PEMAKNAAN KARIKATUR “AHMADIYAH TANPA NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011 (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur “AHMADIYAH TANPA NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011).

(1)

NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011)

SKRIPSI

oleh :

OGILVY MUARA HATI NPM. 0743010243

YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI SURABAYA


(2)

PEMAKNAAN KARIKATUR “AHMADIYAH TANPA NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011

(Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur “AHMADIYAH TANPA NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011)

Disusun oleh: OGILVY MUARA HATI

NPM. 0743010243

Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 14 Juni 2011

PEMBIMBING UTAMA TIM PENGUJI 1. Ketua

Juwito, S.Sos, Msi Juwito, S.sos,Msi NPT. 3 6704 95 0036 1 NIP. 3 6704 95 0036 1

2. Sekertaris

Dra.Sumardjijati,M.Si NIP. 196203231993092001

3. Anggota

Dra. Diana Amalia, M.Si

NIP. 19630907 1991032001

Mengetahui, DEKAN


(3)

dengan limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemaknaan Karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Dra. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.

2. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim sekaligus Dosen Pembimbing Penulis. Terima kasih atas segala bimbingan dan masukannya.

3. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

4. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.

5. Bapak dan Ibu tercinta, bapak Muchtar Munadji dan ibu Warhaida Zainal Abidin terima kasih atas kesabaran, perhatian,kasih sayang, serta doa-doa yang tiada hentinya dalam mendidik dan membimbing Rara sampai seperti sekarang ini dan untuk selamanya.


(4)

6. Adikku, Doni yang selalu memberikan semangat selama proses penulisan skripsi ini

7. Sahabat-sahabatku Novi, Enna, Ica, Pako, Amy yang selalu memberi semangat dukungan dan motivasi saat mengerjakan penulisan skripsi ini. 8. Buat dulur-dulur X-PHOSE yang memberikan semangat, dukungan, dan

berkat kalian saya medapatkan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman angkatan 2007 yang sedang berjuang menyelesaikan skripsi

maupun yang masih dalam proses, terima kasih atas doa kalian.

10. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman ini, untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik maupun saran selalu penulis harapkan demi tercapainya hal terbaik dari proposal skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.


(5)

NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.

Teori yang digunakan adalah semiotik Charles Sanders Pierce yang membagi antara tanda dan acuannya menjadi tiga kategori yaitu : ikon, indeks dan simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Deskriptif Kualitatif.

Pada karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” ini menunjukan karikatur wayang kulit yang bergambarkan empat orang laki-laki di dalamnya. Wayang kulit tersebut merepresentasikan bingkai dari peristiwa penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, Februari 2011 ini. Penyerangan ini mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Gambar keempat pria dalam gambar wayang mewakili ribuan penyerang anti Ahmadiyah dari organisasi Islam lain.

Dalam karikatur ini, digambarkan tangan berbalut jas hitam yang memegang karikatur wayang kulit. Tangan ini adalah tangan presiden, sebagai pejabat tertinggi negara yang mempunyai otoritas mewakili pemerintahannya mengambil sikap politik untuk masalah penyerangan ini. Dalam peristiwa ini, hak asasi pengikut Ahmadiyah untuk bebas berkeyakinan direnggut, bahkan nyawa mereka terancam. Oleh karena itu negara harus mengambil sikap yang jelas terhadap kasus-kasus seperti kasus Ahmadiyah ini. Pemerintah hendaknya tetap melindungi rakyatnya dan mewujudkan kebebasan berkeyakinan sesuai dengan yang tercantum dalam konstitusi negara Indonesia, UUD 1945.

Kata kunci : Karikatur, Semiotik, majalah Tempo, cover majalah, Charles Sanders Pierce


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Kegunaan Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 12

2.1.1 Majalah ... 12

2.1.2 Majalah Sebagai Media Massa ... 13

2.1.3 Cover/Sampul ... 13


(7)

2.1.8 Makna Busana Jas ... 31

2.1.9 Makna Serban ... 32

2.1.10 Konsep Bayangan ... 33

2.1.11 Komunikasi Non Verbal ... 33

2.1.12 Kartun dan Karikatur ... 34

2.1.13 Karikatur dalam Media Massa ... 36

2.1.14 Karikatur Sebagai Kritik Sosial ... 37

2.1.15 Pendekatan Semiotika ... 39

2.1.16 Semiotika Charles S. Pierce ... 41

2.2 Kerangka Berpikir ... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Korpus ... 46

3.3. Definisi Konseptual ... 47

3.3.1Ikon (icon) ... 47

3.3.2Indeks (index) ... 48

3.3.3Simbol (symbol)... 48

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 49


(8)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data... 52

4.1.1 Pemaknaan Terhadap Karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara ... 52

4.1.2 Majalah Tempo ... 54

4.2 Penyajian Data ... 55

4.3 Analisis Pemaknaan Karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” ... 58

4.3.1 Ikon ... 59

4.3.2 Indeks ... 60

4.3.2 Simbol ... 62

4.4 Makna keseluruhan Pemaknaan Karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” dalam Model Triangle of Meaning Pierce ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Kehadiran media massa terutama media cetak merupakan penanda awal dari kehidupan modern sekarang ini. Pesan melalui media cetak diungkapkan dengan huruf-huruf dan baru menimbulkan makna apabila khalayak berperan secara aktif. Karena itu berita, tajuk rencana, artikel, dan lain-lain, pada media cetak harus disusun sedemikian rupa, sehingga mudah dicerna oleh khalayak. Kelebihan media cetak adalah media ini dapat dikaji ulang, didokumentasiakan, dan dihimpun untuk kepentingan pengetahuan, serta dapat dijadikan bukti otentik yang bernilai tinggi. (Effendy, 2000 : 313-314).

Media mempunyai cara pengemasan yang variatif dan beragam yang disesuaikan dengan segmentasi, konsumen, orientasi internal diri media itu sendiri dan banyak faktor-faktor kepentingan yang lain. Media massa merupakan bidang kajian yang kompleks, media massa bukan berarti hanya suatu variasi media yang menyajikan informasi kepada khalayak, tetapi khalayak juga yang menggunakan media massa dengan cara yang beragam. Beberapa orang yang menggunakan media untuk mendapatkan informasi, ada juga yang menggunakan media untuk mendapatkan hiburan atau mengisi waktu. Media cetak bisa dipakai untuk mentransmisikan warisan sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karena memiliki kemampuan membawa pesan yang spesifik dengan penyajian yang


(10)

2

mendalam. Majalah berbentuk seperti buku yang mempunyai kualitas permanen sehingga bisa disimpan dalam waktu yang lama.

Majalah yang ada saat ini, seiring dengan perkembangan jaman telah mengalami banyak kemajuan. Jika pada mulanya kehadiran majalah dalam bentuk cetak sederhana, dicetak diatas kertas dengan kualitas apa adanya. Maka saat ini hadir dalam bentuk dan sajian yang lebih bagus dan menarik. Karena dicetak dengan kualitas yang tinggi. Macam-macam majalah yang beredar saat ini sangat beaneka ragam seperti majalah anak-anak, remaja, dewasa, olahraga, keluarga, politik, laki-laki dan perempuan. Semakin banyak jumlah majalah yang beredar di masyarakat secara otomatis akan membuat pembaca menjadi selektif dalam memilih majalah sesuai dengan kebutuhan mereka akan informasi dan hiburan.

Majalah merupakan media yang terbit secara berkala, yang isinya meliputi bermacam-macam artikel, cerita, gambar dan iklan (Djuroto, 2002:32). Majalah mempunyai fungsi menyebarkan informasi yang ada disekitar lingkungan masyarakat. Selain itu, memberikan hiburan baik dalam bentuk tekstual atau visual seperti gambar kartun maupun karikatur. Dalam buku Desain Komunikasi Visual, Kusmiati (1999:36), mengatakan bahwa Visualisasi adalah cara atau sarana untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas secara visual yang mampu menarik emosi pembaca, dapat menolong seseorang untuk menganalisa, merencanakan dan memutuskan suatu problema dengan mengkhayalkannya pada kejadian yang sebenarnya. Media verbal gambar merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap gambar jauh lebih mudah


(11)

dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subjek yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan mudah dikenal (Waluyanto, 2000:128).

Karikatur sebagai wahana penyampai kritik sosial seringkali kita temui didalam berbagai media cetak, di dalam media ini karikatur menjadi pelengkap terhadap tajuk rencana, opini, serta artikel pilihan lainnya. Keberadaannya biasanya disajikan sebagai selingan atau dapat dikatakan sebagai penyejuk setelah para pembaca menikmati rubrik-rubrik atau artikel-artikel yang lebih serius dengan sederetan huruf yang cukup melelahkan mata dan pikiran. Meskipun sebenarnya pesan-pesan yang disampaikan dalam sebuah karikatur sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel namun pesan-pesan dalam karikatur lebih mudah dicerna karena sifatnya yang menghibur. Seringkali gambar itu terkesan lucu dan menggelikan sehingga membuat kritikan yang disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan.

