TINGKAT PEMAHAMAN SISWA TENTANG MAKANAN LAUK PAUK DAN SAYURAN TRADISIONAL DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA.

(1)

TINGKAT PEMAHAMAN SISWA TENTANG

MAKANAN LAUK PAUK DAN SAYURAN

TRADISIONAL DI SMA NEGERI 11

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Teknik

Disusun oleh:

MEI ROSARI W

035724010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BOGA

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BOGA DAN BUSANA

FAKULTAS TEKNIK

UNINERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2008


(2)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional di SMA N 11 Yogyakarta, maka penelitian ini tidak membuat perlakuan apapun tetapi hanya mengungkapkan fakta-fakta yang ada di sekolah. Menurut metode yang digunakan penelitian ini merupakan penelitian survey. Menurut Kerlinger penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan-hubungan antara variabel sosiologis maupun psikologis (Sugiyono, 2003:7).

Sedangkan menurut tingkat eksplanasinya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk mengetahui nilai variabel mandiri baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2003:11).

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa semua gejala yang diamati dapat diukur dan diubah dalam bentuk angka yang memungkinkan


(3)

digunakan teknik-teknik analisis statistis (Suharsimi Arikunto, 2002:10-11).

Penelitian deskriptif dilakukan hanya sampai pada taraf deskripsi saja, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Kebanyakan pengolahan datanya didasarkan pada analisis persentase dan analisis kecenderungan (trend) sehingga penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian (Saifudin Azwar,1998 : 6-7).

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1) Pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional di Yogyakarta

Pemahaman adalah mengerti benar akan sesuatu, konsep dapat diartikan sebagai ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret. Makanan lauk pauk dan sayuran tradisional Yogyakarta adalah jenis makanan lauk pauk dan sayuran yang sudah turun temurun dari zaman nenek moyang hingga sekarang. Makanan tradisional menurut penulis dalam penelitian ini terbagi atas : makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan makanan selingan.


(4)

2) Status Sosial Ekonomi Orang tua

Status sosial ekonomi orang tua diukur dari tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, besar pendapatan. Yaitu kondisi orang tua siswa dalam suatu kelompok sosial masyarakat dilihat dari tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan orang tua siswa. Pendapatan adalah seluruh penghasilan yang diterima, baik melalui pendapatan formal, pendapatan non formal ataupun pendapatan subsistem yang dihitung dalam jangka waktu tertentu. Penggolongan kelas ekonomi yaitu golongan ekonomi rendah, ekonomi menengah serta golongan ekonomi atas atau tinggi. Sedangkan pendidikan orang tua siswa yang dimaksud di sini adalah tingkat pendidikan formal yang dicapai orang tua siswa yaitu meliputi SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi.

3) Lokasi Rumah / Tempat Tinggal Siswa

Rumah adalah tempat berlindung dari segala macam gangguan yang dapat diisi oleh keluarga yang merupakan unsur terkecil dari masyarakat.

4) Kebiasaan Makan Siswa di Rumah

Kebiasaan makan di sini adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan (misalnya pantangan), distribusi makanan diantara anggota keluarga,


(5)

penerimaan terhadap makanan (misalnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan.

5) Lingkungan Pergaulan

Lingkungan pergaulan adalah tempat dimana siswa sering berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Biasanya dengan teman sebaya tetapi sering juga yang berbeda usia.

6) Sentuhan Media Massa

Adanya iklan-iklan di televisi,radio internet yang beragam tentang makanan dan minuman modern, mendorong keluarga untuk mencoba mengkonsumsinya, ditambah lagi adanya kecenderungan perubahan pola pikir yang mengarah pada segi kepraktisan dan efisiensi dalam pemilihan makanan sehari-hari.

Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati. Variabel sebagai atribut dari sekelompok orang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu dengan lainnya dalam kelompok itu. Jadi, dikatakan variabel karena ada variasinya (Sugiono, 1992: 2). Menurut Syaifuddin Azwar (1998) variabel penelitian dapat berupa apapun juga yang variasinya perlu kita perhatikan agar dapat mengambil kesimpulan mengenai fenomena yang terjadi. Penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu tingkat pemahaman siswa SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta tentang makanan Lauk Pauk dan Sayuran tradisional.


(6)

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 11 Yogyakarta, JL AM. SANGAJI 50 Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2007 sampai dengan selesai, mulai dari penyusunan proposal sampai dengan pengambilan data penelitian dan pembuatan laporan penelitian.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian. Hal ini senada dengan pendapat Sugiyono (1999:72), yang menyatakan bahwa populasi merupakan obyek atau subyek yang mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa kelas II di SMA N 11 Yogyakarta. 2. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2002:56), sampel adalah sebagian dari jumlah data dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2002:109), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika


(7)

jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung kemampuan, tenaga dan dana peneliti. Dalam penelitian ini peneliti mengambil 55 % dari jumlah siswa yaitu sebanyak 115 siswa.

E. Teknik Pengambilan Data dan Instrumen

1. Instrumen

Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran langsung kepada responden dengan menggunakan angket dan test. Angket digunakan sebagai alat pengambilan data diri responden, test ditujukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam artian lebih cermat, lengkap, dan sistematik sehingga lebih mudah diolah (Suharsimi Arikunto, 2002:136)

Instrumen yang digunakan adalah test obyektif atau soal pilihan ganda (multiple choice test) karena lebih representatif (mewakili) isi dan luas bahan, lebih obyektif dan menghindari unsur-unsur subyektivitas baik dari guru maupun siswa (Suharsimi, 1997:166).

Pedoman skoring pada butir soal tes obyektif menggunakan pedoman nilai angka pada tiap pilihan jawaban. Jawaban yang benar memiliki nilai 1, sedangkan untuk jawaban yang salah


(8)

memiliki nilai 0. Setiap soal diberikan satu pilihan jawaban soal yang benar, sedangkan yang lainnya merupakan jawaban yang salah.


(9)

Tabel 1, Kisi-kisi Instrumen Pengambilan Data

Sub variabel Konsep

Pengukuran Indikator Sub Indikator Item

Jumlah Item

Pemahaman

siswa Sejauh mana pemahaman siswa ditinjau dari pengetahu-ansiswa t e r -h ad ap p en g gu n aan makanan tradisional dalam konteks harian Pemahaman tentang makanan lauk pauk tradisional -pengertian pemahaman dan makanan tadisional 1-5 5 Faktor-faktor yang mendukung tingkat pemahaman siswa -klasifikasi makanan tradisional 6-12 7 -khasiat makanan tradisional 13-20 8

- status sosial ekonomi orang tua siswa

- p en d i d i k an Data diri

responden + item 1-6

6

- p en d ap at an

- p e ke r j a an - lokasi rumah /

tempat tinggal siswa

- lokasi rumah/ tempat tinggal

siswa

1,2,3 3

- kebiasaan makan keluarga

- p en ge r t i an kebiasaan makan

1,2 2

- k eb i as a an ma k a n k e l u ar g a

3,4,5 3

- jenis bahan makanan lauk pauk& sayur tradisional 6-14 9 -Lingkungan Pergaulan -Lingkungan Pergaulan 1,2,3 3 -Sentuhan Media Massa

-Iklan Televisi 1-7 7

-Iklan Radio 8-15 8

-Iklan majalah/ Surat kabar


(10)

2. Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan metode test, kuisioner (angket) dan dokumentasi, sehingga diharapkan data yang diperoleh merupakan data yang lengkap dan akurat.

a. Kuisioner (Angket)

Menurut Suharsimi Arikunto (1996:139) kuisioner adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk menjawabnya. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien apabila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Tentang macam angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Ditinjau dari segi siapa yang menjawab

a. Angket langsung

Angket langsung jika dikirim dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya. 2) Ditinjau dari cara menjawab

a. Angket tertutup

Adalah angket yang disusun dengan menyadiakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.


(11)

b. Angket terbuka

Adalah angket yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya. b. Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto (1996:234) metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, dan sebagainya. Dokumentasi digunakan untuk mencatat data jumlah siswa, data tentang status sosial ekonomi pendidikan dan pendapatan orang tua.

3. Pengujian Instrumen

Sebelum instrumen digunakan untuk mengukur ubahan, maka instrumen diujicobakan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kesahihan (validitas) dan tingkat keandalan (reliabilitas) instrumen tersebut. Instrumen yang baik harus memiliki dua persyaratan penting, yaitu valid dan reliabel. Oleh karena itu, setelah instrumen tersusun kemudian dilakukan uji coba terhadap instrumen tersebut. Uji coba instrumen dikenakan kepada 30 orang yang merupakan anggota populasi tidak termasuk sampel.

a. Pengujian Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan


(12)

dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Suharsimi Arikunto, 2002:145).

Ada beberapa jenis validitas, dalam penelitian ini menggunakan validitas eksternal empiris dengan cara mencari kesamaan antar indikator yang ada pada instrumen dengan faktor-faktor empiris yang telah terjadi di lapangan (Sugiyono, 1997:102). Adapun rumus untuk mencari kesamaan menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson (Suharsimi Arikunto, 2002:146) dengan rumus sebagai berikut:

  

 

 

              

2 2 y y x x y y x x Rxy Keterangan :

Rxy = Nilai korelasi product moment x = Skor pada butir

y = Skor total variabel x = Rerata skor butir y = Rerata skor total

Butir instrumen dikatakan valid apabila harga koefisien korelasi (rxy) lebih besar atau sama dengan harga korelasi (r) pada tabel. Sebaliknya bila nilai (rxy) nya lebih rendah berarti tidak valid. Setelah dilakukan analisis validitas instrumen dengan menggunakan komputer program SPS edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, berikut ini adalah rangkuman analisis validitas instrumen variabel


(13)

tingkat pemahaman siswa SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta tentang makanan Lauk Pauk dan Sayuran tradisional :

Tabel 2, Hasil Validitas Instrumen

b. Pengujian Reliabilitas Instrumen

Realibilitas instrumen merupakan kepastian suatu alat ukur dalam mengukur apa yang diukur, artinya alat ukur itu akan dipergunakan untuk memberikan hasil yang sama (Sugiyono, 2003 : 109). Sedangkan menurut Masni Singarimbun (1989 : 140) realibilitas adalah index yang menunjukan sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.

