POLA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI USIA PERNIKAHAN DI BAWAH 5 TAHUN ( Studi Kualitatif Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia Pernikahan Di Bawah 5 Tahun ).

(1)

ii   

Disusun Oleh :

EVA NADIA KUSUMA NINGRUM 0743010205

Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 196309071991032001

Mengetahui DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.si NIP. 195507181983022001


(2)

iv

limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, skripsi yang berjudul Pola Komunikasi Antara Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia

Pernikahan Di Bawah 5 Tahun dapat penulis susun dan selesai sebagai wujud

pertanggung jawaban atas terlaksananya kegiatan perkuliahan penulis.

Dalam proses penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Dra. Hj. Suparwati.M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.

2. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

3. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

4. Dosen Pembimbing Skripsi Penulis, Ibu Diana Amalia, M.Si. Terima kasih atas bantuan dan bimbingan Ibu dalam penyusunan Skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.

6. Dosen penguji Bu Diana, Pak Didiek, dan Bu Yuli yang telah banyak memberikan masukan bagi penulis untuk bisa lebih baik lagi..

7. Orang tua tercinta, saudara, dan tunanganku yang telah memberikan doa dan dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.


(3)

v

kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik maupun saran penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.

Surabaya, 6 desember 2010


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Komunikasi ... 8

2.1.1 Komunikasi Interpersonal ... 8

2.2 Pernikahan ... 13

2.2.1 Fase Kritis Dalam Pernikahan ... 14

2.3. Konflik ... 16

2.3.1. Tipe Manusia Dalam Menghadapi Konflik... 17

2.3.2. Manajemen Konflik Yang Efektif... 18

2.3.3. Jenis – Jenis Konflik ... 19


(5)

2.4.3. Tahapan Dalam Membina Hubungan ... 26

2.4.4. Perusakan Hubungan... 27

2.5. Kerangka Berpikir... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Metode Penelitian ... 34

3.2 Konsep Operasional ... 35

3.3 Informan... 36

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 37

3.6. Teknik Analisis Data... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Obyek Penelitian ... 40

4.1.2. Penyajian Data ... 41

4.2. Analisi Data... 45

4.2.1. Konflik Suami Istri ... 45

4.2.2. Pola Komunikasi Suami Istri ... 55

4.3. Pembahasan... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN


(6)

(7)

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Ketika seorang laki-laki dan perempuan bertemu dan berkenalan kemudian saling mengenal satu sama lain dan menemukan kecocokan diantara mereka, pasti mereka memutuskan untuk membangun sebuah rumah tangga dengan melangsungkan pernikahan. Pernikahan merupakan sarana dalam mempersatukan dua anak manusia menjadi satu kesatuan yang utuh dalam sebuah rumah tangga, maka apabila penyatuan tersebut tidaklah dilandasi oleh pedoman hidup yang sejalan maka akan membawa sebuah permasalahan yang bisa membawa konflik dalam sebuah pernikahan.

Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan, dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan penyesuaian secara terus menerus. Setiap Pernikahan selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam, kesediaan untuk saling menerima pasangan masing-masing dengan latar belakang yang merupakan bagian dari kepribadiannya. Orang menikah bukan hanya mempersatukan diri, tetapi seluruh keluarga besarnya juga ikut. Pernikahan adalah ungkapan iman,dimana terjadi persatuan dua tubuh dan


(9)

pribadi yang berbeda, di dalamnya seseorang menaru makna dan kebahagian hidupnya di dalam diri seseorang lainnya. ( Norwan,2007:105)

Banyak pasangan suami istri mencita – citakan kehidupan perkawinan yang bahagia dan harmonis namun untuk mewujudkannya bukanlah persoalan yang mudah. Menurut Dr. Joseph Abraham seorang psikolog sekaligus konselor mengatakan bahwa tiap perkawinan tak selamanya berjalan mulus. Ada beberapa fase yang harus di lewati tiap pasangan suami istri yaitu fase bulan madu, Fase Akomodasi, fase tantangan, Fase Penyimpangan, dan Terlahir kembali. (www.walipop.com)

Ketika suami dan istri berikrar untuk menikah, berarti masing-masing ‘mengikatkan diri’ pada pasangan hidup. Kebebasan sebagai individu ‘dikorbankan’. pernikahan bukan sebuah titik akhir, tetapi sebuah perjalanan panjang untuk mencapai tujuan yang disepakati berdua. Tiap pasangan harus terus belajar mengenai kehidupan bersama dan harus menyiapkan mental untuk menerima kelebihan sekaligus kekurangan pasangannya dengan kontrol diri yang baik.

Suami istri adalah dua insan yang berbeda dalam hampir segala sifatnya. Sifat-sifat berbeda diantara keduanya sulit dipersatukan kecuali ada kesadaran diri untuk saling memahami satu sama lain. Salah satu ketidakcocokan dalam keluarga khususnya suami istri disebabkan karna adanya perbedaan pendapat yang memicu timbulnya konflik.


(10)

Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan.. Konflik pun dapat timbul karena adanya kesalahan dalam diri seseorang berkomunikasi. Konflik dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan segala macam hubungan. Contohnya hubungan orang tua dengan anak, kakak dan adik, mertua dengan menantu, suami istri,dsb. Seperti konflik yang terjadi dalam hubungan suami istri yang disebabkan suami kurang melakukan komunikasi atau sekedar berbicara. Sebab, banyak pasangan yang tenggelam dengan aktifitas sendiri. Suami istri yang sibuk dengan aktivitasnya tanpa banyak bicara antara pasangan. Sedangkan diwaktu senggan, sering kali mereka gunakan untuk istirahat karena kelelahan setelah aktifitas. Kurangnya atau tak adanya waktu untuk saling berbagi dan berkomunikasi ini sering kali menimbulkan salah pengertian yang mengacuh pada konflik. Faktor komunikasi terbatas merupakan faktor yang dapat menjadi pendorong terjadi konflik. Selain itu penghasilan, anak, orang ketiga, seks,kenyakinan, mertua, ragam perbedaan juga merupakan faktor penyebab terjadinya konflik. ( Tabloid Nova, Jumat 2 April 2010 )

Di awal tahun pernikahan, konflik sering terjadi. Karena awal tahun pernikahan merupakan masa rawan, bahkan dapat disebut sebagai era kritis karena pengalaman bersama belum banyak. Menurut .Dra. Dharmayati Utoyo Lubis, MA, PhD, tahun pertama perkawinan memang paling rawan. Ibarat koin, tahun pertama memiliki dua sisi. "Satu sisi memang masih bulan madu, masih manis. Satu sisi lainnya adalah masa


(11)

penyesuaian, sehingga akan banyak menumbuhkan konflik," terang pembantu dekan I Fakultas Psikologi UI ini. Nah, konflik inilah yang merupakan pemicu terjadinya perceraian apabila suami-istri tak mampu mengelola konflik secara baik. ( Tabloid Nova, Jumat 23 Juli 2010 )

Sedangkan menurut Tiwin Herman, M.Psi, mengatakan bahwa usia di bawah 5 tahun merupakan usia pernikahan yang rawan dengan konflik. Hal ini disebabkan oleh proses penyesuaian diri yang terhambat. Banyak suami istri yang mengeluh bahwa sifat dan sikap pasangannya berubah setelah menikah, tidak seperti pacaran. Jika masa ini tidak terselesaikan akan menyebabkan komunikasi berjalan tidak lancar karena adanya ketidakpuasan dari masing – masing pihak dan itu akan menyebabkan masalah baru akan muncul karena adanya ketidak puasan atau kekecewaan dari sifat atau sikap pasangan. (www.kompas.com)

Komunikasi Interpersonal menjadi ujung tombak dalam penyelesaian konflik rumah tangga, karena dengan adanya komunikasi tersebut maka setiap pasangan suami istri dapat lebih terbuka dengan pasangan masing-masing dalam penyampaian maupun penyelesaian masalah. Komunikasi interpersonal atau yang lebih dikenal dengan komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal (Mulyana, 2000).


(12)

Di sisi lain manusia tidak akan pernah lepas dari sebuah komunikasi karena manusia merupakan mahkluk sosial. Seperti halnya suami istri di dalam sebuah pernikahan tidak akan terlepas dari adanya komunikasi karena setiap hari selalu terjadi proses interaksi antara suami dan istri. Namun masing – masing pasangan memiliki cara tersendiri dalam berkomunikasi yang dikenal dengan pola komunikasi. Pola komunikasi yang terjadi diantara suami istri di setiap masing – masing keluarga berbeda , hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu usia pernikahan , kondisi sosial ekonomi, latar belakang masing – masing pasangan, budaya dari masing – masing pasangan. Pola komunikasi ini merupakan bentuk hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman pesan dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan dimengerti. (Djamarah,2004:1)

Menurrut Djamarah, ada tiga model pola komunikasi suami istri yang sering terjadi diantaranya yaitu Model Stimulus – Respons (S-R), Model ABX, dan Model Interaksional. Pola komunikasi Stimulus – Respons (S-R) bersifat linier yang tingkat kedudukannya tidak sama. Dalam model pola komunikasi S-R ada salah satu pihak ada yang lebih mendominasi. Adanya kedudukan yang tidak seimbang ini disebabkan karena salah satu pihak pasif dan pihak yang lain aktif dalam memberikan rangsangan. Sedangkan pola komunikasi model ABX menggambarkan adanya perbedaan pandangan antara kedua belah individu yang memiliki satu kedekatan terhadap sebuah obyek. Ketegangan mungkin akan muncul yang akan menuntut individu ini


(13)

untuk mencari keseimbangan dengan cara mengubah sikap terhadap pihak lain atau terhadap hal yang di permasalahkan. Dan model ketiga yaitu model interaksional yang merupakan kebalikan dari pola komunikasi model S-R. Dalam model interaksional, kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi sama – sama aktif dan kreatif dalam menciptakan arti terhadap ide atau gagasan yang disampaikan via pesan, sehingga jalannya komunikasi terkesan lebih dinamis dan komunikatif.

Peneliti memilih topik ini karena peneliti ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi antara suami istri yang usia pernikahannya dibawah 5 tahun dalam menyelesaikan konflik dan peneliti mengambil pasangan suami istri yang usia pernikahannya dibawah 5 tahun dikarenakan usia pernikahan di bawah 5 tahun merupakan usia yang rawan terjadinya sebuah konflik karena di usia ini terjadi proses penyesuaian dan penyatuan dua individu yang memiliki perbedaan yang akan berpotensi besar untuk terjadinya sebuah konflik. Dalam penelitian ini, peneliti sebelumnya telah melakukan observasi di lingkungan sekitar. Selain itu peneliti akan melakukan wawancara mendalam untuk mengetahui konflik apa yang sedang terjadi dan bagaimana pola komunikasi suami istri dalam menyelesaikan konflik tersebut.


(14)

1.1.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: “ Bagaimana pola komunikasi suami istri dalam penyelesaian konflik di usia pernikahan di bawah 5 tahun ?”