Kesengajaan dalam membentuk sebuah pesan menggunakan bahasa simbol atau non verbal ini juga bukanlah tanpa maksud, penggunaan bentuk non verbal dalam karikatur lebih diarahkan kepada pengembangan interpretasi oleh pembaca secara kreatif, sebagai respon terhadap apa yang diungkapkan melalui karikatur tersebut. Dengan kata lain, meskipun dalam suatu karya karikatur terdapat ide dan pandangan-pandangan seorang karikaturis, namun melalui suatu proses interpretasi muatan makna yang terkandung didalamnya akan dapat berkembang secara dinamis, sehingga dapat menjadi lebih kaya serta lebih dalam pemaknaanya


(12)

4

Memahami makna karikatur sama rumitnya dengan membongkar makna sosial di balik tindakan manusia, atau menginterpretasikan maksud dari karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Menurut Heru Nugroho, bahwa dibalik tindakan manusia ada makna yang harus ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui saling memahami makna dari masing-masing tindakan (Indarto, 1999 : 1).

Dalam sebuah karikatur yang baik, kita menemukan perpaduan dari unsur-unsur kecerdasan, ketajaman dan ketepatan berpikir secara kritis serta ekspresif melalui seni lukis dalam menanggapi fenomena permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara keseluruhan dikemas secara humoris. Dengan demikian memahami karikatur juga perlu memiliki referensi-referensi sosial agar mampu menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi, maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural sangat bergantung pada isu besar yang berkembang yang dijadikan headline.

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah satu wujud lambang (simbol) atau bahasa visual yang keberadaannya dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur merupakan ungkapan ide dan pesan dari karikaturis kepada publik yang dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.

Gagasan menampilkan tokoh atau simbol yang realistis diharapkan membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah dimengerti


(13)

dibandingkan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar merupakan pesan non verbal yang dapat menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu pada isi pesan. Gambar dalam karikatur sangat berpengaruh, karena gambar lebih mudah diingat daripada kata-kata, paling cepat pemahamannya dan mudah dimengerti. Gambar mempunyai kekuatan berupa fleksibilitas yang tinggi untuk menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar menurut kebutuhan informasi visual yang diperlukan. Simbol atau tanda pada sebuah karikatur mempunyai makna yang dapat digali kandungan faktualnya. Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula. Dimana didalamnya terkandung makna, maksud dan arti yang harus diungkap.

Simbol pada gambar merupakan simbol yang disertai maksud (signal). Sobur (2003:163) menyatakan bahwa pada dasarnya simbol adalah sesuatu yang berdiri atau ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakan di antaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri untuk institusi, ide, cara berpikir, harapan dan banyak hak lain.

Dapat disimpulkan bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambar memiliki makna yang dapat di gali. Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula. Atau memiliki sesuatu yang mesti di ungkap maksud dan artinya.

Kontrol sosial salah satunya dapat dilakukan dengan tampilan gambar kartun maupun karikatur. Keberadaan gambar kartun dalam media massa cetak, khususnya pada majalah bukan berarti hanya melengkapi artikel tulisan-tulisan di majalah saja, tetapi juga memberikan informasi kepada masyarakat. Banyak


(14)

6

kejadian yang dilaporkan dalam bentuk gambar (misalnya kartun) yang lebih efektif dari pada kalau diterangkan dengan kata-kata, karena kartun mempunyai kekuatan dan karakter sehingga pembaca tertarik untuk sekedar melihat atau bahkan berusaha memahami makna dan pesan yang terkandung dalam gambar dari kartun tersebut.

Kartun sendiri merupakan produk keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik menulis, psikologis, cara melobi, referensi, bacaan, maupun bagaimana tanggapan atau opini secara subjektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Karena itu kita bisa mendeteksi tingkat intelektual sang kartunis dari sudut ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2003 : 140).

Kartun merupakan simbolic speech (komunikasi tidak langsung) artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar kartun tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa simbol. Dengan kata lain makna yang terkandung dalam gambar kartun tersebut merupakan makna yang terselubung. Simbol-simbol pada gambar kartun tersebut merupaakan simbol yang disertai signal (maksud) yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya dan mereka yang menerimanya. Kartun yang membawa pesan kritik sosial yang muncul di setiap penerbitan majalah adalah political cartoon (kartun politik) atau editorial cartoon (kartun editorial), yang biasa digunakan sebagai cover majalah maupun versi gambar humor dalam suatu majalah atau surat kabar.


(15)

Sedangkan, menurut (Pramoedjo dalam Marliani, 2004 : 6) karikatur adalah bagian kartun yang diberi muatan pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap seseorang atau sesuatu masalah. Meski di dalamnya terdapat unsur humor, namun karikatur merupakan kartun satire yang terkadang malahan tidak menghibur, bahkan dapat membuat seseorang tidak tersenyum.

Karikatur sebenarnya memiliki arti sebagai gambar yang didistorsikan, diplesetkan atau dipelototkan secara karakteristik tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Karikatur membangun masyarakat melalui pesan-pesan sosial yang dikemas secara kreatif dengan pendekatan simbolis. Jika dilihat dari wujudnya, karikatur mengandung tanda-tanda komunikatif. Lewat bentuk-bentuk komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna. Disamping itu, gabungan antara tanda dan pesan yang ada pada karikatur diharapkan mampu mempersuasi khalayak yang dituju. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tanda verbal (terkait dengan judul dan teks) dan tanda visual (terkait dengan ilustrasi, logo dan tata visual) karikatur dengan pendekatan semiotika. Dengan demikian, analisis semiotika diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk memperoleh makna yang terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual dalam iklan layanan masyarakat (www.desaingrafisindonesia.com).

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur, disosialisaikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema dan pengertian yang didapatkan,


(16)

8

sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya apakah secara ikonis, indeksikal maupun simbolis.

Peneliti menaruh perhatian terhadap ilustrasi cover depan majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011. Kritik sosial yang disampaikan majalah Tempo melalui karikatur pada cover majalah Tempo tersebut mengangkat isu dan kondisi sosial dalam masyarakat. Isu tersebut adalah sebuah konflik berbau SARA (Suku Agama Ras dan Antar golongan) yang pecah pada kerusuhan awal Februari 2011 di Cikeusik, Banten..

Ahmadiyah merupakan suatu ajaran yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di tahun 1928. Menurut penganutnya, ajaran ini termasuk dalam sekte Islam. Di negara-negara seperti di Arab dan Pakistan Ahmadiyah terang-terangan tidak diakui. Sama halnya di Indonesia, pemerintah tidak mengakui ajaran ini dan memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.

Gelombang anti Ahmadiyah semakin kini semakin terang-terangan melancarkan aksi penolakannya. Serangan demi serangan dengan aksi kekerasan pun sudah berkali-kali dilakukan. Terakhir, pada 6 Februari 2011, ribuan orang menyerang rumah Suparman, salah seorang pengikut Ahmadiyah di Desa Umbulah, Cikeusik, Pandeglang, Banten. Beberapa orang terbunuh dan banyak korban luka-luka.

Dari kasus tersebut membuat banyak pemberitaan tentang serangan ribuan orang terhadap pengikut Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten , salah satunya diberitakan dengan cara yang unik melalui karya karikatur. Dalam setiap


(17)

gambar yang muncul (melalui karikatur) memiliki pengertian yang berbeda-beda, sehingga akan memunculkan makna dibalik pemberitaan tersebut. Oleh karena itu para desainer-desainer dari berbagai media massa menyampaikan pesan atau pemberitaan sebuah informasi yang salah satunya melalui karikatur tersebut.

Peneliti ingin meneliti karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011 karena dirasa sangat menarik. Sehingga peneliti berusaha mengungkap makna yang terkandung pada karikatur tersebut. Di sini ditampilkan tangan berjas hitam yang memegang karikatur wayang kulit. Di dalam wayang terdapat gambar empat orang laki-laki yang terlihat mengebu-gebu melakukan aksi serangan ke suatu pihak. Empat laki-laki dalam gambar memiliki karakter yang ditampilkan secara berbeda untuk masing-masingnya.

Peneliti memilih majalah Tempo karena merupakan salah satu majalah mingguan yang pada umumnya meliput berita dan politik. Pada majalah Tempo, terdapat rubrik opini yang menyesuaikan isu-isu hangat yang sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat luas. Dengan adanya penyampaian pesan lewat karikatur akan didapatkan persepsi yang berbeda-beda dari khalayak sasaran yang memaknainya. Selain itu di majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011 mengangkat masalah serangan yang ditujukan kepada jemaat Ahmadiyah

Tempo merupakan salah satu majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik dalam setiap kali penerbitannya. Akibat kekritikannya tersebut Majalah Tempo juga pernah dibredel pada tahun 1982 dan 1994 namun hal ini tidak


(18)

10

membuat Tempo terus tenggelam. Dengan semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan Pers, Tempo berhasil bangkit dan menerbitkan kembali sirkulasinya pada tahun 1998 dan berhasil menjadi pemimpin untuk iondustri penerbitan di Indonesia serta diterbitkan dengan skala nasional atau beredar diseluruh Indonesia (www.tempointeractive.com).

Melalui pendekatan teori semiotika diharapkan ilustrasi cover mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda-tanda visual dan kata-kata yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu, pembahasan ini menggunkan kajian kritis yang bertujuan untuk mengungkap makna dan simbol-simbol yang ada (Sobur,2006:132).

Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik, yaitu studi tentang tanda yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Selain itu peneliti juga menggunakan warna sebagai acuan untuk penelitian, karena memiliki makna yang bermacam-macam.

Dengan menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Pierce, maka tanda-tanda pada gambar ilustrasi tersebut dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik, yaitu ikon, indeks dan simbol. Dari interpretasi tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam ilustrasi cover depan majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.


