisi dan metoda kerja dari pekerjaan yang akan diukur sudah baik. Jika belum maka, kondisi yang ada ini hendaknya diperbaiki dan kemudian distandartkan terlebih dahulu. Mempelajari kondisi kerja dan cara / metoda kerja kemudian memperbaiki serta membakukannya adalah sesuatu yang dilakukan dalam langkah penelitian pendahluan yang harus dipersiapkan dalam pengukuran waktu kerja (Wignojosoebroto, 2003).

2.2 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti ( Stop watch )

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop-watch time study)

diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W.Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metoda ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan – pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang – ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standart penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu.


(23)

Menurut Wignojosoebroto (2003) Secara garis besar langkah – langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan stop watch adalah :

1. Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.

2. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti lay out, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan.

3. Membagi operasi kerja dalam elemen – elemen kerja sedetail – detailnya tapi masih dalam batas – batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

4. Mengamati, mengukur dan mencatat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan elemen – elemen kerja tersebut.

5. Menetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Meneliti apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak. Dan kemudian menguji keseragaman data yang diperoleh.

6. Menetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka performance dianggap normal (100 %).

7. Menyesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditujukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.


(24)

8. Menetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.

Waktu longgar yang akan diberikan ini guna mengahadapi kondisi – kondisi seperti kebutuhan personil yang besifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material.

9. Menetapkan waktu kerja baku (standart time), yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.

2.2.1 Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja

Ada tiga metode umum yang dipakai untuk mengukur elemen – elemen kerja dengan menggunakan jam henti (stop watch) yaitu pengukuran waktu secara terus menerus (continous timing), pengukuran waktu secara berulang – ulang

(repetitive timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing).

Adapun uraian cara pengukuran dan pencatatan waktu kerja adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran waktu kerja secara terus menerus (continous timing).

Pada pengukuran waktu secara terus menerus ini, pengamat kerja akan menekan tombol stop watch pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stop watch berjalan secara terus menerus sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Disini pengamat kerja terus mengamati jalannya jarum stop watch dan mencatat pembacaan waktu yang ditujukan setiap akhir dari elemen – elemen kerja pada lembar pengamatan.


(25)

Waktu sebenarnya dari masing – masing elemen diperoleh dari pengurangan pada saat pengukuran waktu selesai dilaksanakan.

2. Pengukuran waktu kerja secara berulang – ulang (repetitive timing).

Pada pengukuran ini kadang – kadang disebut snap back method. Disini jarum penunjuk stop watch akan selalu di kembalikan (snap – back) lagi ke posisi nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur. Setelah dilihat dan dicatat waktu kerja diukur kemudian tombol ditekan lagi dan segera jarum penunjuk bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Dengan cara demikian maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur akan dapat dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengurangan seperti yang dijumpai dalam metoda pengukuran secara terus menerus (continous timing).

3. Pengukuran waktu kerja akumulatif.

Pada metode pengukuran waktu secara akumulatif ini memungkinkan pembaca membaca data secara langsung untuk masing – masing elemen kerja yang ada. Dalam cara ini akan digunakan dua atau lebih stop watch yang akan bekerja sama secara bergantian. Stop watch ini akan didekatkan sekaligus pada papan pengamatan dan dihubungkan dengan suatu tuas. Apabila stop watch pertama dijalankan, maka stop watch kedua dan ketiga berhenti dan jarum akan tetap pada posisi nol. Apabila elemen kerja sudah berakhir maka tuas ditekan yang akan menghentikan gerakan jarum dari stop watch pertama dan menggerakkan stop kedua untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Metode akumulatif ini memberikan keuntungan didalam hal pembacaan akan mudah dan lebih teliti karena jarum stop watch tidak dalam keadaan bergerak


(26)

pada saat pembacaan data waktu dilaksanakan seperti halnya yang kita jumpai untuk pengukuran kerja dengan menggunakan satu stop watch. ( Wignjosoebroto , 2003)

2.2.2. Langkah – langkah Dalam Melaksanakan Pengukuran Waktu Kerja

Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam mengukur waktu kerja, maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran dan jumlah pengukuran. Menurut Sutalaksana (2005), langkah – langkah yang perlu dilakukan dalam mengukur waktu kerja yaitu :

1. Menetapkan tujuan pengukuran

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal–hal penting yang harus diperhatikan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran.

2. Melakukan penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mempelajari sistem dan kondisi kerja yang ada dengan maksud melakukan perbaikan jika diperlukan agar diperoleh kondisi kerja yang baik.


(27)

3. Memilih operator

Operator yang melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Operator ini haruslah mempunyai persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik. Starat – syarat tersebut adalah kemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

4. Melatih operator

Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu, karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan. Terutama bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator.

5. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan

Disini pekerjaan dipecahkan menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen – elemen inilah yang diukur waktunya (waktu siklus). Adapun alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen – elemenya yaitu untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan, untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen , untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku, dan memungkinkan dikembangkannya data waktu standart atau tempat kerja yang bersangkutan.


(28)

Setelah kelima langkah diatas dijalankan dengan baik, maka langkah terakhir sebelum melakukan pengamatan yaitu menyiapkan alat – alat yang diperlukan, yaitu :

a. Jam henti

b. Lembaran – lembaran pengamatan c. Pena atau pensil

d. Papan pengamatan

2.2.3. Waktu Baku

Waktu baku digunakan untuk menunjukan kemampuan rata-rata satu operator yang terlatih dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dalam keadaan normal (Niebei, 1988). Jika pengukuran – pengukuran telah selesai,langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehinggga memberikan waktu baku. Untuk mendapatkan waktu baku maka ditempuh langkah – langkah berikut:

a. Menghitung waktu siklus rata – rata setiap elemen kegiatan (Ws) :

Ws =

N Xij

( 2.9 ) b. Menghitung waktu normal (Wn) :

Wn = Ws x p ( 2.10 )

Keterangan :

Wn = Waktu Normal Ws = Waktu Siklus P = Performence

∑ x = Jumlah waktu operasi pada pengamatan N = Jumlah data


(29)

Wb = Waktu Baku

dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini digunakan untuk menormalkan dari pengamatan yang diperoleh jika operator bekerja dengan kecepatn tidak wajar.

c. Menghitung waktu baku ( Wb ) :

Wb = Wn x

 

%allowance

% 100

% 100

 ( 2.11 )

2.2.4. Kelonggaran

Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata – ratanya. Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu hal yang lain kerap kali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan.

