Fenomena deiksis pada rubrik kolom di Harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015.

(1)

ABSTRAK

Noberty, Teresia. 2016. Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom di Harian Jawa Pos Edisi September-Desember 2015. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) apa sajakah wujud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 dan (2) apa sajakah maksud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan wujud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 dan (2) mendeskripsikan maksud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data pada penelitian ini adalah kalimat yang mengandung kata deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Sumber data penelitian ini adalah rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dengan menggunakan teknik catat. Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Penelitian ini juga menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data yang dipercayakan kepada Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. sebagai pakar pragmatik di Universitas Sanata Dharma.

Simpulan dari penelitian ini adalah: (1) wujud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 terdiri dari 2 wujud yakni deiksis eksofora dan deiksis endofora. Pada penelitian ini, peneliti menemukan deiksis eksofora muncul sebanyak 118 kali dan deiksis endofora muncul sebanyak 77 kali. (2) Maksud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 terdiri dari 5 maksud rujukan deiksis yakni maksud rujukan persona, maksud rujukan ruang, maksud rujukan waktu, maksud rujukan anafora dan maksud rujukan katafora.


(2)

ABSTRACT

Noberty, Teresia. 2016. Deixis Phenomenon on Rubric Column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Literary Education Study Program, Department of Language Education and Art, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This study discusses the phenomenon of deixis in rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition. The problems in this research are: (1) what are the shape of the phenomenon of deixis in rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition and (2) what are the mean phenomenon of deixis in rubric column in rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition. The purpose of this study are: (1) describe the phenomenon of deixis form on the rubric column in rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition and (2) describe the phenomenon of deixis intent on section column in rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition.

This study was descriptive qualitative research. The data in this study is a sentence containing the word deixis rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition. The data source of this research is the rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition. The data collection method used is the method consider using note technique. Data analysis method used is equivalent method using descriptive analysis techniques. This study also uses triangulation techniques to check the validity of the data entrusted to Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. as a pragmatic expert at Sanata Dharma University.

The conclusions of this study were: (1) the nature phenomenon of deixis in rubric Jawa Pos daily column in the September-December 2015 consist of two beings that deixis eksofora and deixis endofora. In this study, researchers found eksofora deixis appears much as 118 times and deixis endofora appeared a total of 77 times. (2) Mean the phenomenon of deixis in rubric Jawa Pos daily column in the September-December 2015 consists of five reference purposes deixis persona that references the intent, purpose spatial reference, time reference purpose, intent and purpose reference anaphora katafora referral.


(3)

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK KOLOM

DI HARIAN JAWA POS EDISI SEPTEMBER-DESEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh: Teresia Noberty

121224096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK KOLOM

DI HARIAN JAWA POS EDISI SEPTEMBER-DESEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh: Teresia Noberty

121224096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yang Maha Esa

Yang telah memberikan rahmat, berkat, dan karunia-Nya dalam mendengarkan segala keluh kesah dan mewujudkan harapanku untuk keberhasilan menyelesaikan

skripsi ini.

Kedua Orang Tuaku Tercinta Nonong dan Idanursanti, S.Pd.

Yang telah memberikan dukungan, semangat, doa, dan motivasi sehingga tercapai keberhasilan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Adik-adikku Tersayang

Laorensius Julius dan Magdalena Noreta

Yang telah memberikan semangat yang luar biasa kepadaku sehingga dapat berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Kekasihku Tersayang Richardus, S.T.

Yang telah memberikan dukungan, semangat, doa, motivasi, dan kasih sayang kepadaku untuk menyelesaikan skripsi ini.


(8)

v

MOTTO

“Adil Ka Talino Bacuramin Ka Saruga Basengat Ka Jubata”

(Dayak Kanayant)

Apapun yang engkau bangun selama bertahun-tahun bisa jadi dihancurkan orang lain

dalam satu malam. Tapi bagaimana pun hancurnya oleh orang lain tetap bangunlah dan

berkarya karena ini bukan urusan engaku dan orang lain melainkan engkau dan Tuhan.

(Bob Sadino)

“Kalau takut jangan berani

-berani, kalau berani jangan takut-taku

t”

(Drs. Cornelis, M.H.)

“Tidak ada perjuangan yang sia

-

sia”

(Teresia Noberty)


(9)

(10)

(11)

viii

ABSTRAK

Noberty, Teresia. 2016. Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom di Harian Jawa Pos Edisi September-Desember 2015. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) apa sajakah wujud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 dan (2) apa sajakah maksud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan wujud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 dan (2) mendeskripsikan maksud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data pada penelitian ini adalah kalimat yang mengandung kata deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Sumber data penelitian ini adalah rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dengan menggunakan teknik catat. Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Penelitian ini juga menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data yang dipercayakan kepada Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. sebagai pakar pragmatik di Universitas Sanata Dharma.

Simpulan dari penelitian ini adalah: (1) wujud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 terdiri dari 2 wujud yakni deiksis eksofora dan deiksis endofora. Pada penelitian ini, peneliti menemukan deiksis eksofora muncul sebanyak 118 kali dan deiksis endofora muncul sebanyak 77 kali. (2) Maksud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 terdiri dari 5 maksud rujukan deiksis yakni maksud rujukan persona, maksud rujukan ruang, maksud rujukan waktu, maksud rujukan anafora dan maksud rujukan katafora.


(12)

ix

ABSTRACT

Noberty, Teresia. 2016. Deixis Phenomenon on Rubric Column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Literary Education Study Program, Department of Language Education and Art, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This study discusses the phenomenon of deixis in rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition. The problems in this research are: (1) what are the shape of the phenomenon of deixis in rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition and (2) what are the mean phenomenon of deixis in rubric column in rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition. The purpose of this study are: (1) describe the phenomenon of deixis form on the rubric column in rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition and (2) describe the phenomenon of deixis intent on section column in rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition.

This study was descriptive qualitative research. The data in this study is a sentence containing the word deixis rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition. The data source of this research is the rubric column in Jawa Pos Newspaper from September-December 2015 Edition. The data collection method used is the method consider using note technique. Data analysis method used is equivalent method using descriptive analysis techniques. This study also uses triangulation techniques to check the validity of the data entrusted to Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. as a pragmatic expert at Sanata Dharma University.

The conclusions of this study were: (1) the nature phenomenon of deixis in rubric Jawa Pos daily column in the September-December 2015 consist of two beings that deixis eksofora and deixis endofora. In this study, researchers found eksofora deixis appears much as 118 times and deixis endofora appeared a total of 77 times. (2) Mean the phenomenon of deixis in rubric Jawa Pos daily column in the September-December 2015 consists of five reference purposes deixis persona that references the intent, purpose spatial reference, time reference purpose, intent and purpose reference anaphora katafora referral.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom Harian Jawa Pos Edisi September-Desember 2015 dengan baik dan benar. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu dan meraih gelar sarjana pendidikan sesuai dengan kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar berkat bantuan, doa, dukungan, dan kerjasama dengan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah menddampingi dan mendukung penulis secara akademis saat menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang selalu setia memberikan dukungan, bimbingan, motivasi, semangat, dan kesabaran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat dikerjakan dnegan baik dan benar.

4. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku triangulator yang memvalidasi hasil analisis data dan memberikan masukan kepada penulis.

5. Seluruh dosen Program Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik, mengarahkan, dan menuntun penulis selama melaksanakan masa studi dan berproses untuk mendalami ilmu kependidikan bahasa sehingga dapat menerapkan pembelajaran di kehidupan nyata.

6. Robertus Marsidiq, selaku karyawan Sekertariat Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang dengan tekun dan sabar memberikan pelayanan


(14)

xi

kepada penulis dalam menyelesaikan administrasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Nonong dan Idanursanti, S.Pd., selaku kedua orang tua penulis yang telah membimbing, memberi doa, dukungan, semangat, dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Laorensius Julius dan Magdalena Noreta, selaku adik penulis yang memberikan tawa canda dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Richardus, ST., yang setia mendampingi, membimbing, medukung, memberi dukungan, doa, semangat dan motivasi kepada penulis dari mulai memilih program studi hingga menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman sepayung Elisabet Ani Ayu, Reni Damayanti, Yohacim Titto, dan Didi Setiadi yang telah berkerjasama dalam menyusun skripsi melalui proses suka dan duka sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik dan benar.

11. Sahabat-sahabat karib: Dewi, Icha, There, Sari, Loven, Oky, Erlita, Adi, Rion, dan Wanda.

12. Keluarga besar PBSI angkatan 2012 kelas C: Adi, Agatha, Alfi, Bibo, Citra, Dania, Darwis, Debby, Denok, Dewi, Didi, Elicha, Erlita, Eva, Filo, Ira, Ndori, Loven, Maria, Bella, Oky, Rion, Rosendi, Shinta, Sita, There, Setia, Wanda, dan Winda, yang telah menajdi keluarga selama hampir empat tahun. 13. Keluarga besar Lektor Santo Yohanes Pringwulung: Layung, Eva, Tata, Ajeng, Lusi, Nasia, Nindya, Daru, Ridha, Faras, Lady, Kenya, Koko, Adith, Jolin, Agus, Herman, Madith, Desi, Lena, Lito, Daniel, Galih, dan Markus. 14. Keluarga besar Unit Kegiatan Mahasiswa Kerohanian, Universitas Sanata

Dharma: Yopita, Della, Zara, Helen, Kiki, Christine, Bule, Katarina, Wati, Dias, Jakob, Cefin, Oscar, Bastian, Susi, Vicky, Luci, Rinda, Tasya, Vani, Ima, Jatrina, Anton, Nana, Euje, Ima, Maria, Shervy, dan Yuli.


