PENERAPAN MODELPEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE MAKE A MATCH PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS III SDN 35 CUPAK KABUPATEN SOLOK

PENERAPAN MODELPEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE MAKE A MATCH PADA MATA PELAJARAN IPA

KELAS III SDN 35 CUPAK KABUPATEN SOLOK

Skripsi

Diajukan kepada FakultasTarbiyah dan Keguruansebagai Salah Satu Syarat

dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)pada Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Oleh

Nunung Permata 1314070862 JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI) FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) IMAM BONJOL PADANG 1438 H/ 2017 M

ii

iii

iv

ABSTRAK

Nunung Permata, 1314070862, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Make A Match pada Mata Pelajaran IPA kelas III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok, Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Imam Bonjol Padang, 2017.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil belajar mata pelajaran IPA peserta didik kelas III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok masih belum mencapai KKM (kriteria ketuntasan minimal) yaitu nilai 75. Berdasarkan ulangan harian mata pelajaran IPA peserta didik yang dinyatakan tuntas hanya 6 orang dan yang belum tuntas 10 orang. Hal ini disebabkan karena peserta didik masih kurang aktif dalam proses pembelajaran IPA, proses pembelajaran pserta didik lebih banyak menghafal, penguasaan materi peserta didik belum optimal, Hasil belajar IPA peserta didik masih rendah dan banyak peserta didik yang belum mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu nilai 75. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka rumusan masalah penelitian adalah “apakah terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik melalui penerapan model pembelajaran Make A Match dalam pembelajaran IPA di kelas III SN 35 Cupak Kabupaten Solok. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk meningkatkan hasil belajar adalah dengan menerapkan model pembelajaran Make A Match. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar peserta didik sebelum dan sesudah menerapkan model pembelajaran Make A Match di kelas III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok.

Jenis penelitian ini adalah PraEksperimen. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah One Group Pretest – Posttest Desain, yaitu eksperimen yang dilakukan terhadap satu kelompok saja, tanpa kelompok pembanding. Populasi pada penelitian adalah seluruh peserta didik kelas III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok yang terdaftar pada tahun ajaran 2016-2017. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Instrument yang digunakan adalah berupa tes objektif .

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata skor tes hasil belajar sebelum perlakuan (pretest) adalah 64.69 dan rata-rata skor tes hasil belajar setelah perlakuan (Posttest) adalah 84.13. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji t dan diperoleh t hitung = 8.13 dan t tabel = 1.74, sehingga disimpulkan t

hitung > t tabel (8.13>1.74) maka hipotesis H 0 ditolak dan H 1 diterima. Berarti perubahan hasil belajar peserta didik antara pretest dan posttest sangat signifikan. Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik kelas

III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok sebelum dan sesudah menerapkan model Make A Match pada Mata Pelajaran IPA.

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis aturkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Make A Match pada Mata Pelajaran IPA Kelas III

SDN 35 Cupak Kabupaten Solok ”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu pada Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Ilman Nasution, M. A sebagai pembimbing I dan Ibu Dr. Hj. Prima Aswirna, S.Si., M.Sc. sebagai pembimbing II.

2. Bapak Dr. Mulyadi, S. Ag, M. Pd sebagai ketua Jurusan PGMI Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang.

3. Bapak Martanto, S.Pd dan Ibu Saniar, S. Pd sebagai Kepala Sekolah dan guru kelas III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok.

4. Ibu Nurhasnah, M.Si sebagai Penasehat Akademik

5. Bapak Prof. Dr. H. Gusril Kenedi, M.Pd sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang.

6. Teman – teman PGMI angkatan tahun 2013 yang sudah memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Teristimewa kepada kedua Orang Tua, buat Ibunda Firdayati dan Ayahanda Zulkarnaini yang telah membesarkan, menyayangi, mendidik, memberikan segala curahan kasih sayang dan motivasi. Perhatian, pengorbanan dan kasih sayang Ayahanda dan Ibunda berikan tidak kuasa

vi vi

Padang, 9 Agustus 2017 Penulis

Nunung Permata NIM. 1314070862

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Persentase ketuntasan Hasil Belajar Peserta Didik Kelas III ....... 7 Tabel 3.1. Koefisien Reabilitas tes ............................................................. 52

Tabel 3.2. Klasifikasi Indeks Kesukaran .................................................... 54