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi (personil) menghilangkan rasa fatique, dan hambatan – hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal – hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran ini tidak diamati, diukur, dicatat, ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.( Sutalaksana, 2005 ).

Kelonggaran dapat meliputi tiga hal :

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal – hal seperti minum sekedarnya untuk menhilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap–


(30)

cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menhilangkan ketegangan ataupunkejenuhan dalam bekerja.

Kebutuhan – kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak tidak bisa, misalnya sesorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap – cakap sepanjang jam kerja. Larangan demikian tidak sengaja merugikan pekerja ( karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar ) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikan pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hamper dapat dipastikan produktivitasnya menurun.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti ini berbeda – beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri – sendiri dengan tuntutan yang berbeda – beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnyakelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis.

Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan – pekerjaan ringan pada kondisi – kondisi kerja normal pria memerlukan 2 – 2,5 % dan wanita 5 %. persentase ini adalah (waktu normal). ( Sutalaksana, 2005 ).

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja


(31)

dan mencatat ada saat – saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat – saat mana menurunya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.

Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerjja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggita badan yang besangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki.

Hal demikian jarang terjadi karena berdasrkan pengalamannya, pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gearakan – gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa fatique ini. ( Sutalaksana, 2005 )

3. Kelonggaran untuk hambatan – hambatan tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidaka akan lepas dari berbagai “ hambatan “. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan mengaggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tidak terhindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.

Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi hambatan yang kedua walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan waktu baku.


(32)

Beberapa contoh yang termasuk dalam hambatan tak terhindarkan adalah : 1. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

2. Melakukan penyesuaian – penyesuaian mesin.

3. Menperbaiki kemacetan – kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya. 4. Mengasah peralatan potong.

5. Mengambil alat – alat khusus atau bahan – bahan khusus dari gudang. 6. Hambatan – hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun

bahan.

7. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.

Besarnya hambatan untuk kejadian – kejadian seperti ini sangat bervariasi dari satu pekerjaan lain bahkan stasiun kerja kestasiun kerja lain karena banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian suplay alat dan bahan, dan sebagainya. ( Sutalaksana, 2005 )

2.3 Faktor Penyesuaian ( Rating Performance )

Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator ini dikenal sebagai “ Rating Performance “. Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa “ dinormalkan “ kembali. Ketidak-normalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Rating

adalah suatu persoalan penilaian merupakan bagian dari aktivitas pengukuran kerja dan untuk menetapkan waktu baku penyelesaian kerja tidak bisa tidak faktor penilaian terhadap tempo kerja operator harus dibuat time study analyst.


(33)

Westing House System’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja. Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi

performance manusia, maka Westing House menambahkan lagi dengan kondisi kerja (working condition) dan consistency dari operator dalam melakukan kerja. Untuk table Performance Rating Westing House dpat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1.

Performance Rating dengan Sistem Westing House

SKILL EFFORT

+ 0,15 A1 Superskill + 0,13 A2

+ 0,11 B1 Excellent + 0,08 B2

+ 0,06 C1 Good + 0,03 C2 0,00 D Average + 0,05 E1 Fair + 0,010 E2 + 0,16 F1 Poor + 0,022 F2

+ 0,13 A1 Superskill + 0,12 A2

+ 0,10 B1 Excellent + 0,08 B2

+ 0,05 C1 Good + 0,02 C2

0,00 D Average + 0,04 E1 Fair + 0,08 E2

+ 0,012 F1 Poor + 0,17 F2

CONDITION CONSISTENCY

+ 0,06 A Ideal + 0,04 B Excellent + 0,02 C Good 0,00 D Average - 0,33 E Fair - 0,07 F Poor

+ 0,04 A Ideal + 0,03 B Excellent + 0,01 C Good 0,00 D Average - 0,02 E Fair - 0,04 F Poor

Sumber Wignojosoebroto (2003 )

Metode Westing House ini mempertimbangkan empat buah faktor dalam mengevaluasi performance rating, antara lain :


(34)

1. Keterampilan ( skill ) adalah “ Kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan suatu metode yang diberikan “. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman, ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.

2. Usaha ( effort ) adalah “ Kesungguhan yang ditujukkan atau diberikan oleh seorang operator saat melaksanakan pekerjaanya”. Usaha ditunjukkan oleh kecepatan pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada tingkat yang tertinggi oleh operator.

3. Kondisi ( condition ) adalah “ Kondisi fisik lingkungan di tempat kerja “, yang meliputi keadaan pencahayaan, temperature dan kebisingan ruangan. Kondisi merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada operator dan bukan pada operasi.

4. Konsistensi ( consistency ) adalah “ Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam melaksanakan pekerjaanya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan, karena pada kenyataanya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang sama pada pencatatan, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna ( perfect ) jika waktu penyelesaianya selalu sama setiap saat.

“ Skill dan Effort “ dibagi menjadi superskill, excellent, good, average, fair,

dan poor. Sedangkan “ Condition dan Consistency “ dibagi menjadi ideal, excellent,good, average, fair, dan poor. ( Wignjosoebroto, 2003 ).


(35)

2.4 Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi merupakan kegiatan yang bertujuan arah awal dari tindakan – tindakan yang harus dilakukan dimasa mendatang, apa yang harus dilakukan, berapa banyak melakukannya dan kapan harus melakukan. Oleh karena itu perencanaan tidak akan selalu memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan dalam rencana tersebut, sehingga setiap perencanaan yang dibuat harus dievaluasi secara berkala dengan jalan melakukan pengendalian.

Pekerjaan pengendalian produksi akan sangat bergantung pada ada tidaknya penyimpangan dalam pelaksanan produksi terhadap rencana produksi yang telah dibuat sebelumnya. Bila penyimpangan yang terjadi cukup besar, maka perlu diadakan tindakan – tindakan penyesuaian untuk membenahi penyimpangan yang terjadi. Hasil penyesuaian yang dilakukan ini akan menjadikan dasar dalam menyusun rencana produksi selanjutnya.

Dengan mempersiapkan rencana produksi, kita harus memikirkan bahwa jika ada permintaan yang harus dipenuhi, menurut Nasution (2006) terdapat tiga macam sumber yang dapat digunakan dalam mempersiakan rencana produksi yaitu :

1. Persediaan yang ada atau yang sedang dilakukan. 2. Persediaan yang ada atau yang masih digudang. 3. Produksi dan persediaan yang masih ada.

