Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pergeseran Makna Bentuk Sajian Tari Dolalak Mlaranan Periode 1980-2015 T1 362012014 BAB V

(1)

36 BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Tabel Penelitian

Didalam penelitian ini, Peneliti menemukan adanya pergeseran – pergeseran tari Dolalak dalam bentuk fisik maupun dari segi fungsinya. Berikut adalah hasil penelitian dengan metode observasi dan wawancara mendalam dengan pamong budaya dari Purworejo. Berikut adalah Tabel 1 yang menjelaskan mengenai perubahan tarian Dolalak secara diakronis:

No Unsur Tarian

Awal Tarian Dolalak Dolalak Dalam Perkembangannya

Pergeseran Tari

1. Penari Tari Dolalak pada awal 1915 -1970 ditarikan oleh penari putra dengan pemba- waannya yang gagah dan hikmat, karena sembari menyebarkan ajaran Islam.

Usia penari : 20-40 tahun

dan berganti generasi

Dalam perkembangannya pada 1975 , Bapak Supanto selaku Bupati Purworejo mengusulkan jikalau penari Dolalak juga ditarikan oleh penari putri. Hingga kini penari Dolalak di dominasi oleh penari putri dan lebih dikenal dengan Dolalak versi Mlaranan.

Untuk usia penari Dolalak tetap sama antara umur 20 hingga 40 tahun, dan terus bergenerasi.

Tarian Dolalak yang semula ditarikan oleh penari putra, saat ini telah didominasi oleh penari putri.


(2)

37

2. Alat Musik

Pengiring

Tari Dolalak di pelopori oleh 3 santri yaitu Rejo Taruno, Duliyat, dan Ronodimejo dari dukuh Sejiwan,desaTrirejo,Keca matan Loano. Tentunya musik pengiring yang menjadi iringan dalam tarian Dolalak, adalah alat musik yang biasanya untuk mengiringi Shalawatan yaitu Bedhug Kemprang, Jidur, Dan Terbang.

Namun dalam perkembang- anya, alat musik yang digunakan untuk iringan tari Dolalak adalah alat musik elektronik seperti organ, bass, dan set drum.

Alat musik yang mulanya memakaii alat musik tradisional menjadi alat musik elektronik.

3

.

Syair

Lagu Awal mula terciptanya Dolalak, Syair lagu yang dibawakan adalah syair dari kitab berjanji, karena fungsi dari Tari Dolalak ini sambil menyebarkan pelajaran Islam dengan berholawat melalui iringan musik sekaligus lewat gerakan tari.

Dalam perkembangnya syair lagu yang digunakan adalah syair yang berfungsi untuk menghibur, dimana syair dalam bait-baitnya menjadi sesuatu yang jenaka. Syair lagu yang ada pada saat ini dinyanyikan dengan nada seperti pada awalnya hanya diganti syair nya. Atau biasanya sudah mengguna-kan lagu pop dan dangdut.

Syair yang awalnya diambil dari kitab berjanji saat ini syair berupa kejenakaan namun tetap dinyanyikan dengan nada shalawatan. Dan karena sempat menda- pat kecaman dari kyai pada tahun 1995, maka saat ini lagu Dolalak kebanyakan mengambil lagu pop dan dangdut.


(3)

38

4. Busana Pada awalnya tarian Dolalak ditarikan oleh penari pria, dan pada perkembangannya ditarikan oleh penari putri juga. Namun, tidak ada yang berbeda dalam kostum yang dikenakan oleh penari putra dan putri.

Secara umum tarian Dolalak menggunakan busana atau kostum yang agak mirip serdadu Belanda, dan tidak ada perbedaan antara kostum penari putri dan putrayang terdiri dari:  Baju berlengan pan-

jang dan berwarna dasar hitam deng- an hiasan yang ber- motif untu walang

dipunggung baju diberi hiasan sula- man benang warna warni.

 Celana pendek setinggi paha,warna dasarnya hitam, diberi hiasan juga seperti motif pada bajunya yaitu motif

untu walang.  Topi pet berwarna

hitam dengan hiasan bintang.

Secara motif kostum tari Dolalak tidak memiliki perubahan, namun jika dilihat dari kaos kaki yang tidak sepanjang lutut dan hanya semata kaki,dan kaos kaki yang dikenakan pun warnanya bisa berbeda-beda dalam satu pementasan, serta celana yang digunakan ketat dan sangat mini, mendapat komentar dari pengguna akun social media facebook pada kostum yang dikenakan penari Dolalak masa kini yang berkaitan dengan tata susila

Kostum Dolalak pada saat ini mendapat komentar negarif dari para pamong budaya dan sebagian mas- Yarakat. Celana yang awalnya dibawah lutut menjadi diatas lutut, kaos kaki yang mulanya panjang menjadi semata kaki saja.


(4)

39  Sampur polos dan

berwarna kuning dan pada ujung

sampur diberi

rembyok

 Kaos kaki panjang dan hampir mende- kati lutut seperti pemain sepak bola pada umumnya war na kaos kaki adalah kuning atau merah  Dan ditambah atri- But kacamata hitam, biasanya digunakan saat penari menga- mi keadaan trance. 5. Gerakan Versi awal dari gerakan

Dolalak disebut dengan versi pakem.

Untuk mengetahui gerak an pada tari Dolalak peneliti melakukan wawancara dan berikut hasil wawancara peneliti dengan ibu Untari selaku pamong dan pelaku tari Dolalak serta pemilik sanggar tari Prigel:

Gerakan dasar apa saja yang ada dalam tarian Dolalak?

Gerak Bawan dimana

Pada gerakan Dolalak yang ada pada saat ini tetap diawali dengan gerakan dasar kemudian melakukan gerakan seperti penari dang-dut karena lagu yang dipakai adalah campursari. Penari Dolalak yang umumnya putri biasanya joged dangdutan.

Dari wawancara mengenai tarian Dolalak gerakan merupakan suatu khas dari setiap tarian, namun karena mengikuti perkembangan zaman lagu dan gerakannya pun mengikuti selera masyarakat yang cenderung menyukai musik dangdut yang juga ada sawerannya.

Dari adanya gerak pakem lalu menjadi joged dangdut . Timbullah adanya saweran dalam tarian Dolalak.


(5)

40 dimulai dengan posisi

netral dengan berdiri dan bertumpu pada dua kaki atau biasanya disebut

adeg.

Gerak Sawan yaitu gerak dimana sang penari mengibaskan sampur kearah kiri badan yang disebut siak.

Setelah melakukan gerak an dengan sampur ter- sebut kemudian dilanjut- kan dengan rangkaian ge- rak kedua tangan di depan badan, sampai berhenti pada posisi tangan satu di depan satu disamping badan pada posisi ini dirangkai dengan gerajab kepala membentuk sudut 45o

lenggok ke kanan dan ke kiri, dengan sumbu vertikal leher.

Gerakan diatas merupa- Kan gerakan dasar, gerakan tersebut diikuti dengan jalan ngedol

yaitu dengan gerakan pinggul ke kanan dan ke kiri (goyang pantat) dan juga nyirig gerak yang dilakukan dengan cara kedua kaki dengan


(6)

41 tumpuan pada ujung jari,

dengan posisi tumit diangkat, dan tungkai ditekuk.

6. Tata Urutan

Pementasan

Dolalak

Dalam pementasan tari Dolalak pada awalnya ditarikan dengan durasi sehari semalaman untuk acara syukuran dan untuk menyambut tamu yang datang ke kota Purworejo, dan diikutkan dalam festival daerah hingga

internasional.waktu pementasan pada siang hari akan dimulai pada pukal 11.00 WIB dan selesai pada sore hari sekitar pukul 19.00, sedangkan jika dilakukan pada malam hari pukul 21.00 WIB akan selesai pada pagi hari sekitar pukul 04.00 WIB. Berikut adalah Tata urutan Dolalak :

1. Pembukaan diawali dengan membaca su- rat Al Fatekah 2. Lagu pembukaan (bahasa Arab) 3. Tari diiringi dengan

lagu Sholawatan dari kitab Berzanzi

Namun saat ini hanya ada pembacaan surat Al Fatekah kemudian lagu yang dinyanyikan adalah lagu pop dan dangdut campursari dan saat ini tarian Dolalak di tanggap oleh salah satu desa hanya sebagai hiburan semata, dengan adanya saweran tarian Dolalak ini memiliki penonton dimana banyak penonton laki-lakinya. atau ketika diundang untuk pentas di kabupaten saat ini hanya berdurasi 10 hingga 15 menit

Semakin berkembangnya zaman tata urutan dalam pementasan tari Dolalak mulai dihilangkan, karena tarian Dolalak saat ini dapat ditarikan oleh waktu yang ditentukan oleh penanggap.


(7)

42 4. Lagu penutup

berbahasa Arab.

7. Sesaji Tarian Dolalak selain memiliki fungsi nya sebagai penyebaran agama Islam, tarian Dolalak juga merupakan hiburan yang ditonton masyarakat dari berbagai kalangan.

Dari hasil wawancara Saya dengan bu Untari, tarian itu harus memiliki “ruh”. Ruh yang dimaksud harus memiliki sesuatu agar menarik ditonton. Ruh dalam tarian Dolalak dengan adanya keadaan trance atau kesurupan.