Tabel 3.3. Klasifikasi Daya Pembeda Soal ................................................. 55 Tabel 3.4. Desain Penelitian One Group Pretest Posttes Design.................. 57 Tabel 3.5. Skenario Pembelajaran Pada Kelas III ....................................... 63 Tabel 4.1. Hasil Nilai Pretest Peserta Didik Kelas III ................................ 68

Tabel 4.2. Hasil Nilai Posttest Peserta Didik Kelas III ............................... 69

Tabel 4.3. Hasil Nilai Rata-rata Pretest Peserta Didik Kelas III ................. 71 Tabel 4.4. Hasil Rata-rata Posttest Peserta Didik Kelas III ........................ 71 Tabel 4.5. Selisih Nilai Pretest dan Posttest ................................................ 72 Tabel 4.6. Skor Hasil Belajar Pretest dan Posttest Peserta didik Kelas III.. 73

xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia, karena pendidikan merupakan sektor yang mendukung dalam peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia (human resources development ) untuk menjawab tantangan masa depan yang berat akibat makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan dari institusi pendidikan, yaitu sekolah merupakan salah satu tolak ukur dan modal dalam membangun bangsa dan

negara menjadi lebih baik lagi. 1 Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku

seseorang atau sekelompok orang untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan juga diartikan sebagai perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Maka seluruh upaya pendidikan membutuhkan model maupun media tertentu agar peserta didik memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan, rasional, dan berbasis pada

ilmu pengetahuan. 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar

1 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 17

2 Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), h. iii 2 Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), h. iii

masyarakat, bangsa, dan negara. 3 Tercapainya suatu pendidikan yang berkualitas ditandai dengan

tercapainya tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta

tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.” 4 Meningkatkan pendidikan itu adalah dengan cara mengembangkan

sistem pembelajaran yang lebih baik lagi. Pendidikan itu bukan hanya sekedar mentransfer ilmu dari pendidik kepada peserta didik, tetapi pendidikan itu menjadi wahana bagi peserta didik untuk menimba ilmu dan juga mendapatkan bimbingan, pembinaan, serta mendapatkan kasih sayang dari pendidik.

Permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya

3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003, Undang-Undang Republik Indoneia Nomor 23 Tahun. 2003 , (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2003), h. 2

4 Ibid , h. 1 4 Ibid , h. 1

pembelajaran yang tepat. 5 Kegiatan saat pembelajaran pendidik dituntut harus mampu

menciptakan suasana interaksi yang baik agar peserta didik termotivasi dan suasana interaksi yang baik. Dalam perkembangan sekarang ini unsur yang paling menentukan adalah pelaksanaan pengajaran yakni pendidik, sebab pendidik bertanggung jawab dalam membentuk peserta didik untuk memperoleh berbagai pengetahuan dan pengalaman agar terjadi perubahan baru melalui kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik melalui fasilitas yang telah disediakan. Beberapa ciri seorang pendidik profesional dalam bidang pekerjaannya yaitu: (1) memiliki landasan pengetahuan dan wawasan yang kuat, (2) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (3) memiliki kesadaran profesional yang tinggi, dan (4) memiliki militansi

individual. 6

5 Rusman, Pembelajaran Tematik Terpadu, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), h. 12 6

Wahab Jufri, Belajar dan Pembelajaran SAINS, (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013), h. 156

Seorang pendidik mata pelajaran IPA yang profesional harus memahami kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam melaksanakan proses pembelajaran tersebut pendidik harus memfasilitasi

berkembangnya keterampilan peserta didik sebagai pengalaman belajar. 7 IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya

secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembnag melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut

sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. 8

Hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai proses IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi

kemudahan bagi kehidupan. 9 IPA bukan merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan, tetapi

pengajaran yang banyak memberi peluang bagi peserta didik untuk mampu memecahkan permasalahan yang terjadi di lingkungannya. Jika dicermati lebih lanjut materi pembelajaran IPA di SD telah dekat dengan lingkungan peserta didik. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah

7 Ibid , h. 160 8 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), h. 136

9 Ibid, h. 137 9 Ibid, h. 137

Pembelajaran IPA merupakan komponen yang dapat membantu manusia memiliki kesiapan pengetahuan dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan gejala alam yang menganggu kehidupan manusia serta dapat mengambil keputusan yang berkaitan dengan ketersedian dan kebermanfaatan sumber daya alam bagi kesejahteraan masyarakat.

