POLA KOMUNIKASI ANTARA SUAMI ISTRI YANG MENIKAH SIRI (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri Tentang Hak Waris).

(1)

8

POLA KOMUNIKASI ANTARA SUAMI ISTRI YANG MENIKAH SIRI

(Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri Tentang Hak Waris)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada

FISIP UPN : ”Veteran” Jawa Timur

Oleh :

VIOLITHA AYU VIDHAYANTI

NPM : 0643010374

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA

2010


(2)

POLA KOMUNIKASI ANTARA SUAMI ISTRI YANG MENIKAH SIRI (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah

Siri Tentang Hak Waris) Oleh :

VIOLITHA AYU VIDHAYANTI NPM : 0643010374

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : 11 Juni 2010

Menyetujui,

PEMBIMBING TIM PENGUJI : 1.

Ir.Didiek Tranggono,Msi Ir.Didiek Tranggono,Msi NIP. 19581225199001001 NIP. 19581225199001001

2.

Zainal Abidin A. M.Si, M.Ed NPT. 373 059 901 701

3.

Dra. Diana Amelia, M.Si NIP.195309071991032001 DEKAN

DRA,Ec,Hj.Suparwati,MSI NIP.195507181983022001


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri. Dengan selesainya skripsi ini dapat menjadi syarat kelulusan sarjana S-1. Kami berharap buku ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi mereka yang mempelajari maupun yang melakukan perkembangan lebih lanjut untuk materi yang sama. Dan semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan petunjuk, koreksi, dan saran yang bersifat membangun pola pikir, daya kritis, dan memperluas ilmu pengetahuan serta wawasan untuk penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu menyusun dan menyelesaikan skripsi baik secara moral dan material, diantaranya :

1. Hj. Suparwati, Dra, MSi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

2. Juwito, Sos, MSi., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur 3. Ir. Didiek Tranggono, Msi selaku dosen pembimbing, terima kasih telah

memberikan bimbingannya.


(4)

5. Mama yang selalu mendukung dan mendoakan dalam segala keadaan dan selalu memberi motivasi dan semangat.

6. Almarhum papa yang mendoakan penulis dari surga.

7. Saudara-saudara tersayang: mbak Adhellia, nenek dan kakek yang selalu memberi semangat dan mendoakan untuk kelancaran skripsi ini.

8. Angga Martrianto Putro, S. H. seseorang yang sangat penulis sayangi yang selalu memberi semangat, doa, bantuan dan selalu setia mengantarkan penulis kesana kemari untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman penulis Fariza Rufida, Yoko Henda, Defiyani, terima kasih atas bantuan, dukungan dan informasinya.

10. Semua teman-teman angkatan 2006 yang sudah memberi informasi dan dukungannya.

11. Semua teman-temanku SMA yang selalu berkomunikasi dengan penulis walaupun jauh, terimakasih buat doa dan semangatnya.

12. Semua orang yang telah banyak membantu dan memberikan saran atau kritik kepada penulis namun tidak tersebutkan, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Demikian skripsi ini ditulis, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi di masa yang akan datang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Kritik dan saran sangat penulis nantikan.

Surabaya, Desember 2009 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………...………... i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI….…… ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI…... iii

KATA PENGANTAR ……….. iv-v DAFTAR ISI ………... vi-viii ABSTRAKSI………...……… ix-x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……….………….……….………... 1

1.2 Perumusan Masalah………..……….…….……. 6

1.3 Tujuan Penelitian…………...……….………... 6

1.4 Manfaat Penelitian………..……….……….... 7

1.4.1 Kegunaan Teoritis……….……….….………… 7

1.4.2 Kegunaan Praktis………….………..………. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori………...…....……… 8

2.1.1 Komunikasi Antarpribadi…..………..…..…... 8

2.1.2 Hubungan Interpersonal……….………...……..……. 11


(6)

2.1.4 Pengertian Keluarga (Suami Istri)………...…… 15

2.1.5 Komunikasi Keluarga (Suami Istri) .……….……...….... 15

2.1.6 Fungsi Keluarga……….………... 17

2.1.7 Pernikahan Siri……….. 19

2.1.8 Pernikahan yang Sah Menurut Agama dan Hukum....…..…… 21

2.1.9 Pengertian Hak Waris….………... 22

2.2 Kerangka Berpikir……….………....…… 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian……….….…………. …... 26

3.2 Konsep Operasional………..………...…... 28

3.3 Pembatasan Masalah………..………….……… 30

3.4 Lokasi Penelitian...………... 31

3.5 Unit Analisis Penelitian...….………….………... 31

3.6 Subyek dan Informan Penelitian………….……..…………...……... 32

3.7 Teknik Pengumpulan Data... 33

3.8 Teknik Analisis Data…...… 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data…………... 35

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian………... 35

4.1.2 Penyajian Data……….……...… 36


(7)

4.2 Analisis Data………. 40

4.2.1 Pola Komunikasi antara Suami Istri Tentang Hak Waris…. 40 4.2.1.1 Analisis Keluarga Informan I……….……... 40

4.2.1.2 Analisis Keluarga Informan 2……….……..……… 45

4.2.1.3 Analisis Keluarga Informan III..………... 49

4.2.1.4 Analisis Keluarga Informan IV……..…………...… 54

4.2.1.5 Analisis Keluarga Informan V..……….... 58

4.3 Pembahasan……….……….... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….………....… 65

5.2 Saran……….……….. 66

DAFTAR PUSTAKA………..………..……..…… 68


(8)

ABSTRAKSI

VIOLITHA AYU VIDHAYANTI. 0643010374. POLA KOMUNIKASI ANTARA SUAMI ISTRI YANG MENIKAH SIRI (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri Tentang Hak Waris)

Penelitian ini didasarkan pada pola komunikasi suami istri yang menikah siri tentang hak waris di Madiun. Pernikahan secara siri adalah sah menurut hukum islam dengan berbagai persyaratannya, namun pernikahan siri ini tidak sah menurut hukum dan negara karena tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Jika pernikahan hanya sah di mata agama, tidak diikuti pencatatan di KUA akibatnya perlindungan hukum dari negara bagi mempelai, terutama perempuan (istri) sangat lemah. Dari segi hukum negara telah menjelaskan tentang pembagian hak waris. Tanpa adanya surat atau bukti yang sah dalam pernikahan, maka jika kelak suami meninggal masalah harta antara suami istri tidak dapat dijalankan dengan baik.

Komunikasinya menggunakan komunikasi antarpribadi yang dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung tatap muka, oleh karena itulah terjadi kontak pribadi yaitu pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan. Ada 4 jenis pola komunikasi hubungan antara suami dan istri yaitu pola komunikasi keseimbangan, pola komunikasi keseimbangan terbalik, pola komunikasi pemisah tidak seimbang, dan pola komunikasi monopoli.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan wawancara mendalam (indepth interview) pada pasangan suami istri yang menikah secara siri di Madiun.

Hasil penelitian ini yaitu kebanyakan menganut pola komunikasi pemisah tidak seimbang. yang mana pembagian hak waris dalam pernikahan siri lebih di dominasi oleh suami dalam pengambilan keputusan secara sepihak. Sedangkan pihak istri hanya bisa menerima keputusan suaminya tersebut dikarenakan tidak ada bukti dan surat pernikahan yang sah untuk menuntut haknya atau menggunakan undang-undang tentang pembagian hak waris.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan kunci utama apabila kita ingin berhubungan dengan orang lain. Apabila dua orang terlibat dalam komunikasi misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang diucapkan. Kesamaan kata yang dipergunakan dalam percakapan belum tentu dapat dimengerti, sehingga kita perlu tahu apa makna dari kata-kata tersebut.

Wilbur Schramm dalam uraiannya mengenai ”How Communication Works” mengatakan : ”komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communion atau

common”. Bilamana kita mengadakan komunikasi itu berarti kita coba membagikan

informasi agar si penerima maupun si pengirim paham atas suatu pesan tertentu” (Sutaryo, 2005 : 44). Banyak makna tentang arti kata komunikasi namun dari sekian banyak definisi yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan maknanya yang hakiki, yaitu komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media (Effendy, 2002 : 5). Dalam lingkungan keluarga pun komunikasi juga merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana komunikasi sebagai alat atau sebagai media penjembatan dalam hubungan antar sesama anggota keluarga.


(10)

Buruknya kualitas komunikasi dalam keluarga akan berdampak buruk bagi keutuhan dan keharmonisan dalam keluarga itu sendiri.