1.2.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulis yaitu untuk mengetahui Bagaimana pola komunikasi suami istri dalam konflik usia pernikahan di bawah 5 tahun

1.3.

Manfaat Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berkaitan dengan pola komunikasi suami dengan istri.

1.4.2. Kegunaan praktis

a. Hasil Penelitian ini dapat memberi masukan pada suami istri tentang pola komunikasi yang tepat untuk menyelesaikan setiap konflik diantara suami istri.

b. Memberikan gambaran bagi pembaca, khususnya masyarakat umum tentang pola komunikasi di antara suami istri dalam menyelesaikan konflik dalam rumah tangga

   


(15)

2.1. Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari kata Latin Communicare atau communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Dalam komunikasi terdapat istilah komunikator yaitu orang yang menyampaikan pesan, sedangkan Komunikan yaitu orang yang menerima pesan. Berikut beberapa definisi komunikasi menerut beberapa para ahli yaitu:

1. Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang – lambang verbal ) untuk mengubah perilaku orang lain (Komunikan). ( Carl I. Hovland )

2. Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku penerima. ( Everett M. Rogers )

3. Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih (Tubbs & Moss ). ( Mulyana, 2005)

2.1.1. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal atau lebih dikenal dengan komunikasi anatarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka,


(16)

yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal (Mulyana, 2000).

. Kebanyakan komunikasi interpersonal berbentuk verbal disertai ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara lisan. Cara tertulis diambil sejauh diperlukan, misalnya dalam bentuk memo, surat, atau catatan. (hardjana, 2003, p. 85)

Dalam buku Joseph A. DeVito yang berjudul Essentials Of Human Communications edisi kelima, ia menerangakan bahwa komunikasi interpersonal dapat didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan yang jelas. (DeVito,2002:134) Komunikasi antarpribadi juga dapat dibagi tiga anacangan utama, yaitu :

1. Definisi berdasarkan hubungan diadik (dua orang)

Komunikasi anatrpribadi adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua orang yang memiliki hubungan yang mantap dan jelas.

2. Definisi berdasarkan perkembangan (developmental) Komunikasi antarpribadi adalah akhir dari perkembangan komuniklasi yang bersifat tidak pribadi(impersonal). Pada suatu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang lain.

3. Definisi berdasarkan komponen ( componential )

Definisi ini menjelaskan komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponen-komponen utama. Dalam hal ini


(17)

penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelopmpok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera. (DeVito,2002:231)

Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan tetap memperhatikan kedinamisannya, komunikasi interpersonal mempunyai ciri-ciri yang tetap, yaitu:

1. Komunikasi interpersonal adalah verbal dan non verbal

Komunikasi interpersonal adalah komunikasinya dikemas dalam bentuk verbal atau nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti pada komunikasi umumnya, selalu mencakup dua unsur pokok: isi pesan dan bagaimana isi itu dikatakan atau dilakukan, baik secara verbal maupun non verbal. Untuk efektifnya, kedua unsur itu sebaiknya diperhatikan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan keadaan penerima pesannya.

2. Komunikasi interpersonal mencakup perilaku tertentu.

Perilaku dalam komunikasi meliputi perilaku verbal dan non verbal. Ada tiga perilaku dalam komunikasi interpersonal:

1) Perilaku spontan (spontaneous behavior) adalah perilaku yang dilakukan karena desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi secara kognitif. Artinya, perilaku itu terjadi begitu saja. Jika verbal, perilaku spontan bernada asal


(18)

bunyi. Misalnya”hai”. “aduh” , “hore”. Perilaku spontan non verbal, misalnya meletakkan telapak tangan pada dahi waktu sadar telah berbuat keliru atau lupa, melambaikan tangan pada waktu berpapasan dengan teman, atau menggebrak meja dalam diskusi ketika tidak setuju atas pendapat orang.

2) Perilaku menurut kebiasaan (script behaviour) adalah perilaku yang dipelajari dari kebiasaan. Perilaku itu khas, dilakukan pada situasi tertentu, dan dimengerti orang. 3) Perilaku sadar (contrived behaviour) adalah perilaku yang

dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang sebelumnya, dan disesuaikan dengan orang yang akan dihadapi.

3. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berproses pengembangan

Komunikasi interpersonal berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, pesan yang dikomunikasikan dan cara pesan yang dikomunikasikan. Komunikasi itu berkembang berawal dari saling pengenalan yang dangkal, berlanjut makin mendalam, dan berakhir dengan saling pengenalan yang amat mendalam. Tetapi juga dapat putus, sampai akhirnya saling melupakan.


(19)

4. Komunikasi interpersonal mengandung umpan balik, interaksi, dan koherensi.

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka. Karena itu, kemungkinan umpan balik (feedback) besar sekali. Dalam komunikasi itu, penerima pesan dapat langsung menanggapi dengan menyampaikan umpan balik. Dengan demikian, diantara pengirim dan penerima pesan terjadi interaksi yang satu mempengaruhi yang lain, dan kedua-duanya saling mempengaruhi dan memberi serta dampak. Pengaruh itu terjadi pada dataran kognitif-pengetahuan, efektif-perasaan, dan behavioral-perilaku. Semakin berkembang komunikasi interpersonal itu, semakin intensif umpan balik dan interaksinya karena peran pihak-pihak yang terlibat berubah peran dari penerima pesan menjadi pemberi pesan, dan sebaliknya. (hardjana, 2003)

Dari beberapa penjelasan tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa komunikasi interpersonal merupakan sebuah bentuk proses pertukaran pesan yang dilakukan setidaknya 2 orang, sebagai perwujudan dari bentuk komunikasi diadik. Dalam proses komunikasi ini masing-masing peserta komunikasi dapat menafsirkan pesan yang dikirim secara langsung, sehingga arus balik bersifat langsung.


(20)

2.2. Pernikahan

Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Pernikahan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.

Pernikahan menurut Norwan adalah ungkapan iman, dimana terjadi persatuan dua tubuh dan pribadi yang berbeda, di dalamnya seseorang menaru makna dan kebahagian hidupnya di dalam diri seseorang lainnya. (Norwan,2007:105)

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam perspektif islam, pernikahan diartikan sebagai akad yang sangat kuat ( mitsaqan ghalidzan ) yang dilakukan secara sadar oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak. Karena itu pernikahan bukanlah ibadah dalam arti kewajiban, melainkan hubungan sosial kemanusiaan semata, pernikahan akan bernilai ibadah, jika diniatkan untuk mencari ridha Allah SWT. ( Monib,


(21)

Nurcholis,2009:33 )

Menurut Kejadian 2:24, pernikahan adalah perpaduan emosi dua pribadi yang saling berfungsi, meskipun keduanya berbeda dan tetap memegang teguh jati-diri masing-masing. Namun mereka adalah satu-kesatuan.

Pernikahan merupakan suatu anugerah sekaligus persembahan diri sendiri kepada pasangan, dimana salah satu tujuan pokok pernikahan adalah usaha suami istri untuk saling menyelamatkan, menyerahkan diri dengan rela, senang hati serta saling menyempurnahkan. Keseluruhan hidup dalam pernikahan hendaknya diresapi oleh cinta kasih yang tak berkesudahan, berkembang menjadi semakin sempurnah dan kuat dengan segala usaha serta upaya untuk saling berbagi segalanya menuju penyatuan seluruh hidup mereka sampai akhir. ( Norwan,2007 :105 )

2.2.1. Fase Kritis Dalam Pernikahan

Menurut Dr. Joseph Abraham seorang psikolog sekaligus konselor mengatakan bahwa tiap perkawinan tak selamanya berjalan mulus. Ada beberapa fase yang harus di lewati tiap pasangan suami istri yaitu :

1. Fase Bulan Madu

Ini adalah fase di bulan – bulan awal pernikahan. Rasa ketertarikan termasuk kegiatan bercinta masih sangat aktif. Pasangan hidup dalam kebahagian, seperti di negri


(22)

dongeng.

2. Fase Akomodasi

Fase ini dimulai sekitar 6 bulan pertama pernikahan. Pasangan mulai kembali ke dunia nyata dimana gelombang kecil pernikahan mulai timbul. Banyak hal – hal yang harus dikompromikan diantara keduanya, namun komunikasi adalah kunci utama untuk menyelesaikan fase ini dengan baik sehingga sebuah kata sepakat bisa tercapai.

3. Fase Tantangan

Pasangan mulai di hadapkan dengan berbagai masalah baik dari diri sendiri atau keluarga. Harapan – harapan yang teralu tinggi terhadap pasangan akan menjadi boomerang dalam sebuah pernikahan. Dalam fase ini pertengkaran akan terjadi jika komunikasi mulai berjalan kurang lancar. Terkadang pihak ketiga dapat bersifat netral diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah.

4. Fase Persimpangan

Saat masalah yang terjadi tak terduga dapat diselesaikan dengan baik dan cenderung berujung pada pertengkaran tiada akhir, pasangan mulai di hadapkan dengan pilihan yaitu pernikahan layak dipertahankan atau malah diakhiri.


(23)

5. Fase Terlahir Kembali

Fase ini adalah keadaan saat pasangan merasakan ketenangan kembali setelah berhasil menghadapi aneka tantangan. Hidup mereka terlahir kembali seperti pengantin baru.(www.walipop.com)

2.3. Konflik

Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan. Yang dimaksud dengan konflik yaitu situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu tindakan pihak lain. (Johnson,1981).

Menurut Duvall dan Miller (1985), masa awal pernikahan merupakan masa paling berat ketika pasangan yang baru menikah harus menghadapi berbagai proses penyesuaian diri terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Proses ini pasti melibatkan konflik didalamnya, dan melalui proses ini pasangan dapat mempelajari cara penyelesaian konflik yang efektif, yang dapat bermanfaat bagi mereka yang menjalani kehidupan pernikahan dimasa yang akan datang.

Konflik ini biasanya fokus pada masalah – masalah siapa saja yang bertanggung-jawab, seberapa besar kesamaan yang ada, dan siapa yang berhak menerapkan aturan didalam tindakan. Opini masyarakat yang


(24)

mengatakan konflik buruk tidak sepenuhnya benar. Karena konflik adalah bagian dalam tiap hubungan interpersonal, bila tidak ada konflik maka hubungan akan tumpul dan tidak seimbang.

Konflik dapat berefek negatif maupun positif. Dari efek negatif terjadi jika suatu konflik mengarah pada peningkatan perasaan – perasaan negatif terhadap pasangan. Hal ini akan membuat seseorang semakin menutup diri dengan orang lain. Sedangkan efek positif dari konflik adalah dapat membuat kita memeriksa maslah yang selama ini timbul dan dapat mencari jalan keluarnya. Bila kita dapat menggunakan strategi konflik dengan baik,, hubuingan yang baik dan sehat akan tampak. Fakta yang terjadi jika kita berusaha menyelesaikan konflik maka kita akan merasa hubungan tersebut layak dipertahankan. Dengan terjadinya konflik diharapkan kita dapat lebih memahami satu dengan yang lain dan dari pemahaman itu akan timbul saling pengertian.