Trance dalam tarian Dolalak mengundang indang, indang adalah arwah para leluhur. Yang pertama kali mencetus- kan Dolalak memanggil Indang adalah mbah Amad.

Melihat fenomena kuda lumping yang disukai masyarakat mbah Amad pun melakukan hal yang sama dengan tarian Dola- lak. Meskipun seharus- nya tidak layak untuk

Fenomena trance dalam sebuah perunjukan tari Dolalak sudah merupakan hiburan tersendiri bagi masyarakat yang menonton. Maka, tidak jarang sekarang keadaan trance bukan menjadi roh dalam pementasan namun hanya sebagai hiburan semata. Terkadang, ada yang memanggil roh tak dikenal bukan roh leluhur, dan terkadang ada yang berpura – pura dalam keadaan

trance.

Adanya pergeseran makna dalam sebuah kebudayaan, dalam kaitannya masuknya budaya Hindu (kejawen) dengan masuknya Islam di Kota Purworejo.


(8)

43 dipertunjukan dalam pe-

mentasan tarian Dolalak, mengingat fungsinya da- lam menyebarkan sya’riat Islam hanya menjadi fungsi menjadi fungsi hiburan semata.

Dalam pementasan tarian Dolalak sesaji ini diguna- kan untuk makanan roh agar tidak terjadi ganggu- an selama pertunjukan Dolalak. Sesaji biasanya berupa buah-buahan, nasi dan sayuran, jenang abang-putih (bubur nasi berwarna merah dan putih), serta palawija., masing-masing bentuk sesaji dilengkapi dengan air putih atau air kelapa muda, bunga, dan tidak ketinggalan adalah keme- nyan.

Tabel 3


(9)

44 5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian telah diketahui pergeseran dari perkembangan tari Dolalak versi awal 1915 dan Dolalak dalam perkembangannya. Peneliti akan menganalisis tabel 5.1 dengan semiotika Roland Barthes.

Mitologi Roland Barthes

1. Signifier (Penanda)

2. Signified (Petanda) 3. Denotative Sign

(Tanda Denotatif) 4. Connotative

Signifier (Penanda Konotatif)

5. Connotative Signified (Petanda Konotatif) 6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Sumber: Sobur, Semiotika Komunikasi, 2009

Dalam peta tanda Barthes digambarkan bahwa tanda denotatif terdiri dari atas penanda dan petanda. Namun pada saat bersamaan tanda denotatif juga menanda konotatif. Didalam semiologi, makna denotasi dan konotasi memegang peranan yang sangat penting jika dibandingkan dengan peranannya dalam ilmu lingustik. Makna denotasi bersifat langsung, dan dapat disebut sebagai gambaran dari suatu petanda. Sedangkan makna konotatif adalah makna tersirat. Makna konotatif dari beberapa tanda akan menjadi semacam mitos atau petunjuk mitos (yang menekankan makna-makna tersebut). Mekanisme suatu mitos adalah cara penggambaran biasa yang terikat pada objek dan penerapannya sehingga makna-makna ideologisnya menjadi tampak alami untuk dapat diterima dengan akal sehat.

M I T O S


(10)

45 Berikut pembahasan dalam penelitian ini akan terbagi menjadi dua kategori yaitu analisis awal Dolalak dan Dolalak Dalam perkembangannya:

A. Analisis Semiotika Simbol Yang Terkandung Dalam Tari Dolalak Versi Awal (Tahun 1915-1980).

1. Penari Dolalak Pria

Pada awal mula tarian Dolalak yang muncul pada tahun 1915 ditarikan oleh penari pria. Berikut visualisasi gambar yang dicapture dari youtube.com:

Gambar 6

Penari Putra Dalam Sanggar Tari Prigel Sumber: Http://Youtube.com/Tari- Dolalak- Putra

Tahapan Denotatif :

Dalam tingkat denotatif, pemaknaan baru akan dilakukan berdasarkan apa yang ditangkap indra aktif (indra penglihatan dan indra pendengaran), menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Berdasarkan, gambar 1, Penari Pria sebagai tanda dari awal terciptanya tarian Dolalak. Tarian Dolalak ditarikan seorang pria karena pria sebagai simbol dari kekuatan, kegagahan, dan keperkasaan.


(11)

46 Tahapan Konotatif :

Berdasarkan pemaknaan tahap denotatif diatas, diperoleh makna konotatif tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti. Makna konotatif yang dapat diperoleh, merujuk pada sejarah kota Purworejo yang sempat dijajah oleh Belanda pada masa perang Diponegoro 1825-1830.

Secara eksplisit terdapat konstruksi makna tarian yang secara denotatif ditarikan oleh Pria dengan simbol kuat, gagah, dan perkasa, yang merujuk kepada serdadu Belanda ketika berada di tangsi-tangsi kota Purworejo pada zaman penjajahan. Kemudian adanya serdadu Belanda secara tidak langsung tarian Dolalak adalah bentuk dari budaya patriakhi.1 Masyarakat yang menganut sistem patriarki meletakkan laki-laki pada posisi dan kekuasaan yang dominan dibandingkan perempuan. Laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih dibandingkan perempuan. Kultur patriarki ini secara turun-temurun membentuk perbedaan perilaku, status, dan otoritas antara laki-laki dan perempuan di masyarakat yang kemudian menjadi hirarki gender. Serdadu atau prajurit digambarkan dengan kuat, gagah, dan perkasa, maka tarian Dolalak ingin menyampaikan kepada penonton bahwa tarian ini ditarikan secara gagah oleh penari pria.

1 Patriarki adalah budaya yang dibangun di atas dasar struktur dominasi dan sub

ordinasi yang mengharuskan suatu hirarki dimana laki-laki dipandangan menjadi suatu norma


(12)

47 2. Alat Musik Pengiring

Pada awal tarian Dolalak ditarikan menggunakan iring-iringan musik yang bersifat tradisional seperti berikut:

Gambar 7 Gambar 8 Bedhug Jidur

Sumber: google.com Sumber: google.com

Gambar 9 Gambar 10 Kendhang Terbang


(13)

48 Tahapan Denotatif :

Alat musik tradisional seperti gambar diatas2 adalah alat musik tabuhan yang

menghasilkan bunyi ketika dipukul atau ditabuh, berikut identifikasi dari alat musik pengiring tarian Dolalak:

1. Bedhug adalah alat musik tabuh seperti gendang. Bedug merupakan instrumen musik tradisional yang telah digunakan sejak ribuan tahun lalu, yang memiliki fungsi sebagai alat komunikasi tradisional, baik dalam kegiatan ritual keagamaan maupun politik. Di Indonesia, sebuah bedug biasa dibunyikan untuk pemberitahuan mengenai waktu salat atau sembahyang. 2. Jidur merupakan sejenis alat musik dalam keluarga gendang, yang

mempunyai bingkai kayu dan bertutup dengan belulang pada bukaan besar. 3. Kendhang atau kendhang adalah instrumen dalam gamelan Jawa Tengah yang

salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu. Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Kendang yang baik terbuat dari kayu nangka, kelapa atau cempedak. Kulit kerbau sering digunakan untuk bam (permukaan bagian yang memancarkan ketukan bernada rendah) sedangkan kulit kambing digunakan untuk chang (permukaan luar yang memancarkan ketukan bernada tinggi).

4. Terbang atau rebana adalahgendang berbentuk bundar dan pipih yang merupakan khas suku melayu. Bingkai berbentuk lingkaran terbuat dari kayu yang dibubut, dengan salah satu sisi untuk ditepuk berlapis kulit kambing, menyerupai bedug pada masjid, namun berukuran kecil, sehingga cara memainkannya pun dengan di bawa oleh tangan kiri, dan dimainkan dengan tangan kanan.


(14)

49

Alat musik tradisional seperti bedhug, jidur, kendhang, dan terbang adalah instrument untuk mengiringi Shalawatan dalam agama Islam. Ketika Dolalak diiringi oleh alat musik tradisional untuk mengiring Shalawatan, disini tarian Dolalak sebagai sarana dalam penyebaran pengajaran agama Islam di kota Purworejo.

Tahapan Konotatif :

Alat musik pengiring yang digunakan dalam tarian Dolalak merujuk kepada penyebaran agama Muslim dikota Purworejo. Bedhug, Jidur, Kendhang, dan Terbang adalah alat musik yang memang digunakan untuk mengiringi Shalawatan. Ideologi keagamaan dalam wujud alat musik menjadi suatu makna yang secara tidak langsung menjadi salah satu aksi penyebaran agama Islam melalui kesenian khas daerah Purworejo, yaitu Tari Dolalak. Sehingga dalam tarian Dolalak ingin masyarakat yang menonton juga dapat sekaligus mendapat dakwah’an. Selain ideology agama, alat musik tradisional yang terdiri dari bedhug juga ingin menunjukkan bahwa kota Purworejo memiliki bedhug Islam terbesar di Dunia Kompasiana.com.

3. Syair Lagu

Dalam sebuah nada yang tercipta dari alat musik, akan lebih indah jika diikuti dengan adanya syair lagu yang ikut disenandungkan. Berikut teks Dolalak dalam awal perkembangannya:

MUSTOFANGILON

Mustofangilon, mustofangilon, mustofangilon Mustofangilon.. Mustofangilon….n fangitoan 2x3


(15)

50

Tahapan Denotatif :

Tanda pertama berupa huruf-huruf yang membentuk kata Mustofangilon; Mustafa dalam bahasa arab berarti yang terpilih. Mustafa biasanya digunakan sebagai nama yang akan diberikan kepada anak laki-laki. Mustofangilon dinyanyikan dalam nada Shalawatan dalam kitab Berzanji. Mustofangilon selain terdiri dari kata Mustafa, terdapat kata fangilon atau fangilun yang berasal dari dukuh Trirejo, Loano. Fangilon juga disebut bangilon atau santri.