Judy C. Pearson E Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi : keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat (Mulyana, 2002 :42)

Pernikahan adalah sebuah lembaga yang sakral bagi kedua pasangan yang berjanji untuk sehidup semati dalam menjalani kehidupan ini, tapi terkadang lembaga tersebut dijadikan sebuah permainan bagi segelintir orang sehingga mengkaburkan makna pernikahan itu sendiri sebagai sesuatu yang agung, indah dan suci. Menurut ajaran islam syarat rukunnya nikah adalah meliputi (Adanya calon mempelai laki-laki, Calon mempelai Wanita, Wali / Orang Tua mempelai wanita, Mahar, Ijab kobul dan dua orang saksi). Ketika syarat dan Rukun pernikahan tersebut telah terpenuhi maka pernikahan tersebut sah menurut Ajaran Islam meski dilakukan secara siri (diam-diam) maupun ramai-ramai, akan tetapi dalam tinjauan hukum pemerintahan hal tersebut illegal, dan menurut informasi terakhir bahwa hal tersebut akan dikenai sangsi Hukum, jadi yang melatarbelakangi nikah siri sebagai sesuatu yang dipandang tidak manusiawi adalah dikarenakan ingin melindungi kedua belah pihak antara suami dan istri mempunyai perlindungan hukum yang sama dan status hukum yang mengikat, karena pernikahan siri dianggap oleh banyak kalangan tidak mempunyai kekuatan hukum dan apabila terjadi ketidak cocokan maka selesai begitu saja,


(11)

dikhawatirkan apabila telah memiliki keturunan akan terlantar (www.ekspresihati.info 26 Februari 2010 : 20.30)

Terdapat 4 Pola Komunikasi antara suami dan istri menurut Joseph Devito (2007 : 277-278) terkait dengan permasalahan suami istri yang menikah siri tentang hak waris :

1. Pola Keseimbangan

Pola kesimbangan ini lebih terlihat pada teori dari pada prakteknya tetapi ini merupakan awal yang bagus untuk melihat komunikasi pada hubungan yang penting. Pada pola komunikasi keseimbangan ini masing-masing suami istri membagi sama dalam berkomunikasi. Komunikasi yang terjalin antara suami dan istri sangat terbuka, jujur, langsung dan bebas. Tidak ada pemimpin atau pengikut, melainkan suami istri sama kedudukannya. Akan sangat mudah pasangan suami istri untuk membahas atau mengambil keputusan tentang hak waris dalam pernikahan siri yang dijalaninya.

2. Pola Keseimangan Terbalik

Dalam pola keseimbangan terbalik, masing-masing anggota keluarga (suami istri) mempunyai otoritas diatas daerah atau wewenang yang berbeda masing-masing. Suami istri adalah sebagai pembuat keputusan konflik yang terjadi antara keduanya (suami-istri), dianggap bukan ancaman oleh si suami atau si istri, karena keduanya memiliki keahlian sendiri-sendiri untuk menyelesaikannya.


(12)

3. Pola Pemisah Tidak Seimbang

Dalam hubungan terpisah yang tidak seimbang, satu orang dalam keluarga (si suami atau istri) mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat kedua belah pihak (si suami atau istri). Jika pasangan suami istri yang menggunakan pola komunikasi ini, permasalahan tentang hak waris akan sulit untuk dipecahkan. Karena anggota keluarga (si suami atau istri) yang dikendalikan tersebut membiarkannya untuk memenangkan argumentasi ataupun membuat keputusan.

4. Pola Monopoli

Dalam pola monopoli ini, si suami atau si istri sama-sama menganggap dirinya sebagai penguasa. Keduanya lebih suka memberi nasehat daripada berkomunikasi untuk saling bertukar pendapat. Jika suami istri yang menikah siri memiliki sikap pola monopoli dalam berkomunikasi, konflik akan sering terjadi dalam keluarga. Sehingga akan susah untuk mendapatkan jalan keluar dalam mengurus permasalahan hak waris, karena tidak bisa bebas untuk berpendapat.

Pernikahan secara siri adalah sah menurut hukum islam dengan berbagai persyaratannya, namun pernikahan siri ini tidak sah menurut hukum dan negara karena tidak tercatat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari segi hukum negara telah menjelaskan tentang pembagian hak waris. Tanpa adanya surat atau bukti yang sah dalam pernikahan, maka jika suami meninggal masalah harta antara suami istri tidak dapat dilakukan dengan baik karena tidak adanya kekuatan


(13)

hukum yang melindungi, sehingga jika ada masalah tentang hak waris akan sulit bagi wanita atau istri untuk menuntut haknya.

Walaupun diperbolehkan oleh agama namun banyak kekurangan dan kelemahan menikah siri antara lain bagi pihak wanita akan sulit bila suatu saat mempunyai persoalan dengan suami sehingga harus berpisah, karena tidak kuat secara hukum. Menikah siri mempunyai kekurangan apabila dilihat dari segi hukum. Sehingga pernikahan tersebut menimbulkan masalah bagi perempuan yang menjalaninya. Berbagai masalah yang timbul akibat nikah siri antara lain suami dengan mudah melakukan poligami, tidak memberi nafkah bulanan pada istri, laki-laki mudah menyangkal dari anak yangg telah dilahirkan dengan perempuan yang dinikahi secara siri, jika terjadi perceraian penyelesaian harta bersama menjadi tidak jelas (http://docs.google.com 26 Februari 2010 : 20.30).

Hak perkawinan merupakan salah satu unsur penting dalam hak-hak individu dalam kehidupan masyarakat, salah satu bagian dalam hak perkawinan ini adalah hak menentukan pasangan hidupnya. Dalam hal ini pasangan suami istri yang akan menikah dan mengambil keputusan untuk menikah siri hendaknya dipikirkan dan dibicarakan secara mendalam tentang masa depan keluarganya. Karena pernikahan siri biasanya dilatar belakangi dengan agar tidak adanya tuduhan kumpul kebo, keterpaksaan beban ekonomi, atau karena tidak disetujui orang tua.

Dalam penelitian ini penulis memilih Madiun untuk cakupan penelitian. Karena selama ini banyak yang mengira permasalahan sosial hanya terdapat di kota metropolis saja seperti Surabaya dan Jakarta. namun kenyataannya di kota kecil seperti Madiun yang memiliki penduduk heterogen dan cukup padat juga banyak


(14)

sekali permasalahan sosial, seperti permasalahan yang penulis teliti yaitu banyaknya pernikahan siri.

Berangkat dari berbagai permasalahan tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris. Pada penelitian ini subjek penelitiannya adalah suami dan istri yang menikah secara siri.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi berkaitan dengan pola komunikasi interpersonal suami dengan istri.


(15)

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat memberi masukan pada suami istri tentang hak waris dampak dari menikah siri melalui pola komunikasi dalam keluarga. b. Memberikan gambaran bagi pembaca, khususnya masyarakat umum


(16)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana, 2003 : 85)

Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator relatif cukup mengenal komunikan, dan sebaliknya, pesan dikirim dan diterima secara simultan dan spontan, relatif kurang terstruktur. Demikian pula halnya dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera. Dalam tataran antarpribadi komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan komunikan terus dipertukarkan, karenanya dikatakan bahwa kedudukan komunikator dan komunikan relatif setara (Vardiansyah, 2004 : 30-31).

Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan adanya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicra dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pergantian bersama (mutual


(17)

understanding) dan empati. Disitu terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan

status sosial, melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang wajib, berhak, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.

Dibanding dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung tatap muka, oleh karena itulah terjadi kontak pribadi yaitu pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan. Ketika menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback) mengetahui pada saat ini tanggapan komunikan terhadap pesan yang dilontarkan, pada ekspresi wajah, dan gaya bicara. Apabila umpan balik positif, artinya tanggapan itu menyenangkan, kita akan terus mempertahankan gaya komunikasi, sebaliknya jika tanggapan komunikan negatif, maka harus mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil. Agar komunikasi antarpribadi berhasil, kita perlu memiliki kecakapan (skill) komunikasi interpersonal baik sosial maupun perilaku (behavioral).

Kecakapan sosial mengandung beberapa segi, kecakapan kognitif adalah kecakapan pada tingkat pemahaman. Kecakapan ini membantu pihak-pihak yang berkomunikasi mengerti bagaimana cara mencapai tujuan personal dan relasional dalam komunikasi dengan orang lain.


(18)

Kecakapan kognitif meliputi (Hardjana, 2003 : 91-93) : 1. Empati (empathy)

Kecakapan untuk memahami pengertian dan perasaan orang lain tanpa meninggalkan sudut pandang sendiri tentang hal yang menjadi bahan komunikasi. 2. Perspektif sosial (social perspective)

Kecakapan melihat kemungkinan-kemungkinan perilaku yang dapat diambil orang yang berkomunikasi dengan dirinya. Dengan kecakapan itu kita dapat meramalkan perilaku apa yang sebaiknya diambil, dan dapat menyiapkan tanggapan kita yang tepat dan efektif.

3. Kepekaan (sensitivity)

Dengan kepekaan itu kita dapat menetapkan perilaku mana yang diterima dan perilaku mana yang tidak diterima oleh rekan yang berkomunikasi dengan kita. Karena dengan begitu kita dapat mengambil perilaku yang memenuhi harapan-harapannya dan menghindari perilaku yang mengecewakan harapan-harapan-harapannya. 4. Pengetahuan Akan Situasi Pada Waktu Berkomunikasi.

Ada waktu dan tempat untuk segala sesuatu, dalam komunikasi situasi sekeliling dan keadaan orang yang berkomunikasi dengan kita berperan penting. Pengetahuan akan situasi dan keadaan orang merupakan pegangan bagaimana kita harus berperilaku dalam situasi itu. Berdasarkan pengetahuan akan situasi, kita dapat menetapkan kapan dan bagaimana masuk dalam percakapan, menilai isi dan cara berkomunikasi pihak yang berkomunikasi dengan kita, dan selanjutnya mengolah pesan yang kita terima.


(19)

5. Memonitor Diri (self-monitoring)

Kecakapan memonitor diri membantu kita menjaga ketepatan perilaku dan jeli memperhatikan pengungkapan diri orang-orang yang berkomunikasi dengan kita. Orang yang memiliki self-monitoring yang tinggi mampu menggunakan perilaku sendiri dan perilaku orang lain untuk memilih perilaku selanjutnya yang tepat.