Reliabilitas menentukan bahwa instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data terpercaya dan dapat diandalkan. Untuk menguji keterandalan instrumen digunakan rumus koefisien alpha. Rumus ini digunakan mengingat dalam instrumen ini tidak terdapat jawaban yang salah dan yang benar (non dikotomi) melainkan variasi skor yang berkisar antara 1 – 4. hal ini sesuai dengan pendapat

Aspek Item Keterangan

Pengetahuan tentang makanan tradisional

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13, 14,15,16,17,18,19,20

Sahih

Kebiasaan makan keluarga

1,2,6,7,8,9,10,11,12 Sahih

Perkembangan teknologi / sentuhan media massa

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13, 14,15,16,17,18,19,20


(14)

Nunnaly yang dikutip oleh Astama (1999) bahwa jika instrumen mempunyai kategori jawaban lebih dari 2, artinya tidak dikotomi, maka perhitungan realibilitasnya lebih tepat menggunakan koefisien alpha. Rumus koefisien alpha cronbach yang digunakan adalah sebagai berikut :

         

2

2 1 1 t i tt s s K K r Keterangan : tt

r = Koefisien realibilitas K = Jumlah item

2

i

s = Jumlah varian skor tiap item

2

t

s = Varian total

Adapun hasil analisis tingkat realibilitas instrumen dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3, Hasil Reliabilitas Instrumen

Aspek KR-20 r tabel Keterangan

Pengetahuan tentang makanan tradisional

0.873 0.239 Reliabel

Kebiasaan makan keluarga

0.761 0.239 Reliabel

Perkembangan teknologi / sentuhan media massa


(15)

F. Teknik Analisis Data

Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dan angket dianalisis dengan teknik deskriptif. Teknik analisis diskriptif secara kuantitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan data hasil penelitian berupa angka. Analisis data yang dimaksud adalah agar dapat mendeskripsikan atau memberikan gambaran tentang langkah-langkah yang ditempuh dalam mengolah datanya. Teknik analisis yang digunakan adalah statistik diskriptif dengan teknik penyajian persentase. Langkah-langkah analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pengorganisasian data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan meto de angket, test dan wawancara.

2. Penyajian data

Penyajian hasil analisis deskriptif biasanya berupa frekuensi dan presentase, tabulasi silang, serta berbagai grafik, dan chart. Analisis dengan persentase tersebut berguna untuk mencari nilai persentase tertinggi pilihan responden pada setiap butir pertanyaan atau setiap indikator atau bahkan setiap sub aspek. Analisa yang dipergunakan untuk membantu menarik kesimpulan dengan menghitung rata-rata yaitu Mean, Median, Modus dan Simpangan baku.

a. Rerata ( Mean ) Mean

 

n x x

i


(16)

n= Jumlah Sampel

xi = Jumlah Skor

b. Median (Me)

Me         f F n p b 2 1

Keterangan : Me = Harga Median

b = Batas bawah kelas median p = Panjang kelas median

F = Jumlah semua frekuensi sebelum kelas median n = Banyaknya data

f = Frekuensi kelas median

c. Modus (Mo)

Mo          2 1 1 b b b p b

Keterangan : Mo = Harga Modus

b = Batas bawah kelas modus yaitu kelas interval terdekat sebelumnya

p = Panjang kelas modus

1

b = Frekuensi kelas modus dikurangi kelas interval sebelumnya

2

b = Frekuensi kelas modus dikurangi kelas interval terdekat berikutnya

d. Standar Deviasi (SD)

SD

1 2   

n x xi


(17)

Keterangan : x= Harga mean n= Jumlah data

SD = Harga Standar deviasi

i

x = skor ke- i

Meskipun indeks kecenderungan memusat dapat membantu melukiskan data berdasarkan nilai rata-rata atau ukuran yang khas, indeks ini tidak dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang suatu sebaran, oleh karena itu diperlukan suatu indeks yang dapat memberikan gambaran berdasarkan keragaman skor. Dalam penelitian ini indeks yang dipakai adalah standar deviasi (SD). Menurut Sutrisno Hadi (2002:135) kriteria kecenderungan rerata skor didasarkan pada kategori rerata ideal sebagai berikut :

Keterangan : Mi adalah rerata ideal dan SDi adalah standar deviasi ideal Sedangkan untuk mencari besarnya rerata dan simpangan baku ideal digunakan rumus sebagai berikut :

Mean ideal = ½ (skor tertinggi + skor terendah) SD ideal =16 (skor tertinggi - skor terendah)

3. Penafsiran data

Setelah data disajikan langkah berikutnya adalah melakukan penafsiran data. Dalam penafsiran data, peneliti mendasarkan pada Golongan baik/tinggi/atas : Mi +1 SDi ke atas

Golongan sedang/menengah : Mi - 1 SDi sampai Mi +1 SDi Golongan kurang/rendah/bawah : Mi - 1 SDi ke bawah


(18)

kebermaknaan data yang berlaku kebermaknaan data yang dimaksud adalah data-data yang berhubungan dengan informasi yang di gali untuk dapat di kem bangkan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian.

4. Penyimpulan data

S et el a h dat a -d at a t ers ebut be rm a k na, m ak a l a n gk a h sel anj ut n ya ad al a h menyimpulkan data. Kesimpulan data yang dihasilkan diharapkan merupakan informasi yang relevan dengan objek penelitian (Sumanto, 1990).


(19)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 11 Kota Yogyakarta adalah salah satu lembaga pendidikan tingkat lanjutan yang terletak di Jalan AM. SANGAJI 50. Gedung fisik dibangun pada tahun 1897 dan digunakan sebagai gedung Kweekschool (Sekolah Guru Jaman Belanda). Tanggal 3-5 Oktober 1908 dijadikan sebagai ajang Konggres Boedi Utomo yang pertama dan menempati ruang makan Kweekschool (Aula). Tahun 1927 kompleks gedung ini digunakan sebagai sekolah guru 4 tahun dan 6 tahun (HIK). Selama penjajahan Jepang dipergunakan untuk SGL dan ditutup pada masa Revolusi Kemerdekaan RI. Tahun 1946 sekolah dibuka kembali dengan nama SGB dan untuk memenuhi kebutuhan tenaga guru yang berpendidikan 6 tahun pada bulan Nopember 1947, pemerintah membuka Sekolah Guru A (SGA) sehingga kompleks gedung SGA/SGB dipimpin oleh bapak Sikun Pribadi. Clash II pecah. Sekolah terpaksa ditutup dan dibuka kembali ketika Yogyakarta kembali ke Pemerintah RI (Juni 1949). SGA/B dibuka kembali dengan menempati ruang-ruang STM Negeri karena kompleks SGA dipakai sebagai asrama tentara.

Tahun 1950 dengan bantuan Sri Sultan HB IX, SGA/B kembali menempati kampus Jln. AM Sangaji dan diadakan pemisahan yaitu SGB di Jln. AM Sangaji 38 dan SGA di Jln. AM Sangaji 42. Tahun 1959, SGA


(20)

kembali menempati kampus Jln. AM Sangaji 38, karena SGB tidak menerima siswa baru lagi dan berubah fungsi menjadi SMP 6 Yogyakarta menempati Jln. Cemoro Jajar No.1. Dengan meningkatnya kebutuhan tenaga guru pada tahun 1953/1954 dibuka SGA II menempati lokasi yang sama dengan SGA I tetapi masuk sore hari. Tahun 1959/1960 kedua SGA digabung menjadi SGA I. Tahun 1967 diadakan integrasi SGA dan SGTK. SGA menjadi SPG I dan SGTK menjadi SPG II. Tahun 1970 SPG Negeri 1 Yogyakarta ditetapkan sebagai pusat latihan guru SD dan pada tahun 1971 dijadikan sebagai home base I di DIY. Pada tahun 1979 di kompleks sekolah didirikan Perpustakaan Perintis. Pada tahun 1989 Pemerintah mengalih fungsi SPG menjadi SMA, SPG Negeri 1 menjadi SMA 11 Yogyakarta.

Visi dari SMA 11 Yogyakarta adalah INTELEKTUALITAS, INTEGRITAS DAN SANTUN. Sedangkan misi dari SMA 11 Yogyakarta adalah Meningkatkan efektivitas Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), Meningkatkan disiplin civitas akademika, Meningkatkan SDM guru melalui pelatihan, Meningkatkan penghayatan DIPTYA AJI PARAMITHA, Meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani dan rohani civitas akademika, Meningkatkan pembinaan dan prestasi olahraga, Meningkatkan prestasi kesenian, Meningkatkan prestasi kegiatan Akademika dan Non akademika.


(21)

B. Identitas Responden

Identitas responden yang diungkap meliputi (1) Siswa kelas II di SMA 11 Yogyakarta, (2) Tingkat status sosial ekonomi orang tua siswa yang berupa tingkat pendidikan terakhir orang tua, pekerjaaan serta penghasilan orang tua siswa.

a. Siswa kelas II di SMA 11 Yogyakarta

Dari hasil penelitian tingkat pemahaman siswa SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta tentang makanan Lauk Pauk dan Sayur tradisional dapat diperoleh data responden sebagai berikut :

Tabel 4.

Identitas responden siswa kelas II

No Responden Jumlah

1 Siswa kelas II IPA 57 orang

2 Siswa kelas II IPS 58 orang

Jumlah 115 orang

Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat digambarkan bahwa ada 57 orang responden dari kelas II IPA, dan 58 orang responden dari kelas II IPS. Dengan demikian semuanya berjumlah 115 siswa.


(22)

Tabel 5.

Kelompok Usia Responden

No Usia Jumlah Siswa Persentase

1 15 tahun 7 orang 6.1 %

2 16 tahun 65 orang 56.5 %

3 17 tahun 43 orang 37.4 %

Jumlah 115 orang 100.0 %

Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat digambarkan bahwa responden berusia antara 15-17 tahun. Terdiri dari 7 orang siswa berusia 15 tahun, 65 orang berusia 16 tahun, dan 43 orang berusia 17 tahun. Dengan demikian mayoritas responden berusia 16 tahun.

0 10 20 30 40 50 60

P

e

rs

e

n

ta

s

e

15 tahun 16 tahun 17 tahun Usia Responden

Gambar 2. Diagram Usia Responden

b. Tingkat pendidikan terakhir orang tua

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat

pendidikan terakhir orang tua siswa adalah SD, SMP, SMA/SMK, D3, S1, S2. Adapun perinciannya dapat dilihat pada tabel 6 dan 7 :


(23)

Tabel 6.