2.3.1. Tipe Sifat Manusia Dalam Menghadapi Konflik

Dalam menghadapi berbagai macam konflik, manusia memiliki sifat – sifat yang berbeda antara lain :

1. Competing yaitu merupakan sifat cenderung agresif dan biasanya ada unsur membentak. Filosofinya adalah “ Kamu kalah dan Saya yang menang “


(25)

2. Avoiding yaitu dimana dalam setiap menghadapi konflik, seseorang akan cenderung untuk menghindar.

3. Accommudating yaitu dalam setiap terjadi konflik, seseorang akan cenderung mengalah. Mengorbankan diri sendiri dengan tujuan menjaga keharmonisan dalam hubungan.

4. Collaborating yaitu memutuskan kepada kebutuhan kedua belah pihak dengan filosofi “ Sama – sama enak “

5. Kompromiting yaitu mencari jalan tengah, dengan prinsipnya “ Saya kalah dan menang, dan Kamu juga kalah dan menang”( DeVito. 2002 : 151 )

2.3.2. Manajemen Konflik Yang Efektif

Ada beberapa manajemen konflik yang efektif dalam menyelesaikan konflik, yaitu :

1. Win-Lose dan Win-Win yaitu harus ada sikap saling besar hati dan niat untuk menyelesaikan suatu konflik.

2. Menghadapi konflik secara aktif.

3. Bicara untuk berani menyelesaikan masalah.

4. Bertindak tanpa mengganggu kepentingan orang lain. 5. Fokus pada sekarang yang dijalani, jangan mengungkit –

ungkit kesalahan masa lalu. 6. Berpikirlah secara positif.


(26)

7. Jangan pernah menyalahkan, apalagi sampai menghina orang lain.

8. Jika maslah muncul, lakukan pendekatan secara baik – baik guna penyelesaian suatu konflik. Jangan malah membuat orang lain merasa terpojok, bersalah dan tidak berharga. 9. Mencari solusi terbaik, yaitu mau melihat sudut pandang dari

luar juga. Jangan memaksakan kehendak dan pemeikiran kita semata. ( DeVito, 2002:150 )

2.3.3. Jenis –Jenis Konflik

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu. Menurut James A . F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada 5 jenis konflik yaitu :

1. Konflik Intrapersonal yaitu konflik seseorang dengan dirinya sendiri.

2. Konflik Interpersonal yaitu pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan keinginan atau kepentingan.


(27)

3. Konflik antar individu – individu dengan kelompok – kelompok yaitu berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan – tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. 4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama yaitu

konflik yang sering terjadi di dalam organisasi-organisasi. 5. Konflik antar organisasi yaitu konflik ini biasanya disebut

dengan persaingan yang terjadi diantara satu komunitas dengan komunitas yang lainnya.( www.wikipedia.com )

2.3.3. Sumber Konflik Yang Dialami Oleh Suami Istri

Ada beberapa hal yang dapat menjadi sumber timbulnya konflik diantara suami istri diantaranya yaitu penghasilan. Penghasilan suami lebih besar dari istri adalah hal biasa. Bila yang terjadi kebalikannya, bisa timbul masalah. Suami merasa minder karena tak dihargai penghasilannya, sementara istri merasa di atas sehingga jadi sombong dan tak menghormati suami. Penyebab konflik yang kedua adalah kehadiran seorang anak. Sering kali bila di dalam sebuah rumah tangga, suami menyalahkan istri yang tidak dapat memberikan anak di dalam keluarga. Kehadiran orang ketiga pun sering kali menjadi penyebab konflik yang dialami oleh suami istri. Orang ketiga bisa hadir dari keluarga sendiri maupun dari luar yang dibawa oleh suami maupun istri.


(28)

Masalah yang satu ini sering kali jadi sumber keributan suami-istri yaitu seks. Biasanya yang sering komplain adalah pihak suami yang tak puas dengan layanan istri. Suami seperti ini umumnya memang egois dan tidak mau tahu. Padahal, banyak hal yang menyebabkan istri bersikap seperti itu. Bisa karena letih, stres, ataupun hamil. Masalah yang tidak kalah penting dan sering diributkan oleh suami istri yaitu keyakinan Biasanya, pasangan yang sudah berikrar untuk bersatu sehidup semati tidak mempersoalkan masalah keyakinan yang berbeda antar mereka. Namun, persoalan biasanya akan timbul manakala mereka mulai menjalani kehidupan berumah tangga. Mereka baru sadar bahwa perbedaan tersebut sulit disatukan. Masing - masing membenarkan keyakinannya dan berusaha untuk menarik pasangannya agar mengikutinya. Meski tak selalu, hal ini sering kali terjadi pada pasangan suami-istri yang berbeda keyakinan sehingga keributan pun tak dapat terhindarkan.

Kehadiran mertua dalam rumah tangga sering kali menjadi sumber konflik karena terlalu ikut campurnya mertua dalam urusan rumah tangga anak dan menantunya. Selain itu ragam perbedaan juga salah satu masalah yang harus dihadapi. Menyatukan dua hati berarti menyatukan dua kepribadian dan selera yang tentu juga berbeda. Misalnya suami seorang yang pendiam, sementara istri cerewet dan meledak-ledak emosinya. Nah, kedua pribadi ini bila disatukan biasanya tidak nyambung. Masing-masing tak ada yang mau ngalah, akhirnya ribut juga.


(29)

Dan satu permasalahan yang sering terjadi diantara suami istri yaitu komunikasi yang terbatas. Pasangan suami-istri yang sama-sama sibuk biasanya tak punya cukup waktu untuk berkomunikasi. Paling-paling mereka bertemu saat hendak tidur atau di akhir pekan. Kurangnya atau tak adanya waktu untuk saling berbagi dan berkomunikasi ini sering kali menimbulkan salah pengertian. Suami tidak tahu masalah yang dihadapi istri, demikian juga sebaliknya ( Nababan ,2010 )

2.4. Pola

Komunikasi

Komunikasi merupakan proses pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan untuk memberi atau bertukar informasi. Dan pola diartikan sebagai bentuk atau struktur . Sehingga pola komunikasi dapat diartikan sebagai bentuk hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman pesan dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan dimengerti. (Djamarah,2004:1)

Menurut Tarmadji, pola komunikasi adalah gambaran sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya. (Tarmadji,1998:27)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi adalah bentuk hubungan dua orang atau lebih dari proses pengiriman dan penerimaan pesan yang mengaitka dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah suatu aktivitas dengan komponen –


(30)

komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar pribadi.

2.4.1. Pengertian Keluarga ( Suami Istri )

Suami istri dalam keluarga adalah satu kesatuan yang saling mendukung. Suami istri adalah dua orang yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama diikat secara sah oleh hukum dan agama. Sebagai satu kesatuan, suami istri harus memiliki rasa cinta, saling percaya, saling menghormati satu sama yang lain dan adanya sikap saling berharap juga merupakan salah satu unsur yang penting dalam suami istri untuk membina rumah tangga. ( Suhendi, 2001: 42 )

Suami dan istri mempunyai memiliki masing – masing peran dalam hidup rumah tangganya. Peran tersebut adalah :

a. Peran suami

1. Sumber kekuasaan , tanggungjawab ekonomi 2. Penghubung dengan dunia luar

3. Pelindung dari ancaman luar. 4. Pendidik segi rasional

b. Peran Istri

1. Sumber Kasih Sayang 2. Tempat mencurahkan isi hati


(31)

3. Pengatur Kehidupan Rumah Tangga 4. Pendidik segi emosional

2.4.2. Pola Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang intinya terdapat sepasang suami istri dan anaknya. Namun yang berperan penting dalam membangun sebuah keluarga yaitu hubungan yang terjadi antara anggota masing-masing. Sebuah hubungan akan berjalan dengan baik jika terdapat pola komunikasi yang efektif. Pola komunikasi yang efektif dapat harus terjalin di dalam keluarga terutama di antara suami istri.

Pola komunikasi yang sering terjadi antara suami dan istri dalam keluarga meliputi beberapa model pola komunikasi yaitu :

1. Model Stimulus – Respons

Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai proses “ aksi – reaksi “yang sangat sederhana. Pola S – R mengasumsikan bahwa kata – kata verbal ( lisan – tulisan ), isyarat – isyarat nonverbal, gambar – gambar, dan tindakan – tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Proses ini dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan yang mempunyai sifat timbal – balik dan mempunyai banyak efek.


(32)

2. Model ABX

Menurut Mulyana, Bila A dan B mempunyai sikap positif terhadap satu sama lainnya dan terhadap X ( Oorang, gagasan, atau benda ) hubungan itu merupakan simetri. Bila A dan B saling membenci, dan salah satu menyukai X, sedangkan yang lainnya tidak, hubungan itu juga merupakan simetris. Akan tetapi bila A dan B saling menyukai, namun mereka tidak sependapat mengenai X atau bila mereka saling membenci, namun sependapat mengenai X, maka hubungan mereka bukan simetris.

X X

+ - + -

A + B A - B

3. Model Interaksional

Model ini berlawanan dengan model S – R. Jika S-R mengasumsikan manusia adalah pasif, interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Komunikasi disini digambarkan sebagai pembentukan makna, yaitu penafsiran atas pesan atau prilaku orang lain oleh para peserta komunikasi. Interkasi yang terjadi antar individu tidak sepihak. Antar individu aktif, reflektif, dan kreatif dalam


(33)

memaknai dan menafsirkan pesan yang dikomunikasikan. (Djamarah,2004 : 38 – 43)

2.4.3. Tahapan Dalam Membina Hubungan

Dalam tahapan ini dapat terlihat sejauh mana seseorang menjalin hubungan dan hal tersebut dapat terlihat sejauh mana seseorang menjalin hubungan dan hal tersebut dapat terlihat dalam sebuah hubungan pernikahan. Tahapan dalan membina hubungan yaitu :

1. KONTAK

Pada tahap pertama kita membuat kontak. Pada tahap ini penampilan fisik begitu penting. Hal pertama yang dilihat oleh orang lain dari diri kita adalah fisik kita. Dalam interaksi awal seseorang dapat memutuskan ingin melanjutkan hubungan tersebut atau tidak. 2. KETERLIBATAN

Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh dari, ketika kita mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapakan diri kita

3. KEAKRABAN

Pada tahap ini, kita mengikat diri kita lebih jauh dari pada orang ini. Kita mungkin membina hubungan yang lebih jauh sehingga orang ini dapat menjadi sahabat baik atau kekasih kita. Komitmen ini dapat mempunyai berbagai bentuk, misalnya pernikahan,


(34)

mengungkap rahasia terbesar kita, membantu orang tersebut. Tahap ini hanya disediakan untuk sedikit orang saja kadang-kadang hanya satu, kadang dua, atau tiga sampai empat orang saja.