2.1.2 Hubungan Interpersonal

Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi bila isi pesan kita pahami tetapi hubungan diantara komunikan menjadi rusak. Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur tetapi hubungan interpersonal barang kali yang paling penting. Banyak penyebab dari rintangan komunikasi berkaitan kecil saja bila ada hubungan baik di antara komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, tegas dan cermat tidak dapat menghindari kegagalan jika terjadi hubungan yang jelek. Setiap kali kita melakukan komunikasi, kita bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan, kita juga menentukan kadar hubungan interpersonal bukan hanya menentukan content tetapi juga relationship. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal maka makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya. Makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan (Rakhmat, 2002 : 119:120).


(20)

Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal dalam komunikasi interpersonal sehingga mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan paling penting saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal yaitu, antara lain :

1. Percaya (trust)

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, faktor percaya adalah yang paling penting. Bila saya percaya kepada anda, bila perilaku anda dapat saya duga, bila anda yakin saya tidak akan menghianati atau merugikan anda, maka saya akan lebih banyak membuka diri saya kepada anda. Untungnya kita percaya pada orang lain yaitu dapat meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya.

2. Sikap Suportif

Sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Sudah jelas, dengan sikap defensif komunikasi interpersonal akan gagal karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain.

3. Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif (Rakhmat, 2002 : 129-138).


(21)

2.1.3 Pengertian Pola Komunikasi

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004 : 1)

Dari pengertian di atas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang mengkaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi.

Terdapat 4 pola komunikasi antara suami istri menurut Joseph A. Devito (2007 :277-278) mempunyai empat dasar pola komunikasi akan diperkenalkan dan tiap hubungan perorangan akan menunjukkan sebagai suatu perubahan pada satu dari pola dasar adalah :

1. Pola Keseimbangan

Pola kesimbangan ini lebih terlihat pada teori dari pada prakteknya tetapi ini merupakan awal yang bagus untuk melihat komunikasi pada hubungan yang penting. Pada pola komunikasi keseimbangan ini masing-masing kedua belah pihak membagi sama dalam berkomunikasi. Komunikasi yang terjalin antara suami dan istri sangat terbuka, jujur, langsung dan bebas. Tidak ada pemimpin atau pengikut, melainkan sama kedudukannya.


(22)

2. Pola Keseimangan Terbalik

Dalam pola keseimbangan terbalik, masing-masing anggota keluarga mempunyai otoritas diatas daerah atau wewenang yang berbeda masing-masing. Kedua belah pihak adalah sebagai pembuat keputusan konflik yang terjadi antara keduanya dan dianggap bukan ancaman, karena keduanya memiliki keahlian sendiri-sendiri untuk menyelesaikannya.

3. Pola Pemisah Tidak Seimbang

Dalam hubungan terpisah yang tidak seimbang, satu orang dalam keluarga (si suami atau istri) mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat dari salah satu kedua belah pihak.

4. Pola Monopoli

Dalam pola monopoli ini, kedua belah pihak orang ini sama-sama menganggap dirinya sebagai penguasa. Keduanya lebih suka memberi nasehat daripada berkomunikasi untuk saling bertukar pendapat. Konflik sering terjadi dalam keluarga (suami istri) yang menganut pola komunikasi ini karena tidak bisa bebas untuk berpendapat.


(23)

2.1.4 Pengertian Keluarga (Suami dan Istri)

Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari suami, istri dan anak. Suami istri secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu dalam suatu keluarga. ”Apakah peranan masing-masing” menurut (Dagun, 1990 :46) :

a. Peranan Suami :

1. Sumber kekuasaan dasar identifikasi. 2. Penghubung dengan dunia luar. 3. Pelindung terhadap ancaman dari luar. 4. Pendidik segi rasional.

b. Peranan Istri

1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang. 2. Tempat mencurahkan isi hati.

3. Pengatur kehidupan rumah tangga. 4. Pembimbing kehidupan rumah tangga. 5. Pendidik segi emosional.

6. Penyimpan tradisi.

2.1.5 Komunikasi Keluarga (Suami Istri)

Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh orang tua tidak harmonis misalnya ketidaktepatan orang tua dalam memilih pola asuhan, pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanya permusuhan serta pertentangan dalam keluarga maka akan


(24)

terjadi hubungan yang tegang. Komunikasi dalam keluarga terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan anak (Gunarsa dan Gunarsa, 2001 : 205). Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif, karena komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan.

Masalah menikah siri sekarang ini sudah bukan lagi menjadi hal yang ditutupi, semakin banyak media massa memberitakan tentang banyaknya pernikahan siri yang terjadi. Padahal pernikahan siri banyak sekali merugikan pihak wanita termasuk masalah hak waris yang mana pernikahan siri tidak tercatat dan diakui oleh hukum, sehingga sulit jika terjadi konflik dalam pembagian hak waris jika kelak suaminya meninggal. Tidak ada bukti ataupun surat yang sah jika si istri menuntut warisan untuk anak dan dirinya.

Banyak problem yang timbul berakar kepada masalah komunikasi rumah tangga. Pembicaraan merupakan sarana yang mempererat hubungan keluarga. Percakapan dalam hubungan suami istri bukan hanya pertukaran informasi. Melalui pembicaraan, kita menyatakan perasaan hati, memperjelas pikiran, menyampaikan ide dan juga berhubungan dengan orang lain. Ini merupakan cara yang menyenangkan untuk meluangkan waktu, belajar mengenal satu sama lain, melepaskan ketegangan serta menyampaikan pendapat. Dengan demikian, tujuan dari suatu komunkasi keluarga bukanlah sekedar menyampaikan informasi melainkan membentuk hubungan dengan orang lain. Sebab itu kualitas dari hubungan tersebut tergantung kepada kesanggupan seseorang untuk menyatakan diri kepada orang lain. Mereka yang tidak dapat


(25)

berkomunikasi secara konstruktif, jujur dan terbuka, akan tetap menemui kesulitan untuk hidup bersama dalam suatu keluarga. Dengan kata lain kecakapan komunikasi dalam rumah tangga memegang peranan penting dalam menentukan kebahagiaan rumah tangga (Kuntaraf, 1999 :1-2). Maka tak dapat dipungkiri, hubungan yang menjadi kepedulian kebanyakan orang adalah hubungan dalam keluarga. Keluarga mewakili suatu konstelasi hubungan yang sangat khusus (Moss, Tubbs, 2000 : 214).

2.1.6 Fungsi Keluarga

Menurut Yusuf (2001 : 39-42), dari sudut pandang sosiologis, keluarga dapat diklarifikasikan kedalam fungsi-fungsi berikut :

1. Fungsi Biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi :

a. Sandang, pangan, papan b. Hubungan suami istri

c. Reproduksi atau pengembangan keturunan 2. Fungsi Ekonomis

Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat primitif. Para anggota keluarga bekerjasama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.


(26)

3. Fungsi Edukatif (pendidikan)

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai ”transmitter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasan nilai-nilai agama, budaya dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.

4. Fungsi Sosialisasi

Lingkungan keluarga merupakan faktor penentu (determinant factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin). Mau bekerjasama dengan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen (etnis, ras, agama, budaya).

5. Fungsi Protektif (perlindungan)

Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik psikologis) bagi para anggotanya.

6. Fungsi Rekreatif

Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan, dan penuh semangat bagi anggotanya. Maka dari itu,


(27)

keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, komunikasi yang tidak kaku, makan bersama, bercengkerama dengan penuh suasana humor dan sebagainya.

7. Fungsi Religius (agama)

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nila-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Para anggota keluarga yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan akan memiliki mental yang sehat, yakni mereka akan terhindar dari bebab-beban psikologis dan mampu menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta berpartisipasi aktif dalam memberikan konstribusi secara konstruktif terhadap kemajuan serta kesejahteraan masyarakat.

2.1.7 Pernikahan Siri

Menikah adalah salah satu cara ibadah yang sangat mulia dan tinggi derajatnya di mata Tuhan. Baik menikah secara siri maupun secara sah menurut hukum dan agama selama niat sepasang suami istri baik dan memenuhi syarat-syarat yang berlaku. Secara umum tujuan pernikahan menurut agama islam adalah untuk memenuhi hajat jenis manusia antara seorang laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya dalam rangka mewujudkan keluarga sakinah, mawadah, warrahmah, sesuai ketentuan hukum islam.


(28)

Secara harafiah ”siri” itu artinya rahasia, jadi nikah siri adalah pernikahan yang dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak (Fauzi, 2008 : 12). Istilah siri dalam kekerabatan berumah tangga, sering disalahartikan, siri berarti sembunyi atau rahasia sehingga banyak pasangan yang melakukan pernikahan secara diam-diam tanpa diketahui kedua keluarga. Adapun nikah siri menurut islam yang didefinisikan dalam fiqh, yakni nikah yang dirahasiakan dan hanya diketahui oleh pihak yang terkait dengan akad. Pada akad ini dua saksi, wali dan kedua mempelai diminta untuk merahasiakan pernikahan itu, dan tidak seorangpun dari mereka diperbolehkan menceritakan akad tersebut kepada orang lain ( al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz VII, 81) (Fauzi, 2008 : 12).

Secara pribadi jelas nikah siri ini sangat merugikan pihak perempuan, karena selain tidak adanya kejelasan status bagi si istri dan anak secara psikis juga berdampak buruk buat kelangsungan masa depan keluarga itu. Pernikahan secara siri adalah sah menurut hukum islam dengan berbagai persyaratannya, namun pernikahan siri ini tidak sah menurut hukum dan negara karena tidak tercatat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari segi hukum negara telah menjelaskan tentang pembagian hak waris. Tanpa adanya surat atau bukti yang sah dalam pernikahan, maka jika suami meninggal masalah harta antara suami istri tidak dapat dijalankan dengan baik karena tidak adanya kekuatan hukum yang melindungi, sehingga jika ada masalah tentang hak waris akan sulit bagi wanita atau istri untuk menuntut haknya.