Berdasarkan hasil wawancara Saya dengan bapak Wardhoyo , arti kata Mustafa dan Ngilon dilihat dari artinya, seperti pada paragraph diatas, sebenarnya hanya sebagai sarana berdakwah, karena mengingat bahwa tarian Dolalak ini sebagai sarana untuk berdakwah.

Tahapan Konotatif :

Syair lagu dengan lirik Mustofangilon, dengan kata Mustafa dan dinyanyikan dengan nada Shalawatan (Shalawatan Untuk Nabi Saw) dan diambil dari kitab Berzanji4. Dan Fangilon dari kata yang diambil dari kata yang berasal dari dukuh Trirejo, Loano yang berarti Santri. Syair dalam tarian Dolalak ingin menggambarkan makna dakwah yang disebarkan melalui sebuah kesenian yaitu tari Dolalak. Mengingat masuknya kerajaan Mataram Islam di Purworejo dan diikuti dengan Keterlibatan Sunan Geseng5. tidak terlepas dari masuknya Wali Songo pada

abad ke 15 ke daerah Purworejo. Dalam syair lagu yang ada menunjuk kepada pesan dari tarian Dolalak sebagai sarana berdakwah lewat sebuah kesenian.

4 Kitab Berzanji adalah salawatan dan puji-pujian kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam 5 Sunan Geseng dikenal sebagai mubaligh besar yang mengislamkan daerah Jawa Tengah


(16)

51 4. Busana Penari

Gambar 11 Motif Untu Walang

Sumber: https://www.google.co.id/search?q=motif+untu+walang

Gambar 12

Tahapan Denotatif :

Kostum atau busana merupakan simbol dalam sebuah tarian, simbol dalam busana terlihat dari warna kostum yang dipakai, dan juga motif yang digunakan. Berikut adalah yang menyimbolkan dari busana yang dikenakan penari Dolalak:

1. Untuk kostum tarian Dolalak dibuat dengan model motif untu walang6,

simbol dari untu walang sendiri adalah kesuburan atau kemakmuran dimana digambarkan dengan tanaman rebung atau tunas bambu yang memiliki kecepatan dalam bertumbuh.

2. Atasan berlengan panjang dan bawahan (celana) berwarna hitam,

3. Atribut lainuntuk menunjang penampilan berupa topi pet warna hitam dan


(17)

52

berhiaskan bintang,

4. Sampur berwarna kuning, celana selutut warna hitam, dan 5. Kaos kaki bola berwarna kuning

Busana penari (pakaian dan celana) didominasi dengan warna hitam. Warna hitam sebagai simbol dari kematangan dan kebijaksanaan, sedangkan topi pet yang berhiaskan bintang, sampur, dan juga kaos kaki bola didominasi oleh warna kuning. Warna kuning sebagai simbol kecerian dan kegembiraan. Dengan busana yang tertutup dalam gambar 7 dibuat untuk menutupi aurat saat pentas diatas panggung dan terlihat sopan. Secara kasat mata busana tersebut memiliki makna seperti serdadu Belanda. Dimana tarian Dolalak ini memang terispirasi dari serdadu Belanda yang sedang berdansa dan sedang menyabut rumput saat berada ditangsi.

Deskripsi dalam gambaran yang nampak pada kostum yang dikenakan penari Dolalak terdapat aspek budaya, dan juga norma kesopanan yang diutamakan dalam kostum yang dikenakan Dolalak Pria.

Gambar 13

Seragam Serdadu Belanda


(18)

53 Tahapan Konotatif :

1. Motif untu walang sebagai simbol kesuburan dan kemakmuran merujuk kepada ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME melalui Dolalak. Mengingat aktivitas ekonomi kabupaten Purworejo bergantung pada sektor pertanian, di antaranya padi, jagung, ubi kayu dan hasil palawija lain. Sentra tanaman padi di Kecamatan Ngombol, Purwodadi dan Banyuurip. Jagung terutama dihasilkan di Kecamatan Bruno. Ubi kayu sebagian besar dihasilkan di Kecamatan Pituruh (wikipedia.com) motif untu walang merujuk pada ungkapan syukur atas hasil pertanian di kota Purworejo. Selain sebagai ungkapan syukur, motif untu walang ini merujuk kepada budaya kejawen. Pasalnya pada tarian Dolalak ini juga terdapat sesaji, dimana sesaji dikaitkan dengan ungkapan rasa syukur dan erat kaitannya dengan ritual yang dilakukan sebelum tarian Dolalak dipentaskan. Kejawen bersifat spiritualitas dan bertentangan dengan ajaran monoteistik7. Perbedaan paham ini ingin menunjukkan bahwa adanya pergeseran dalam tarian Dolalak dari fungsi utamanya yaitu untuk dakwah dengan memandang agama Islam sebagai ideologis dalam penyebarannya.

2. Topi pet dibuat sebagai pelengkap dari kostum Dolalak yang berlengan panjang agar terlihat mirip dengan serdadu Belanda. Budaya barat yang melekat pada kostum yang dikenakan penari Dolalak rupanya juga secara tidak langsung ingin menggambarkan adanya akulturasi Budaya Barat dan Budaya Timur yang menjadi satu kesatuan dalam kostum yang digunakan penari Dolalak.

Makna konotasi dari motif busana penari dan atribut lainnya seperti topi pet, sampur, kaos kaki bola telah menjadi mitos yang kita tidak bisa ketahui kebenarannya. Pasalnya, motif busana secara tersirat memiliki pandangan

7 Agama monoteistik adalah agama yang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa agama Islam dan


(19)

54

yang dikaitkan dengan agama sedangkan dalam tarian Dolalak ada juga sesaji yang digunakan sebagai persembahan kepada arwah nenek moyang. Ada dua hal yang sangat di garis bawahi terhadap apa yang ingin disampaikan dengan busana dan atribut yang dikenakan oleh penari Dolalak antara kepercayaan dalam hal agama, ataupun adanya budaya kejawen yang melekat pada ritual yang juga dilakukan sebelum pementasan Dolalak. Selain adanya pandangan dari ideologis agama dan kebudayaan kejawen, dalam busana dan atribut yang dikenakan penari ada budaya yang timbul. Dimana budaya barat dan timur yang diwujudkan dalam sebuah akulturasi8.

Akulturasi dalam Tarian Dolalak merupakan suatu kesatuan dari dua kebudayaan yang secara tidak sadar telah menjadi satu dalam suatu pementasan.

Dolalak yang diprakasai oleh 3 santri Rejo Taruno, Duliyat, Dan Ronodimejo dari dukuh Trirejo, kecamatan Loano dan membawa kebudayaan berdakwah dengan ditandai masuknya Islam ke Purworejo-Jawa Tengah (Bagelen dan Loano). Akulturasinya adalah ketika budaya sebagai dakwah dengan budaya Barat menyatu dengan busana yang dikenakan oleh penari Dolalak, yang secara nyata diterima masyarakat kota Purworejo tanpa menghilangkan unsur kebudayaan timur dan berdakwah.

8 Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri


(20)

55 5. Gerakan Tari

Gerakan adalah unsur utama dari sebuah tarian.

Tahap Denotatif :

1. Dalam tari Dolalak akan ditandai dengan gerak yang disebut bawan atau adeg. Adeg atau deg adalah bentuk atau sikap dasar dari tubuh penari, dimana gerakan tersebut disesuaikan dengan watak dan peranan yang dimainkan. Berikut visualisasinya:

Gambar 14

Gerak Bawan Atau Adeg

Sumber: http://bondowoso-jawa.blogspot.co.id/2014/09/teknik-proses-gerak-dasar-tari-tradisional-indonesia.html

2. Gerakan Sawan yaitu gerak dimana sang penari mengibaskan sampur kearah kiri badan yang disebut siak atau seblak.

3. jalan ngedol yaitu dengan gerakan pinggul ke kanan dan ke kiri

(goyang pantat) dan juga nyirig gerak yang dilakukan dengan cara kedua kaki dengan tumpuan pada ujung jari, dengan posisi tumit diangkat, dan tungkai ditekuk. Berikut visualisasi dari jalan ngedol:


(21)

56 Gambar 15

Jalan Ngedol

Sumber: http://bondowoso-jawa.blogspot.co.id/2014/09/teknik-proses-gerak-dasar-tari-tradisional-indonesia.html

Dalam aspek gerakan yang dilakukan oleh penari Dolalak memiliki unsur dasar dari keaslian dari bentuk sajian tarian Dolalak.

Tahap Konotatif :

1. Gerakan Bawan atau adeg dalam tarian Dolalak memiliki makna denotative untuk menunjukkan bentuk atau sikap dasar dari tubuh penari. Bentuk atau sikap dasa dari bentuk tubuh penari ini merujuk kepada makna konotatif jika dalam awal permulaan atau pembukaan dalam suatu tarian gerakan adeg ini bermaksut agar para penarinya harus berdiri dalam sikap kokoh agar tidak tergoyahkan seperti para serdadu Belanda yang memiliki bentuk dan sikap yang selalu tegap dan tidak tergoyahkan. Sikap dari gerakan bawan ini secara tidak eksplisit menunjukkan sikap siap dari para serdadu Belanda.

