HUBUNGAN FREKUENSI BERMAIN VIDEO GAME KEKERASAN DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi

HUBUNGAN FREKUENSI BERMAIN VIDEO GAME KEKERASAN DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

Skripsi

Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

Oleh

CAESAR ADITYA MURTI

G 0104012

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : Hubungan Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja

Nama Peneliti : Caesar Aditya Murti NIM : G0104012 Tahun : 2012

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing I

Dra. Makmuroch, MS

NIP

Pembimbing II

Nugraha Arif Karyanta, S.Psi.,M.Psi

NIP

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M. Psi NIP 19760817 200501 2 002

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

Hubungan Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan Dengan Perilaku Agresif pada remaja

Caesar Aditya Murti, G0104012, Tahun 2012

Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada :

1. Pembimbing I Dra. Makmuroch, MS

(_________________)

2. Pembimbing II Nugraha Arif Karyana, S.Psi.,M.Psi

(_________________)

3. Penguji I Dra. Salmah Lilik, M.Si

(_________________)

4. Penguji II Aditya Nanda P, S.Psi., M.Si

(_________________)

Surakarta, _____________________

Ketua Program Studi Psikologi

Drs. Hardjono, M.Si NIP 19590119 1989031 002

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M. Psi NIP 19760817 200501 2 002

commit to user

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesunggguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Surakarta, Januari 2012

Caesar Aditya Murti

commit to user

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan terdapat kemudahan.

(QS. AL INSYIROH : 6)

Perjalanan seribu batu bermula dari satu langkah.

(Lao Tze)

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan; jangan pula melihat masa depan dengan ketakutan; tapi lihatlah

sekitar anda dengan penuh kesadaran.

(Martin Luther king)

commit to user

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan segala ketulusan serta kerendahan jiwa akhirnya dapat kupersembahkan hasil karya ini

bagi mereka yang sangat berarti dalam hidupku

Terimakasih kuucapkan atas terselesaikannya karya ini kepada:

1. Ibu, Bapak, kakak dan adikku untuk doa, kasih sayang & perhatiannya yang tak akan pernah terhenti.

2. Mita untuk inspirasi yang selalu diberikan kepada penulis setiap hari.

3. Seluruh dosen pengajar Program Studi Psikologi UNS atas segala ilmu, doa, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu di UNS.

commit to user

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan Dengan perilaku agresif Pada Remaja, sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari dorongan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. H. Hardjono, M.Si, selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

3. Dra. Mamuroch, M.Si, selaku dosen pembimbing I dan pembimbing akademik, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

commit to user

meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini

5. Dra. Salmah Lilik, M.Si. selaku penguji I yang telah memberikan waktu, saran dan kritik sehingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si, selaku penguji II yang telah memberikan waktu, saran dan kritik sehingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Seluruh dosen pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran yang telah memberikan bekal ilmu dan pengalaman berharga demi kemajuan penulis.

8. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan Mas Ryan, Mas Dimas, dan Mbak Ana yang telah membantu kelancaran studi penulis.

9. Seluruh pemilik rental playstasion yang telah mengijinkan tempatnya sebagai sarana penelitian.

10. Orangtua tersayang, ibu dan bapak yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis sejak dahulu hingga esok nanti.

11. Mita WiliaRistayanti, terimakasih atas dorongan, semangat, dan cinta yang selalu hadir setiap hari.

12. Seluruh teman-teman psikolagi angkatan 2004 dan teman-teman kos terima kasih atas dukunganya dalam menyelesaikan skripsi kepada penulis dan selalu menemani dalam suka dan duka.

commit to user

telah memberikan banyak pengarahan dan bantuan selama penelitian berlangsung.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Surakarta, Maret 2011 Penulis

commit to user

HUBUNGAN FREKUENSI BERMAIN VDEO GAME KEKERASAN DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

Caesar Aditya Murti G0104012 ABSTRAK

Banyaknya fenomena kekerasan pada remaja telah membuat pihak prihatin,banyak faktor yang mempengaruhi tidakan-tindakan agresif ini salah satunya adalah media elektronik yaitu video game seperti playstation. Dengan permainan yang mengandung tindakan-tindakan kekerasan di dalamnya secara langsung maupun tidak langsung bisa menyebab perilaku agresif pada orang yang sering memainkannya. Agresif adalah perilaku untuk melukai orang lain (secara fisik atau verbal) atau merusak harta benda. bahwa perilaku agresif merupakan tindakan nyata dan mengancam sebagai ungkapan benci. bahwa game adalah rekreasi atau aktifitas yang dilakukan untuk kesenangan., mencakup bermain dengan mainan, berpartisipasi dalam olah raga, menonton televisi, dan lain sebagainya. Dan frekuensi bermain video game jenis kekerasan adalah angka yang menunjukkan berapa banyak kegiatan bermain video game yang berisi adegan-adegan kekerasan terjadi atau diulang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja. Subjek penelitian ini adalah remaja yang sering bermain playstation yang berjumlah 40 remaja. Mengingat banyaknya populasi, maka penelitian ini menggunakan proporsional stratified random sampling . Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi dengan bantuan program komputer SPSS for MS windows versi 16 .