(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penulisan ini adalah :

“Bagaimana makna karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui makna karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoritis, memberikan makna pada tanda dan lambang yang terdapat dalam objek untuk memperoleh hasil dari interpretasi data mengenai pemaknaan pada ilustrasi cover majalah Tempo dengan menggunakan metode semiotik Pierce.

2. Kegunaan praktis, untuk mengetahui penerapan tanda studi semiotik, sehingga dapat memberi masukan bagi para pembaca majalah mengenai pemaknaan karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Majalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, informasi yang patut diketahui oleh konsumen pembaca, artikel, sastra, dan sebagainya yang menurut kala terbitnya dibedakan atas majalah bulanan, majalah tengah bulanan, majalah mingguan dan sebagainya.

Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya dapat berupa ilustrasi foto, gambar atau lukisan tetapi dapat pula berisi daftar isi atau artikel utama serta kertas yang digunakan lebih mewah dari surat kabar. Majalah sebagai salah satu bentuk dari media massa yang sangat perlu diperhatikan keheterogenan pembaca yang merupakan ciri dari komunikasi massa. Majalah adalah terbitan berkala yang berita bacaannya ditujukan untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang popular sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

Menurut Junaedhie (1991:54), dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Majalah Umum

Majalah yang memuat karangan-karangan, pengetahuan umum, komunikasi yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film dan seni.


(21)

b. Majalah Khusus

Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus seperti majalah keluarga, politik dan ekonomi.

2.1.2 Majalah Sebagai Media Massa

Berbeda dengan surat kabar, majalah telah jauh lebih menspesialisasikan produknya untuk menjangkau konsumen tertentu. Umumnya setiap majalah mempunyai pembaca jauh lebih sedikit dibanding pembaca surat kabar, namun memiliki pasar yang mengelompok. Usia majalah juga jauh lebih panjang dari surat kabar. Majalah memiliki kedalaman isi yang jauh berbeda dengan surat kabar yang hanya menyajikan berita. Disamping itu, majalah menemani pembaca dengan menyajikan cerita atas berbagai kejadian dengan tekanan unsur menghibur atau mendidik.

2.1.3 Cover atau Sampul

Cover atau sampul depan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sebuah majalah. karena pada saat kita akan membeli atau membaca dari sebuah majalah, yang diperhatikan pertama kali adalah sampul dan ilustrasi gambarnya. Penulis dapat menuangkan ide dan kreatifitasnya pada ilustrasi sampul. Sampul perlu didesain secara indah dan artistik agar mampu menarik perhatian khalayak untuk pembacanya.

Pemilihan judul atau teks harus singkat, mudah dibaca, mudah dimengerti dan secara langsung dapat menginformasikan isi yang terkandung


(22)

14

didalamnya. Pada sebuah sampul, ilustrasi digunakan sebagai gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa mewakili cerita dalam bentuk grafis yang memikat. Ilustrasi efektif digunakan untuk menarik perhatian, namun akan lebih efektif bila ilustrasi tersebut mampu menunjang pesan yang ingin disampaikan.

2.1.4 Pemaknaan Warna

Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata memiliki makna majemuk. Setiap kata dari kata-kata seperti : merah, kuning, hitam, dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan. Dalam Roget’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana (2003 : 260-261), terdapat kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa kepercayaan warna-warna seperti warna hitam dan abu-abu memiliki asosiasi yang kuat dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang bersifat buruk dan negatif, misal : daftar hitam, dunia hitam, dan kambing hitam.

Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang yang bersifat kebaikan, seperti : murni, bersih, dan suci. Jadi kata hitam umumnya berkonotasi negative dan warna putih berkonotasi positf (sobur, 2001 : 25).

Warna mampu memberikan pemaknaan tentang sesuatu hal, misalnya warna merah, berarti bisa api atau darah, dibeberapa kata merah darah lebih tua dibandingkan dengan kata merah itu sendiri, namun di beberapa bahasa kata merah digunakan pada saat bersamaan menjadi merah darah. Karena unsur-unsur


(23)

tersebut, merah dapat diartikan sebagai hasrat yang kuat dalam hubungannya dengan ikatan, kebenaran dan kejayaan, namun tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan dendam tergantung dari situasi.

Kuning bisa diartikan sebagai sebuah optimis, filosofi dalam budaya barat. Sedangkan warna ungu menandakan nuansa spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran dan keangkuhan. Warna oranye yang berarti energi, keseimbangan, kehangatan, menekankan pada suatu produk yang tidak mahal, menurut budaya barat (Mulyana, 2003 : 376).

Warna menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992. dalam bukunya “periklanan” memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan karena perpaduan dan kombinasi warna yang menarik akan mempunyai nilai ketertarikan tersendiri dibenak khalayak, diantaranya :

1.Merah.

Merah merupakan warna power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya, kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif, bersaing, warna ini memberikan pengaruh berkemauan keras dan penuh semangat. Sering juga diapresiasikan untuk menunjuk emosi atau debaran jantung.

2. Oranye.

Oranye merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan, antusiasme, perluasan, pencapaian bisnis, karir, kesuksesan, keadilan, penjualan, persahabatan, kesehatan pikiran dan pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikan dan independen.


(24)

16

3. Kuning.

Warna kuning ini bersifat menonjol, semangat untuk maju dan toleransi tinggi. Pengaruh warna ini antara lain riang, dermawan, dan sukses. Kuning adalah warna yang berkesan optimis, dan termasuk pada golongan warna yamg mudah menarik perhatian. Warna ini dapat digunakan untuk menaikkan metabolisme.

4. Merah Muda.

Merah muda berarti memiliki asosiasi yang kuat dengan citra, keberanian dan kesenangan. Ikatan antara merah dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam kebudayaan di bumi.

5. Hijau.

Hijau melambangkan alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan, warna bumi, penyembuhan fisik, kesuksesan materi, kelimpahan, kesuburan, keajaiban, tanaman dan pohon, pertumbuhan, pencapaian personal, kebangkitan, jiwa muda, stabilitas, daya tahan, kesegaran, lingkungan, keamanan, rujukan, cinta, keseimbangan, ketenangan, harapan, ketergantungan, dan persahabatan. Warna hijau melambangkan elastisitas keinginan. Cenderung pasif, bertahan, mandiri, posesif, susah menerima pemikiran orang lain. Pengaruh dari warna ini adalah teguh dan kokoh, mempertahankan miliknya, keras kepala, dan berpendirian tetap.

6. Biru.

Biru melambangkan kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, keteraturan, komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan,


(25)

perlindungan, inspirasi, spiritual, kelembutan, dinamis, air, laut, kreatifitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, empati, dingin, konservatisme, persahabatan dan harmoni serta kasih sayang, kalem, ketenangan, menenangkan namunjuga dapat berarti dingin dan depresi. Sebagai dari akibat efek menenangkan, warna biru dapat membuat orang lebih konsentrasi.

7. Abu-abu.

Abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan, kesedihan, keamanan, reabilitas, kepandaian, tenang, serius, kesederhanaan, kedewasaan, konservatif, praktis, kesedihan, bosan, professional, kualitas, diam dan tenang.

8. Putih.

Putih melambangkan positif, ketepatan, ketidak bersalahan, steril, kematian, kedamaian, pencapaian ketinggian diri, spiritualitas, kedewasaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya, persatuan, lugu, murni, ringan, netral dan fleksibel.

9. Hitam.

Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan, perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negative, mengikat, formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam, kemarahan, harga diri dan ketangguhan.


(26)

18

10. Ungu

Ungu/jingga melambangkan spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran, keangkuhan, pengaruh, pandangan ketiga, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, upacara, kebijakan, pencerahan, arogan, intuisi, mimpi, ketidaksadaran, telepati, empati, imajinasi, kepercayaan yang dalam, harga diri, indepedensi, kontemplasi dan meditasi, ambisi, kemewahan, kekayaan, feminim, artistic, kuno dan romantik.

11. Cokelat

Warna cokelat adalah warna yang kesannya paling dekat dengan bumi sehingga membuat kita merasa dekat. Cokelat bisa menjadi sumber energi yang konstan, serta membuat kita merasa kuat. Warna ini mewakili rasa aman, komitmen dan kepercayaan. Cokelat juga memberikan rasa nyaman dan hangat.

2.1.5 Konsep Negara

Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Negara juga merupakan kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.


(27)

2.1.6 Konsep Keyakinan Ahmadiyah

Ahmadiyah didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alqadiani, Mujaddid abad ke-14 Hijriyah yang bergelar Almasih dan Mahdi, berdasarkan ilham dari Allah SWT. Yang beliau terima pada tanggal 1 Desember 1888 sekarang Ahmadiyah telah tersebar di seluruh dunia.

Ahmadiyah berjuang hanya untuk membela dan menyiarkan Islam diakhir zaman ini melalui lima cabang kegiatan dakwah Islam yang telah digariskan oleh Mujaddid dalam kitab Fathi Islam (1893), yaitu: (1) Menyusun karangan-karangan atau buku-buku dan menerbitkannya. (2) Menyiarkan brosur-brosur dan maklumat-maklumat yang dilanjutkan dengan pembahasan dan diskusi, (3) Komunikasi langsung dengan kunjung-mengunjung, mengadakan ceramah-ceramah dan majelis taklim, (4) Korespondensi dengan mereka yang mencari atau menolak kebenaran Islam, dan (5) Beat.