2. Untuk gerakan sawan dan jalan ngedol dalam tarian Dolalak ini memiliki makna konotasi sebagai gerakan dengan fungsi menghibur.


(22)

57 6. Tata Urutan Tarian Dolalak

Tarian Dolalak memiliki tata urutan sebelum melakukan tahap pementasan, berikut tahap atau tata urutan pemetasan tari Dolalak yang dimaknai secara denotasi dan konotasi:

Tahap Denotatif :

Tarian Dolalak dahulu ditarikan sehari semalam, dengan waktu yang ditentukan jika siang hari akan dimulai pada pukul 11 .00 WIB sedangkan pada malam hari dilakukan pukul 21.00 WIB dan rata-rata waktu pementasan 8 jam. Namun saat ini hanya ditarikan sekitar ± 10-15 menit. Pengurangan waktu pementasan Dolalak dilatarbelakangi dengan adanya faktor kejenuhan jika harus ditarikan selama 8 jam nonstop. Saat ini pun masyarakat yang dituju oleh grup Dolalak adalah masyarakat yang membutuhkan hiburan. Tahap Konotatif :

Grup Dolalak yang mengincar masyarakat yang membutuhkan hiburan secara tidak langsung memiliki makna eksplisit agar tarian Dolalak tetap disukai masyarakat. Saat ini masyarakat konsumenrisme sangat membutuhkan hiburan. Dan beralih dari Tata urutan dipercayai memiliki suatu hal yang sakral. Tarian Dolalak yang ditarikan pada jam-jam tertentu memiliki mitos jika ditarikan siang hari jam 11 WIB memiliki tujuan agar terik matahari yang jatuh pada pukul 12 tidak menghalangi masyarakat yang ingin menonton pertunjukan Dolalak, sedangkan malam hari dilakukan pada pukul 21.00 WIB karena telah melewati Salat Maghrib dan Isya. Namun karena zaman telah berubah maka tata urutan dan waktu pementasan di lakukan pada jam yang tidak harus jam 11 siang maupun jam 9 malam.

7. Sesaji

Dalam pementasan Dolalak sesaji berupa buah-buahan, nasi sayuran, dan bubur abang putih, palawija, bunga-bungaan, air kelapa muda, dan kemenyan disediakan untuk makanan para roh leluhur atau indang.


(23)

58 Tahap Denotatif :

Dalam tingkat pemaknaan denotasi sesaji buah-buahan, nasi sayuran, dan bubur abang putih, palawija, bunga-bungaan, air kepala muda, dan kemenyaan dimaknai sebagai berikut:

1. Buah-buahan adalah perkembangan dari bakal buah yang dikonsumsi dan memiliki nilai ekonomi sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri (Wikipedia.org/wiki/buah).

2. Nasi sayuran yang dimaksud adalah tumpengan, tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut; karena itu disebut pula 'nasi tumpeng'. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa nasi kuning, meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk (Wikipedia.org/wiki/tumpeng).

3. Bubur abang putih

Bubur dalam istilah jawanya adalah jenang; Jenang Putih adalah bubur yang berwarna putih. Bubur putih merupakan ubo rampe yang terbuat dari beras dan diberi sedikit garam. Jenang Abang adalah bubur yang berwarna merah. Bubur merah merupakan ubo rampe yang terbuat dari beras dengan dibumbui sedikit garam dan dicampur dengan gula Jawa sehingga berwarna merah. (wikipedia.org/wiki/Sajen_jenang-jenangan)

4. Palawija

Palawija (Sanskerta: phaladwija) secara harfiah berarti tanaman kedua. Berdasarkan makna dari bahasa Sanskerta, palawija bermakna hasil kedua, dan merupakan tanaman hasil panen kedua di samping padi. Istilah palawija berkembang di antara para petani di Pulau Jawa untuk menyebut jenis tanaman pertanian selain padi(wikipedia.org/wiki/palawija).

5. Bunga


(24)

59

bukan dan pembuahan berlangsung pada bunga. Setelah pembuahan, bunga akan berkembang lebih lanjut membentuk buah. Pada tumbuhan berbunga, buah adalah struktur yang membawa dan melindungi biji.

6. Air Kelapa Muda

Air kelapa muda memiliki kandungan vitamin C, asam nikotinat, asam pantotenat, biotin, riboflavin, dan asam folat dan memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit batu ginjal, dan juga untuk mengurangi dehidrasi. Air kelapa telah lama menjadi minuman populer di wilayah tropis, khususnya di India, Pesisir Brasil , Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, Afrika, dan Carribean.

7. Kemenyan

Kemenyan atau Olibanum adalah aroma wewangian berbentuk kristal yang digunakan dalam dupa dan parfum. Kristal ini diolah dan diperoleh dari pohon jenis Boswellia dalam keluarga tumbuh-tumbuhan Burseraceae, Boswellia

sacra (Sinonim B. carteri, B. thurifera, B. bhaw-dajiana), B. frereana dan B.

serrata (kemenyan India). Pohon kemenyan memiliki ukuran sedang sampai

besar dengan diameter antara 20–30 cm dengan tinggi mencapai 20 hingga 30 meter. Dan batangnya berwarna kemerahan.

Tahap Konotatif :

Sesaji yang telah disebutkan diatas memiliki makna tersirat; konotasi buah-buahan dan palawija memiliki makna ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam tarian Dolalak secara tersirat ingin mengungkapkan rasa syukur terhadap Tuhan YME.

Konotasi Bubur putih ini dimaksudkan sebagai penghormatan dan harapan seseorang yang ditujukan kepada orang tua atau leluhurnya agar senantiasa diberi doa restu dan mendapatkan keselamatan. Pada ritual sesaji, ubo rampe jenang


(25)

60

tersendiri dan menjadi semacam pangan yang tidak bisa dipisahkan. Jenang

Abang dimaksudkan sebagai penghormatan dan permohonan kepada orang tua agar

diberi doa dan restu sehingga selalu mendapatkan keselamatan. Jenang

abang dimaksudkan pula sebagai lambang bibit dari ibu atau darah merah.

Konotasi bunga dan kemenyan adalah wewangian yang digunakan untuk mengundang roh. Roh yang diundang biasanya dipancing dengan menggunakan wewangian dalam bentuk bunga dan kemenyan. Dan yang terakhir adalah air kelapa memiliki makna kesembuhan, air kelapa digunakan untuk menetralisir tubuh dari para penari Dolalak ketika sebelum dan setelah dimasuki roh indang.

Sesaji dipercaya bagi orang-orang yang mempercayai adanya “roh”. Sesaji sebagai syarat agar sebuah pertunjukan Dolalak dapat berjalan dengan lancar, dengan bantuan roh yang tidak terlihat secara kasat mata. Selain itu sesaji yang digunakan sebagai keselamatan dan ungkapan syukur juga masih menjadi pro dan kontra ditengah masyarakat modern ini. Akibatnya, sesaji yang dianggap sakral bagi sebagian masyarakat, saat ini menjadi hal yang tabu ditengah masyarakat modern saat ini.

8. Trance

Fenomena trance dalam sebuah perunjukan tari Dolalak sudah merupakan hiburan tersendiri bagi masyarakat yang menonton.

Tahapan Denotatif :

Saat penari Dolalak mengalami keadaan Trance, maka penari akan memakai kacamata hitam. Penari Dolalak yang mengalami trance akan berlenggak lenggok dan memiliki permintaan yang aneh-aneh. Pertama kali muncul trance dalam pementasan tari dolalak karena ingin Dolalak ada unsur magis, dimana untuk trance ini di adakan prosesi ritual untuk memanggil “indang”, Indang adalah arwah leluhur yang biasanya


(26)

61

sengaja dimasukkan ke salah satu pemain yang dianggap kuat untuk dimasukkan indang dan tujuan dipanggil indang untuk ikut menari bersama dalam tarian Dolalak.

Tahapan Konotatif :

Trance memiliki konotasi yaitu supranatural , mistik , mantra, dan sesajen. Hal supranatural , mistik, dan sesajen erat kaitannya dengan sebuah kepercayaan yang datang dari leluhur dan kuno. Pada zaman modern ini hal-hal supranatural ini sudah enggan menjadi kepercayaan utama karena masyarakat zaman sekarang lebih berpikir secara logis mengenai sesuatu. Namun trance Dolalak yang muncul pada tahun 1965 hingga saat ini tetap menjadi salah satu hal yang paling dinantikan penonton, karena trance juga disebut juga dengan istilah mendem atau menggila.dam zaman sekarang orang suka dengan hal yang “nyleneh” atau hal yang diluar batas.

Mitos :

Trance dalam sebuah pertunjukan Dolalak dipercayai sebagai hal yang mistik karena menggundang arwah atau roh. Hal ini berkaitan dengan alam bawah sadar, kita dibuat takut ketika ada seseorang yang kesurupan di sekitar kita, Sampai saat ini diyakini keberadaan arwah masih belum diketahui wujud dan keberadaannya. Sehingga keadaan trance dalam Dolalak masih dipertanyakan, untuk membuat tarian tersebut bernyawa atau justru membuat pertententangan mengingat fungsi utama tari Dolalak.