Peranan perencanaan produksi adalah mengkoordinasikan kegiatan dari bagian – bagian yang langsung dan tidak langsung menjadwalkan, dan mengendalikan kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, proses sampai


(36)

output yang dihasilkan sehingga perusahaan betul – betul dapat menghasilkan barang dan jasa dengan efektif dan efisien.

Dalam menjadwalkan kegiatan produksi tersebut maka tahap perencanaanya harus mempunyai sifat berjangka waktu, berjenjang, terpadu, terukur, berkelanjutan, realistis, akurat, dan menantang. ( Nasution, 2006 )

Dalam perencanaan produksi terdapat tiga jenis perencanaan berdasarkan periode waktu yang dicakup perencanaan produksi tersebut, yaitu :

1. Perencanaan produksi jangka panjang

Perencanaan biasanya melihat 5 tahun atau lebih kedepan. Dalam artian perencanaan produksi jangka panjang berhubungan dengan efek apa yang muncul dimasa mendatang terhadap tujuan sistem dan tindakan apa yang diperlukan dalam menyesuaikan terhadap perubahan tersebut.

2. Perencanaan produksi jangka menengah

Perencanaan produksi jangka menengah mempunyai horizon antara 1 sampai 12 bulan, dan dikembangkan berdasarkan kerangka yang telah ditetapkan pada perencanaan produksi jangka panjang. Perencanaan ini didasarkan pada peramalan permintaan tahunan dari bulan dan sumber daya produktif yang ada ( jumlah tenaga kerja, tingkat persediaan, biaya produksi, jumlah supplier, dan subkontraktor ), dengan asumsi kapasitas produksi relatif tetap.

3. Perencanaan produksi jangka pendek

Perencanaan produksi jangka pendek mempunyai horizon perencanaan kurang dari 1 bulan, dan bentuk perencanaanya adalah berupa jadwal produksi. Tujuan dari dari jadwal produksi adalah menyeimbangkan permintaan actual (


(37)

yang dinyatakan dengan jumlah pesanan yang diterima ) dengan sumber daya yang tersedia ( jumlah departemen, waktu shift yang tersedia, banyaknya operator, tingkat persediaan yang dimiliki dan peralatan yang ada ),sesuai batasan–batasan yang ditetapkan pada perencanaan agregat.( Nasution, 2006 ).

2.5 Perencanaan produksi agregat

Dalam lingkungan industri, pertimbangan perencanaan agregat mencakup persediaan, penjadwalan kapasitas, dan sumber daya. Semakin besar fasilitas industry, masalah perencanaan dan pengendalian menjadi semakin sukar. Bagian perencanaan dan pengendalian produksi harus menjadwalkan produksi untuk memenuhi permintaan berbagai produk yang berbeda, sehingga jadwal induk yang memenuhi kebijaksanaan operasi dan pelayanan konsumen perusahaan harus dicari (Kusuma, 2004).

Perencanaan produksi agregat merupakan produksi jangka menengah. Perencanaanya berkisar antara 1 sampai 24 bulan atau bisa bervariasi dari 1 sampai 3 tahun. Perencanaan tersebut tergantung pada karakteristik produk dan jangka waktu produksi. Tujuan dari perencanaan agregat ini adalah menyusun suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber – sumber atau alternative – alternative yang tersedia dengan biaya yang paling minimum keseluruhan produk. Perencanaan agregat ini merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai untuk penyusunan jadwal induk produksi ( JIP ). ( Baroto, 2004 )


(38)

Secara umum perencanaan produksi agregat dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar. 2.1.

Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi ( Nasution, 2006 )

Sedang yang dimaksud dengan perencanaan produksi yaitu bagaimana mengolah data yang ada, mulai dari meramalkan permintaan konsumen, menentukan kapasitas dan fasilitas produksi yang digunakan dan terakhir mengalokasikan permintaan yang ada pada alternative produksi yang dapat digunakan. Sehingga secara lebih sederhana pembuatan rencana produksi Agregat dapat dilihat pada gambar dibawah ini. ( Nasution, 2006 ).

Kebutuhan Gudang

Peramalan

Kebutuhan Komponen dan Pemeliharaan

Estimasi Permintaan Penyesuian

Persediaan Pesanan - pesanan

Perencanaan Produksi Agregat


(39)

PERIODIK

Gambar 2.2.

Prosedur Perencanaan Produksi Agregat ( Nasution, 2006 )

Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan di disagregatkan kedalam kebutuhan – kebutuhan tahapan waktu untuk masing – masing jenis produksi ( individual product ). Perencanaan disagregat ini disebut Jadwal Induk Produksi ( master production schedule, MPS ). Jadwal induk produksi ini biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara 6 sampai 12 bulan. Jadwal induk produksi ( MPS ) bukanlah merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisi tentang “ kapan “

PHASE 1 Peramalan Permintaaan Agregat

Time Series With Seasionals PHASE 4 Alokasi Pemintaan PadaPeriode Produksi Inventory Moving Average Exponential Smoothing Yang Lain Penetapan Tenaga Kerja : -Over time -Undertime Harga Promosi Waktu Pengiriman yang Fleksibel Produk Komplementer PHASE 2 Smooth Utilisasi Kapasitas PHASE 3 Penentuan Alternatif Produksi yang Layak

Variabel Tenaga Kerja : -Penyewaan -Pemberhentian Backorder Subkontrak Biaya Linier Trial and Error Heuristik dan Penentuan Model (cocok untuk semua

tipe biaya) Linear Decision Rute Biaya Non Linear

Linear Programming : -Transportation -Simplex Yang Lain REGULER


(40)

produksi harus diselesaikan MPS semakin berperan dalam sistem manufaktur yang besar.

2.6 Perencanaan Kapasitas Produksi

Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah output ( produk ) maksimum yang dapat menghasilkan suatu fasilitas produksi dalam selang waktu tertentu. Dari definisi tersebut, kapasitas terbagi atas tiga perspektif yaitu :

a. Kapasitas Desain

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal di mana tidak terdapat konflik penjadwalan, tidak ada produk yang rusak atau cacat, dan perawatan hanya yang rutin.

b. Kapasitas Efektif

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada tingkat operasi tertentu. Pada umumnya kapasitas efektif lebih rendah dari pada kapasitas desain.

c. Kapasitas Aktual

Kapasitas ini menunjukkan output nyata yang dapat dihasilkan oleh fasilitas produksi. Kapasitas actual sedapat mungkin harus diusahakan sama dengan kapasitas efektif.