4. PERUSAKAN

Dua tahap berikutnya merupakan penurunan hubungan, ketika ikatan diantara kedua pihak melemah. Kita dan orang itu akan menjadi semakin jauh. Semakin sedikit waktu senggang yang akan kita lalui bersama dan bila bertemu, kita akan saling berdiam diri, tidak lagi banyak mengungkapkan diri. Jika tahap perusakan ini berlanjut, kita memasukin tahap pemutusan.

5. PEMUTUSAN

Tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua belah pihak. Jika bentuk ikatan itu pernikahan, pemutusan hubungan dilambangkan dengan perceraian, walaupun pemutusan hubungan aktual dapat berupa hidup berpisah. Adakalanya terjadi peredaan, kadang-kadang ketegangan dan keresahan makin meningkat saling tuduh, permusuhan, dan marah-marah terus terjadi. (DeVito,1997:233)

2.4.4. Perusakan Hubungan

Yang dimaksud dengan perusakan hubungan adalah melemahnya ikatan yang mempertalikan orang bersama. Perusakan hubungan dapat


(35)

terjadi secara berangsur atau mendadak, sedikt atau ekstrim. Beberapa sebab perusakan hubungan menurut DeVito yaitu :

1. Alasan – alasan untuk membina hubungan telah luntur

Bila alasan kita untuk membina hubungan berubah secara drastis, hubungan itu dapat menjadi rusak. Contoh, bila kesepian tidak lagi berkurang, hubungan mungkin sedang menuju jurang kehancuran. Bila daya tarik luntur, kita kehilangan arah dan alasan terpenting untuk mengembangkan hubungan. Kita tahu bahwa bila hubungan terputus, biasanya pihak yang menarik yang memulainya.

2. Hubungan pihak ketiga

Hubungan yang dibina dan dipelihara karena sebagian besar di dalamnya, kesenangan menjadi maksimal dan penderitaan menjadi minimal. Bila hal ini tidak lagi terjadi, kecil harapan hubungan itu dapat bertahan. Hal ini menbuat pemenuhan kebutuhan dicari ditempat lain. Bila suatu hubungan yang baru dapat memenuhi kebutuhan ini secara lebih baik, maka hubungan yang lama dapat menjadi rusak

3. Perubahan sifat hubungan

Perubahan sifat hubungan pada salah satu atau dua belah pihak dapat mendorong rusaknya hubungan.


(36)

4. Harapan yang tak pernah terkatakan

Adakalanya konflik menyangkut hal remeh. Siapa yang mencuci piring, siapa yang harus mencuci pakaian, siapa yang harus memasak, siapa yang memakai mobil atau tidak. Biasanya ini sering terjadi pada awal hubungan. Seringkali konflik kecil sebenarnya bersumber pada perasaan marah dan bermusuhan yang menyangkut perasaan tidak puas atau barankali ada perasaan sakit hati yang lama yang belum tersembuhkan.

5. Seks

Sedikit sekali hubungan seksual yang bebas dari masalah. Walaupun frekuensi hubungan seksual tidak ada kaitannya dengan putusnya hubungan, namun kepuasan seksual ada kaitannya. Hal ini biasanya terjadi pada pasangan suami istri yang masih tergolong baru menikah, yang menganggap bahwa kualitas hubungan seks jauh lebih penting dari pada kuantitasnya. Bila kualitas hubungan ini buruk, pihak yang terlibat mungkin mencari kepuasan diluar hubungan yang sah. 6. Pekerjaan

Ketidakpuasaan terhadap pekerjaan seringkali berkaitan erat dengan rusaknya hubungan, ini terjadi pada semua jenis pasangan. Pada umunya jika pihak lelaki merasa terganggu dengan pekerjaan pihak wanita ( mis: penghasilan pihak wanita


(37)

lebih besar dari pria). Hubungan mereka berada diambang bahaya. Ada juga yang karena kesibukan masing - masing sampai menyebabkan kurangnya perhatian kepada pasangan. 7. Masalah keuangan

Uang barangkali merupakan topik yang tabu untuk dibicarakan pada tahap awal suatu hubungan. Tetapi soal ini ternyata merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi semua pasangan ketika mereka mulai memantapkan hubungan mereka. Uang dapat menimbulkan kekuasaan. Penghasilan yang tidak sama antara pria dan wanita menimbulkan masalah lebih jauh, yang dalam hal ini biasanya pria selalu menginginkan penghasilan yang lebih besar daripada pasangannya.

8. Ketidamerataan distribusi penghargaan dan biaya

Hubungan yang setara adalah hubungan dimana ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Bila hubungan suatu pasangan sudah dirasakan tidak setara lagi, maka hubungan ini akan menjadi rusak.

9. Komitmen

Merupakan hal yang sangat penting yang harus ada pada setiap pasangan. Seperti komitmen emosional ( cinta kasih, saling percaya, kejujuran, keterbukaan, dll ), komitmen keuangan ( pertimbangan - pertimbangan dalam penggunaan uang untuk


(38)

berbagai macam biaya), dan komitmen waktu ( semakin lama hubungan sering kali pasangan semakin sayang kalau hubungan itu diputuskan). ( DeVito,1997: 250)

2.5. Kerangka Berpikir

Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain. Komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang saling bertatap muka sering disebut dengan komunikasi interpersonal. Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi dalam sebuah interaksi pribadi, antara suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak, dan antara anak dan anak. (Djamarah,2004 : 46 )

Komunikasi yang terjalin diantara suami istri  merupakan sesuatu hal yang penting khususnya dalam kehidupan pernikahan untuk menjaga keharmonisan keluarga  Oleh karena itu pasangan suami istri perlu membangun komunikasi yang baik melalui komunikasi interpersonal yang intens. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya konflik karena konflik di latar belakangi perbedaan ciri-ciri yang dibawa setiap individu dalam suatu interaksi. Perbedaan itu menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, sara, dsb. Kurangnya komunikasi antar suami dan istri dapat memicu adanya konflik. Konflik yang terjadi terkadang dapat berlaru – larut karena tidak ditemukannya jalan keluar dari konflik


(39)

tersebut, namun tidak sedikit juga konflik tersebut dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada saat itu juga. Hal ini tentu saja selain dikuatkan oleh fakta – fakta yang ada juga di dukung oleh adanya teori – teori yang bersangkutan.

Seperti teori DeVito yang mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi pada suami istri pada umumnya disebabkan oleh faktor komunikasi. Pasangan suami istri yang sama – sama sibuk biasanya tidak punya cukup waktu untuk berkomunikasi. Paling mereka bertemu saat tidur, atau diakhir pekan. Hal tersebut menimbulkan kurangnya atau tak adantya waktu untuk saling berbagi dan berkomunikasi ini sering menimbulkan salah pengertian. Suami tidak tau permasalahan yang dihadapi istri, demikian juga sebaliknya. Akhirnya, ketika ketemu bukannya saling mencurahkan kasih sayang namun malah timbul pertengkaran.

Setiap individu memiliki strategi dalam mengatasi konflik. Namun, sebuah konflik dapat diselesaikan secara efektif jika diantara suami istri terbina pola komunikasi yang tepat. Karena semakin rumit suatu konflik, maka semakin komplek juga cara yang digunakan untuk menyelesaikannya.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui dan berusaha melihat bagaimana pola komunikasi antar suami istri dalam menyelesaikan konflik di usia pernikahan dibawah 5 tahun. Menurut Djamarh ada 3 model


(40)

pola komunikasi yang terjalin di antara suami istri yaitu model Stimullus- Respons (S – R), model ABX, dan model Interaksional.


(41)

34 

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu metode yang tidak menggunakan statistik atau angka – angka tertentu. Dan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam untuk memperoleh jawaban dari narasumber. Teknik wawancara mendalam digunakan karena dengan wawancara secara langsung antara peneliti dan informan, jawaban yang di dapat akan lebih murni, tidak dapat dimanipulasi, sebab dalam wawancara langsung bahasa yang muncul tidak hanya bahasa verbal namun bahasa non verbal pun akan tampak.

Dengan berpedoman pada interview guide yang dibuat berdasarkan adanya kenyataan dalam sebuah rumah tangga, dimana terkadang ada pihak yang mendominasi, maupuin kenyataan dimana pada setiap pasangan suami istri akan membuat satui komitmen bersama dalam pernikahannya yang berlatar belakang berbeda. Dari beberapa kenyataan yang ditemui, peneliti menyusun interview guide yang terdiri dari beberapa pertanyaan untuk mencari dan menggalin informasi dari para respondennya.


(42)

Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara penulis dengan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajamna pengaruh bersama dan terhadap pola – pola nilai yang dihadapi, meskipun mempunyai bahaya bias peneliti. Hasil penelitian kualitatif tidak dapat digeneralisasikan, yaitu tidak dapat diambil kesimpulan secara umum, jadi hanya dapat berlaku pada situasi dan kondisi serta keadaan diman peneliti dilakukan. ( Kountur, 2003:29)

3.2. Konsep Operasional

Pengertian pola komunikasi dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk hubungan yang terjadi pada pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun dalam proses pengiriman pesan dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan dimengerti.

Pola komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 3 Pola komunikasi yang sering terjadi antara suami dan istri yaitu Pola Komunikasi Model Stimulus-Respons (S-R), Model ABX, dan Model Interaksional. (Djamarah,2004:1).


(43)

Ada tiga model pola komunikasi suami istri yang sering terjadi diantaranya yaitu Model Stimulus – Respons (S-R), Model ABX, dan Model Interaksional. Pola komunikasi Stimulus – Respons (S-R) bersifat linier yang tingkat kedudukannya tidak sama. Dalam model pola komunikasi S-R ada salah satu pihak ada yang lebih mendominasi. Adanya kedudukan yang tidak seimbang ini disebabkan karena salah satu pihak pasif dan pihak yang lain aktif dalam memberikan rangsangan. Sedangkan pola komunikasi model ABX menggambarkan adanya perbedaan pandangan antara kedua belah individu yang memiliki satu kedekatan terhadap sebuah obyek. Ketegangan mungkin akan muncul yang akan menuntut individu ini untuk mencari keseimbangan dengan cara mengubah sikap terhadap pihak lain atau terhadap hal yang di permasalahkan. Dan model ketiga yaitu model interaksional yang merupakan kebalikan dari pola komunikasi model S-R. Dalam model interaksional, kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi sama – sama aktif dan kreatif dalam menciptakan arti terhadap ide atau gagasan yang disampaikan via pesan, sehingga jalannya komunikasi terkesan lebih dinamis dan komunikatif.

3.3.

Informan

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Riset kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil riset. Hasil riset lebih kontekstual dan kaustik, yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu sewaktu riset


(44)

dilakukan. Karena itu pada riset kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Sampel pada riset kualitatif disebut informan atau subyek penelitian (Kriyantono, 2007:161).