Setelah pendiri Gerakan Ahmadiyah wafat (26 Mei 1908), Gerakan Ahmadiyah dipimpin oleh Shadr Anjuman Ahmadiyah yang diketuai oleh Maulvi Hakim Nuruddin. Setelah beliau wafat pada tanggal 13 Maret 1914, Shadr Anjuman Ahmadiyah dipimpin oleh Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, putera pendiri Gerakan Ahmadiyah. Beberapa saat setelah ia terpilih, timbullah perbedaan pendapat yang penting dan mendasar. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad berpendapat bahwa : (1) Masih Mau’ud itu betul-betul Nabi, (2) beliau itu ialah Ahmad yang diramalkan dalam Qur’an Suci 61:6, dan (3) semua orang Islam yang tidak berbeat kepadanya, sekalipun tidak mendengar nama beliau, hukumnya tetap kafir dan keluar dari Islam (Ainai Sadaqat, hal. 35). Jadi menurut


(28)

20

Basyruddin Mahmud Ahmad, Nabi Suci Muhammad saw. bukanlah Nabi terakhir, padahal H.M. Ghulam Ahmad mengajarkan bahwa Nabi Suci Muhammad saw adalah Nabi terakhir, sesudah beliau tak ada Nabi lagi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru (Ayyamus-Shulh, hlm.74).

Pendapat Basyuruddin Mahmud Ahmad yang bertentangan dengan ajaran Imam Zaman tersebut yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam Ahmadiyah. Mereka yang setuju terhadap pendapat yang menyimpang dari ajaran Pendiri Ahmadiyah tersebut tergabung dalam Jemaat Ahmadiyah, yang dikenal sebagai Ahmadiyah Qadian, karena pusatnya di Qadian, India, tetapi setelah Pakistan dan India merdeka pindah ke Rabwah, Pakistan yang kemudian pasca 1984 Khalifahnya berada di Inggris. Pemimpin jemaat Ahmadiyah disebut Khalifah. Lengkapnya Khalifatul-Masih.

Sedangkan mereka yang tak setuju terhadap pendapat tersebut alias yang mempertahankan akidah Pendiri Ahmadiyah, tergabung dalam Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam yang berpusat di Lahore dan dikenal sebagai Ahmadiyah Lahore yang pada saat itu dipimpin oleh Maulana Muhammad Ali, M.A., LL.B., sekretaris Almarhum Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Pemimpinnya disebut Amir (Presiden). Menurut Ahmadiyah Lahore, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad bukanlah Nabi, dia adalah seorang Mujaddid. Ahmad, dalam Alquran 61:6 adalah Nabi Suci Muhammad SAW dan kaum Muslimin yang tidak beat kepada beliau tidaklah kafir. http://www.ahmadiyah.org/

Dalam konstelasi Islam, Ahmadiyah memang unik. Di beberapa negara, seperti di Arab dan Pakistan, pengikut Ahmadiyah dimusuhi secara


(29)

terang-terangan. Bahkan, di Pakistan, Ahmadiyah harus "keluar" dari Islam dan membentuk agama baru yang bernama Ahmadi. Dengan demikian, jika kalangan Ahmadiyah di Pakistan hendak menunaikan ibadah haji, mereka harus keluar dulu dari negara tersebut lantaran pemerintah setempat hanya memberi izin naik haji kepada yang beragama Islam sesuai yang tercantum di paspor.

Namun, lantaran "dimusuhi" itulah, Ahmadiyah justru kerap menjadi perbincangan dan nama kelompok ini pun salah satu mashab yang paling dikenal di dunia selain Suni di Irak dan Syiah di Iran. Kenapa umat Islam marah kepada Ahmadiyah? Menurut mereka yang anti-Ahmadiyah, faham Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran pokok Islam.

Kalangan mainstream berpegang pada tafsir bahwa Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah penutup para Nabi. Maka, siapa saja yang berkata ada Nabi sesudahnya, dia murtad (keluar) dari Islam karena berarti telah mendustakan ayat-ayat Al Quran dan sunnah shahih yang sangat jelas menerangkan bahwa beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam, sebagai penutup para nabi.

Di antara inti persoalan ketegangan tersebut adalah QS : Al Ahzab Ayat 40 berbunyi: "Maa kaana muhamadun abaa ahadin min rijalikum walakin rasullalahi wa khotamannabiyyin". Kalangan Islam mainstream menerjemahkan ayat ini sebagai berikut: "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki dari kamu, tetapi dia adalah Rasullullah dan penutup Nabi-nabi. Dan, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu".


(30)

22

Sementara Ahmadiyah menerjemahkannya, "Muhamad bukanlah bapak dari seorang laki-laki kamu, tetapi ia adalah seorang Rasul dan "Khatamanabiyyin". "Khatamanabiyyin" oleh pengikut Ahmadiyah diterjemahkan sebagai Nabi paling mulia dan nabi penutup yang membawa syariat.

Friksi berikutnya adalah tentang Nabi Isa AS. Umat Islam meyakini Isa tidak wafat, melainkan diangkat oleh Allah untuk kemudian diturunkan kembali pada akhir zaman untuk memerangi musuh-musuh Islam. Qs: 4:157: dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya Kami telah membunuh Almasih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi(yang mereka bunuh ialah) orang serupa dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang orang yang berselisih faham tentang (pembunuhan) Isa, benar benar dalam keraguan tentang yang di bunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang di bunuh itu, kecuali mengikuti perasangka belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Sementara itu Ahmadiyah meyakini, Isa atau Imam Mahdi yang dipersonifikasikan sebagai Mirza Ghulam Ahmad telah meninggal dan dikuburkan.

Tentu saja persoalan yang muncul tak sesederhana itu. Bahkan, dialog-dialog yang telah dilakukan di antara dua kelompok yang "bersengketa" itu pun hingga kini tak pernah menemukan jalan keluar yang melegakan semua pihak.

Secara demografis, pergerakan Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke beberapa negara. Ahmadiyah mengaku memiliki cabang di 174 negara yang tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia, dan Eropa.


(31)

Dalam situs Ahmadiyah tertulis, saat ini jumlah anggota mereka di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang. Jemaat ini membangun proyek-proyek sosial, lembaga-lembaga pendidikan, pelayanan kesehatan, penerbitan literatur-literatur Islam, dan pembangunan masjid-masjid.

Gerakan ini menganjurkan perdamaian, toleransi, kasih, dan saling pengertian di antara para pengikut agama yang berbeda. Menurut Ahmadiyah, gerakan ini sebenar-benarnya percaya dan bertindak berdasarkan ajaran Al Quran: "Tidak ada paksaan dalam agama" (2:257) serta menolak kekerasan dan teror dalam bentuk apa pun untuk alasan apa pun.

Pergerakan ini menawarkan nilai-nilai Islami, falsafah, moral dan spiritual yang diperoleh dari Al Quran dan sunnah Nabi Suci Islam, Muhammad SAW. Beberapa orang Ahmadi, seperti almarhum Sir Muhammad Zafrullah Khan (Menteri Luar Negeri pertama dari Pakistan; Presiden Majelis Umum UNO yang ke-17; Presiden dan Hakim di Mahkamah Internasional di Hague) dan Dr Abdus Salam (peraih hadiah Nobel Fisika tahun 1979) telah dikenal karena prestasi dan jasa-jasanya oleh masyarakat dunia.

Terdapat dua kelompok Ahmadiyah. Keduanya sama-sama memercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa al Masih yang telah dijanjikan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, dua kelompok tersebut memiliki perbedaan prinsip:

1. Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor), merupakan kelompok yang mempercayai


(32)

24

bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaru) dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru.

2. Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta), adalah kelompok yang secara umum tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekadar mujaddid dari ajaran Islam.

Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka: 1. Percaya pada semua akidah dan hukum yang tercantum dalam Al Quran dan hadis, serta percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui para ulama salaf dan ahlus-sunnah wal-jama'ah dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir. 2. Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru. 3. Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwwat kepada siapa pun. 4. Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40) dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat. 5. Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar. 6. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, tetapi tidak akan datang nabi. 7. Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan, menurut hadis, mujaddid


(33)

akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid. 8. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman. Maka, orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir. 9. Seorang Muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat tidak bisa disebut kafir. 10. Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW.

Ahmadiyah adalah gerakan yang lahir pada tahun 1900 M, yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Inggris di India. Didirikan untuk menjauhkan kaum Muslim dari agama Islam dan dari kewajiban jihad dengan gambaran/bentuk khusus sehingga tidak lagi melakukan perlawanan terhadap penjajahan dengan nama Islam. Gerakan ini dibangun oleh Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani. Corong gerakan ini adalah Majalah Al-Adyan yang diterbitkan dalam bahasa Inggris.

Sementara Mirza Ghulam Ahmad hidup pada tahun 1835-1908 M. Dia dilahirkan di Desa Qadian, di wilayah Punjab, India, tahun 1835 M. Dia tumbuh dari keluarga yang terkenal suka khianat kepada agama dan negara. Begitulah dia tumbuh, mengabdi kepada penjajahan dan senantiasa menaatinya. Ketika dia mengangkat dirinya menjadi nabi, kaum Muslimin bergabung menyibukkan diri dengannya sehingga mengalihkan perhatian dari jihad melawan penjajahan


(34)

26

Inggris. Oleh pengikutnya, dia dikenal sebagai orang yang suka menghasut/berbohong, banyak penyakit, dan pencandu narkotik.

Pemerintah Inggris banyak berbuat baik kepada mereka sehingga dia dan pengikutnya pun memperlihatkan loyalitas kepada Pemerintah Inggris.