Tingkat pendidikan terakhir orang tua siswa (Ayah)

No Pendidikan terakhir orang tua

Jumlah Siswa Persentase

1 SD 2 orang 1.7 %

2 SMP 6 orang 5.2 %

3 SMA/SMK 60 orang 52.2 %

4 S1 39 orang 33.9 %

5 S2 8 orang 7 %

Jumlah 115 orang 100.0 %

Sumber : Data primer

Dari data tabel tingkat pendidikan terakhir orang tua siswa (Ayah) tersebut dapat diketahui bahwa orang tua siswa dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 2 orang, SMP sebanyak 6 orang, SMA/SMK sebanyak 60 orang, S1 sebanyak 39 orang, S2 sebanyak 8 orang.

0 10 20 30 40 50 60

P

e

rs

e

n

ta

s

e

SD SMP SMA/SMK S1 S2

Tingkat Pendidikan Terakhir Orang Tua Siswa (Ayah)

Gambar 3. Diagram Tingkat pendidikan terakhir orang tua siswa (Ayah)

Sedangkan tingkat pendidikan terakhir orang tua siswa (Ibu) dapat dilihat pada tabel 7 :


(24)

Tabel 7.

Tingkat pendidikan terakhir orang tua siswa (Ibu)

No Pendidikan terakhir orang tua

Jumlah Siswa Persentase

1 SD

4 orang 3.5 %

2 SMP

7 orang 6.1 %

3 SMA/SMK

54 orang 47 %

4 D3

4 orang 3.5 %

5 S1

45 orang 39.1 %

6 S2

1 orang 0.9 %

Jumlah 115 orang 100.0 %

Sumber : Data primer

Dari data tabel tingkat pendidikan terakhir orang tua siswa (Ibu) tersebut dapat diketahui bahwa orang tua siswa dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 4 orang, SMP sebanyak 7 orang, SMA/SMK sebanyak 54 orang, D3 sebanyak 4 orang, S1 sebanyak 45 orang, S2 sebanyak 1 orang.

0 10 20 30 40 50

P

e

rs

e

n

ta

s

e

SD SMP SMA/SMK D3 S1 S2

Tingkat Pendidikan Terakhir Orang Tua Siswa (Ibu)

Gambar 4. Diagram Tingkat pendidikan terakhir orang tua siswa (Ibu)


(25)

Sebagian besar orang tua siswa mempunyai latar belakang pendidikan minimal lulusan SMA/SMK. Hal ini berimbas kepada makanan yang dikonsumsi sehari-hari karena tingkat pendidikan orang tua dapat menambah pemahaman siswa tentang makanan sehat dan bergizi. Pemahaman tentang makanan tradisional juga diperoleh orang tua di bangku pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini juga berperan positif dalam menambah tingkat pemahaman siswa akan masakan tradisional.

c. Jenis pekerjaan orang tua

Data jenis pekerjaan orang tua dengan tujuan untuk memperkuat data status sosial ekonomi orang tua siswa yang berupa pendapatan atau penghasilan. Adapun perinciannya ada pada tabel 9:

Tabel 8.

Jenis pekerjaan orang tua siswa (Ayah)

No Jenis Pekerjaan Jumlah Siswa Persentase

1 PNS

44 orang 38.3 %

2 Pedagang

12 orang 10.4 %

3 Petani

7 orang 6.1 %

4 Buruh/Swasta

52 orang 45.2 %

Jumlah 115 orang 100.0 %

Sumber : Data primer

Dari data tabel jenis pekerjaan orang tua siswa (Ayah) tersebut dapat diketahui bahwa orang tua siswa mempunyai jenis


(26)

pekerjaan yang beraneka ragam dengan persentase tertinggi adalah sebagai buruh/swasta dengan jumlah 45.2 %.

0 10 20 30 40 50

P

e

rs

e

n

ta

s

e

PNS Pedagang Petani Buruh/Sw asta

Jenis Pekerjaan Orang Tua Siswa (Ayah)

Gambar 5. Diagram Jenis pekerjaan orang tua siswa (Ayah) Sedangkan jenis pekerjaan orang tua siswa (Ibu) dapat dilihat pada tabel 10 :

Tabel 9.

Jenis pekerjaan orang tua siswa (Ibu)

No Jenis Pekerjaan Jumlah Siswa Persentase

1 PNS

19orang 16.5 %

2 Pedagang

4orang 3.5 %

3 Petani

2orang 1.7 %

4 Buruh/Swasta

47orang 40.9 %

5 Ibu rumah tangga

43orang 37.4 %

Jumlah 115 orang 100.0 %

Sumber : Data primer

Dari data tabel jenis pekerjaan orang tua siswa (Ibu) tersebut dapat diketahui bahwa orang tua siswa mempunyai jenis pekerjaan yang beraneka ragam dengan persentase tertinggi adalah sebagai buruh/swasta dengan jumlah40.9%.


(27)

Tingkat pemahaman siswa tentang masakan tradisional yang tinggi juga didukung oleh tingkat kesibukkan orang tua (terutama ibu) yang tidak terlalu padat sehingga orang tua (ibu) masih sempat menyiapkan masakan. Sebagian besar ibu berprofesi sebagai buruh/swasta dan ibu rumah tangga, hal ini berperan dalam menambah pemahaman siswa akan masakan tradisional. Dan karena ibu adalah orang yang paling berperan dalam menentukan, menyiapkan, dan mengolah bahan masakan.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

P

e

rs

e

n

ta

s

e

PNS Pedagang Petani Buruh/Sw asta Ibu Rumah Tangga Jenis Pekerjaan Orang Tua (ibu)

Gambar 6. Diagram Jenis pekerjaan orang tua siswa (Ibu)

C. Pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional

Dalam memperoleh data mengenai pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional, digunakan angket yang terdiri dari dari 20 butir pertanyaan. Dari hasil analisis deskriptif dengan bantuan komputer seri program statistik (SPS) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih diperoleh harga mean 18.88, median 20.00, modus 20 dan simpangan baku 1.464. Berdasarkan perhitungan data mengenai pemahaman siswa tentang


(28)

makanan lauk pauk dan sayuran tradisional, dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut :

Tabel 10.

Distribusi Frekuensi Pemahaman Siswa tentang Makanan Lauk Pauk dan Sayur Tradisional

No Interval F F% Kategori

1

0-6.67 - - Rendah

2

>6.67-13.33 - - Sedang

3

>13.33-20 115 100 % Tinggi

Jumlah 115 orang 100 %

Sumber : Data primer

Tabel 11.

Skor Pemahaman Siswa tentang Makanan Lauk Pauk dan Sayur Tradisional

Sumber :Data primer

Berdasarkan tabel 10 dan 11, dapat digambarkan bahwa siswa kelas II SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta mempunyai pemahaman yang tinggi tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional. Hal ini didukung oleh status ekonomi orang tua siswa yang masuk pada golongan menengah, siswa yang bertempat tinggal di desa, kebiasaan makan keluarga di rumah yang masih tinggi.

No Skor F F%

1 14 3 2.6 %

2 16 7 6.1 %

3 17 3 2.6 %

4 18 34 29.6 %

5 19 6 5.2 %

6 20 62 53.9 %


(29)

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :

0 20 40 60 80 100

P

e

rs

e

n

ta

s

e

Rendah Sedang Tinggi

Distribusi Frekuensi Pem aham an Sisw a thdp Makanan Lauk Pauk dan Sayur Tradisional

Gambar 7. Diagram Pemahaman Siswa tentang Makanan Lauk Pauk dan Sayur Tradisional

D. Faktor-faktor yang mendukung Tingkat Pemahaman Siswa 1. Status sosial ekonomi orang tua

Dari data hasil penelitian diketahui bahwa tingkat status sosial ekonomi orang tua adalah dari golongan atas, menengah, dan rendah. Adapun perinciannya dapat dilihat pada tabel 6 :

Tabel 12.

Tingkat status sosial ekonomi orang tua

No status sosial ekonomi orang tua

Jumlah Siswa Persentase

1 Golongan Atas (> Rp 1.400.000,00)

40 orang 34.8 %

2 Golongan Menengah

(Rp 680.000,00 – Rp 1.400.000,00)

69 orang 60 %

3 Golongan Rendah (< Rp 680.000,00)

6 orang 5.2 %

Jumlah 115 orang 100.0 %

Sumber : Data primer

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa siswa berasal dari 3 golongan status sosial ekonomi orang tua, yaitu 40 siswa berasal dari


(30)

golongan atas, 69 siswa berasal dari golongan menengah, dan 6 siswa dari golongan rendah.

Tabel 13.

Hubungan tingkat status sosial ekonomi orang tua dengan tingkat pemahaman siswa

tentang makanan tradisional

Dari hasil tersebut diketahui bahwa 60 % siswa berasal dari ekonomi golongan menengah dan sebagian besar (30%) atau separuh dari siswa golongan menengah memiliki pemahaman yang tinggi. Berarti siswa yang berasal dari golongan menengah cenderung mempunyai pemahaman yang lebih tinggi dibandingkan siswa dari golongan lainnya. Dikarenakan menu yang dikonsumsi setiap hari tidak terlalu mewah. Yaitu jenis menu lauk pauk dan sayur yang lazim dikonsumsi masyarakat tradisional pada umumnya. Bahan-bahan makanan yang dipilih adalah bahan murah dan bergizi tinggi. Serta

Status Sosial Ekonomi

Ortu Siswa Tingkat

Pemahaman Siswa Tentang Makanan Tradisional

Golongan Rendah

Golongan Menengah

Golongan

Atas Jumlah

Rendah - 10 org (9 %) 10 org (9 %) 18 %

Sedang 2 org (2 %) 24 org (21 %) 22 org (19 %) 42 % Tinggi 4 org (3 %) 35 org (30 %) 8 org (7 %) 40 % Jumlah 6 org (5 %) 69 org (60 %) 40 org (35 %)


(31)

tersedianya berbagai macam jenis resep masakan tradisional. Variasi resep masakan dapat menghindari terjadinya kejenuhan akan menu masakan dalam keluarga. Hal ini dapat menambah pemahaman siswa tentang masakan tradisional.

0 10 20 30 40 50 60

P

e

rs

e

n

ta

s

e

Golongan atas Golongan menengah Golongan rendah Tingkat Status Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa

Gambar 8. Diagram tingkat status sosial ekonomi orang tua

2. Tempat Tinggal

Dari data yang diperoleh dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu desa, pinggiran, dan kota. Dari data yang dikumpulkan ternyata siswa yang bertempat tinggal di kota sebanyak 18.3 %. Siswa yang bertempat tinggal di pinggiran sebanyak 38.3 %. Sedangkan siswa yang bertempat tinggal di desa sebanyak 43.5 %.


(32)

Tabel 14.

