ANALISIS PENERIMAAN E-GOVERNMENT DENGAN MENGGUNAKAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMKAB BLORA.

(1)

DI LINGKUNGAN PEMKAB BLORA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Gelar Magister

PROGRAM STUDI

MAGISTER AKUNTANSI

Diajukan oleh :

NOVI NURUL QUINA

0662020015

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN ”

JAWA TIMUR


(2)

NOVI NURUL QUINA. NPM. 0662020015. Program Pasca Sarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, 29 Desember 2008. Penerimaan E-government pada Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab Blora; Pembimbing Utama : Dr. Soemarsono, Msi (Alm), Pembimbing Pendamping : Dra. Diah Hari Suryaningrum, Msi, Ak.

Salah satu kebijakan publik yang hangat dibicarakan sampai dengan saat ini adalah mengenai e-government. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa perilaku pegawai negeri sipil dalam menerima suatu teknologi berpengaruh pada penerimaan teknologi itu sendiri. Khususnya meneliti tentang keyakinan pegawai akan kemudahan serta manfaat teknologi berpengaruh pada penerimaan e-government. Dan juga membuktikan bahwa keyakinan pegawai akan kemudahan suatu aplikasi e-government, memperkuat pengaruh keyakinan pegawai akan manfaat terhadap penerimaan e-government. Obyek penelitian adalah pemerintah kabupaten Blora tepatnya di

15 instansi. Subyek penelitian sebanyak 150 pegawai yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan komputer.

Kompleksitas hubungan antar variabel menjadikan Structural Equation Modeling sebagai alat analisis yang tepat digunakan dalam penelitian ini.

Hasil penelitian membuktikan bahwa seluruh hipotesis yang diajukan diterima dan terbukti kebenarannya. Keyakinan akan manfaat aplikasi e-government yang dirasakan oleh pegawai serta keyakinan akan kemudahan aplikasi e-government yang dirasakan oleh pegawai, berpengaruh terhadap penerimaan aplikasi e-government itu sendiri. Kemudahan aplikasi e-government yang dirasakan oleh pegawai juga memperkuat pengaruh keyakinan pegawai akan manfaat terhadap penerimaan e-government.


(3)

NOVI NURUL QUINA. NPM. 0662020015. Postgraduate Program University of Pembangunan Nasional “Veteran” East Java, 29 December 2008. E-government Acceptance of The Civil Servant in The Environment of Blora Regional Government; Supervisor : Dr. Soemarsono, Msi (Alm), Co-Supervisor : Dra. Diah Hari Suryaningrum, Msi, Ak.

One of the current public policies was discussed until now is about e-government. This research has a purpose to examine that behaviour the civil servants in accept a technology influence to the technology acceptance itself. Specifically, researched about perceived ease of use and perceived usefulness of employee will be influence to the acceptance of e-government. And also examine that perceived ease of use of e-government applications strengthen the influence of perceived usefulness to e-government acceptance.

The objects of the research are Blora regional government specially in 15 institution. One hundred and fifty employee that in their ordinary routine interact with the computer.

Because of the complexity relationship between variables, structural equation modeling becomes an appropriate analysis tool to used on this research.

The result of the research found that all of the proposed hypotheses are accepted and proven by his truth. Perceived usefulness and perceived ease of use e-government applications that was felt by employees influence to acceptance of e-government. Perceived ease of use the e-government applications that was felt by employees also strengthen the influence of perceived usefulness of civil employees to e-government acceptance.


(4)

rahmatNya peneliti dapat menyelesaikan Tesis dengan berjudul Penerimaan

E-Government Pada Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab Blora.

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada DR. Soemarsono, MSi selaku Pembimbing Utama, dan Dra. Diah Hari Suryaningrum, Msi, Ak, selaku Pembimbing Pendamping, dan seterusnya. Ucapkan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada :

1. Bpk. Mayjend TNI (Purn), Warsito, SH, MM selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

2. Direktur beserta staf, dan seluruh Dosen Program Pasca Sarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Kepala Kantor Pengolahan Data Elektronik Pemkab Blora dan Ibu Dwi Puji Rahayu selaku Kasi Pelayanan Manajemen KPDE Pemkab Blora yang telah membantu peneliti dalam penyediaan data untuk penelitian.

4. Keluarga besar yang telah mendo’akan untuk keberhasilan peneliti.

Tesis ini masih jauh dari sempurna karena terbatasnya kemampuan dan pengalaman peneliti, namun demikian peneliti berharap semoga memberikan manfaat dalam membangun keilmuan, masyarakat, bangsa dan negara.


(5)

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI DAN EMPIRIK 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Kajian Teori ... 10

2.2.1 Teknologi Informasi ... 10

2.2.2 Definisi Teknologi Informasi ... 10

2.2.3 Dampak Teknologi Informasi ... 10

2.2.4 Definisi e-government ... 12

2.2.5 Elemen-elemen e-government ... 13

2.2.6 Implementasi e-government ... 14


(6)

2.2.11 Technology Acceptance Model (TAM)... 24

2.2.12 Perceived Ease of Use ... 27

2.2.13 Perceived Usefulness ... 28

2.2.14 Penerimaan Teknologi Informasi (Acceptance) ... 29

2.2.15 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Suatu Teknologi 30 2.2.16 Definisi Pegawai Negeri ... 38

2.2.17 Pegawai Negeri Sipil ... 38

2.3 Pengaruh Antar Variabel ... 40

2.3.1 Pengaruh Perceived Usefulness terhadap Acceptance... 40

2.3.2 Pengaruh Perceived Ease Of Use terhadap Acceptance ... 40

2.3.3 Pengaruh Perceived Ease Of Use dalam memperkuat pengaruh Perceived Usefulness terhadap Acceptance ... 41

2.4 Kerangka Pikir ... 42

2.5 Hipotesis ... 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional ... 43

3.1.1 Definisi Operasional ... 43


(7)

3.3.3 Pengumpulan Data ... 47

3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 48

3.4.1 Teknik Analisis ... 48

3.4.2 Pengujian Hipotesis dan Hubungan kausal ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ... 58

4.1.1 Gambaran Umum Pemerintah Kabupaten Blora ... 58

4.1.2 Penerimaan E-government pada Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab Blora ... 59

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 64

4.2.1 Deskripsi Hasil Penyebaran Kuesioner ... 64

4.2.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 65

4.2.3 Deskripsi Variabel ... 68

4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 71

4.3.1 Analisis Data ... 71

4.3.2 Pengujian Model Pengukuran ... 78

4.3.3 Uji Hipotesis Kausalitas ... 82


(8)

4.5 Keterbatasan Penelitian ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 85 5.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA


(9)

1. Theory of Reasoned Action ... 20

2. Theory of Planned Behavior ... 21

3. Technology Acceptance Model (TAM) ... 25

4. Overall model ... 50

5. One step approach-base model ... 79


(10)

2. Good of Indices untuk evaluasi model ... 56

3. Hasil survey penelitian terdahulu ... 60

4. Penyebaran kuesioner ... 64

5. Responden berdasarkan usia ... 65

6. Responden berdasarkan jenis kelamin ... 66

7. Responden berdasarkan pendidikan terakhir ... 67

8. Deskripsi variabel Perceived Usefulness ... 68

9. Deskripsi variabel Perceived Ease of Use ... 69

10. Deskripsi variabel Acceptance ... 70

11. Uji outlier multivariate ... 72

12. Uji normalitas ... 73

13. Pengujian reliability consistency internal ... 74

14. Uji validitas ... 76

15. Construct reliability dan variance extracted ... 77

16. Evaluasi kriteria goodness of fit indices ... 79

17. Evaluasi kriteria goodness of fit indices ... 81


(11)

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan Teknologi Informasi atau Information Technology

(disingkat : IT) pada dekade terakhir ini meningkat dengan pesat, pemanfatan dalam kehidupan masyarakat secara luas juga mengalami peningkatan yang sangat besar.