(15)

(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Batasan Istilah ... 6

1.6 Sistematika Penyajian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Penelitian yang relevan ... 9

2.2 Kajian Teori ... 13

2.2.1 Pragmatik ... 13

2.2.2 Konteks ... 15

2.2.3 Fenomena Pragmatik ... 16


(17)

xiv

2.2.3.2 Tindak Tutur ... 16

2.2.3.3 Praanggapan... 17

2.2.3.4 Deiksis ... 17

2.2.4 Deiksis sebagai Fenomena Pragmatik ... 18

2.2.4.1 Deiksis Luar Tuturan (Eksofora) ... 20

2.2.4.1.1 Deiksis Persona ... 20

2.2.4.1.2 Deiksis Ruang ... 22

2.2.4.1.3 Deiksis Waktu ... 22

2.2.4.2 Deiksis Dalam Tuturan (Endofora) ... 23

2.2.4.2.1 Deiksis Anafora ... 23

2.2.4.2.2 Deiksis Katafora ... 23

2.2.5 Maksud dalam Pragmatik ... 24

2.2.6 Kolom ... 26

2.3 Kerangka Berpikir ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Data ... 30

3.2 Data dan Sumber Data ... 31

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 32

3.5 Triangulasi ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Deskripsi Data ... 36

4.2 Analisis Data ... 38

4.2.1 Wujud Deiksis pada Rubrik Kolom ... 38

4.2.1.1 Deiksis Eksofora ... 39

4.2.1.2 Deiksis Endofora ... 69

4.2.2 Maksud Deiksis pada Rubrik Kolom ... 90

4.2.2.1 Maksud Deiksis Rujukan Persona ... 91


(18)

xv

4.2.2.3 Maksud Deiksis Rujukan Waktu ... 98

4.2.2.4 Maksud Deiksis Rujukan Anafora ... 102

4.2.2.5 Maksud Deiksis Rujukan Katafora ... 108

4.3 Pembahasan ... 112

4.3.1 Deiksis Eksofora ... 115

4.3.1.1 Deiksis Persona ... 120

4.3.1.2 Deiksis Ruang ... 122

4.3.1.3 Deiksis Waktu ... 124

4.3.2 Deiksis Endofora ... 126

4.3.2.1 Deiksis Anafora ... 129

4.3.2.2 Deiksis Katafora ... 131

BAB V PENUTUP ... 134

5.1 Simpulan ... 134

5.2 Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 137

LAMPIRAN ... 139


(19)

xvi

DAFTAR TABEL


(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dipaparkan beberapa hal mengenai bagian pendahuluan antara lain 1) latar belakang, 2) rumusan masalah, 3) tujuan penelitian, 4) manfaat penelitian, 5) batasan istilah, dan 6) sistematika penyajian. Uraian secara lengkap bagian pendahuluan dipaparkan berikut ini.

1.1Latar Belakang

Sebuah kata yang dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu (Purwo, 1984:1). Dengan kata lain deiksis merupakan kata yang tidak memiliki rujukan yang tetap. Kata deiksis dapat diketahui rujukannya apabila mengetahui konteks tuturan. Konteks adalah latar belakang pengetahuan yang sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur untuk memahami maksud dari pembicaraan. Maksud pembicaraan merupakan apa yang akan disampaikan penutur dalam tuturannya kepada mitra tutur. Pada tuturan bahasa Indonesia terdapat kata deiksis baik secara lisan maupun tuliisan. Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian terdahulu yang meneliti deiksis dalam bahasa Indonesia. Salah satunya ialah penelitian yang dilakukan oleh guru besar linguistik di Universitas Atma Jaya Jakarta yakni Bambang Kaswanti Purwo untuk memperoleh gelar Doktor Linguistik di Universitas Indonesia pada tahun 1982 dengan Disertasi berjudul “Deiksis dalam Bahasa Indonesia”. Selain itu,


(21)

masih ada juga yang meneliti deiksis dalam Bahasa Indonesia melalui Skripsi dengan acuan teori utama dari Purwo.

Pada penelitian ini akan diteliti deiksis dalam Bahasa Indonesia dengan acuan teori utama yakni dari teori Purwo. Tuturan dalam bahasa Indonesia terdapat dua jenis yakni tuturan lisan dan tutruan tulisan. Tuturan lisan yakni tuturan yang berupa bahasa yang diucapkan menggunakan mulut dan memiliki bunyi. Tuturan lisan dapat ditemukan ketika seseorang berbicara di rumah, sekolah, tempat bekerja, televisi, radio, dan sebagainya. Sedangkan tuturan tulisan yakni tuturan yang berupa bahasa yang dituliskan atau dicetak menggunakan alat bantu tulis maupun cetak. Tuturan tulisan dapat ditemukan pada buku, tabloid, majalah surat kabar dan sebagainya.

Pada penelitian ini peneliti mengambil subjek yakni tuturan tulisan yang terdapat pada surat kabar. Surat kabar di Indonesia berdasarkan letak geografis terdiri dari dua jenis yakni surat kabar nasional yang tersebar dari Sabang sampai Marauke Indonesia dan surat kabar daerah yang hanya tersebar di wilayah tertentu saja. Surat kabar yang dipilih peneliti merupakan surat kabar nasional yakni surat kabar Jawa Pos. Surat kabar Jawa Pos dipilih peneliti karena merupakan surat kabar yang tersebar secara nasional, dapat dibaca oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Selain itu, surat kabar Jawa Pos dipilih karena belum ada yang pernah meneliti deiksis pada surat kabar Jawa Pos. Surat kabar merupakan suatu media massa cetak yang berisi berbagai rubrik yakni berita, feature, tajuk, pojok, surat pembaca, iklan, hiburan, dan kolom.


(22)

Bagian yang menjadi fokus penelitian ini yakni pada rubrik kolom. Kolom bersifat personal, sepenuhnya adalah pendapat dan opini penulis. Tanggung jawab penulisan kolom ada pada penulisnya (Nasir, 2010:203). Rubrik kolom dipilih untuk diteliti oleh peneliti karena ada ditemukan penggunaan deiksis pada bagian kolom di surat kabar Jawa Pos. Selain itu, karena kolom merupakan tulisan yang bersifat personal maka sesuai dengan pengertian deiksis yang merupakan kata yang tidak memiliki rujukan yang tetap, deiksis dapat diketahui rujukannya apabila mengetahui siapa penutur, saat, dan tempat dituturkannya kata itu. Secara tidak sadar seseorang pasti pernah menemukan kata deiksis pada saat membaca tulisan kolom tetapi tidak banyak orang ada yang menyadari hal tersebut meskipun sudah mengerti maksud dari tuturan secara lengkap tetapi ada yang tidak memperdulikan kata-kata deiksis yang memiliki rujukan pada sesuatu tertentu.

Deiksis dipelajari juga dalam pembelajaran bahasa Indonesia yakni sering dikenal dengan kata ganti persona untuk deiksis persona, kata penunjuk untuk deiksis ruang, dan kata keterangan waktu untuk deiksis waktu. Kenyataan pengajaran deiksis oleh guru-guru bahasa Indonesia di sekolah hanya memberikan pembelajaran mengenai teori kata ganti persona, kata penunjuk, dan kata keterangan waktu dengan menunjukkan wujud yang digunakan dan fungsi kegunaan masing-masing wujud, tetapi tidak memberikan penjelasan bahwa dari masing-masing wujud memiliki titik tolak yang tidak tetap atau tujuannya selalu berpindah-pindah bergantung dengan konteks sebuah tuturan. Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi guru bahasa Indonesia menunjukkan


(23)

kepada peserta didik bahwa suatu kata yang memiliki rujukan tidak semuanya memiliki rujukan yang tetap tetapi memiliki rujukan yang tidak tetap bergantung pada konteks suatu tuturan yang meliputi siapa pembicara, kepada siapa tuturan dituju dan dimana tuturan terjadi.

Untuk membuktikan bahwa teori deiksis purwo dapat diterapkan pada penelitian ini maka peneliti akan meneliti deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos agar peneliti dapat menemukan wujud deiksis dan memaparkan apa maksud rujukan dari wujud deiksis yang pada rubrik kolom di harian Jawa Pos. Berdasarkan pemaparan tersebut maka peneliti akan meneliti deiksis dengan judul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom di Harian Jawa Pos edisi

September-Desember 2015”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

a. Apa sajakah wujud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September - Desember 2015?

b. Apa sajakah maksud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September - Desember 2015?


(24)

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan wujud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September - Desember 2015.

b. Mendeskripsikan maksud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September - Desember 2015..

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yakni manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis. Secara teoretis, temuan penelitian berjudul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom di Harian Jawa Pos Edisi September-Desember 2015” ini bermanfaat untuk memperkaya pengembangan teori pragmatik di lingkup universitas, dapat memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan bahasa khususnya dalam bidang ilmu pragmatik di Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, berbagai landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini dapat menambah wawasan para pembaca tentang fenomena deiksis dan dapat membantu penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan fenomena deiksis.