Di antara yang melawan dakwah Mirza Ghulam Ahmad adalah Syaikh Abdul Wafa’, seorang pemimpin Jami’ah Ahlul Hadis di India. Beliau mendebat dan mematahkan hujjah Mirza Ghulam Ahmad, menyingkap keburukan yang disembunyikannya, kekufuran serta penyimpangan pengakuannya.

Ketika Mirza Ghulam Ahmad masih juga belum kembali kepada petunjuk kebenaran, Syaikh Abul Wafa’ mengajaknya ber-mubahalah (berdoa bersama) agar Allah mematikan siapa yang berdusta di antara mereka dan yang benar tetap hidup. Tidak lama setelah bermubahalah, Mirza Ghulam Ahmad menemui ajalnya tahun 1908 M.

Pada awalnya, Mirza Ghulam Ahmad berdakwah sebagaimana para dai Islam yang lain sehingga berkumpul di sekelilingnya orang-orang yang mendukungnya. Selanjutnya dia mengklaim bahwa dirinya adalah seorang mujaddid (pembaru). Pada tahap berikutnya dia mengklaim dirinya sebagai Mahdi Al-Muntazhar dan Masih Al-Maud. Lalu setelah itu mengaku sebagai nabi dan menyatakan bahwa kenabiannya lebih tinggi dan agung dari kenabian Nabi kita Muhammad SAW.

Dia mati meninggalkan lebih dari 50 buku, buletin, serta artikel hasil karyanya. Di antara kitab terpenting yang dimilikinya berjudul Izalatul Auham,


(35)

I’jaz Ahmadi, Barahin Ahmadiyah, Anwarul Islam, I’jazul Masih, At-Tabligh, dan Tajliat Ilahiah.

Menurut para penentang Ahmadiyah, permulaan ketenarannya dimulai dengan seolah-olah membela Islam. Setelah ia meninggalkan pekerjaan kantornya, ia mulai mempelajari buku-buku India Nasrani sebab pertentangan dan perdebatan pemikiran begitu santer terjadi antara kaum Muslimin, para pemuka Nasrani, dan Hindu. Kebanyakan kaum Muslimin sangat menghormati orang-orang yang menjadi wakil Islam dalam perdebatan tersebut. Segala fasilitas duniawi pun diberikan kepadanya. Ghulam Ahmad berfikir bahwa pekerjaan itu sangat sederhana dan mudah, mampu mendatangkan materi lebih banyak dari pendapatannya saat bekerja di kantor.

Untuk mewujudkan gagasan yang terlintas dalam benaknya, pertama kali yang ia lakukan ialah menyebarkan sebuah pengumuman yang menentang agama Hindu. Berikutnya, ia menulis beberapa artikel di beberapa media massa untuk mematahkan agama Hindu dan Nasrani. Kaum Muslimin pun akhirnya memberikan perhatian kepadanya. Itu terjadi pada tahun 1877-1878 M.

Pada gilirannya, ia mengumumkan telah memulai proyek penulisan buku sebanyak lima puluh jilid, berisi bantahan terhadap lontaran-lontaran syubhat yang dilontarkan oleh kaum kuffar terhadap Islam. Oleh karena itu, ia mengharapkan kaum Muslimin mendukung proyek ini secara material. Sebagian besar kaum Muslimin pun tertipu dengan pernyataannya yang palsu, bahwa ia akan mencetak kitab yang berjumlah lima puluh jilid.


(36)

28

Sejak itu pula, ia menceritakan beberapa karomah (hal-hal luar biasa) dan kusyufat tipuan yang ia alami. Dengan demikian, orang awam menilainya sebagai wali Allah, tidak hanya sebagai orang yang berilmu. Orang-orang pun bersegera mengirimkan uang-uang mereka yang begitu besar kepadanya guna mencetak kitab yang dimaksud [Majmu’ah I’lanat Ghulam Al-Qadiyani, 1/25].

Volume pertama buku yang ia janjikan terbit tahun 1880 M, dengan judul Barahin Ahmadiyah. Buku ini sarat dengan propaganda dan penonjolan karakter penulisnya, cerita tentang alam gaib yang berhasil ia ketahui, juga berisi karomah dan kusyufatnya.

http://oase.kompas.com/read/2011/02/14/12050819/Ahmadiyah.Islam.atau.Bukan Atas nama pemerintah, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung pada intinya memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam. Sebagian unsur masyarakat meminta pembubaran Ahmadiyah di Indonesia, bahkan kemarin ribuan orang masih berdemonstrasi di Jakarta untuk meminta pemerintah melarang Ahmadiyah.

SKB itu hanya untuk meminta para Ahmadiyah kalau dia menganggap sebagai seorang Islam, meninggalkan pengakuannya terhadap nabi lain selain Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir. Menurut pemerintah inilah keputusan terbaik yang dianggap dapat menjembatani keinginan semua pihak yang terlibat kontroversi Ahmadiyah.


(37)

Berikut isi lengkap SKB 3 Menteri berkenaan dengan Ahmadiyah :

1. Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga negara untuk tidak menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU No 1 PNPS 2005 tentang pencegahan penodaan agama.

2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran agama Islam pada umumnya, seperti pengakuan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. 3. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota atau pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenai sanksi seusai peraturan perundangan.

4. Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga negara menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap penganut JAI.

5. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga yang tisak mengindahkan peringatan dan perintah dapai dikenai sanksi sesuai perundangan yang berlaku.

6. Memerintahan setiap pemerintah daerah agar melakukan pembinaan terhadap keputusan ini.


(38)

30

2.1.7 Makna Wayang

Wayang kulit dan golek (tidak termasuk wayang orang) mengandung dua pengertian. Pertama, sebagai benda seni kriya (spatial art); kedua, sebagai seni pertunjukan (performance art). Secara harfiah wayang berarti “bayangan”, sedangkan pertunjukan wayang berarti pertunjukan “bayang-bayang”. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa pertunjukan wayang kulit purwa tradisional (pakeliran) merupakan pertunjukan bayang-bayang (shadow puppet). Pengertian bayangan berlaku pula pada pertunjukan wayang golek purwa yang berwujud tiga dimensi. Meskipun wujudnya ditonton langsung (bukan bayangannya), tetapi makna dramatik lakon dapat dipahami melalui daya imajinasi (bayangan). Dengan demikian, pengertian bayang-bayang atau bayangan bukan hanya mengacu pada kenyataan bahwa dalam sistem pakeliran yang ditonton bayangannya, melainkan lebih ditekankan pada makna dramatik lakon pewayangan yang masih memerlukan bayangan penonton.

Nilai-nilai intrinsik yang terkandung di balik wayang sebagai benda seni kriya dapat diapresiasi melalui nilai-nilai ekstrinsik, yakni karakter, ukiran, warna, dan busana merupakan symbol estetic yang constant berdasarkan pakemnya. Sedangkan nilai-nilai subtansi yang terkandung dalam penuturan, khususnya pesan-pesan etis, estetis, filosofis, dan logis yang ditawarkan, dapat diapresiasi melalui makna denotatif dan atau konotatif di balik kalimat lisani yang diungkapkan dalang.


(39)

Wayang adalah budaya luhur yang berungsi menyampaikan pendidikan, agama, filsafat, etika dan sebagai tontonan. Wayang merupakan pencerminan nilai dan tujuan kehidupan, moralitas harapan dan cita-cita kehidupan.

Adanya beberapa jenis wayang disebabkan oleh aspek geografis, sosiologis, budaya, pengaruh tuntutan dalam pertunjukan dan selera. Perkembangan budaya wayang tiap daerah memungkinkan terjadinya perbedaan. Diantara seperangkat boneka wayang, gunungan wayang adalah figur yang memiliki peran sangat dominan. Ukuran gunungan wayang dibuat disesuaikan dengan jenis boneka wayang, gunungan wayang kulit ukurannya lebih besar dari gunungan wayang golek. Disamping itu elemen-elemen gunungan juga tidak semua sama.

Adanya persamaan makna simbolis gunungan wayang pada filosofi masyarakat Jawa dan Sunda dikarenakan mempunyai sumber yang sama yaitu perkembangan sejarah wayang dan pengaruh budaya. Dan beberapa perbedaan pada elemen-elemen gunungan, namun makna filosofisnya mengarah suatu kesamaan. Persamaan makna gunungan tersebut adalah pandangan hidup untuk mencapai kesempurnaan. (Soekarno : 1). Gunungan wayang memiliki arti bahwa tokoh wayang berada dalam suatu wilayah atau kelompok yang sama.

2.1.8 Makna Busana Jas

Jas adalah baju resmi (potongan Eropa) berlengan panjang, berkancing satu sampai tiga, dipakai di luar kemeja.


(40)

32

Dari bahan, warna, potongan, dan kapan dipakainya, pada dasarnya ada empat macam jenis jas. Yaitu, jas sangat resmi, jas resmi, jas harian, dan jas santai. Bahan, warna, dan potongan jas yang dipakai bergantung dari waktu dan tingkat kepentingan peristiwa yang hendak diikuti orang. (Hardjana, 2008 : 9).

Secara sosial jas pun punya peran sendiri, bukan sekedar benda berbentuk dan berfungsi. Jas penah menjadi cap status sosial ketika awalnya diciptakan di akhir abad 17, tapi pada dua abad berikutnya berubah menjadi lebih aspiratif ketika orang mulai berpakaian dengan maksud untuk memperlihatkan jati dirinya.