(29)

Menurut Fauzi (2008, 72-73) perkawinan bawah tangan atau nikah siri berdampak sangat merugikan bagi istri atau perempuan umumnya, baik secara hukum maupun sosial.

Secara hukum :

a. Tidak dianggap sebagai istri yang sah.

b. Tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal dunia.

c. Istri tidak berhak atas harta gono gini jika terjadi perpisahan, karena secara hukum pernikahan siri tidak pernah terjadi.

Secara sosial :

Akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan bawah tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan laki-laki tanpa ikatan perkawinan (alias kumpul kebo) atau dianggap menjadi istri simpanan.

2.1.8 Pernikahan yang Sah Menurut Agama dan Negara

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku (www.organisasi.org diakses 11 Mei 2010 : 11.20 WIB)


(30)

Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.

2.1.9 Pengertian Hak Waris

Menurut Muhammd Ali Ash-Shabuni (www.media.isnet.org diakses 6 Mei 2010 : 22.25 WIB). Al-miirats (waris), dalam bahasa arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah ”berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain”, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Pengertian menurut bahasa ini tidaklah terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan harta benda dan non harta benda. Sedangkan makna al-miirats (waris) menurut istilah yang dikenal para ulama ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i.

Adapun syarat-syarat waris ada tiga :

1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal)

2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.


(31)

3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing (www.media.isnet.org diakses 5 Mei 2010 : 23.00 WIB).

Waris seringkali disamartikan dengan hibah, berikut perbedaan definisi waris dengan hibah. Hibah adalah pemberian seseorang kepada orang lain (keluarga) semasa hidupnya, sedangkan waris adalah harta yang ditinggalkan seseorang ketika meninggal dunia. Jadi perbedaannya adalah hibah diberikan pada saat pemberi hibah masih hidup, sedangkan waris diterima sesuadah sipewaris wafat (www.groups.yahoo.com diakses 12 Juni 2010 : 13.35 WIB).

2.2Kerangka Berpikir

Pernikahan dibangun berdasar komitmen bersama kedua belah pihak (suami dan istri) dari masing-masing pribadi yang berbeda. Pernikahan dalam hukum islam dinyatakan sah bila ada mempelai, akad nikah, mahar (mas kawin), wali, dan saksi. Jika semua rukun ini terpenuhi, maka pernikahan itu sah memurut agama. Namun negara memiliki aturan sendiri dalam hal pernikahan, yakni pernikahan yang sah harus dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Jika pernikahan hanya sah di mata agama, tidak diikuti pencatatan di KUA akibatnya perlindungan hukum dari negara bagi mempelai, terutama perempuan (istri) sangat lemah (Fauzi, 2008 : 87). Salah satu permasalahan yang tidak mendapatkan perlindungan dari hukum terhadap istri adalah tidak adanya perjanjian dan peraturan yang sah untuk si istri mendapatkan hak warisan jika kelak suami meninggal.


(32)

Komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Karena komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face). Dan komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Dengan kata lain komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur tetapi hubungan interpersonal barang kali yang paling penting.

Bila hubungan interpersonal antara suami istri kurang baik, misalnya ketidaktepatan suami istri dalam memilih pola komunkasi maka akan muncul sikap atau perilaku istri yang tidak baik pula. Oleh karena itu, komunikasi sangat penting bagi kehidupan sehari-hari antara suami dengan istri. Apabila kedua belah pihak mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengenai makna dari apa yang diucapkan, dalam arti kata komunikasi itu minimal harus mengandung unsur kesamaan makna antara dua pihak (suami Istri) yang terlibat.

Dengan demikian, tujuan dari suatu komunikasi keluarga bukanlah sekedar menyampaikan informasi melainkan membentuk hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga lainnya. Sebab itu kualitas dari hubungan tersebut tergantung kepada kesanggupan seseorang untuk menyatakan diri kepada orang lain. Mereka yang tidak dapat berkomunikasi secra konstruktif, jujur dan terbuka, akan tetapi menemui kesulitan untuk hidup bersama dalam suatu keluarga. Dengan kata lain kecakapan komunikasi dalam rumah tangga memegang peranan penting dalam menentukan kebahagiaan rumah tangga (Kuntaraf, Kuntaraf, 1999 : 1-2).


(33)

Disini peneliti ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris dengan melakukan wawancara mendalam. Wawancara secara garis besar di bagi menjadi dua yaitu wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang sudah baku, wawancara yang susunan pertanyaannya sudah ditentukan oleh peneliti. Sedangkan wawancara tak berstruktur bersifat luwes susunan kata dan pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan kebutuhan kondisi saat wawancara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara tak berstruktur, sehingga ada pertanyaan yang menarik untuk ditanyakan, penulis dengan mudah dapat mengganti dan menambah daftar pertanyaan.

Dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut :

Komunikasi antarpribadi

Gambar : Bagan Kerangka Berfikir Pola Komunik POLA

KOMUNIKASI

SUAMI (KOMUNIKATOR)

PESAN ISTRI

(KOMUNIKAN)


(34)

8 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Metode Penelitian

Pada penelitian ini penulis tidak membicarakan hubungan antara variabel sehingga tidak ada pengukuran variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian difokuskan pada pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris di Madiun, sehingga tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisa kualitatif.

Dalam pelaksanaan penelitian, penulis menggunakan indepth interview (wawancara mendalam) untuk mendapatkan jawaban narasumber. Dengan wawancara mendalam, hasil yang diharapkan dapat terjawab dengan sangat terperinci dan detail. Pelaksanaan penelitian ini terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi yang normal dan tidak di manipulasi baik kondisi maupun keadaan obyek yang sedang diteliti dan juga bisa dikatakan menekankan pada deskripsi secara alami. Menurut Rachmat dalam bukunya riset komunikasi (2007 : 69), secara umum riset yang menggunakan metodologi kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan, periset

adalah instrument pokok riset.

2. Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan-catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti dokumenter.

3. Analisa data lapangan.


(35)

4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan komentar.

5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai bagian dari proses penelitiannya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan produk konstruksi sosial.

6. Subjektif dan berada hanya dalam referensi peneliti. Periset sebagai sarana penggalian interpretasi data.

7. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah.

8. Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi. 9. Lebih pada kedalaman (indepth) daripada keluasan ( breadth). 10. Prosedur riset : empiris rasional dan tidak berstruktur.

11. Hubungan antara teori, konsep dan data : data memunculkan atau membentuk teori baru.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang tidak menggunakan statistik atau angka-angka tertentu. Hasil penelitian kualitatif tidak dapat digeneralisasikan (membuat kesimpulan yang berlaku umum) atau bersifat universal, jadi hanya dapat berlaku pada situasi dan keadaan sesuai dengan situasi dan keadaan dimana penelitian yang serupa dilakukan (Kountur, 2003 :29).

Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara penulis dengan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan


(36)

banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi, meskipun mempunyai bahaya bias peneliti. Metode kualitatif yang digunakan adalah pendekatan fenomologis, artinya peristiwa dan kaitan-kaitannya orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu dengan menekankan pada aspek subyektif dari perilaku orang, dan pendekatan interaksi simbolik, yang berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran, dimana menjadi paradigma konseptual melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan, status sosial ekonomi, kewajiban peranan, resep budaya, mekanisme pengawasan masyarakat atau lingkungan fisik lainnya.

Untuk meneliti pola komunikasi dan perubahan gejala sosial yang ada peneliti menggunakan pendekatan fenomologis, dimana peneliti berusaha ”menggungkap” proses interpretasi dan melihat segala aspek ”subjek” dari perilaku manusia dengan cara masuk ke dunia konseptual orang-orang yang diteliti sehingga dapat dimengerti apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan pada peristiwa dalam kehidupan sehari-harinya. Pendekatan ini bukan berarti bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang diteliti (Moeleong, 2002 : 4-12).

3.2. Konsep Operasional

Terdapat 4 Pola Komunikasi antara suami dan istri menurut Joseph Devito (2007 : 277-278) terkait permasalahan suami istri yang menikah siri tentang hak waris sebagai bantuan alat analisis dan pedoman dasar :


(37)

1. Pola Keseimbangan

Pola kesimbangan ini lebih terlihat pada teori dari pada prakteknya tetapi ini merupakan awal yang bagus untuk melihat komunikasi pada hubungan yang penting. Pada pola komunikasi keseimbangan ini masing-masing suami istri membagi sama dalam berkomunikasi. Komunikasi yang terjalin antara suami dan istri sangat terbuka, jujur, langsung dan bebas. Tidak ada pemimpin atau pengikut, melainkan suami istri sama kedudukannya.

2. Pola Keseimangan Terbalik

Dalam pola keseimbangan terbalik, masing-masing anggota keluarga (suami istri) mempunyai otoritas diatas daerah atau wewenang yang berbeda masing-masing. Suami istri adalah sebagai pembuat keputusan konflik yang terjadi antara keduanya (suami-istri), dianggap bukan ancaman oleh si suami atau si istri, karena keduanya memiliki keahlian sendiri-sendiri untuk menyelesaikannya.

3. Pola Pemisah Tidak Seimbang

Dalam hubungan terpisah yang tidak seimbang, satu orang dalam keluarga (si suami atau istri) mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat kedua belah pihak (si suami atau istri).