Berbagai kepentingan menjadi dasar pertimbangan, dari mulai hanya sebagai life style atau pelengkap sampai dengan menjadi perangkat dan sarana yang menempati posisi vital, hal ini bukan saja terjadi pada masing-masing individu, tetapi juga terjadi pada organisasi secara luas. Pemanfaatan teknologi informasi di lingkungan organisasi sudah menjadi kebutuhan bagi tiap organisasi untuk mencapai efisiensi dan efektifitas organisasi, berbagai bentuk aplikasi teknologi informasi yang tersedia dimanfaatkan, antara lain : aplikasi perkantoran (pengolah kata, pengolah data, pengolah grafis), serta fasilitas komunikasi (e-mail, chatting, teleconference).

Kebijakan pemerintah, Inpres no.3 tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government, menegaskan bahwa pemerintah harus mampu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengolah, mengelola, menyalurkan dan mendistribusikan informasi dan pelayanan publik.


(12)

Slamet, dkk (2007) mengungkapkan bahwa teknologi informasi telah mendorong transformasi, dari paradigma birokrasi tradisional (yang menekankan kepada standarisasi, rutinitas, spesialisasi, fokus internal, dan kewenangan), menuju paradigma e-government (yang menekankan kepada membangun jaringan yang terkoordinasi, kerjasama eksternal dan orientasi pelayanan kepada masyarakat sebagai fokusnya), oleh karena itu, pemerintah Republik Indonesia melaksanakan proses transformasi pemerintahan menuju e-government.

Siallagan (2006) dalam tulisannya menjelaskan bahwa transformasi

traditional government yang identik dengan paper based administration, menjadi electronic government (e-government) merupakan salah satu isu kebijakan publik yang hangat dibicarakan saat ini.

Di Indonesia, inisiatif e-government dimulai sejak tahun 2001, dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia No.6 Tahun 2001 dan dipertegas kembali dengan Instruksi Presiden No.3 Tahun 2003. Munculnya otonomi daerah selain membawa semangat keterbukaan dan pemberdayaan masyarakat, juga telah menjadi tuntutan bahwa masyarakat butuh kecepatan informasi dan pelayanan prima, sehingga hal ini semakin mendesak pemerintah khususnya pemerintah daerah untuk segera mengimplementasikan e-government secara terintegrasi.

Presiden Republik Indonesia dalam sambutannya pada acara Pembukaan Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi (2005), mengungkapkan penggunaan teknologi informasi di lingkungan


(13)

pemerintahan dalam beberapa kasus berhasil memberikan banyak nilai positif yang menggembirakan. Pelayanan menjadi lebih cepat dan mudah. Aktifitas pemerintahan pun lebih efisien dan efektif, tetapi sebaliknya ketidakberhasilan implementasi e-government pada beberapa kasus sering terjadi.

Kurangnya kesiapan aparatur pemerintah menjadi salah satu sebab ketidakberhasilan ini (Presiden RI, 2005). Wisnu Wijaya (2006) juga mengungkapkan bahwa faktor utama yang menentukan keberhasilan dari penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam organisasi adalah sumber daya manusia. Sri Astuti (2001) dalam Nasution (2004) berpendapat bahwa penggunaan teknologi informasi dan pemanfaatan informasi oleh individual, kelompok atau organisasi, merupakan variabel inti dalam riset sistem informasi, sebab sebelum digunakan pertama terlebih dahulu dipastikan tentang penerimaan (Acceptance) atau penolakan (Resistance) digunakannya IT tersebut.

Berkaitan dengan perilaku yang ada pada individu atau organisasi yang menggunakan teknologi informasi. Prof. Dr. Moch. Nuh DEA dalam pembukaan Seminar Teknologi Informasi dan Komunikasi (2007) mengungkapkan bahwa kendala utama dalam pengembangan IT di Indonesia adalah minimnya sumber daya manusia yang berkualitas. Perlunya mempertimbangkan faktor non teknis (pemantapan sumber daya manusia) dalam proyek e-government juga ditekankan oleh Ichjar Musa, Ketua Ikatan Audit Sistem Informasi Indonesia (2005). Nasution (2004) menjelaskan bahwa pengguna sistem (user) adalah manusia yang secara


(14)

dirinya, sehingga memperhatikan aspek keperilakuan dalam penerimaan IT menjadi penting.

Aspek perilaku yang selama ini dipahami, mengurangi permasalahan yang muncul dari sisi sifat kemanusiaan, seperti misalnya sulitnya untuk merubah perilaku tersebut. Sulitnya merubah perilaku dapat menjadi penghalang berkembangnya pemakaian teknologi informasi yang telah direncanakan dalam waktu yang lama (Yuhertiana,2006), bila hal ini terjadi, organisasi akan mengalami kerugian karena dalam penerapan IT memerlukan dana dalam jumlah yang besar, perlunya anggaran yang cukup besar untuk pembangunan e-government di daerah diakui oleh Soendjojo(2005).

Salah satu teori yang menjelaskan tentang model pendekatan penerimaan suatu teknologi adalah Technology Acceptance Model.. Secara umum penelitian penerimaan teknologi informasi didasarkan pada

Technology Acceptance Model (TAM) yang diperkenalkan oleh Davis (1989), dapat digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan pengguna terhadap teknologi. TAM mendefinisikan terdapat dua faktor yang mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap teknologi yaitu (Schillewaert,et.al: 2000):

1. Perceived Usefulness (PU), yaitu tingkatan pada seseorang berfikir bahwa menggunakan suatu sistem akan meningkatkan kinerjanya; 2. Perceived Ease of Use (PEOU), yaitu tingkatan seseorang

mempercayai bahwa menggunakan teknologi hanya memerlukan sedikit usaha.