Berdasarkan hasil output SPSS menunjukkan besar koefisien korelasi 0,513 dengan p-value 0,001 < 0,05 maka terdapat hubungan signifikan antara frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja. Variabel frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja memiliki hubungan positif. Hal ini menunjukan bahwa semakin sering seseorang bermain video game kekerasan maka akan semaikin tinggi tingkat perilaku agresif.

Kata Kunci: Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan, Perilaku Agresi

commit to user

CORRELATION BETWEEN PERCEPTION OF TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP STYLE AND JOB SATISFACTION WITH EMPLOYEE TURNOVER INTENTION IN PT.KUSUMAHADI SANTOSA, KARANGANYAR

Maharsi Sindu Darmoyo G0104027 ABSTRACT

Turnover intention is an early sign of turnover. Turnover intention is willingness to seek employment somewhere else. Transformational leadership style is one leader character where the leader is able to create a vision and an environment that can support subordinates to have the attitude of work beyond what should be done. Job satisfaction is the general attitude of employees towards their work, can also be said that a positive emotional state of evaluating one's work experience.

The purpose of this research was to determine the correlation between the perception of transformational leadership style and job satisfaction on employee turnover intentions.

The subject of this research is the weaving department employees of PT. Santosa Kusumahadi Karanganyar. Given the enormous population, this study used proportionate stratified random sampling. Methods of data analysis used is multiple regression analysis, with SPSS for MS Windows version 16 computer program.

Based on data analysis, there is a significant correlation between perception of transformational leadership style and job satisfaction with employee turnover intention in PT.Kusumahadi Santosa, Karanganyar. These results are based on the value Ry(1,2) equal to 0,718, Fhitung 28,193 > Ftabel 2,76 with p- value 0,000<0,05. The amount of effective contribution (SE) both independent variables simultaneously 51.5%. It shows that the role of perceptions of transformational leadership style and of job satisfaction on turnover intentions at 51.5% and the remaining 48.5% is determined by other factors. Subjects in this study generally have a medium level of turnover intention indicated by the mean value of 72.875, the perception of transformational leadership style considered medium level with a mean value of 88.946 and and a high level of job satisfaction with a mean value of 88.589.

Keywords: turnover intentions, the perception of transformational leadership style, job satisfaction.

commit to user

3. Faktor-faktor yang Mempengarui Perilaku Agresif..................

11

B. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan......................................

20

1. Pengertian Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan............

20

2. Pengaruh Bermain Video Game Kekerasan ............................

21

3. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan.............................

24

C. Hubungan Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan dengan Perilaku Agresif................................................................................

25

D. Kerangka Pemikiran..........................................................................

27

E. Hipotesis...........................................................................................

27 BAB III METODE PENELITIAN............................................................

28

A. Identifikasi Variabel Penelitian........................................................

28

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian.........................................

28

1. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan...............................

28

2. Perilaku Agresif..........................................................................

29

C. Populasi, Sampel dan Sampling.......................................................

3. Teknik Pengambilan Sampel.....................................................

32

D. Teknik Pengumpulan Data...............................................................

32

E. Metode Analisis Data......................................................................

36

1. Uji Validitas Instrumental Penelitian.........................................

36

2. Uji Reliabilitas...........................................................................

38

commit to user

Tabel 1 Bleuprint Koesioner frekuensi bermain video game ............................

29 Tabel 2

Penilaian Pernyataan Favourable dan Pertanyaan Unfavourable.........

33 Tabel 3

Blueprint Skala Perilaku Agresif..........................................................

34 Tabel 4

Blueprint Kuesioner Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan........

35 Tabel 5

Blueprint Skala Perilaku Agresif ………............................................

42 Tabel 6

Blueprint Kuesioner Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan........

43 Tabel 7

Reabilitas Skala Perilaku Agresif ……….............................................

48 Tabel 8

Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan..........................................

50 Tabel 9

Distribusi Aitem Skala Perilaku Agresif yang Valid dan Gugur..........

51

Tabel 10 Blueprint Skala Perilaku Agresif Setelah Uji Coba..............................

51

Tabel 11 Distribusi Aitem Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan

yang Valid dan Gugur...........................................................................

52

Tabel 12 Blue print Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan Setelah

Uji Coba................................................................................................

52

Tabel 13 Uji Normalitas.......................................................................................