Lokasi tempat tinggal siswa

No Klasifikasi F Persentase

1

Di Desa 50 43.5 %

2

Di Pinggiran 44 38.3 %

3

Di Kota 21 18.3 %

Jumlah 115 orang 100 %

Sumber : Data primer

Tabel 15.

Hubungan lokasi tempat

tinggal dengan tingkat pemahaman siswa tentang makanan tradisional

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa siswa yang tinggal di desa memiliki tingkat pemahaman lebih tinggi dibandingkan siswa yang tinggal di daerah pinggiran dan di kota. Sedangkan siswa yang tinggal di daerah pinggiran memiliki tingkat pemahaman lebih tinggi dibandingkan siswa yang tinggal di kota. Hal ini dikarenakan siswa yang tinggal di pedesaan lebih banyak mengkonsumsi makanan tradisional. Karena kehidupan di desa lebih

Lokasi Tempat Tinggal Tingkat

Pemahaman Siswa Tentang Makanan Tradisional

Desa Pinggiran Kota Jumlah

Rendah 3 org (3 %) 7 org (6 %) - 9 %

Sedang 13 org (11 %) 15 org (13 %) 9 org (8 %) 32 % Tinggi 34 org (30 %) 22 org (19 %) 12 org (10 %) 59 % Jumlah 50 org (44 %) 44 org (38 %) 21 org (18 %)


(33)

cenderung dipengaruhi oleh keluarga. Dengan begitu secara otomatis pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional akan bertambah. Berarti ada kecenderungan bahwa semakin dekat dengan kota pemahaman siswa akan semakin rendah.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :

0 10 20 30 40 50

P

e

rs

e

n

ta

s

e

Di Desa Di Pinggiran Di Kota Distribusi Responden menurut Tempat Tinggal

Gambar 9. Diagram lokasi tempat tinggal siswa

3. Kebiasaan Makan Keluarga Siswa di Rumah

Dalam memperoleh data mengenai kebiasaan makan di keluarga siswa di rumah, digunakan angket yang terdiri dari dari 14 butir pertanyaan. Dari hasil analisis deskriptif dengan bantuan komputer seri program statistik (SPS) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih diperoleh harga mean 8.64, median 9.00, modus 9 dan simpangan baku 1.285. Berdasarkan perhitungan data mengenai kebiasaan makan keluarga siswa di rumah, dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut :


(34)

Tabel 16.

Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Keluarga Siswa di Rumah

No Interval F F% Kategori

1

0-3.67 - - Rendah

2

>3.67-7.33 16 13. 9 Sedang

3

>7.33-11 99 86. 1 Tinggi

Jumlah 115 orang 100.0 %

Sumber : Data primer

Tabel 17.

Hubungan kebiasaan makan

keluarga siswa di rumah dengan tingkat pemahaman siswa tentang makanan tradisional

Berdasarkan tabel 16 dan 17, dapat digambarkan bahwa siswa kelas II SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta mempunyai kebiasaan makan keluarga siswa di rumah yang tinggi. Dengan tingginya kebiasaan makan keluarga siswa di rumah, maka pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional juga tinggi. Karena setiap hari siswa menjumpai makanan tradisional di dalam kebiasaan makan keluarga. Jadi ada kecenderungan

Kebiasaan Makan Keluarga Siswa

Di Rumah Tingkat

Pemahaman Siswa Tentang Makanan Tradisional

Rendah Sedang Tinggi Jumlah

Rendah - 3 % (4 org) 5 % (6 org) 8 %

Sedang - 8 % (9 org) 24 % (28 org) 32 % Tinggi - 3 % (3 org) 57 % (65 org) 60 % Jumlah - 14 % (16 org) 86 % (99 org)


(35)

keluarga siswa di rumah. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :

0 20 40 60 80 100

P

e

rs

e

n

ta

s

e

Rendah Sedang Tinggi

Kebiasaan Makan Keluarga Siswa

Gambar 10. Diagram Kebiasaan Makan Keluarga Siswa di Rumah

Sedangkan untuk menu makanan yang dikonsumsi para siswa bermacam-macam. Dari data yang diperoleh dapat dibuat tabel sebagai berikut:

Tabel 18.

Aneka menu makanan lauk yang dikonsumsi siswa di rumah

No Nama lauk pauk Frekuensi Persentase

1 Tempe 115 100 %

2 Tahu 112 97.39 %

3 Telur 109 94.78 %

4 Ayam 87 75.65 %

5 Ikan laut 50 43.47 %

6 Daging sapi 24 20.86 %

7 Bakwan 16 13.91 %

8 Lele 15 13.04 %

9 Udang 10 8.69 %

10 Perkedel 9 7.82 %

11 Ikan teri 9 7.82 %

12 Ikan pindang 6 5.21 %

13 Ikan nila 3 2.60 %

14 Ikan Bandeng 3 2.60 %

15 Ikan asin 3 2.60 %

Jumlah 575

Sumber : Data primer


(36)

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00%

P

e

rs

e

n

ta

s

e

Aneka Menu Makanan lauk yang dikonsumsi siswa di rumah

Gambar 11. Diagram Aneka Menu Makanan lauk yang dikonsumsi siswa di rumah

Tabel 19.

Aneka menu makanan sayur yang dikonsumsi siswa di rumah

No Nama Sayur Frekuensi Persentase

1 sop 100 86.95 %

2 bening bayam 81 70.43 %

3 oseng-oseng kangkung 68 59.13 %

4 sayur asem 57 49.56 %

5 lodeh 53 46.08 %

6 oseng-oseng kacang panjang 33 28.69 %

7 sayur nangka muda 32 27.82 %

8 sayur brongkos 22 19.13 %

9 gulai daun singkong 21 18.26 %

10 oseng-oseng sawi 19 16.52 %

11 soto 14 12.17 %

12 orak-arik buncis 13 11.30 %

13 oseng-oseng buncis 12 10.43 %

14 sayur kare 12 10.43 %

15 cap cay 12 10.43 %

16 sayur bobor 11 9.56 %

17 oseng-oseng daun pepaya 6 5.21 %

18 oseng-oseng pepaya muda 3 2.60 %

19 terung balado 3 2.60 %

20 ca brokoli 3 2.60 %

Jumlah 575

Sumber : Data primer


(37)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 P e rse n ta se so p be ni ng b ay am os en g-os en g ka ng ku ng sa yu r as em lo de h os en g-os en g ka ca ng sa yu r na ng ka m ud a sa yu r br on gk os gu la i d au n si ng ko ng os en g-os en g sa w i so to or ak -a rik b un ci s os en g-os en g bu nc is sa yu r ka re ca p ca y sa yu r bo bo r os en g-os en g da un p ep ay a os en g-os en g pe pa ya te ru ng b al ad o ca b ro ko li

Ane ka M e nu M akanan sayur yang dikonsumsi siswa di rumah

Gambar 12. Diagram Aneka Menu Makanan sayur yang dikonsumsi siswa di rumah

Jenis lauk tempe, tahu, telur, ayam sering ada dalam menu sehari-hari para siswa. Sebab tempe merupakan menu tradisi yang murah, enak dan bergizi tinggi. Sedangkan diantara jenis menu sayur tradisional yang ada, sayur sop, bening bayam dan oseng-oseng kangkung merupakan menu yang sering dikonsumsi oleh para siswa.

4. Kebiasaan Makan Siswa dalam Pergaulan

Arus globalisasi khususnya dibidang komunikasi dan informasi tidak dapat dibendung, termasuk globalisasi dalam pola kebiasaan makan siswa dalam lingkungan pergaulannya. Pengaruh global nampak menonjol di kota-kota besar diiringi dengan mengalirnya arus budaya makanan barat melalui diperkenalkan dan dipasarkan sejumlah makanan barat yang tampak sangat mampu menarik minat banyak konsumen. Akibat dari adanya kecenderungan ini kelihatanya pasar pangan tradisional menghadapi saingan yang sangat


(38)

berat, misalnya dari ”Kentucky Fried Chicken, Hamburger, Pizza Hut, Mac Donald, Dunkin’Donuts”, dan sebagainya. Karena pengaruh globalisasi dalam

pola konsumsi makanan tersebut di atas maka nampak adanya kecenderungan mulai tergesernya makanan tradisional oleh makanan non tradisional. Gejala ini nampak sekali terutama di kalangan remaja yang selalu memenuhi tempat-tempat makan yang menyediakan makanan nontradisional. Pola umum pergaulan siswa biasanya cenderung memilih makanan yang dianggap dapat menaikkan status sosial atau gengsinya. Berdasarkan perhitungan data mengenai frekuensi kebiasaan siswa makan di luar rumah bersama teman lingkungan pergaulannya, dapat dibuat tabel sebagai berikut :

Tabel 20.

Frekuensi kebiasaan makan siswa dalam lingkungan pergaulan (dalam 1 minggu)

No F kali F Persentase

1

1 kali 44 38.3 %

2

2 kali 43 37.4 %

3

3 kali 19 16.5 %

4

4 kali 9 7.8 %

Jumlah 115 orang 100.0 %


(39)

Tabel 21.

Hubungan kebiasaan makan

siswa di lingkungan pergaulan dengan tingkat pemahaman siswa tentang makanan tradisional

Berdasarkan tabel 20 dan 21, dapat digambarkan bahwa siswa kelas II SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta mempunyai frekuensi kebiasaan makan di luar rumah dalam seminggu 1 kali dengan persentase 38.3 %. Dalam hal ini siswa yang mempunyai kebiasaan makan di luar rumah seminggu 1 kali memiliki pemahaman yang lebih tinggi dari pada siswa yang sering makan di luar rumah. Ada kecenderungan siswa yang lebih sering makan di rumah memiliki pemahaman yang lebih tinggi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Kebiasaan Makan Keluarga Siswa

Di Pergaulan Tingkat

Pemahaman Siswa Tentang Makanan Tradisional

1 kali 2 kali 3 kali 4 kali Jumlah

Rendah 6 % (7org) 14 % (16org) 6 % (7org) 3 % (4org) 29%

Sedang 9 % (11org) 8 % (9org) 3 % (4org) 2 % (2org) 22%

Tinggi 23% (26org) 16 % (18org) 7 % (8org) 3 % (3org) 49%


(40)

0 10 20 30 40

P

e

rs

e

n

ta

s

e

1 kali 2 kali 3 kali 4 kali

Kebiasaan Makan Siswa dalam Pergaulan

Gambar 13. Diagram Kebiasaan Makan Siswa dalam Pergaulan Sedangkan untuk menu makanan yang diminati para siswa sangat beragam. Dari data yang diperoleh dapat dibuat tabel sebagai berikut :


(41)

Tabel 22.

