Proses Pembuatan Seni Batik Kontemporer Karya Tanto Suheng

2. Proses Pembuatan Seni Batik Kontemporer Karya Tanto Suheng

Proses dalam seni batik kontemporer ini menggunakan teknik lukis, yaitu penambahan alat kuas dan jegul pada proses pembatikan dan pewarnaan. Sebelum beranjak pada proses pembuatan seni batik kontemporer perlu dipersiapkan beberapa alat dan bahan terlebih dahulu. Alat yang digunakan hampir sama dengan alat membatik tulis pada umumnya, hanya saja ada tambahan alat bantu maupun kombinasi.

Alat yang digunakan dalam membatik kontemporer ini meliputi: 1) Pensil, Bolpoint, dan Spidol, 2) Meteran, 3) Staples, 4) Canting, 5) Kuas, 6) Jegul , 7) Sendok, 8) Lidi, 9) Ijuk, 10) Sikat, 11) Kompor minyak ukuran mini,

12) Kompor besar, 13) Wajan mini, 14) Botol bekas, 15) Kaleng bekas dan gelas plastik, 16) Ember plastik, 17) Ceret, Ember aluminium, Kenceng, 18) Spons persegi dan kain gombal, 19) Saringan malam, 20) Meja kayu, 21) Spanram, 22) Dingklik plastik, 23) Tempat jemuran.

1) Pensil, Bolpoint, dan Spidol Biasanya alat-alat ini digunakan hanya sebagai sarana menuangkan ide secara kasar (sketsa kasar) di atas permukaan kertas hvs. Sebelum dilanjutkan pada proses pembatikan secara langsung.

2) Meteran Meteran merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengukur panjang dan lebar kain mori.

3) Staples Alat ini digunakan untuk mengunci kain agar dapat direntangkan di atas permukaan spanram kayu.

Gambar 4.7. Staples (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)

Canting terdiri dari beberapa macam ukuran dan jenis, yaitu ukuran kecil, sedang, dan besar. Sedangkan untuk jenisnya biasanya ditambahkan canting dot. Canting berbentuk botol kecil dengan ujungnya berupa lubang kecil berukuran 1 mm. fungsi canting dot hanya digunakan dalam pewarnaan.

Gambar 4.8. Canting biasa, dan canting dot

5) Kuas Alat tambahan kedua berupa kuas. Jenis yang biasa digunakan adalah kuas cat minyak, yang mempunyai pegangan memanjang. Ukuran kuas dimulai dari no. 1 sampai 12. Kuas memiliki fungsi ganda, yang pertama sebagai alat penutup malam pada kain seperti halnya canting. Kedua sebagai alat pewarna.

Gambar 4.9. Kuas (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)

6) Jegul Berupa alat colet sejenis kuas, terbuat dari bahan spons yang dililitkan pada sebilah batang paralon atau kayu, berukuran 30-70 cm dengan menggunakan tali rafia dengan diameter 1 cm. Keuntungan menggunakan jegul adalah penyerapan warna bisa menyerap lebih banyak.

Gambar 4.10. Jegul (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)

7) Sendok Berfungsi sebagai alat penghilang malam pada kain yang tidak dikehendaki tertutup malam. Caranya dengan memanaskan sendok tersebut, lalu ditempelkan pada malam yang sebelumnya pada sekelilingnya dibasahi dengan air.

Gambar 4.11. Sendok (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)

Lidi berupa batang janur yang berfungsi sebagai alat kombinasi seperti halnya kuas untuk menorehkan malam maupun zat pewarna remashol.

Gambar 4.12. Lidi (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)

9) Ijuk Ijuk berupa bagian utama pada sapu, digunakan sebagai alat bantu untuk mendorong keluar atau membersihkan kotoran malam yang tersendat pada lubang canting.

Gambar 4.13. Ijuk (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)

Sikat digunakan sebagai alat pembersih sisa-sisa malam yang menempel pada kain setelah proses pelorodan. Proses ini dilakukan bersamaan dengan pembilasan kain pada bak yang berisi air bersih.

Gambar 4.14. Sikat (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)

11) Kompor minyak ukuran mini Kompor ini terbuat dari aluminium seperti halnya kompor biasa. Perbedaan terletak pada ukuran yang lebih mini atau kecil. Berfungsi untuk memanaskan wajan yang berisi malam atau lilin batik.