Agama dan Roh tidak dapat disatukan dalam sebuah tarian. Karena agama bersifat mengajarkan iman kepada seseorang sedangkan roh dalam agama tidak dibenarkan keadaanya karena tidak dapat dilihat secara kasat mata. Representasi Roh dalam tarian Dolalak ini hanya digunakan sebagai hiburan.

Mitos mengenai Islam, Islam masih dipahami secara simbolis, lewat fungsi dari tarian Dolalak. Namun unsure agama dalam Dolalak ini sudah bergeser maknanya


(27)

62 karena mengutamakan adanya unsur trance sebagai hiburan dalam pertunjukan Dolalak.

B. Analisis Semiotika Simbol Yang Terkandung Dalam Tari Dolalak Dalam Perkembangannya (Tahun 1980-2015).

1. Penari Dolalak Putri

Tarian Dolalak yang semula ditarikan oleh laki-laki kemudian ditambah dengan adanya penari putri dan saat ini dalam pementasan tari Dolalak memang telah didominasi oleh penari putri.

Gambar 16 Penari Dolalak Putri

Sumber: http://google.com/dolalak-putri Tahapan Deenotatif :

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Dalam tingkat denotatif, pemaknaan baru akan dilakukan berdasarkan apa yang ditangkap indra aktif (indra penglihatan dan indra pendengaran).


(28)

63 Dari pergeseran penari yang kini telah di dominasi penari putri dan lebih dikenal dengan Dolalak versi Mlaranan, ini dikarenakan karena jika penari perempuan yang menarikan tari Dolalak akan lebih “menarik” dan “anggun” .Definisi menarik dalam KBBI adalah memikat, sedangkan definisi kata anggun adalah apik dan berwibawa; kewibawaan seorang perempuan dapat terlihat ketika berpakaian daerah (KBBI Online). Pergeseran penari Dolalak, dari penari pria ke penari putra disebabkan jika penari putra yang menarikan kurang daya tarik penonton (Bapak Wardhoyo).

Tahapan Konotatif :

Memaknai dalam tingkat konotatif berarti memaknai satu tingkat lebih mendalam terhadap suatu pemaknaan tingkat konotatif dalam semiotika Roland Barthes. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.

Terlihat menarik ketika tarian Dolalak ditarikan oleh penari putri, namun ketika dimaknai dalam konotasi maka menarik dimaknai menjadi makna yang tersirat yaitu adanya budaya kapitalisme yang tidak hanya dimiliki media televisi namun dalam media tradisional juga ada.

Menurut Frederich Jameson (1984), budaya mempunyai peranan yang sangat penting dalam masyarakat kapitalisme, karena budaya merupakan bagian atau unsur yang tidak terlepas dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat konsumen.

Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dengan mengikuti perkembangan kapitalisme, ketika berkualitas atau tidaknya suatu tarian ditentukan oleh menarik atau tidaknya suatu tarian untuk ditonton, bukan nilai asli dari tarian tersebut akan menceritakan apa,


(29)

64

dan berfungsi sebagai apa, melainkan nilai uanglah yang menentukan, karena uang adalah simbol kapitalisme.

Selain adanya kapitalisme, pergeseran yang terjadi juga ingin menunjukkan ada kaitannya dengan feminisme9, dimana perempuan tidak

hanya berada disektor domestic melainkan juga dapat berkarya dengan diikut sertakan didalam sebuah tarian.

Mitos :

Mitos dimaknai sebagai suatu ideologi yang berkembang dalam masyarakat yang sudah terjadi turun temurun. Mitos adalah pola tiga dimensi, yaitu petanda, penanda, dan tanda. Dalam bentuk sajian tarian Dolalak yang disajikan mengikuti perkembangan zaman terkuak mitos dari pergeseran makna dan fungsi dalam tarian Dolalak.

Tarian Dolalak dan budaya kapitalisme telah menjadi suatu makna yang tanpa kita sadari telah menjadi suatu hal yang wajar ditengah masyarakat konsumenrisme. Dimana masyarakat hanya disuguhi dalam bentuk sajian yang telah ditetapkan pemilik modal dalam budaya kapitalis.

Negara yang menganut paham kapitalisme adalah Inggris, Belanda, Spanyol, Australia, Portugis, dan Perancis. Mengingat tarian Dolalak yang terinspirasi dari gerakan tentara Belanda yang ada ditangsi-tangsi, menjadikan kapitalisme sebagai ideologi dalam masyarakat konsumerisme dan sebagai pemenuhan pangsa pasar bagi pemilik modal atau dari pemilik sanggar dalam suatu grup tari Dolalak.

2. Alat Musik Pengiring

Alat musik yang digunakan untuk mengiringi tarian Dolalak berkembang mengikuti perkembangan zaman, dan terkesan menghilangkan unsur

9 Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang


(30)

65

ketradisionalan dari tarian Dolalak itu sendiri. Penggunaan alat musik

elektronik pernah membuat tarian Dolalak tidak dapat tampil dalam festival internasional tarian daerah. Berikut ini adalah visualisasi alat musik elektronik yang digunakan untuk mengiringi tarian Dolalak:

Gambar 17

Sumber : Vidio Dolalak Volume 2

Gambar 13

Gambar 18 Gambar 19 Set Drum Gitar Bass


(31)

66 Tahapan Denotatif :

Dalam memaknai secara denotasi, alat musik yang digunakan dalam pertunjukan Dolalak masa kini adalah alat musik elektronik seperti keyboard, dan bass, serta set drum sebagai alat penabuhnya.

Alat musik elektronik muncul pada tahun 1970 (wikipedia.com), dalam perkembangannya alat musik yang digunakan dalam tarian Dolalak juga telah berganti menjadi alat musik elektronik yang dinilai lebih praktis.

Tahapan Konotatif :

Munculnya perkembangan musik elektronik yang dipelopori oleh Negara Amerika Serikat, dan maraknya dunia permusikan yang diwarnai dengan adanya grup musik Belanda-Indonesia yaitu The Tielman Brothers (1950), dan rupanya berpengaruh terhadap kepraktisan dalam memberikan sentuhan bermusik untuk mengiringi tarian Dolalak.

Secara tidak langsung dapat dimaknai perkembangan dari alat musik yang digunakan dalam pementasan Dolalak dipengaruhi oleh musik popular dari The Tielman Brothers. The Tielman Brothers adalah sebuah grup musik tertua asal Indonesia. Mereka adalah anak dari Herman Tielman asal Kupang dan Flora Lorine Hess. Musik mereka beraliran rock and roll, namun orang-orang di Belanda biasa menyebut musik mereka Indorock, sebuah perpaduan antara musik Indonesia dan Barat, dan memiliki akar di Keroncong The Tielman Brothers merupakan band Belanda-Indonesia pertama yang berhasil masuk internasional pada 1950-an. Mereka adalah salah satu perintis rock and roll di Belanda. Band ini cukup terkenal di Eropa, jauh sebelum The Beatles dan The Rolling Stones.


(32)

67 Musik popular10 mempengaruhi pergeseran dari alat musik tradisional ke alat musik elektronik atau kebarat-baratan. Secara tidak tersirat muncul karena adanya Budaya massa. Budaya massa dapat diartikan sebagai perilaku konsumerisme11 yang ditujukan untuk masyarakat Purworejo dalam rangka memenuhi pangsa pasar. Pergeseran alat musik tradisional ke alat musik modern merujuk pada kekuatan budaya massa agar Dolalak dapat diminati oleh masyarakat Purworejo.

Mitos :

Musik popular menjadi suatu yang memiliki makna eksplisit yang tidak semua orang memahaminya. Hanya karena menyukai “The Beatles” kemudian merubah alat musik yang awal mulanya bersifat tradisional menjadi sesuatu yang modern. Pergeseran makna tersebut telah dipengaruhi dengan adanya budaya populer. Storey menekankan bahwa, budaya populer muncul dari urbanisasi akibat revolusi industri, yang mengindentifikasi istilah umum dengan definisi “budaya massa”. Budaya yang diproduksi secara massa , berangsur tidak menjadi kesadaran realitas terhadap kesenian tradisional. Seolah-olah mengikuti arus karena diproduksi untuk massa dan dinikmati kalangan massa juga tentunya.

Hal ini menjadi mitos karena pro dan kontra terhadap budaya massa terutama untuk tarian tradisional dan tarian dimana menjadi ikon kota Purworejo yang harus menjunjung kualitas dan mengingat fungsi utamanya sebagai penyampaian agama Islam dan dapat dilihat dari alat musik pengiringnnya juga seperti bedhug, kemprang, jidur, terbang yang biasanya digunakan untuk mengiringi sholawatan.

10Musik populer adalah istilah umum untuk musik dari segala usia yang menarik bagi

selera popular.

11 Konsumerisme adalah kesenangan universal yang mengacu pada produk budaya


(33)

68 3. Syair Lagu

Aja Dumeh rambut ireng dawa ndadi

(Jangan merasa berambut hitam panjang) Sesuk tua uwan mabluk kaya medi (Besok tua beruban seperti hantu)

Aja dumeh susu menthe pundak sengkjeh

(Jangan mentang-mentang susu besar pundak tegap)

Sesuk tuwa sikut mbengkang susu ngambleh (mustofangilon) (Besok tua tetap sama saja jadi jelek)

*Keterangan: Dinyanyikan dengan nada yang sama namun liriknya jenaka Syair dengan kata-kata yang berbeda namun dinyayikan dengan nada Mustofangilon, tahun 1995 sempat tidak boleh pentas karena mendapat kecaman dari Kyai karena lirik lagunya yang jenaka disamakan dengan Sholawatan. Kyai menegaskan: agama ya agama, seni ya seni.