Pembelajaran IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, sehingga peserta didik dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah peserta didik itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Sehingga perlu dikembnagkan suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam

kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan ide-idenya. 10 Observasi yang telah penulis lakukan pada kelas III SDN 35 Cupak

Kabupaten Solok, diketahui bahwa pendidik sudah menggunakan model pembelajaran tapi masih belum optimal dalam menerapkannya, pembelajaran IPA masih bersifat pada pendidik sebagai sumber ilmu

10 Ibid , h. 143 10 Ibid , h. 143

Proses pembelajaran kurang menarik sehingga peserta didik tidak mau bertanya langsung kepada pendidik. Banyak juga peserta didik yang jarang memperhatikan pelajaran yang disampaikan, berjalan-berjalan di dalam kelas, menganggu teman-teman dalam kelas, dan kebanyakan dari mereka kurang terjalin hubungan yang baik dengan teman-teman sekelas. Hal ini menjadi pnyebab tujuan pembelajaran menjadi tidak maksimal dengan suasana yang lebih bersifat individual.

wawancara yang telah peneliti lakukan dengan pendidik kelas III “S” di SDN 35 Cupak Kabupaten Solok bahwa dalam pembelajaran

pendidik langsung menjelaskan materi dan menanamkan konsep, sehingga peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran IPA, setelah menjelaskan materi peserta langsung diminta untuk mengerjakan soal yang ada di lembar kerja peserta didik (LKPD).

Informasi lain bahwa peserta didik sangat susah memahami pelajaran khususnya pelajaran IPA sehingga hasil belajar yang diperoleh peserta didik kurang optimal dan nilai masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Adapun KKM yang ditetapkan di sekolah itu adalah nilai

75. Dari 16 orang peserta didik sebanyak 6 orang yang memperoleh nilai diatas KKM dan selebihnya 10 orang peserta didik masih memperoleh nilai dibawah KKM. Hal tersebut tergambar dalam Tabel 1.1 di bawah ini:

Tabel 1.1. Presentase Ketuntasan Ulangan Harian

mata pelajaran IPA Peserta Didik Kelas

III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok Semester I Tahun Ajaran 2016/2017

Tahun Ajaran

Jumlah Peserta Tuntas

Belum Tuntas

Data tabel 1.1. di atas menyatakan dari 16 peserta didik hanya 6 orang yang memperoleh nilai di atas KKM. 11 Oleh karena itu perlu

dikembangkan suatu model pembelajaran yang bervariasi dan membuat peserta didik lebih aktif, dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan yaitu peserta didik terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Peneliti memberikan solusi untuk menerapkan model dalam pembelajaran IPA, yaitu dengan menggunakan model Cooperative Make A Match atau mencari pasangan. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan material atau perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, tipe-tipe, program-program media komputer. Setiap

11 Saniar, Pendidik kelas III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok, Buku Rekap Nilai Semester I dan II Tahun Ajaran 2016/2017 11 Saniar, Pendidik kelas III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok, Buku Rekap Nilai Semester I dan II Tahun Ajaran 2016/2017

Model pembelajaran Cooperative Make A Match dikembangkan oleh Lorna Curran, dalam model pembelajaran ini peserta didik diajak mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam

suasana yang menyenangkan. 13 Model pembelajaran Make A Match bisa memupuk kerjasama peserta didik dalam menjawab pertanyaan dengan

mencocokkan kartu yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran ini lebih menarik dan nampak sebagian besar lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan peserta didik tampak sekali pada saat peserta

didik mencari pasangan kartunya masing-masing. 14 Berdasarkan uraian di atas, dapat dilakukan kajian lebih luas dalam

sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul: “Penerapan Model Coopertive Tipe Make A Match pada Mata Pelajaran IPA Kelas III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pendidik sudah menggunakan model pembelajran tapi belum optimal dalam menerapkannya.

12 Trianto, Op.Cit, h. 52 13 Imas Kurniasih, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran, (Jakarta: Kata Pena, 2015), h. 55

14 Ibid, h. 56

2. Pembelajaran masih terpusat pada pendidik sehingga pembelajaran yang terjadi cenderung satu arah.

3. Peserta didik masih kurang aktif dalam proses pembelajaran IPA.

4. Proses pembelajaran peserta didik lebih banyak menghafal.

5. Penguasaan materi peserta didik terhadap pembelajaran IPA masih belum optimal.

6. Hasil belajar IPA peserta didik masih rendah dan banyak peserta didik yang belum mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu nilai 75.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan mencapai hasil yang diharapkan maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi:

1. Bagaimana penguasaan materi peserta didik setelah menerapkan model pembelajaran Make A Match pada pembelajaran IPA di kelas III SDN Cupak Kabupaten Solok.