(38)

4. Pola Monopoli

Dalam pola monopoli ini, si suami atau si istri sama-sama menganggap dirinya sebagai penguasa. Keduanya lebih suka memberi nasehat daripada berkomunikasi untuk saling bertukar pendapat. Konflik sering terjadi dalam keluarga (suami istri) yang menganut pola komunikasi ini karena tidak bisa bebas untuk berpendapat.

3.3Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini menekankan pada pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris. Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pola komunikasi antara suami dan istri yang menikah secara siri dalam pembagian hak waris, yang mana istri tidak mendapatkan perlindungan dari hukum dan tidak adanya perjanjian dan peraturan yang sah untuk si istri mendapatkan hak waris jika kelak suami meninggal.

Proses komunikasi suami istri yang menikah siri tentang hak waris akan menentukan konsep hubungan antara keduanya dan membawa dampak di dalam perubahan perilaku dan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal ini dapat diamati dari bentuk-bentuk pola komunikasi yang terjalin antara keduanya.

Komunikasi interpersonal seperti apa yang mereka (suami istri) terapkan sehingga mendapatkan jalan keluar dari permasalahan hak waris yang tidak dapat perlindungan dari hukum karena pernikahan siri ini, sehingga akan menentukan


(39)

konsep hubungan antara keduanya dan membawa dampak di dalam perubahan perilaku, pemenuhan hidupnya dan masa depan keluarga.

3.4Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Madiun. Sebab daerah ini mempunyai komposisi penduduk yang heterogen. Selama ini banyak yang mengira permasalahan sosial hanya terdapat di kota metropolis saja seperti Jakarta dan Surabaya. namun kenyataannya di kota kecil seperti Madiun yang memiliki penduduk cukup padat juga banyak sekali berbagai permasalahan sosial yang terjadi.

3.5Unit Analisis Penelitian

Riset kulitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjalankan fenomena yang diteliti maka tidak perlu mencari

sampling lainnya. Disini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas)

data, bukan banyaknya (kuantitas) data.

Unit analisis data dalam penelitian ini adalah informasi yang berupa narasi-narasi kualitatif yang dihasilkan dalam wawancara mendalam (indepth interview) yang berkaitan dengan pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris.


(40)

3.6Subyek dan Informan Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah informan yang merupakan suami istri yang menikah di Madiun dengan kategori usia 22-55 tahun. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa dan pencarian jati diri (ego, identity, menurut Erik Erikson) (Sarwono, 2004 : 14-15), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) (www.e-psikologi.com), dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget) (www.psikologi.com) maksudnya merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan presasi formal.

2. Informan Penelitian

Informan penelitian ini tidak ditentukan jumlahnya, tetapi dipilih beberapa informan yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai substansi penelitian ini. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian kualitatif tidak mempersoalkan berapa besar informan, melainkan yang terpenting adalah seberapa jauh penjelasan informan yang diperoleh dalam menjawab permasalahan (Suryabrata, 1998 : 89).

Namun demikian peneliti berusaha akan menjaring sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian dari beberapa sumber. Peneliti akan mencari variasi informasi sebanyak-banyaknya dari informasi dengan menggunakan teknik sampling indepth interview (wawancara mendalam), yaitu orang-orang yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi


(41)

sesuai substansi penelitian sehingga dapat menghasilkan data berupa kata-kata dan tindakan, memungkinkan narasumber untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya dengan istilah-istilah mereka sendiri.

Berikut ini merupakan syarat untuk menjadi seorang informan dalam penelitian ini, antara lain suami dan istri yang menikah secara siri tentang hak waris.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan sumber data utama adalah wawancara mendalam (indepth interview) yang menghasilkan data berupa kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Teknik ini dinilai paling sesuai, karena memungkinkan pihak yang diwawancarai dapat mendefinisikan dirinya sendiri serta lingkungannya, untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang diteliti, tidak sekedar menjawab pertanyaan (Mulyana, 2002 : 183).

Dengan teknik ini diharapkan informan dapat lebih terbuka dan berani dalam memberikan jawaban serta merespon terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Kelebihan lain adalah, peneliti secara personal dapat bertanya langsung dan mengamati respon terutama nonverbal mereka dengan lebih detail.

Teknik yang juga digunakan dalam penelitian ini selain wawancara mendalam juga didukung dengan teknik observasi yaitu melakukan pengamatan dengan


(42)

menggunakan penglihatan yang tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan (Soehartono, 2004 : 69).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengamatan, yaitu : 1. Hal-hal apa yang hendak diamati

2. Bagaimana mencatat pengamatan 3. Alat Bantu pengamatan

4. Bagaimana mengatur jarak antara pengamat dan objek yang diamati

Hal-hal diatas hendaknya dipertimbangkan sebelum seseorang melakukan observasi, karena hal-hal tersebut di atas amat menentukan berhasil tidaknya pengamat melakukan tugasnya ( Burhan, 2007 : 117).

3.8Teknik Analisis Data

Setelah seluruh data diperoleh dari indepth interview, maka peneliti akan menggunakan teknik analisis data bersifat deskriptif yang akan menggambarkan fakta-fakta dan sifat-sifat informan melalui data yang diperoleh berdasarkan pola komunikasi keluarga dan mengkaji sesuai dengan konsep-konsep pola komunikasi keluarga yang ada untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris.


(43)

8 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data 4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris yang tinggal di Madiun. Penelitian ini mengambil informan sepasang suami istri yang menikah secara siri, mengambil 5 informan yang diharap mampu memberikan semua data yang dibutuhkan, dari masing-masing informan memiliki banyak perbedaan latar belakang. (ekonomi, pendidikan dan kebiasaan)

Bila diperhatikan, semua informan memiliki berbagai macam persamaan dan juga perbedaan, jika dilihat dari alasan mereka menikah secara siri dan bagaimana pola komunikasi antara suami dan istri yang menikah siri tentang pembagian hak waris jika pernikahan mereka tidak tercatat dalam catatan hukum negara. Secara keseluruhan wawancara berlangsung cukup lancar, dimana sebagian besar informan mau terbuka dalam menjawab pertanyaan yang peneliti ajuakan dan juga mengungkapkan secara mendalam bagaimana pola komunikasi antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris, bahkan beberapa informan mengungkapkan hal-hal yang sebenarnya tidak peneliti ajukan.


(44)

i. Penyajian Data

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan di Madiun. Dan sebagaimana telah ditetapkan sebelumnya, subyek penelitian yang dijadikan informan tidak dapat dibatasi atau ditentukan berapa jumlahnya, tetapi dipilih beberapa informan yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai substansi penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan pola komunikasi suami istri yang menikah siri tentang hak waris. Data diperoleh dengan melakukan observasi dan indepth interview yang dilakukan terhadap suami istri yang menikah secara siri. Wawancara dilakukan untuk mengamati perilaku dan perkembangan dari situasi yang diteliti itu sendiri.

Data diperoleh dengan menggunakan indepth interview (wawancara mendalam), yaitu orang-orang yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai substansi penelitian sehingga dapat menghasilkan data berupa kata-kata dan tindakan yang memungkinkan narasumber untuk mendefinisikan dirinya sendiri. Wawancara digunakan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari informan. Setelah seluruh data diperoleh dari wawancara mendalam, data secara kualitatif di analisis sehingga diperoleh gambaran, jawaban serta kesimpulan dari pokok permasalahan yang diangkat.


(45)

INFORMAN 1

Informan I adalah seorang suami yang berinisial ”N” (51 tahun) yang menikah siri dengan istri berinisial ”A” (47 tahun) bekerja sebagai wiraswasta, Pasangan suami istri ini tinggal di daerah Dumai Madiun, sang suami bekerja sebagai pegawai negeri yang ditugaskan di Balikpapan selama 1 Tahun terakhir ini. Sedangkan si istri bekerja sebagai wiraswasta, setiap satu minggu sekali tepatnya akhir pekan suaminya pulang ke Madiun ataupun sebaliknya si istri yang ke Balikpapan. Pasangan suami istri ini sudah menikah siri selama 3 tahun, si istri lebih memilih tinggal di Madiun saja karena masih mengurus orang tuanya. Alasan mereka melakukan pernikahan siri ini adalah untuk menghindari zina, karena masing-masing dari anak mereka tidak menyetujui kalau ”A” dan ”N” ini menikah dengan alas an ”N” adalah duda dengan lima anak serta ”A” adalah janda dengan dua anak. Jadi pernikahan siri ini tidak diketahui oleh anak mereka masing-masing, ”A” dan ”N” tidak memiliki anak dari hasil pernikahan sirinya.

INFORMAN II

Informan II adalah seorang suami yang bekerja sebagai wiraswasta yang berinisial ”A” (44 tahun) yang menikah siri dengan istrinya yang berinisial ”T” (44 Tahun) yang bekerja di swasta dan bertempat tinggal di daerah Manisrejo Madiun. Pasangan suami istri ini juga tidak memiliki anak dari hasil pernikahan sirinya, pasangan suami istri ini sudah menikah secara siri selama 2 tahun. Sedangkan alasan mereka menikah secara siri hampir sama dengan informan I karena untuk


(46)

menghindari zina, anak mereka masing-masing dan orang tua dari pihak istri ini tidak menyetujui hubungan mereka.