Perencanaan kapasitas berusaha untuk mengintegrasikan faktor – faktor produksi untuk meminimasi ongkos fasilitas produksi. Dengan kata lain, keputusa – keputusan yang menyangkut kapasitas produksi harus mempertimbangkan faktor – faktor ekonomis fasilitas produksi tersebut, termasuk di dalamnya efisiensi dan utilitasnya, adapun faktor – faktor yang


(41)

mempengaruhi pembentukan kapasitas efektif ialah rancangan produk, kualitas bahan yang digunakan, sikap dan motifasi tenaga kerja, perawatan mesin / fasilitas, serta rancangan pekerjaan. Untuk perencanaan kapasitas dapat meliputi :

1. Perencanaan Kapasitas Jangka Pendek

Dalam jangka pendek perencanaan kapasitas digunakan untuk pengendalian produksi, yaitu untuk melihat apakah pelaksanaan produksi telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Perencanaan kapasitas jangka pendek ini dilakukan dalam jangka waktu harian sampai dengan satu bulan kedepan.(Kusuma, 2004)

2. Perencanaan Kapasitas Jangka Menengah

Dalam jangka menengah, perencanaan kapasitas digunakan untuk melihat apakah fasilitas produksi akan mampu merealisasikan jadwal induk produksi yang telah ditetapkan. Proses disagregasi telah menghasilkan suatu jadwal induk produksi yang “ kasar “. Dengan menggunakan teknik perhitungan kapasitas, maka jadwal tersebut dievaluasi sehingga diperoleh jadwal induk produksi yang lebih realistis.

Kurun waktu perencanaan kapasitas produksi yang dicakup ialah satu bulan sampai dengan satu tahun kedepan. Perencanaan dalam tahap jangka menengah ini diperlukan tambahan tools, waktu lembur, waktu shift kerja tambahan, dilakukannya subkontrak, atau penjadwalan yang lebih ketat. ( Kusuma, 2004 ).

3. Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang

Dalam jangka panjang ( dengan kurun satu sampai dengan lima tahun ke depan ) perencanaan kapasitas digunakan untuk merencanakan ekonomisasi


(42)

fasilitas produksi. Hal yang terpentik dalam perencanaan kapasitas jangka panjang ini ialah fasilitas yang akan dibangun, jenis mesin yang akan dibeli, atau produk – produk baru yang akan dibuat. Adapun hubungan aktivitas Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Perencanaan dan Pengendalian Produksi dapat dilihat pada bagan berikut ini : ( Kusuma, 2004 )

Perencanaan Produksi

Gambar. 2.3.

Hubungan Aktivitas Perencanaan Kapasitas dengan Perencanaan / Pengendalian Produksi

2.7 Waktu Produksi Tersedia

Waktu Produksi tersedia adalah waktu yang disediakan untuk melakukan proses produksi. Rated Capacity merupakan tingkat keluaran persatuan waktu yang menunjukkan bahwa fasilitas secara teoritik mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Menurut Handoko (2004) Rated Capacity dapat dihitung dengan rumus :

Jangka Panjang

Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya

Perencanaan Kebutuhan Kapasitas

Pengendalian input / output Jangka Menengah Perencanaan Kapasitas

Rought - Cut

Pengendalian Aktivitas Produksi Perencanaan Kebutuhan Bahan

Penjadwalan Produksi Jangka Pendek

Perencanaan Produksi

Jadwal Induk Produksi

Peramalan

Perencanaan Disagregat


(43)

Rated Capacity = Jumlah mesin x Jam kerja x Utilisasi x Efisiensi mesin ( 2.12 )

Jam kerja / bulan = Jam kerja / hari x Hari / minggu x Minggu / bulan

Dimana untuk menghitung utilisasi dan efisiensi adalah sebagai berikut :

Utilisasi =

Efisiensi =

2.8 Jadwal Induk Produksi Master Production Schedule ( MPS )

Perencanaan produksi menyatakan ukuran agregat dan output manufaktur suatu perusahaan. Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan di-desagregasikan kedalam kebutuhan – kebutuhan berdasarkan tahapan waktu untuk masing –masing jenis produk. Perencanaan ini disebut jadwal induk produksi. (

Master Production Schedule, MPS ). Master Production Schedule biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara 6 sampai 12 bulan. MPS bukan merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisikan informasi tentang “ kapan “ produksi harus dielesaikan.

( Nasution, 2006 )

Pada dasarnya jadwal induk produksi ( MPS ) merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir dari suatu perusahaan industry manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Aktivitas penjadwalan induk produksi ( Master Production Schedulling )

pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan perperbaharui jadwal Jam aktual yang digunakan untuk produksi

Jam yang tersedia menurut produksi

Jam standart yang diperoleh atau diproduksi Jam aktual yang digunakan untuk produksi


(44)

induk produksi,memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan MPS, memelihata aktivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. MPS berkaitan dengan pernyataan tentang produksi dan bukan pernyataan tentang pasar. MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian manufacturing sehingga seyogianya sebagian pemasaran juga mengetahui informasi yang ada pada MPS.

Penjadwalan induk produksi berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama yaitu sebagai berikut :

1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas material.

2. Menjadwalkan pesanan – pesanan produksi dan pembelian ( production and

purcahase order ) untuk item – item MPS.

3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.

4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk.

Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk ( MPS ) membutuhkan lima input utama yang ditunjukkan dalam gambar berikut :


(45)

Gambar. 2.4. Proses Penjadwalan Produksi Induk

Keterangan :

1. Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan dan pemesanan pesanan.

2. Status Inventory berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, pemesanan – pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan, dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak inventory yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan. 3. Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus

menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan sumber –sumber daya lain.

4. Data perencanaan berkaitan dengan Lost sizing yang digunakan, Shrinkage factor, safety stock, lead time dari masing –masing item.

5. Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk

mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. Pada dasarnya

Rougt Cut Capacity Planning ( RCCP )

PROSES : Penjadwalan Produksi Induk

( MPS ) INPUT :

1.Data Permintaan Total 2.Status Inventory 3.Rencana Produksi 4.Data Perencanaan 5.Informasi Data RCCP

OUTPUT :

Jadwal Produksi Induk ( MPS )


(46)

MPS merupakan aktivitas perencanaan yang berada pada level yang sama dalam hierarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas MRP. RCCP

menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk ( Master Scheduler ) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan ketidak sesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas tersedia.