2. Bagaimana hasil belajar peserta didik setelah menerapkan model pembelajaran Make A Match pada pembelajaran IPA di kelas III SDN

35 Cupak Kabupaten Solok.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah penelitan secara umum adalah “apakah terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik melalui penerapan model pembelajaran Make A Match dalam pembelajaran IPA di kelas III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar peserta didik kels III SDN 35 Cupak Kabupaten Solok sebelum dan sesudah menerapkan model pembelajaran Make A Match dalam pembelajaran IPA.

F. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi landasan bagi penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti sebagai calon pendidik dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran IPA yang tepat.

2. Bagi Pendidik

a) Keterampilan pendidik dalam mengajar dapat meningkat.

b) Menambah wawasan pendidik dalam merancang pembelajaran

yang efektif dan efisien dalam pembelajaran IPA.

c) Memotivasi pendidik untuk lebih kreatif dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran agar kualitas pembelajaran IPA dapat meningkat.

d) Memberikan wawasan bagi pendidik tentang pendekatan pembelajaran yang dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan.

3. Bagi Peserta Didik

a) Memberikan pengalaman belajar bermakna pada peserta didik.

b) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk dapat

bekerjasama dengan orang lain.

c) Motivasi dan minat belajar peserta didik pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dapat meningkat.

d) Hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPA dapat meningkat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran IPA

a. IPA dalam Perspektif Al-Qur’an

Al- Qur’an adalah kitab induk, rujukan utama dari segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetahuan, tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan. Semua telah terkafer di dalamnya yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (hablum minallah), sesama manusia (hablum minannas), alam, lingkungan, ilmu aqidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu empiris, ilmu agama, umum dan sebagainya.

Banyak ayat al- Qur’an yang memuat informasi tentang ilmu pengetahuan alam. Maka pembelajaran IPA sangat selaras dengan al- Qur’an tanpa terjadi perbedaan konsep dari al-Qur’an dengan

kenyataan yang ada di alam. Ayat di bawah ini merupakan di antara ayat yang menerangkan tentang fenomena alam yang menjadi tanda- tanda tentang pentingnya pengetahuan alam.

Allah Swt berfirman dalam Q.S. Yunus/15: 22

Artinya: Dan kami telah menciptakan angin untuk mengawinkan dan kami turunkan hujan dari langit, lau kami beri

minum kamu dengan air itu. 15

Ayat di atas menekan bahwa fase pertama dalam pembentukkan hujan adalah angin. Permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak terhitung jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat gelembung-gelembung ini pecah, ribuan partikel kecil dengan diameter seperatus milimeter, terlempar ke udara. Partikel-partikel ini, yang dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan yang oleh angin dan selanjutnya terbawa kelapisan atas asmosfier. Partikel- partikel ini dibawa naik lebih tinggi oleh nagin dan bertemu dengan uap air disana. Uap air mengembun di sekitar partikel-partikel dan berubah

menjadi butiran air. Kemudian jatuh kebumi dalam bentuk hujan. 16 Ayat lain yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam, yaitu ayat

yang menerangkan tentang fungsi gunung dalam Q.S. al- Anbiyaa’/21:

 Artinya: Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang

kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan

15 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, (Bogor: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007), h. 16

Harun Yahya, Al- Qur’an dan Sains, (Bandung: PT Syaamil Cipta Medika, 2004), h. 99-100 Harun Yahya, Al- Qur’an dan Sains, (Bandung: PT Syaamil Cipta Medika, 2004), h. 99-100

Ayat di atas menjelaskan bahwa gunung-gunung berfungsi mencegah goncangan di permukaan bumi. Gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan bertumpukan, lempengan yang lebih kuat menyelip dan membentuk dataran timggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah

yang tak kalah besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi. 18 Kaitan ayat di atas dengan IPA adalah menjelaskan tentang

peran utama dari angin adalah pembentukkan hujan telah dinyatakan berabad-abad yang lalu dalam sebuah ayat al- Qur’an. Dan butiran- butiran air yang mula-mula berkumpul membentuk awan, kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk hujan, maka dapat kita mengetahui proses pembentukan hujan. Dan fungsi gunung-gunung adalah untuk mencegah goncangan di permukaan bumi.

b. Pengertian Pembelajaran IPA di SD/MI

17 Departemen Agama RI, Op. Cit, h. 18 Harun Yahya, Op. Cit, h. 92

IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga

mendapatkan suatu kesimpulan. 19 IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala

kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. 20 Dapat dipahami bahwa IPA adalah suatu kumpulan

pengetahuan yang sistematis penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembnag melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, dan jujur serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.

c. Pembelajaran IPA di SD/MI

Hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep.