Sepanjang sejarahnya jas berkonotasi dengan perkembangan sosial dan berasimilasi dengan kebudayaan Eropa sebelum merembas ke belahan dunia mana saja sekarang ini. Dengan perjalanan yang tidak singkat jas pada akhirnya mengalami keterbatasan dan penyempitan peran. Ia kini sangat terkait dengan dunia kaum pekerja dan tidak lagi dipakai sepanjang hari.

http://www.matramagz.com/Main-Things/Style/Jas-Pakaian-Pria-Paling Abadi.html

2.1.9 Makna Surban

Surban dalam kamus bahasa Indonesia adalah kain ikat kepala yang lebar. Kain ini biasanya yang dipakai oleh orang Arab, haji, dan sebagainya. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

Sorban dapat menunjukkan kekuasaan seseorang dengan ukuran serban yang dililitkan pada kepalanya. Jika bahannya dari sutra dan sutra halus, maka kekuasaannya merusakkan agama dan duniawinya, sedang harta yang berasal


(41)

darinya adalah harta yang haram. Jika terbuat dari bahan kapas atau bulu yang kasar maka kekuasaannya menjadi perbaikan dalam agama dan duniawinya.

2.1.10 Konsep Bayangan

Bayang-bayang terjadi apabila cahaya terhalang sesuatu, maka terbentuklah bayang-bayang. Cahaya merambat dalam garis lurus. Bila cahaya terhalang sesuatu maka akan timbulah bayangan. Jika sumber cahayanya lemah, seperti matahari pada hari berawan, bayangan tidak kentara. Ditempat teduh tidak ada bayang-bayang, karena tempat teduh sudah merupakan bayangan sebuah benda yang menghalangi sinar matahari. Apabila suatu benda bergerak mendekati cahaya, bayang-bayang benda tersebut membesar karena benda tersebut menghalangi cahaya menjadi lebih besar, maka bayang-bayang yang timbul pun akan menjadi makin besar. Dan apabila benda menjauhi cahaya, bayang-bayang benda itupun menjadi kecil karena benda tersebut hanya menjadi penghalang yang semakin kecil.

2.1.11 Komunikasi Non Verbal

Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melakukan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non verbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku non verbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat non verbal (Mulyana, 2001 : 312).


(42)

34

Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat non verbal menjadi beberapa bagian, antara lain :

1. Isyarat Tangan

Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk apa yang disebut emblem, yang dipelajari yang punya makna suatu budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda, atau isyarat fisiknya berbeda namun maksudnya sama.

2. Postur Tubuh

Postur tubuh sering bersifat simbolik. Postur tubuh memang mempengaruhi citra diri. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau tempramen. Klasifikasi bentuk tubuh yang dilakukan William Sheldon misalnya menunjukan hubungan antara bentuk tubuh dan tempramen. Tubuh yang tegap sering dikaitkan dengan kepercayaan diri atau antusiasme.

2.1.12 Kartun dan Karikatur

Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karikatur seperti halnya kartun strip, kartun gags (kartun kata), kartun komik dan kartun animasi adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun.

Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara melobi, referensi


(43)

bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat. Karena itu, kita bisa mendeteksi intelektual seorang karikaturis dari sudut ini. Juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2006 : 140).

Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006 : 40).

Sedangkan kartun sendiri merupakan suatu keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara melobi, referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih isu yang tepat. Kartun merupakan tanggapan atau opini secara subjektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Karena itu bisa mendeteksi tingkat intelektual yang membuat kartun dari sudut ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2003 : 140).

Kartun mempunyai keunggulan sekaligus kelemahan. Ia dapat ditangkap pikiran orang, tetapi tidak mampu menjelaskan persoalan secara lengkap dan tuntas. Kemudahan dan daya tembus sebuah kartun dapat diterima oleh semua kalangan mulai dari rakyat yang buta huruf sampai intelektual yang sarat dengan cara pandang kritis. Menurut ketua PAKARTI (Persatuan Kartunis Indonesia)


(44)

36

Pramono, kartun yang baik antara lain memiliki misi pendidikan, yaitu meningkatkan kemampuan berpikir dan pernungan bagi penikmatnya, meskipun mediumnya berupa humor. Oleh karena itu kartun yang berhasil tentu saja terbit dari ide yang cerdas dan dapat dinikmati secara cerdas pula (Bintoro dalam Marliani, 2004 : 45).

2.1.13 Karikatur dalam Media Massa

Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi yang dilakukan melalui media massa seperti majalah, surat kabar, radio televisi dan lain sebagainya. Komunikasi massa merupakan komunikasi dimana penyampaian pesan kepada sejumlah orang dilakukan melalui media massa. Baik kartun maupun karikatur di Indonesia belakangan ini sudah bisa menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh pesan dan estetika, disamping kadar humornya. Karikatur penuh dengan perlambangan-perlambangan yang kaya akan makna, oleh karena itu karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang disampaikan sebuah gambar karikatur, tidak akan menyebabkan terjadinya evolusi. Dengan kata lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang sedang hangat di permukaan.

Sebuah gambar lelucon yang membawa pesan kritik soaial sebagaimana di setiap ruang opini surat kabar biasanya disebut karikatur. Sedangkan gambar lelucon yang muncul di media massa, yang hanya berisikan humor semata tanpa membawa beban kritik sosial apapun biasanya disebut kartun (Sobur, 2006 : 38).


(45)

Menurut Anderson, dalam memahami studi komunikasi politik di Indonesia akan lebih mudah di analisa mengenai konsep politik Indonesia dengan membedakan dalam dua konsep, yaitu dengan direct speech (komunikasi langsung) dan symbolic speech (komunikasi tidak langsung). Komunikasi langsung merupakan konsepsi politik yang analisanya dipahami sejauh penelitian tersebut ditinjau dari komunikasi yang bersifat langsung, seperti humor, gossip, diskusi, argument, intrik dan lain-lain. Sedangkan komunikasi tidak langsung, tidak dapat secara langsung dipahami maupun diteliti seperti patung, monumen dan simbol-simbol lainnya (Bintoro dalam Marliani, 2004 : 49).

Peran karikatur yang tertulis seperti yang telah diuraikan di atas, merupakan alasan utama dijadikannya karikatur sebagai objek studi ini. Selain karena karikatur merupakan suatu penyampaian pesan lewat kritik yang sehat dan juga suatu keahlian seorang karikaturis adalah bagaimana dia memilih topic-topik isu yang tepat dan masih hangat.

2.1.14 Karikatur Sebagai Kritik Sosial

Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat, dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Masoed, 1999 : 47).


(46)

38

Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial, bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi, gagasan baru, sembari menilai gagasan yang lama untuk suatu perubahan sosial. Persepsi kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial (Masoed, 1999 : 49). Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru melibatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan pada rasa tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya.

Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik sosial merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yang selalu ada di dalam masyarakat manapun. Dengan demikian, apabila kontrol sosial cenderung dipahami sebagai aktivitas pengendalian, kritik sosial cenderung dianggap sebagai aktivitas pembebasan dari segala bentuk kontrol dan pengendalian.

Kritik sosial sebenarnya bagian yang sangat penting dalam kemajuan jalannya pemerintahan, karena kritik menciptakan cambuk bagi pemerintahan agar mampu dan sebisa mungkin mengerti apa yang diinginkan masyarakat dan juga merupakan apresiasi dari masyarakat terhadap pemerintahan, lewat karikatur media cetak yang di produksi para desaigner media dalam hal ini majalah. Kritik sosial sering kali ditemui di dalam berbagai media cetak, seperti surat kabar,


(47)

majalah dan tabloid. Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan (Wijana, 2004 : 4).

2.1.15 Pendekatan Semiotika

Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda, atau seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana “kata” adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burunng dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun secara non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang dalm bidang bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi kehidupan manusia. Sehingga Derrida (dalam Kurniawan, 2008 : 34), mengikrarkan bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini sepenting bahasa, “there is nothing outside language”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia sehingga : “manusia yang tak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup” (Widagdo dalam Kruniawan, 2008). Charles Sanders Pierce merupakan ahli filsafat dan tokoh terkemuka dalam


(48)

40

semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia hanya dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi dengan sarana tanda. Tanda yang dapat dimanfaatkan dalam senirupa berupa tanda visual yang bersifat non verbal, terdiri dari unsur dasar berupa seperti garis, warna, bentuk, tekstur, komposisi dan sebagainya. Tanda-tanda yang bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan seperti objek manusia, bintang, alam, imajinasi atau hal-hal yang abstrak lainnya. Apapun alasan (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya adalah sesuatu yang kasat mata. Karena itu secara umum bahasa digunakan untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media antara perupa (seniman) dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer membatasi bahasa rupa pada segitiga, estetis-simbolis-bercerita (story telling). Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalanya.

Menurut John Fiske pada intinya semua model yang membahas mengenai makna dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu membahas tiga elemen antar lain:

1. Sign atau tanda itu sendiri

Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam-macam tanda. Cara seseorang dalam memproduksi tanda, macam-macam makna yang terkandung di dalamnya dan juga bagaimana mereka saling berhubung dengan orang-orang yang menggunakannya. Dalam hal ini tanda dipahami sebagai konstruksi makna dan hanya bisa dimaknai oleh orang-orang yang telah menciptakannya.


(49)

2. Codesi atau kode

Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi media komunikasi yang sesuai dengan transmisi pesan mereka.