Tahapan Denotatif :

Makna denotasi dalam teks tersebut menjadi suatu hal yang jenaka, liriknya mudah dipahami namun sangat frontal dengan “susu menthe” dan “susu nggambleh” . Ketika mendengar kata-kata tersebut reaksi yang muncul dari orang yang mendengar adalah tertawa. Kata-kata dalam syair tersebut lebih mudah dipahami oleh orang awam (penonton Dolalak) karena menggunakan bahasa sehari-hari dan sifatnya menghibur, dibandingkan dengan versi lama yang diambil dari bahasa arab.


(34)

69

Tahapan Konotatif :

Dibalik makna menghibur, ada makna tersirat dari pergantian kata-kata dalam syair lagu Mustofangilon. Pergeseran syair dilatarbelakangi oleh pendiri grup Dolalak yang tidak ingin grup Dolalaknya menjadi sesuatu yang monoton dan tidak memiliki hiburan apa-apa sehingga membuat penonton akan memilih channel pementasan tarian tradisional seperti Tarian Ramayana, Kesenian Reog, Kesenian Kuda Lumping, dan sebagainya. Pendiri grup sebagai pemilik modal telah merujuk kepada kapitalisme dan masyarakat konsumenrisme, dimana kesenian Dolalak hanya digunakan sebagai pemenuhan pangsa pasar agar tidak ditinggalkan oleh masyarakat Purworejo.

Mitos :

Didalam mitos terkandung ideologi kapitalisme. Dimana pendiri grup ingin masyarakat Purworejo ikut mencintai kesenian khas daerahnya dengan mengubah syair lagu menjadi syair yang bersifat menghibur. Dan bukan itu saja, selain syair dari kitab berjanji yang telah mengalami perubahan, terdapat pula syair-syair yang diambil dari lagu pop dan lagu campursari.

Hal ini pemilik modal dalam kapitalisme kesenian, ingin merujuk pada pangsa pasar dengan mengutamakan selera masyarakat mayoritas, ketimbang masyarakat minoritas seperti OrangTua Murid SD, Pamong Budaya, Kyai dan sebagian kecil masyarakat yang kontra terhadap adanya syair lagu lagu yang digunakan dalam pementasan Dolalak.

4. Busana Penari

Pergeseran yang terjadi dalam busana yang dikenakan oleh penari Dolalak Putri saat ini lebih terkesan seksi dan busana yang dikenakan sudah tidak menjadi nyawa dalam tarian Dolalak meski atribut dan warna pakaian terlihat sama, tetapi kaos kai yang dikenakan penari Dolalak sudah tidak seragam lagi. Berikut visualisasi dari busana yang dikenakan penari Dolalak putri masa kini :


(35)

70 Gambar 20

Gambar 21

Gambar 22


(36)

71 Tahapan Denotatif :

Dalam perkembangnnya tarian Dolalak memiliki kostum yang secara keseluruhan tidak berbeda seperti versi pakemnya, dikarenakan atribut yang dikenakan sama persis. Namun, seiring berkembangnya pusat trend mode yang ada di Indonesia perbedaan dapat dilihat dari kaos kaki yang dikenakan penari, semula memiliki panjang seperti pemain sepak bola, saat ini hanya sebatas mata kaki saja. Perbedaan yang lainnya adalah celana yang dikenakan penari Dolalak putri lebih pendek dan ketat.

Tahapan Konotatif :

Pemakaian kaos kaki yang hanya setungkai kaki menjadi suatu simbol keindahan, karena ketika memakai kaos kaki sepak bola, bagian yang dianggap indah tersebut tidak dapat terlihat. Begitu pula dengan pemakaian celana ketat dan diatas lutut menjadi suatu simbol keseksian dari seorang perempuan karena memperkihatkan bentuk tubuh perempuan.

Simbol keindahan dan simbol keseksian yang melekat pada Dolalak versi perempuan ini menjadi salah satu komodifikasi tubuh dalam sebuah kesenian tradisional. Seolah simbol keindahan dan simbol keseksian telah menjadi alat perdangan yang secara tersirat dalam kostum yang dikenakan penari putri Dolalak. Penari Dolalak putri juga merasa lebih menarik ketika ditonton dengan memakai kostum seperti itu. Zaman emansipasi wanita, wanita juga memiliki kebebasan dalam berpenampilan, terlebih untuk sebuah pertunjukan.

Mitos :

Komodifikasi masih menjadi momok bagi sebagian orang yang kontra dengan adanya pergeseran makna terhadap kostum yang dikenakan penari Dolalak.


(37)

72

Namun ideologi yang melatarbelakangi adanya pergeseran tersebut, tidak terlepas dari ideologi feminisme.

Feminisme berbicara mengenai kesetaraan kaum hawa dan kaum adam. Namun hal tersebut belum dapat dipastikan kebenarnya, jika dapat merubah kostum sebuah tarian dengan cara memodifikasi kostum menjadi tidak pantas untuk dipentaskan sebagai ikon kota Purworejo dan sebagai kesenian tradisional yang seharusnya tidak dapat di modifikasi sebagai kostum yang memiliki simbol keindahan untuk memamerkan paha dan simbol keseksian yang diperlihatkan saat pertunjukan Dolalak berlangsung.

5. Saweran

Dalam perkembangannya tarian Dolalak dari grup tertentu sudah tidak menggunaka gerakan pakem seperti gerakan bawan, dan gerakan sawan. Melainkan hanya terlihat asal-asalan. Syair lagu yang telah bergeser dari kitab berjanji menjadi lagu pop dan campursari serta alat musik yang telah digunakan , menjadi faktor adanya saweran dalam Dolalak.

Tahapan Denotatif :

Saweran berasal dari bahasa Sunda yaitu “sawer” yang artinya melempar uang biasanya dilakukan pada upacara sunatan, pernikahan, dan sebagainya. Saweran juga dilakukan biduanita dalam acara musik dangdut yang biasanya ditanggap warga. Saweran dalam dangdutan cukup menarik karena saweran diartikan sebagai istilah uang tip yang kadang melebihi bayaran normal bagi seorang biduanita. Di Indonesia banyak grup-grup dangdut yang selalu mengandalkan saweran dalam setiap pertunjukan panggung grup-grup tersebut.

Adanya saweran juga dipengaruhi dengan musik Dolalak yang saat ini lebih condong ke lagu pop dan lagu campursari. Gerakan awal Dolalak sudah terkesan hanya berjoged-joged saja, terlebih ketika pada puncak lagu biasanya penari akan berjoged dengan penyawer diatas panggung.


(38)

73

Tahapan Konotatif :

Dalam tarian Dolalak, saweran merupakan salah satu usaha dari grup Dolalak untuk menarik perhatian masyarakat Purworejo untuk melihat Dolalak. Penyawer yang peneliti temukan dilapangan hanya menghamburkan uang untuk menyawer dan ingin mencari kepuasan batin semata. Saweran dalam Dolalak sendiri adalah adanya komodifikasi yang secara eksplisit tidak dapat diterka secara nyata.

Dengan saweran, sang penari telah dikomodifikasi oleh pemilik grup agar mendapat uang tambahan saat pentas. Rata-rata penari Dolalak putri yang ada saat ini sudah menikah, dan ketika yang menikah juga menjadi tulang punggung keluarga maka saweran menjadi salah satu bentuk para penari untuk mencari uang dan tentu saja dilatarbelakangi oleh kepentingan dari pendiri grup yang secara tidak langsung

memperdagangkan penarinya kepada para penyawer.

Mitos :

Komodifikasi dalam sebuah tarian Dolalak menjadi pro dan kontra. Masyarakat mayoritas yang menyukai Dolalak akan merasa terhibur dengan adanya saweran tersebut, sedangkan masyarakat minoritas tentu saja tidak akan menyetujui adanya saweran dalam Dolalak mengingat fungsinya sebagai ikon kota Purworejo dan sebagai penyebaran agama Islam melalui Sholawatan.

C. Pergeseran Makna

Setelah dianalisis dengan semiotika Roland Barthes dalam tahap denotatif dan konotatif diperoleh keterangan mengenai pergeseran makna. Pada sistem budaya, semakin banyak orang berkomunikasi semakin banyak pemahaman suatu makna yang kita peroleh. Penafsiran akan sesuatu makna pada dasarnya dinilai bersifat pribadi setiap orang. Sejak Olato, John Locke, Witt Geinstein, dan BrodBeck (1963),


(39)

74

makna dimaknakan dengan uraian yang sering membingungkan daripada menjelaskan. Dalam hal ini Brodbeck membagi makna pada tiga corak, sebagai berikut:

1. Makna inferensial, yaitu makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut, dalam uraian Ogden dan Richards (1946), proses pemberian makna (reference process) terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang ditunjukan lambang (disebut rujukan atau referent).

2. Makna yang menunjukan arti (significance) yaitu suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain, contoh: benda bernyala karena ada phlogistion, kini setelah ditemukan oksigen phlogistion tidak berarti lagi.