INFORMAN III

Informan III ini adalah suami yang berinisial ”L” (25 tahun) bekerja sebagai makelar di salah satu perusahan motor, sang istri ”F” (27 tahun) lebih tua usianya dari suaminya yang bekerja sebagai pekerja di pabrik makanan. Pasangan suami istri ini memiliki dua anak dari hasil pernikahan sirinya yang sudah dijalaninya selama 4 tahun dan bertempat tinggal di Jalan Kalimantan Madiun. Alasan mereka menikah secara siri adalah si istri ”F” terlanjur hamil dulu sebelum menikah, sedangkan kedua belah pihak keluarga belum memiliki uang untuk menikahkan pasangan ini secara sah menurut agama dan hukum. Jadi mereka memilih menikah secara siri dulu agar tidak ada tuduhan yang negatif dari keluarga besar dan orang lain.

INFORMAN IV

Informan IV adalah pasangan suami istri yang bertempat tinggal di daerah Kanigoro Madiun, sang suami yang bernama ”B” (37 tahun) bekerja sebagai pegawai di salah satu perusahaan asuransi di Madiun. Sang istri yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga bernama ”M” (23 tahun), pasangan ini sudah menikah secara siri selama dua tahun dan memiliki satu anak dari hasil pernikahan siri ini. Alasan mereka menikah secara siri karena orang tua dari ”B” ini tidak menyetujui hubungan mereka karena ”M” ini adalah dari keluarga yang tidak mampu. ”B” tetap menikah dengan


(47)

”M” karena mereka saling mencintai dan mereka menghindari perbuatan zina dengan cara menikah secara siri tanpa sepengetahuan orang tua ”B” yang sekarang ini tinggal di Tasikmalaya.

INFORMAN V

Informan V ini adalah suami istri yang bertempat tinggal di daerah Serayu Madiun, pasangan suami istri ini sudah menjalani pernikahan siri selama lima tahun. Sang suami yang berinisial ”H” (45 tahun) bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), sedangkan istri yang berinisial ”N” (40 tahun) bekerja sebagai pelatih senam salsa. Alasan pasangan ini menikah secara siri karena sang suami ”H” sudah memiliki istri dengan dua anak, sebenarnya hubungan ”H” dengan istri pertama atau sahnya ini sudah pisah ranjang dan akan bercerai. Tetapi karena ”H” ini adalah seorang Pegawai Negeri Sipil maka cukup sulit untuk bercerai dan berakibat tidak baik pada pekerjaannya, seperti tidak bisa naik jabatan bahkan bisa di keluarkan dari pekerjaannya jika perceraian terjadi. Maka dari itu ”H” dan ”N” menikah secara siri dengan sepengetahuan istri pertamanya, pasangan ini tidak memiliki anak dari hasil pernikahan sirinya.

4.1.3 Identitas Responden

Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah suami istri yang menikah secara siri yang bertempat tinggal di kota Madiun. Informan berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, perguruan tinggi dan pekerjaan. Disini suami istri


(48)

yang dimaksud adalah pasangan suami dan istri yang sudah menikah secara siri atau sah menurut agama Islam, dalam keadaan karier (bekerja) maupun tidak bekerja (ibu rumah tangga), dalam keadaan sudah memiliki anak atau belum (dari hasil pernikahan siri) dan dengan tingkat ekonomi sosial manapun (baik dari golongan ekonomi kelas bawah, menengah, maupun kelas atas).

Untuk menjaga privacy informan yang tidak mau disebutkan namanya, peneliti menyamarkan dengan inisial huruf depan dari namanya. Karena walaupun mereka mau terbuka dengan peneliti, tetapi mereka tidak ingin di blow up urusan dalam keluarganya. Bahkan peneliti diminta oleh informan agar tidak menyebut alamat rumah secara lengkap dalam penelitian ini.

4.2 Analisis Data

4.2.1Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri Tentang Hak Waris

4.2.1.1Analisis Keluarga Informan I

Dalam wawancara informan I ini dilakukan di tempat yang sama namun berbeda hari dan waktunya saja, yaitu di rumahnya di daerah Dumai Madiun pada tanggal 2 Mei 2010 jam 11.00 di teras rumah untuk wawancara suami karena pada hari minggu sore itu bapak ”N” sudah harus kembali ke Balikpapan untuk bekerja. Peneliti sedikit bisa bersantai dalam melakukan wawancara dengan suami dari informan I ini karena bapak ”N” ini orangnya suka bercanda, sambil merokok bapak ”N” mulai bercerita dan peneliti pun memberikan beberapa pertanyaan.


(49)

Sedangkan untuk mewawancarai sang istri di ruang tamu rumahnya pada keesokan harinya tanggal 3 Mei 2010 sekitar jam 18.30, ibu ”A” ini sangat ramah sekali sehingga memudahkan peneliti untuk mengajukan beberapa pertanyaan yang sedikit pribadi.

Pernyataan informan I ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya :

Informan I

”Saya dan istri saya saling terbuka jika ada permasalahan/unek-unek dalam rumah tangga ini, saya juga mengijinkan istri saya mengungkapkan perasaannya, tetapi sebagai suami dan kepala rumah tangga tentunya saya yang harus mengambil keputusan dari permasalahan tersebut”.

”Saya mau istri saya itu nurut sama suami, apapun yang terjadi harus dengarkan kata suami”.

”Kemana-mana harus sama saya, setiap hari saya selalu komunikasi dengan istri walaupun saya kerja di luar kota tapi komunikasi harus setiap hari”.

Berikut pernyataan ibu ”A” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri, pada saat itu ibu ”A” menggungkapkan pernyataannya dengan ekspresi wajah yang sangat pasrah dan seakan dia tertekan dengan suaminya. Berikut pernyataannya :


(50)

Kroscek

”Saya dengan suami saya memang terbuka kalau ada masalah dalam rumah tangga kami, apalagi nikah siri ya mbak banyak sekali konflik ditambah anak-anak saya tidak setuju, jadi beban buat saya”.

”Walaupun selalu terbuka dan setiap hari berkomunikasi tapi selalu miss understanding kalau ada masalah sering kali tidak mendapatkan jalan keluarnya, karena suami saya itu tipe orang yang keras jadi apapun dia yang mengambil keputusan, jarang sekali meminta pendapat dari saya”.

”Karena saya kenal sekali sifat suami saya, terkadang kalau suami saya sudah tidak bisa diajak omong atau biasanya mengungkit yang sudah dia berikan kepada saya, saya lebih baik diam dan pergi. Daripada saya sakit hati, mendingan saya pergi aja mbak nunggu suami saya tenang dulu, percuma juga kalau saya menyangkal bisa perang dunia karena tidak ada yang mau mengalah”.

Berdasarkan wawancara diatas maka pada dasarnya komunikasi interpersonal antara suami istri informan I ini kurang baik. Disebabkan tidak adanya interaksi yang baik pada saat mereka bertemu dan melakukan komunikasi, hal ini terjadi karena tidak adanya kesepakatan pandangan kedua belah pihak pada dasarnya mereka berdua berbeda pola pikirnya yang mengakibatkan salah satu dari mereka ingin mendominasi dalam segala urusan rumah tangga. Bapak ”N” memiliki sifat kaku dan overprotected terhadap istrinya, sehingga ibu ”A” sering kali tidak nyaman jika berpendapat dalam setiap permasalahan rumah tangganya. Sehingga si istri lebih mengalah jika suami sudah mengambil keputusan walaupun si istri keberatan.


(51)

Berikut pernyataan bapak ”N” dari informan I saat ditanyai bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya :

Informan I

”Pastilah mbak kalua nafkah itu setiap bulan”.

”Saya ini kan sudah tidak muda lagi alias tua, manusia kan tidak ada yang tahu umurnya sampai berapa, saya pun selalu membicarakan masalah itu dengan istri saya”.

”Saya tidak mau kalau istri saya nanti terlantar waktu saya sudah meninggal, maka dari itu mulai dari sekarang saya buatkan usaha buat istri saya sebanyak-banyaknya semampu saya atas nama istri saya”.

”Saya sudah menganggap itu warisan dari saya, tapi ya itu tadi mbak istri saya harus nurut dulu sama saya, karena saya orang yang tidak membolehkan istri saya keluar rumah terlalu lama walaupun dapat ijin dari saya”.

Berikut pernyataan ibu ”A” informan I bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya :


(52)

Kroscek

”Masalah hak waris, memang suami saya selalu membicarakan itu, dia takut kalau tiba-tiba dia meninggal saya dan anak-anak terlantar, maka dari itu saya di buatkan usaha dari pertama menikah”.

”Tapi kalau saya pribadi mbak, terserah keikhlasan dari suami saya saja, saya tidak mau menuntut terlalu banyak biar nggak malu-maluin terus nanti jadi ribut dan ribet”.

”Karena saat ini saja kalau setiap kita bertengkar, suami saya tidak mau memberi saya dan anak-anak nafkah tiap bulannya dan semua usaha saya itu tetap suami saya yang pegang”.

”Maka dari itu saya tidak mau menuntut banyak-banyak, hanya dari keikhlasan dan kesadaran suami saya saja”.

Peneliti melihat disini bahwa si suami dari informan I ini lebih mendominasi sang istri, dalam mengambil keputusan dan menghadapi masalah dalam rumah tangganya. Si istri harus menuruti semua yang suami inginkan walaupun komunikasi sering sekali dilakukan pasangan ini, namun disini pernyataan suami dari informan I lebih menjelaskan bahwa pasangan ini memiliki porsi masing-masing dalam menangani masalahnya tetapi pada akhirnya suamilah yang tetap berhak mengambil keputusan. Sedangkan menurut istri dari informan I komunikasi yang dilakukan selama ini terkesan tidak efektif, karena walaupun sudah dikomunikasikan tapi tidak ada titik temu dari masalah yang sudah didiskusikan.