Aneka menu makanan yang diminati siswa

NO NAMA MENU F PERSENTASE

1 Bakso 59 51.30 %

2 Soto 42 36.52 %

3 Mie goreng 25 21.73 %

4 Ayam goreng 24 20.86 %

5 Nasi goreng 22 19.13 %

6 Mie ayam 21 18.26 %

7 Steak 19 16.52 %

8 Ayam bakar 18 15.65 %

9 Pecel lele 15 13.04 %

10 Lotek 14 12.17 %

11 Burger 10 8.69 %

12 Ikan bakar 10 8.69 %

13 Siomay 9 7.82 %

14 Lele bakar 6 5.21 %

15 Tempe penyet 6 5.21 %

16 Nasi uduk 6 5.21 %

17 Sate 6 5.21 %

18 Mie jakarta 3 2.60 %

19 Fried chicken 3 2.60 %

20 Gado-gado 3 2.60 %

21 Bubur ayam 3 2.60 %

22 Spahetti 3 2.60 %

23 Hotdog 3 2.60 %

24 angkringan 3 2.60 %

25 Kupat tahu 3 2.60 %

26 Mie rebus 3 2.60 %

Total 345


(42)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 P e rs e n ta s e B a k s o S o to M ie g o re n g A y a m g o re n g N a s i g o re n g M ie a y a m S te a k A y a m b a k a r P e c e l l e le L o te k B u rg e r Ik a n b a k a r S io m a y L e le b a k a r T e m p e p e n y e t N a s i u d u k S a te M ie ja k a ra ta F ri e d c h ic k e n G a d o -g a d o B u b u r a y a m S p a h e tt i H o td o g a n g k ri n g a n K u p a t ta b u M ie r e b u s

Aneka Menu Jajan Siswa

Gambar 14. Diagram Menu Kebiasaan Jajan Siswa dalam Pergaulan Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa makanan yang dikonsumsi sebagian besar siswa adalah bakso dan soto. Menu biasa yang sering dijumpai pula dalam keseharian siswa di rumah.

5. Sentuhan Media Massa

Dalam memperoleh data mengenai perhatian siswa pada iklan tentang makanan tradisional, digunakan angket yang terdiri dari dari 20 butir pernyataan. Dari hasil analisis deskriptif dengan bantuan komputer seri program statistik (SPS) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih diperoleh harga mean 52.77, median 55.00, modus 61 dan simpangan baku 11.660. Berdasarkan perhitungan data mengenai perhatian siswa pada iklan tentang makanan tradisional, dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut :


(43)

Tabel 23.

Distribusi frekuensi perhatian siswa pada iklan tentang makanan tradisional

No Interval Frekuensi F% Kategori

1 20-46.67 33 28.7 Rendah

2 >46.67-73.33 79 68.7 Sedang

3 >73.33-100 3 2.6 Tinggi

Jumlah 115 100.0%

Sumber : Data primer

Tabel 24.

Hubungan perhatian siswa pada iklan tentang makanan tradisional dengan tingkat pemahaman siswa tentang makanan tradisional

Berdasarkan tabel 23 dan 24, dapat digambarkan bahwa siswa kelas II SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta mempunyai perhatian yang termasuk kategori sedang dengan persentase 68.7 %. Perhatian siswa terhadap iklan masakan di televisi mempunyai nilai rerata paling tinggi dalam perhatian siswa terhadap iklan masakan di media massa, dan perhatian siswa terhadap iklan masakan di media cetak mempunyai nilai rerata paling rendah. Dalam

Sentuhan Media Massa Tingkat

Pemahaman Siswa Tentang Makanan Tradisional

Rendah Sedang Tinggi Jumlah

Rendah 3 % (3 org) 3 % (4 org) 3 % (3 org) 9%

Sedang 8 % (9 org) 24 % (28 org) - 32%

Tinggi 18 % (21 org) 41 % (47 org) - 59%


(44)

hal ini tidak ada kecenderungan pengaruh sentuhan media massa terhadap tingkat pemahaman siswa.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :

0 20 40 60 80

P

e

rs

e

n

ta

s

e

Rendah Sedang Tinggi Perhatian Siswa pada Iklan tentang Makanan Tradisional

Gambar 15. Diagram perhatian siswa pada iklan tentang makanan tradisional

E. Pembahasan Hasil Penelitian

Makanan tradisional merupakan produk bercitarasa budaya tinggi yang berupa perpaduan antara kreasi mengolah hasil sumber daya lokal dengan selera berbumbu adat istiadat dan telah diwariskan selama beberapa generasi. Makanan tradisional juga merupakan warisan nenek moyang yang telah mengalami penempaan jaman hingga terjamin keamanan dan ketahanan pangannya dalam menghidupi manusia sebagai penggunanya. Namun di sisi lain arus globalisasi khususnya dibidang komunikasi dan informasi tidak dapat dibendung, termasuk globalisasi dalam pola konsumsi makanan. Pengaruh global nampak menonjol di kota-kota besar diiringi dengan mengalirnya arus budaya makanan barat melalui diperkenalkan dan dipasarkan sejumlah makanan barat yang tampak sangat mampu menarik minat banyak konsumen.


(45)

Karena pengaruh globalisasi dalam pola konsumsi makanan tersebut di atas maka nampak adanya kecenderungan mulai tergesernya makanan tradisional oleh makanan non tradisional.

1. Pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional

Pemahaman dalam penelitian ini adalah cara mengerti atau mengetahui benar akan sesuatu obyek. Sedangkan tingkat pemahaman mempunyai arti tinggi rendahnya tata cara mengerti atau mengetahui benar akan sesuatu obyek. Semakin tinggi tingkat pemahaman seseorang tentang sesuatu obyek semakin tinggi pula cara mengerti atau mengetahui benar tentang obyek tersebut.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar siswa kelas II SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta mempunyai pemahaman yang tinggi tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional (100%). Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan rerata dan analisis deskriptif yang menunjukkan bahwa distribusi siswa paling banyak pada kategori tinggi (>13.33 - 20). Pada skor 14 sebanyak 3 orang, skor 16 sebanyak 7 orang, skor 17 sebanyak 3 orang, skor 18 sebanyak 34 orang, skor 19 sebanyak 6 orang, dan skor 20 sebanyak 62 orang.

Hal ini didukung oleh status ekonomi orang tua siswa yang masuk pada golongan menengah, siswa yang bertempat tinggal di desa, kebiasaan makan keluarga di rumah yang masih tinggi, kebiasaan makan siswa dalam


(46)

pergaulan yang rendah, dan perhatian siswa terhadap iklan makanan tradisional yang sedang.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini bahwa sebenarnya para siswa sudah mempunyai pemahaman yang tinggi tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional, tentu akan mendukung upaya-upaya pelestarian makanan tradisional tersebut. Karena sebelum melakukan upaya pelestarian makanan tradisional siswa harus memahami dahulu apa dan bagaimana makanan tradisional itu.

Pemahaman tinggi siswa ini dimungkinkan didapat juga dari dukungan keluarga. Karena keluarga sebagai unit sosial terkecil berperan juga dalam pengenalan makanan tradisional. Ini pun bergantung dari sejauh mana upaya orang tua menanamkan kecintaan anak-anaknya atas berbagai budaya sendiri. Walau diakui memang berat, karena promosi dari para produsen makanan modern atau asing lebih gencar. Kecintaan masyarakat terhadap produk makanan tradisional agar dilestarikan kepada generasi muda. Dengan demikian, produk makanan tradisional tak hanya dikenal atau hanya disukai kalangan generasi tua.

2. Faktor yang mendukung pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional

1. Tingkat status sosial ekonomi orang tua

Status sosial ekonomi menurut Mifften dan Mifften adalah “ Definisi


(47)

pekerjaan dan pendapatan yang kesemuanya terkait satu sama lain “

(1986:227). Dalam penelitian ini status sosial ekonomi orang tua murid dibatasi pada tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan pekerjaan orang tua siswa.

Faktor penghasilan merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan gaya hidup keluarga maupun masyarakat suatu wilayah. Apabila penghasilan keluarga meningkat, biasanya penyediaan lauk pauk meningkat mutunya. Misalnya keluarga golongan miskin hanya makan dua atau satu kali dalam sehari, dengan makanan yang sederhana. Mereka tidak sempat menyediakan makanan selingan. Akan tetapi berbeda dengan keluarga golongan menengah ke atas. Mereka bisa makan dengan hidangan yang lebih bermutu dengan makanan selingan yang bervariasi. Golongan ini memiliki tingkat sosial ekonomi yang lebih baik sehingga akan memiliki berbagai kemudahan, termasuk dalam pilihan serta variasi makanan yang dimakan. Mereka cenderung mengkonsumsi makanan yang lebih enak.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa Status sosial ekonomi orang tua siswa SMA N 11 Yogyakarta termasuk dalam kategori menengah (60%). Hanya sebagian kecil siswa (5.2%) yang termasuk dalam kategori rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan rerata dan analisis deskriptif yang menunjukkan bahwa distribusi siswa paling banyak pada kategori menengah. Pengukuran status sosial ekonomi ini ditinjau dari segi penghasilan rata-rata orang tua siswa dalam 1 bulan.


(48)

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa sebagian besar siswa berasal dari ekonomi golongan menengah. Maka menu yang dikonsumsi setiap hari tidak terlalu mewah. Yaitu jenis menu lauk pauk dan sayur yang lazim dikonsumsi masyarakat tradisional pada umumnya. Bahan-bahan makanan yang dipilih adalah bahan murah dan bergizi tinggi. Serta tersedianya berbagai macam jenis resep masakan tradisional. Variasi resep masakan dapat menghindari terjadinya kejenuhan akan menu masakan dalam keluarga. Hal ini dapat menambah pemahaman siswa tentang masakan tradisional.

Status ekonomi menengah tersebut juga dapat dilihat dari kepemilikan rumah dan barang-barang semi mewah. Sebagian besar siswa (84.3%) tinggal di rumah milik sendiri. Rumah tersebut terbuat dari tembok plester (79.1%) dan berlantai keramik (63.5%). Juga dengan memasang aliran listrik sebesar 900 watt (45.2%). Untuk kepemilikan barang-barang seperti sepeda motor, TV berwarna dan kulkas sebesar 37.4%. Dan sebesar 30.4% siswa membeli lauk-pauk dan sayuran matang sekali dalam 1 minggu.