3. Makna intesional, yaitu makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secara empiris atau dicarikan rujukan. Makna ini tidak terdapat pada pikiran orang yang dimiliki dirinya saja (Sobur, 2004: 262).

Berikut pembahasannya:

1. Penari Dolalak Pria menjadi Penari Dolalak Putri

Letak pergeseran maknanya adalah ketika tarian Dolalak yang di tarikan oleh penari putri menjadi lebih menarik dan pemilik sanggar mementingkan kebutuhan pangsa pasar dengan adanya kapitalisme dalam pergeseran penari pria menjadi penari putri. Dan yang mencetuskan agar tarian Dolalak juga ditarikan oleh penari putri adalah seorang pria yaitu Bapak Supanto (Bupati Purworejo) karena memang peminat menonton sebuah tarian memang ketika ditarikan oleh penari putri dan juga secara tidak langsung mengundang perhatian masyarakat untuk ikut serta melestarikan tarian Dolalak. Secara garis besar tarian Dolalak sendiri memiliki pergeseran dari penari Putra ke penari Putri namun setelah dianalisis dengan Roland


(40)

75

Barthes memang adanya kepentingan dari pemilik modal atau pemilik grup dari Dolalak yang lebih condong ke versi Mlaranan ini lebih mementingkan bagaimana keuntungan dan nilai estetika dalam Dolalak, tanpa mengubah makna aslinya hanya saja penari nya bergeser dan versi Kaligesingan kurang diminati dan masyarakat Purworejo kini lebih condong ke penari Dolalak Putri versi Mlaranan.

2. Alat Musik Pengiring

Dari alat musik tradisional dengan membawa misi berdakwah menjadi alat musik elektronik yang lebih praktis. Letak pergeseran maknanya adalah ketika makna “tradisional” yang ingin disampaikan dengan memakai alat musik tradisional telah bergeser persepsi menjadi sebuah alat musik elektronik yang lebih “modern”. Tradisional dan modern ini sebenarnya dapat berjalan sesuai dengan perkembangan zaman, dan suatu kesenian itu sifatnya juga tidak kaku. Namun jika dilihat dari fungsi utamanya dan juga dilihat dari latarbelakang Dolalak yang diprakasai oleh tiga santri yaitu Rejo Taruna, Duliyat, dan Ronodimejo dari alat musik tradisional Islam seperti bedug, kendhang, kemprang, dan jidur, tentu saja akan menjadi suatu kesalahan dalam memaknai ketradisionalan yang semula untuk berdakwah menjadi mengikuti musik popular yang tengah berkembang pada masyarakat tahun 1960-an. Dan disaat mengikuti festival diInternasional ke 10 di Jogjakarta mendapat teguran dari panitia penyelenggara, karena secara tidak langsung Dolalak sendiri telah bergeser maknanya.

3. Syair Lagu

Dalam tarian Dolalak tidak dipungkiri adanya syair atau teks lagu yang bersifat jenaka, pantun, dan romantika. Tetapi yang menjadi sorotan adalah ketika tarian Dolalak untuk sarana berdakwah, syair lagu mengandung unsur-unsur Islami dengan nada shalawatan yang diambil dari kitab Berzanzi, namun, syair lagunya diganti menjadi bahan “guyonan” untuk diperdengarkan kepada penonton Dolalak.


(41)

76

Fenomena perubahan lirik Mustofangilon menjadi lirik yang jenaka, dilatarbelakangi dari penari Dolalak putri versi Mlaranan yang dianggap “sexy” dan

menarik”. Syair lagu memang mewakili cirri-ciri fisik dari penari Dolalak putri versi

Mlaranan. Dari fenomena tersebut terjadilah pergeseran makna, Mustofangilon dan lirik yang jenaka (Aja Dumeh rambut ireng dawa ndadi; Sesuk tua uwan mabluk kaya medi) tentu saja telah mengalami pergeseran secara makna.

4. Busana

Fenomena perubahan busana yang secara eksplisit terlihat lebih menonjolkan sisi kefeminimannya membuat tarian Dolalak ini ramai diperbincangkan

di social media, berikut komentar dari pengguna social media facebook:


(42)

77

Gambar diatas menerangkan bahwa social media facebook menjadi jembatan dimana adanya masyarakat kecil yang risih dengan adanya busana Dolalak dengan mengangkat adanya emansipasi wanita namun dalam hal bebusana tidak menunjukkan tata susila yang baik untuk dipertontonkan kepada masyarakat kota Purworejo, mengingat Dolalak sebagai ikonik kota Purworejo menununjukkan adanya pergeseran makna dari busana yang mulanya mencirikan budaya Indonesia yang diwujudkan dalam tata cara berpakaian, namun tata cara berpakaian dalam busana yang dikenakan oleh penari putri Dolalak saat ini tidak mencerminkan bahwa busana yang dikenakan tidak lagi mencirikan tarian Dolalak pada dasarnya namun busana penari Dolalak saat ini mencerminkan budaya barat .

5. Gerakan

Gerakan Dolalak saat pertama kali dipentaskan tahun 1915 memiliki gerakan yang dinamakan sebagai gerakan adeg, gerakan sawan, dan jalan ngedol. Sebenarnya, pada Dolalak saat ini yang ditarikan oleh penari putri tidak memiliki gerakan yang berbeda. Tetap ada gerakan adeg, gerakan sawan, dan jalan ngedol namun diikuti gerakan bebas karena Dolalak saat ini cenderung mengadakan saweran disetiap pementasan. Sehingga gerakan tarian Dolalak yang dahulunya diakrabi dengan gerakan-gerakan yang menjadi sentuhan dalam suatu tarian kini maknanya hanya sekedar penari berbusana ala Dolalak namun dengan gerakan yang bebas dan gerakan yang cenderung gerakan untuk joged pada saat dangdut. Saweran dalam Dolalak diikuti dengan cara bermusik dalam tarian Dolalak yang cenderung mengarah kepada musik popular dan musik dangdut. Secara makna pergeseran dari yang semula tarian Dolalak memiliki makna estetika dalam sebuah gerakan tarian, saat ini hanya bisa dimaknai sebagai gerakan yang tidak jelas karena diperuntukan untuk mengambil perhatian penonton.


(43)

78 6. Tata Urutan Pementasan Tari Dolalak

Tata urutan untuk tarian Dolalak saat ini sudah tidak begitu diperhitungkan karena biasanya tarian Dolalak akan dilakukan pada sore hari. Dikarenakan para penanggap tarian Dolalak adalah masyarakat pekerja, saat ini Dolalak kebanyakkan ditanggap. Karena jika hanya mengandalkan event-event tertentu, para pemilik sanggar tidak dapat menjamin upah penari Dolalak yang ikut kedalam sanggar. Dan waktu-waktu yang dahulu ditentukan jika siang hari tarian akan dimulai pada pukul 11.00 WIB dan malam hari pukul 21.00 WIB dengan durasi sekitar 8 jam, namun saat ini hanya berdurasi 10-15 menit untuk ditampilkan untuk acara saat ada tamu yang datang ke Purworejo, hajatan, dan di pernikahan. Pergeseran makna dalam tata urutan tarian Dolalak ini merupakan pergeseran makna yang bergeser karena adanya konsep-konsep dari pemikiran masyarakat modern dan konsumenrisme. Adanya konsep-konsep modern dan konsumenrisme telah menggantikan konsep-konsep kesakralan dalam menentukkan jam dan durasi dalam pementasan tari Dolalak.


(1)

73

Tahapan Konotatif :

Dalam tarian Dolalak, saweran merupakan salah satu usaha dari grup Dolalak untuk menarik perhatian masyarakat Purworejo untuk melihat Dolalak. Penyawer yang peneliti temukan dilapangan hanya menghamburkan uang untuk menyawer dan ingin mencari kepuasan batin semata. Saweran dalam Dolalak sendiri adalah adanya komodifikasi yang secara eksplisit tidak dapat diterka secara nyata.

Dengan saweran, sang penari telah dikomodifikasi oleh pemilik grup agar mendapat uang tambahan saat pentas. Rata-rata penari Dolalak putri yang ada saat ini sudah menikah, dan ketika yang menikah juga menjadi tulang punggung keluarga maka saweran menjadi salah satu bentuk para penari untuk mencari uang dan tentu saja dilatarbelakangi oleh kepentingan dari pendiri grup yang secara tidak langsung memperdagangkan penarinya kepada para penyawer.

Mitos :

Komodifikasi dalam sebuah tarian Dolalak menjadi pro dan kontra. Masyarakat mayoritas yang menyukai Dolalak akan merasa terhibur dengan adanya saweran tersebut, sedangkan masyarakat minoritas tentu saja tidak akan menyetujui adanya saweran dalam Dolalak mengingat fungsinya sebagai ikon kota Purworejo dan sebagai penyebaran agama Islam melalui Sholawatan.

C. Pergeseran Makna

Setelah dianalisis dengan semiotika Roland Barthes dalam tahap denotatif dan konotatif diperoleh keterangan mengenai pergeseran makna. Pada sistem budaya, semakin banyak orang berkomunikasi semakin banyak pemahaman suatu makna yang kita peroleh. Penafsiran akan sesuatu makna pada dasarnya dinilai bersifat pribadi setiap orang. Sejak Olato, John Locke, Witt Geinstein, dan BrodBeck (1963),


(2)

74 makna dimaknakan dengan uraian yang sering membingungkan daripada menjelaskan. Dalam hal ini Brodbeck membagi makna pada tiga corak, sebagai berikut:

1. Makna inferensial, yaitu makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut, dalam uraian Ogden dan Richards (1946), proses pemberian makna (reference process) terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang ditunjukan lambang (disebut rujukan atau referent).