19 Trianto, loc.cit. 20 Ibid, h.136

Sebagai proses IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk- produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan

teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. 21

Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:

ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap. 22

hakikat IPA dapat dipahami bahwa pembelajaran sains merupakan pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kgiatan-kegiatan tesebut pembelajaran IPA akan mendapat pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat menumbuhkan masalah, menarik keismpulan, sehingga mampu berpikir kritis, melalui pemmbelajaran IPA.

Nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain:

1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah ilmiah.

21 Ibid , h. 137 22 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 167

2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.

3) Memiliki sikap ilmiah yang diperoleh dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan sains maupun dalam

kehidupan. 23 IPA merupakan alat pendidikan yang berguna untuk mencapai

tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu:

1) Memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.

2) Menananmkan sikap ilmiah.

3) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.

4) Mendidik peserta didik untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya.

5) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. 24

Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut:

1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha esa.

23 Trianto, Op. Cit, h. 141 24 Ibid, h. 142

2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi.

3) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.

4) Sikap ilmiah, antara lain objektif, jujur, terbuka, benar, kritis, dan dapat bekerja sama.

5) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.

6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam

teknologi. 25 Semakin jelaslah bahwa pembelajaran IPA lebih ditekankan pada

pendekatan keterampilan proses, hingga peserta didik dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah peserta didik itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendiikan.

Suatu pembelajaran tidak akan bisa dilaksanakan tanpa adanya pendidik, dan peserta didik, karena kedua unsur inilah yang akan melaksanakan pembelajaran tersebut, sehingga tercapainya tujuan

25 Ibid, h. 143 25 Ibid, h. 143

Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomorik. Pendidik tidak hanya mengajar dan memberikan informasi saja pada peserta didik, akan tetapi pendidik juga mempunyai tugas melatih, membimbing, serta mengarahkan peserta didik kepada materi pelajaran sehingga peserta didik mampu

belajar dan bersikap sebagai manusia yang terdidik secara akademis. 26 Pendidik bidang IPA yang profesional bertanggung jawab untuk

memfasilitasi peserta didik dalam belajar tentang bagaimana melakukan inkuiri ilmiah dan menggunakan informasi ilmiah untuk menyelesaikan masalah dan mengambil kesimpulan. Dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk hidup dan bekerja dalam dunia masa depan yang serba tidak menentu, maka pendidik harus mampu mengembangkan pengalaman pada proses belajar peserta didik. Selain itu, pendidik harus dapat menggeser pada kegiatan pendidik mengajar (teacher orientid) menjadi lebih berorientasi pada aktivitas belajar

peserta didik (student orientid). 27 Peserta didik adalah makhluk individu yang mempunyai

keperibadian dengan ciri-ciri yang khas sesuai dengan pertumbuhan

27 Ahmad Susanto, Op. Cit, h. 179 Wahab Jufri, Op.Cit, h. 157 27 Ahmad Susanto, Op. Cit, h. 179 Wahab Jufri, Op.Cit, h. 157

dan jenjang tertentu. 28 Nursidik Kurniawan berpendapat bahwa terdapat beberapa

karakteristik peserta didik SD yang perlu diketahui oleh peserta didik antara lain: (1) senang bermain, (2) senang bergerak, (3) peserta didik yang senang bekerja dalam kelompok, dan (4) senang merasakan atau

melakukan sesuatu secara langsung. 29

d. Komponen Pembelajaran IPA di SD/MI

Komponen pembelajaran adalah penentu dari keberhasilan proses pembelajaran. Komponen-komponen tersebut memiliki fungsi masing-

masing dalam setiap perannya dalam proses pembelajaran. 30

Pelaksanaan pembelajaran merupakan hasil integrasi dari beberapa komponen yang memiliki fungsi tersendiri dengan maksud agar

ketercapaian tujuan pembelajaran dapat terpenuhi. 31 Pembelajaran memiliki komponen-komponen sebagai berikut:

1) Tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam Badan Nasional Standar Pendidikan yaitu:

a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, dan keteraturan alam ciptaan- Nya.

