STUDI SENI BATIK KONTEMPORER KARYA TANTO SUHENG DI RT 02 RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA

DI RT 02 / RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA SKRIPSI

Oleh: NORMANTA AGUS PURWASANDI

K3208044

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Februari 2013

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Normanta Agus Purwasandi NIM : K3208044 Jurusan/Program Studi : PBS/Pendidikan Seni Rupa

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul ”STUDI SENI BATIK

KONTEMPORER KARYA TANTO SUHENG DI RT 02/RW II TEGALREJO,

SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA ” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 24 Januari 2013

Yang membuat pernyataan

Normanta Agus Purwasandi

02/RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA

Oleh: NORMANTA AGUS PURWASANDI K3208044

Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Februari 2013

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 24 Januari 2013

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Edi Kurniadi, M.Pd. Endang Widiyastuti, S.Pd. NIP 1960051819890311001

NIP 197105272005012001

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang

Tanda Tangan

Ketua : Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd. _______________ Sekretaris : Drs. Margana, M.Sn.

_______________ Anggota I : Drs. Edi Kurniadi, M.Pd.

_______________ Anggota II : Endang Widiyastuti, S.Pd.M.Pd.

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 196007271987021001

Normanta Agus Purwasandi. A STUDY ON CONTEMPORARY BATIK ART BY

TANTO SUHENG IN RT 02/RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN,

SURAKARTA. Thesis, Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. January 2013.

The objective of research is to find out: (1) Tanto Suheng’s art journey in batik art creation, (2) the process of contemporary batik art production by Tanto Suheng, and (3) the form of contemporary batik art production by Tanto Suheng.

This research directed to qualitative approach, using a single embedded case study. The data source derived directly from corresponding respondent: Tanto Suheng and several related persons in research, event and research location, and document. The sample of research was taken using Purposive Sampling. Techniques of collecting data used were observation, interview and documentation. The data validation was done using source triangulation and informant review. The data analysis was processed into three stages: (1) data reduction, (2) data display, and (3) conclusion drawing. The research procedure encompassed pre-field, field work, data analysis, and report writing stages.

From the result of research, it could be concluded that: (1) Tanto Suheng’s art journey in b atik art creation was affected by two supporting factors: batiker family’s

environment and activeness in attending artistic activity, (2) the process of contemporary batik art by Tanto Suheng encompassed such stages as: Making outline on hvs paper as the reference before making it on the prime plain cloth, the cloth was stretched on spanram before batiking process was done, batiking process directly on the cloth stretched on spanram using canting (small dipper used to apply wax in batik process) and brush, coloring process was done using reactive colorant, namely remashol, with colet technique using brush or jegul, color locking using waterglass, batik wax removal from the cloth using hot water mixed with starch solution, cloth washing with clean water until the wax was totally removed, and cloth drying under sunlight. (3) The form of contemporary batik art by Tanto Suheng constituted the painting in 200 x 80 cm, 100 x 100 cm, 80 x 200 cm, and 70 x 60 cm sizes. The typical characteristic of batik was oriented to abstract form, with prominent shape elements including: curve, organic plane, white, red, orange, blue, brown, and black color combination. The works made, among other, featured Solo Batik Carnival theme made in 2010-2012.

Keywords: batik art, contem porary, Tanto Suheng’s work.

Normanta Agus Purwasandi. STUDI SENI BATIK KONTEMPORER KARYA

TANTO SUHENG DI RT 02/RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN,

SURAKARTA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Januari 2013.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) perjalanan kesenian Tanto

Suheng dalam berkarya seni batik, (2) proses pembuatan seni batik kontemporer karya Tanto Suheng, (3) bentuk seni batik kontemporer karya Tanto Suheng.

Penelitian ini mengarah pada pendekatan kualitatif, dengan menggunakan studi kasus tunggal terpancang. Sumber data berasal langsung dari informan yang bersangkutan yaitu Tanto Suheng dan beberapa orang yang masih terkait dalam penelitian, peristiwa dan tempat penelitian, dan dokumen. Sampel penelitian diambil berdasarkan Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber dan reviu informan. Analisis data diproses dalam tiga tahap, yaitu : (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan kesimpulan. Prosedur penelitian melalui, tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap penyusunan laporan.

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Perjalanan kesenian Tanto Suheng dalam berkarya seni batik dipengaruhi dua faktor pendukung, yaitu lingkungan keluarga pembatik dan keaktifan mengikuti kegiatan berkesenian, (2) Proses seni batik kontemporer karya Tanto Suheng melalui beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut : Membuat sketsa kasar pada kertas hvs untuk acuan sebelum pada kain mori prima, kain direntangkan pada spanram sebelum dilakukan pembatikan, proses pembatikan secara lansung pada kain yang sudah dispanram dengan menggunakan canting dan kuas, proses pewarnaan menggunakan zat warna reaktif yaitu remashol, dengan teknik colet menggunakan kuas atau jegul, penguncian warna dengan menggunakan watterglass, pelorodan malam batik pada kain dengan menggunakan air panas yang dicampuri larutan pati kanji, pencucian kain pada air bersih sampai malam terlepas seutuhnya, dan pengeringan kain di bawah sinar matahari. (3) Bentuk seni batik kontemporer karya Tanto Suheng berupa lukisan dengan ukuran 200 x 80 cm,100 x 100 cm, 80 x 200 cm, 70 x 60 cm. Ciri khas batiknya mengarah ke bentuk abstrak, dengan beberapa unsur rupa yang menonjol, yaitu: garis lengkung, bidang organis, kombinasi warna putih, merah, orange, biru, coklat, dan hitam. Karya-karya yang dibuat salah satunya sering menampilkan tema Solo Batik Carnival dengan tahun pembuatan 2010-2012.

Kata kunci: seni batik, kontemporer, karya Tanto Suheng.

“Kita tidak perlu memikirkan berapa kali kita gagal melakukan sesuatu, akan tetapi

yang perlu kita pikirkan adalah berapa kali kita bangkit dari kegagalan tersebut ”

(Normanta Agus Purwasandi)

Teriring syukurku pada-Mu ya Allah SWT, kupersembahkan karya ini untuk :

 “Bapak dan Ibu”

Selalu member ikan do’anya yang terbaik, di kala senang dan maupun susah. Serta selalu mengarahkan dan membimbing di kala salah dan lupa.