54

Tabel 14 Tabel Linieritas.....................................................................................

55

Tabel 15 Uji Anova dan Uji Korelasi.................................................................

56

Tabel 16 Model Summary...................................................................................

56

Tabel 17 Koefisien Persamaan Regresi...............................................................

57

Tabel 18 Korelasi Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan dengan Perilaku

Agresif pada Remaja.............................................................................

58

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pemikiran……………………………………… 27

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A. ALAT UKUR SEBELUM UJI COBA.............................

1. Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan.....

2. Skala Perilaku Agresif………………………............

69

71

72 LAMPIRAN B.

DATA BUTIR SKALA UJI COBA……………………

1. Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan.....

2. Skala Perilaku Agresif................................................

LAMPIRAN C. UJI VALIDITAS & RELIABILITAS AITEM................

1. Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan....

2. Skala Perilaku Agresif...............................................

78

79

80 LAMPIRAN D

ALAT UKUR SETELAH UJI COBA.............................

1. Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan....

2. Skala Perilaku Agresif...............................................

82

84

85 LAMPIRAN E

DATA BUTIR SKALA PENELITIAN...........................

1. Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan....

2. Skala Perilaku Agresif...............................................

87

88

90 LAMPIRAN F

ANALISIS DATA PENELITIAN………………………

1. Uji Normalitas……………………………………...

2. Uji Linearitas……………………………………….

3. Uji Hipotesis………………………………………..

93

94

95

95 LAMPIRAN G

BUKTI PENELITIAN

98

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena penembakan seperti yang diberitakan media indonesia edisi minggu, 24 juni 2011 terjadi tragedi pemboman dan penembakan masal yang dilakukan oleh seorang remaja bernama Breivik di Norwegia. Motif penembakan itu terinspirasi oleh game peperangan call of duty modem herefare.

Masa remaja merupakan usia transisi yaitu peralihan dari masa kanak- kanak ke masa dewasa, masa remaja juga sering dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan tersebut. Pada masa ini dalam diri remaja juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan baik yang bersifat fisik, psikis, maupun sosial yang sangat pesat, sehingga dapat menimbulkan permasalahan tersendiri bagi remaja tersebut. (Hurlock, 2004).

Masa remaja memiliki rentang waktu yang dapat dikatakan singkat, walaupun begitu peran dari masa remaja dalam pembentukan jati diri individu sangatlah besar. Hurlock (2004) mengatakan bahwa awal usia remaja berlangsung kira-kira dari 13-16 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun

commit to user

masa yang sangat berpengaruh bagi perkenbangan individi karena individu yang dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya dengan baik akan terbentuk sebagai seorang individu yang lebih matang dan dewasa baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Individu tersebut dapat menjalankan fungsi dan perannya dalam masa-masa selanjutnya dengan lebih siap. Sedangkan individu yang kurang optimal dalam penyelesaian tugas-tugas perkembangan pada masa remaja akan mengalami hambatan dalam penyelesaian tugas perkembangan berikutnya.

Selanjutnya berkaitan dengan masa-masa remaja yang mudah terpengaruh oleh faktor-faktor yang berada baik dari dalam maupun dari luar dirinya, perilaku auncul sebagai salah satu faktor yang banyak diresahkan oleh berbagai kalangan. Banyaknya aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul dan menendang). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SMP. Sebagai contoh, ditangkapnya 10 siswa SMP karena terlibat tawuran di kota Salatiga dan ditangkapnya anggota geng motor pelaku pengeroyokan di Bandung yang ternyata sebagian masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.

commit to user

maupun verbal seperti yang banyak terjadi pada kasus-kasus tawuran tersebut sebenarnya adalah perilaku agresif dari seorang individu ataupun kelompok. Perilaku agresif itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang ditujukan untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun verbal (Atkinson, 2001). Terdapat banyak hal yang mempengaruhi kemunculan perilaku agresif pada seorang remaja yang salah satu diantaranya adalah peran media, seperti yang telah banyak diketahui bahwa penyajian tayangan-tayangan media dengan unsur kekerasan telah banyak tersebar luas bahkan tayangan-tayangan tersebut tidak jarang disajikan tanpa dengan adanya sensor sehingga tayangan tersebut dapat dikonsumsi oleh berbagai kalangan tidak terkecuali kalangan remaja.

Selanjutnya Krahe (2005), menyatakan bahwa pengaruh media dianggap sebagai salah satu faktor yang bertanggung jawab atas peningkatan perilaku agresif, khususnya dikalangan remaja dan anak-anak. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, sebuah medium baru telah mentransformasikan penggunaan media oleh anak-anak dan remaja, yaitu permainan video yang dimainkan dengan perangkat khusus, seperti Gameboys, Playstations , dan komputer pribadi. Temuan yang terus bertambah menemukan bahwa permainan video yang berisi tema-tema kekerasan memicu perilaku agresif dengan cara yang hampir sama persis dengan kekerasan di televisi atau bioskop (Krahe, 2005).