(25)

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan ajar pada pembelajaran mata kuliah pragmatik bahasa Indonesia di Universitas khususnya mengenai fenomena pragmatik yakni deiksis. Selain itu, penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi masyarakat agar dapat mengetahui maksud rujukan deiksis yang digunakan oleh seseorang dalam berbicara sehari-hari kepada mitra tutur dan dapat menggunakan ungkapan deiksis dengan benar sesuai dengan rujukan yang dituju. Penggunaan deiksis yang baik dan benar sesuai dengan maksud rujukan yang dituju oleh penutur maka akan mengurangi kesalahan mitra tutur dalam mengartikan atau memaknai sebuah tuturan.

1.5Batasan Istilah

Pembahasan dalam penelitian ini tentunya mencakup beberapa hal saja, oleh karena itu penulis mencatumkan batasan istilah yang digunakan agar pembahasan tidak melebar terlalu jauh dan dapat dimengerti pembaca. Beberapa istilah yang perlu diberi batasan istilah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannnya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri Yule dalam Wahyuni (2006:3).


(26)

b. Konteks

Konteks tuturan adalah latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh mitra tutur atas apa yang dimaksud oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur Rahardi (2003:20).

c. Deiksis

Deiksis didefinisikan sebagai sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu Purwo (1983:1).

d. Maksud

Maksud sebagai sesuatu yang luar ujaran dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frasa, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri Chaer (1990:35).

e. Kolom

Kolom adalah opini singkat seseorang yang lebih banyak menekankan aspek pengamatan dan pemaknaan terhadap suatu persoalan atau keadaan yang terdapat dalam masyarakat. Kolom lebih banyak mencerminkan cap pribadi penulis. Sifatnya memadatkan memakna bandingkan dengan sifat artikel yang lebih banyak memapar melebar. Kolom ditulis secara inferensial. Artikel ditulis


(27)

secara referensial. Biasanya dalam tulisan kolom terdapat foto penulis penulis (Sumadiria, 2009:3).

1.6Sistematika Penyajian

Penulisan laporan penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II landasan teori berisi penelitian yang relevan, kajian teori, dan kerangka teori. Bab III adalah metodologi penelitian berisi jenis penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, dan metode dan teknik analisis data. Bab IV adalah hasil penelitian dan pembahasan. Bab V adalah penutup berisi simpulan dan saran.


(28)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan beberapa hal yakni 1) penelitian yang relevan, 2) kajian teori, dan 3) kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti yang lain. Kajian teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai pisau analisis dari penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, fenomena pragmatik, deiksis sebagai fenomena pragmatik, makna dan maksud, dan kolom. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori berdasarkan pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.

2.1 Penelitian yang Relevan

Fenomena deiksis pada bahasa Indonesia merupakan kajian ilmu pragmatik yang belum diteliti secara mendalam oleh peneliti bahasa Indonesia. Berdasarkan pengamatan peneliti, penelitian fenomena deiksis bahasa Indonesia di ranah jurnalistik jarang, bahkan penelitian mengenai deiksis di rubrik kolom belum ada yang meneliti. Pada penelitian ini ada beberapa penelitian yang relevan yakni penelitian dilakukan oleh Bambang Kaswanti Purwo (1984), Dwi Setiyaningsih (2012) dan Aditya Rahardani (2012).

Penelitian Bambang Kaswanti Purwo (1984) berjudul “Deiksis dalam Bahasa

Indonesia”. Penelitian ini merupakan usaha yang dilakukan Purwo untuk

mendalami dan memahami bahsa Indonesia dengan menuangkan dalam karya tulis yang terdiri dari tujuh bab. Kecondongan penelitian ini tidak ditujukan pada


(29)

usaha mengemabngkan teori deiksis dengan menggunakan bahan-bahan yang ada dalam bahasa Indonesia melainkan diarahkan pada pemergunaan teori deiksis sebagai alat untuk menyikapkan seluk-beluk bahasa Indonesia dengan dibandingkan dnegan bahasa-bahasa tak serumpun seperti bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Latin, Rusia dan bahasa-bahasa serumpun seperti bahasa Taggalog, Batak, Toba, Jawa, dan Aceh. Pada bab I diuraikan kaitan deiksis dengan leksem-leksem persona, ruang, dan waktu. Pada bab II diuraikan kata-kata yang berhubungan dengan persona, ruang, dan waktu perihal aspek semantis leksikal yakni deiksis luar-tuturan (eksofora). Pada bab III yang dibicarakan adalah deiksis dalam-tuturan (endofora) yakni membahas mengenai aspek sintaksis yaitu perihal koreferensi. Pencampuran antara deiksis luar-tuturan dan deiksis dalam-tuturan diuraikan dalam bab IV yang disebut dengan pembalikan deiksis. Aspek semantis situasional dari kata ganti persona dalam bahasa Indonesia yang belum dibahas dalam bab II karena dalam bab II dibicarakan terbatas pada aspek semantis leksikal saja maka pada bab V dipaparkan aspek semantis situasional dengan masalah kepekaan-konteks yang dapat dijumpai dalam struktur yang bermodus imperatif, adhortatif, dan dubitatif. Perihal pemetaan kronologis, struktur beku, dan struktur korelatif dibahas dalam bab VI sehubungan dengan kaitannya pada susunan beruntun. Beberapa masalah yang belum teruraikan dalam bab I-VI dikumpulkan menjadi satu pada bab VII karena mempunyai suatu kerangka kesatuan tersendiri. Apa yang terdapat dalam bab VII merupakan pemerian permasalahan yang tidak hanya disikapi dengan teori deiksis saja.


(30)

Penelitian Dwi Setiyaningsih (2012) berjudul “Deiksis Artikel Harian Suara Merdeka Sebagai Bahan Pembelajaran Menulis Narasi Nonfiksi Dan Skenario Pembelajarannya”. Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan bentuk-bentuk deiksis pada artikel wacana lokal harian suara Merdeka edisi April 2013 dan (2) mendeskripsikan skenario pembelajaran deiksis yang diintegrasikan ke dalam pembelajaran menulis narasi nonfiksi pada kelas X SMA. Berdasarkan tujuan penelitian Dwi Setiyaningsih menghasilkan kesimpulan. Beberapa Bentuk-bentuk deiksis yang dipakai dalam artikel wacana lokal harian Suara Merdeka edisi April 2013 terdiri dari: (1) deiksis persona berupa kata saya, kita, kami, mereka, dia, ia, dan –nya; (2) deiksis tempat berupa (provinsi) ini, (republik) ini, (kota) ini, dan (kota) itu; (3) deiksis waktu berupa lima tahun ke depan, beberapa waktu lalu, sekarang, kini, sepekan terakhir, sebelumnya, medio Juli, saat ini, selama ini, tahun ini, selama ini, belakangan ini, dan hari ini; (4) deiksis anafora berupa ini, itu, hal ini, hal itu, -nya, mereka, dan ia; dan (5) deiksis katafora berupa seperti, adalah, yaitu, meliputi, semisal yakni, artinya, terdiri atas, antara lain, dan misalnya. Pembelajaran deiksis yang diintegrasikan ke dalam pembelajaran menulis narasi nonfiksi dilakukan dengan mengombinasikan tiga metode pembelajaran, yaitu: metode ceramah, metode problem solving, dan penugasan.

Penelitian Aditya Rahardani (2012) berjudul “Deiksis Dalam Tajuk Rencana Harian Solopos Tahun 2011 dan Sumbanganya Terhadap Materi Pembelajaran Bahasa Indoneisa di SMK”. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam tajuk rencana harian SOLOPOS tahun


(31)

2011 (2) mendeskripsikan distribusi dalam tajuk rencana tajuk rencana harian SOLOPOS tahun 2011 (3) mendeskripsikan kecenderungan pemakaian deiksis dalam tajuk rencana harian SOLOPOS tahun 2011 (4) mendeskripsikan sumbangan terhadap materi pembelajaran Indonesia di SMK. Berdasarkan tujuan penelitian Aditya Rahardani menghasilkan kesimpulan. Bentuk-bentuk deiksis dalam tajuk rencana harian SOLOPOS tahun 2011 diklasifikasikan menjadi dua, yaitu deiksis eksofora yanitu meliputi deiksis persona yang digunakan, yaitu persona pertama jamak yang berupa kami dan kita, persona ketiga tunggal berupa dia dan –nya; dan persona ketiga jamak yang berupa mereka. Bentuk-bentuk deiksis ruang yang digunakan, yaitu pronominal demonstratif, bentuk terikat –nya, dan persona ketiga jamak berupa mereka.

Berdasarkan ketiga penelitian di atas, penelitian yang berjudul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom di Harian Jawa Pos Edisi September – Desember 2015” ini merupakan pembaruan dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian pertama dan kedua hanya mendeskripsikan wujud dari deiksis yan ditemukan pada artikel dan tajuk rencana di harian sedangkan penelitian kali ini tidak hanya mendeskripsikan wujud deiksis saja tetapi mendeskipsikan maksud dari wujud deiksis yang ditemukan dan mendeskripsikan bagaimana konteks dapat mempengaruhi maksud wujud deiksis. Pada penelitian pertama objek yang diteliti yakni artikel pada harian Suara Merdeka edisi April 2013 dan pada penelitian kedua objek yang diteliti yakni opini di harian SOLOPOS tahun 2011, sedangkan pada penelitian ini objek yang akan diteliti adalah rubrik kolom pada harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015, dari


(32)

pernyataan di atas belum ada yang meneliti mengenai fenomena deiksis pada rubrik kolom harian Jawa Pos. Oleh karena itu, peneliti ada meneliti itu dengan merumuskan judul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom di Harian Jawa Pos Edisi September – Desember 2015”.