28 Sasmi Nelwati, Op.Cit, h. 140 29 Faisal, Sukses Mengawal Kurikulum 2013 di SD, (Yogyakarta: Diandra Creative,

2014), h. 23

31 Rusman, Op.Cit, h. 27 Ibid , h. 25 31 Rusman, Op.Cit, h. 27 Ibid , h. 25

c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

f) Meningkatkan kesadarn untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke

SMP/MTS. 32

2) Sumber pembelajaran Sumber merupakan segala bentuk atau segala sesuatu yang ada di luar diri seseorang yang bisa digunakan untuk membuat atau memudahkan terjadinya proses belajar pada diri sendiri peserta didik, apapun bentuknya, apa pun bendanya, asalkan bisa digunakan untuk memudahkan proses belajar, maka benda itu bisa dikatakan sebagai sumber belajar.

3) Strategi atau model pembelajaran Strategi pembelajaran merupakan tipe pendekatan yang spesifik untuk menyampaikan informasi dan kegiatan yang mendukung penyelesaian tujuan khusus. Strategi pembelajaran pada hakikatnya merupakan penerapan prinsip-prinsip psikologi dan prinsip-prinsip pendidikan bagi perkembangan peserta didik.

4) Media Pembelajaran

32 Ibid , h.171-172

Media pembelajaran adalah salah satu alat untuk mempertinggi proses interaksi pendidik dengan peserta didik dan interaksi peserta didik dengan lingkungan dan sebagai alat bantu mengajar dapat menunjang penggunaan metode mengajar yang digunakan oleh pendidik dalam proses belajar.

5) Evaluasi Pembelajaran Evaluasi pembelajaran merupakan alat indikator untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan. Evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana,

sistematik dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas. 33

e. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD/MI

Pembelajaran IPA mempunyai ruang lingkup yang mencakup:

1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

33 Rusman, Op.Cit, h. 26

4) Bumi dan hasil alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 34

Uraian di atas dapat dipahami bahwa ruang lingkup bahan kajian IPA adalah makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta.

f. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para pendidik

dalam melaksanakan pembelajaran. 35 Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola

yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. Pembelajaran termasuk di

dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. 36 Rusman mengutip pendapat Joyce & Well bahwa model

pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran

34 Badan Standar Nasional Pendidikan, Op.Cit, h. 485 35 Trianto, Op.Cit,h. 51

36 Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 142 36 Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 142

sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. 37

Berdasarkan uraian di atas, bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas.

Pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan peserta didik, itulah sebabnya dalam belajar, peserta didik tidak hanya berinteraksi dengan pendidik sebagai salah satu sumber belajar, tetapi tidak mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dinginkan. Pembelajaran melalui model bertujuan untuk membantu peserta didik menemukan makna diri di dalam lingkungan sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok, sehingga peserta didik akan mengetahui perjalanan hidup serta aktivitas kerja keras seseorang dalam mencapai

kesuksesan. 38 Setiap mata pelajaran membutuhkan model dalam proses

pembelajarannya, salah satunya adalah mata pelajaran IPA. Diantara model yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran IPA adalah model pembelajaran Make A Match (mencari pasangan), yaitu suatu model

37 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 133

38 Istarani, 58 Model Pembelajaran Inovatif, (Medan: Media Persada, 2012), h. 2-3 38 Istarani, 58 Model Pembelajaran Inovatif, (Medan: Media Persada, 2012), h. 2-3

2. Model Pembelajaran Make A Match

a. Pengertian Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran Make A Match merupakan model pembelajaran yang menyuruh peserta didik untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, yang

dapat mencocokkan kartunya diberi poin. 39 Model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan

dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Dalam model pembelajaran ini peserta didik diajak mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang

menyenangkan. 40 Model pembelajaran Make A Match baik digunakan manakala

peserta didik menginginkan kreativitas berfikir peserta didik, sebab melalui pembelajaran seperti ini peserta didik diharapkan mampu untuk mencocokkan pertanyaan dengan jawaban yang ada di dalam

kartu. 41

39 Taufina Taufik, Mozaik Pembelajarn Inovatif, (Padang: Sukabina Press, 2009), h. 148 40 Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran, (Jakarta:

Kata Pena, 2015), h. 55 41 Istarani, Op.Cit, h. 65

Uraian pengertian model pembelajaran Make A Match di atas, maka dapat dipahami bahwa model pembelajaran Make A Match adalah suatu model pembelajaran yang dimana peserta didik diajak untuk mencari pasangan sambil belajar suatu konsep untuk mencocokkan pertanyaan dengan jawaban yang ada di dalam kartu, sehingga menginginkn kreartivitas berfikir peserta didik dengan suasana yang menyenangkan.