Gambar 4.15. Kompor minyak ukuran mini (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)

Kompor ini tidak lain sama dengan kompor yang biasa digunakan untuk memasak. Berfungsi sebagai pemanas air untuk didihkan menggunakan ceret maupun dandang, yang tidak memungkinkan jika menggunakan kompor mini.

13) Wajan mini Wajan mini juga hampir sama dengan wajan pada umumnya, ukurannya saja yang berbeda. Fungsi wajan mini sebagai tempat malam atau lilin batik yang akan dipanaskan sampai cair.

Gambar 4.16. Wajan mini (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

14) Botol bekas Botol biasanya terbuat dari plastik maupun fiber, berfungsi sebagai tempat zat pewarna batik.

Gambar 4.17. Botol bekas (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

15) Kaleng bekas dan gelas plastik Kaleng bekas dan gelas plastik digunakan sebagai tempat campuran zat pewarna batik. Kaleng juga berfungsi sebagai tempat pencuci kuas, tempat waterglass, campuran pati kanji.

Gambar 4.18. Kaleng bekas dan gelas plastik (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

16) Ember plastik Ember plastik digunakan sebagai tempat untuk pencampuran tepung kanji di awal kain sebelum masuk pada proses pencantingan. Fungsi lain sebagai pencuci kain mori, setelah proses pelorodan malam. Ukuran ember disuaikan dengan keperluan kain yang akan cuci.

Gambar 4.19. Ember plastik (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

17) Ceret, Ember Aluminium, dan Kenceng Berfungsi sebagai alat untuk mendidihkan air pada proses pelorodan malam. Masing-masing memiliki kegunaan sesuai kebutuhan. Jika kain yang akan dilorod ukurannya lebih besar biasanya digunakan kenceng.

Gambar 4.20. Ceret, ember aluminium, dan kenceng (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

18) Spons persegi dan kain gombal Spons persegi dan kain gombal digunakan sebagai pelindung paha si pembatik pada saat proses pembatikan berlangsung. Spons dalam penggunaanya tidak diletakan seperti kain gombal. Melainkan berada di bawah canting, bertujuan untuk menahan tetesan malam yang jatuh ke bawah.

Gambar 4.21. Spons dan kain gombal (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

19) Saringan malam Terbuat dari aluminium berbentuk linkaran dengan gagang memanjang sebagai pegangan tangan si pembatik. Sebelumya lingkaran aluminium telah diberi lubang kecil, bertujuan untuk memudahkan lilin cair jatuh ke bawah.

Gambar 4.22. Saringan malam

20) Meja kayu Meja kayu digunakan sebagai tempat pewarnaan kain berukuran 100 x

80 cm dilapisi dengan terpal tipis, dan ditumpuki kain, bertujuan agar kain yang direntangkan di atas meja tidak terasa kaku ketika dikuas.

Gambar 4.23. Meja kayu (Dokumentasi: Normanta A.P.2012)

21) Spanram Spanram terbuat dari kayu mahoni yang disambung menjadi persegi empat sama sisi, dengan bagian tengahnya berlubang. Fungsi spanram yaitu sebagai perentangan kain pada proses pewarnaan.

22) Dingklik plastik Berfungsi untuk duduk sipembatik, dengan ukuran tinggi 30 cm. Terbuat dari plastik.

23) Tempat jemuran Tempat jemuran dibuat dengan menggunakan kawat berdiameter 3 mm, dan panjang 3 m dikaitkan pada sisi tembok. Berfungsi untuk proses pengeringan kain, baik setelah diwarna, diwaterglass, maupun dicuci

Bahan yang digunakan dalam proses membuat batik kontemporer Tanto Suheng digunakan berberapa bahan utama dan bahan tambahan (pembantu). Bahan utama terdiri dari: 1) Kertas hvs, 2) Kain mori putih, 3) Lilin atau batik malam, 4) Zat pewarna reaktif, 5) Pati kanji (tepung kanji), 6) Watterglass, 7) Pemutih pakaian.

1) Kertas hvs Kertas ini digunakan sebagai media penuangan ide atau gagasan sebelum dieksekusi langsung pada kain mori. Ide pada kertas ini hanya sebagai patokan dalam membuat, meskipun nantinya tidak sepenuhnya sama.