2.2 Kajian Teori

Penelitian ini merupakan penelitian pragmatik yang mengkaji tulisan pada rubrik kolom di harian Jawa Pos. Terdapat beberapa teori yang digunakan untuk menjadi pisau analisis penelitian yang berjudul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom di Harian Jawa Pos Edisi September – Desember 2015” ini yaitu, pragmatik, konteks, fenomena pragmatik, deiksis sebagai fenomena pragmatik, jenis-jenis deiksis, konsep maksud, dan konsep kolom. Teori deiksis, maksud, dan konteks pada kajian teori ini digunakan sebagai acuan dasar untuk menganalisis data yang ditemukan pada rubrik kolom harian Jawa Pos. Paparan mengenai teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.

2.2.1 Pragmatik

Pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan konteks dan makna ilmu ini mempelajari bagaimana penyampaian makna tidak hanya tergantung pada pengetahuan linguistik dari pembicara dan pendengar, tetapi juga dari konteks penuturan, pengetahuan tentang status pihak yang terlibat dalam pembicaraan, maksud tersirat dari pembicara.

Levinson dalam Tarigan (1986:33) mengatakan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasikan atau disandikan dalam struktur suatu bahasa. Pragmatik adalah telaah mengenai segala


(33)

aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan. Secara kasar dapat dirumuskan: pragmatik = makna-kondisi kebenaran. Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi sutau catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.

Leech dalam Rahardi (2003:10) menyatakan bahwa fonologi, sintaksis, dan semantik merupakan bagian dari tata bahasa atau gramatika, sedangkan pragmatik pada hakikatnya merupakan bagian dari pemakaian atau penggunaan tata bahasa atau gramatika itu dalam aktivitas komunikasi yang sesungguhnya. Yule (2006:3) mendefinisikan pragmatik ke dalam empat ruang lingkup. Ruang lingkup tersebut yakni: pertama, pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Kedua, pragnatik adalah studi tentang makna kontekstual. Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripadda yang dituturkan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pragmatik, dapat diartikan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang secara khusus mengkaji makna tuturan antara penutur dan mitra tutur bedasarkan konteks tuturan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami maksud tuturan. Seorang mitra tutur harus memiliki pemahaman yang sama mengenai hal yang dibahas penutur agar mampu untuk menafsirkan makna yang dimaksud oleh penutur.


(34)

Selain itu mitra tutur hendaknya mengetahui situasi yang sedang terjadi ketika tuturan dilakukan.

2.2.2 Konteks

Konteks pada ilmu pragmatik memiliki peran yang sangat penting karena ilmu pragmatik merupakan kajian makna tuturan berdasarkan konteks tuturan. Konteks adalah pengetahuan yang melatarbelakangi tuturan yang sama dimiliki dan dipahami oleh penutur dan mitra tutur ssehungga mitra tutur mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan oleh penutur ketika melakukan tuturan. Konteks sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika melakukan komunikasi antara penutur dan mitra tutur.

Rahardi (2003:20) mengatakan bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh mitra tutur atas apa yang dimaksud oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur.

Tarigan (1986:35) mengatakan bahwa kata konteks dapat diartikan dengan berbagai cara, misalnya kita memasuki aspek-aspek yang sesuai atau relevan mengenai latar fisik dan sosial sesuatu ucapan. Konteks sebagai setiap latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh Pa (Pembicara) dan Pk (Penyimak) serta yang menunjang interpretasi PK terhadap apa yang dimaksud Pa dengan ucapan tertentu.


(35)

2.2.3 Fenomena Pragmatik

Ilmu pragmatik memiliki empat fenomena yaitu deiksis, implikatur, tindak tutur, praanggapan (Purwo, 1990:17). Keempat fenomena tersebut dipaparkan sebagai berikut.

2.2.3.1 Implikatur

Implikatur merupakan teori yang menjelaskan bagaimana seseorang mempergunakan suatu tuturan. Sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi atau pernyataan yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Istilah implikatur (implicature) digunakan oleh Grice untuk menjelaskan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan pleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur.

Levinson (1983:97) menyebutkan bahwa implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik. Salah satu alasan penting yang diberikannya adalah implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan. 2.2.3.2 Tindak Tutur

Austin (dalam Nadar 1962:98-99) menyebutkan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pada waktu seseorang menggunakan kata-kata kerja promise “berjanji”, apologize “minta maaf”, name “menanamkan”, pronounce “menyatakan” misalnya dalam tuturan I promise I will come on time (Saya berjanji akan datang tepat waktu), dan I apoloize for coming late (Saya minta maaf karena datang terlambat), dan I name this ship Elizabeth (Saya menamakan kapal ini Elizabeth) maka yang


(36)

bersangkutan tidak hanya mengucapkan tetapi juga melakukan tindakan berjanji, meminta maaf, dan menamakan. Tuturan-tuturan tersebut dinamakan tuturan performatif, sedangkan kata kerjanya juga disebut kata kerja performatif. Austin (dalam Tarigan 1986:109) membedakan tiga jenis tindak ujar yakni tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Tindak lokusi adalah melakukan tindakan untuk mengatakan sesuatu. Tindak ilokusi adalah melakukan sesuatu tindakan dalam mengatakan sesuatu. Tindakan perlokusi adalah melakukan tindakan dengan mengatakan sesuatu.

2.2.3.3 Praanggapan

Menurut Yule (2006:43) praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan yang memiliki presupposisi adalah penutur, bukan kalimat. Lubis (2011:65) menyebutkan bahwa praanggapan merupakan sesuatu yang dijadikan oleh si pembicara sebagai dasar pembicaraan.

Berdasarkan dua pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan merupakan anggapan penutur bahwa mitra tutur mengerti dengan apa yang dimaksudkan penutur dalam tuturan. Penutur berbicara seolah-olah yakin bahwa mitra tutur mengerti dengan apa yang penutur maksudkan.

2.2.3.4 Deiksis

Yule (2006:13) menyatakan bahwa deiksis adalah istilah teknis (dalam bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. deiksis berarti „penunjukan‟ melalui bahasa. Purwo (1983:1) Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos yang berarti “hal penunjukan secara langsung”. Sebuah


(37)

kata dikatakan bersifat deiktis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Deiksis terdiri dari deiksis luar atau tuturan eksofora dan deiksis dalam atau tuturan endofora.

2.2.4 Deiksis sebagai Fenomena Pragmatik

Deiksis merupakan salah satu fenomena pragmatik yang telah banyak dibicarakan oleh berbagai ahli, misalnya pada buku Pragmatik dan Penelitian Pragmatik Nadar (2009:54) menyebutkan bahwa Levinson (1983), Purwo (1983), Parker (1986), dan Mey (1993) merupakan ahli yang telah membicarakan mengenai deiksis. Deiksis di dalam bahasa Indonesia telah diteliti oleh yang bernama Bambang Kaswanti Purwo pada tahun 1983 sebagai disertasi miliknya.

Nadar (2009:54) menyatakan bahwa seorang penutur yang berbicara dengan lawan tuturnya seringkali menggunakan kata-kata yang menunjuk baik pada orang, waktu maupun tempat. Kata-kata yang lazim disebut dengan deiksis tersebut berfungsi menunjukkan sesuatu, sehingga keberhasilan suatu interaksi antara penutur dan lawan tutur sedikit banyak akan tergantung pada pemahaman deiksis yang dipergunakan oleh seorang penutur. Mey (dalam Nadar, 2009:55) memberikan contoh seorang tamu hotel di negara asing yang sedang berada di kamarnya. Tiba-tiba ada ketukan di pintu kamarnya, dan dia bertanya “Who is there?” (Siapa di sana?), serta dijawab dengan “it’s me” (Ini Saya). Bagi tamu hotel tersebut, kata Saya menunjukkan pada seseorang yang bagi tamu tersebut juga tidak jelas. Dengan demikian Saya adalah kata deiktis atau merupakan


(38)

deiksis, dan menunjukkan pada diri orang yang mengucapkannya. Kalau orangnya berubah, maka saya menunjuk pada orang yang berbeda pula.

Purwo (1983:1) mengatakan bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Demi pengertian penuh istilah deiksis itu, perlu diperhatikan bahwa unsur-unsur yang mengandung arti (biasanya lexsem tetepi juga yang menggantikannya secara pronominal, baik itu berupa bentuk bebas maupun bentuk yang terikat secara morfemis) dapat dibedakan antara referensial (misalnya kata rumah, meja) dan yang tidak referensial (misalnya kata walaupun, aduh). Kata yang tidak referensial tidak dipersoalkan tetapi kata yang referensial dapat juga dibagi menjadi deiksis dan tidak deiksis. Sebagian besar dari unsur yang mengandung arti itu adalah tidak deiksis, dan referennya tidak berpindah-pindah menurut siapa yang mengutarakan tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan.

Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos, yang berarti „hal penunjukkan secara langsung‟. Dalam logika istilah Inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktikan langsung (pada masa Aristoteles) sebagai lawan dari istilah untuk pembuktian tidak langsung The Compact Edition of Oxford English Dictionary dalam Purwo, 1984:2). Berbagai ahli bahasa misalnya Sturtevant (1947:135-136) dan Jespersen (1949:123-124) memakai istilah shifters. Istilah shifters dipakai pula untuk mencakup pengertian yang lebih luas, yaitu untuk menunjuk pada arti yang berganti-ganti menurut konteks misalnya umur empat puluh adalah muda untuk seorang presiden, tetapi tidak muda untuk


(39)

seorang mahasiswa. Purwo (1984) menemukan bahwa terdapat dua jenis deiksis dalam bahasa Indonesia yakni deiksis luar-tuturan (eksofora) dan deiksis dalam-tuturan (endofora).