Penerapan model pembelajaran Make A Match, bisa memupuk kerjasama peserta didik dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan kelihatan sebagian besar peserta didik lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan peserta didik kelihatan sekali pada saat peserta peserta didik mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif, dimana pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerjasama kelompok.

b. Tujuan Model Pembelajaran Make A Match

1) Pendalaman materi, maksudnya adalah dengan menggunakan model ini dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik baik secara kognitif maupun fisik sehingga dapat mendalami materi pada pembelajaran.

2) Penggalian materi, maksudnya adalah dalam model ini peserta didik terlibat langsung dalam proses pembelajarannya sehingga 2) Penggalian materi, maksudnya adalah dalam model ini peserta didik terlibat langsung dalam proses pembelajarannya sehingga

3) Edutainment, maksudnya adalah dalam model ini pembelajaran lebih menyenangkan, tidak kaku, sehingga peserta didik tidak

jenuh dalam melakukan proses pembelajaran. 42

c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Make A Match

Sebelum menerapkan model ini maka terlebih dahulu pendidik mengkondisikan kelas, memilih kelompok yang akan memegang kartu pertanyaan ataupun jawaban, dalam tata pelakasanaannya materi yang akan diterapkan dalam model ini, pendidik boleh meminta peserta didik untuk membaca materinya di rumah ataupun boleh juga materi tersebut didiskusikan terlebih dahulu baru melaksanakan model pembelajaran Make A Match, dan melaksanakan langkah-langkahnya. Penerapan model ini dimulai dengan teknik, yaitu peserta didik diminta mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.

Pendidik melakukan beberapa persiapan khusus sebelum menerapkan model pembelajaran Make A Match antara lain:

1) Pendidik membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari (jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian menulisnya dalam kartu-kartu pertanyaan.

42 Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 251

2) Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dan menulisnya dalam kartu-kartu jawaban.

3) Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi peserta didik yang berhasil dan sanksi bagi peserta didik yang gagal.

4) Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan-pasangan yang berhasil. 43

Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Make A Match adalah:

1) Buatlah kartu-kartu yang berisi pertanyaan tentang materi yang akan dijarkan. Kartu pertanyaan sebanyak separuh jumlah peserta didik.

2) Buatlah kartu-kartu jawaban untuk setiap pertanyaannya.

3) Campurlah kedua set kartu dan kocoklah beberapa kali sehingga tercampur merata.

4) Bagikan kartu ke setiap peserta didik, jelaskan bahwa ini adalah latihan mencocokkan. Beberapa peserta didik mendapat pertanyaan yang meninjau kembali materi pelajaran di kelas, dan peserta didik lainnya mendapatkan jawabannya.

5) Mintalah peserta didik untuk mencari pasangan kartu masing- masing. Setelah kartu yang cocok bertemu, kedua peserta didik pemiliknya lalu duduk bersama. (mereka tidak nole memberi tahu

43 Ibid, h. 252 43 Ibid, h. 252

6) Setelah semua pasangan duduk, mintalah setiap pasangan memberikan kuis untuk teman-teman sekelas dengan mmbacakan pertanyaan di kart dan menantang teman-temannya untuk

menjawab. 44 Langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran Make A

Match adalah:

1) pendidik menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi tinjauan (review), satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2) Setiap peserta didik mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban.

3) Tiap peserta didik memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.

4) Setiap peserta didik mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.

5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi poin.

6) Jika peserta didik tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman yang telah disepakati bersama.

44 Mel Silberman, Pembelajaran Aktif 101 Strategi untuk Mengajar Secara Aktif, (Jakarta: PT Indeks, 2013), h. 196

7) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

8) Peserta didik juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 peserta didik lainnya yang memegang kartu yang cocok.

9) pendidik bersama-sama dengan peserta didik membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. 45

Langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran Make A Match adalah:

1) pendidik menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep atau topik yang cocok untuk satu bagian kartu soaldan bagian lainnya kartu jawaban.