2) Kain mori putih Kain mori putih yang digunakan adalah kain jenis prima. Karena kain mori ini dipilih karena berkualitas sedang, dan harganya juga tidak terlalu mahal.

Gambar 4.24. Kain mori putih jenis prima (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

Lilin atau malam batik tembokan digunakan sebagai penutup permukaan kain agar tidak terkena warna. Jenis malam parafin juga sebagai bahan tambahan untuk efek pecah-pecah pada kain.

Gambar 4.25. Malam batik (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

Zat pewarna reaktif merupakan salah satu dari zat pewarna buatan, jenis yang biasa digunakan adalah zat warna remashol, dipilih warna menggunakan remashol karena lebih mudah pencampurannya dan lebih kaya akan warna, serta harganya terjangkau.

Gambar 4.26. Zat pewarna reaktif (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

5) Pati kanji (Tepung kanji) Sejenis bubuk berwarna putih yang terbuat dari bahan dasar singkong. Cara p engguna’annya dicampur menggunakan air, agar bisa menjadi adonan berlendir. Pati kanji berfungsi sebagai penguat kain sebelum dibatik, dan pelepas malam ketika proses pelorodan.

Gambar 4.27. Pati kanji (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

6) Watterglass Watterglas digunakan sebagai penguat atau pengunci warna pada kain batik, sebelum berlanjut pada proses pelorodan.

Gambar 4.26. Watterglass (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

7) Pemutih pakaian Pemutih pakaian berbentuk bubuk, digunakan sebagai penghilang zat pewarna remashol yang tidak sengaja menempel pada bidang kain yang tidak disengaja atau ingin dihilangkan. Jenis pemutih pakain yang digunakan bayklin.

Setelah alat dan bahan telah dipersiapkan dengan baik, selanjutnya bisa diteruskan pada proses pembuatan. Pada prinsipnya setiap prosesnya memiliki tahapan-tahapan yang harus dilalui sesuai dengan urutan yang benar. Karena antara tahap satu dengan yang lain memiliki keterkaitan, jadi tidak bisa memulai proses secara acak. Untuk tahap-tahapnya dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: tahap pertama, tahap kedua, dan tahap ketiga (terakhir).

1) Pada tahap pertama Membuat sketsa kasar menggunakan pensil, bolpoint, spidol pada kertas hvs . Hal ini biasa dilakukan oleh Tanto Suheng untuk menggali potensi pikiran dalam menuangan ide motif yang tergabung dalam bentuk- bentuk bebas yang dituangkan tanpa ragu-ragu. Biasanya sketsa dibuat beberapa lembar kertas, kemudian dipilih kembali untuk dituangkan langsung ke atas permukaan kain mori putih.

Sebenarnya ada dua macam teori menurut Tanto Suheng dalam membatik, yaitu: ada yang dimulai dengan membuat pola menggunakan pensil terlebih dahulu, dan ada yang tidak menggunakan pola menggunakan pensil sama sekali, jadi secara langsung kain dibatik. Umunya pada proses pembuatan batik kontemporer lebih mengarah pada teori yang kedua, yaitu secara langsung digoreskan tanpa menggunakan pola dasar sesuai dengan sketsa yang terlebih dahulu dibuat. “Kalau batik kontemporer biasanya langsung dibatik, jadi sudah imajinasi dari pikiran untuk membuat pola yang diinginkan, tapi ada juga yang disket menggunakan pensil”(Sumber: Wawancara dengan Tanto, 15 Mei 2012).

Kain mori prima sebelum pada proses pencantingan terlebih dahulu dimasukan ke dalam tempat atau ember yang berisi pati kanji (tepung kanji) yang sudah dicampur aduk dengan air panas sebelumnya.

mudah dihilangkan. Selanjutnya dijemur sampai kering, dan disetrika agar menjadi rapi.

Pembatikan dilakukan secara langsung ke kain yang direntangkan secara kuat pada kayu mahoni berbentuk segi emat atau segi panjang berukuran: 200 x 80 cm,100 x 100 cm, 80 x 200 cm, dan 70 x 60 cm, baisanya disebut dengan spanram. Kain tersebut dikunci menggunakan stapless agar kain tidak mudah lepas, dengan ukuran yang disesuaikan pada kain yang akan dibatik. Cara ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan bidang datar pada kain mori. Penempatan kain mori yang sudah disepan biasanya diletakan oleh Tanto Suheng di atas meja dengan tinggi kaki 20 cm, panjang 90 cm, dan lebar 70 cm. Posisi ini untuk memudahkan Tanto Suheng duduk di depannya menggunakan dingklik plastik ketika proses pembatikan berlangsung.