2.2.4.1 Deiksis Luar-Tuturan (Eksofora)

Purwo (1984:19-20) menyebutkan perbedaan labuhan luar-tuturan dengan labuhan dalam tuturan adalah bidang permasalahannya. Pada pembicaraan eksofora adalah bidang semantik leksikal, meskipun bidang sintaksis tidak dapat dilepaskan sama sekali dari pembahasan bidang semantis leksikal ini. Deiksis luar tuturan (eksofora) memiliki tiga bagian penting yakni deiksis persona, deiksis ruang dan deiksis waktu. Leksem-leksem yang menjadi bahan pembicaraan dalam deiksis persona adalah bentuk-bentuk nominal dan pronominal, deiksis ruang yang menjadi bahan pembahasan adalah leksem verba dan adjektival, dan deiksis waktu leksem adverbial. Semua leksem persona merupakan leksem deikstis, sedangkan leksem ruang dan waktu ada yang tidak.

2.2.4.1.1 Deiksis Persona

Purwo (1984:19) menyatakan bahwa deiksis persona membicarakan mengenai bentuk-bentuk nomina dan pronomina. Nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian (Alwi, 2003:249). Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina (Kridalaksana, 1994:77).

Slametmuljana (1969:276) menyebut kata ganti persona itu memakai istilah kata ganti diri karena fungsinya yang menggantikan diri orang. Bahasa Indonesia mengenal kata ganti personal menjadi tiga yakni kata ganti persona


(40)

pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Ketiga kata ganti persona itu hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang hanya menyatakan orang. Kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang maupun benda termasuk juga binatang. Deiksis orang ditentukan menurut peran peserta dalam peristiwa bahasa. Peran peserta itu dibagi menjadi tiga. Pertama ialah orang pertama, yaitu kategori rujukan pembicaraan kepada dirinnya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kita, dan kami. Kedua ialah orang kedua, yaitu kategori rujukan pembicaraan kepada seseorang pendengar atau lebih yang hadir bersama prang pertama, misalnya kamu, kalian, saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka (Lyons dalam Djajasudarma, 1993:45). Kata ganti persona ketiga pada deiksis eksofora tidak ditemukan karena kata ganti orang ketiga memiliki rujukan di dalam tuturan dan hanya memiliki rujukan pada konstituen sebelah kiri atau kanan.

Purwo (1984) menjelaskan beberapa kata yang termasuk deiksis persona secara lebih rinci dalam bukunya yang bejudul Deiksis dalam bahasa Indonesia. Kata-kata tersebut meliputi: deiksis persona pertama (aku, saya, kita, dan kami) dan deiksis persona kedua (engkau, kamu, Anda, saudara, dan kalian). Deiksis persona pertama merupakan deiksis yang memiliki rujukan pada seseorang yang seddang melakukan tuturan atau penutur dan deiksis persona kedua merupakan deiksis yang memiliki rujukan pada seseorang yang diajak berbicara atau mitra tutur.


(41)

2.2.4.1.2 Deiksis Ruang

Deiksis ruang berhubungan dengan pemahaman mengenai lokasi atau tempat yang dipergunakan peserta pertuturan dalam situasi pertuturan. (Nadar, 2009:55-56) Tidak semua leksem ruang dapat dikatakan bersifat deiktis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbial atau verba. Dalam deiksis ruang terdapat leksem yang tidak deiktis dan ada leksem yang deiktis. Tetapi leksem yang tidak deiksis dapat menjadi deiktis apabila dirangkaikan dengan leksem persona. Purwo (1984) menjelaskan deiksis ruang dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni deiksis ruang yang berupa leksem demonstratif meliputi kata ini dan itu. Deiksis ruang yang berupa verba meliputi kata sini, sana, dan situ.

2.2.4.1.3 Deiksis Waktu

Fillmore (1971) menyebutkan bahwa ada dua pengertian tentang gerak yang dihubungkan dengan waktu yakni kita yang bergerak melewati waktu (dalam hal ini waktu dianggap sebagai hal yang diam), atau waktu yang bergerak menuju ke arah kita dan melewati kita. Seperti yang diungkapkan Purwo (1984) Fenomena ini juga dapat ditemukan dalam bahasa Indonesia. Purwo menjelaskan leksem yang termasuk ke dalam deiksis adalah sebagai berikut. Minggu (yang) lalu, (hari) Kamis (yang) lalu, bulan (yang) lalu, (bulan) April (yang) lalu, tahun 1951 (yag lalu), minggu ini, (hari) Kamis ini, bulan ini, (bulan) April ini, tahun ini, (tahun) 1983 ini, kemarin dulu, kemarin, sekarang, besok, lusa, dulu, tadi, nanti, kelak.


(42)

2.2.4.2 Deiksis Dalam-Tuturan (Endofora)

Deiksis dalam-tuturan (endofora) menyoroti mengenai masalah sintaksis. Purwo (1984:103) menyebutkan salah satu akibat dari penyusunan konstituen-konstituen bahasa secara linear adalah kemungkinan adanya konstituen-konstituen tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya disebut ulang pada penyebutan selanjutnya, entah itu dengan bentuk pronominal entah tidak. Kedua konstituen itu karena kesamaannya lazim dikatakan sebagai dua konstituen yang berkorelasi. Kekorelasian semacam ini, dan yang pronomina, biasa disebut anafora. Pada bentuk anafora, suatu leksem mengacu pada konstituen di sebelah kanannya disebut katafora. Hal yang diacu tersebut, baik di sebelah kiri maupun sebelah kanan dinamakan titik tolak. Titik tolak bisa berupa kata, frasa atau kalimat atau wacana, berupa unsur dalam bahasa. Purwo dalam bukunya yang berjudul Deiksis dalam bahasa Indonesia membagi menjadi dua hal penting dalam deiksis dalam-tuturan (endofora) yakni penggunaan istilah anafora dan katafora. Anafora mengacu pada konstituen di sebelah kiri, dan katafora mengacu konstituen di sebelah kanan.

Di antara bentuk-bentuk persona, hanya personal ketiga yang dapat menjadi pemarkah anafora dan katafora. Deiksis persona ketiga meliputi ia, dia, beliau, mereka, -nya deiksis Ruang kata ini, itu, begini, begitu yang tidak merujuk pada lokasi tertentu tetepi merujuk pada konstituen kanan atau kiri juga termasuk dalam deiksis endofora (Purwo, 1984:105-110).


(43)

Contoh :

Heli hitam itu bertulisan identitasnya: Trump.

Tuturan di atas memiliki ungkapan deiksis endofora (katafora persona) yakni –nya. nya pada kalimat tersebut merujuk pada Trump yang disebutkan setelah kata –nya yakni pada akhir kalimat.

Kalau saja Trump bisa membuktikan bahwa dia bukan anak orang utan, saya akan membayar 5 juta dollar” ujarnya dalam sebuah komedi televisi.

Tuturan di atas memiliki ungkapan deiksis endofora (anafora persona) yakni dia. Dia pada kalimat tersebut merujuk pada Trump. Trump pada kalimat tersebut sudah disebutkan pada awal sebelum muncul kata dia.

2.2.5 Maksud dalam Pragmatik

Makna dalam ilmu bahasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni makna pada semantik dan makna pada pragmatik. Makna pada semantik menunjuk kepada makna linguistik (linguistic meaning) atau makna semantik (semantic meaning/sense). Makna yang demikian bersifat lepas konteks (context independent) dan sering disebut makna diadik (diadic meaning). Makna pada semantik mengkaji hubungan antara kata-kata. Sedangkan makna pragmatik disebut juga dengan makna penutur, makna yang bersifat terikat konteks dan makna yang bersifat triadik. Makna yang lebih bergantungan pada konteks dan tujuan komunikatif pembicara.


(44)

Semantik juga mempelajari makna, yaitu makna kata dan makna kalimat, sedangkan pragmatik mempelajari maksud ujaran, yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan. Semantik bertanya “Apa makna X?” maka pragmatik bertanya “Apa yang Anda maksudkan dengan X?”. Makna di dalam pragmatik ditentukan oleh konteks yakni siapa yang berbicara, kepada siapa, di mana, bilamana, bagaimana, dan apa fungsi ujaran itu.

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksdukan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah sstudi tentang maksud penutur (Yule, 2006:3).

Makna adalah gejala dalam ujaran, sedangkan informasi adalah gejala luar ujaran. Selain informasi sebagai sesuatu yang luar ujaran ada lagi sesuatu yang lain yang juga luar-ujaran yaitu yang disebut maksud. Informasi dan Maksud sama-sama sesuatu yang luar ujaran. Informasi merupakan sesuatu yang luar ujaran dilihat dari segi objeknya atau yang dibicarakan sedangkan maksud dilihat dari segi si pengujar, orang yang dibicarakan, atau pihak subjeknya (Abdul Chaer, 2013:35).