Berkaitan dengan efek yang ditimbulkan oleh permainan dengan tema kekerasan, Anderson dan Dill (2000), menemukan bahwa efek permainan video

commit to user

dibandingkan kekerasan di tayangan televisi maupun bioskop. Mereka menyebutkan terdapat tiga alasan mengapa efek permainan video game dengan unsur kekerasan memiliki potensi merugikan yang lebih besar dibandingkan kekerasan di tayangan televisi maupun bioskop. Alasan pertama adalah permainan video game mengharuskan pemainnya mengadopsi peran penyerang dan bertindak menurut sudut pandang penyerang di sepanjang permainan, alasan kedua adalah mereka memaksa pemainnya untuk berpartisipasi aktif dan bukan hanya sekedar menjadi penerima pasif dan alasan ketiga adalah permainan itu bersifat adiktif (menimbulkan ketergantungan) karena mediumnya tersedia secara konstan dan bersifat menguatkan. Sehingga remaja akan ketagihan dan mengulang untuk bermain game tersebut. Efek komulatif dari berulang kali menyaksikan agresi di media akan menyebebkan agresi (Krahe, 2005). Huesman (dalam Krahe, 2005) mengungkapkan bahwa semakin sering anak-anak dan remaja menyaksikan tayangan kekerasan di media maka repertoar kognitifnya akan mengarah pada perilaku agresif. Hal ini menunjukkan frekuensi media kekerasan akan mempengaruhi perilaku agresif.

Remaja dalam penelitian ini adalah individu berusia 12 – 18 tahun yang sedang bermain video game kekerasan di Sragen , berdasar observasi di lapangan, remaja di Sragen sering mengumpat, mengejek, mengganggu, atau membentak teman-teman maupun anak-anak yang usianya di bawah mereka. Berdasarkan uraian di atas, menunjukan bahwa terdapat peran media kekerasan yaitu media video game dengan unsur kekerasan pada kemunculan perilaku agresif pada

commit to user

”Hubungan Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan dengan Perilaku Agresif pada Remaja”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah penelitian sebagai berikut :

“Apakah terdapat hubungan antara frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat menjelaskan peran variabel frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja. Selain itu penelitian ini memberi manfaat untuk perkembangan keilmuan psikologi khususnya psikologi sosial, psikologi pendidikan, dan psikologi perkembangan.

commit to user

a. Bagi pembaca, dapat menambah wawasan mengenai hubungan antara frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja.

b. Bagi dunia penelitian psikologi, memberikan informasi empirik tentang hubungan antara frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja, sehingga dapat digunakan sebagai penunjang untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

c. Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pengetahuan dan informasi secara empiris kepada institusi pendidikan untuk mengurangi perilaku kekerasan pada remaja

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Agresif

1. Pengertian Perilaku Agresif

Menurut Bandura (1971) sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui modelling atau peniruan. Perilaku peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model atau subjek yang ditiru meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus.

Pengertian Agresif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) berarti kecenderungan atau menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat.

Menurut Atkinson (2001), Perilaku agresif adalah perilaku untuk melukai orang lain (secara fisik atau verbal) atau merusak harta benda. Sedangkan Soemantri (2006) menjelaskan, bahwa perilaku agresif merupakan tindakan nyata dan mengancam sebagai ungkapan benci.

Hurlock (2004) menyatakan, bahwa yang dimaksud perilaku agresif adalah tindak permusuhan yang nyata atau ancaman permusuhan, biasanya tidak ditimbulkan oleh orang lain, diekspresikan berupa penyerangan secara fisik atau lisan terhadap pihak lain.

commit to user

agresif merupakan tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi perilaku agresif dari Baron ini mencakup empat faktor: tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi korban, dan ketidakinginan si korban menerima tingkah laku si pelaku.

Menurut Sigmud Freud (dalam Bailey, 1989), Perilaku agresif merupakan cara pertama yang dikenal manusia untuk mengungkapkan kemarahannya, yang dituangkan melalui serangan fisik secara membabi-buta terhadap objek, benda hidup maupun mati yang membangkitkan emosi itu. Sedangkan (dalam Chaplin, 2004), perilaku agresif adalah tindakan permusuhan dari dalam diri seseorang ditujukan pada orang lain atau benda berupa suatu tindakan menyerang, melukai orang lain, untuk meremehkan, merugikan, mengganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek, mencemoohkan atau menuduh secara jahat, menghukum berat atau tindakan sadis lainnya.