Malam batik yang telah dipanaskan digoreskan menggunakan canting maupun kuas oleh Tanto Suheng. Tangan kanan memegang canting atau kuas, sedangakan tangan kiri memegang spons berbentuk persegi berukuran 10 x 10 cm, atau bisanya menggunakan kain gombal diarahkan dibawah canting ketika malam diambil dari kompor. Hal ini digunakan sebagai penadah malam yang menetes ke bawah pahanya.

Gambar 4. 29. Pembatikan secara langsung menggunakan canting yang dialiri malam (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

Bagi Tanto Suheng tidak tanggung-tanggung jika kuas dan canting saja belum memuaskan tekniknya dalam membatik, batang lidi diambilnya sebagai alat tambahan sehingga menghasilkan motif-motif baru. Sedangkan untuk menggunakan canting lilinya harus tua dalam artian matang setelah dipanaskan, sehingga bisa menembus kain mori.

memang malam tidak sampai tembus pada kain mori. Hal semacam ini yang memunculkan ide baru dari seorang Tanto Suheng dalam berkarya batik kontemporer.

Jadi keteknikan pembatikan bermula dengan aturan yang ada seperti pada batik klasik, tapi tidak membatasi bagi seorang Tanto Suheng dalam menuangkan ide gagasannya. Motif-motifnya tidak semata-mata tertuang dengan goresan tangan yang tidak memiliki arti apa-apa. Pengalaman berkesenian menghantarkannya dalam bentuk- bentuk baru dalam dunia pembatikan. Tanggapan positif negatif keluarga dan masyarakat tidak menjadi jalan buntu untuk terus berkarya baginya.

2) Tahap kedua Pekerjaan selanjutnya pada tahapan kedua adalah proses pewarnaan sekaligus sampai pada proses pelorodan malam. Akan tetapi perlu diketahui dimana pewarnaan dalam pembatikan bisa diulang beberapa kali sesuai keinginan. Maka dari itu bagi Tanto Suheng ada dua proses pembatikan, yaitu: a). Proses satu jalan. Artinya pada proses pembatikan dilanjutkan dengan proses pewarnaan, di akhiri dengan pelorodan malam., b) Proses dua jalan atau lebih. Artinya pada proses pembatikan sampai pada proses pelorodan, kemudian dilakukan proses pewarnaan lagi sampai pada proses pelorodan lagi. Pengulangan proses pewarnaan yang diulang-ulang dan selalu merupakan ragam kekayaan ciri khas warna seni batik kontemporer karya Tanto Suheng. “Perembesan warna dari penutupan bagian malam muda dan tua, menghasilkan gabungan warna-warna baru ” (Sumber: Wawancara dengan Tanto, 15 Mei 2012).

Gambar 4.30. Proses pembatikan 2 jalan (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

Pengolahan zat warna remashol diambil dari botol-botol bekas, untuk kemudian dicampurkan dengan air pada kaleng bekas maupun mangkuk plastik. Keuntungan menggunakan zat pewarna remashol lebih mudah pencampurannya dengan air dingin. Jika ingin kepekatan warna agar menjadi lebih tua, yaitu pewarna remashol lebih banyak dari pada air. Sehingga menimbulkan warna menjadi lebih tua. Sedangkan warna

halnya pada pewarnaan medium cat air. Pewarnaan dilakukan dengan teknik colet, yaitu dengan cara menempelkan ujung jegul atau kuas pada permukaan kain. Pewarnaan menggunakan jegul lebih menguntungkan karena menyerap warna lebih banyak dari pada menggunakan kuas. Akan tetapi kuas juga memiliki keuntungan, mampu mencapai pada sudut-sudut berukuran kecil. Cara memegang kuas maupun jegul dengan posisi tangan kanan memegang di bagian ujung belakang, seperti posisi menulis dengan pensil atau bolpoint . Hal ini bertujuan untuk memberikan gerakan tak terbatas dibandikan memegang dengan posisi tangan berada di ujung mendekati bagian bulu kuas. Setiap kali akan mengganti warna lain, misal dari warna biru, kewarna ungu. Perlu dipamahami untuk membersihkan kuas dengan air putih terlebih dahulu, kemudian dibilaskan pada kain gombal hingga kering. Cara ini dilakukan agar kuas bekas warna sebelumnya tidak tercampur dengan warna yang akan diambil.