Dari beberapa pandangan di atas dapat peneliti sampaikan bahwa pada penelitian ini merupakan penelitian pragmatik yang menafsirkan maksud yang disampaikan oleh penutur berdasarkan konteks tuturan dan maksud ditafsirkan oleh peneliti. Maksud dalam pragmatik merupakan penafsiran yang dimiliki oleh


(45)

mitra tutur mengenai isi dari tuturan penutur. Maksud dapat dijelaskan sebagai pesan yang ingin penutur sampaikan kepada mitra tutur. Pesan ini sebaiknya dapat tersampaikan dengan baik dan benar agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika dilakukan pertuturan, dan agar mitra tutur dapat mengerti dan memahami tuturan penutur. Ketika melakukan tuturan penutur memiliki tujuan tertentu yang ingin disamapikan melalui suatu tuturan. Ilmu pragmatik mengkaji maksud yang terdapat di dalam tuturan, maka maksud dalam ilmu pragmatik sangat penting dan menjadi hal utama atau menjadi titik fokus.

2.2.6 Kolom

Kolom adalah opini singkat seseorang yang lebih banyak menekankan aspek pengamatan dan pemaknaan terhadap suatu persoalan atau keadaan yang terdapat dalam masyarakat. Kolom lebih banyak mencerminkan cap pribadi penulis. Sifatnya memadatkan memakna bandingkan dengan sifat artikel yang lebih banyak memapar melebar. Kolom ditulis secara inferensial. Artikel ditulis secara referensial. Biasanya dalam tulisan kolom terdapat foto penulis penulis (Sumadiria, 2009:5). Sejalan dengan pendapat Sumadiria, Romli (2009:89) menyatakan bahwa kolom (column) adalah sebuah rubrik khusus di media massa cetak yang berisi karangan atau tulisan pendek, yang berisi pendapat subjektif penulisnya tentang suatu masalah. Rubrik khusus ini umumnya bernama asli „kolom‟, namun tidak semua harian menyebutkan artikel khusus itu dengan nama „kolom‟ misalnya pada harian Republika „Resonansi dan Refleksi‟, pada harian Kompas „Asal Usul‟ dan sebagainya.


(46)

Artikel kolom selalu lebih padat, singkat, dan lebih pendek daripada artikel opini. Bahasa yang digunakan dalam artikel kolom cenderung bersifat lentur. Bahkan, adakalanya pula kosakata daerah banyak juga dimasukkan dala artikel kolom untuk menandai dimensi kelenturan itu. Tujuan artikel itu adalah untuk menyentil pemerintah, justru daya sentil itu menjadi semakin tajam dalam kelenturan bahasa yang digunakan itu. Sebuah artikel kolom merupakan peluapan reflektif gagasan pribadi seorang ahli atau pakar, atau yang sering juga disebut juga sebagai pandit terhadap permasalahan atau persoalan tertentu, tanpa harus menunjuk referensi yang dimiliki oleh orang lain sebagai pakar. Hal lain juga harus diperhatikan di dalam rangka penulisan artikel kolom adalah artikel kolom tersebut bersifat khas pribadi penulisnya, dan kekhasan pribadi itu, baik di dalam pengertian sosok maupun genre tulisannya, akan mematrikan dirinya sebagai penulis kolom atau sosok kolumnis yang membedakannya dengan penulis lain (Rahardi, 2012:68-78).

Jadi dapat diartikan bahwa kolom merupakan tulisan yang terdapat pada harian yang berisi pendapat, ide, kritikan, saran penulis terhadap suatu permasalahan yang sedang terjadi di suatu negara. Penulis kolom menulis di rubrik kolom menurut pendapatnya secara pribadi tanpa menggunakan lembaga maupun instansi yang menjadi tempat bernaungnya penulis dan menggunakan penalaran serta pemikiran kritis yang dimiliki penulis. Pada hal ini sebaiknya penulis kolom memiliki ilmu yang tinggi dan ahli dalam persoalan yang sedang dibahas.


(47)

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan rincian teori di atas, peneliti menyusun kerangka berpikir agar memudahkan dalam menganalisis rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini. Penelitian ini meneliti mengenai fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Ilmu pragmatik memiliki empat fenomena yakni deiksis, implikatur, tindak tutur, dan praanggapan. Batasan pada penelitian ini merupakan pada fenomena deiksis. Penelitian ini menemukan wujud dan maksud fenomena deiksis pada rubrik kolom harian Jawa Pos Maksud yang ditemukan pada wujud deiksis dianalisis berdasarkan konteks. Konteks pada penelitian ini berperan sangat penting karena berupa penelitian ilmu pragmtaik. Ilmu pragmatik adalah ilmu yang mengkaji maksud dari tuturan dengan berdasarkan konteks tuturan itu. Untuk memperjelas penjelasan kerangka berpikir tersebut maka peneliti menggambarkan bagan kerangka berpikir sebagai berikut.


(48)

Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom

di Harian Jawa Pos Edisi September

Desember 2015

Ilmu Pragmatik

Deiksis

Maksud

Konteks

Rubrik kolom di harian Jawa

Pos

Hasil Analisis Data


(49)

30 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab III ini terdiri dari empat subbab yaitu 1) jenis penelitian, 2) data dan sumber data, 3) metode pengumpulan data, dan 4) metode analisis data. Keempat hal tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif. Penelitian ini berusaha menggambarkan tentang variabel, gejala atau keadaan secara apa adanya. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan menguji hipotesis tertentu tetapi mendeskripsikan peristwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa itu. Penelitian kualitatif adalah pendekatan yang penting untuk memahami suatu fenomena sosial dan perspektif individu yang diteliti. Tujuan pokoknya adalah menggambarkan, mempelajari, dan menjelaskan fenomena itu. Pemahaman fenomena ini dapat diperoleh dengan cara mendeskripsikan dan mengeksplorasikannya dalam sebuah narasi. Dengan cara tersebut peneliti harus dapat memperlihatkan hubungan antara peristiwa dan makna peristiwa (Syamsuddin dan Damaianti, 2007:74). Penelitian ini adalah termasuk penelitian deskriptif karena bertujuan mendeskripsikan wujud dan maksud fenomena deiksis pada rubrik kolom harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015.


(50)

3.2 Data dan Sumber Data

Data adalah hasil pencatatan peneliti tentang objek penelitian (Soewandi, 2007:16). Hasil pencatatan itu dapat berupa kata maupun angka. Data dalam penelitian ini adalah kalimat yang mengandung ungkapan deiksis yang terdapat dalam rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Arikunto (2002:107) memaparkan bahwa sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Sumber data dari penelitian ini adalah rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 sebagai sumber tertulis.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode simak. Sudaryato (2015:203) menyebutkan metode simak atau penyimakan karena memang berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Praktik metode simak yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk menyimak penggunaan bahasa secara tertulis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 dalam menemukan kalimat yang mengandung kata deiksis. Metode simak ini memiliki dua teknik berdasarkan pemakaiannya yakni teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang digunakan peneliti adalah teknik dasar sadap. Teknik sadap digunakan dalam metode simak diwujudkan dengan penyadapan. Si peneliti untuk mendapatkan data, pertama-tama dengan segenap kecerdikan dan kemauannya harus menyadap pembicaraan seseorang atau beberapa orang yang terdapat dalam


(51)

tuturan yang berupa kalimat pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Artinya dalam penelitian ini peneliti berupaya untuk mendapatkan data dengan penyadapan yakni menyadap penggunaan bahasa yang terdapat pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015.

Pada penelitian ini teknik sadap diikuti dengan teknik lanjutan yakni berupa teknik catat. Data penelitian ini berupa tulisan yang terdapat pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015, penutur adalah penulis kolom. Peneliti hanya berperan sebagai pembaca yang dapat diartikan sebagai mitra tutur. Selain itu peneliti juga menggunakan teknik catat yakni mencatat data-data kalimat yang mengandung kata deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 dalam tabel tabulasi yang telah disediakan berdasarkan klasifikasi tertentu.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode padan. Sudaryanto (2015:16) mengemukakan bahwa metode padan digunakan karena bahasa yang diteliti memang sudah memiliki hubungan dengan hal-hal di luar bahasa yang bersangkutan bagaimana sifat hubungan itu. Adapun khusus mengenai penyebutan masing-masing sub-jenis metode padan itu adalah sebagai berikut: referensial, fonetis, artikulatoris, translasional, ortografis, dan pragmatis. Penelitian ini menggunakan metode padan pragmatis yakni alat penentunya adalah mitra wacara. Artinya, maksud dari sutau tuturan tergantung dari penafsiran mitra tutur itu sendiri. Ini artinya bahwa situasi pada saat tuturan


(52)

terjadi sangatlah menentukan maksud tuturan. Pada penelitian ini peran peneliti adalah sebagai mitra tutur dari penulis rubrik kolom harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 yang berperan sebagai penutur. Maka dari itu maksud dari ungkapan deiksis pada rubrik kolom harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 ditafsirkan menurut pengetahuan peneliti berdasarkan konteks tuturan.

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Analisis deskriptif, yaitu analisis dengan merinci dan menjelaskna secara panjang lebar keterkaitan data penelitian dalam bentuk kalimat. Data tersebut biasanya tercantum dalam bentuk tabel dan analisis didasarkan pada data tabel tersebut (Nurastuti, 2007:130). Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif karena peneliti menjabarkan hasil pengumpulan data ke dalam kalimat yang lebih rinci dan dengan penjelasan penting yang panjang lebar juga secara detail. Berikut adalah langkah dalam menganalis data-data penelitian.