Berkowitz mendefinisikanma agresif sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Sedangkan Moyer berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Demikian pula hormon laki-laki (testoteron) dipercaya sebagai pembawa sifat agresif.

commit to user

adalah perlakuan yang ditujukan untuk menyakiti orang lain, baik fisik, verbal maupun psikis.

2. Jenis-jenis Perilaku Agresif

Buss & Perry (1992), beranggapan bahwa perilaku agresif dapat dibedakan menjadi 4 jenis jika dilihat dari faktor yang ada di dalamnya, yaitu:

a. Agresi fisik

Agresi fisik adalah bentuk agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara fisik. Misalnya menendang, memukul, menusuk, membakar hingga membunuh.

b. Agresi verbal Agresi verbal adalah bentuk agresi yang dilakukan untuk melukai

orang lain secara verbal, yaitu menyakiti dengan menggunakan kata-kata. Misalnya mengumpat, memaki, dan membentak.

c. Kemarahan

Kemarahan adalah salah satu bentuk agresi yang sifatnya tersembunyi dalam perasaan seseorang terhadap orang lain, tetapi efeknya dapat terlihat dalam perbuatan yang menyakiti orang lain. Misalnya muka marah, tidak membalas sapaan, mata melotot dan sebagainya.

commit to user

Permusuhan adalah sikap dan perasaan negatif terhadap seseorang yang muncul karena perasaan tertentu. Perasaan atau sikap permusuhan tersebut dapat muncul dalam perilaku yang menyakiti orang lain. Misalnya iri, dengki, cemburu, memfitnah dan sebagainya

Sedangkan Soemantri (2006), menyatakan bahwa perilaku agresif dapat dibedakan dilihat dari bagaimana perilaku agresif tersebut terungkap, yaitu:

a. Perilaku agresi yang bersifat fisik, berupa serangan langsung pada objek agresif.

b. Ledakan agresi, berupa tingkah laku yang tidak terkontrol seperti tantrum.

c. Perilaku agresi verbal, berupa dusta, marah, mengancam, dan sebagainya.

d. Perilaku agresi tidak langsung, misalnya merusak barang milik orang lain menjadi objek agresi.

Selanjutnya Sarwono (1999) menambahkan bahwa perilaku agresif terdiri dari dua jenis yaitu hostile aggression dan instrumental aggression. Hostile aggression adalah tindakan agresi yang dilakukan berdasarkan perasaan permusuhan, sedangkan instrumental aggression adalah tindakan agresif yang ditujukan semata-mata untuk mencapai tujuan tertentu, bahkan antara pelaku dan korban kadang-kadang tidak ada terhadap pribadi.

Buss dan Durkee (1980) menggolongkan beberapa bentuk tindakan agresif yang secara operasional dapat digunakan untuk mengukur perilaku agresif, yaitu sebagai berikut:

commit to user

tidak termasuk pengerusakan properti.

2. Agresi tidak langsung: menyebarkan gosip yang berkonotasi negatif, gurauan (yang negatif).

3. Negativisme: tingkah laku menantang, termasuk penolakan untuk bekerja sama, menolak untuk patuh dan pembangkangan.

4. Agresi verbal: berdebat, berteriak, menjerit, mengancam dan memaki.

5. Irritability: kesiapan untuk marah meliputi temper yang cepat dan kekasaran.

6. Resentment: iri dan rasa benci terhadap orang lain.

7. Kecurigaan: ketidakpercayaan dan proyeksi permusuhan terhadap orang lain, bentuk ekstrim dari kecurigaan ini adalah paranoia.

Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perilaku agresif memiliki beberapa jenis antara lain adalah perilaku agresif yang bersifat fisik seperti memukul maupun menendang, perilaku agresif yang bersifat verbal seperti mencaci, perilaku kemarahan (Hostile aggression) dan perilaku penolakan (instrumental aggression).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif

Davidoff (1991) menyebutkan bahwa terdapat 5 faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku agresif, faktor-faktor tersebut adalah:

commit to user

Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu respon terhadap marah. Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya memancing perilaku agresif. Ejekan, hinaan dan ancaman merupakan pancingan yang jitu terhadap amarah yang akan mengarah pada perilaku agresif.

Anak-anak di kota seringkali saling mengejek pada saat bermain, begitu juga dengan remaja biasanya mereka mulai saling mengejek dengan ringan sebagai bahan tertawaan, kemudian yang diejek ikut membalas ejekan tersebut, lama kelamaan ejekan yang dilakukan semakin panjang dan terus-menerus dengan intensitas ketegangan yang semakin tinggi bahkan seringkali disertai kata-kata kotor dan cabul. Ejekan ini semakin lama- semakin seru karena rekan-rekan yang menjadi penonton juga ikut-ikutan memanasi situasi. Pada akhirnya bila salah satu tidak dapat menahan amarahnya maka ia mulai berupaya menyerang lawannya.

commit to user

Ada beberapa faktor biologis menurut Krahe (2005) yang mempengaruhi perilaku agresi:

1) Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.

2) Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan perilaku agresif. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.

3) Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan 13faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku

commit to user

dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.

c. Kesenjangan Generasi

Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk terhadap komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresif pada anak. Permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan segera, mengingat bahwa selain agresi, masih banyak permasalahan lain yang dapat muncul seperti masalah ketergantungan narkotik, kehamilan diluar nikah, seks bebas, dan lain-lain.

commit to user

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui Televisi dan juga games atau pun mainan yang bertema kekerasan. Acara-acara yang menampilkan adegan kekerasan hampir setiap saat dapat ditemui dalam tontonan yang disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron, sampai film laga.Selain itu ada pula acara-acara TV yang menyajikan acara khusus perkelahian yang sangat populer dikalangan remaja seperti Smack Down, UFC (Ultimate Fighting Championship) atau sejenisnya. Walaupun pembawa acara berulang kali mengingatkan penonton untuk tidak mencontoh apa yang mereka saksikan namun diyakini bahwa tontonan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa penontonnya. Model pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan. Hal ini sudah barang tentu membuat penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatusistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hal ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif.

commit to user

Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membeci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk perilaku agresif kepada orang lain. Terhadap dengan lingkungan sosial berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutan.Siapa yang lebih berkuasa dapat berbuat sekehendak hatinya.Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi tunduk. Pola pendisiplinan tersebut dapat pula menimbulkan pemberontakan, terutama bila larangan-larangan yang bersangsi hukuman tidak diimbangi dengan alternatif lain yang dapat memenuhi kebutuhan yang mendasar (contoh: dilarang untuk keluar main, tetapi di dalam rumah tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya karena kesibukan mereka).

Sedangkan menurut Koeswara (1988), faktor-faktor yang menjadi pencetus kemunculan perilaku agresif, yaitu:

a. Frustrasi

Yang dimaksud dengan frustrasi itu sendiri adalah situasi di mana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan. Frustrasi bisa mengarahkan individu pada perilaku

commit to user

menyenangkan dan dia ingin mengatasi atau menghindarinya dengan berbagai cara, termasuk cara agresif. Individu akan memilih tindakan agresif sebagai reaksi atau cara untuk mengatasi frustrasi yang dialaminya apabila terdapat stimulus-stimulus yang menunjangnya ke arah tindakan agresif itu.

b. Stres

Stres merupakan reaksi, respons atau adaptasi psikologis terhadap stimulus eksternal atau perubahan lingkungan.

1) Stres eksternal, stres eksternal dapat ditimbulkan oleh perubahan- perubahan sosial dan memburuknya kondisi perekonomian. Hal-hal tersebut memberikan andil terhadap peningkatan kriminalitas, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan kekerasan dan perilaku agresif.

2) Stres internal, stres internal menimbulkan ketegangan yang secara perlahan memuncak, yang akhirnya dicoba untuk diatasi oleh individu dengan melakukan perilaku agresif. Tingkah laku yang tidak terkendali, termasuk di dalamnya perilaku agresif, adalah akibat dari kegagalan ego untuk mengadaptasi hambatan-hambatan, sekaligus sebagai upaya untuk memelihara keseimbangan intrapsikis.

c. Deindividuasi Deindividuasi merupakan satu keadaan dimana ciri-ciri karakteristik

orang tidak diketahui. Deindividuasi memperbesar kemungkinan terjadinya perilaku agresif, karena deindividuasi menyingkirkan atau mengurangi

commit to user

atau personalitas individu pelaku maupun identitas diri korban dari pelaku agresif, dan keterlibatan emosional individu pelaku agresif terhadap korbannya.

d. Kekuasaan dan Kepatuhan

Kekuasaan menjadi pencetus terjadinya perilaku agresif karena kekuasaan seseorang atau sekelompok orang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan mengendalikan tingkah laku orang lain dan merealisasikan segenap keinginannya. Sedangkan kepatuhan menjadi pencetus terjadinya perilaku agresif karena dalam situasi kepatuhan individu kehilangan tanggung jawab atas tindakan-tindakannya serta meletakkan tanggung jawab pada penguasa.

e. Efek Senjata

Senjata memainkan peran dalam terjadinya perilaku agresif tidak saja karena fungsinya mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan agresif, tetapi juga karena efek kehadirannya. Misalkan seseorang yang mempersepsikan kehadiran senjata api sebagai benda yang berbahaya dan mengancam keselamatan dirinya, kemungkinan menghasilkan efek kecemasan dalam diri orang tersebut. Kecemasan tersebutlah yang mendorong terjadinya perilaku agresif.