Dalam hal ini pendidikan orang tua murid yang dimaksud adalah tingkat pendidikan formal yang dicapai orang tua murid. Tingkat pendidikan formal tersebut merupakan suatu sistem pendidikan yang hirarkis kronologis, yang dimulai dari pendidikan sekolah dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa tingkat pendidikan terakhir orang tua siswa (Ayah) tersebut dapat diketahui bahwa orang tua


(49)

siswa dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 2 orang (1.7%), SMP sebanyak 6 orang (5.2%), SMA/SMK sebanyak 60 orang (52.2%), S1 sebanyak 39 orang(33.9%), S2 sebanyak 8 orang(7.0%). Sedangkan tingkat pendidikan terakhir orang tua siswa (Ibu) diketahui bahwa orang tua siswa dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 4 orang (3.5%), SMP sebanyak 7 orang (6.1%), SMA/SMK sebanyak 54 orang (47%), D3 sebanyak 4 orang (3.5%), S1 sebanyak 45 orang (39.1%), S2 sebanyak 1 orang (0.9%).

Sebagian besar orang tua siswa mempunyai latar belakang pendidikan minimal lulusan SMA/SMK. Hal ini berimbas kepada makanan yang dikonsumsi sehari-hari karena tingkat pendidikan orang tua dapat menambah pemahaman siswa tentang makanan sehat dan bergizi. Pemahaman tentang makanan tradisional juga diperoleh orang tua di bangku pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini juga berperan positif dalam menambah tingkat pemahaman siswa akan masakan tradisional.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga dapat dilihat jenis-jenis pekerjaan orang tua siswa. Jenis pekerjaan orang tua siswa (Ayah) adalah sebagai PNS (38.3%), pedagang (10.4%), petani (6.1%), buruh/swasta (45.2%). Untuk jenis pekerjaan orang tua siswa (Ibu) adalah PNS (16.5%), pedagang (3.5%), petani (1.7%), buruh/swasta (40.9%), dan ibu rumah tangga (37.4%).

Tingkat pemahaman siswa tentang masakan tradisional yang tinggi juga didukung oleh tingkat kesibukkan orang tua (terutama ibu) yang tidak terlalu padat sehingga orang tua (ibu) masih sempat menyiapkan masakan.


(50)

Sebagian besar ibu berprofesi sebagai buruh/swasta dan ibu rumah tangga, hal ini berperan dalam menambah pemahaman siswa akan masakan tradisional. Dan karena ibu adalah orang yang paling berperan dalam menentukan, menyiapkan, dan mengolah bahan masakan.

2. Lokasi tempat tinggal

Lingkungan tempat tinggal merupakan lingkungan tempat terjadinya hubungan sosial antara seseorang dengan orang lain. Dalam hubungan sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi antara seseorang dengan orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial, perilakunya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Di sisi lain manusia membutuhkan lingkungan sosial yang mampu memberikan respon dalam berinteraksi dengan lingkungan. Tanpa rangsangan lingkungan sosial yang memadai, perkembangan sosial manusia akan terhambat. Manusia juga baru dapat memahami eksistensi dirinya bila berada di lingkungan manusia lainnya. Melalui interaksi sosial manusia dapat memenuhi berbagai kebutuhannya, meningkatkan dirinya, dan juga mempertahankan dirinya.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa ternyata siswa yang bertempat tinggal di kota sebanyak 18.3 %. Siswa yang bertempat tinggal di pinggiran sebanyak 38.3 %. Sedangkan siswa yang bertempat tinggal di desa sebanyak 43.5 %. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan rerata dan analisis deskriptif yang menunjukkan bahwa distribusi siswa paling banyak pada kategori desa.


(51)

Siswa yang tinggal di pedesaan lebih banyak mengkonsumsi makanan tradisional. Karena kehidupan di desa lebih cenderung dipengaruhi oleh keluarga dan makanan tradisional lebih populer. Dengan begitu secara otomatis pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional akan bertambah.

Berdasarkan penelitian tersebut juga diketahui bahwa para siswa lebih sering memilih tempat berbelanja ke pasar tradisional (49.6%) dari pada belanja ke warung di sekitar tempat tinggal (33.9%). Dan yang berbelanja ke super market hanya 16.5%. Hal ini dimungkinkan juga karena sebagian besar siswa bertempat tinggal di desa sehingga lebih memilih berbelanja di pasar tradisional. Diperoleh juga informasi bahwa siswa (53.0%) mengaku jarang (hanya 1 kali dalam satu bulan) untuk berbelanja ke pasar tradisional.

3. Kebiasaan makan keluarga siswa di rumah

Kebiasaan makan disini adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan (misalnya pantangan), distribusi makanan diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan (misalnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan.


(52)

Hasil penelitian menggambarkan bahwa siswa kelas II SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta mempunyai kebiasaan makan di keluarga siswa yang tinggi (86.1%). Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan rerata dan analisis deskriptif yang menunjukkan bahwa distribusi siswa paling banyak pada kategori tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan keluarga siswa yang tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh tradisi turun temurun dan hubungan sosial antara anggota keluarga yang masih tinggi. Dari penelitian tersebut juga diperoleh informasi bahwa ibu adalah orang yang paling berperan dalam menentukan, menyiapkan, dan mengolah bahan masakan. Ini dapat terjadi kemungkinan karena tingkat kesibukan ibu yang tidak terlalu padat. Untuk menghindari kejenuhan dalam menu makanan sehari-hari, 89.6 % siswa mengatakan bahwa mereka mendapatkan menu yang bervariasi setiap harinya. Ini semua juga didukung oleh ketersediaannya keanekaragaman bahan makanan dan bermacam-macam jenis resep masakan tradisional.

Jenis lauk tempe selalu ada dalam menu sehari-hari para siswa. Sebab tempe merupakan menu tradisi yang murah, enak dan bergizi tinggi. Sedangkan diantara jenis menu sayur tradisional yang ada, sayur sop dan bening bayam merupakan menu yang sering dikonsumsi oleh para siswa. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masakan lauk pauk dan sayur tradisional masih diminati oleh siswa.


(53)

4. Kebiasaan makan siswa dalam pergaulan

Kebiasaan makan siswa dalam pergaulan secara keseluruhan dapat digolongkan menjadi kategori rendah, hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian menggambarkan bahwa siswa kelas II SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta sebagian besar mempunyai kebiasaan makan di luar rumah dalam seminggu 1 kali dengan persentase 38.3 %.

Hal ini dimungkinkan karena tradisi makan bersama keluarga masih dominan, kekurang tertarikan siswa dengan kebiasaan makan bersama teman

–teman karena sebagian besar siswa tinggal di pedesaan (43,5%), daerah pinggiran (38,3 %), sedangkan siswa yang tinggal diperkotaan hanya (18,3%) dimana budaya masyarakat pedesaan adalah makan bersama keluarga, sedangkan anak muda di daerah perkotaan terbiasa makan diluar bersama teman.

Menu makanan yang paling di minati siswa ketika bersama teman adalah bakso (17.4 %) dan soto (12.4 %), hal ini memperlihatkan bahwa masakan tradisional masih memiliki penggemar dikalangan siswa dalam lingkungan pergaulannya. Siswa biasa makan bersama teman-temannya di lingkungan sekolah dan di warung makan sekitar tempat tinggal.


(54)

5. Sentuhan Media Massa

Perhatian siswa terhadap iklan masakan di media massa secara keseluruhan termasuk kategori sedang dengan rerata 52,77. Perhatian siswa terhadap iklan masakan dapat dibagi menjadi tiga bagian :

1. Perhatian siswa terhadap iklan masakan di televisi 2. Perhatian siswa terhadap iklan masakan di radio

3. Perhatian siswa terhadap iklan masakan di media cetak (majalah/surat kabar)

Perhatian siswa terhadap iklan masakan di televisi mempunyai nilai rerata paling tinggi dalam perhatian siswa terhadap iklan masakan di media massa, dan perhatian siswa terhadap iklan masakan di media cetak mempunyai nilai rerata paling rendah. Hal ini dimungkinkan karena mereka lebih menyukai media televisi dibandingkan radio dan media cetak. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa lebih dapat dipengaruhi melalui iklan di televisi daripada di media lain. Sebagai contoh acara Santapan Nusantara yang dibawakan oleh Enita Sriyana di TPI, Bango Cita Rasa Nusantara yang dibawakan oleh Harsya di Indosiar, Wisata Kuliner yang dibawakan oleh Bondan Winarno di Trans TV, Cooking Adventure with William Wongso di Metro TV, Foody with Rudy yang dibawakan oleh Rudy Choirudin di RCTI, dan sebagainya.


(55)

BAB V SIMPULAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yaitu Tingkat Pemahaman Siswa SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta tentang Makanan Lauk Pauk dan Sayur tradisional dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Tingkat pemahaman siswa SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional, 100 % dari seluruh siswa yang menjadi responden memiliki pemahaman yang tinggi (>13.33 - 20).

2. Faktor-faktor yang mendukung pemahaman siswa SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional :

a. Status sosial ekonomi orang tua siswa SMA N 11 Yogyakarta, 60 % dari seluruh siswa yang menjadi responden termasuk dalam kategori menengah. Sebanyak 30 % siswa yang berasal dari kategori ekonomi menengah memiliki pemahaman yang tinggi tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional. Jadi siswa yang berasal dari golongan menengah cenderung mempunyai pemahaman yang lebih tinggi dibandingkan siswa dari golongan lainnya. Status sosial ekonomi orang tua siswa merupakan salah satu faktor yang membentuk/mendukung tingkat pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional di SMA 11.

b. Siswa yang bertempat tinggal di kota sebanyak 18.3 %. Siswa yang bertempat tinggal di pinggiran sebanyak 38.3 %. Sedangkan siswa


(56)

yang bertempat tinggal di desa sebanyak 43.5 %. Sebanyak 30 % siswa yang bertempat tinggal di desa memiliki pemahaman yang tinggi tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional. Berarti ada kecenderungan bahwa siswa yang tinggal di desa mempunyai pemahaman tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional lebih tinggi daripada yang tinggal di kota dan di daerah pinggiran. Lokasi tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang membentuk/mendukung tingkat pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional di SMA 11.

c. Kebiasaan makan keluarga di rumah siswa SMA N 11 Kotamadya Yogyakarta, 86.1 % dari seluruh siswa yang menjadi responden masuk dalam kategori tinggi. Sebanyak 13.9 % siswa masuk dalam kategori sedang. Tidak terdapat siswa yang mempunyai kebiasaan makan rendah di dalam keluarga. Sebanyak 57 % siswa yang berasal dari kebiasaan makan di keluarga kategori tinggi memiliki pemahaman yang tinggi tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional. Jadi ada kecenderungan bahwa tingkat pemahaman siswa yang tinggi diperoleh dari kebiasaan makan keluarga siswa di rumah. Kebiasaan makan keluarga di rumah merupakan salah satu faktor yang membentuk/mendukung tingkat pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional di SMA 11.

d. Kebiasaan makan siswa dalam pergaulan secara keseluruhan di SMA 11 di Kotamadya Yogyakarta sebagian besar mempunyai kebiasaan


(57)

makan di luar rumah 1 kali dalam seminggu dengan persentase 38.3 %. Sebanyak 23 % siswa yang berasal dari kebiasaan makan dalam pergaulan kategori ini memiliki pemahaman yang tinggi tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional. Ada kecenderungan siswa yang lebih sering makan di rumah memiliki pemahaman yang lebih tinggi. Kebiasaan makan siswa dalam pergaulan bukan faktor yang membentuk/mendukung tingkat pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional di SMA 11.

e. Perhatian siswa terhadap iklan makanan tradisional di media massa secara keseluruhan termasuk kategori sedang dengan rerata 52.77, sebanyak 41 % siswa kategori sedang memiliki pemahaman yang tinggi tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional. Tidak ada kecenderungan pengaruh sentuhan media massa terhadap tingkat pemahaman siswa. Perhatian siswa terhadap iklan makanan tradisional di media massa bukan faktor yang membentuk/mendukung tingkat pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional di SMA 11.