 “Adik-Adikku”

Setiap kepercayaan kalian menjadi tonggak sepirit yang menyangga agar bisa berdiri tegap di saat gejala malas menghampiri.

 “Teman-Teman Seperjuangan”

Kebersamaan mencari ilmu dari mulai berwarna hijau muda sampai hijau menguning akan terkenang selalu dalam perjalanan hidup selanjutnya.

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul ”STUDI SENI BATIK KONTEMPORER KARYA TANTO

SUHENG DI RT 02/RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN,

SURAKARTA ”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.

3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd. Ketua Program Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Edi Kurniadi, M.Pd, selaku Pembimbing I yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Endang Widiyastuti, S.Pd, M.Pd, selaku Pembimbing II yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Tanto Suheng, yang telah memberi kesempatan dan tempat guna pengambilan data dalam penelitian.

7. Komunitas Canting Kakung, yang telah memberi bimbingan dan bantuan dalam penelitian.

8. Teman-teman FKIP Pendidikan Seni Rupa angkatan 2008 yang telah memberikan 8. Teman-teman FKIP Pendidikan Seni Rupa angkatan 2008 yang telah memberikan

Surakarta, 24 Januari 2013

Penulis,

mendidih ....................................................................................................... 90 Gambar 4.33. Proses pelorodan malam ........................................................ 91 Gambar 4.34. Proses pencucian kain ............................................................ 92 Gambar 4.35. Pemasangan ulang kain pada spanram................................... 93 Gambar 4.36. Batik kontemporer dengan tema Solo Batik Carnival ........... 97 Gambar 4.37. Batik kontemporer dengan tema relung-relung janur ............ 98 Gambar 4.38. Batik kontemporer dengan tema Solo Batik Carnival ........... 99 Gambar 4.39. Batik kontemporer dengan tema relung-relung janur. ........... 100 Gambar 4.40. Batik kontempoerer dengan tema relung-relung janur ........... 101 Gambar 4.41. Batik kontemporer dengan tema janin ................................... 102 Gambar 4.42. Batik kontemporer dengan tema Solo Batik Carnival ........... 103

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Peta Wilayah Kalurahan Sondakan ...................................................................... 112 2 Wawancara ........................................................................................................... 113

3 Foto Dokumentasi Kegiatan ................................................................................ 141

4 Bank Data Kelurahan Sondakan ......................................................................... 148 5 Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi ........................................................ 149 6 Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan

Skripsi .................................................................................................................. 150 7 Surat Permohonan Izin Observasi ........................................................................ 151 8 Surat Keterangan Penelitian ................................................................................. 154

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kota Solo atau lebih dikenal dengan nama kota Surakarta merupakan salah satu kota penghasil batik di Jawa Tengah. Perkembangan batik di Surakarta didukung oleh adanya beberapa sentra penghasil batik. Sentra penghasil batik di Surakarta adalah di Kecamatan Laweyan. Kegiatan pembatikan dilakukan oleh masyarakat setempat sebagai mata pencaharian utama.

Kecamatan Laweyan dianggap sebagai tempat tertua perintisan batik sebelum adanya penguasa kerajaan-kerajaan. Hal ini juga ditegaskan oleh Wijaya (2011: 59) mengatakan, “…Laweyan merupakan desa kuno yang sudah ada sebelum berdirinya kerajaan Pajang ”. Beberapa tempat industri batik di Kecamatan Laweyan terdiri dari bermacam-macam kelompok pembatik yang menyebar luas, diantaranya: Kelurahan Pajang, Kelurahan Laweyan, Kelurahan Panularan, Kelurahan Sriwedari, Kelurahan Penumping, Kelurahan Purwosari, Kelurahan Bumi, Kelurahan Sondakan, Kelurahan Kerten, Kelurahan Jajar, dan Kelurahan Karang Asem. Setiap tempat tersebut memiliki sejarah batik yang berbeda-beda. Misalnya di Kelurahan Sondakan memiliki sejarah seni batik kontemporer yang pernah booming di era 70an.

Pada tahun 1970an para kelompok pembatik di Kelurahan Sondakan, mencoba memulai memproduksi batik kontemporer secara masal oleh beberapa kelompok pembatik. Awalnya produksi pesanan meningkat pesat, akan tetapi lambat laun terjadi penurunan pesanan produksi. Tentunya keberaandaan mepertahankan usaha batik kontemporer tersebut tidak bertahan lama. Banyak dari para pengrajin yang gulung tikar, namun juga ada beberapa pembatik batik kontemporer yang tetap bertahan sampai sekarang.

Peran pembatik di Kelurahan Sondakan berpengaruh besar terhadap perjalanan panjang perkembangan dari seni batik klasik menjadi seni batik Peran pembatik di Kelurahan Sondakan berpengaruh besar terhadap perjalanan panjang perkembangan dari seni batik klasik menjadi seni batik

Bentuk visual dari seni batik klasik mulai digantikan dengan perubahan seni batik kontemporer. Hal ini terjadi karena bentuk motif dan warna seni batik kontemporer tidak terikat seutuhnya. Kebebasan motif dan warna lebih memikat masyarakat luas. Sa‟du mengutarakan hal yang sama dalam bukunya yang berjudul “Buku Panduan Mengenal dan Membuat Batik” (2010: 14) mengatakan, “Motif batik tradisional yang didominasi oleh lukisan binatang dan tanaman sempat bergeser pada

motif abstrak seperti awan, relief candi, dan wayang”. Pada prinsipnya dilihat dari bentuk seni batik kontemporer bisa difungsikan menjadi dua, yaitu: sebagai seni batik terapan yang mengarah pada benda pakai, dan sebagai seni batik non terapan (murni) yang hanya dinikmati nilai ekpresi seninya saja, misalkan batik dengan bentuk lukisan.