2. Makna yang menunjukan arti (significance) yaitu suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain, contoh: benda bernyala karena ada phlogistion, kini setelah ditemukan oksigen phlogistion tidak berarti lagi.

3. Makna intesional, yaitu makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secara empiris atau dicarikan rujukan. Makna ini tidak terdapat pada pikiran orang yang dimiliki dirinya saja (Sobur, 2004: 262).

Berikut pembahasannya:

1. Penari Dolalak Pria menjadi Penari Dolalak Putri

Letak pergeseran maknanya adalah ketika tarian Dolalak yang di tarikan oleh penari putri menjadi lebih menarik dan pemilik sanggar mementingkan kebutuhan pangsa pasar dengan adanya kapitalisme dalam pergeseran penari pria menjadi penari putri. Dan yang mencetuskan agar tarian Dolalak juga ditarikan oleh penari putri adalah seorang pria yaitu Bapak Supanto (Bupati Purworejo) karena memang peminat menonton sebuah tarian memang ketika ditarikan oleh penari putri dan juga secara tidak langsung mengundang perhatian masyarakat untuk ikut serta melestarikan tarian Dolalak. Secara garis besar tarian Dolalak sendiri memiliki pergeseran dari penari Putra ke penari Putri namun setelah dianalisis dengan Roland


(3)

75 Barthes memang adanya kepentingan dari pemilik modal atau pemilik grup dari Dolalak yang lebih condong ke versi Mlaranan ini lebih mementingkan bagaimana keuntungan dan nilai estetika dalam Dolalak, tanpa mengubah makna aslinya hanya saja penari nya bergeser dan versi Kaligesingan kurang diminati dan masyarakat Purworejo kini lebih condong ke penari Dolalak Putri versi Mlaranan.

2. Alat Musik Pengiring

Dari alat musik tradisional dengan membawa misi berdakwah menjadi alat musik elektronik yang lebih praktis. Letak pergeseran maknanya adalah ketika makna “tradisional” yang ingin disampaikan dengan memakai alat musik tradisional telah bergeser persepsi menjadi sebuah alat musik elektronik yang lebih “modern”. Tradisional dan modern ini sebenarnya dapat berjalan sesuai dengan perkembangan zaman, dan suatu kesenian itu sifatnya juga tidak kaku. Namun jika dilihat dari fungsi utamanya dan juga dilihat dari latarbelakang Dolalak yang diprakasai oleh tiga santri yaitu Rejo Taruna, Duliyat, dan Ronodimejo dari alat musik tradisional Islam seperti bedug, kendhang, kemprang, dan jidur, tentu saja akan menjadi suatu kesalahan dalam memaknai ketradisionalan yang semula untuk berdakwah menjadi mengikuti musik popular yang tengah berkembang pada masyarakat tahun 1960-an. Dan disaat mengikuti festival diInternasional ke 10 di Jogjakarta mendapat teguran dari panitia penyelenggara, karena secara tidak langsung Dolalak sendiri telah bergeser maknanya.

3. Syair Lagu

Dalam tarian Dolalak tidak dipungkiri adanya syair atau teks lagu yang bersifat jenaka, pantun, dan romantika. Tetapi yang menjadi sorotan adalah ketika tarian Dolalak untuk sarana berdakwah, syair lagu mengandung unsur-unsur Islami dengan nada shalawatan yang diambil dari kitab Berzanzi, namun, syair lagunya diganti menjadi bahan “guyonan” untuk diperdengarkan kepada penonton Dolalak.


(4)

76 Fenomena perubahan lirik Mustofangilon menjadi lirik yang jenaka, dilatarbelakangi dari penari Dolalak putri versi Mlaranan yang dianggap “sexy” dan “menarik”. Syair lagu memang mewakili cirri-ciri fisik dari penari Dolalak putri versi Mlaranan. Dari fenomena tersebut terjadilah pergeseran makna, Mustofangilon dan lirik yang jenaka (Aja Dumeh rambut ireng dawa ndadi; Sesuk tua uwan mabluk kaya medi) tentu saja telah mengalami pergeseran secara makna.

4. Busana

Fenomena perubahan busana yang secara eksplisit terlihat lebih menonjolkan sisi kefeminimannya membuat tarian Dolalak ini ramai diperbincangkan di social media, berikut komentar dari pengguna social media facebook:


(5)

77 Gambar diatas menerangkan bahwa social media facebook menjadi jembatan dimana adanya masyarakat kecil yang risih dengan adanya busana Dolalak dengan mengangkat adanya emansipasi wanita namun dalam hal bebusana tidak menunjukkan tata susila yang baik untuk dipertontonkan kepada masyarakat kota Purworejo, mengingat Dolalak sebagai ikonik kota Purworejo menununjukkan adanya pergeseran makna dari busana yang mulanya mencirikan budaya Indonesia yang diwujudkan dalam tata cara berpakaian, namun tata cara berpakaian dalam busana yang dikenakan oleh penari putri Dolalak saat ini tidak mencerminkan bahwa busana yang dikenakan tidak lagi mencirikan tarian Dolalak pada dasarnya namun busana penari Dolalak saat ini mencerminkan budaya barat .

5. Gerakan

Gerakan Dolalak saat pertama kali dipentaskan tahun 1915 memiliki gerakan yang dinamakan sebagai gerakan adeg, gerakan sawan, dan jalan ngedol. Sebenarnya, pada Dolalak saat ini yang ditarikan oleh penari putri tidak memiliki gerakan yang berbeda. Tetap ada gerakan adeg, gerakan sawan, dan jalan ngedol namun diikuti gerakan bebas karena Dolalak saat ini cenderung mengadakan saweran disetiap pementasan. Sehingga gerakan tarian Dolalak yang dahulunya diakrabi dengan gerakan-gerakan yang menjadi sentuhan dalam suatu tarian kini maknanya hanya sekedar penari berbusana ala Dolalak namun dengan gerakan yang bebas dan gerakan yang cenderung gerakan untuk joged pada saat dangdut. Saweran dalam Dolalak diikuti dengan cara bermusik dalam tarian Dolalak yang cenderung mengarah kepada musik popular dan musik dangdut. Secara makna pergeseran dari yang semula tarian Dolalak memiliki makna estetika dalam sebuah gerakan tarian, saat ini hanya bisa dimaknai sebagai gerakan yang tidak jelas karena diperuntukan untuk mengambil perhatian penonton.


(6)

78

6. Tata Urutan Pementasan Tari Dolalak

Tata urutan untuk tarian Dolalak saat ini sudah tidak begitu diperhitungkan karena biasanya tarian Dolalak akan dilakukan pada sore hari. Dikarenakan para penanggap tarian Dolalak adalah masyarakat pekerja, saat ini Dolalak kebanyakkan ditanggap. Karena jika hanya mengandalkan event-event tertentu, para pemilik sanggar tidak dapat menjamin upah penari Dolalak yang ikut kedalam sanggar. Dan waktu-waktu yang dahulu ditentukan jika siang hari tarian akan dimulai pada pukul 11.00 WIB dan malam hari pukul 21.00 WIB dengan durasi sekitar 8 jam, namun saat ini hanya berdurasi 10-15 menit untuk ditampilkan untuk acara saat ada tamu yang datang ke Purworejo, hajatan, dan di pernikahan. Pergeseran makna dalam tata urutan tarian Dolalak ini merupakan pergeseran makna yang bergeser karena adanya konsep-konsep dari pemikiran masyarakat modern dan konsumenrisme. Adanya konsep-konsep modern dan konsumenrisme telah menggantikan konsep-konsep kesakralan dalam menentukkan jam dan durasi dalam pementasan tari Dolalak.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pergeseran Makna Bentuk Sajian Tari Dolalak Mlaranan Periode 1980-2015 T1 362012014 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pergeseran Makna Bentuk Sajian Tari Dolalak Mlaranan Periode 1980-2015 T1 362012014 BAB II

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pergeseran Makna Bentuk Sajian Tari Dolalak Mlaranan Periode 1980-2015 T1 362012014 BAB IV

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pergeseran Makna Bentuk Sajian Tari Dolalak Mlaranan Periode 1980-2015 T1 362012014 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pergeseran Makna Bentuk Sajian Tari Dolalak Mlaranan Periode 1980-2015

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pergeseran Makna Bentuk Sajian Tari Dolalak Mlaranan Periode 1980-2015

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi “Kesenian Tari Dolalak” di Kabupaten Purworejo dalam Mempertahankan Eksistensi T1 362009041 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi “Kesenian Tari Dolalak” di Kabupaten Purworejo dalam Mempertahankan Eksistensi T1 362009041 BAB II

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi “Kesenian Tari Dolalak” di Kabupaten Purworejo dalam Mempertahankan Eksistensi T1 362009041 BAB V

0 1 21

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pergeseran Makna Seni Tari Prajuritan di Desa Tegalrejo Kecamatan Argomulyo Salatiga T1 BAB V

0 0 3