Pada penelitian ini, yang menjadi informan atau subyek penelitian yaitu pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun yang memiliki perbedaan dari segi budaya, kepercayaan, usia, dan jenjang pendidikan hingga pada pasangan yang tidak memiliki perbedaan tersebut karena dari segi usia, keyakinan, tingkat pendidikan pada posisi setara.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan bentuk penelitian kualitatif dan jenis sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulkan data penelitian ini sebagai berikut :

1. Observasi dengan pengamatan peran

Teknik yang digunakan dalam menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, lokasi, dan benda, serta rekaman gambar. Teknik observasi berperan serta ialah terbukanya kesempatan bagi peneliti untuk mengambil bagian nyata dalam kegiatan keluarga, atau bahkan mengikuti peristiwa yang tak dapat dilakukan bagi proses penelitian atau kegiatan ilmiah lainnya. Keuntungan lainnya yang dimiliki, yaitu kesempatan untuk menangkap realitas dari pandangan


(45)

seorang yang memang benar-benar terlibat dalam kasus yang sedang diteliti.

2. Wawancara mendalam ( In-Dept-Interview )

Yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh peneliti kepada informan. Jawaban informan dicatat dan direkam oleh peneliti. Wawancara yang dilakukan adalah mendalam, yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran tentang topik yang diteliti. ( Bungin, 2001:110 ). Peneliti mengajukan pertanyaan guna mendapatkan informasi yang diharapkan. Dalam melakukan wawancara, peneliti harus memiliki pedoman wawancara ( interview guide ) yang kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti.

3. Studi Literatur

Adalah teknik pengumpulan data dengan mencari data penunjang dengan mengelolah buku – buku dan sumber bacaan lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.6.

Teknik Analisis Data

Patton mengungkapkan bahwa analisi data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema


(46)

dan merumuskan hipotesis ( ide ) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. (Moleong, 2001:103)

Terdapat langkah – langkah dalam mengenalisis data ( Moleong,2001:105) :

1. Data yang terkumpul di kategorisasikan dan dipilah – pilah menurut jenis datanya.

2. Melakukan seleksi terhadap data yang dianggap data inti yang berkaitan langsung dengan permasalahan dan hanya merupakan data pendukung.

3. Menelaah, mengkaji, dan mempelajari lebih dalam data tersebut kemudian melakukan interpretasi data untuk mencari solusi dalam permaslahan yang diangkat dalam penelitian. Pada penelitian kualitatif ini, analisis data dilakukan semenjak awal penelitian. Pengamatan berdasarkan realita yang ada di sekitar dan ditunjang dari beberapa sumber media yang wacananya terkait dengan penelitian ini


(47)

40   

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Pada penelitian ini, yang menjadi informan atau subyek penelitian yaitu pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun yang memiliki perbedaan dari segi budaya, kepercayaan, usia, dan jenjang pendidikan hingga pada pasangan yang tidak memiliki perbedaan tersebut karena dari segi usia, keyakinan, tingkat pendidikan pada posisi setara.

Di dalam penelitian ini, peneliti akan mengamati dan mengajukan beberapa pertanyaan untuk mencari apa masalah yang sering terjadi di antara pasangan yang memiliki perbedaan. Karena dari permasalahan itu akan menimbulkan sebuah konflik, dan seperti apa konflik yang terjadi diantara suami istri tersebut. Karena setiap informan memiliki latar belakang yang berbeda sehingga diharapkan peneliti dapat menemukan konflik yng bervariatif dari 5 informan tersebut. Peneliti juga akan mencari pola komunikasi yang seperti apa yang terjalin 6 pasangan suami istri saat menghadapin konflik yang terjadi diantara mereka.


(48)

4.1.2. Penyajian Data

Penelitian dilakukan selama kurang lebih satu bulan di Surabaya. Dan sebagaimana yang telah di tetapkan sebelumnya, subyek penelitian yang dijadikan informan tidak dapat dibatasi atau di tentukan berapa jumlahnya, tetapi dipilih beberapa informan yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai substansi penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan pola komunikasi suami istri dalam menghadapi konflik di usia pernikahan di bawah lima tahun. Data diperoleh dengan melakukan observasi dan indepth interview yang dilakukan terhadap pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun. Wawancara dilakukan secara langsung bertatap muka dengan tujuan untuk mengamati perilaku dan perkembangan dari situasi yang di teliti itu sendiri.

Data yang diperoleh dengan menggunakan indepht interview (wawancara mendalam) yaitu orang – orang yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai substansi penelitian sehingga dapat menghasilkan data berupa kata – kata dan tindakan yang memungkinkan informan untuk mendefinisikan dirinya sendiri. Wawancara dilakukan untuk menggali informasi sebanyak – banyaknya dari informan. Setelah seluruh data diperoleh, data secara kualitatif dianalisis sehingga diperoleh gambaran, jawaban serta kesimpulan dari pokok permasalahan yang diangkat.


(49)

INFORMAN I

Informan I adalah pak ujang ( 28 tahun ) yang menikah dengan Bu Dian ( 24 tahun ) dan telah memiliki seorang anak. Usia pernikahan pasangan suami istri ini telah 2 tahun. Pak ujang bekerja sebagai seorang pegawai SPBU, dan Bu Dian sebagai ibu rumah tangga. Suami berasal dari Jawa Barat yang mayoritas penduduk merupakam suku sunda sedangkan istri merupakan suku jawa yang berasal dari Jawa Timur. Pasangan ini awal pertemuan di tempat saat mereka bekerja. saat itu suami bekerja di sebuah marketing sales multi produk, dan istri bekerja di sebuah counter handphone. Dan pasangan ini bertemu saat ada sebuah acara yang di dalamnya mereka terlibat. Pasangan ini memiliki perbedaan suku, namun perbedaan itu tidak menjadi penghambat bagi pasangan suami istri ini untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.

INFORMAN II

Informan II adalah seorang suami yang bernama Pak Okki ( 26 tahun) yang bekerja di salah satu Bank Nasional di Gresik yang menikah dengan Bu Crista ( 24 tahun) yang bekerja sebagai seorang telemarketing di salah satu perusahaan di Surabaya. Pasangan suami istri yang telah menikah 2 tahun ini bertempat tinggal di rumah susun yang terletak di bagian barat kota Surabaya dan mereka telah dikarunai seorang anak laki – laki. Pasangan ini merupakan pasangan yang memiliki perbedaan agama. Suami memeluk agama islam sedangkan istri memeluk agama kristen.


(50)

Pernikahan mereka dilakukan karena pada saat itu istri dalam posisi hamil dahulu. Dan pernikahan pun dilakukan secara KUA yang hanya di hadirin oleh pihak keluarga saja.

INFORMAN III

Informan III ini merupakan pasangan suami istri yang melakukan pernikahan di usia dini. Suami yang bernama Angga (19 tahun) menikah Dwi (18 tahun) dan saat ini pasangan ini telah dikaruniai seorang anak perempuan. Pernikahan pasangan ini terjadi saat mereka duduk di kelas III Sekolah Menengah Atas. Pernikahan yang dilakukan pasangan ini dikarenakan istri telah hamil diluar nikah. Sekarang, pasangan ini menjalani pernikahannya dengan penuh kesederhanaan. Bertempat tinggal di sebuah kontrakan yang hanya memiliki 1 kamar tidur, dan ruang tamu yang sempit yang digunakan sebagai tempat usaha suami.Pasangan ini memenuhi kebutuhan hidup keluarga dengan mengandalkan uang dari usaha Play Station yang dijalankan suami di rumah. Sedang istri hanya di rumah sebagai ibu rumah tangga.

INFORMAN IV

Informan IV adalah Pak Yohan ( 35 tahun) yang menikah dengan Bu Mita (22 tahun) yang memiliki jarak usia 13 tahun. Pasangan ini baru 1 tahun membina rumah tangga. Dan istri saat ini sedang menanti kelahiran anak pertama mereka. Mereka hanya menjalanin masa pacaran selama 4


(51)

bulan. Alasan mereka melakukan pernikahan karena usia suami yang sudah siap membina rumah tangga, disamping itu juga karena pasangan ini sama – sama serius ingin membina hubungan ini untuk menuju ke pernikahan. Kondisi suami yang lebih tua mendorong suami untuk mampu membimbing istri yang lebih muda menjadi seorang yang istri yang lebih dewasa. Dan saat ini mereka bertempat tinggal di sebuah rumah susun yang masih merupakan peninggalan warisan dari orang tua suami.

INFORMAN V

Informan V ini adalah seorang pegawai swasta yang bernama Handoko (34 Tahun). Pak Handoko menikah dengan Bu Dessy (20 Tahun ). Pasangan suami istri ini bertempat tinggal di daerah Dukuh Kupang Surabaya. Pak Handoko merupakan lulusan S1 dari salah satu Universitas Swasta di Surabaya. Sedangkan Bu Dessy hanya mampu menyelesaikan jenjang pendidikan di bangku sekolah kelas 2 SMP. Perbedaan jenjang pendidikan yang terjadi diantara pasangan suami istri ini tidaklah menjadi penghalang bagi pasangan ini untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Namun adanya pro dan kontra dari pihak suami sempat menjadikan penghalang bagi pasangan ini. Suami pun dapat menyakinkan keluarganya atas keputusannya untuk menikah dengan istri. Dan Hingga saat ini pernikahan mereka telah memasuki usia 2 tahun dan pasang ini telah memiliki seorang anak cowok.


(52)

INFORMAN VI

Informan VI adalah pasangan suami istri yang telah menjalani masa pacaran selama 10 tahun. Pak Heri ( 32 tahun ) menikah dengan Bu Ika ( 32 tahun ) setelah melewati masa pacaran yang lama. Mereka telah memiliki seorang anak perempuan yang telah berusia 2 tahun. Saat ini Pak Heri bekerja sebagai seorang marketing di sebuah Bank Nasional di Surabaya, dan Bu Ika merupakan seorang guru matematika di sebuah sekolah swasta di Surabaya. Jenjang terakhir yang dijalanin oleh pasangan ini adalah S1. Dengan masa pacaran yang cukup lama yang dimulai semenjak mereka duduk di bangku SMA hingga di posisi telah bekerja membuat pasangan yang memiliki persamaaan usia, agama, dan tingkat pendidikan ini tidak ragu untuk membangun sebuah ruamah tangga. adanya dorongan dan doa restu dari masing – masing orang tua pasangan membuat pasangan ini menjadi lebih yakin untuk membawa hubungan ke jenjang pernikahan.