commit to user

Provokasi dapat mencetuskan perilaku agresif karena provokasi itu oleh pelaku agresif dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respons agresif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu.

g. Alkohol

Terdapat dugaan bahwa alkohol berpengaruh mengarahkan individu kepada perilaku agresif dan tingkah laku antisosial lainnya. Karena alkohol dapat melemahkan kendali diri dan melemahkan aktivitas sistem saraf pusat.

h. Suhu Udara

Suhu udara yang tinggi akan mempengaruhi naiknya kadar agresif seseorang. Contohnya saja pada musim panas terjadi lebih banyak tingkah laku agresif karena pada musim panas hari-hari lebih panjang serta individu- individu memiliki keleluasaan bertindak yang lebih besar ketimbang musim-musim lain.

Pada Konsep teori belajar sosial, Bandura (dalam Sarwono, 1997) mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat dalam keluarga, dalam lingkungan kebudayaan setempat atau melalui media massa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab perilaku agresi diantaranya adalah faktor amarah, biologis, kesenjangan generasi, perab belajar model kekerasan, proses pendisiplinan yang keliru,

commit to user

alkohol dan suhu udara.

B. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan

1. Pengertian Bermain Video Game Kekerasan

Black (1973) menyebutkan bahwa game adalah rekreasi atau aktifitas yang dilakukan untuk kesenangan., mencakup bermain dengan mainan, berpartisipasi dalam olah raga, menonton televisi, dan lain sebagainya. Game juga berarti hiburan, permainan game juga merujuk pada pengertian sebagai kelincahan intelektual (intellectual playability). Kata game juga dapat diartikan sebagai arena keputusan dan aksi pemainnya. Ada target-target yang ingin dicapai pemainnya. Kelincahan intelektual, pada tingkat tertentu, merupakan ukuran sejauh mana game itu menarik untuk dimainkan secara maksimal. Video game merupakan salah satu bentuk dari permainan elektronik yang berupa komputer yang pada dasarnya merupakan gabungan dari bentuk permainan strategi, kesempatan, dan fisik, sehingga menciptakan sesuatu yang sama sekali baru. Video game ini adalah sebuah bentuk dari multimedia interaktif yang digunakan untuk sarana hiburan.

Game ini dimainkan dengan menggunakan sebuah alat yang dapat digenggam oleh tangan dan tersambung ke sebuah kotak alat atau console. Alat yang digenggam tangan tadi dikenal dengan nama joystick. Isinya

commit to user

dan kanan, dimana fungsinya adalah untuk berinteraksi dan mengendalikan gambar-gambar di layar pesawat televisi. Game ini juga biasanya dimainkan dengan memasukan sebuah keping CD yang bisa diganti-ganti atau cartridge yang harus dimasukkan ke dalam game console . Bisa juga melalui seperangkat komputer yang tersambung online ke internet sehingga bisa berinteraksi dengan pemain lain yang juga online saat itu. Dari beberapa penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa permainan video game kekerasan adalah permainan video game dengan unsur kekerasan yang berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (menyakiti, memukul dan menendang lawan).

Adapun nama-nama permainan video game yang sarat kekerasan antara lain: Smack Down, Tekken, War Craft, Counter-Strike, Marvell & Capcom, Prince of Persia , dan lain sebagainya.

2. Pengaruh Bermain Video Game Kekerasan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui Televisi dan juga games atau pun mainan yang bertema kekerasan. Acara-acara yang menampilkan adegan kekerasan yang setiap saat dapat ditemui dalam tontonan yang disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron, sampai film laga.Selain itu ada pula acara-acara TV yang menyajikan acara khusus perkelahian yang sangat populer dikalangan remaja seperti

commit to user

Walaupun pembawa acara berulang kali mengingatkan penonton untuk tidak mencontoh apa yang mereka saksikan namun diyakini bahwa tontonan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa penontonnya.

Model pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan. Hal ini sudah barang tentu membuat penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hal ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif.

Sebuah penelitian dalam Psychological Bulletin menunjukkan bahwa bermain video game yang penuh kekerasan meningkatkan pikiran, sikap, dan tindakan kekerasan di antara para pemain tersebut. Game itu sama sekali tidak ada gunanya dalam meningkatkan tindakan-tindakan ketrampilan. Psikologis Craig Anderson (dalam Steven, 2009) dari Universitas Iowa dan timnya menganalisa penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan terhadap 130.000 orang di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Penemuannya berlaku untuk para pemain dari kebudayaan Barat dan Timur, untuk pemain lelaki maupun perempuan, dan juga untuk pemain dari kelompok umur yang bervariasi. Penelitian tersebut menemukan bahwa pemaparan terhadap video game-game yang penuh

commit to user

tersebut me-desensitisasi para pemain dan berhubungan dengan kurangnya empati dan kurangnya perilaku-perilaku yang prososial.