Seni batik kontemporer berbeda dengan batik pada umumnya, baik dari segi teknik dan ide penciptaan. Teknik sangat dibebaskan pada pembuatan seni batik kontemporer, dengan acuan berupa ide sebelumnya. Sehingga banyak yang beranggapan bahwa seni batik kontemporer sama dengan seni lukis batik atau batik lukis. Menurut Yahya dalam Soedarsono, Astuti, dan Sunjata. Berpendapat seni lukis batik berbeda dengan batik pada biasanya, lebih menitik beratkan pada: ide pencipta atau seniman, kreasi menuju sesuatu yang lain atau berbeda, ekspresi sebagai ungkapan batiniah yang murni, orisinalitas dalam artian penciptaan bentuk-bentuk dan teknik yang ditemukan sendiri (1985). Seni batik kontemporer atau seni batik lukis memiliki nilai fungsi seni yang mengarah pada seni murni (fine art). Penuangan idenyapun lebih dibebaskan sesuai keinginan pembatik atau senimannya.

perkembangan seni batik kontemporer di Kelurahan Sondakan. Bagi komunitas seniman batik, batik kontemporer perlu dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut ke depannya. Karena tujuan utama para komunitas seniman batik kontemporer di Kelurahan Sondakan ingin mempertahankan seni batik sebagai warisan budaya dari nenek moyang yang perlu dipertahankan, dilestarikan, dan diperkenalkan kepada generasi muda.

Canting Kakung adalah komunitas seniman batik kontemporer di Kelurahan Sondakan yang membuka lahirnya batik gaya baru di Surakarta pada tahun 70an. Komunitas ini terdiri dari beberapa anggota diantaranya: Bambang Tedeng, Chosaeri, Cuk Sugiarto, Lestari, Sumarsono, Suparman, Suratman, Tanto Suheng, Wiryanto, Warno Gombor, Perdana Kusuma, dan masih banyak lagi. Kegiatan utama mereka berkarya dan memenejemen bersama batik kontemporer menjadi kain batik yang penuh gaya masa kini bagi masyarakat Surakarta.

Perubahan gaya atau corak seni batik kontemporer atau dikenal dengan seni batik lukis sangat berbeda sekali dengan seni batik tradisi atau seni batik klasik yang sudah mempunyai patokan khusus (pakem) dalam pembuatan bentuk polanya. Seni batik kontemporer sebenarnya adalah sebuah gaya atau corak masa sekarang. Bentuk motifnyapun tergantung ekspresi senimannya dalam membuat. Keindahan motif yang berbeda-beda menjadikan seni batik kontemporer banyak diminati oleh masyarakat.

Salah satu tempat yang berani memulai gebrakan baru dalam upaya mengenalkan seni batik kontemporer kepada masyarakat adalah di Kelurahan Sondakan tepatnya di Tegalrejo, Rt 02 / Rw II. Seorang pelopornya bernama Tanto Suheng, beliau seorang aktivis di Komunitas Canting Kakung dan sekaligus seniman penggerak seni batik kontemporer di Kelurahan Sondakan. Beliau berfikir lebih kreatif dari pada pengrajin batik lain, yang masih mempertahankan batik pada umumnya.

terdorong untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah penulisan ilmiah y ang berbentuk skripsi dengan judul “STUDI SENI BATIK KONTEMPORER KARYA TANTO SUHENG, DI RT 02 / RW II TEGALREJO, SONDAKAN, LAWEYAN, SURAKARTA .”

B. Rumusan Masalah

Berpijak pada latar belakang masalah di atas, penulis memfokuskan masalah agar dapat bisa berkonserntrasi penuh dalam lingkup permasalahan yang telah ditetapkan. Sehingga menjadikan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan ke depannya. Dari permasalah di atas dapat ditarik perumusah masalah yang akan diteliti. Adapun perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perjalanan kesenian Tanto Suheng dalam berkarya seni batik ?

2. Bagaimana proses pembuatan seni batik kontemporer karya Tanto Suheng ?

3. Bagaimana bentuk seni batik kontemporer karya Tanto Suheng ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian pada dasarnya harus ada tujuan yang hendak dicapai kedepannya. Adapun tujuan yang mendasari penelitian ini, diantaranya yaitu untuk :

1. Mengetahui perjalanan kesenian Tanto Suheng dalam berkarya seni batik.

2. Mengetahui proses pembuatan seni batik kontemporer karya Tanto Suheng.

3. Mengetahui bentuk seni batik kontemporer karya Tanto Suheng.

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, dalam arti berguna baik dari segi teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan sumber ilmu bagi masyarakat luas, dan khususnya bagi mahasiswa Pendidikan Seni Rupa.

b. Dapat menambah khasanah wawasan keilmuan seni rupa khususnya seni batik kontemporer.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitiian ini dapat memberikan sumbangan data dan informasi bagi penelitian lebih lanjut.

b. Sebagai sebuah masukan dalam memperkenalkan kepada masyarakat luas tentang seni batik kontemporer.

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Seni Batik Kontemporer

1. Pengertian Seni

Setiap manusia diberi Tuhan akan rasa keindahan pada diri individu. Perbedaanya hanya terletak pada bagaimana setiap individu itu memvisualisasiakan seni. Seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari perasaannya, Sehingga mampu merangsang munculnya pengalaman yang baru bagi penikmatnya. Sama halnya pendapat yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, (Sulistyo, 2006 : 2) yang mengatakan “Seni yaitu segala perbuatan

manusia yang timbul dari perasaan hidupnya dan bersifat indah, hingga dapat menggerakan jiwa perasaan manusia.”

Seni merupakan usaha untuk mewujudkan sesuatu hal yang indah kedalam bentuk nyata. Kebutuhan manusia akan seni dijadikan prioritas paling akhir setelah kebutuhan utama terpenuhi. Seperti definisi yang dinyatakan oleh ahli dibawah ini bahwa :

Seni adalah realisasi dari usaha manusia untuk menciptakan yang indah- indah itu. Maka hal di atas dapat disubstitusi dengan seni; artinya, bisa juga dikatakan bahwa seni adalah kebutuhan manusia yang terakhir, sesuatu yang diinginkan setelah kebutuhan-kebutuhan lain seperti kebutuhan akan makan dan minum, kebutuhan akan perumahan dan sejenisnya terpenuhi. (Soedarso, 2006 : 2).