Jadwal Induk Produksi ( JIP ) adalah suatu rencana produksi jangka pendek yang menggambarkan hubungan antara kuantitas tiap jenis produk akhir yang diinginkan dengan waktu penyediaanya. Secara garis besar pembuatan suatu JIP biasanya dilakukan atas tahapan – tahapan sebagai berikut :

 Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui besarnya permintaan produk tiap akhir periodenya.

 Menentukan besarnya kapasitas produksi yang diperlukan untuk memenuhi

 permintaan yang telah diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya dilakukan pada tingkat agregat, sehingga masih merupakan perencanaan global. Dalam tahapan ini diidentifikasi kemampuan dari setiap sumber daya yang dimiliki untuk menentukan kesanggupan berproduksi.

 Menyusun rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap ini merupakan penjabaran ( disagregasi ) dari rencana agregat sehingga akan dibuat dan periode waktu pembuatannya. Selain itu juga dijadwalkan sumber daya yang diperlukan. ( Safirin, 2003 )


(47)

2.9 Perencanaan Kapasitas Kasar Rought Cut Capacity Planning

( RCCP)

Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) digunakan untuk memverifikasi kapasitas yang diperlukan untuk membuat MPS ( Jadwal Induk Produksi ). Jangka waktu perencanaan RCCP ini sama dengan MPS, biasanya 1 – 3 tahun kedepan.

Sama seperti MPS, RCCP mendapatkan laporan yang dirubah pada saat produksi. Bagaimanapun, RCCP tidak mendapatkan komponen persediaan yang sudah diproduksi dan disimpan atau pada saat diproses, sehingga kapasitas yang dibutuhkan untuk proyek jangka pendek akan bermasalah. Sumber lain yang berpotensial untuk menjadi masalah adalah jika jadwal induk produksi tidak mengandung informasi tentang perencanaan pemesanan. Rought Cut Capacity Planning digunakan untuk membuat keputusan dalam mengatur kapasitas pada jangka waktu tertentu. Keputusan mungkin akan meliputi standart mesin dan subkontrak. ( Smith, 1989 )

Dalam jangka panjang, perhitungan dan perencanaan kebutuhan kapasitas dilakukan dengan metode Rougt Cut Capacity Planning. Analisis ini dilakukan untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia di dalam memenuhi jadwal induk produksi ( MPS ) yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, proses ini akan menghasilkan jadwal induk produksi yang telah disesuaikan., karena telah memberikan gambaran tentang ketersediaan kapasitas untuk memenuhi target produksi yang disusun dalam jadwal induk produksi. Hali ini dilakukan mengingat rencana induk produksi diturunkan dari optimasi ongkos – ongkos produksi sehingga tidak mencerminkan realita kebutuhan kapasitas


(48)

sebenarnya. Pada kenyataanya, keputusan – keputusan penambahan fasilitas baru, lembur atau subkontrak pada hakikatnya dihasilkan pada tahap ini. Jadi tujuan MPS adalah mewujudkan perencanaan agregat menjadi suatu perencanaan terpisah untuk masing – masing item individu . selain itu MPS juga dapat mengevaluasi jadwal – jadwal alternative dalam hal kebutuhan kapasitas, menyediakan input sistem dan membantu manajer produksi untuk mengahasilakn prioritas – prioritas untuk penjadwalan produksi.

Untuk melakukan perhitungan kebutuhan kapasitas dengan menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) dibutuhkan masukan berupa :

 Ramalan permintaan dan rencana produksi yang dihasilkan dari proses peramalan, perencanaan agregat, serta proses diisagregasi.

 Struktur produk dan bill of material-nya.

 Waktu Set Up dan waktu proses suatu produk di suatu departemen.

 Jumlah produksi yang ekonomis dari produk tersebut ( EPQ : Economic

Production Quantity ).

Keempat macam data tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung kebutuhan kapasitas periode per periode. Tahapan perhitungan kapasitas dengan menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ialah sebagai sebagai berikut :

Step 1 : Menentukan rencana produksi melalui proses peramalan dan proses perencanaan produksi.

Step 2 : Membuat struktur produk dan bill of material produk.

Step 3 : Menghitung standart waktu kerja ( Standart Run Hours : SRH ) dengan menggunakan persamaan berikut :


(49)

RunTime

EPQ SetupTime

SRH  

Keterangan : SRH : Menghitung standart waktu kerja

EPQ : Jumlah produksi yang paling ekonomis ( dalam satuan waktu per menit ).

SRH ini menunjukkan total waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu unit produk pada suatu kelompok mesin.

Step 4 : Menghitung kebutuhan sumber daya ( Bill of Resource ). Step 5 : Menghitung kebutuhan kasar kapasitas. ( Kusuma, 2004 )

RCCP merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam herarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber – sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial ( potensial bottleneck ) adalah untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat membantu manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu.

Jadi penyesuaian MPS akan dilakukan berdasarkan hasil dari analisa RCCP ini. Salah satu teknik pada proses RCCP adalah perencanaan kapasitas dengan menggunakan faktor – faktor keseluruhan. Teknik ini mengalokasikan kebutuhan – kebutuhan kapasitas untuk departemen – departemen, individu atau mencakup periode waktu 3 bulanan.

Apabila permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang ada maka akan berdampak seperti :


(50)

 Material terlanjur dibeli dan dibawa ke shop kemudian dikerjakan atau diproses.

 Terjadi antrian.

Lead time tinggi ( waktu menyelesaikan produk ).

Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian kapasitas dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Production planning Material requirements planning Master production schedule Production activity control Demand management Final assembly scheduling Resource requirement planning Rough cut capacity planning Capacity requirement planning Input/output control Long range Medium range Short range Capacity management techniques  

Gambar 2.5. Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian

kapasitas

Referensi : Chapter 12 Fogarthy D.W.,  Blackstone J.H.,  Hoffmann T.R.,  Production and  Inventory 

Management, South  Western Pub. Co,  1991 


(51)

2.10 Teknik – Teknik Rought Cut Capacity Planning ( RCCP )

Ada 3 teknik yang dipakai untuk mengembangkan laporan pembebanan mesin dalam menentukan kapasitas yang diperlukan, adalah :

1. Perencanaan Kapasitas mengganti seluruh factor ( Capacity Planning

Using Overall Factor, CPOF )

Data yang diperlukan:

o MPS

o Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk o Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya

Total Waktu Produksi = typical time x jumlah produksi ( MPS ) Waktu produksi pada tiap mesin atau sumber daya kunci.