(15)

TAM dinilai mampu memberi kontribusi terbaik dalam memprediksi dan menjelaskan penerimaan (Acceptance) pengguna pada teknologi komputer dalam organisasi (Venkatesh dan Davis dalam Schillewaert,et.al :2000). TAM berteori bahwa kedua keyakinan ini menentukan tingkah laku penerimaan secara langsung. Teori ini juga memberi arti bahwa kemudahan penggunaan yang dirasakan, karena menurut hukum cateris paribus, teknologi yang mudah digunakan akan lebih berguna.

Berdasarkan Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian , pasal 1 ayat 1 menyebutkan Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Undang-undang nomor 43 tahun 1999 pasal 2 ayat 2 terdiri atas :

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga pemerintah non departemen, kesekretariatan lembaga tertinggi atau lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah propinsi atau kabupaten atau kota, serta kepaniteraan pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS daerah propinsi atau kabupaten atau kota yang gajinya dibebankan pada APBD dan bekerja pada pemerintah daerah atau dipekerjakan di


(16)

Kabupaten Blora, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, ibukotanya adalah Blora, sekitar 127 km sebelah timur Semarang, berada di bagian timur Jawa Tengah, kabupaten Blora berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur. Blok Cepu, daerah penghasil minyak bumi paling utama di Pulau Jawa, terdapat di bagian timur Kabupaten Blora. Kabupaten Blora terdiri atas 16 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Blora.

Menurut hasil survei yang digelar kantor pengolahan data elektronik (KPDE) setempat selama 2007, di antara 1.691 pegawai yang bertugas di 32 satuan kerja perangkat daerah (SKPD), hanya 60 (3,54 persen) yang menguasai aplikasi teknis di bidang electronic government (e-gov), sedangkan yang menguasai aplikasi umum e-gov 470 orang (23,96 persen)(Rahayu, dkk, 2007).

Survei tersebut membuktikan bahwa masih banyak pegawai negeri sipil (PNS) yang gagap teknologi (gaptek), sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat bagaimana pegawai pemerintah menerima suatu teknologi, berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “ Analisis Penerimaan E-government dengan menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) pada Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab Blora”.


(17)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah Perceived Usefulness mempunyai pengaruh terhadap penerimaan e-government (Acceptance) pada pegawai negeri sipil di lingkungan pemkab Blora?

2. Apakah Perceived Ease of Use mempunyai pengaruh terhadap penerimaan e-government (Acceptance) pada pegawai negeri sipil di lingkungan pemkab Blora?

3. Apakah Perceived Ease of Use memperkuat pengaruh Perceived Usefulness terhadap penerimaan e-government (Acceptance)?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk membuktikan pengaruh antara Perceived Usefulness

terhadap penerimaan e-government (Acceptance) pada pegawai negeri sipil di lingkungan pemkab Blora .

2. Untuk menguji pengaruh antara Perceived Ease of Use terhadap penerimaan e-government (Acceptance) pada pegawai negeri sipil di lingkungan pemkab Blora.

3. Untuk mempertegas kuat atau lemahnya Perceived Ease of Use

dalam pengaruh Perceived Usefulness terhadap penerimaan e-government (Acceptance).


(18)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan dilakukan, dapat penulis bedakan menjadi : a. Bagi ilmu pengetahuan.

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi pengetahuan dan wawasan berfikir ilmiah di bidang e-government, khususnya pada penerapan teknologi informasi yang berkaitan dengan perilaku manusia.

b. Bagi Pemkab Blora

Saran-saran dan kesimpulan nantinya dapat merupakan sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemkab Blora dalam hal penerimaan teknologi informasi sekarang dan di masa yang akan datang, dengan mempertimbangkan aspek perilaku pada sumber daya manusia, diharapkan nantinya PemKab Blora dapat mengambil tindakan untuk mengatasi masalah perilaku dalam penerimaan teknologi informasi.

c. Bagi pihak lain

Sebagai bahan masukan atau menambah wawasan terutama untuk peneliti lain yang berminat melakukan penelitian yang berkaitan dengan e-government dan Technology Acceptance Model .


(19)

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

a. Niels Schillewaert, dkk (2000)

Schillewaert, dkk (2000) telah menjelaskan dan menguji secara empirik suatu model teoritis yang menjelaskan tingkat seseorang (dalam hal ini penjual) menerima teknologi informasi. Model ini dibangun dengan konsep TAM dan hubungan-hubungan antara Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, keinovatifan individu, kemampuan komputer individu, fasilitator organisasi, pengaruh atasan, rekan kerja, tekanan kompetitif dan penerimaan (Acceptance) teknologi.

b. Natalia Tangke (2004)

Tangke (2004) penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan auditor BPK RI terhadap penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK), dengan menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) dengan hanya membatasi pada empat konstruk utama, yaitu Persepsi Pengguna Terhadap Kemudahan dan Menggunakan TABK (Perceived Ease of Use/PEOU), Persepsi Pengguna terhadap Kegunaan TABK (Perceived Usefulness/PU), Sikap penggunaan terhadap Penggunaan TABK (Attitude Toward Using/ATT), dan Penerimaan Pengguna terhadap Penggunaan TABK (Acceptance of TABK/ACC).


(20)

Kedua penelitian di atas, ditemukan bahwa faktor yang mempengaruhi penerimaan (Acceptance) dalam suatu penerapan teknologi adalah Perceived Usefulness dan dipengaruhi secara tidak langsung oleh Perceived Ease of Use. Artinya bahwa Perceived Ease of Use mempengaruhi Acceptance hanya secara tidak langsung melalui

Perceived Usefulness.

Alat analisis yang digunakan kedua penelitian tersebut di atas yang digunakan adalah Structural Equation Model (SEM) dengan bantuan perangkat lunak LISREL 8.30.

Persamaan pada penelitian terdahulu dan sekarang adalah sama-sama meneliti variabel Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use dan Acceptance. Persamaan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian terdahulu dan sekarang yaitu Structural Equation Model (SEM).

Perbedaan penelitian terdahulu dan sekarang adalah pengembangan teori TAM. Penelitian Schillewaert, dkk (2000) mengembangkan teori TAM dengan mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan teknologi yaitu: Faktor Individu, Faktor Kelompok dan Faktor Pengaruh Sosial. Penelitian Tangke (2004) memodifikasi teori TAM dalam empat konstruk yaitu Perceived Ease of Use, Perceived Usefulness, Attitude Toward using dan Acceptance. Sedangkan penelitian sekarang lebih sederhana karena hanya menguji teori TAM dengan tiga konstruk yaitu Perceived Ease of Use, Perceived Usefulness, dan Acceptance.


(21)

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Teknologi Informasi

Menurut Indriantoro (2000) istilah teknologi informasi (TI) sekarang ini menjadi lebih populer dan menggantikan posisi sistem informasi (SI), padahal SI sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan perangkat keras dan perangkat lunak, tetapi meliputi perpaduan antara pengetahuan, metode, dan teknik penggunaan informasi dalam dunia bisnis.