Fungsi seni dibagi menjadi dua, yaitu: seni murni (fine art) dan seni terap (apllied art). Seni murni adalah dorongan manusia untuk memunculkan sebuah ungkapan batin yang pernah dialaminya, dengan cara memvisualisakan ke dalam bentuk yang indah tanpa memperdulikan bentuk luarnya. Sesuai dengan pendapat Soedarso (2006), “Seni murni atau fine art adalah seni yang lahir karena dorongan murni estetik, yaitu keinginan akan pengkomunikasian atau pengekspresian hal- Fungsi seni dibagi menjadi dua, yaitu: seni murni (fine art) dan seni terap (apllied art). Seni murni adalah dorongan manusia untuk memunculkan sebuah ungkapan batin yang pernah dialaminya, dengan cara memvisualisakan ke dalam bentuk yang indah tanpa memperdulikan bentuk luarnya. Sesuai dengan pendapat Soedarso (2006), “Seni murni atau fine art adalah seni yang lahir karena dorongan murni estetik, yaitu keinginan akan pengkomunikasian atau pengekspresian hal-

ekspresi estetik”(hal.101). Penelitian ini lebih mengarah pada seni murni yang bersifat lebih bebas dalam pengungkapan ekspresinya. Contohnya seni lukis yang lebih ditonjolkan untuk dinikmati nilai keindahanya, sedangkan bentuk luar tidak dipermasalahkan. Seniman pembuatnya menjadi kunci utama dalam mengeskpresikan bentuk dengan bebas. Fungsi seni murni dalam penelitian ini lebih menitik beratkan pada nilai sosial, yaitu the social functions of art. Seperti diungkapkan Feldman (Jusmani, 2010), dimana seorang seniman dalam membuat karya seninya bertujuan untuk mempengaruhi kelompok manusia, dan karya seni tersebut dibuat untuk situasi umum(17).

Pada tahun 1970an seni lukis mengalami perubahan besar dalam perkembangannya. hal ini terjadi dengan munculnya para seniman muda yang mulai menemukan teknik dan gaya melukis secara lebih spontan dan kreatif. Zaini dan Popo Iskandar merupakan beberapa contoh seniman yang berani memunculkan cara baru dalam melukis. Sesuai dengan pendapat yang menyatakan,

“…karya-karya Zaini yang dimunculkan tahun 1970-an, nampak kekuatannya dalam melantukan mesteri alam l ingkungan… . Garis-garis yang digoreskan spontan ke atas kanvas”(Pameran Kias,1990), tidak lain juga pendapat yang menyatakan, ”Popo Iskandar pada perkembangan lukisan-lukisan di era 1970-an menunjukan kedigdyaan wujud, yang pada kemudian akhirnya muncul s ebagai cap jati dirinya. …Popo menemukan obyek- obyek khasnya…”(hal. 129)

Masih pada era yang sama muncul juga seni batik lukis atau batik abstrak yang dipelopori oleh para seniman di Kota Solo. Sebelumnya batik hanya boleh dipergunakan oleh kalangan raja dan kerabatnya, namun ketentuan tersebut bergeser bahwa batik bisa digunakan oleh masyarakat luas. Apalagi dengan Masih pada era yang sama muncul juga seni batik lukis atau batik abstrak yang dipelopori oleh para seniman di Kota Solo. Sebelumnya batik hanya boleh dipergunakan oleh kalangan raja dan kerabatnya, namun ketentuan tersebut bergeser bahwa batik bisa digunakan oleh masyarakat luas. Apalagi dengan

tahun tujuh puluhan batik abstrak oleh para seniman, diperkenalkan kepada masyarakat dan mendapat hati tersendiri sampai sekarang”(hal. 53).

Jadi seni batik lukis atau batik abstrak merupakan salah satu bagian dari seni murni, yang masih mengandung unsur ekspresi bebas senimannya.

2. Pengertian Seni Batik

Batik berasal dari kata bahasa Jawa, amba yang berarti kain dan tik berarti cara memberikan sebuah motif pada permukaan kain. Proses selanjutnya ditutupi dengan menggunakan canting yang dialiri malam atau lilin, dan diberi warna dengan menggunakan pewarna batik. Diteruskan dengan proses terakhir yaitu pelorodan malam atau lilin. Hal ini sesuai pendapat yang menyatakan, “Istilah batik berasal dari kosakata bahasa Jawa, yaitu amba dan titik. Amba berarti kain, dan titik adalah cara memberi motif pada kain menggunakan malam cair dengan cara dititik- titik.”(Sa‟du, 2010: 11). Sedangkan menurut Prasetyo yang mengatakan dalam pendapatnya bahwa:

Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama mengacu pada teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literature internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. (2010: 1)

Berkaitan dengan pendapat di atas menjelaskan bahwa batik sebagai sebuah proses yang mengarah pada dua anggapan. Pertama mengarah pada teknik pewarnaan, dan yang kedua mengarah pada motif-motif yang digunakan. Sedangkan proses membatik menurut Djumena (1990) mengatakan:

Sebagai alat melukis dipakai canting dan sebagai bahan melukis dipakai cairan malam . Canting terdiri dari mangkok kecil yang mempunyai carat dengan tangkai dari bambu. … Sesudah kain yang sudah dilukis atau ditulisi dengan malam diberi warna, dan sesudah malam dihilangkan atau dilorod , maka bagian yang tertutup malam akan tetap putih, tidak menyerap warna (hlm. 1).

Seni batik menurut Riyanto (1995) mengatakan bahwa, “…Seni Batik adalah titik-titik yang diusahakan atau diciptakan manusia sehingga menimbulkan

rasa senang atau indah baik lahir maupun batin”(hlm. 5). Jadi keindahan terhadap sebuah batik merupakan suatu proses dari buah karya manusia untuk mengkomunikasikan rasa terhadap manusia lainnya.