= total waktu produksi x proporsi

WaktuTotal WaktuMesin

( 2.27 )

2. Bill of Labor

Yaitu daftar waktu penyelesaian suatu produk pada setiap work center. - Data yang diperlukan:

o MPS

o Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk o Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya

- Jika ada n produk, maka: Kapasitas yang diperlukan = untuk seluruh i,j - Dimana:

aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i

bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j


(52)

mounth

product

Berikut ini adalah tabel matrik pendekatan Rought Cut Capacity Planning

( RCCP ) dan Boll of Labour ( BOL ) : ( Smith, 1989 )

Matrik Waktu

1 2 3 . .

a11

a12

a13 . .

Matrik Produksi

J P M A M J J A S O N D

P1 b11 b12 b13 b14 b15 b16 b17 b18 b19 b20 b21 b22

Contoh Bill of Labour : 2 Produk, 2 bulan, 2 work center. BILL OF LABOR

P1 P2

WC1 a11 a12

WC2 a21 a22

MPS

M1 M2

P1 b11 b12

P2 b21 b22

WC

Produk

P

Produk Bulan

Produk


(53)

RCCP

c11 = a11 . b11 + a12 . b21

c12 = a11 . b12 + a12 . b22 c21 = a22 . b11 + a22 . b21

c22 = a21 . b12+ a22 . b22 ( 2.29 )

dimana :

Cij = kapasitas yang diperlukan untuk seluruh k periode j.

Aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i.

Bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j. www.ti.itb.ac.id/.../(pak%20oyo)%20RCCP%20BARU%202008.ppt

3. Resource profile approach (RPA)

Metode perhitungan mirip BOL + mempertimbangkan lead-time offset

Data yang diperlukan :

- Master product schedule ( jadwal induk produksi ) - Resource profile

 Pemilihan metoda RCCP

M1 M2

WC1 c11 c12

WC2 c21 c22

n

k kj ik

ij a b

c 1

mounth

WC

Re source Profile Maste r sche dule RCCP

Month

2 1 0 M1 M2 M3 Work M1 M2 M3

Product Product Center

p1 p1 WC1

p2 a212 a212 a210 p2 b21 b22 b23 WC2 c21 c22 c23

2 1 0

b12 b13 c11 c12 c13

p1 a122 a121 a120

a110

Work Ce nte r 1

Month

b11 Time to

Due Date

a112 a111

b a b a c b a b a b a b a c b a b a b a b a b a b a c 23 210 13 110 11 23 211 22 210 13 111 12 110 11 23 212 22 211 21 210 13 112 12 111 11 110 11                  


(54)

1. Ukuran lot diasumsikan lot-for-lot

2. Metoda BOL lebih direkomndasikan dari pada Metoda CPOF

3. Resource profile approach  produk yang manufacture leadtime lama (contoh : airplane, machine tools).

2.11. Peramalan

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan ataupun jasa.

Peramalan akan menunjukkan kecenderungan – kecenderungan dalam kebutuhan manufaktur dikemudian hari. Kebijakan – kebijakan pergantian regu kerja, rencana untuk peningkatan atau penurunan aktivitas manufaktur, atau kemungkinan perluasan pabrik sering dapat didasarkan pada ramalan – ramalan tersebut. Setiap kebijakan perusahaan tidak akan terlepas dari usaha untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat atau meningkatkan keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuannya pada masa akan datang. ( Nasution, 2006 ).

Dalam hubungannya dengan waktu peramalan, maka peramalan bisa diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu :

1. Peramalan jangka panjang

Peramalan ini umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan produk dan perencanaan sumber – sumber daya. 2. Peramalan jangka menengah

Peramalan ini umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih mengkhusus dibandingkan peramalan jangka panjang, biasanya digunakan


(55)

untuk menentukan aliran kas, perencanaan peroduksi, dan penentuan anggran.

3. Peramalan jangka pendek

Peramalan ini umumnya 1 sampai 5 tahun minggu. Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur, penjadwalan kerja, dan lain – lain keputusan kontrol jarak pendek.

Apabila dilihat dari sifat penyusunan maka peramalan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

1. Peramalan subjektif

Merupakan peramalan yang lebih menekankan pada keputusan – keputusan hasil diskusi, pendapat pribadi dan intuisi seseorang yang melakukannya.

2. Peramalan objektif

Merupakan peramalan yang didasrkan atas data yang relevan dengan masalah , dengan mengunakan teknik dan penganalisaan data tersebut. Untuk lebih memastikan bahwa peramalan yang dilakukan dapat mencapai taraf ketepatan yang optimal, maka beberapa prosedur yang yang perlu

diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Menganalisa data masa lalu, yang dilakukan dengan cara mmbuat tabulasi dari data masa lalu. Dari tabulasi data, maka dapat diketahui pola dari data tersebut.

2. Menentukan metode yang digunakan. Metode peramalan yang baik adalah metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan yang sekecil mungkin.


(56)

3. Memproyeksikan data masa lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan, mempertimbangkan beberapa faktor.faktor – faktor perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan kebijakan – kebijakan yang mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi dan penemuan – penemuan baru dan perbedaan dengan hasil ramalan yang ada dengan kenyataanya. ( Nasution, 2006 )

2.12. Metode Peramalan

Untuk membuat peramalan permintaan, harus menggunakan suatu metode tertentu. Pada dasarnya, semua metode peramalan memiliki ide sama, yaitu menggunakan data masa lalu untuk memperkirakan atau memproyeksikan data dimasa akan datang. ( Baroto Teguh, 2004 )

Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh :

1. Pengetahuan teknik tentang informasi data masa lalu yang dibutuhkan, informasi ini berisikan data kuantitatif.

2. Teknik dan metode peramalan.

Baik tidanya suatu peramalan yang disusun, disamping ditentukan oleh metode yang dipergunakan, juga ditentukan oleh baik tidaknya informasi kuantitatif yang dipergunakan. Selama informasi yang dipergunakan tidak dapat meyakinkan, maka hasil peramalan sukar dapat dipercaya ketepatanya.


(57)

Adapun kegunaan dari metode peramalan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan kebijaksanaan dalam penyusunan anggaran. 2. Untuk mengendalikan persediaan bahan baku.