2.2.2 Definisi Teknologi Informasi

Teknologi informasi dapat didefinisikan sebagai perpaduan antara teknologi komputer, komunikasi dan otomasi kantor yang telah bercampur menjadi satu sehingga yang telah bercampur menjadi satu sehingga sulit untuk memisahkannya. (Indriantoro : 1996).

2.2.3 Dampak Teknologi Informasi

Teknologi informasi dipandang sebagai agen yang memungkinkan bagi organisasi untuk bisa meningkatkan efisiensi operasional dan posisi strategis organisasi dalam sebuah lingkungan bisnis yang semakin kompetitif. (Darma, 2000).

Perkembangan TI, khususnya teknologi komputer pemberi dampak positif untuk organisasi, dalam hal : (1) peningkatan efisiensi, menghemat waktu dan berkurangnya penggunaan kertas, (2) peningkatan kapasitas memori dan membuat komputer lebih mudah digunakan, serta (3)


(22)

peningkatan kuantitas dan kualitas pengambilan keputusan organisasi dan produk yang dihasilkan.

Ada dua alasan utama mengapa para manajer memberi lebih banyak perhatian pada sistem informasi manajemen. Menurut Mc. Leod (1996) yaitu :

1. Kerumitan bisnis pada masa sekarang. Lingkungan bisnis selalu kompleks tetapi sekarang ini terdapat lebih banyak tekanan karena pengaruh ekonomi internasional, kompetisi global, naiknya kompleksitas teknologi dan penyekat-penyekat sosial.

2. Kemampuan komputer. Kapasitas memori yang lebih besar, perangkat lunak untuk berbagai keperluan, internet membuat komputer memiliki peranan yang besar dalam aktifitas bisnis.

Menurut Hansen dan Mowen (1999), terdapat sembilan faktor yang menyebabkan akuntansi manajemen berubah, salah satunya adalah kemajuan dalam teknologi informasi. Ada dua kemajuan signifikan berhubungan dengan teknologi informasi yaitu : Computer-Integrated Manufacturing (CIM) dan ketersediaan alat-alat yang dibutuhkan, yaitu komputer personal (Personal Computer/PC).

Menurut Wilkinson (1993), teknologi informasi terutama komputer membantu pegawai untuk menyediakan informasi yang lebih baik bagi pengambilan keputusan manajerial. Hadirnya komputer tidak mempengaruhi dua tanggung jawab kunci akunting yaitu pelaporan kepada pihak luar dan evaluasi kinerja dan hasil sistem informasi, oleh


(23)

karena itu pemimpin dalam manajemen informasi, para akuntan harus menguasai pengetahuan tentang analisis dan desain sistem informasi berdasarkan komputer.

2.2.4 Definisi e-government

The World Bank Group (2001) mendefinisikan e-government sebagai:

e-government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government.

Definisi lain dari referensi yang diambil oleh Rahardjo (2001) :

Electronic government, or "e-government," is the process of transacting business between the public and government through the use of automated systems and the Internet network, more commonly referred to as the World Wide Web.

Pada intinya e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara Pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business Enterprises), dan G2G (inter-agency relationship). (Rahardjo, 2001).


(24)

2.2.5 Elemen-elemen e-government

Sistem-sistem informasi pada umumnya, elemen-elemen e-goverment

dapat diklasifikasikan dalam bagian-bagian yang melayani 3 kelompok pengguna/operator: masyarakat, operator dan pengambil keputusan.

Bagian pelayanan masyarakat memberikan kemudahan proses untuk: a. mendapatkan informasi potensi wilayah, kependudukan dan

pengembangan/pemanfaatan potensi-potensi tersebut dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

b. mendapatkan kartu identitas diri (kependudukan), c. pengurusan berbagai perijinan, serta

d. penghitungan dan pembayaran pajak dan retribusi.

Kegiatan operator utama adalah memasukkan data ke dalam sistem dan menerbitkan segala macam laporan yang diperlukan termasuk berbagai surat yang diperlukan tiap penduduk seperti KTP, kartu keluarga, dan kutipan akse kelahiran. Kualitas sistem bergantung pada kualitas kerja pemasukan data karena sistem akan dapat bekerja dengan baik apabila di dalamnya terkandung data primer yang lengkap dan akurat.

Pengambil keputusan, sistem harus bisa menyajikan data dalam berbagai bentuk yang diperlukan untuk memudahkan dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Sebagai contoh, perlu tidaknya pengadaan sekolah baru hanya dapat diputuskan dengan benar apabila tersajikan dengan akurat jumlah penduduk usia sekolah dan jumlah serta jenjang sekolah yang ada (Prastowo, 2004).


(25)

2.2.6 Implementasi e-government

Mengubah sistem kerja internal institusi pemerintah tidak semudah perusahaan swasta yang lebih luwes dalam mengadopsi teknologi dan melakukan penyesuaian, banyak kendala yang dihadapi khususnya ketersediaan sumber daya manusia yang menguasai teknologi informasi.

Teknologi informasi yang paling tepat dan telah banyak dipakai saat ini adalah Internet, khususnya layanan world wide web (www) dan

Electronic Mail (e-mail). Implementasi e-government kebanyakan dimulai dari layanan yang sederhana yaitu menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai bentuk keterbukaan (transparansi) sehingga hubungan antar berbagai pihak menjadi lebih baik, sedangkan informasi berupa data potensi daerah, statistik dan peluang usaha disajikan untuk kalangan bisnis maupun investor, sebagai upaya daerah meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Layanan sederhana yang lain adalah sarana komunikasi baik internal pemerintah maupun komunikasi dengan pihak eksternal, dan media yang efektif digunakan saat ini adalah e-mail.

Kedua layanan sederhana inilah yang pada umumnya telah diimplementasikan oleh beberapa daerah di Indonesia, bentuk populer yang dikenal masyarakat saat ini adalah website atau situs Internet. Beberapa pemerintah daerah telah meluncurkan website daerahnya masing-masing, baik yang dikelola secara sektoral oleh dinas-dinas tertentu, seperti dinas kebudayaan & pariwisata, dinas perdagangan &


(26)

industri maupun pengelolaan yang telah terintegrasi dibawah pengawasan Dinas Informasi & Komunikasi (Dinas INFOKOM) atau Kantor Pengolahan Data Elektronik & Komunikasi (KPDE & KOM). Kunci sukses dari implementasi e-government ini sangat tergantung atas kepemimpinan atau e-leadership, kesiapan infrastruktur, kesinambungan informasi, kualitas sumber daya manusia, serta dukungan masyarakat. (Swastika, 2007)

2.2.7 Hambatan dalam Mengimplementasikan e-government

Ada beberapa hal yang menjadi hambatan atau tantangan dalam mengimplementasikan e-government di Indonesia.

a. Kultur berbagi belum ada. Kultur berbagi (sharring) informasi dan mempermudah urusan belum merasuk di Indonesia, bahkan ada pameo yang mengatakan: “Apabila bisa dipersulit mengapa dipermudah?”, banyak oknum yang menggunakan kesempatan dengan mempersulit mendapatkan informasi ini.