Jika pada tahap pewarnaan menggunakan zat pewarna remashol ini dirasa sudah mencukupi, untuk diteruskan pada proses penjemuran kain. dilakukan pada tempat yang terkena sinar matahari, untuk perolehan hasil yang maksimal dilakukan pada waktu cuaca cerah. Setelah kering kain akan dilanjutkan pada proses penguncian warna, pewarna remashol akan mudah luntur jika terkena air. Bahan penguncinya berupa cairan dengan nama waterglass.

Ada dua jenis waterglass yang dijual di toko-toko bahan batik, yaitu jenis mentah dan jenis matang. Untuk watterglass matang bisa langsung digunakan, berbentuk cair seperti air. sedangkan untuk yang belum matang, cukup dicampur dengan air. Cara penggunaanya dioleskan dengan menggunakan kuas secara merata, bisa dilakukan Ada dua jenis waterglass yang dijual di toko-toko bahan batik, yaitu jenis mentah dan jenis matang. Untuk watterglass matang bisa langsung digunakan, berbentuk cair seperti air. sedangkan untuk yang belum matang, cukup dicampur dengan air. Cara penggunaanya dioleskan dengan menggunakan kuas secara merata, bisa dilakukan

Gambar 4.31. Proses pelepasan kain dan penjemuran kain (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

Pada proses terakhir setelah melalui penjemuran kain selama kurang lebih satu malam, dilanjutkan pada proses akhir yaitu pelorodan lilin atau malam yang melekat pada kain mori dengan cara merebusnya menggunakan perantara air panas yang didihkan. Buat larutan pati kanji dengan menggunakan air dingin terlebih dahulu, masukan larutan tersebut kedalam dandang atau kenceng. Usahakan larutan tersebut menutupi permukaan secara menyerluruh dan rata. Hal ini dilakukan untuk memudahkan malam cepat rontok, dan mudah lepas.

Gambar 4.32. Pencampuran larutan pati kanji ke dalam air mendidih (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

Selanjutnya masukan kain tersebut pada dandang atau kenceng berisi air panas yang telah didihkan sebelumnya di atas kompor, atau bisa pada tungku batu bata jika kain berukuran besar. Kain direndam dengan menggunakan sebilah batang kayu beberapa saat, lalu diangkat apakah malam sudah terlepas dari kain, jika masih ada malam yang menempel masukan kain kedalam air seperti tadi sampai malam benar-

Gambar 4.33. Proses pelorodan malam (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

Setelah pada proses pelorodan malam, dilakukan pencucian kain dengan cara dicuci ke dalam air bersih yang ditempatkan pada ember berurukuran besar. Bilas secara berulang-ulang pada kain untuk Setelah pada proses pelorodan malam, dilakukan pencucian kain dengan cara dicuci ke dalam air bersih yang ditempatkan pada ember berurukuran besar. Bilas secara berulang-ulang pada kain untuk

Gambar 4.34. Proses pencucian kain (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)

Langkah terakhir kain yang telah dicuci dikeringkan dengan cara dijemur, alangkah baiknya dihadapkan di bawah sinar matahari agar proses pengeringan bisa lebih cepat. Kain biasanya setelah mengalami proses penjemuran terlihat lekukan-lekukan yang kurang rapi, ini Langkah terakhir kain yang telah dicuci dikeringkan dengan cara dijemur, alangkah baiknya dihadapkan di bawah sinar matahari agar proses pengeringan bisa lebih cepat. Kain biasanya setelah mengalami proses penjemuran terlihat lekukan-lekukan yang kurang rapi, ini

Proses terakhir perentangan kain pada spanram seperti sedia kala, sama halnya ketika pada proses pembatikan di awal, dan diteruskan dengan pemberian pigura dari kayu. Karena karya seni batik kontemporer yang dibuat oleh Tanto Suheng biasanya digunakan sebagai penghias ruangan saja, misal seperti: ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, kamar tidur, ruang kantor, dan lain sebagainya.

Gambar 4.35. Pemasanagan ulang kain pada spanram (Dokumentasi: Normanta A.P., 2012)