3. Untuk membantu kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi 4. Untuk mengadakan rencana perluasan perusahaan

5. Untuk pengawasan atas pembelanjaan. ( Nasution Arman, 2006 ) Berdasarkan pola data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka metode peramalan yang tepat untuk digunakan adalah :

a. Simple Average

Metode ini digunakan jika diagram dari data masa lalu yang naik turun (acak). Adapun nilai tersebut diperoleh dengan rumus :

Ft = a + bt ( 2.13 )

a,b konstanta yang didapat berdasarkan rumus :

a. 2 2

) ( ) )( ( X X N Y X XY N      

( 2.14 )

b. N X b N Y  

( 2.15 )

Dimana :

Y = Dependent variable (variabel yang dicari)

X = Independent variable (variabel yang mempengaruhinya).

b.Metode Single dan Double Exponensial Smoothing

Metode ini menjelaskan sekelompok metode yang menunjukkan pembobotan secara eksponensial terhadap nilai observasi yang lebih tua. Oleh karena itu metode ini disebut prosedur pemulusan (smoothing) eksponensial.


(58)

Dalam penukisan penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode pemulusan (smoothing) eksponensial tunggal (single) dan ganda

(double).

1. Adapun persamaan dari metode Single Exponensial Smoothing ini adalah sebagai berikut :

   

 

N X N X F

F t t N

t

t 1 ( 2.16 )

Dimana :

Ft = nilai peramalan

Xt = data permintaan aktual periode t

Xt –1 = data permintaan aktual lama

N = jumlah data permintaan yang dilibatkan dalam perhitungan 2. Dan juga persamaan Metode Double Exponensial Smoothing adalah :

Ft + m = a1 + b1 m ( 2.17 )

Dimana m adalah jumlah periode ke muka yang diramalkan dan a, b adalah konstanta yang didapat dengan rumus :

a1 = ( S’t - S’’t ) = 2S’t – S”t ( 2.18 )

b1 = ( )

1

" '

t

t S

S

 ( 2.19 )

dimana :

S’t = nilai pemulusan eksponensial tunggal

S”t = nilai pemulusan eksponensial ganda


(59)

2.13. Ukuran Akurasi Hasil Peramalan

Ukuran statistik standart yang sering digunakan untuk pengukuran ketepatan metode peramalan dimana terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode serta n buah kesalahan adalah :

1. Kesalahan Rata – rata (ME) dan Kesalahan Rata – rata Kuadrat (MSE). Kesalahan rata – rata dapat dirumuskan sebagai berikut :

n F A ME n t t t

 1 ( 2.20 )

dimana :

At = permintaan actual pada periode t

Ft = ramalan permintaan untuk periode t

n = jumlah periode yang digunakan untuk peramalan

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis MSE dapat dirumuskan sebagai berikut :

 1 2 n F A

MSE t t ( 2.21 )

2. Standart Deviasi Kesalahan (SDE) dan Deviasi Absolute Rata – rata (MAD).

Rumus dari standart deviasi kesalahan adalah :

1 2   

n F A

SDE t t ( 2.22 )

dimana :


(60)

Ft = ramalan permintaan untuk periode t

n = jumlah periode yang digunakan untuk peramalan

MAD merupakan rata – rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil disbanding kenyataanya.

Secara sistematis MAD dapat dirumuskan sebagai berikut :

n F A

MAD t t ( 2.23 )

3. Kesalahan persentase (Pei) dan Kesalahan Persentase Rata – rata (MPE). Kesalahan persentase dirumuskan sebagai berikut :

% 100

x A

F A PE

t t t t

 ( 2.24 )

dimana :

At = permintaan aktual pada periode t

Ft = ramalan permintaan untuk periode t

n = Jumlah periode yang digunakan untuk peramalan

Sedangkan rumus dari kesalahan persentase rata – rata adalah :

n PE MPE

i n

i

 1 ( 2.25 )

4. Kesalahan Persentase Absolute Rata – rata (MAPE)

MAPE merupakan ukuran kesalahan relative. MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil


(61)

peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu atau terlalu rendah. Secara sistematis MAPE dapat dinyatakan sebagai berikut :

n PE MAPE n i

 1 1

atau 

      t t t A F A n

MAPE 100 ( 2.26 )

dimana :

PEi = Kesalahan Persentase (Pei)

At = permintaan aktual pada periode t

Ft = ramalan permintaan untuk periode t

n = Jumlah periode yang digunakan untuk peramalan. ( Safirin, 2003 )

2.14. Uji Kondisi Diluar Kendali Moving Average Chart ( MRC )

Setelah didapat fungsi peramalan dengan deviasi standart kuadrat rata – rata kesalahan peramalan terkecil ( MSE terkecil ), kemudian perlu diadakan verifikasi apakah fungsi tersebut dapat diterapkan atau tidak, maka alat yang dipakai adalah MRC ( Moving Average Chart ).

Cara membuat MRC ( Moving Average Chart ) adalah sebagai berikut :

MR =                      1 1 t t t

t y y y

y

dimana :

MR : Moving Range 

t

y : Data hasil peramalan periode tertentu t

y : Data permintaan periode tertentu 

1

t


(62)

1  t

y : Data permintaan 1 periode sebelumnya

Adapun rata – rata moving range didefinisikan sebagai berikut :

1

 

n MR MR

Dimana :

MR : Rata – rata moving range

n : Jumlah periode

Garis tengah peta moving range adalah pada titik nol. Batas control atas dan bawah pada peta moving range adalah :

 

MR

BKA 2,66.  

MR

BKA 2,66.

Sementara itu, variabel yang akan diplot ke dalam peta Moving Range adalah :

y y ytt

 

Untuk uji yang paling tepat bagi kondisi diluat kendali adalah dengan cara membagi peta kendali ke dalam 6 bagian dengan selang yang sama. Yaitu daerah A adalah daerah luar ±2/3 (2,66.MR) = ±1,77.MR (diatas + 1,77 MR dan dibawah -1,77.MR ). Daerah B adalah daerah luar ± 1/3 ( 2,66.MR ) = ± 0,89.MR ( diatas + 0,89 MR dan dibawah -0,89 MR ).

Kondisi control out of control pada peta moving range adalah :

1. Adanya titik yang berada diluar batas kendali atas maupun kendali bawah.

2. Dari tiga titik berturut – turut, ada dua atau lebih titik yang berada di daerah A.


(1)

2. Stasiun kerja 2 (pemisahan kristal) selalu meningkat terus menerus dari bulan Jan 2011 sebesar 2720.29 Jam/bulan sampai bulan Desember 2011 sebesar 2741.89 Jam/bulan.