b. Kultur mendokumentasi belum lazim. Salah satu kesulitan besar yang kita hadapi adalah kurangnya kebiasaan mendokumentasikan (apa saja), padahal kemampuan mendokumentasi ini menjadi bagian dari ISO 9000 dan juga menjadi bagian dari standar software engineering.

c. Langkanya SDM yang handal. Teknologi informasi merupakan sebuah bidang yang baru, pemerintah umumnya jarang yang


(27)

memiliki SDM yang handal di bidang teknologi informasi. SDM yang handal ini biasanya ada di lingkungan bisnis / industri. Kekurangan SDM yang berkualitas ini menjadi salah satu penghambat implementasi dari e-government, sayang sekali kekurangan kemampuan pemerintah ini sering dimanfaatkan oleh oknum bisnis dengan menjual solusi yang salah dan mahal.

d. Infrastruktur yang belum memadai dan mahal. Infrastruktur telekomunikasi Indonesia memang masih belum tersebar secara merata. Di berbagai daerah di Indonesia masih belum tersedia saluran telepon, atau bahkan aliran listri, kalaupun semua fasilitas ada harganya masih relatif mahal, pemerintah juga belum menyiapkan pendanaan (budget) untuk keperluan ini.

e. Tempat akses yang terbatas. Sejalan dengan poin di atas, tempat akses informasi jumlahnya juga masih terbatas. Di beberapa tempat di luar negeri, pemerintah dan masyarakat bergotong royong untuk menciptakan access point yang terjangkau, misalnya di perpustakaan umum (public library). Di Indonesia hal ini dapat dilakukan di kantor pos, kantor pemerintahan, dan tempat-tempat umum lainnya. (Rahardjo, 2001).

2.2.8 Aspek Perilaku dalam Pengembangan e-government

Perubahan dari sistem manual ke sistem komputer tidak hanya terkait dengan perangkat keras dan perangkat lunak teknologi komputer,


(28)

selain juga perubahan perilaku manusia. Pemakai komputer merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan teknologi informasi. (Indriantoro, 2000:196).

Darma (2000:209) mengungkapkan mengenai pandangan pekerja terhadap dampak investasi teknologi informasi dalam organisasi ditemukan bahwa faktor-faktor psiko-sosial seperti kepuasan pengguna dalam sistem informasi organisasi dan faktor-faktor prestasi pekerja yang lebih berpengaruh. Penting sekali untuk dipastikan bahwa pekerja telah merasa puas dengan fasilitas IT yang diberikan.

Pengembangan e-government membutuhkan perencanaan dan penerapan yang hati-hati untuk menghindari perlawanan, saat ini bisnis terlibat dalam dilema peningkatan kebutuhan yang konstan untuk perubahan dan perlawanan alami dalam diri manusia untuk berubah. Seseorang biasanya menyukai atau bahkan mendorong perubahan ketika hal ini melibatkan orang lain. Perubahan biasanya juga dikehendaki ketika hal ini melibatkan peningkatan keahlian-keahlian yang sudah terbukti atau sudah didukung secara luas. Sebagai contoh, seseorang jarang sekali menolak ketika diminta untuk meng-up grade ke sistem komputer atau perangkat lunak yang baru dan yang telah dikembangkan, atau mempelajari sebuah prosedur baru yang meningkatkan efisiensi.

Perlawanan muncul ketika perubahan pada pertanyaan yang pertanyaan yang mempengaruhi manusia pada tingkat personal. Perubahan berubah menjadi ancaman ketika hal ini melibatkan kebiasaan,


(29)

tradisi, dan hubungan kedaerahan yang dibuktikan, diketahui dan yang paling penting, sudah lazim pada seseorang. Perlawanan bahkan lebih kuat ketika perubahan menyebut atau menanyakan keefetifan seseorang dalam tempat kerjanya.

Perubahan semacam ini menerpa orang-orang dimana mereka hidup dengan menentang gambaran dasar yang mereka pegang dengan teguh. Tidak seorang pun yang ingin dipilih sebagai orang berprestasi buruk dalam kelompok, dan dalam beberapa kelompok, tidak seorangpun yang ingin dipilih sebagai orang yang paling berhasil yang berpikir bahwa dirinya lebih baik dari anggota-anggota lainnya.

Masalah yang berkaitan dengan perubahan pada tingkat personal ini kelihatannya merupakan pemisah yang tidak dapat diatasi antara tingkah laku yang diharapkan dengan tingkah laku yang nyata. Pemisah tersebut disebabkan oleh penipuan diri sendiri, dan menciptakan sebuah penghalang untuk pencapaian perubahan. Hanya karena seseorang diatur untuk berubah, atau mengetahui perubahan yang diperlukan dan menginginkan untuk berubah, tidak berarti bahwa dia mengetahui bagaimana cara untuk berubah.

Menurut Lawrence dan Low dalam tulisan Indriantoro (2000:196), untuk menghindari perlawanan untuk berubah dalam penerapan teknologi informasi, maka diperlukan partisipasi pengguna. Sesuatu yang sederhana seperti keterbukaan dapat menghilangkan ketakutan dalam tempat kerja karena kebanyakan ketakutan terbentuk pada asumsi yang


(30)

baru dan pengertian yang salah. Dengan kepercayaan dan sikap yang paling menguntungkan muncullah komitmen yang meningkat pada kemajuan tim dan meningkatnya sebuah perasaan kontribusi personal.

Perlawanan untuk berubah yang telah dijelaskan sebelumnya menjadi faktor penentu dalam penerapan teknologi informasi pada organisasi. Pada sisi lain, terdapat sebuah tantangan besar pada organisasi saat ini.

2.2.9 Theory of Reasoned Action

Penerimaan dan pemanfaatan teknologi diformulasi oleh Davis (1989) dengan nama Technology Acceptance Model (TAM). Davis pada tahun 1989 menyusun TAM untuk memahami perilaku penerimaan teknologi. Teori ini berasal dari sebuah teori induk (grand-theory) di bidang kajian keyakinan, sikap dan perilaku (belief, attitude and behavior) yang diformulasikan oleh Fishbein & Ajzen (1975) dengan nama Theory of Reasoned Action (TRA).

Theory Reasoned Action pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia, dalam TRA ini, Ajzen (1980) menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak


(31)

melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif

(subjective norms).

Upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi TRA ini dengan keyakinan (beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap berasal dari keyakinan terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan Norma subjektif berasal dari keyakinan normatif (normative beliefs). Secara skematik TRA digambarkan seperti skema di Gambar 1.

Gambar 1. Theory of Reasoned Action (Fishbein & Ajzen (1975), dalam Yogiyanto, 2007)

2.2.10 Theory of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA. Ajzen (1988) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived

Behavioral Belief

Attitude towards Behavior

Intention

to Behave Behavior

Normative Belief

Subjective Norms


(32)

keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (yogianto,2007), dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control beliefs).