Jadi faktor yang mendukung tingkat pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional adalah status sosial ekonomi orang tua, lokasi tempat tinggal dan kebiasaan makan keluarga siswa di rumah.


(58)

B. Saran

1. Adanya kesadaran dan upaya untuk mengkonsumsi makanan tradisional dari semua golongan.

2. Pihak keluarga juga harus terus senantiasa mengenalkan dan membiasakan para siswa untuk mengkonsumsi makanan lauk pauk dan sayur tradisional, karena siswa memperoleh sebagian besar pemahaman tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional tersebut dari rumah.

3. Pihak sekolah perlu memberikan dorongan untuk meningkatkan minat siswa terhadap makanan lauk pauk dan sayur tradisional dengan meminta kantin sekolah menjual juga makanan-makanan tradisional supaya siswa lebih mengenal makanan tersebut.

4. Pemerintah dan lembaga terkait memberikan pengetahuan tentang makanan tradisional melalui iklan dan acara-acara di televisi agar lebih dapat diterima oleh para siswa.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Ace Partadireja. 1993.Pengantar Ekonomika. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.

Ahmad Yunus. 1983. Makanan Wujud Variasi dan Fungsi serta Cara Penyajiannya pada Orang Sumut. Depdikbud Proyek Inventaris dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Jakarta.

Anomim, 2008.Pengertian Desa dan Kota. www.wikipedia.com. Diakses tanggal 1 Juni 2008.

Astuti, M. 1995. Tempe sebagai Makanan Tradisional Khas “Radical Scavenger”

dalam proses Penuaan. Makalah disampaikan dalam Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional.Jakarta, 9-11 Juni 1995.

Aswarni Sujud. 1979. Pengantar Administrasi Pendidikan. Yogyakarta: FKIP IKIP.

Badan Pusat Statistik. 2002. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Buku 1. Jakarta: CV. Putra Sarko.

Benjamin S. Bloom. J. Thoma Hastings, George F. Madaus: Handbook on Formative and Summative Evaluation of Student Learning, Mc Graw-Hill Book Company, 1971.Ibrahim, H. 1995. Pidato Pengarahan Menteri Negara Urusan Pangan. Prosiding Widyakarya Nasional, Khasiat Makanan Tradisional.

Berg, A. 1986.Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Terjemahan. Jakarta: C.V. Rajawali.

Bertram. P. 1975. Fast Food Operation. Androver, London: Great Britian by Chapel River Press.

Depari, E, Andrews, C.M. 1988. Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Djazari, Muh. 1989. Sikap Siswa Kelas III SMEA terhadap Kewiraswastaan di Yogyakarta. Thesis. PPs IKIP Jakarta.

Endang Dharmayekti. 1981. Tata Laksana Makanan I. Yogyakarta: FPTK IKIP Yogyakarta.


(60)

Fardiaz, Dedi. 1998. Peluang, Prospek, Kendala, dan Srategi Pengembangan Makanan Tradisional. Makalah. Disampaikan dalam seminar Nasional Makanan Tradisional. Bogor, 21 Februari 1998.

Haryono, T. (1996). Wisata Boga Makanan Tradisional sebaga i Aset Budaya. Yogyakarta :LPM IKIP.

Hilbrink, A. dalam Eduard D. dan Colin Mac Andrews. 1988. Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hurlock, E.B. 1980. Developmental Psychology. New York: McGraw Hill Book Company Inc.

Kartini Kartono. 1995.Psikologi Anak. Bandung: Mandar Maju.

Keontjoroningrat. 1995. Antropologi Dan Sejarah Pangan. Makalah disampaikan dalam Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Jakarta, 9-11 Juni 1995.

M. Harisudin. 1995. Upaya Pengembangan Makanan Tradisional dalam Menunjang Program Penganekaragaman Indonesia. Ditbintabnas. DIKTI. Bogor.

M. Khumaidi. 1989.Gizi Masyarakat. Bogor: Depdikbud, Di rekt orat J enderal P endidi kan Tinggi P AU P angan dan Gizi IPB.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. Yogyakarta: PL3ES.

Miffen. FJ dan Miffen. 1986. Sosiologi Pendidikan. Terjemahan Jost Kullit. Bandung: Tarsito.

Moertjipto, J.S. 1993. Makanan, Wujud, Variasi, dan Fungsinya Serta Cara Penyajiannya Pada Orang Jawa Daerah Istimewa Yogyakarta. Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya: Yogyakarta.

Moh. Slamet. 1992. Studi Korelasi antara Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Perhatian Orang Tua Terhadap Belajar Anak pada Siswa kelas I SMP Negeri 1 Yogyakarta. Yogyakarta: Skripsi.

Muhibbin Syah. 1987.Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Muhilal. 1995. Makanan Tradisional Sebagai Sumber Zat Gizi dan Non Gizi dalam Meningkatkan Kesehatan Individu dan Masyarakat. Makalah


(61)

disampaikan dalamWidyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Jakarta, 9-11 Juni 1995.

Napitu, N. 1994. Perilaku Jajan di Kalangan Siswa SMA di Kota dan di Pinggiran Kota DKI Jakarta.Tesis. PPS IPB.

Onong Uchjana Effendi. 1993. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya offset.

Poerwadarminto. 1990.Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Poerwadarminto, Wjs. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Rina Megawati. 2004. Sikap Siswa Terhadap Keterampilan Memasak Di SMA Negeri 11 Yogyakarta. Yogyakarta: Skripsi.

Saiffudin Azwar. (1998).Metode Penelitian. Yogyakarta :Pustaka Pelajar.

Siswanto S. 1986.Kerangka Dasar Manajemen Pemasaran. Jakarta. Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Siti Hamidah. 1989.Resep dan Menu.Yogyakarta. Sigma Printed. Soerjono Soekanto. 1989.Sosiologi Keluarga. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sri palupi, dkk. 1993.Makanan Indonesia (Diktat).Yogyakarta: FPTK IKIP. Sugiyono. 1997. Metode Penelitian Administrasi. Edisi ke-4. Bandung: IKAPI.

CV Alfabeta.

Sugiyono. 1999.Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2003.Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suhardjo. 1993. Sosio Budaya Gizi. Bogor. Depdikbud Dikti Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Suhardjo. (1989). Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Depdikbud. Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi PAU pangan dan Gizi IPB.

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.


(62)

Suparno. 1994. Keamanan Dan Gizi Makanan Tradisional. Makalah disampaikan dalam Seminar Dalam Rangka HUT IKA-BOGA. Daerah Istimewa Yogyakarta. 24 April 1994.

Susanto, D. 1995. Pengorganisasian Masyarakat Memperkenalkan Kebiasaan Makan yang Baik. Makalah disampaikan dalam Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional.Jakarta, 9-11 Juni 1995.

T. Gilarso. 1994.Pengantar Ekonomi Mikro. Jilid 1. Yogyakarta: Kanisius.

Vembriarto, S.T.1978. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta. Yayasan Pendidikan Paramita.

Waloejo Soerdjodibroto. 1995. Hubungan antara Makanan Tradisional dan Tingkat Kebugaran Masyarakat Indonesia. Jakarta: Widyakarta Nasional.

Warta Konsumen. 1997. Kesehatan dan Makanan Tradisional. WKN. Nomor 07 Tahun 1997.

Widjaja, A.W. 1986.Komunikasi. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Y. Achir, Wiro Suhardjo. 1995. Pengembangan Sikap Menyukai Makanan Tradisional Melalui Pendidikan. Jakarta: Widyakarya Nasional.

Yusuf, P. M. 1988. Pedoman mencari sumber informasi. Bandung: Remaja Karya.


(63)

KATA PENGAN TAR

Siswa yang terhormat,

Pada kesempatan ini perkenankanlah saya meminta bantuan anda untuk mengisi angket yang telah kami berikan, angket ini berisi tentang TINGKAT PEMAHAMAN SISWA TENTANG MAKANAN LAUK PAUK DAN SAYUR TRADISIONAL DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA. Kegemaran dan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi makanan cepat saji dewasa ini meningkat pesat. Masyarakat lebih menyukai makanan tersebut daripada makanan-makanan lokal Indonesia atau makanan tradisional. Jika hal tersebut berlangsung terus menerus maka keberadaan makanan lauk pauk dan sayur tradisional tidak akan bertahan lama bahkan semakin lama akan menghilang. Melihat fenomena di atas maka perlu adanya upaya untuk menjadikan makanan lauk pauk dan sayur tradisional tetap ada, berkembang, dan digemari oleh masyarakai. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengetahui sejauh mana para siswa ini mengenal lauk pauk dan sayur tradisional

Hasil penelitian ini sangat berguna bagi saya dalam menyelesaikan tugas penyusunan skripsi. Untuk itu kami mengharapkan dalam mengisi angket ini dilakukan dengan sungguh-sungguh, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jawaban dari anda akan kami jamin kerahasiaannya. Atas kesediaan para siswa dalam mengisi angket ini, saya ucapkan terimakasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan siswa sekalian, Amin.