(53)

Peneliti menyimpulkan bahwa suami istri pada informan I menggunakan pola komunikasi Pemisah Tidak Seimbang, dalam pola komunikasi pemisah tidak seimbang, satu orang dalam keluarga (si suami atau istri) mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat kedua belah pihak (si suami atau istri). Pola komunikasi pemisah tidak seimbang ini merupakan pola komuniksai yang buruk dan dapat menimbulkan perpecahan.

Hal ini disebabkan oleh keinginan salah satu pihak untuk mengusai pihak yang lain, dalam hal ini informan I sebagai suami ingin menguasai dan mendominasi segala hal menyangkut urusan rumah tangga termasuk dalam masalah pembagian hak waris, informan I khususnya istri tidak menginginkan adanya campur tangan hukum untuk menuntut haknya dalam pembagian hak waris. Tidak ada perjanjian hitam dia atas putih dan lain sebagainya, hanya rasa keikhlasan dan kesadaran bersama saja dalam pembagian hak waris. Setidaknya hal ini yang dapat ditangkap peneliti dari hasil wawancara dengan suami istri dari informan I.

4.2.1.2Analisis Keluarga Informan 2

Pada tanggal 8 Mei 2010 jam 11.30 peneliti mewawancarai Informan I (suami) bapak ”A” di rumahnya di daerah Manisrejo Madiun, kedatangan peneliti ke rumahnya di sambut dengan baik walaupun bapak ”A” ini sedikit pendiam. Peneliti harus lebih pintar membawa suasana agar tidak tegang dalam wawancara, sesekali melemparkan candaan-candaan.


(54)

Sedangkan wawancara untuk si istri ibu ”T” dilakukan pada sore hari di hari yang sama yaitu jam 16.00, karena pada saat sore hari suaminya selalu melakukan olahraga badminton di luar rumah. Ibu ”T” ini juga sedikit pendiam tetapi lebih tegas daripada suaminya, dengan ditemani minuman hangat peneliti mewawancarai informan dengan cukup lancar.

Pernyataan suami informan II ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya :

Informan II

”Saya ini orang yang pendiam mbak jadi harap maklum kalau jawabannya singkat-singkat ya”.

”Saya sangat mengerti sekali kalau pernikahan secara siri itu merugikan pihak perempuan dan anak, tapi mau gimana lagi kalau keadaannnya begini”.

”Daripada timbul fitnah dan tuduhan kumpul kebo mending saya menikah siri dulu yang dimata Tuhan sah, walaupun orang tua istri saya dan anak-anak kami masing-masing dari hasil perkawinan kita sebelumnya tidak setuju”.

”Kalaupun ada konflik kita tidak setiap hari membicarakannya, tetapi jika ada konflik saya punya pendapat sendiri dan istri saya juga punya pendapat sendiri”. ”Sama-sama memiliki porsi masing-masing untuk menyelesaikannya, dibuat gampang sajalah tidak mau terlalu ribet”.


(55)

Berikut pernyataan ibu ”T” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya :

Kroscek

”Kalau ada masalah saya dan suami saya punya pendapat masing-masing dan memiliki penyelesaian masing-masing, sering nggak nemu jalan keluarnya sih tapi ya gimana lagi, mungkin dari sebelum nikah kita sudah mandiri, punya pekerjaan sendiri-sendiri”.

”Jadi kebawa sampe sekarang kita sering menyelesaikan masalah dengan keputusan sendiri-sendri, memang tidak baik sih sebenarnya tapi kita tidak pernah keberatan dengan keputusan itu”.

Dari pernyataan suami istri informan II ini mereka sering melakukan komunikasi dan menganggap bahwa dalam hal komunikasi sebenarnya mereka tidak ada masalah. Tapi setiap ada unek-unek mengenai pasangannya atau masalah yang lainnya si istri jarang sekali mengkomunikasikannya dengan suaminya, karena dia menganggap suaminya tidak pernah memperhatikannya dan memiliki sikap yang cuek sekali. Berikut pernyataan bapak ”A” dari informan II saat ditanyai tentang bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya :


(56)

Informan II

”Kalau masalah hak waris memang kita pernah membicarakannya dari awal pernikahan atau bisa dikatakan komitmen dan perjanjian meskipun tidak ada hukum yang mengikat, jadi hanya rasa kemanusiaan saja kita membuat komitmen itu”. ”Sebelum menikah kita memang sudah punya penghasilan masing-masing sampai sekarang ini, jadi tidak terlalu sulitlah untuk masalah warisan karena kita sudah punya penghasilan masing-masing”.

”Yang penting saya juga tiap bulan ngasih istri saya uang belanja dan buat anak-anak”.

Berikut hasil kroscek dari pernyataan ibu ”T” informan II bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya :

Kroscek

”Sama saja mbak cara berkomunikasinya seperti pernyataan tadi dengan masalah hak warisan, karena memang umur tidak ada yang tahu ya mbak dan suami saya itu cuek orangnya, jadi harus saya duluan yang mengawali semua pembicaraan”.

”Kami memang sudah pernah membicarakan di awal pernikahan masalah hak warisan, kami sepakat penghasilan kita masing-masing ya milik kita masing-masing nggak dibagi-bagi kalau salah satu dari kita meninggal duluan”.


(57)

”Jadi nggak terlalu ribet dan kita juga tidak ada yang keberatan dengan keputusan ini, yang penting sekarang ini suami saya masih memberi nafkah setiap bulan walaupun tidak terlalu cukup juga buat anak-anak”.

Bapak ”A” adalah tipe seorang suami yang cuek, sedangkan istrinya juga orang yang tidak mau mengambil pusing terhadap konflik yang dihadapinya. Sehingga mereka memiliki penyelesaian sendiri-sendiri, apalagi mereka memiliki pekerjaan masing-masing yang tidak terlalu sulit untuk mengatasi hak warisan dalam pernikahan sirinya. Peneliti menyimpulkan bahwa pasangan suami istri Informan II ini menggunakan pola keseimbangan terbalik, dimana masing-masing anggota keluarga (suami istri) mempunyai otoritas diatas daerah atau wewenang yang berbeda masing-masing. Suami istri adalah sebagai pembuat keputusan konflik yang terjadi antara keduanya (suami-istri), dianggap bukan ancaman oleh si suami atau si istri, karena keduanya memiliki keahlian sendiri-sendiri untuk menyelesaikannya. Informan II juga tidak ingin permasalahan hak waris ini sampai ketangan hukum karena memang tidak mungkin dalam pernikahan siri, sehingga mereka lebih memilih untuk mengambil keputusan masing-masing dalam penghasilannya pekerjaannya.

4.2.1.3 Analisis Keluarga Informan III

Informan III ini tidak mau wawancara dilakukan di rumahnya, jadi wawancara dilakukan di jarak 500 M dari rumahnya di sebuah gapura yang ada tempat duduknya menghadap ke jalan raya. Wawancara pertama dengan si suami mas ”L” karena


(58)

masih muda jadi peneliti memanggil mas saja biar lebih akrab, mas ”L” adalah orang yang ramah sekali dan suka bercanda. Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Mei 2010 jam 15.15 WIB ditemani dengan anak pertamanya yang berusia 4 tahun, mas ”L” cukup terbuka dalam menjawab pertanyaan dari peneliti.

Sedangkan wawancara untuk si istri mbak ”F” dilakukan di tempat yang sama tetapi berbeda waktu, yaitu jam 16.00 WIB. Saat wawancara berlangsung suaminya sudah pulang terlebih dahulu untuk memandikan anaknya, jadi wawancara dengan mbak ”F” bisa lebih leluasa dan terbuka meskipun banyak sekali noise dari kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya.

Berikut pernyataan suami informan III ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya :

Informan III

”Saya ini tidak malu walaupun menikah secara siri, selama ini memang pernikahan

siri itu di pandang sebelah mata, tapi kalau merurut saya ya dilihat dulu masalahanya”.

”Kalau masalahnya seperti saya ini, nggak punya biaya buat daftarin ke KUA, resepsi dan lain sebagainya, jadi saya menikah saja dulu di depan penghulu yang sudah sah di mata Tuhan”.


(59)

”Memang sih mbak pernikahan siri itu banyak sekali konflik dengan istri saya, memang buat beban psikis juga apalagi saya sudah memiliki anak dari hasil nikah siri ini”.

”Saya sama istri saya lebih terbuka ya kalau ada masalah/unek-unek apapun, bisanya sebelum tidur saya ngobrol dulu sama istri saya dan sekalian bicarakan apa jalan keluarnya”.

Berikut pernyataan ibu ”T” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya :

Kroscek

”Saya kalau ada masalah sama suami saya, biasanya dibicarain sebelum tidur jadi anak-anak juga nggak kedengeran mbak meskipun masih kecil-kecil”.

”Saya dan suami saya memang berniat akan menikah secara sah menurut hukum kalau sudah punya biaya, kita berdua kan sudah dewasa dan terikat dalam pernikahan jadi ya harus sejalan dalam rumah tangga ini”.

Dari pernyataan suami istri informan III diatas, mereka memiliki komunikasi yang efektif karena dilihat dari setiap hari mereka mengkomunikasikan dengan baik kepada pasangannya. Dan mengambil keputusan tidak dari salah satu pihak saja, hal ini sangat berpengaruh dalam cara berkomunikasi tentang bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri,


(60)

karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataan ”L” suami informan III :

Informan III

”Masalah hak waris, masalah ini pernah istri saya tanyakan karena kami sadar nikah siri itu tidak tercatat oleh hukum negara dan ribet kalau ada masalah seperti hak waris ini”.