Secara lebih lengkap Ajzen (2005) menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam TPB, sehingga secara skematik TPB dilukiskan sebagaimana pada Gambar 2.

Gambar 2. Theory of Planned Behavior (Ajzen (1988), dalam Yogiyanto, 2007)

Model teoritik Theory of Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan) mengandung berbagai variabel yaitu :

1. Latar belakang (background factors), seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan

Background Factors: Personal General-Attitude Personality- Traint Values Emotions Intelligence Social

Age, gender, Race, Entricity, Education, Income, Religion. Information Experience Knowledge Media Expo.

Behavior Beliefs Attitude Toward the Behavior Normative Belief Subjective Norms Control Beliefs Perceived Behavior Control Intention Behavior


(33)

sesuatu hal. Faktor latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Di dalam kategori ini Ajzen memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni Personal, Sosial, dan Informasi.

Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan dan ekspose pada media.

2. Keyakinan perilaku atau behavioral belief yaitu hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.

3. Keyakinan Normatif (Normatif beliefs), yang berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui TPB. Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan individu.


(34)

4. Norma subjektif (Subjective Norm) adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishbein & Ajzen (1975) menggunakan istilah

motivation to comply untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.

5. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs)

diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena melihat orang lain (misalnya teman, keluarga dekat) melaksanakan perilaku itu sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya.

Pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.

6. Persepsi kemampuan mengontrol (Perceived Behavioral Control), yaitu keyakinan (belief) bahwa individu pernah melaksanakan atau


(35)

tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menamakan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol” (perceived behavioral control).

Niat untuk melakukan perilaku (Intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.

2.2.11 Technology Acceptance Model (TAM).

Technology Acceptance Model (TAM) adalah model yang disusun oleh Davis (1989) untuk menjelaskan penerimaan teknologi yang akan digunakan oleh pengguna teknologi, dalam meformulasikan TAM, Davis menggunakan TRA sebagai grand theorynya namun tidak mengakomodasikan semua komponen teori TRA seperti yang tergambarkan dalam Gambar-1. Davis hanya memanfaatkan komponen

“Belief” dan ”Attitude” saja, sedangkan Normative Belief dan Subjective Norms tidak digunakannya.


(36)

Secara skematik teori TAM tergambarkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Technology Acceptance Model (TAM) (Davis, 1986)

Menurut Davis (1989), perilaku menggunakan IT diawali oleh adanya persepsi mengenai manfaat (usefulness) dan persepsi mengenai kemudahan menggunakan IT (ease of use). Kedua komponen ini bila dikaitkan dengan TRA adalah bagian dari Belief. Davis (1989) mendefinisikan persepsi mengenai kegunaan (usefulness) ini berdasarkan definisi dari kata useful yaitu capable of being used advantageouly, atau dapat digunakan untuk tujuan yang menguntungkan.

Persepsi terhadap usefulness adalah manfaat yang diyakini individu dapat diperoleh apabila menggunakan IT, dalam konteks organisasi, kegunaan ini tertentu saja dikaitkan dengan peningkatan kinerja individu yang secara langsung atau tidak langsung berdampak pada kesempatan memperoleh keuntungan-keuntungan baik yang bersifat fisik atau materi maupun non materi.

Berbeda dengan persepsi individu terhadap kegunaan IT ini, variabel lain yang dikemukakan Davis (1989) mempengaruhi

Perceived Usefulness of Technology

Perceived

Ease of use of

Attitude toward Using

Technology

Intention to Use Technology

Actual Use of Technology


(37)

kecenderungan individu menggunakan IT adalah persepsi terhadap kemudahan dalam menggunakan IT, kemudahan (ease) bermakna tanpa kesulitan atau terbebaskan dari kesulitan atau tidak perlu berusaha keras, dengan demikian persepsi mengenai kemudahan menggunakan ini merujuk pada keyakinan individu bahwa sistem IT yang akan digunakan tidak merepotkan atau tidak membutuhkan usaha yang besar, pada saat digunakan.

Persepsi terhadap IT (Perceived usefulness) dan persepsi terhadap kemudahan penggunaan IT (Perceived ease of use) mempengaruhi sikap (Attitude) individu terhadap penggunaan IT, yang selanjutnya akan menentukan apakah orang berniat untuk menggunakan IT (Intention). Penggunaan IT akan menentukan apakah orang akan menggunakan IT (Behavior), dalam TAM, Davis (1989) menemukan bahwa persepsi terhadap manfaat IT juga mempengaruhi persepsi kemudahan penggunaan IT tetapi tidak berlaku sebaliknya, dengan demikian, selama individu merasa bahwa IT bermanfaat dalam tugas-tugasnya, ia akan berniat untuk menggunakannya terlepas apakah IT itu mudah atau tidak mudah digunakan.

Pengungkapan lebih jauh mengenai hubungan antara persepsi terhadap manfaat dan persepsi kemudahan menggunakan IT ini, Davis (1989) melakukan riset dengan cara menyajikan masing-masing 6 item (tabel 1).


(38)

Tabel 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap IT

No. Kegunaan (usefulness) Kemudahan (ease of use)

01 Bekerja lebih cepat Mudah dipelajari 02 Kinerja Dapat dikendalikan 03 Produktivitas meningkat Jelas dan mudah dipahami

04 Efektif Fleksibel

05 Mempermudah tugas Mudah dikuasai/terampil 06 Kegunaan Mudah digunakan

Sumber : Davis (1989) dalam Yogianto, 2007.

Analisis Davis terhadap riset tersebut menunjukkan bahwa persepsi individu terhadap kemudahan dalam menggunakan IT berkorelasi dengan penggunaan IT saat ini dan diinginkan untuk menggunakannya di masa yang akan datang. Persepsi terhadap kemudahan dalam menggunakan IT ini juga merupakan anteseden bagi persepsi individu mengenai manfaat IT dalam kehidupan individu.

2.2.12 Perceived Ease of Use

Menurut Davis (1989), Perceived Ease of Use merupakan tingkatan dimana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu sistem tertentu bebas dari usaha. Definisi dari “Ease” itu sendiri yaitu kebebasan dari kesulitan atau usaha yang keras. Usaha merupakan suatu sumber daya yang terbatas yang ditanggung. Davis (1989) menemukan enam hal yang membangun Perceived Ease of Use, yaitu bahwa suatu sistem :

a. Mudah dipelajari b. Dapat dikontrol


(39)

c. Jelas dan dapat dipahami d. Fleksibel

e. Mudah untuk menjadi terampil f. Mudah untuk digunakan

Perceived Ease of Use mempengaruhi secara positif pada penerimaan (Acceptance/Acc) dengan dasar pemikiran bahwa semakin tinggi kemudahan yang dirasakan dalam penggunaan suatu sistem akan mempertinggi tingkat penerimaan sistem itu sendiri. Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai TAM, ditemukan bahwa Perceived Ease of Use juga merupakan Acceptance secara tidak langsung melalui konstrak

Perceived Usefulness.