4.2. Analisis Data

4.2.1. Konflik Suami Istri Di Usia Pernikahan Di Bawah 5 Tahun

A. Harapan Yang Tak Terkatakan

Adakalanya konflik kelihatannya menyangkut soal – soal “remeh”. Siapa yang mencuci piring dan siapa yang mencuci pakaian? Siapa yang memasak, siapa yang membersihkan rumah?. Bagi orang luar masalah ini tampak tidak begitu penting, tapi dalam konflik ini soal isi ( content )


(53)

bukanlah hal yang pokok. Seringkali konflik ini berpusat pada dimensi hubungan. Pasangan yang sering mempermasalahkan siapa yang membersihkan rumah mungkin menghadapi masalah yang lebih dari pada persoalan membersihkan rumah. Bisa menyangkut hal yang lebih penting seperti siapa yang sebenarnya menjadi kepala keluarga. Sering kali konflik kecil bersumber pada perasaan marah yang menyangkut tidak puas atau tidak bahagia.

Seperti yang diungkapkan oleh pasangan suami istri informan III kepada peneliti melalui wawancara secara langsung jika konflik sering terjadi karena permasalahan yang sepele.

Informan III ( Suami ):

“biasanya masalah membersihkan rumah...soalnya dia malas saya juga malas jadinya repot..soalnya istri tidak suka bersih – bersih rumah”

( Interview : jumat, 29 oktober 2010 jam 16.30 wib di kediaman informan )

Informan III ( istri : ):

Ya jika disuruh – suruh tidak mau...soalnya disuruh tidak mau langsung malah ditinggal ..misalnya disuruh beli popok anaknya selalu tidak langsung dibelikan biasanya harus tunggu dulu..”

( Interview : jumat, 29 oktober 2010 jam 16.30 wib di kediaman informan )


(54)

Penyebab yang sama juga diungkapkan oleh pasangan suami istri informan IV yang menyatakan bahwa persoalan sepele yang sering terjadi membuat mereka menjadi berselisih paham.

Informan IV ( Suami ) :

“ya istri saya khan terpaut jauh kadang saya menyadari dia masih ingin senang- senag, ya saya marahin sebentar..besok menangis besok saya selesakan,saya minta maaf dan selesai..”

( Interview : Selasa, 6 November 2010 pukul 18.00 di

kediaman orang tua istri)

Informan IV ( Suami ) :

“konflik itu pasti ada tengkar - tengkar kecil, ya masalahnya sepele, ya masalah ngidam hamil ini ”

( Interview : Selasa, 6 November 2010 pukul 18.00 di

kediaman orang tua istri)

Permasalahan sepele juga menjadi penyebab terjadinya konflik diungkapkan juga oleh pasangan suami istri informan V kepada peneliti melalui wawancara secara langsung.

Informan V ( Suami ) :

“Biasanya masalah sepel ya untuk bersih – bersih rumah kadang malas”

( Interview : Jumat, 12 November 2010 jam 19.00 di


(55)

Informan V ( Istri ) :

“Masalah yang dirumah..ya masalah pribadi sendiri ini di dalam..ya tidak dapat dijelaskan ya...masalah bersih- bersih rumah”

( Interview : Jumat, 12 November 2010 jam 19.00 di kediaman informan)

Berdasarkan hasil wawancara ketiga informan tersebut dapat disimpulkan jika persoalan sepele seperti urusan rumah tangga dan kondisi istri yang sedang hamil menimbulkan konflik diantara mereka. Dari pernyataan yang disampaikan oleh suami maupun istri dapat diketahui jika adanya ketidakpuasan salah satu pihak. Suami yang tidak puas karena istri yang melupakan tugasnya membersihkan rumah membuat perasaan marah. Sekaligus sebaliknya, istri pun merasa marah karena adanya perasaan yang tidak puas karena suami yang tidak mengetahui dan memenuhi keinginan istri. Ketidakpuasan itu disebabkan karena adanya harapan satu pihak kepada pihak lain yang tidak sesuai. Pemecahan konflik semacam ini bukanlah pada pemenuhan harapan yang tidak realitis tapi melainkan lebih pada berusaha menemukan harapan tersebut tidak realitis dan menggantikannya dengan harapan yang lebih mungkin dicapai. (DeVito,1997:250)


(56)

B. ANAK

Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan. Konflik pun dapat timbul karena adanya kesalahan dalam diri seseorang berkomunikasi. Konflik juga dapat terjadi oleh siapa saja termasuk pasangan suami istri.

Pasangan suami istri yang usia pernikahan di bawah 5 tahun sering kali mengalami konflik yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu persoalan anak yang menyangkut cara pola asuh anak. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan pasangan suami istri kepada peneliti berikut ini :

Informan I ( Suami ) :

“selisih pendapat atau perbedaan dalam mendidik anak. Karena menurut saya cara mendidik anak yang baik adalah mengarahkan anak kita kearah yang lebih baik, mengajarkan anak kita cara hidup dan etika dan yang paling penting karena saya ingin anak saya memiliki sopan santun.

(Interview : Senin, 26 Oktober 2010 jam 17.00 di kediaman informan)

Informan I ( Istri) :

”kalo menurut saya mendidik anak ajah dia terlalu keras, bolehlah dia mendidiknya secara keras karena anak saya laki – laki . Terkadang anak terlalu nakal sampai dipukul. (Interview : Senin, 26 Oktober 2010 jam 17.00 di kediaman informan)


(57)

Konflik yang disebabkan oleh anak juga dialami oleh pasangan suami istri informan IV ini. Berikut pernyataan pasangan suami istri kepada peneliti mengenai penyebab konflik yang sering terjadi diantara pasangan.

Informan VI ( Suami ) :

“masalah anak, edukasi dini ke anak terkadang kita lepas menyamaratakan anak yang baru 2thn dengan umur 5thn, cara mendidik kita menyampaikan suatu perintah dengan sistem yang langsung menyuruh,membentak , atau seperti apa itu kadang juga menjadi konflik di kita”.

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 16.30 di kantor)

Informan VI ( Istri ) “ masalah anak, kalo anak nakal ya bertengkar...”

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 19.00 di kediaman orang tua )

Dari pernyataan informan I dan VI dapat diketahui jika penyebab konflik yang sering terjadi diantara pasangan ini yaitu persoalan anak. Informan I menyatakan selama ini konflik yang sering terjadi di antara mereka adalah perbedaan cara mendidik anak. Konflik sering terjadi disebabkan adanya perbedaan pandangan dan pemikiran antara suami dan istri. Suami mengakui jika dirinya keras dalam mendidik anak. Sedangkan istri tidak menyukai cara suami. Karena menurut istri mendidik anak tidak akan selalu dengan kekerasan. Keinginan istri untuk suami tidak mendidik secara keras menimbulkan perasaan ketidak puasan istri terhadap suami.


(58)

Sedangkan informan VI yang sama dengan informan I memberikan pernyataan yang sama jika anak menjadi penyebab konflik diantara mereka. Perbedaan pendapat tentang cara pola asuh anak yang menjadi awal konflik terjadi diantara mereka. Kesalahan terhadap pemberian pendidikan di usia dini yang diterapkan mereka, diakui oleh suami sering kali membuat cara mendidik anak menjadi salah. Sedangkan istri berpendapat jika kenakalan yang dilakukan oleh anak tidak seharusnya di sikapi dengan kekerasan. . (DeVito,1997:250)

C. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik diantara pasangan suami istri. Pasangan suami istri yang kondisinya sama – sama memiliki pekerjaan akan akan cenderung memiliki potensi terjadinya konflik. Karena pasangan yang sama –sama perkerjaan akan sering kali sulit menemukan waktu untuk bersama – sama. Dan pekerjaan ikut menyebabkan terjadinya konflik di kemukakan oleh Blumsteinn and Schwartz (1997) :

“ menghabiskan waktu terlalu banyak secara sendiri – sendiri merupakan petanda bahwa pasangan yang bersangkutan tidak ingin hidup sendiri lagi. Jika suatu pasangan berlibur sendiri – sendiri, makan terpisah, dan menghabiskan banyak waktu di tempat kerja dan jauh dari rumah, kecil harapan bahwa hubungan mereka dapat bertahan”

Pernyataan tersebut menyatakan bahwa pekerjaan merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik di antara pasangan suami istri.


(59)

Saat melakukan penelitian, peneliti juga menemukan informan pasangan suami istri yang penyebab konflik adalah pekerjaan. Karena kesibukan suami akan pekerjaan dan juga lokasi kerja yang jauh, membuat pasangan ini kurang ada waktu untuk bersama.hal itu dinyatakan langsung oleh informan kepada peneliti.

Informan II ( Suami ):

“Seperti jarang pulang kerumah atau semaunya sendiri. Saya jarang pulang karena setiap hari saya pulangnya malam, dan jarak kantor dan rumah jauh, jadi saya lebih sering menginap dirumah orang tua karena jaraknya lebih dekat dengan kantor saya.”

( Interview : Kamis, 28 Oktober jam 15.00 di kediaman orang tua )

Informan II ( Suami ): “biasanya karena kurang perhatian”

( Interview : Kamis, 28 Oktober jam 15.00 di kediaman orang tua )

Pasangan suami istri yang menyatakan sama jika penyebab terjadinya konflik yaitu pekerjaan. Hal ini disampaikan langsung oleh Pak Heri dan Bu Ika kepada peneliti secara langsung

Informan VI ( Suami ) :

“Misalnya pekerjaan kita pulang telat agak malam sedikit dari biasanya itu, kita tidak konfirmasi ke istri itu secara otomatis bertanya yang tidak-tidak...”

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 16.30 di kantor)


(60)

Informan VI ( Istri ) : “trus kalo kerja gak pulang - pulang “

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 16.30 di kediaman orang tua)

Kedua informan diatas memiliki penyebab konflik yang sama yaitu pekerjaan. Bagi mereka pekerjaan banyak menyita waktu kebersamaan. Karena masing – masing sibuk kerja, sehingga waktu bagi mereka merupakan sesuatu yang sangat berharga. Sehingga disaat ada waktu untuk bersama yang hanya di malam hari, tidak dapat digunakan dikarenakan suami yang jarang pulang kerumah atau suami yang telat pulang kerumah sering kali menjadi satu permasalahn bagi istri. Dan jika konflik ini tidak segera diatasi akan membawa hubungan ini menjadi lebih buruk. (DeVito,1997:250)

Dari keenam informan yang di teliti melalui wawancara secara langsung dapat diketahui jika ada 3 pokok penyebab konflik antara suami istri yaitu harapan yang tak terkatakan, anak, dan pekerjaan. Informan III, IV dan V menyebutkan jika penyebab konflik adalah harapan yang tidak terkatakan, informan I dan VI menyebutkan anak sebagai penyebab konflik, dan pekerjaan sebagai penyebab konflik bagi informan II dan IV.

Dapat disimpulkan konflik antara suami istri di bawah 5 tahun disebabkan oleh adanya harapan yang tidak terkatakan. Konflik terjadi karena adanya ketidakpuasan salah satu pihak. Ketidakpuasan itu disebabkan karena adanya harapan satu pihak kepada pihak lain yang tidak


(61)

sesuai. Pemecahan konflik semacam ini bukanlah pada pemenuhan harapan yang tidak realitis tapi melainkan lebih pada berusaha menemukan harapan tersebut tidak realitis dan menggantikannya dengan harapan yang lebih mungkin dicapai. (DeVito,1997:250)

Konflik yang disebabkan karena harapan yang tak terkatakan cenderung terjadi pada pasangan suami istri yang usia pernikahannya antara 1 hingga 2 tahun. Hal ini membuktikan jika konflik yang terjadi di usia awal pernikahan masih tergolong konflik yang kecil, karena konflik itu muncul juga disebabkan karena faktor kondisi suami istri yang masih harus melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan yang terjadi.