Pengertian tentang seni batik telah dijelaskan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa batik adalah suatu proses pembuatan yang memiliki dua cara yaitu penggunaan motif-motif yang berciri khas tertentu,dan teknik dalam hal pewarnaannya yang tidak lepas dari unsur estetis. Dua hal tersebut dikemas dalam suatu proses yang disebut batik atau mbatik.

3. Sejarah Singkat Perkembangan Seni Batik di Surakarta

Pembuatan seni batik dulu hanya dilakukan oleh keluarga kraton, khususnya para putri-putri, dan para permaisuri di lingkungan kraton. Menurut pendapat Sudarmono dalam Dharsono (2007) yang mengatakan, “Dalam

lingkungan kraton Surakarta keahlian membatik dapat dikatakan merupakan pekerjaan yang sangat mulia untuk menjunjung tinggi derajat pangkat putra-putri kraton. Bahkan dalam waktu-waktu tertentu raja memandang penting dalam menentukan kategori remaja pu tri yang anggun menurut kraton” (hlm. 71).

Perkembangan seni batik dimulai dengan seni batik klasik atau seni batik tradisi yang bermula dari Kraton Surakarta. Konsepsi klasik untuk kesenian Barat diangkat dari suatu hasil karya seni yang mempunyai kriteria tinggi sesuai dengan norma atau kaidah yang ada pada saat itu, dan sebagai salah satu syarat yang lain

Sedangkan konsepsi klasik menurut masyarakat Jawa adalah penetapan karya seni yang baik (sesuai dengan kaidah atau moral kerajaan) oleh raja (Soedarsono, dkk., tanpa tahun: 54).

Pada masa Keraton Surakarta masyarakat pembuat batik di luar tembok kraton karya batiknya diberikan kepada pihak keraton untuk diakui menjadi karya kerajaan. Hal tersebut sebagai upaya untuk memperkuat kedudukan raja dalam hal politik, sehingga menghasilkan motif-motif keluaran kraton. Karya yang telah diambil oleh keraton dibabar dengan teknik yang halus, menjadikan sebuah karya jajaran golongan atas bangsawan. Masyarakat kemudian menyebut batik keraton sebagai batik klasik. Seperti pendapat dari Dharsono (2007: 11) mengatakan bahwa, “Kehalusan babaran batik membuat para perajin batik (di luar Keraton), tertarik membawa batiknya dibabar di dalam lingkungan keraton untuk mendapatkan babaran yang bagus dengan sebutan batik klasik”. Proses pembatikannya dilakukan secara bersama-sama oleh anggota, kerabat, dan masyarakat diluar kraton, seperti diungkapkan pendapat di bawah ini:

“Batik kraton dikerjakan hanya dengan teknik batik tulis demikian pula pewarnaanya tetap mengandalkan pewarnaan alami yaitu dari bahan tumbuhan. Pembatiknya adalah para putri kraton, serta dalam proses pembatikan para putrid itu dibantu oleh para abdi dalem kraton pilihan. Yang sering kali diambil dari masyarakat luar tembok kraton yang ahli

membatik” (Affanti, 2009: 73).

Seiring dengan berjalannya waktu perkembangan teknologi semakin pesat, dan mulai ditemukannya alat cap pada pertengahan tahun 1920-an. Kemunculan batik cap waktu itu untuk mempermudah proses pembuatan batik. Pengusaha batik tulis yang masih berpegang pada pakem batik klasik di kraton dan sekitarnya sempat mengalami kemunduran. Produksi batik cap lebih menguntungkan, proses pembuatannya tidak sampai menuggu sampai berbulan- bulan seperti halnya batik tulis yang menggunakan tangan.

pada seni batik yang lebih tinggi, yaitu tidak hanya sebagai seni pakai tetapi diangkat kearah seni untuk seni. Perkembangan seni batik tumbuh dan berkembang baik nilai seninya, pola, maupun proses pembuatannya (Riyanto, 1995: 5). Di dalam bentuk motif dan pewarnaan batik ini lebih bebas, tidak sama sepeti batik klasik yang masih memegang pakem. Bentuk batik ini tidak mengalami pengulangan motif, sehingga menimbulkan estetika tersendiri dalam seni batik. Sebelum batik kontemporer berkembang pesat, muncul lagi pembuatan batik dengan teknik sablon atau printing.

Kesuksesan pembuatan batik sablon mulai mendapat perhatian dimata masyarakat. Karena pembuatannya yang lebih cepat dan sangat murah. Akan tetapi batik kotemporer perlahan juga mulai mengalami kemajuan pesat. Itulah sekilas perjalanan seni batik yang berkembang di Surakarta dan sekitarnya yang dimulai dari klasik (masa pemerintahan Kraton Surakarta) sampai pada seni batik kontemporer (masa kini).

4. Jenis-Jenis Batik

Batik terbagi menjadi beberapa jenis. Setiap jenis satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan, baik dari mulai bentuk motif, maupun proses pengerjaanya. Menurut Susanto (1980), ada 3 jenis batik dilihat dari cara tekniknya, yaitu diantaranya:

a. Batik Tulis Batik tulis dibuat secara menulis-nuliskan lilin batik dengan alat canting semacam pena berbentuk khusus untuk tulis lilin terbuat dari plat tembaga. Pada umumnya pekerjaan membatik ditulis dikerjakan oleh wanita, adapula beberapa daerah di mana membatik tulis dilakukan oleh pria. Pada batik ini biasanya masih mengikuti batik pendahulunya batik klasik, yang memiliki pakem dari kraton.