2.2.13 Perceived Usefulness

Menurut Davis (1989), Perceived Usefulness didefinisikan sebagai tingkatan dimana seseorang percaya bahwa suatu sistem tertentu akan meningkatkan kinerjanya. Arti kata useful itu sendiri yaitu : kemampuan digunakan lebih menguntungkan, dalam konteks organisasional, orang umumnya bekerja lebih baik dengan kenaikan gaji, promosi, bonus, dan penghargaan-penghargaan lainnya. Suatu sistem tinggi merupakan salah satu dimana pengguna yakin dalam eksistensi suatu hubungan dan kinerja yang positif.

Menurut Davis (1989), ada enam hal pula yang membangun


(40)

a. Bekerja lebih cepat b. Meningkatkan kinerja c. Meningkatkan produktifitas d. Lebih efektif

e. Memudahkan pekerjaan f. Bermanfaat dalam pekerjaan

Perceived Usefulness diyakini mempengaruhi Acceptance dengan dasar pemikiran bahwa semakin tinggi manfaat yang dirasakan oleh pengguna dapat mempertinggi tingkat Acceptance itu sendiri.

2.2.14 Penerimaan Teknologi Informasi (Acceptance)

Penerimaan biasanya diketahui sebagai pengambilan. Pengambilan bisa didefinisikan sebagai mengambil dan menggunakan sebuah metode, cara hidup, dan lain-lain. (Kamus Oxford : 1995), secara sederhana, penerimaan teknologi bisa didefinisikan sebagai penggunaan teknologi para pekerja sebagai “cara hidup” mereka. Studi-studi dalam bidang sistem informasi, menilai penerimaan pengguna dengan cara-cara (1) frekuensi atau berapa kali sistem komputer digunakan, (2) durasi waktu penggunaan aplikasi komputer yang berbeda. (3) jumlah penggunaan aplikasi komputer yang berbeda. (Schillewaert, dkk : 2000). Beberapa peneliti, melihat bahwa ukuran-ukuran penerimaan pengguna ini dalam kondisi terpisah dan sebagai indikator tunggal. Pada kasus lainnya. Tinjauan pengambilan atau penerimaan ini terlalu sempit dan


(41)

tidak meliputi keseluruhan dominan dan pengertian penerimaan sebagai sebuah gagasan.

Memasang ukuran penerimaan dan penelitian informasi teknologi, Schillewaert, dkk (2000) membuat pengembangan yang didasarkan pada Rogers (1995) yang mengemukakan bahwa setelah tingkatan keputusan pengambilan dan penggunaan percobaan, unit inovasi mengalami sebuah tingkatan penerapan dan konfirmasi, dengan menggunakan inovasi pada basis yang teratur, penggunaan inovasi yang berlanjut, dan integrasi inovasi ke dalam kebiasaan seseorang yang terus menerus, merupakan ciri-ciri untuk tingkatan-tingkatan ini. Penerapan teknologi secara individu didefinisikan sebagai berikut tingkatan dimana sebuah individu sering kali dan sepenuhnya menggunakan sistem perusahaannya dari melakukan aktifitas-aktifitasnya yang sesuai dengan sistem.

2.2.15 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Suatu

Teknologi

Menurut Schillewaert,et.al (2000), mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan teknologi oleh pekerja dalam tiga kategori, yaitu : faktor individu, faktor kelompok dan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan sosial.


(42)

a. Faktor-faktor Individu

Sebagian besar riset mempertimbangkan faktor-faktor individu, dalam literatur empiris. Dibawah ini beberapa faktor individu yang telah diuji secara empiris.

1. Kenyamanan

Hwang, Yi (2002) mendefinisikan kenyamanan sebagai pemakaian sistem komputer dalam aktifitas tiap individu merasa nyaman menggunakannya terlepas dari nilai-nilai teknologi komputer itu sendiri, kemudian Hwang, Yi (2002), menemukan kenyamanan yang positif sehubungan dengan kemudahan pemakaian, hal ini dapat diartikan, apabila seseorang merasa nyaman dalam menggunakan komputer maka hal ini meningkatkan penerimaan pemakaian teknologi komputer, hal ini berarti teknologi informasi dapat diterima.

2. Kemampuan Komputer Individu

Computer Self-Efficacy (CSE) dapat didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan komputer (Dishaw,et al: 2002). Sejalan dengan definisi oleh Murphy, mengembangkan 32 item yang mencakup berbagai keahlian komputer menjadi tiga kelompok besar, keahliah pemula, keahlian tingkat lanjut, keahlian tingkat mahir.

Sedikit berbeda dengan kemampuan individu oleh Bandura (1986) dalam Dishaw,dkk (2002), telah mengembangkan konsep


(43)

kemampuan individu dari literatur pemahaman masyarakat. Ada tiga dimensi secara umum mengenai kemampuan, individu, tingkat kemampuan, keyakinan dan kemampuan rata-rata.

Hasil empiris ditemukan bahwa adanya hubungan positif antara kemampuan individu dengan penerimaan teknologi (Dishaw,et al: 2002), hal ini berarti bahwa ketika seseorang merasa yakin bahwa ia mempunyai kemampuan yang baik dalam bidang komputer, ia akan lebih mudah untuk menerima teknologi komputer tersebut. Hwang, Yi (2002), dari risetnya yang terdahulu juga menemukan bahwa kemampuan individu pengaruh positif dalam penerimaan teknologi (mudah menggunakannya dan manfaatnya secara nyata). Song dan Song (2002), mengatakan bahwa kemampuan komputer individu secara positif mempengaruhi atau memudahkan penerimaan terhadap media elektronik lainnya, hal tersebut menunjukkan bahwa riset sebelumnya mendukung riset berikutnya, yaitu kemampuan komputer individu mempengaruhi secara positif penerimaan teknologi. Indriantoro (1999), dalam risetnya menemukan bahwa ketakutan atau kekhawatiran akan komputer berhubungan secara negatif dengan kemampuan komputer orang tersebut.


(44)

3. Risiko

Teknologi informasi yang sedang trend sekarang ini, khususnya internet, merupakan kebangaan. Featherman,dkk (2002) mencoba untuk membuktikan secara empiris perasaan beresiko mempengaruhi adopsi terhadap teknologi elektronik, dalam risetnya, perasaan takut pada resiko merupakan potensi penghambat dalam mengejar meningkatkan kemampuan dalam teknologi elektronik, ada tujuh hal yang dipertimbangkan: karakter risiko, risiko finansial, risiko waktu, risiko secara psikologi, risiko sosial, risiko pribadi, dan risiko secara umum.

Riset ini menemukan bahwa perasaan resiko pemakai terhadap adopsi teknologi elektronik adalah dalam masalah bermanfaat atau tidak ada waktu untuk mengadopsi teknologi tersebut. Riset ini menunjukkan bahwa perasaan terhadap resiko ini merupakan hal penting bagi pemakai, karena itu, perasaan terhadap risiko tersebut harus dikontrol untuk meningkatkan penerimaan terhadap teknologi elektronik.