Dengan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa usia pernikahan menentukan konflik yang terjadi, menurut Duvall and Miller (1985) mengatakan bahwa masa awal pernikahan merupakan masa paling berat ketika pasangan yang baru menikah harus menghadapi berbagai proses penyesuaian diri terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Proses ini pasti melibatkan konflik didalamnya, dan melalui proses ini pasangan dapat mempelajari cara penyelesaian konflik yang efektif, yang dapat bermanfaat bagi mereka yang menjalani kehidupan pernikahan dimasa yang akan datang.


(62)

4.2.2. Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia

Pernikahan Di Bawah 5 Tahun  

A. Pola Komunikasi Model Interaksional

Model Interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Komunikasi disini digambar sebagai pebentukan makna yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lian oleh para peserta komunikasi. Beberapa konsep penting yang digunakan adalah diri sendiri, simbol, makna, penafsiran , dan tindakan. Interaksi yang terjadi antar individu tidak sepihak. Antar individu saling aktif, reflektif, dan kreatif dalam memaknai dan menafsirkan pesan yang dikomunikasikan. Semakin cepat memberikan pemaknaan dan penafsiran terhadap pesan yang disampaikan semakin mempelancar kegiatan sehingga jalannya komunikasi terkesan lebih dinamis dan komunikatif. (Djamarah 2004:38-43)

Berikut pasangan suami istri yang termasuk pola komunikasi model interaksional, dalam arti antara suami atau istri saling aktif dalam menyampaikan atau menafsirkan pesan secara kreatif untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan dimengerti.

Informan II ( Suami ):

“ ya kita bicara berdua, bicara apa kesalahan kita ya kita minta maaf . trus kita juga perlu intropeksi diri. Kadang istri kadang saya, kadang saya tergantung siapa yang salah.” ( Interview : Kamis, 28 Oktober jam 15.00 di kediaman orang tua )


(63)

Informan II ( Istri ):

“Biasanya dia lebih diam, jadi saya yang memulai membicarakan lebih dulu, ya biasanya melalui sms atau telepon. Biasanya saya yang mengalah. Ya bagaimana lagi, daripada ada apa khan saya tidak ingin sampai ada perceraian.”

( Interview : Kamis, 28 Oktober jam 15.00 di kediaman orang tua )

Cara yang sama juga dilakukan oleh informan IV. Interaksi yang sama antara suami dan istri juga dilakukan untuk menyelesaikan konflik diantara mereka

Informan IV ( Suami ) :

“Biasanya ya bicara..sudah berhenti..nanti baik kembali”

( Interview : Selasa, 6 November 2010 pukul 18.00 di kediaman orang tua istri)

Informan IV ( istri ) : “membicarakan bersama”

( Interview : Selasa, 6 November 2010 pukul 18.00 di kediaman orang tua istri)

Informan V juga menggunakan cara yang sama seperti informan II dan IV, namun proses penyampaiannya jauh lebih perlahan namun tujuannya sama yaitu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam hubungan mereka.

Informan V ( Suami ) :

“biasanya saya paling tidak merayu, saya mengajak bicara, pertama saya alihkan pembicaraan dulu setelah dia ada


(64)

respon untuk masuk ke pembicaan intinya baru saya bahas masalah itu”

( Interview : Jumat, 12 November 2010 jam 19.00 di kediaman informan)

Informan V ( Istri ) :

“Ya biasanya kalo saya memang ada konflik itu selalu diam mznya juga kemudian mznya deketin saya bicara , bercanda trus langsung dibicarakan...ya dibuat bercanda...”

( Interview : Jumat, 12 November 2010 jam 19.00 di kediaman informan)

Informan VI ( Suami ) :

“Eh setiap konflik itu hampir kita selesaikan dengan

pembicaraan jadi tidak biarkan berlarut larut jdi ketika konflik itu terjadi kita biasanya kita ingatkan artinya ini tidak sesuai dengan kesepakatan kita, ini yang harusnya pulang jam 7 kog jadi jam 9 , atau dalam acara kegiatan itu harusnya sehari jadi 3 hari, artinya proses itu tetap kita lalui artinya parameter yang kita jadikan konflik itu tetep kita jalankan tetapi untuk menyelesaikannya kita menyampaikan itu seharusnya jangan seperti itu lagi karena jika seperti itu kita tidak sesuai perkiraan akan menyita waktu dan jadi masalah. ”

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 16.30 di

kantor)

Informan VI ( Istri ) :


(65)

Biasanya melalui telepon khan suami berangkat j 6 pagi pulang j 8, baru ketemu juga malam itu pun langsung istirahat”

( Interview : Selasa, 9 November 2010 jam 16.30 di kediaman orang tua)

Komunikasi yang terjalin di antara hubungan suami istri informan III ini sama dengan informan yang lainnya. Namun ada perbedaan dari perilaku yang sangat ektrim di bandingkan dengan informan yang lainnya.

Informan III ( Suami ):

“mudah...ditinggal perginya saja..nanti pulang – pulang langsung tinggal mandi saja..”

( Interview : jumat, 29 oktober 2010 jam 16.30 wib di kediaman informan )

Informan III ( istri : ): “Ya dibiarkan ..nanti selesai sendiri”

( Interview : jumat, 29 oktober 2010 jam 16.30 wib di kediaman informan )

Kelima pasangan suami istri ini menyampaikan pesan dan menafsirkan pesan secara aktif. Antara suami dan istri sama-sama aktif untuk menyampaikan pesan yang ingin disampaikan, kemudian menafsirkannya pesan yang diterima dan memberikan umpan balik atau feedback sehingga terjadi komunikasi secara dinamis.

Cara penyampaian pesan yang dilakukan oleh informan berbeda-beda. Ada 2 informan menggunakan alat komunikasi sebagai media


(66)

pengantara untuk menyampaikan hal ini karena adanya keterbatasan waktu dan tempat. Biasanya cara ini digunakan oleh pasangan suami istri yang sama- sama sibuk sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk bersama. Namun tetap suasana dialog yang terjadi diantara pasangan ini terbuka dalam arti satu dengan yang lain saling intropeksi diri pada kesalahan masing – masing. Cara penyampaian kedua yaitu dengan bertahap atau perlahan seperti yang dilakukan oleh infornam V.

Sedangkan cara yang lebih ekstrim yaitu yang terjadi pada informan III. Pasangan ini lebih memilih menghindar untuk menyelesaikan konflik. Konsep komunikasi pasangan ini lebih pada tindakan masing – masing individu.. Hal ini dilakukan karena adanya perbedaan latar belakang yang dimiliki oleh masing- masing individu. Baik perbedaan usia, tingkat pendidikan, atau karena faktor suasana psikologi. (Djamarah 2004:63)

B. Pola Komunikasi Model ABX

Model komunikasi ABX yaitu bentuk komunikasi dua orang yang terlibat pembicaraan sama – sama menyayangi atau membenci suatu obyek. Di dalam pembicaraan tersebut terjadi sebuah ketegangan antara 2 belah pihak. Ketegangan mungkin akan muncul yang menuntut mereka untuk mencari keseimbangan dengan cara mengubah sikap terhadap pihak lainnya, atau sikap mereka terhadap obyek ( X ).


(1)

Pasutri Yang Memiliki Perbedaan Tingkat Pendidikan (Jumat, 12 November 2010 jam 19.00 di kediaman informan) Nama : Pak Handoko ( 34 ) & Bu Dessy (20)

Usia Penikahan : 2 Tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Anak : 1 cowok

Pendidikan : S1 & SMP

1. Bagaimana awal pertemuan anda dengan pasangan anda ?

Suami : Kita satu kampung ketemuannya wktu karang taruna ada pembentukan panitia buat lomba..kebetulan kita satu tetangga, awalnya hanya iseng saja tapi lama kelamaan koq ya ada rasa trus timbul rasa suka itu

Istri : Awalnya sich namanya satu kampung ya ada karang taruna sering ketemu sering rapat segala macam, akrab, sering keluar jg ngobrol2 pendekatan gitu akhirnya lanjut sampai menikah

2. Apa yang menjadi latar belakang anda untuk menikah dengan pasangan anda ?

Suami : saya merasa dia cocok buat saya, trus dia bisa buat teman curhat trus kedepannya bisa merawat saya sampai nenek dan kakek

Istri : Ya pertama suami umurnya lebih tua dari saya jadi saya merasa dapat membimbing saya, mengayomi saya apa pun dalam situasinya kedepannya juga

3. Bagaimana tanggapan orang tua anda mengenai pernikahan anda?

Suami : kebetulan orang tua itu pro dan kontra pastinya kenapa sekampung , kenapa dengan kamu dengan status pendidikan yang tinggi dengan status pendidikan rendah..tapi untuk saya mencari solusi jalan tengah – tengahnya saya memberanikan diri untuk memberikan kepercayaan kepada orang tua bahwa saya ini bener – bener seneng gak untuk main-main..ya setelah itu..memang lama wktu saya saya berdebat orang tua kurang lebih4-5 bulan tapi setelah itu orang tua mau mengerti dengan keadaan saya akhirnya mau gk mau ortu akhirnya setuju dan akhirnya sampai ke jenjang pernikahan

Istri : Ya tidak masalah hanya menanyakan apa mau dengan keadaan dengan seperti ini trus saya tanyakan ke mz handoko akhirnya dia mau

4. Apa arti pernikahan bagi anda?

Suami : pernikahan itu memang sesuatu yang memang harus sakral yang berarti dua manusia yang dijadikan satu dan menjadi visi dan misi yang sama jadi tidak ada perbedaan antara saya dan istri saya saling membutuhkan saling memenuhi kekurangan

Istri : Pernikahan itu ibadah jadi pernikahan itu tdk bisa dipaksa dari hati sendiri tidak memandang status apa pun klo memang ada niatan ada


(2)

persetujuan dari kedua belah pihak bisa dilakukan untuk ke jenjang berikutnya

5. Apa planning kedepan anda untuk pernikahan anda?

Suami : planing saya kedepan sebenarnya sich banyak ..saya ingin menjadi keluarga sakinah, mawarda,warohma,membentuk keluarga yang harmonis

Istri : saya ingin menjadi keluarga yang sakinah,mawarda,dan warohma

6. Apa suka duka anda dan pasangan anda selama dalam membina RT ini?

Suami :duka waktu kita tidak punya uang ya istilahnya uangnya mepet trus kita udah punya anak mau tidak mau anak kita harus makan dan minum susu ya..ya saling menjaga kekurangan masing-masing..sukanya kalo wktu kita bersama pulang kerja lihat anak terus hilang gitu..rasa jenuh langsung hilang.