1) Peneliti membaca rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015.

2) Peneliti mengetik data-data yang mengandung ungkapan deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 di dalam sebuah tabel tabulasi data.

3) Peneliti menjelaskan konteks tuturan data ungkapan deiksis yang terdapat pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015.


(53)

4) Peneliti menentukan maksud rujukan deiksis berdasarkan konteks tuturan yang terdapat pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015.

5) Setelah semua data terisi lengkap pada tabel tabulasi, peneliti memberikan tabulasi data kepada triangulator untuk diuji keabsahannya.

6) Peneliti mengambil beberapa sampel dari wujud deiksis dan maksud rujukan deiksis yang telah disetujui triangulator untuk dijabarkan pada bab IV pembahasan.

3.5 Triangulasi

Penelitian fenomena deiksis pada rubrik kolom di Harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian. Menurut Lexy J. Moleong (1989:195) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau pembandingan terhadap data.

Pada penelitian yang berjudul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom di Harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015” ini peneliti menggunakan triangulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekan terhadap validitas dan keterpercayaan hasil temuan. Triangulasi dalam penelitian ini memanfaatkan pengamatan pakar atau ahli kebahasaan agar membantu mengurangi kesalahan dalam pengumpulan data. Dalam penelitian ini triangulator yang berperan untuk


(54)

melakukan pengecekan terhadap pengumpulan data ialah Prof. Dr. Pranowo. M.Pd.


(55)

36 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dipaparkan tiga hal, yakni 1) deskripsi data, 2) hasil analisis data, dan 3) pembahasan. Ketiga hal tersebut akan dibahasa satu per satu dalam subbab yang ada di bawah ini.

4.1 Deskripsi Data

Data yang disajikan dalam penelitian ini adalah data tertulis. Sumber data penelitian ini adalah rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Sumber data pada penelitian ini berjumbah sebanyak 32 kolom. Harian Jawa Pos terbit setiap hari Senin-Minggu tetapi rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 tidak muncul setiap hari tetapi muncul pada hari-hari tertentu saja. Rubrik kolom bisanya terdapat pada halaman pertama dan dilanjutkan di halaman sebelas di harian Jawa Pos. Penulis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 merupakan seorang tokoh di Indonesia yang mengemukakan pendapat pribadi tanpa menggunakan embel-embel organisasi maupun instansi tertentu tetapi memiliki pengetahuan yang luas dan ahli dalam permasalahan yang sedang dibahas. Pendapat pada rubrik kolom di harian Jawa Pos yang dikemukakan penulis kolom merupakan pemikiran, ide, maupun gagasan secara personal dari diri penulis.

Penelitian pada data yang ditemukan ini dianalisis menggunakan teori deiksis yang dikemukanan oleh Bambang Kaswanti Purwo untuk menentukan jenis yang terdapat pada data yang ditemukan. Maksud pada penelitian ini ditafsirkan oleh


(56)

peneliti sendiri. Hal ini sejalan dengan teori maksud yang dipaparkan pada kajian teori yang menyatakan bahwa maksud pada penelitian pragmatik ditafsirkan oleh peneliti sebagai mitra tutur berdasarkan konteks tuturan.

Pada penelitian ini ditemukan dua jenis deiksis yakni (1) deiksis eksofora dan (2) deiksis endofora. Deiksis eksofora merupakan deiksis luar-tuturan artinya ungkapan deiksis yang terdapat dalam tuturan merujuk pada hal yang diluar dari tuturan tersebut, deiksis eksofora terdapat tiga hal yakni (1) deiksis persona, (2) deiksis ruang, dan (3) deiksis waktu. Deiksis endofora merupakan deiksis dalam tuturan artinya ungkapan deiksis yang terdapat dalam tuturan merujuk pada hal yang terdapat dalam tuturan tersebut. Deiksis endofora terdapat dua hal yakni (1) deiksis anafora dan (2) deiksis katafora. Berikut disajikan data-data yang akan dianalisis dan dibahas pada penelitian ini.

Tabel 1

Jumlah Data Deiksis Berdasarkan Jenis-jenis Deiksis

No Wujud Deiksis Jumlah Data

1. Deiksis Persona 63

2. Deiksis Ruang 23

3. Deiksis Waktu 32

4. Deiksis Anafora 72

5. Deiksis Katafora 5

Berdasarkan tabel 1 jumlah data penemuan deikisis eksofora pada penelitian ini ditemukan berjumlah 118 terdiri dari 63 deiksis persona, 23 deiksis ruang, dan


(57)

32 deiksis waktu. Deiksis endofora pada penelitian ini ditemukan berjumlah 77 terdiri dari 72 deiksis anafora dan 5 deiksis katafora. Data-data tersebut dapat disimak pada halaman lampiran skripsi yang berjudul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom Harian Jawa Pos Edisi September-Desember 2015”.

4.2 Analisis Data

Pada subbab ini peneliti akan memaparkan mengenai hasil temuan atau analisis data berdasarkan jumlah penemuan deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos. Analisis data dilakukan untuk menjawab dua rumusan masalah penelitian yakni 1) wujud fenomena deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 dan 2) maksud deiksis pada rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa data sebagai sampel yang dapat mewakili hasil peneuan data oleh peneliti.

4.2.1 Wujud Deiksis pada Rubrik Kolom

Data yang pertama akan dijelaskan oleh peneliti adalah mengenai wujud deiksis yang ditemukan pada rubrik kolom di harian Jawa Pos. Pada data ini, terdapat penutur dan mitra tutur. Penutur dalam data ini adalah penulis kolom dan mitra tutur dalam data ini adalah pembaca kolom. Data yang diperoleh dianalisis mengenai teori jenis-jenis deiksis oleh Purwo sebagai dasar pemikiran analisis penelitian ini. Purwo mengemukakan jenis deiksis terbagi menjadi dua bagian yakni 1) deiksis eksofora dan 2) deiksis endofora. Deiksis eksofora adalah deiksis yang memeliki rujukan pada sesuatu yang berada di luar tuturan. Deiksis endofora adalah deiksis yang memiliki rujukan pada struktur yang ada dalam tuturan.


(58)

Kedua hal tersebut masih dapat terbagi dalam beberapa bagian. Deiksis eksofora terbagi menjadi tiga hal yakni (1) deiksis persona, (2) deiksis ruang, dan (3) deiksis waktu. Deiksis endofora terbagi menjadi dua hal yakni (1) deiksis anafora, dan (2) deiksis eksofora. Deiksis eksofora dan deiksis endofora digunakan peneliti dalam menganalisis data. Hasil data yang dianalisis dengan dua jenis deiksis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

4.2.1.1 Deiksis Eksofora

Deiksis luar-tuturan atau eksofora merupakan ungkapan deiksis yang rujukannya berada di luar tuturan. Ungkapan deiksis pada deiksis eksofora ini merujuk sesuatu yang tidak dibicarakan dalam tuturan tertapi sesuatu yang berada di luar tuturan. Untuk mengetahui maksud rujukan pada ungkapan deiksis eksofora ini yakni tergantung pada konteks tuturan.

4.2.1.1.1 Deiksis Persona

Deiksis persona merupakan kata ganti orang yang terlibat dalam suatu tuturan. Dalam bahasa Indonesia dikenal berberapa kata ganti orang. Pada penelitian ini deiksis persona terdiri dari dua bagian yakni (1) deiksis persona pertama, dan (2) deiksis persona kedua. Deiksis persona ketiga merupakan deiksis endofora karena memiliki rujukan di dalam tuturan dan terdapat pada kontituen sebelah kiri atau kanan maka tidak dipaparkan pada subbab eksofora.

1) Deiksis Persona Pertama

Deiksis persona pertama yaitu deiksis yang memiliki rujukan pada diri seseorang yang sedang melakukan pembicaraan atau seorang penutur. Pada deiksis persona pertama tunggal ini ada beberapa ungkapan deiksis yang


(59)

ditemukan yakni aku dan saya. Ungkapan deiksis aku adalah sebagai bentuk bebas juga memiliki bentuk terikat yaitu –ku, dan ku. Dalam bahasa Indonesia ungkapan deiksis aku digunakan untuk merujuk pada penutur dalam ranah informal misalnya di antara dua peserta tindak tutur yang saling mengenal atau memiliki hubungan yang sudah akrab. Ungkapan saya digunakan dalam ranah formal misalnya dalam suatu ceramah, kuliah, atau antara dua peserta tindak tutur yang belum mengenal tetapi juga dapat digunakan dalam ranah informal. Kata aku dan saya dapat berfungsi yang sama. Deiksis persona pertama juga memiliki bentuk jamak yakni ungkapan deiksis kita dan kami. Kata kita untuk menyatakan diri pertama jamak dan orang yang diajak bicara termasuk di dalamnya dana digunakan oleh siapa dan situasi apa pun. Kata kami untuk menyatakan diri pertama jamak dan orang yang diajak berbicara tidak termasuk serta dapat digunakan.

a. Aku, -ku, dan ku-

Kata aku digunakan untuk menggantikan diri si pembicara dan dapat digunakan kepada teman yang sudah akrab, orang yang lebih muda, orang yang lebih rendah status atau kedudukan sosialnya, dan dalam situasi informal (Chaer, 2011:92). Berdasarkan data yang diperoleh, frekuensi penggunaan kata aku, -ku, dan ku tidak ada digunakan karena pada subjek yang menjadi penelitian yakni rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi September-Desember 2015 merupakan ranah formal yang harus menggunakan bahasa yang baik dan benar dan secara tata bahasa baku formal.