Sehingga perlu untuk menjauhkan anak-anak dan remaja dari permainan komputer, playstation atau pun bentuk lainnya yang berkaitan dengan kekerasan. Berdasarkan temuan penelitian dengan judul “Kekerasan dan Pencegahan Kekerasan”, tiga ilmuwan dari Departemen Psikologi di University of Vienna, Austria (dalam Hidayat, 2009) menyarankan sikap tanpa toleransi mesti diterapkan dalam menangani pemuda yang bermain game kekerasan di komputer, playstation atau pun bentuk lainnya. Anak-anak dan remaja mesti dijauhkan dari permainan kekerasan tersebut karena semua itu tidak baik dan hanya akan menimbulkan kerugian. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa anak-anak dan remaja yang sering kali memainkan games yang berkaitan dengan kekerasan di komputer, playstation atau pun bentuk lainnya cenderung menjadi lebih agresif dibandingkan dengan mereka yang hanya bermain game yang kurang atau tidak berisi kekerasan. Untuk itu, para ilmuwan tersebut menjelaskan permainan yang berisi kekerasan bukan hanya cenderung ditiru, tapi lingkungan permainan itu juga mudah membawa seseorang pada mental reaktif atau imaginer agresif. Anak-anak yang memainkan game yang berkaitan dengan kekerasan di komputer akan mudah memperlihatkan sifat agresif ketika terganggu, tidak puas, atau marah.

commit to user

yang tak memainkan game semacam itu. Pada penelitian tersebut juga didapati bahwa di kalangan remaja yang berumur 16 tahun dan secara khusus disurvei, anak laki-laki yang memainkan game komputer dengan isi yang berkaitan dengan tindakan brutal bahkan telah mencapai 60 persen. Oleh karena itu, para ilmuwan tersebut menyarankan orangtua dan guru mesti memulai pendidikan terkait di sekolah dasar guna menjauhkan anak-anak dari permainan komputer, playstation atau pun bentuk lainnya yang mengandung kekerasan.

3. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan

Oxford Learner’s Pocket Dictionary (1995) mendefinisikan frekuensi sebagai angka yang menunjukkan sesuatu terjadi atau diulang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa frekuensi bermain video game jenis kekerasan adalah angka yang menunjukkan berapa banyak kegiatan bermain video game yang berisi adegan-adegan kekerasan terjadi atau diulang. Hal ini bisa ditunjukkan dengan berapa lama remaja bermain video game kekerasan selama seminggu. Menurut Dwi Fitria (2008) remaja yang bermain game 3jam dalam sehari atau 20 jam dalam seminggu dikategorikan tinggi frekuensinya

commit to user

Perilaku Agresif

Hurlock (2004) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana seseorang sibuk mencari simbol-simbol yang dapat mewakili identitas dirinya, dengan kata lain, remaja mencari model-model yang dapat ditiru ke dalam perilakunya. Banyak cara yang dilakukan oleh remaja untuk mendapatkan model- model tersebut, salah satunya dengan melihat model-model yang ada pada video game . Sementara itu, permainan-permainan video game banyak bertemakan kekerasan, seperti memukul, menendang, dan menembak lawan. Bandura (dalam Koeswara, 1988) menyatakan bahwa pengamatan/observasi terhadap tingkah laku sebuah model akan membentuk tingkah laku pada sang pengamat. Dalam hal ini, tingkah laku kekerasan yang dilakukan oleh model juga akan membentuk tingkah laku kekerasan pada sang pengamat. Proses identifikasi ini terjadi melalui beberapa tahap, yang salah satunya adalah dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran model yang dilihat. Maka dapat diasumsikan bahwa frekuensi memainkan video game yang menampilkan karakter/model yang melakukan adegan kekerasan juga akan mempercepat proses terbentuknya identifikasi yaitu perilaku agresif.

Selain pendapat di atas Krahe (2005), menyatakan bahwa pengaruh media dianggap sebagai salah satu faktor yang bertanggung jawab atas peningkatan perilaku agresi, khususnya dikalangan remaja dan anak-anak. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, sebuah medium baru telah mentransformasikan penggunaan media oleh anak-anak dan remaja, yaitu permainan video yang dimainkan dengan perangkat khusus seperti Gameboys,

commit to user

bahwa permainan video yang berisi tema-tema kekerasan memicu perilaku agresi dengan cara yang hampir sama persis dengan kekerasan di televisi atau bioskop.