Batik cap adalah batik dalam proses pembuatan polanya menggunakan alat bantu berupa cetakan (cap), bahan cetakan sendiri terbuat dari tembaga. Cap ini biasa disebut canting cap, berbentuk stempel. Pembuatan batik ini sedikit lebih cepat dari pada batik tulis yang masih menggunakan tangan dalam membuat polanya.

c. Batik Lukis Batik dalam hal proses pembuatannya tidak terpaku oleh suatu aturan yang ada seperti pada batik klasik. Spontanitas langsung dilakukan oleh pembuatnya yang mahir. Kebebasan memilih teknik merupakan ciri dari batik lukis. Menurut Riyanto, pada motif dan warna tidak mengalami pengulangan seperti pada batik klasik. Proses pembuatan batik ini banyak ragamnya, si pembatik bebas berkreasi, tetapi pada garis besarnya teknik pembuatan dibagi menjadi 3, yaitu: teknik tutup, teknik lorot, dan teknik colet (campuran) (1995). Handoyo (2008) juga menambahkan bahwa, “Batik lukis termasuk batik kreasi baru. Pola-pola batik kreasi baru tidak terikat oleh ketentuan- ketentuan seperti batik klasik. Batik kreasi baru berpola bebas. Polanya dapat diambil dari bentuk seni primitif, bentuk patung, bentuk dari alam, atau kesenian daerah ” (hal.16).

Pembagian jenis batik lukis merupakan salah satu keaneka ragaman teknik pada seni batik. Sehingga membedakan selera dan keinginan masyarakat dalam memilih seni batik yang diinginkan. Penulis sendiri tertarik pada jenis seni batik lukis yang mengacu pada ranah kontemporer, karena seni batik ini lebih menonjolkan kebebasan dalam berkaryanya.

5. Pengertian Batik Kontemporer

Kontemporer pada mulanya adalah sebutan sebagai acuan seni yang berkembang pada masa kini (masa sekarang). Hal ini sesuai dengan pendapat Kontemporer pada mulanya adalah sebutan sebagai acuan seni yang berkembang pada masa kini (masa sekarang). Hal ini sesuai dengan pendapat

Pengertian kontemporer sebenarnya belum bisa dipastikan secara lebih rinci, karena setiap macam bentuk aliran atau gaya bisa masuk di dalamnya. Memang kontemporer hanya sebagian bentuk dari sebuah aktivitas berkesenian bagi para seniman. Saidi (2008) juga menambahkan bahwa:

Dari makna lesikal di atas tampak bahwa masalah waktu kezamanan dan/atau kekinian merupakan batasan tegas dalam konsep itu. Dengan demikian, seni rupa kontemporer bisa diartikan dengan seni rupa atau aktivitas kesenian (rupa) pada saat ini, kesenian pada masa kini. Pengertian ini jelas masih sangat umum, bahkan masih bisa dikatakan ambigu. Bersifat umum sebab tidak merujuk pada satu genre, paham, ideologi, dan lain- lain…(hal.17)

Perbedaan pendapat tentang pemahaman seni kontemporer masih ada pada masyarakat Indonesia. Belum ada pemahaman yang jelas seperti pada seni kontemporer dunia yang dianggap muncul setelah era modern menuju era postmodern. Sesuai dengan pendapat Ardhie (2012) , “Seni kontemporer Indonesia tidak bisa dikenali sebagai bagian dari Seni Kontemporer dunia, yang diasumsikan punya ciri-ciri yang jelas ” (hal: 9). Terkait dengan hal tersebut Jim menyatakan dalam pendapatnya,

Istilah Kontemporer sebetulnya secara pengertian masih menimbulkan perdebatan, lebih-lebih pada batasan yang ketat. Ia mewakili daerah (praktek seni rupa) dan wacana disisi lain. Kalau wacana Seni Rupa Barat, berakhirnya era Modernisme ditandain dengan munculnya era Post Modernisme. Setelah itu baru digunakan istilah Seni Kontemporer. (Ardhie, 2012: 9).

pengertiannya dengan batik lukis ataupun batik modern. Karena Memang pengertian tersebut dianggap belum pasti, namun banyak di lapangan terjadi persamaan kata tersebut saling melengkapi satu sama lain. Banyak kontroversi di kalangan masyarakat pecinta batik terhadap pengertian batik kontemporer. Karena kata kontemporer pada hakekatnya merujuk pada kekinian atau yang terjadi sekarang ini. Jadi tidak bisa disalahkan jika ada sebagian memahami batik kontemporer disejajarkan dengan batik masa kini atau modern.

Batik kontemporer merupakan karya batik yang berkembang pada masa kini atau sekarang, yang tidak memiliki ketentuan-ketentuan seperti pada batik klasik, dan lebih menonjolkan ekspresi bebas dalam pembuatannya. Seperti ditegaskan dalam pendapat di bawah ini, yang mengatakan bahwa:

Batik-batik modern lebih banyak menampilkan konsepsi eksprersi dibandingkan dengan batik klasik…Kalau di atas batik klasik, batik

tradisional lebih menekankan pada segi motif maka sekarang batik modern termasuk batik kontemporer lebih bertumpu pada persoalan yang lebih ganda, misalnya saja ekspresi, utilitas, dan kekhalayakan (produksi) (Soedarsono, dkk., tanpa tahun: 48).

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Aribowo (2008). “Maka motif- motif batik kontemporer yaitu motif batik pada dewasa ini. Batik kontemporer sebagian besar dibuat oleh para seniman, juga disainer batik ” (Utoro dan Kuwat). Kemudian ditambahkan oleh Utoro dan Kuwat, mengatakan:

Batik kontemporer dibuat bukan untuk dipakai, tetapi untuk keperluan- keperluan dekorasi atau hiasan dinding, motif yang dibuat dalam batik kontemporer dengan teknik seperti melukis, dan tidak terikat pada alat yang dipakai, yaitu canting. Pelaksanaanya persis seperti melukis, hanya teknik dan proses pewarnaanya sama dengan proses batik (Aribowo, 2008: 101).

Menurut Sewan Susanto dalam bukunya Teknik Membuat Batik Tradisional dan Modern, yang dima ksud dengan “Batik Kontemporer ialah semua jenis batik yang motif dan gayanya tidak seperti batik Klasik. Pada batik klasik Menurut Sewan Susanto dalam bukunya Teknik Membuat Batik Tradisional dan Modern, yang dima ksud dengan “Batik Kontemporer ialah semua jenis batik yang motif dan gayanya tidak seperti batik Klasik. Pada batik klasik

Batik ini juga dikenal dengan sebutan corak baru atau gaya baru, dimana perkembangan menuntut dengan selera pasar. Warna-warna campuran yang terbuat dari warna buatan terdapat pada seni batik kontemporer. Sehingga seni batik ini sangat banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat. Sama halnya dengan pendapat Handoyo (2008), “Corak baru merupakan salah satu upaya

untuk meneruskan kegiatan yang disesuaikan dengan perkembangan selera pasar”. Handoyo juga menambahkan, “Aspek pewarnaan kain juga semakin

berkembang ragamnya. Warna-warna baru dibuat dengan pewarnaan buatan yang tidak ditemukan dalam batik tradisional. Perkembangan teknik batik menyebar keseluruh penjuru tanah air. ” (hal.12).