”Saya memang sudah berjanji dan berkomitmen pada istri saya, kalau saya sudah punya uang akan menikahi dia secara sah di KUA”.

”Jadi lebih ke harta bersama ya mbak, kalaupun tiba-tiba saya meninggal ya otomatis harta saya buat istri dan anak saya”.

”Kalau nafkah sudah pasti setiap bulan saya kasih ke istri, walaupun istri saya juga bekerja itu tetap tanggung jawab saya sebagai suami dan ayah”.

Berikut hasil kroscek dari pernyataan ibu ”F” informan III bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya :

Kroscek

”Kalau saya sih masalah hak waris sudah pernah dibicarakan, kami berdua kan punya niat nikah secara sah jadi nggak terlalu dipikirin”.


(61)

”Kita lebih ke harta milik bersama ya, saling memberi dan menerima saja, toh semua buat anak-anak juga”.

”Jadi tidak ada hitam diatas putih dan lain sebagainya, lebih kepada rasa kasih sayang dan kemanusiaan saja”.

”Suami saya setiap bulan memberi nafkah, bahkan kalau ada uang lebih saya juga diberi mbak buat tambahan anak-anak”.

Komunikasi yang diterapkan pasangan suami istri informan III ini sangat terbuka sekali dengan pasangannya, suami tidak terlalu mendominasi dan istri juga tidak terlalu banyak menuntut dalam pembagian hak waris dari pernikahan sirinya karena pasangan suami istri ini menyadari bahwa tidak ada perlindungan dari hukum untuk menuntut apapun, sehingga lebih memilih jalan kemanusiaan dan tanggung jawab pada Tuhan. Pola keseimbangan adalah yang diterapkan pada informan III ini, pola kesimbangan ini lebih terlihat pada teori daripada prakteknya tetapi ini merupakan awal yang bagus untuk melihat komunikasi pada hubungan yang penting. Pada pola komunikasi keseimbangan ini masing-masing suami istri membagi sama dalam berkomunikasi. Komunikasi yang terjalin antara suami dan istri sangat terbuka, jujur, langsung dan bebas. Tidak ada pemimpin atau pengikut, melainkan suami istri sama kedudukannya. Ini bisa terlihat dari awal mereka menikah secara siri, informan IV ini sangat memikirkan nasib keluarganya untuk masa depan yang lebih baik dan terjamin.


(62)

4.2.1.4Analisis Keluarga Informan IV

Pada sesi wawancara informan IV ini juga tidak mau diwawancarai di rumahnya, peneliti dan pasangan suami istri ini bertemu dan melakukan wawancara di salah satu mall di Madiun. Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Mei 2010 jam 13.00 WIB, wawancara pertama di tujukan untuk bapak ”B” sementara si istri menemani sambil makan siang terlebih dahulu, dan begitu sebaliknya saat mbak ”M” melakukan wawancara dengan peneliti pak ”B” bergantian untuk makan siang. Proses wawancara cukup lancar, dilakaukan di tempat dan waktu yang sama dan pasangan ini cukup terbuka dengan pertanyaan yang peneliti ajukan. Dan terlihat sekali dari bahasa non verbal pada pasangan ini, si istri lebih sedikit pendiam dan takut pada suaminya.

Berikut pernyataan suami informan IV ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya :

Informan IV

”Saya sebenarnya kasihan istri saya, saya tahu ini membuat beban mental buat dia

dalam menjalankan nikah siri ini. Apalagi tanpa restu orang tua saya alias kawin lari”.

”Kami berusaha sebaik mungkin menyelesaikan masalah dalam hal apapun, tetapi keputusan akhir tetap ada pada saya selaku kepala keluarga”.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Terdapat 4 jenis pola komunikasi, yaitu pola komunikasi keseimbangan, pola komunikasi keseimbangan terbalik, pola komunikasi pemisah tidak seimbang, dan pola komunikasi monopoli, namun secara garis besar kebanyakan pasangan suami istri yang menikah secara siri menggunakan pola komunikasi pemisah tidak seimbang dalam pengambilan keputusan tentang pembagian hak waris.

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut, dari ke 5 informan dapat disimpulkan 2 informan menggunakan pola komunikasi pemisah tidak seimbang, Pola komunikasi ini dapat ditemui pada informan 1 dan 4, yang mana pembagian hak waris dalam pernikahan siri lebih di dominasi oleh suami dalam pengambilan keputusan secara sepihak. Sedangkan pihak istri hanya bisa menerima keputusan suaminya tersebut dikarenakan tidak ada bukti dan surat pernikahan yang sah untuk mereka menuntut haknya atau menggunakan undang-undang tentang pembagian hak waris. Hal ini disebabkan pola komunikasi pemisah tidak seimbang satu orang dalam keluarga (si suami atau istri) mendominasi dan hampir tidak pernah meminta pendapat pasangannya dalam pengambilan keputusan.

Setiap istri dan anak hasil pernikahan siri berhak atas warisan sang suami karena nikah siri dinyatakan sebagai pernikahan yang sah dan diakui oleh agama islam. Hanya saja pernikahan tersebut tidak tercatat dalam catatan sipil atau Kantor Urusan


(2)

agama (KUA) sebagai kelengkapan negara. Jadi jika ada masalah atau konflik dalam pembagian warisan, mereka tidak dapat menuntut atau melaporkan ke hukum karena tidak adanya surat atau bukti pernikahan yang sah dari negara, maka perlindungan dari hukum terutama untuk wanita sangatlah lemah. Hanya untuk mereka yang menyadari saja bahwa tanggung jawab mereka dalam pernikahan siri adalah kepada Tuhan untuk menjalankan amanah yang benar dalam rumah tangga.

Untuk itu perlu pola komunikasi yang efektif dalam membicarakan pengambilan keputusan tentang pembagian hak waris dalam pernikahan siri agar hubungan interpersonal suami istri menjadi baik. Seorang suami harus mempunyai jiwa leadership yang baik dalam sebuah keluarga tanpa mengabaikan pendapat dari istri, sehingga menjadikan anggota keluarganya merasa nyaman dan rukun dalam pernikahan siri sekalipun.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti dihasilkan saran sebagai berikut, pola komunikasi yang seharusnya diterapkan antara suami istri yang menikah siri tentang hak waris dalam kehidupan berumah tangga adalah pola komunikasi keseimbangan. Karena dengan menerapkan pola komunikasi keseimbangan maka hubungan interpersonal antara suami dan istri dapat berkembang dengan baik, dan permasalahan tentang pembagian hak waris dapat disepakati bersama antara keduanya (suami istri) tanpa mengabaikan pendapat pasangannya. Sehingga kesepakatan yang baik akan didapatkan dalam keluarga dan tidak ada yang merasa


(3)

dirugikan satu sama lain, mengingat pernikahan adalah suatu hal yang sakral menyangkut kehidupan keluarganya yang dipertanggung jawabkan kepada Tuhan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Burhan, Bugin, ”Berbagi Peran dalam Keluarga” Majalah Al-Falah edisi 237, Desember 2007.

Devito, Joseph.A ,2007, The Interpersonal Comunication Book, edisi 11, Pearson International Edition-Perason Education, Inc.

Djamarah, Syaiful Bahri, 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga : Sebuah Perspektif Pendidikan Islam, Jakarta : PT.Rineka Cipta. Effendy, Onong, Uchjana, 2002. Dinamika Komunikasi, Bandung : PT.Remaja

Rosdakarya.

Fauzi, Dodi Ahmad, 2008. Nikah Siri Yes or No, Jakarta : Lintas Pustaka.

Gunarsa dan Gunarsa, 2001. Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Hardjana, Agus M, 2003. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, Yogyakarta : Kanisius.

Kuantaraf, Jonathan dan Kuntaraf, Kathleen H. Liwijaya, 1999 : Komunikasi Keluarga : Kunci Kebahagiaan Anda, Bandung : Indonesia Publishing House. Kountur, Ronny, 2003. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta

: PPM.

Mulyana, Deddy, 2002. Ilmu Komunikasi (Suatu Pengantar), Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

, 2003. Ilmu Komunikasi (Suatu Pengantar), Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.


(5)

Moeleong, J.L, 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Moss, Sylvia dan Tubbs, Stewart L, 2002. Human Communication : Prinsip-Prinsip Dasar, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaluddin, 2002. Psikologi Komunikasi, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

, 2007. Psikologi Komunikasi, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Sarwono, Sarlito Wirawan, 2004. Psikologi Remaja, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.

Soehartono, Irawan, 2004. Metode Penelitian Sosial (Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya), Bandung : PT.Remaja Rosdakarya

Sujanto, Drs.Agus, 1996. Psikologi Perkembangan, Jakarta : Rineka Cipta.

Sutaryo, 2005. Sosiologi Komunikasi : Perspektif Teoritik, Yogyakarta : Arti Bumi Intaran.

Vardiansyah, Dani, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi, Bogor Selatan : Ghalia Indonesia.

Wright, H.N, 1991. Menjadi Orang Tua yang Bijaksana, Yogyakarta : Arcan.

Yusuf, Syamsu, L.N, 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.


(6)

Non Buku

(www.organisasi.org) (www.e-psikologi.com) (www.psikologi.com) (www.gemari.com)

(www.groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid). (http://ekspresihati.info/fenomena-nikah-sirri.html) (www.library.usu.ac.id/download/fkm-asfriyati) (www.media.isnet.org/islam/waris/index.html)