(60)

b. Saya

Kata saya digunakan untuk menggantikan diri si pembicara dan dapat digunakan oleh siapa saja terhadap siapa saja dan biasanya digunakan pada situasi formal (Chaer, 2011:92). Perhatikan contoh di bawah ini yang menunjukkan deiksis persona pertama saya.

(1) Yang saya maksud dengan “membaca” adalah praktik mempelajari sesuatu dengan lengkap, utuh, tidak sepotong-potong.

(Konteks tuturan : Tuturan ini dikemukakan oleh Zen R.S penulis kolom di harian Jawa Pos edisi Selasa 01-09-2015. Tuturan ini berkaitan dengan orang-orang yang sering berkomentar dengan sembarangan tanpa fakta yang terpercaya melalui internet. Zen R.S mengemukakan pemahaman mengenai cara membaca dengan baik dan benar.)

(2) Bagi saya, para inlander adalah mereka yang mudah terpukau oleh orang kaya saat berada di luar negeri, diundang untuk ketemu oleh orang kaya di negara tersebut dan langsung mau begitu saja sampai lupa dengan jabatannya.

(Konteks tuturan : Tuturan ini dikemukakan oleh Rhenal Kasali penulis komo di harian Jawa Pos edisi Sabtu 26-09-2015.Tuturan tersebut berkaitan dengan kata inlander yang diberikan oleh Belanda kepada Indonesia sebagai ejekan. Inlander adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan bangsa yang dijajah secara fisik dan seccara mental. Orang yang terjajah secara mental diindikasikan dnegan orang yang mau bekerja jika diperintah, mudah diadu domba dan mengadu, pendendam, tidak percaya diri dan lainnya.)

Tuturan pada data (1) dan (2) merupakan kalimat dari rubrik kolom di harian Jawa Pos. Pada tuturan di atas merupakan deiksis persona karena kalimat mengandung kata deiksis persona pertama yakni saya. Kata saya merupakan kata deiksis persona pertama yang berfungsi untuk menggantikan kata ganti orang pertama yakni orang yang sedang melakukan pembicaraan. Berdasarkan kedua contoh di atas dapat dibuktikan bahwa deiksis persona pertama saya tidak memiliki rujukan yang tetap. Rujukan saya dapat merujuk berpindah-pindah dengan tergantung pada konteks tuturan dan siapa yang sedang berbicara.


(61)

Meskipun memiliki kata deiksis yang sama yakni kata saya tetapi kedua data (1) dan (2) memiliki rujukan yang berbeda-beda.

Pada tuturan (1) pembicara adalah penulis rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi Selasa, 01-09-2015 yakni Zen R.S. Zen R.S mengungkapkan mengenai tentang banyaknya informasi yang disebarkan melalui media internet dan belum bisa dibuktikan kebenarannya tetapi dengan mudahnya dipercaya oleh pengguna media internet bahkan sampai membagikan kepada pengguna internet lainnya melalui media sosial di internet. Informasi di internet sangat mudah untuk didapatkan dengan bermodal kouta internet dan handphone canggih yang bisa digunakan untuk mengakses internet. Jika dibandingkan dengan membaca buku yang memuat informasi yang dipercaya dan dapat dibuktikan memerlukan banyak waktu, pergi mencari buku dan membaca memegang buku.

Pada tuturan (2) pembicara adalah Rhenald Kasali penulis kolom di rubrik kolom harian Jawa Pos edisi Sabtu, 26-09-2015. Rhenald Kasali berpendapat mengenai sifat inlander yang diberikan kepada rakyat Indonesia karena telah di jajah oleh negara Belanda selama 350. Rakyat Indonesia dikenal memiliki sifat yang sulit bekerja apabila diperintah, mudah diadu domba dan mengadu domba. Rhenald Kasali juga memberikan contoh orang yang memiliki sikap inlander seperti anggota DPR Indonesia yang menghadiri kampanye kandidat calon presiden Amerika Serikat yakni Trump dengan mewakili rakyat Indonesia dan menggunakan uang negara untuk pergi ke luar negeri.


(62)

c. Kita

Kata kita digunakan untuk menyatakan orang pertama jamak yang diajak berbicara termasuk di dalamnya dan dapat digunakan oleh siapa saja dan kepada siapa saja dalam situasi apa saja. (Chaer, 2011:94). Perhatikan contoh di bawah ini yang menunjukkan deiksis persona pertama kita.

(3) Di Jakarta saja, kita sudah saksikan tiang-tiang monorel yang bernasib serupa.

(Konteks tuturan : Tuturan ini dikemukakan oleh Rhenald Kasali penulis kolom di harian Jawa Pos edisi Jumat 11-09-2015 kepada pembaca kolom. Tuturan ini berkaitan dengan proyek monorel oleh Basuki Tjahaja Purnama membatalkan proyek monorel karena kontraktor tidak bisa memenuhi kewajian yang dituntuk oleh pemerintah. Salah satu syarat dari pemerintah adalah kontraktor harus memenuhi kecukupan modal dan harus ada perjanjian bahwa jika proyek berhenti sebelum selesai maka semua aset yang sudah berdiri akan menjjadi pemerintah DKI.)

(4) Teknologi penemuan ahli kita kurang memiliki kesempatan untuk diterapkan.

(Konteks tuturan : Tuturan inni dikemukakan oleh Dahlan Iskan penulis kolom di harian Jawa Pos edisi kamis 05-11-2015 kepada pembaca kolom khususnya masyarakat Indonesia. Tuturan ini berkaitan dengan kesempatan yang kurang diberikan kepada ahli penemu teknologi dari Indonesia digunakan di Indonesia sehingga dapat menemukan kekurangan dan memperbaiki dan menyempurnakan.)

Tuturan pada data (3) dan data (4) merupakan tuturan yang berupa kalimat yang mengandung kata deiksis persona pertama jamak yakni kata kita. Kata kita merupakan kata deiksis persona pertama jamak yang berfungsi untuk menggantikan orang yang berbicara dan orang yang terlibat dalam proses tuturan yakni penutur dan mitra tutur. Penutur dalam tuturan di atas adalah penulis kolom di harian Jawa Pos. Mitra tutur dalam tuturan di atas adalam pembaca rubrik kolom harian Jawa Pos. Berdasarkan contoh pada data (3) dan (4) dapat dibuktikan bahwa kata kita tidak memiliki rujukan yang tetap. Rujukan kata kita


(63)

berpindah-pindah berdasarkan konteks tuturan dan siapa penutur dan mitra tutur. Meskipun memiliki kata deiksis yang sama yakni kata kita tetapi kedua data (3) dan (4) memiliki rujukan yang berbeda-beda.

Tuturan pada data (3) merupakan pendapat Rhenald Kasali yang dimuat di rubrik kolom di harian Jawa Pos edisi Jumat, 11-09-2015 mengenai tanggapan tentang proyek yang ada di Indonesia masih perlu dibenahi dan perlu aturan-aturan tertentu agar mampu untuk menyelesaikan proyek dengan tepat waktu dan memiliki kualitas yang baik juga tahan lama. Rhenald Kasali mencoba memberikan contoh kepada pembaca kolom mengenai proyek yang setengah jadi di ibu kota Jakarta yakni monorel belum bisa diselesaikan hingga tahun 2015 karena kontraktor belum mampu memenuhi dana yang diperlukan.Bagi kontraktor harus mampu memperhitungkan prediksi keuangan yang diperlukan dalam membangun proyek dan memiliki cadangan dana ketika sewaktu-waktu diperlukan dana lebih.

Tuturan pada data (4) merupakan tuturan dari Dahlan Iskan penulis kolom di harian Jawa Pos edisi Senin 09-11-2015. Dahlan Iskan mengungkapkan kepada pembaca kolom mengenai teknologi yang menjadi penemuan oleh rakyat Indonesia kurang dihargai dan kurang mendapatkan dukungan dari pemerintah. Tanpa mendapatkan dukungan dari pemerintah mustahil penemuan dapat diujicobakan. Suatu penemuan harusnya dapat diujicobakan untuk menemukan kekurangan dari penemuan juga dapat membuat penemuan menjadi sempurna.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

183

BIOGRAFI PENULIS

Teresia Noberty lahir di Parindu pada tanggal 17 Oktober 1994. Ia berasal dari Desa Amboyo Inti, Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat. Pendidikan Dasar ia tempuh di SD Negeri 74 Emplasment pada tahun 2000-2006. Pada tahun 2006-2009 ia melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Yos Sudarso Parindu. Pada tahun 2009-2012 ia melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Ngabang. Pada tahun 2012 tercatat resmi sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa di Universitas Sanata Dharma ia berperan aktif sebagai anggota dalam kegiatan kemahasiswaan bidang kerohanian di UKM Kerohanian Universitas Sanata Dharma yang menaungi seluruh agama di Indonesia dalam satu organisasi kemahasiswaan pada tahun 2012-2013. Pada tahun 2013-2014 ia mendapatkan kepercayaan untuk menjadi wakil ketua UKM Kerohanian Universitas Sanata Dharma dan pada tahun 2014-2015 dipercayai untuk menjadi ketua UKM Kerohanian. Hingga pada akhirnya masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta diakhiri pada tahun 2016 dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Kolom di Harian Jawa Pos Edisi September-Desember 2015”.