Istri : Ya sukanya kalo sama-sama makan seadanya juga, kadang tidak ada saya yang mengatur trus mz juga terima apa adanya juga.. dukanya masalah uang... siapa pun pasti klo keuangannya menipis akhirnya bertengkar.

7. Pernah tidak and mengalami konflik dengan pasangan anda?

Suami : pribadi pernah tapi tidak sampai lama Istri : pernah

8. Apa yang menjadi penyebab konflik itu sendiri?

Suami : Biasanya masalah sepel ya untuk bersih – bersih rumah kadang malas,tapi tidak seberapa penting.. soalnya uang itu untuk kebutuhan sehari – hari untuk kebutuhan anak. Kalo saya dan istri jarang sekali seringmnya untuk susu,pakaian anak.

Istri : Masalah yang dirumah..ya masalah pribadi sendiri ini di dalam..ya tidak bisa dijelaskan ya...masalah bersih-bersih , anak juga kalo terlantar juga jadi masalah

9. Berapa lama konflik itu berjalan?

Suami : ya tidak lama-lama paling tidak sehari saja. Istri : ya sehari

10.Bagaimana cara anda dan pasangan anda menyelesaikan konflik itu ?

Suami : dengan pendekatan dengan pengarahan yang lebih matang jadi sampai dia mengerti gitu... umpama dengan uang, kita memang untuk kebutuhan besok ya solusinya besok kita pnjam uang. Dalam arti kita juga gmbarkan kitan cari solusi yg tepat dengan pengarahan yang dia lebih mudah mengerti gitu ya yang mudah dicerna sehingga tidak terlalu monoton atau berbelit belit.


(3)

Istri : Ya biasanya klo saya memang ada konflik itu selalu diam mznya juga kemudian mznya deketin saya berbincang - bincang, bercanda trus langsung dibicarakan..

11.Siapa yang pertama kali yang memulai untuk penyelesaian itu ?

Suami : biasanya saya paling kita merayu, kita acak berbincang ,pertama kita alihkan pembicaraan dulu setelah dia ada respon untuk masuk omongan trus kita mengajak bicara permasalahan itu

Istri : Ya namanya saya juga umurnya masih muda ya..namanya egois ya mznya dulu


(4)

Pasutri Yang Memiliki Persamaan Usia, Agama, Suku, dan

Tingkat Pendidikan

(suami :

Selasa, 9 November 2010 jam 16.30 WIB di kantor )

(istri :

Selasa, 9 November 2010 jam 19.00 WIB di kediaman orang tuanya )

Nama : Pak Heri ( 32 ) & Bu Ika (32)

Usia Penikahan : 4 Tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Anak : 1 cewek

Pendidikan : S1

1. Bagaimana awal pertemuan anda dengan pasangan anda ?

Suami : awal ketemu dengan istri itu kurang lebih 13 tahun lalu tepatnya tahun 1996 waktu masih sekolah SMA trus setelah itu qta jadian tgl 1-9-1997 awal jadiannya jadi temen sekolah SMA

Istri : waktu itu ketemuannya disekolah waktu SMA,ya itu temen SMA truz berlanjut sampai sekarang

2. Apa yang menjadi latar belakang anda untuk menikah dengan pasangan anda

yang seumuran dengan anda?

Suami : Karena jalan 10 tahun kita saling mengerti dan memahami satu dengan yang lain..

Istri : sebenarnya mungkin karena permintaan orang tua juga ya..kmrn itu khn pacaran udah terlalu lama jadi ya langsung disuruh cepat menikah

3. Bagaimana tanggapan orang tua anda mengenai pernikahan anda?

Suami : ya terus terang orang tua mendukunga kita aartinya apa yang kita lakukan apa yang kita ambil keputusan terkait disitu orang tua mendukung dalam artian semua yang kita sampaikan trus ini calon pacar kita calon istri kita sampai jadi istri itu orang tua itu selalu mendukung dia Cuma ngasih wejangan atau himbauan terkait apa yang nanti kita lakukan

Istri :Ya setuju – setuju ajah sich 4. Apa arti pernikahan bagi anda?

Suami : Pernikahan sendiri banyak orang mengartikan cuma dalam batasan masalah ini itu kita 2 orang yang artinya cocok sudah saling menerima kita sepakat untuk membentuk keluarga sakinah,mawadah,warohma ,dalam artian ini untuk meneruskan keturunan qta dan qta sendiri juga untuk saling memahami gitu

Istri :ya menyatukan 2 orang yang beda untuk satu tujuan menjadi keluarga sakinah, mawarda, warohma


(5)

5. Apa planning kedepan anda untuk pernikahan anda?

Suami : membentuk keluarga sakinah,mawadah,warohma

Istri : ya pengennya anaknya 2 khan KB jadi 2 anak cukup truz jadi keluarga yang sakinah, mawarda, warohma

6. Apa suka duka anda dan pasangan anda selama dalam membina RT ini?

Suami : dukanya karena kita keluarga yang masih dilingkupi oleh saudara, ortu, masih ada saudara kandung kita. Jadi dukanya kita ada saudara yang harus kita bantu misal untuk yang belum selesai kuliah, ada kebutuhan lain, jadi kita mau tidak mau harus ke kebutuhan keuangan. Juga anak karna kita keluarga suami istri kerja otomatis anak kita titipin ke ortu yang otomatis kita tidak tau perkembangannya seperti apa, kedekatannya juga lebih dekat ke orang tua daripada ke kita. Kalo sisi sukanya, jadi kita udah punya anak, tabungan banyak, rumah, mobil, kita tanggung bersama

Istri : ya kalo sukanya itu khan waktu dulu waktu nikah suami belum jadi pegawai tetap masuh kontrak alhamdulilah setelah menikah udah ditrima pegawai tetap. Dukanya banyak ya mulai masalah uang, anak, kerjaan

7. Pernah tidak anda mengalami konflik dengan pasangan anda?

Suami : Klo konflik itu sering artinya konflik paling kecil atau besar sering sekali artinya setiap kita menjadi suatu tim atau keluarga yang setiap harinya kita selalu bertemu kondisi itu bisa memunculkan semacam konflik ketika sedikit ada salah paham atau ketidakcocokan dengan hati kita biasanya itu scara spontanitas akan terlontar omongan yang natinya bisa sedikit menyinggung qta juga

Istri : pernahlah mesti ada konflik apalagi ya disini kahn umurnya masih sama seumuran ya masih ada egois-egoisnya

8. Apa yang menjadi penyebab konflik itu sendiri?

Suami : Penyebab konflik itu sendiri sikap kita yang terlalu inklusif atau istilahnya dalam artian kita merasa apa yang kita lakukan itu selalu benar mgkn itu tindakan yang tepat saat itu padahal belum tentu juga...Misalnya pekerjaan kita pulang telat agak malam sedikit dari biasanya itu, kita tidak konfirmasi ke istri itu secara otomatis bertanya yang tidak-tidak...masalah anak, edukasi dini ke anak terkadang kita lepas menyamaratakan anak yang baru 2thn dengan umur 5thn, cara mendidik kita menyampaikan suatu perintah dengan sistem yang langsung menyuruh,membentak , atau seperti apa itu kadang juga menjadi konflik di kita

Istri : kayaknya banyak masalah anak, kalo anak nakal gitu ya bertengkar...trus kalo kerja tidak pulang – pulang


(6)

9. Berapa lama konflik itu berjalan? Suami : sehari

Istri :tidak berhari – hari..

10.Bagaimana cara anda dan pasangan anda menyelesaikan konflik itu ?

Suami : Eh setiap konflik itu hampir kita selesaikan dengan pembicaraan jadi tidak biarkan berlarut larut jdi ketika konflik itu terjadi kita biasanya kita ingatkan artinya ini tidak sesuai dengan kesepakatan kita, ini yang harusnya pulang jam 7 kog jadi jam 9 , ato dlm acara kegiatan itu harusnya sehari kog jadi 3 hari,artinya proses itu tetap kita lalui artinya parameter yang kita jadikan konflik itu tetep qta jlnkan tetapi untuk menyelesaikannya kita nyampaikan itu seharusnya jangan seperti itu lagi krna klo seperti itu kita tdk sesaui perkiraan akan menyita waktu dan jadi masalah.

Istri : ya harus ada yang tenang dulu dan harus ada penjelasan. 11.Siapa yang pertama kali yang memulai untuk penyelesaian itu ?

Suami : Kita gak bisa menprosentase karna kita juga saling memahami kekurangan kita artinya ketika hal itu terjadi kita sendiri tidak sadar bisa jadi dalam kapasitas kegiatan sang istri kita yang mengikuti maka yang menjadikan konflik itu sang istri. Ketika yang menjadi jam kerja itu itu suami maka yang menjadi konflik itu suami

Istri : Gantian kalo yang marah – marah saya ya suami yang menjelaskan, tapi kalo suami yang marah biasanya saya. Biasanya melalui telepon khan suami berangkat j 6 pagi pulang j 8, baru ketemu juga malam itu pun langsung istirahat 


Dokumen yang terkait

Studi Deskriptif Mengenai Marital Adjustment pada Pasangan Suami-Istri dengan Usia Pernikahan di Bawah Lima Tahun di Komunitas "X" Bandung.

2 3 35

POLA KOMUNIKASI ISTRI YANG BEKERJA SUAMI MENGANGGUR (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Istri yang Bekerja Suami Menganggur dalam Pengasuhan Anak).

0 0 92

POLA KOMUNIKASI ISTRI YANG BEKERJA SUAMI MENGANGGUR (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Istri yang Bekerja Suami Menganggur dalam Pengasuhan Anak).

0 0 92

POLA KOMUNIKASI ANTARA SUAMI ISTRI YANG MENIKAH SIRI (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri Tentang Hak Waris).

0 0 78

POLA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI BEKERJA (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Suami Istri Bekerja Dalam Mengasuh Anak Pada Masyarakat Desa Mojogedang, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar).

0 0 15

Strategi Penyelesaian Konflik Pada Pasangan Suami Istri Tentang Pendidikan Informal Anak Usia 1-5 Tahun

0 0 80

POLA KOMUNIKASI ANTARA SUAMI ISTRI YANG MENIKAH SIRI (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri Tentang Hak Waris)

0 0 15

POLA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI USIA PERNIKAHAN DI BAWAH 5 TAHUN ( Studi Kualitatif Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia Pernikahan Di Bawah 5 Tahun )

0 0 14

POLA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI USIA PERNIKAHAN DI BAWAH 5 TAHUN ( Studi Kualitatif Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia Pernikahan Di Bawah 5 Tahun )

0 0 18

POLA KOMUNIKASI ISTRI YANG BEKERJA SUAMI MENGANGGUR (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Istri yang Bekerja Suami Menganggur dalam Pengasuhan Anak)

0 0 19