Kreativitas dalam berkarya seni batik kontemporer juga perlu dimiliki oleh setiap senimannya. Pencarian ide baru untuk mengembangkan motif yang berbeda dari sebelumnya paling tidak sudah terbayang pada pikiran setiap seniman. Hal tersebut sesuai dengan simpulan Toekio , Guntur, dan Sjafi‟i (2007) bahwa seni sebagai karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman batin. Batin tesebut disajikan secara indah sehingga menimbulkan pengalaman batin pada manusia lainnya (hal. 103). Menimbulkan hal unik pada sebuah kain yang dulunya dianggap tradisi menjadi kain masa kini atau modern. Seperti halnya pendapat Musman dan Arini (2011) mengatakan,

Terdapat setidaknya tiga hal dasar yang harus diketahui dalam pengembangan kain-kain tradisional menjadi produk masa kini atau tekstil modern. Pertama, faktor apa yang mau dikembangkan. Ini merujuk pada diperlukannya pengetahuan berbagai segi tentang produksi tekstil pada konteks tersebut sebagai sebuah keniscayaan. Kedua, faktor bagaimana pengembangannya, yang erat kaitannya dengan pengembangan daya cipta (kreativitas)(hal.12).

motif batik, dan ternyata pada tahun 1970 perubahan ini mendapat sambutan dari beberapa seniman dan dapat diterima oleh masyarakat. Pada tahun-tahun berikutnya, para tokoh batik yang dinamis dan beberapa seniman turut serta mengambil bagian pengembangan batik bukan klasik atau batik kontemporer ini. Maka timbulah beberapa jenis batik dalam batik kontemporer ini: 1). Gaya abstrak dinamis, misalnya digambarkan burung terbang, ayam tarung atau beradu, garuda melayang, ledakan senjata, loncatan panah, rangkaian bunga dan sebagainya. 2). Gaya gabungan, yaitu pengolahan dan penggabungan motif-motif dari berbagai daerah menjadi rangkaian suatu yang indah. 3) Gaya Lukisan, jenis ini menggambarkan yang serupa lukisan, seperti pemandangan, seperti pemandangan, bentuk bangunan dan sebagainya, diisi dengan isen yang diatur rapi sehingga menghasilakan suatu hasil seni yang indah. 4) Gaya khusus dari cerita lama, misalnya diambil dari Ramayana, atau Maha Bharata. Gaya ini kadang-kadang seperti campuran antara riil dan abstrak (Departemen Perindustrian Proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil, tanpa tahun: 19).

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwasannya seni batik kontemporer adalah seni membatik dengan cara berproses yang lebih bebas, dan tanpa batasan atau aturan (pakem) seperti halnya pada batik klasik. Teknik yang digunakan menggunakan teknik lukis, yaitu menguaskan malam pada permukaan kain. Bentuk dan warna motifnyapun juga lebih mengarah pada ekpresi seniman pembuatnya, sehingga menjadikan pemikiran lateral (befikir berbeda dari yang lain) dalam penemuan-penemuan teknik baru dalam dunia seni batik.

a. Motif

Motif menurut Suhersono adalah sebuah disain atau rancangan yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis yang dipengaruhi Motif menurut Suhersono adalah sebuah disain atau rancangan yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis yang dipengaruhi

baku (jawa: pakem). Tata susun batik merupakan paduan pola yang terdiri dari motif utama, motif pengisi (selingan), dan motif isian (Susanto dalam Dharsono, 2007: 12). Beberapa bentuk motif tersebut menghasilkan keindahan secara visual maupun konsep yang ada di dalamnya.

Motif batik pada zaman keraton Surakarta memiliki tatanan dan tuntunan. Ada beberapa motif yang memiliki makna atau simbol tertentu yang berhubungan dengan tradisi kraton. Beberapa motif dibagi menjadi dua macam, antara lain: 1). Motif Geometris berupa garis lurus, garis patah, garis sejajar, lingkaran, dan sebagainya. dicontohkan seperti : Motif Banji, Pola Ceplok, Pola Kawung, Pola Nitik, Pola Garis Miring. (Budiyono. dkk, 2008 : 91)., 2). Motif Naturalis berupa tumbuh-tumbuhan, hewan dan sebagainya. Juga dicontohkan oleh Budiyono, dkk seperti : Motif Semen yang terdiri dari kumpulan motif diantaranya, Pohon Hayat, Meru, Garuda, Bangunan, Naga, Binatang Darat, Kupu-Kupu, Tumbuhan, Burung, Lidah Api (hlm. 94).

Sangat berbeda dengan bentuk motif yang digunakan dalam seni batik kontemporer, karena pengguanaan motif tidak ada aturan khusus yang membatasi dalam pembuatannya. Susunan tata hiasnya cukup indah, tidak selalu mengalami pengulangan polanya. Karena pola dasarnya langsung dilukiskan pada kain yang akan dibatik. Si pembatik (seniman) dengan bebas dan leluasa mencari motif isen (Widodo, 1983). Sehingga Pencarian bentuk- bentuk baru (eksplorasi) sangat penting. Pengambilan berbagai bentuk visual diambil dari pengalaman yang pernah dialami oleh seniman pembuatnya.