3. Budaya

Lingkungan dimana tanda dan kode itu berada. Kode dan lambang tersebut segala sesuatunya tidak dapat lepas dari latar belakang budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.

Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai ahli, seperti Saussure, Pierce dan sebagainnya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah model semiotik milik Pierce karena adanya kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi linguistik.

2.1.16 Semiotika Charles S. Pierce

Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur, 2004 : 83). Bagi Pierce tanda “ is something which stands to somebody for something in some respect or capacity “. Kita misalnya dapat menjadikan teori segitiga makna (triangle of meaning) menurut Pierce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen ) selalu terdapat dalam sebuah triadik, yakni ground, object dan interpretant (Sobur, 2004 : 41).


(50)

42

Sementara itu interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan, 2008 : 37).

Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori yaitu : ikon, indeks dan simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvesi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi simbol tanda yang menunjuk hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasakan konvensi atau perjanjian masyarakat (Sobur, 2004 : 42). Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan dalam gambar berikut ini : (Fieske dalam Sobur, 2001 : 85)


(51)

Sign

Interpretant Object

Gb. 2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Pierce

Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut.

Icon

Indeks Simbol

Gb. 2.2 Model Kategori Tanda Oleh Pierce

2.2

Kerangka Berfikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya latar belakang pengalaman (Field Of Experience) dan latar belakang pengetahuan (Field Of Preference) yang berbeda-beda para individu tersebut. Begitu juga peneliti dalam hal memekanai tanda dan lambang yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.

Dalam Penelitian ini, peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan lambang dalam hal ini adalah pada pemaknaan karikatur “Ahmadiyah Tanpa


(52)

44

Interpretant

Peneliti dalam memaknai karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011 secara keseluruhan berdasarkan kategori tanda Pierce (ikon, indeks, dan Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011. Tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran kariaktur secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang sesuai dengan peristiwa yang melatar belakangi melatarbelakangi pembuatan karikatur dalam cover Tempo, yang dijabarkan secara terperinci dalam pemilihan gambar dan warna.

Berdasarkan landasan diatas, maka peneliti menggunakan metode semiotik Charles S. Pierce, yaitu teori tentang segitiga makna (triangle of meaning), yang terdiri dari tanda, objek dan interprentant. Tanda merujuk pada sesuatu yang dirujuk, sementara interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk oleh sebuah tandaa. Pierce membagi tanda dalam tiga kategori, yaitu ikon, indeks dan simbol. Dengan metode tersebut, maka dapat diperoleh suatu hasil interpretasi mengenai pemaknaan karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.

Analisis Semiotik Charles Sander Pierce

Object

Keseluruhan dari karikatur cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011

Sign

Setiap bentuk tanda yang dimaknai dan ditimbulkan oleh karikatur pada cover majalah Tempo


(53)

3.1 Jenis Penelitian

Penelitan ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotik. Alasan digunakannya metode deskriptif kualitatif terdapat beberapa faktor pertimbangan, yaitu pertama metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moelong, 2002 : 33).

Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif-interpretatif, yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajian serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut (Christomy dan Yuwono dalam Marliani, 2004: 48).

Oleh karena itu peneliti harus memperhatikan beberapa hal dalam penelitian ini, pertama adalah konteks atau situasi sosial di seputar dokumen atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat memahami makna dari teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya dikemas secara aktual dan diorganisasikan secara bersama. Ketiga adalah pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi.


(54)

46

Dalam penelitian ini menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004 : 15). Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan sepanjang gambar dalam cover karikatur. Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk mengetahui pemaknaan karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.

3.2 Korpus

Di dalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah yang disebut korpus. Korpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis kesemenaan. Korpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya akan memelihara sebuah sisitem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Korpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf substansi maupun taraf waktu (Kurniawan 2001 : 70).

Korpus merupakan sampel terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat homogen. Tetapi sebagai analisa, korpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah teks pesan. Korpus bertujuan khusus digunakan untuk analisa semiotik dan analisa wacana. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif.


(55)

Sedangkan korpus pada penelitian kualitatif ini adalah gambar karikatur, warna, dan tulisan “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.

3.3 Definisi Konseptual

Definisi konseptual pada penelitian ini adalah tanda yang ada di dalam karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” yang berupa gambar, benda dan warna yang terdapat dalam karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” yang dimuat pada pada Majalah Tempo yang menggambarkan tangan yang berjas hitam yang memegang karikatur wayang kulit. Di dalam gambar wayang terdapat gambar empat orang laki-laki yang terlihat mengebu-gebu melakukan aksi serangan ke suatu pihak. Empat laki-laki dalam gambar memiliki karakter yang ditampilkan secara berbeda untuk masing-masingnya. Dimana kemudian di interpretasikan dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol).

3.3.1 Ikon (icon)

Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. (Sobur, 2001 : 41). Dengan kata lain tanda memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Apabila pada karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” ditunjukan :

1. Tangan kiri yang memegang wayang kulit. 2. Wayang kulit.


(56)

48

3. Empat laki-laki dalam gambar memiliki karakter yang memakai atribut busana berbeda-beda.

3.3.2 Indeks (index)

Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat (Sobur, 2004 : 42), atau disebut juga dengan tanda sebagai bukti. Pada karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” ditunjukan dengan :

1. Isyarat tangan berupa gerakan tangan dan gerakan kaki empat orang dalam gambar karikatur wayang dan gerakan tangan pemegang karikatur wayang.

2. Gambar alat-alat berupa batu, parang, dan tongkat yang digunakan oleh empat lelaki dalam gambar wayang.

3. Busana jas yang dikenakan pemegang wayang. 4. Tulisan “Ahmadiyah Tanpa Negara”.

3.3.3 Simbol (symbol)

Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat) (Sobur, 2004 : 42). Pada karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” ditunjukan dengan :

1. Background karikatur dengan perpaduan warna oranye dengan gradasi oranye muda.


(57)

2. Berbagai asesoris yang dipakai oleh gambar empat lelaki berupa peci, sarung, sorban, dan syal.

Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks dan simbol tergantung dari kebutuhan dan sudut pandang khalayak (point of interest) yang memaknainya. Sehingga penempatan tanda-tanda dalam karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” di atas, yang mana sebagai ikon, mana sebagai indeks dan mana sebagai simbol tersebut hanya sebatas subjektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak, karena hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang memaknai karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada majalah Tempo sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melakukan pengamatan secara langsung karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011. Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui penggunaan bahan dokumenter seperti majalah, studi keperpustakaan, bahan-bahan yang dapat dijadikan referensi serta penggunaan internet. Selanjutnya data-data akan dianalisis berdasarkan landasan teori semiotik Pierce dan data-data dari penelitian ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui penafsiran makna karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.


(58)

50

3.5 Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi jawaban terhadap objek yang diteliti. Analisis data dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan model semiotik dari Charles Sanders Pierce, yaitu sistem tanda (sign) dalam karikatur yang dijadikan korpus (sample) dalam penelitian, dikategorikan kedalam tanda dengan acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Pierce terbagi kedalam tiga kategori yaitu ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol).

Dengan studi semiotik penelitian dapat memakai gambar dan pesan yang terdapat dalam karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” serta membentuk berbagai pemaknaan terhadap karikatur ini. Karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran karikatur, untuk mengetahui makna yang ada dalam karikatur tersebut.

Untuk mengetahui hubungan antara tanda, penggunaan tanda dan realitas eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan model semiotik dari Pierce. Sistem tanda (gambar, warna, dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.


(59)

Terkait dalam penelitian ini, untuk mengetahui isi pesan dalam karikatur surat pembaca, peneliti mengamati signs atau sistem tanda yang tampak dalam Iklan, kemudian memaknai dan menginterpretasikannya dengan menggunakan metode semiotik Pierce, yang terdiri dari :

1. Obyek

Adalah gambar atau karikatur itu sendiri. Obyek dalam penelitian ini adalah karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.

2. Sign

Adalah segala sesuatu yang ada dalam gambar karikatur tersebut. Sign dalam penelitian ini adalah tangan berjas hitam sedang memegang wayang kulit. Di dalam gambar wayang terdapat gambar empat orang laki-laki memiliki karakter yang ditampilkan secara berbeda untuk masing-masingnya.

3. Interpretant

Adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Interpretant dalam penelitian ini adalah hasil interpretasi dari peneliti.


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1 Pemaknaan Terhadap Karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara”

Karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” yang menjadi objek penelitian ini dimuat pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011. Karikatur ini mengangkat konflik berbau SARA (Suku Agama Ras dan Antar golongan) yang pecah pada kerusuhan awal Februari 2011 di Cikeusik, Banten. Karikatur ini menampilkan tangan berjas hitam yang memegang karikatur wayang kulit. Di dalam wayang terdapat gambar empat orang laki-laki yang terlihat mengebu-gebu melakukan aksi serangan ke suatu pihak. Empat laki-laki dalam gambar memiliki karakter yang ditampilkan secara berbeda untuk masing-masingnya.

Karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” mengambarkan gelombang anti Ahmadiyah semakin kini semakin terang-terangan melancarkan aksi penolakannya. Serangan demi serangan dengan aksi kekerasan pun sudah berkali-kali dilakukan. Terakhir, pada 6 Februari 2011, ribuan orang menyerang rumah Suparman, salah seorang pengikut Ahmadiyah di Desa Umbulah, Cikeusik, Pandeglang, Banten. Beberapa orang terbunuh dan banyak korban luka-luka.