2) Setiap peserta didik mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban.

3) Tiap peserta didik memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.

4) Setiap peserta didik mencari pasangan kartu yang sesuai dengan kartunya.

5) Setiap peserta didik yang dapat menyesuaikan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

45 Ameliasari Tauresia Kesuma, Menyusun PTK Itu Gampang, (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 16

6) Jika peserta didik tidak dapat menyesuaikan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapat hukuman, yang telah disepakati bersama.

7) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian

seterusnya. 46 Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Make A Match

adalah:

1) Pendidik menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang sesuai untuk kartu pertanyaan dan jawaban.

2) Setiap peserta didik mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.

3) Peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang sesuai dengan kartunya.

4) Peserta didik yang dapat menyesuaikan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

5) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

6) Kesimpulan. langkah-langkah diatasa merupakan langkah-langkah dalam pelaksanaan model Make A Match, dari beberapa langkah-langkah

46 Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Op. Cit, H. 57 46 Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Op. Cit, H. 57

d. Kelebihan Pembelajaran Model A Match

Kelebihan model pembelajaran Make A Match adalah:

a) Peserta didik terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya melalui kartu.

b) Meningkatkan kreativitas belajar peserta didik.

c) Menghindari kejenuhan peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar.

d) Dapat menumbuhkan kreativitas berfikir peserta didik, sebab melalui pencocokkan pertanyaan dan jawaban akan tumbuh tersendirinya.

e) Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran yang digunakan pendidik. 47

kelebihan model pembelajaran Make A Match adalah:

a) Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan.

b) Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian peserta didik.

c) Mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal.

d) Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.

47 Istarani, Op.Cit, h. 65 47 Istarani, Op.Cit, h. 65

f) Munculnya dinamika gotong royong yang merata seluruh peserta didik. 48

Kelebihan model pembelajaran Make A Match adalah:

a) Dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, baik secara kognitif maupun fisik.

b) Karena ada unsur permainan sehingga menyenangkan.

c) Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajarai dan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

d) Efektif sebagai sarana melatih keberanian peserta didik untuk tampil presentasi.

e) Efektif melatih kedispilinan peserta didik menghargai waktu untuk belajar. 49

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat dipahami bahwa kelebihan model pembelajaran Make A Match adalah dapat menciptakan suasana belajar aktif menyenangkan, peserta didik terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran, menumbuhkan kreativitas peserta didik dalam belajar, mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik, menarik perhatian peserta didik, terciptanya kerjasama antar sesama peserta didik dengan baik, Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajarai dan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik, Efektif sebagai sarana melatih keberanian peserta didik untuk tampil presentasi,

48 Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Op.Cit, h. 56 49 Miftahu, Huda, Op.Cit, h. 253 48 Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Op.Cit, h. 56 49 Miftahu, Huda, Op.Cit, h. 253

e. Kekurangan Model Pembelajaran Make A Match

Kekurangan model pembelajaran Make A Match adalah:

a) Sangat memerlukan bimbingan dari pendidik untuk melakukan kegiatan.

b) Waktu yang tersedia perlu dibatasi karena besar kemungkinan peserta didik bisa banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.

c) Pendidik perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.

d) Pada kelas dengan peserta didik yang banyak, jika kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali.

e) 50 Bisa menganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Kekurangan model pembelajaran Make A Match adalah:

a) Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.

b) Jika pendidik tidak mengarahkan peserta didik dengan baik, akan banyak peserta didik yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.

c) Pendidik harus hati-hati dalam memberikan hukuman pada peserta didik yang tidak mendapatkan pasangan, karena mereka bisa malu.

50 Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Loc.cit.

d) Menggunakan model ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan. 51

Berdasarkan beberapa kekurangan model pembelajaran Make

A Match di atas dapat dipahami bahwa pendidik harus bisa mempersiapkan dengan baik sebelum melakukan model ini, agar dalam pelaksanaan tidak terjadi hal-hal yang dapat merusak dan menganggu yang lain sehingga tujuan dari model ini dapat tercapai dengan baik dan sesuai dengan yang diinginkan.

3. Materi IPA di SD/MI

a. Pengaruh Cuaca Terhadap Kegiatan Manusia

Cuaca adalah perubahan udara pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu. Simbol-simbol cuaca ada empat macam yaitu:

(cerah) (berawan dan cerah)

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25