3. Stasiun kerja 3 (penggeringan produk) selalu meningkat terus menerus dari bulan Jan 2011 sebesar 2777.06 Jam/bulan sampai bulan Desember 2011 sebesar 2797.10 Jam/bulan.

4. Stasiun kerja 4 (Pengepakan )selalu meningkat terus menerus dari bulan Jan 2011 sebesar 10461.12 Jam /bulan sampai bulan Desember 2011 sebesar 10544.34 Jam/ bulan, Dan dari hasil perhitungan juga dapat diketahui waktu produksi tersedia yang dimulai dari proses reaksi dan kristalisasi, pemisahan Kristal, penggeringan produk, dan Pengepakan. Sehingga didapat perincian sebagai berikut :

1. Proses reaksi dan kristalisasi sebesar 8465.18 jam/bulan 2. Proses pemisahan kristal sebesar 5871.18 jam/bulan

3. Proses penggeringan produk sebesar 2962.15 jam/bulan \bulan 4. Proses Pengepakan sebesar 3023.28 jam/bulan

Dari perbandingan kebutuhan kapasitas dengan kapasitas waktu tersedia diketahui bahwa pada stasiun kerja proses pemisahan Kristal, dan Pengeringan produk sudah memenuhi kebutuhan kapasitas produksi di karenakan waktu yang tersedia lebih besar dari kebutuhan kapasitas, sedangkan stasiun kerja proses reaksi dan kristalisasi dan proses pengepakan produk masih mengalami kekurangan kapasitas produksi.


(2)

Berdasarkan analisa menggunakan metode Rough Cut Capacity Planning (RCCP), maka perusahaan memerlukan adanya penambahan mesin dan tenaga kerja di stasiun kerja proses reaksi dan kristalisasi dan proses pengepakan produk.

Karena pada PT.PETROKIMIA GRESIK proses produksinya kontinyu dan perusahaan sudah menggunakan 6 hari kerja dengan 3 shift per hari, sehingga pada stasiun kerja proses reaksi dan kristalisasi dan proses pengepakan produk tidak mungkin dilakukan jam lembur lagi.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan perhitungan dan analisa tentang perencanaan kapasitas produksi ( RCCP ) yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kapasitas waktu produksi di tiap–tiap stasiun kerja di PT. PETROKIMA GRESIK ;

1. Stasiun kerja 1 Proses reaksi dan kristalisasi sebesar 8465.18 jam/bulan. 2. Stasiun kerja 2 Proses pemisahan kristal sebesar 5871.18 jam/bulan. 3. Stasiun kerja 3 Proses penggeringan produk 2962.15 jam/bulan \bulan 4. Stasiun kerja 4 Proses pengepakan sebesar 3023.28 jam/bulan.

2. Perencanaan kapasitas waktu produksi yang optimal yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen dari periode bulan jan sampai Des 2011 adalah sebagai berikut

1. Proses reaksi dan kristalisasi selalu meningkat terus menerus dari bulan Jan 2011 sebesar 14642.11 Jam /bulan sampai bulan Desember 2011 sebesar 14758.40 Jam/bulan.

2. Proses pemisahan kristal selalu meningkat terus menerus dari bulan Jan 2011 sebesar 2720.29 Jam/bulan sampai bulan Desember 2011 sebesar 2741.89 Jam/bulan


(4)

3. Proses penggeringan produk selalu meningkat terus menerus dari bulan Jan 2011 sebesar 2777.06 Jam/bulan sampai bulan Desember 2011 sebesar 2797.1 Jam/bulan.

4. Proses Pengepakan selalu meningkat terus menerus dari bulan Jan 2011 sebesar 10461.12 Jam/bulan sampai bulan Desember 2011 sebesar 10544.34 Jam/bulan.

Dari perbandingan kebutuhan kapasitas dengan kapasitas waktu tersedia diketahui bahwa pada stasiun kerja proses pemisahan Kristal, dan Pengeringan produk sudah memenuhi kebutuhan kapasitas produksi di karenakan waktu yang tersedia lebih besar dari kebutuhan kapasitas, sedangkan stasiun kerja proses reaksi dan kristalisasi dan proses pengepakan produk masih mengalami kekurangan kapasitas produksi.

3. Dari hasil peramalan yang ada di bab IV bahwa PT. PETROKIMA GRESIK mempunyai jumlah permintaan pada bulan Jan sampai dengan Desember 2011 adalah sebagai berikut : 18402 Ton.

5.2. Saran

Untuk lebih menunjang keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan rencana produksi yang optimal, maka saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi perusahaan atau pemimpin perusahaan untuk masa yang mendatang adalah : 1. Sebaiknya perusahaan memakai metode Rought Cut Capacity Planning


(5)

2. Untuk dapat memenuhi target produksi yang disebaiknya perusahaan menambah mesin atau menambah tenaga kerja sub kontark dibeberapa stasiun kerja agar bisa tercapai sesuai target.

Dengan uraian yang singkat sederhana ini semoga dapat menyumbang sesuatu bagi ilmu pengetahuan di bidang industri khususnya pada PT. PETROKIMIA GRESIK


(6)

Baroto, Teguh, 2002, “ Perencanaan dan Pengendalian Produksi”, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Handoko, T.Hani, 2000, “ Dasar – Dasar Manajemen Produksi dan Operasi “, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Kusuma, Hendra, 2004. “Manajemen Produksi “, Andi, Yogyakarta.

Makridakis, Spyros, Whel Wright Steven C, Mc Gee Victor E, 1995, “Metode dan Aplikasi Peramalan “

Nasution, Arman Hakim, 2006, “ Perencanaan dan Pengendalian Produksi “, Cetakan pertama Graha Ilmu. Yogyakarta.

Novan, Muhammad, 2007, “ Analisa Perencanaan Kapasitas Produksi Guna Memenuhi Permintaan Konsumen Sandal di PT. New Era Rubberindo “

Sutalaksana, Ifikar Z; Anggawisastra Ruhana; Tjaatmadja Jhan H, 2005

“ Teknik Tata Cara Kerja “, Departemen Teknik Industri, ITB, Bandung. Wignojosoebroto, Stritomo, 2003, “ Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja“,

Edisi Kedua,Teknik Industri Surabaya,

Boedianto, Tri Septian, 2007, “ Analisa Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Metode RCCP untuk memenuhi permintaan konsumen di CV.

Dian Konveksi Gresik “ ,