Ahmadiyah merupakan suatu ajaran yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di tahun 1928. Menurut penganutnya, ajaran ini termasuk dalam sekte Islam. Di negara-negara seperti di Arab dan Pakistan Ahmadiyah terang-terangan tidak diakui. Sama halnya di Indonesia, pemerintah tidak mengakui ajaran ini dan


(1)

66

Dalam peristiwa ini, pemerintah tidak berpijak pada konstitusi yang menjamin hak Ahmadiyah memilih dan menjalankan keyakinannya. Pemerintah telah membuat Surat Keputusan Tiga Menteri yang isinya secara implisit menyebut pembubaran Ahmadiyah. Pemerintah menghendaki peghentian kegiatan Ahmadiyah karena tidak sesuai dengan penafsiran agama Islam pada umumnya. Surat keputusan itu tidak hanya tidak membela hak dasar Ahmadiyah, tetapi juga tidak melindungi jemaat itu dari kekerasan kelompok penentangnya.

Pemerintah terlihat bimbang memandang Ahmadiyah. Pemerintah tampak tidak punya sikap politik yang jelas tetang hubungan pemerintah dengan kelompok seperti Ahmadiyah karena adanya kepentingan politik praktis pemerintah. Pemerintah akan semakin jauh terseret dalam pelanggaran hak berkeyakinan warga negara yang ada di dalam konstitusi. Presiden yang adalah pucuk pimpinan di pemerintahan harus menindak tegas pelaku peristiwa penyerangan dan pembunuhan di Cikeusik. Presiden harus memastikan kabinetnya sanggup menjamin hak kaum minoritas seperti Ahmadiyah sesuai dengan konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil interpretasi dan penjelasan peneliti dalam pemaknaan karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011, maka terlihat sistem tanda yang terdiri dari ikon, indeks dan simbol yang merupakan korpus dalam penelitian ini.

Menurut sudut pandang peneliti yang menjadi ikon dalam karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011 ini ditunjukan dengan gambar Karikatur ini menampilkan tangan berjas hitam yang memegang karikatur wayang kulit. Di dalam wayang terdapat gambar empat orang laki-laki yang terlihat mengebu-gebu melakukan aksi serangan ke suatu pihak. Empat laki-laki dalam gambar memiliki karakter yang ditampilkan secara berbeda untuk masing-masingnya.

Yang menjadi ikon dalam penelitian ini adalah tangan yang memegang karikatur wayang kulit, wayang kulit itu sendiri, dan empat laki-laki dalam gambar memiliki karakter yang ditampilkan secara berbeda untuk masing-masingnya. Sedangkan indeks dalam penelitian ini adalah isyarat tangan berupa gerakan tangan dan gerakan kaki empat orang dalam gambar karikatur wayang dan gerakan tangan pemegang karikatur wayang, gambar alat-alat seperti parang dan tongkat yang digunakan oleh empat lelaki dalam gambar wayang, Busana jas yang dikenakan pemegang wayang. Serta tulisan “Ahmadiyah Tanpa Negara”


(3)

68

sesuai dengan pengertian indeks itu sendiri adalah tanda yang hadir akibat adanya hubungan dengan ciri acuannya yang bersifat kasual atau tanda yang secara alamiah mempresentasikan objek lainnya yang muncul berdasarkan sebab akibat.

Sedangkan untuk simbol adalah background karikatur dengan perpaduan warna oranye dengan gradasi oranye muda dan berbagai asesoris yang dipakai oleh gambar empat lelaki seperti sorban dan syal. Dikarenakan simbol pada dasarnya merupakan tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya atau sesuatu tanda yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lainnya berdasarkan sekelompok orang yang disepakati bersama, bersifat arbiter atau semena.

Pada karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” ini menunjukan karikatur wayang kulit yang bergambarkan empat orang laki-laki di dalamnya. Wayang kulit tersebut merepresentasikan bingkai dari peristiwa penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, Februari 2011 ini. Penyerangan ini mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Gambar keempat pria dalam gambar wayang mewakili ribuan penyerang anti Ahmadiyah dari organisasi Islam lain.

Pada karikatur ini, digambarkan tangan berbalut jas hitam yang memegang karikatur wayang kulit. Tangan ini adalah tangan presiden, sebagai pejabat tertinggi negara yang mempunyai otoritas mewakili pemerintahannya mengambil sikap politik untuk masalah penyerangan ini. Dalam peristiwa ini, hak asasi pengikut Ahmadiyah untuk bebas berkeyakinan direnggut, bahkan nyawa mereka terancam. Oleh karena itu negara harus mengambil sikap yang jelas terhadap kasus-kasus seperti kasus Ahmadiyah ini. Pemerintah hendaknya tetap melindungi


(4)

rakyatnya dan mewujudkan kebebasan berkeyakinan sesuai dengan yang tercantum dalam konstitusi negara Indonesia, UUD 1945.

Dari beberapa uraian kesimpulan seperti yang dijelaskan diatas tersebut, murni hanya sebatas subjektifitas dan pemahaman peneliti, perbedaan sudut pandang dan pendapat adalah sah menurut Metode Deskriptif Kualitatif. Seperti metode yang peneliti gunakan dalam penelitian Pemaknaan Karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.

5.1 Saran

Konsep pemaknaan karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011 ini cukup menarik, namun dalam bab ini peneliti akan memberikan saran bagi penelitian yang akan datang agar pembuatan ilustrasi karikatur pada cover majalah hendaknya memiliki makna yang jelas, tidak ambigu kata atau bermakna ganda. Meskipun judul harus dibuat dengan kata yang singkat, jelas dan memwakili pesan yang disampaikan. Agar orang merasa tidak bingung atau bahkan kecewa karena setiap orang memiliki Field of Experience dan Frame of Refrence yang berbeda-beda.

Sehingga dengan maksud dan tujuan tersebut diharapkan suatu permasalahan yang diangkat melalui karikatur harus dapat mampu memahami khalayak mengenai isu-isu yang masih hangat. Dengan menggunakan tanda-tanda non verbal, penampilan gambar dan warna sehingga makna dan pesan dari karikatur dapat mengenai sesuai dengan konsep yang ditampilkan. Penelitian ini


(5)

70

belum sempurna, maka diharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya pemaknaan karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” ini.


(6)

Cangara, Hafid, Pengantar Ilmu Komunikasi. 2005. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Djuroto, Totok, Manajemen Penerbitan Pers. 2002. Bandung: PT. Remaja Rosdakarnya

Hardjana, Suka. Jas Wakil Rakyat dan Tiga Kera : Percikan Kebijaksanaan. 2008. Jakarta : Kompas Gramedia

Kusmiati, Artini. Teori Dasar Desain Komunikasi Visual. 1999. Jakarta: Djambatan

Moleong, Lexi, Metode Penelitian Kuantitatif. 2002. Bandung: PT. Remaja Rosdakarnya

River, William L. Media Massa Dan Masyarakat Modern. 2003. Jakarta: Kencana

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. 2006. Bandung: PT. Rosdakarya.

Sunarto. Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta. 1989. Jakarta : Balai Pustaka. Tinarbuko, sumbo, Semiotika Komunikasi Visual. 2009. Yogyakarta: Jalansutra Waluyo, Heri, Dwi. Karikatur Sebagai Karya Komunikasi Visual Dalam

Penyampaian Kritik Sosial. 2002. Surabaya: Nirm Journal Vol. 2 No. 2 UKP, hal 128-134.

Wijaya, I Dewa Putu. Kartun. 2004. Jakarta: Ombak

Non Buku

Majah Tempo edisi 14- 20 Februari 2011 Internet

http://ahmadiyah.org http://oase.kompas.com

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php www.tempointeraktif.com


Dokumen yang terkait

PEMAKNAAN KARIKATUR PADA COVER MAJALAH TEMPO ENGLISH EDITION (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Nunun Nurbaetie Pada Cover Majalah Tempo Edisi 21 – 27 Desember 2011).

2 9 82

PEMAKNAAN KARIKATUR PADA COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Cover Majalah Tempo “Kesaksian Menjerat Miranda” Edisi 30 Januari-5 Februari 2012).

0 0 92

PEMAKNAAN KARIKATUR PADA COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Cover Majalah Tempo “Kesaksian Menjerat Miranda” Edisi 30 Januari-5 Februari 2012).

0 2 92

PEMAKNAAN COVER PADA MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Revolusi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 7 - 13 Februari 2011).

1 3 74

PEMAKNAAN KARIKATUR MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur pada cover majalah Tempo edisi 11-17 Juli 2011).

2 2 80

PEMAKNAAN KARIKATUR COVER MAJALAH TEMPO YANG BERJUDUL “BAHASYIM SALABIM” ( Studi Semiotik Pemaknaan Cover Majalah Tempo Edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 ).

0 1 95

PEMAKNAAN KARIKATUR COVER MAJALAH TEMPO YANG BERJUDUL “BAHASYIM SALABIM” ( Studi Semiotik Pemaknaan Cover Majalah Tempo Edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 )

0 0 16

PEMAKNAAN KARIKATUR MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur pada cover majalah Tempo edisi 11-17 Juli 2011).

0 2 23

PEMAKNAAN COVER PADA MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Revolusi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 7 - 13 Februari 2011)

0 0 19

PEMAKNAAN KARIKATUR “AHMADIYAH TANPA NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011 (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur “AHMADIYAH TANPA NEGARA” pada Cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011)

0 0 19