Gambar 2.1. Contoh motif desain batik kontemporer (Sumber: Budiyono,dkk. 2008 & Sa‟du, 2010)

Kemampuan seniman juga menjadi kunci utama dalam penciptaan sebuah motif pada seni batik kontemporer. Motif seni batik kontemporer paling banyak menampilkan bentuk tokoh-tokoh pewayangan sampai pada bentuk abstrak. Untuk bentuk-bentuk abstrak biasanya tidak mengalami penciptaan pengulangan lagi dalam membuat karya yang sama peris, sehingga karyanya hanya dibuat tunggal (limited edition). Inilah yang menjadikan sebuah ide berbeda antara satu seniman dengan yang lainnya. Kemauan dan

(Departemen Perindustrian Proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil, tanpa tahun: 25).

b. Persiapan Alat dan Bahan

Pada proses membatik kontemporer perlu dipersiapkan beberapa perlengkapan atau alat. Ada beberapa alat dan bahan utama maupun bahan pendukung. Untuk alat diantaranya sebagai berikut:

1) Wajan Wajan ialah perkakas untuk mencairkan “malam” (lilin untuk

membatik). Wajan dibuat dari logam baja, atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa mempergunakan alat lain (Hamzuri, 1981).

Gambar 2.2. Wajan (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

2) Kompor Digunakan sebagai alat untuk mencairkan batangan lilin atau malam batik. Kompor dalam membatik dipergunakan menggunakan kompor khusus batik, dijual di toko-toko bahan batik. Ukuran kompor lebih kecil

Gambar 2.3. Kompor kecil terbuat dari aluminium (Dokumentasi: Normanta A.P., 2011)

3) Taplak Berguna sebagai pelindung paha pembatik ketika proses pembatikan berlangsung. Lilin yang menetes jatuh dari canting terhalang oleh taplak, sehingga kulit paha pembatik tidak terasa kepanasan.

Gambar 2.4.Taplak (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

Dingklik atau lincak pada prinsipnya sama, yaitu tempat duduk si pembatik. Bisa terbuat dari kayu ataupun dari besi.

Gambar 2.5. Dingklik (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

5) Canting Canting adalah alat pokok utama untuk membatik yang menentukan

apakah hasil pekerjaan itu dapat disebut batik, atau bukan batik.

Gambar 2.6. Canting (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

6) Pensil, Drawingpen, Spidol, Penggaris, dan Penghapus Pada tahap pembuatan desain gambar pada kertas gambar menggunakan alat ini. Untuk pensil gunakanlah 2B, agar bisa dihapus jika ada kesalahan.

Gambar 2.7. Pensil, Drawingpen, Spidol, Penggaris, dan Penghapus (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

7) Kuas Ukuran kuas bermacam-macam tergantung kebutuhan dalam proses batik lukis. Kuas berfungsi sebagai alat pencolet warna yang digoreskan pada permukaan kain.

8) Spanram Pada dasarnya keguanaan spanram sama persis dengan sepanram untuk melukis kanvas. Kain direntangkan pada spanram, dan dikunci dengan menggunakan paku. Hal ini bertujuan untuk mendatarkan bidang kain selama proses penggoresan lilin atau pewarnaan (colet).

Gambar 2.9. Spanram terbuat dari kayu (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

Digunakan sebagai alat untuk pencelupan, pencampuran warna, dan juga sebagai pembilas atau pencucian kain yang sudah dilorod.

Gambar 2.10. Ember, gelas, dan mangkuk plastik

(Sumber: Budiyono, dkk., 2008)

10) Meja pola Meja yang berfungsi untuk tempat memola motif batik pada kertas, kemudian dipindahkan pada permukaan kain.

Gambar 2.11. Meja pola (Sumber: Budiyono, dkk., 2008)

11) Kenceng Sebuah tempat berbentuk tabung yang berfungsi sebagai tempat pelorodan malam yang melekat pada kain.

Gambar 2.12. Kenceng (Sumber: Budiyono, dkk., 2008)

Alat untuk merebus air dingin agar menjadi panas. Suhu panas ditimbulkan dari bahan dasar aluminium yang terkena oleh api dari kompor.

Gambar 2.13. Ceret (Sumber: Budiyono, dkk., 2008)

Bahan sendiri dalam pembuatan batik sendiri meliputi bahan utama dan bahan tambahan. Kurniadi (1996: 12) menjelaskan bahan batik antara lain:

1) Kain mori Kain mori ada beberapa jenis diantarannya ; mori sangat halus,

mori halus, mori sedang, dan mori kasar. Kualitas kain mori bisa ditentukan dari kepadatan tenunan kain tersebut, dan muatan kanji yang terkandung semakin sedikit. Maka kain tersebut berkualitas bagus. Contoh kain mori yang sering digunakan proses pembuatan batik, diantaranya: mori halus, mori sedang, dan mori kasar. Kualitas kain mori bisa ditentukan dari kepadatan tenunan kain tersebut, dan muatan kanji yang terkandung semakin sedikit. Maka kain tersebut berkualitas bagus. Contoh kain mori yang sering digunakan proses pembuatan batik, diantaranya:

Gambar 2.14. Kain mori putih (Sumber: Budiyono, dkk., 2008)

2) Lilin Batik Lilin berfungsi untuk menutupi kain agar tidak terkena oleh warna atau sebagai perintang warna. Lilin batik ada dua jenis dan berbeda dalam pengguna‟annya, diantaranya: a. Lilin klowong berfungsi sebagai 2) Lilin Batik Lilin berfungsi untuk menutupi kain agar tidak terkena oleh warna atau sebagai perintang warna. Lilin batik ada dua jenis dan berbeda dalam pengguna‟annya, diantaranya: a. Lilin klowong berfungsi sebagai

Gambar 2.15. Lilin batik

(Dokumentasi: Normanta A.P., 2012 & Sumber: Budiyono, dkk., 2008)

3) Pewarna Batik Pada perkembangannya pewarna batik mulai mengalami kemajuan, yaitu dengan munculnya pembuatan warna buatan atau sintetis. Untuk pewarna buatan yang sering digunakan untuk pewarna batik kontemporer atau batik lukis ada beberapa yang biasa dipakai, yaitu zat pewarna direk, napthol, bejana, indigosol, dan rapid.

sintesis atau buatan dapat digolongkan sebagai berikut: a) Golongan cat Direk yang diperkuat, ialah cat-cat Ergan cat Koppel dan cat soga chroom,