Peneliti,

Mei Rosari Widyaningsih


(64)

PEDOMAN WAWANCARA

A. Identitas Responden

Nama Siswa :

Alamat Rumah :

Usia :

No Keterangan Ayah Ibu

1. Pendidikan terakhir

2. Pendapatan (per bulan)

3. Pekerjaan

B. Petunjuk Pengisian

1. Sebelum mengisi angket, bacalah soal terlebih dahulu. 2. Berikan pernyataan dengan sebenar-benarnya.

3. Untuk kelancaran penelitian, besar harapan peneliti kepada siswa atas jawaban yang diberikan.

4. Atas perhatian dan bantuan, serta kesediaan siswa-siswa dalam menjawab pertanyaan dalam penelitian ini, peneliti mengucapkan terimakasih.


(65)

I. Instrumen untuk mengungkap Pengetahuan Tentang Makanan Tradisional

Berilah tanda silang pada huruf a bila pernyataan benar, huruf b bila pernyataan tidak Benar.

1. Makanan tradisional adalah makanan dan minuman khas yang ada di suatu daerah, sejak nenek moyang dan masih ada sampai sekarang yang diwariskan secara turun temurun. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

2. Makanan lauk pauk dan sayur tradisional sering dijumpai pada saat upacara adat atau keagamaan dalam masyarakat. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

3. Salah satu ciri dari makanan tradisional adalah selalu memakai bumbu tradisional alamiah kecuali beberapa suku terpencil yang kurang / tidak mengenal bumbu. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

4. Suatu jenis makanan yang sudah berada lama disuatu daerah tetapi bila semula merupakan makanan asing maka tidak dapat dikelompokkan sebagai makanan tradisional. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

5. Pengetahuan tentang makanan tradisional diperoleh dengan cara pembelajaran dari mulut-mulut dan dikuatkan dengan adanya prasasti. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

6. Makanan tradisional dapat diklasifikasikan menjadi makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan makanan selingan. Bagaimana menurut pengertian anda ?


(66)

b. Tidak benar

7. Makanan tradisional dapat dikategorikan sebagai fungsional food, yaitu makanan yang khusus untuk mencapai kondisi tertentu. Misalnya tempe untuk mencegah penyakit kanker, urapan untuk mencegah kolesterol. Bagaimana menurut pendapat anda ?

a. Benar b. Tidak benar

8. Makanan pokok adalah jenis makanan yang merupakan bagian utama dari suatu menu yang biasa dihidangkan dalam jumlah banyak. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

9. Lauk pauk adalah suatu hidangan yang selalu berasal dari bahan hewani. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

10. Sayuran kadang disajikan dalam keadaan matang, tetapi terkadang juga disajikan dalam keadaan mentah. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

11. Makanan selingan atau kudapan adalah makanan kecil diantara makanan rutin dan minuman. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

12. Makanan selingan dapat terbuat dari beras, terigu, umbi-umbian, buah, dan kacang-kacangan. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

13. Makanan tradisional memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan makanan non tradisional karena dalam pengolahannya tidak diberi bahan tambahan ( food


(67)

additive ), bahan pengawet, bahan pewarna sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

14. Pengolahan makanan tradisional pada umumnya menggunakan bumbu-bumbu yang bersifat alami sehingga tidak berbahaya bila dikonsumsi oleh setiap orang. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

15. Sayur Bening Bayam kaya akan kandungan zat besi yang bermanfaat bagi tubuh. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

16. Menu makanan tradisional yang banyak menggunakan sayuran dan bumbu kaya akan zat non gizi seperti serat. Serat makanan tidak mempunyai nilai gizi namun berguna bagi tubuh. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

17. Sayur menir daun katu dapat meningkatkan produksi air susu ibu. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

18. Serat makanan yang terdapat di dalam makanan tradisional dapat diserap oleh tubuh sehingga dapat melancarkan peredaran darah. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

19. Tauge atau kecambah yang terdapat dalam lalapan banyak mengandung vitamin E bermanfaat untuk kesuburan dan kesehatan kulit. Bagaimana menurut pengertian anda ?


(68)

b. Tidak benar

20. Makanan tradisional mengandung ribuan senyawa kimia yang dibutuhkan tubuh agar proses dalam tubuh berjalan lancar. Bagaimana menurut pengertian anda ?

a. Benar b. Tidak benar

II. Instrumen untuk mengungkap tentang Status Sosial Ekonomi

Silangkan huruf a, b, c, d, atau e sesuai dengan keadaan anda. 1. Rumah siapakah yang sekarang ini ditempati orang tua anda ?

a. Rumah sewa b. Rumah saudara c. Rumah cicilan

d. Rumah milik Instansi e. Rumah milik sendiri

2. Jenis rumah yang orang tua anda tempati sekarang adalah... a. Rumah dari bambu

b. Rumah dari papan kayu sederhana c. Rumah setengah tembok

d. Rumah tembok tanpa plester e. Rumah tembok plester

3. Lantai rumah yang ditempati orang tua anda sekarang terbuat dari... a. Tanah

b. Semen plesteran c. Tegel biasa

d. Tegel warna atau teraso e. Keramik atau marmer

4. Berapa watt aliran listrik yang terpasang di rumah orang tua anda ? a. Tidak ada aliran listrik

b. 450 watt c. 900 watt


(69)

e. > 1300 watt

5. Barang–barang apakah yang dimiliki orang tua anda saat ini ? a. TV Hitam Putih

b. Sepeda motor dan TV berwarna c. Sepeda motor, TV berwarna, kulkas

d. Sepeda motor, TV berwarna, kulkas, compac disk, mesin cuci.

e. Sepeda motor, TV berwarna, kulkas, compac disk, mesin cuci, mobil. 6. Apakah anda dan keluarga sering membeli lauk dan sayur matang di luar rumah ?

a. Seminggu 1 kali b. Seminggu 2 kali c. Seminggu 3 kali

d. Tidak pernah sama sekali

e. Setiap hari membeli lauk dan sayur matang.

III. Instrumen untuk mengungkap tentang Tempat Tinggal

Silangkan huruf yang sesuai dengan keadaan anda. 1. Sekarang anda bertempat tinggal dimana ?

a. Di desa

b. Di pinggir kota c. Di kota

2. Di manakah keluarga anda berbelanja bahan sayur dan lauk pauk sehari-hari ? a. Pasar tradisional

b. Super market

c. Warung di sekitar tempat tinggal

3. Apakah anda pernah pergi ke pasar tradisional untuk berbelanja ? a. Ya selalu (sekali dalam 1minggu)

b. Jarang–jarang (sekali dalam 1 bulan) c. Tidak pernah


(1)

x

a) Pengujian Validitas Instrumen... 65

b) Pengujian Reliabilitas Instrumen... 67

F. Teknik Analisis Data... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ... 73

B. Identitas Responden ... 75

a. Siswa kelas II di SMA 11... 75

b. Tingkat pendidikan terakhir orang tua... 76

c. Jenis pekerjaan orang tua... 79

C. Pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional... 81

D. Faktor yang mendukung Pemahaman Siswa tentang Makanan Lauk Pauk dan Sayur Tradisional... 83

a. Keadaan Status Sosial Ekonomi Orang Tua ... 83

b. Lingkungan Tempat Tinggal... 85

c. Kebiasaan Makan Keluarga ... 87

d. Kebiasaan Makan dalam Pergaulan ... 91

e. Sentuhan Media Massa ... 96

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 98

BAB V SIMPULAN A. Simpulan ... 109


(2)

DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN ... 117


(3)

xii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 63

Tabel 2. Hasil Validitas Instrumen... 67

Tabel 3. Hasil Realibilitas Instrumen ... 68

Tabel 4. Identitas Responden ... 75

Tabel 5. Kelompok Usia Responden... 76

Tabel 6. Tingkat pendidikan terakhir orang tua (ayah) ... 77

Tabel 7. Tingkat pendidikan terakhir orang tua (ibu) ... 78

Tabel 8. Jenis pekerjaan orang tua (ayah) ... 79

Tabel 9. Jenis pekerjaan orang tua (ibu) ... 80

Tabel 10. Pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional ... 82

Tabel 11. Skor pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional... 82

Tabel 12. Tingkat status sosial ekonomi orang tua ... 83

Tabel 13. Hubungan status sosial ekonomi orang tua dengan pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional... 84

Tabel 14. Lokasi tempat tinggal... 86

Tabel 15. Hubungan lokasi tempat tinggal dengan pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional... 86

Tabel 16. Kebiasaan makan keluarga... 88

Tabel 17. Hubungan kebiasaan makan keluarga dengan pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional... 88

Tabel 18. Aneka menu makanan lauk pauk yang dikonsumsi . ... 89


(4)

Tabel 20. Frekuensi kebiasaan makan siswa dalam Pergaulan ... 92 Tabel 21. Hubungan kebiasaan makan siswa dalam pergaulan dengan pemahaman

siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional... 93 Tabel 22. Aneka menu makanan yang diminati ... 95 Tabel 23. Perhatian siswa terhadap iklan tentang makanan tradisional... 97 Tabel 21. Hubungan perhatian siswa terhadap iklan tentang makanan tradisional dengan pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayur tradisional... 97


(5)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Struktur ranah kognitif ... 11

Gambar 2. Diagram Usia Responden... 76

Gambar 3. Diagram Tingkat pendidikan terakhir orang tua (ayah) ... 77

Gambar 4. Diagram Tingkat pendidikan terakhir orang tua (ibu) ... 78

Gambar 5. Diagram Jenis pekerjaan orang tua (ayah) ... 80

Gambar 6. Diagram Jenis pekerjaan orang tua (ibu)... 81

Gambar 7. Diagram Pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan Sayur tradisional... 83

Gambar 8. Tingkat status sosial ekonomi orang tua ... 85

Gambar 9. Diagram Lokasi Tempat Tinggal... 87

Gambar 10. Diagram Kebiasaan makan keluarga... 89

Gambar 11. Diagram Aneka menu makanan lauk pauk yang dikonsumsi... 90

Gambar 12. Diagram Aneka menu makanan sayur yang dikonsumsi... 91

Gambar 13. Diagram kebiasaan makan siswa dalam Pergaulan... 94

Gambar 14. Diagram menu kebiasaan jajan siswa dalam pergaulan... 96


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran-lampiran ... 117

1. Lampiran Instrumen Penelitian ... 1

2. Lampiran Uji Coba Instrumen ... 13

1) Analisis Validitas ... 14

2) Analisis Realibilitas ... 19

3. Lampiran Hasil Penelitian... 25