4. Pengalaman

Pengaruh variabel ini dalam penerimaan teknologi telah dibuktikan oleh Song dan Song (2002). Keberhasilan pembuktian bahwa pengetahuan mengenai media elektronik mempermudah penerimaan media elektronik itu sendiri.


(45)

5. Pengetahuan

Pengaruh variabel ini dalam penerimaan teknologi telah dibuktikan oleh Song dan Song (2002). Keberhasilan pembuktian bahwa pengetahuan mengenai media elektronik mempermudah penerimaan media elektronik itu sendiri.

b. Faktor-faktor Kelompok

Beberapa studi menunjukkan bahwa inovasi secara individu tidak hanya bergantung pada keyakinan dan persepsi tapi juga tergantung pada strategi manajemen, kebijakan dan tindakan (Schillewaert,et.al : 2000). Definisi faktor-faktor kelompok adalah terdiri dari berbagai dimensi itu terdiri dari pelatihan pemakaian, bantuan secara teknis, dan usaha untuk menerapkannya. Dibawah ini adalah variabel-variabel kelompok yang digunakan dalam riset penerimaan teknologi secara empiris.

1. Sistem Pelatihan

Manajemen bertanggung jawab terhadap pengembangan sumberdaya manusia. Kebijakan untuk melakukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan telah terbukti berhubungan secara positif dengan penerimaan teknologi, dibuktikan oleh Schillewaert (2000). Sejalan dengan riset sebelumnya (Igbaria: 1993, Venkatesh: 1999 dalam Schillewaert,et.al: 2000).


(46)

2. Bantuan Secara Teknis

Pada masa sekarang ini para pekerja perlu mengerti teknologi. Mereka butuh bantuan (termasuk tersedianya pusat informasi untuk membantu dan sebagai petunjuk) untuk menyelesaikan permasalahan dalam sistem teknologi informasi. Schillewaert, et.al (2000) membuktikan bahwa bantuan secara teknis secara positif mempengaruhi penerimaan teknologi informasi. Berarti bahwa semakin seorang pekerja terampil atau ahli dalam teknologi maka ia akan semakin mudah menyelesaikan kesulitan kesulitan dalam pekerjaannya, dan semakin ia menerima suatu teknologi.

3. Berusaha Menerapkan Teknologi

Penting untuk menerapkan teknologi informasi dalam sistematis manajemen. Pada suatu perusahaan manajemen mempunyai peran yang besar dan sangat membantu, mulai dari manajemen puncak menunjukkan bahwa manajemen digunakan untuk menjaga para pekerja. Schillewaert,et.al (2000), membuktikan bahwa penerapan teknologi informasi dalam membantu manajemen mempunyai hubungan pengaruh yang positif terhadap penerimaan teknologi.

c. Variabel Pengaruh Masyarakat

Zaek dan McKenney dalam Song dan Song (2002), berpendapat bahwa, dalam studi perlu dipertimbangkan mengenai pengaruh pemakaian teknologi informasi dalam interaksi kelompok, dalam


(47)

kegiatan dan muncul dalam suatu kelompok. Pernyataan mengenai pengaruh sosial berarti pengaruh terhadap subyek-subyek norma dalam teori prilaku (Schillewaert,et.al: 2000). Norma-norma adalah persepsi seseorang bahwa seseorang yang menurutnya penting dia harus atau tidak harus mempertanyakan tindakannya.

Studi kelompok lainnya berpendapat bahwa perusahaan mengadopsi inovasi teknologi sebagai akibat tekanan lingkungan dari luar.

1. Pengaruh Atasan

Pengaruh atasan berakibat pada munculnya semakin secara langsung dan merangsang bawahan untuk menggunakan fasilitas sistem informasi (Schillewaert,et.al: 2000). Para atasan merupakan sumber kekuatan penting dan sangat berarti bagi pekerja untuk mendapatkan penghargaan dan dikenal. Pengawasan itu sendiri akan membentuk orientasi kerja dan karakteristik kerja para karyawan. Sehingga, melalui proses penyebaran dan pemenuhan (Schillewaert,et.al: 2000), mempunyai hipotesa bahwa tindakan dan pemaksaan atasan para sales akan berperan pada penerimaan teknologi. Akhirnya, ini membuktikan bahwa pengaruh atasan merupakan faktor penting yang mempengaruhi penerimaan teknologi oleh pekerja.

2. Rekan Sekerja

Kerjasama antar pekerja mempengaruhi kepercayaan dan perilaku individu melalui berbagai informasi atau keadaan tentang suatu


(48)

Schillewaert,et.al: 2000). Maka, pengadopsian perilaku dari pemakaian yang berpotensi dapat dipengaruhi melalui nasehat dari rekan sekerja dan seberapa banyak perubahan yang dilakukan. Pengaruh rekan sekerja dapat juga diperoleh dari pengalaman orang lain, dari pengamatan yang kemudian disimpulkan, pengamatan pemakaian sistem informasi secara luas ditunjukkan oleh kerjasama antar rekan sekerja sangat berguna dan mendorong untuk digunakan.

3. Pengaruh Pelanggan

Pengaruh pelanggan berhubungan dengan keberadaan seorang sales bagi pelanggan berasal dari ketertarikan demonstrasi dan kepuasan pemakaian IT (Schillewaert,et.al: 2000). Dengan kata lain, hal ini mendorong pekerjaan untuk menggunakan sistem informasi (IT) (Schillewaert,et.al: 2000).

4. Tekanan Persaingan

Tekanan persaingan berhubungan dengan keberadaan sales untuk menerima pesaing-pesaingnya. Sales eksekutif secara aktif menerapkan sistem dalam pekerjaannya dan pendekatan terhadap pelanggan(Schillewaert,et.al: 2000). Schillewaert, dkk(2000) menemukan bahwa tekanan persaingan mempunyai pengaruh besar terhadap pendemaan teknologi oleh para pekerja.


(49)

2.2.16 Definisi Pegawai Negeri

1. Berdasarkan Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian , pasal 1 ayat 1 menyebutkan Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.2.17 Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Undang-undang nomor 43 tahun 1999 pasal 2 ayat 2 terdiri atas :

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga pemerintah non departemen, kesekretariatan lembaga tertinggi atau lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah propinsi atau kabupaten atau kota, serta kepaniteraan pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS daerah propinsi atau kabupaten atau kota yang gajinya dibebankan pada APBD dan bekerja pada pemerintah daerah atau dipekerjakan di luar instansi induknya.

PNS Pusat maupun PNS Daerah dapat diperbantukan di luar instansi induknya. Jika demikian, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima pembantuan. Di samping PNS, pejabat yang berwenang dapat


(50)

mengangkat Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau disebut pula honorer; yaitu pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu untuk melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan yang bersifat teknis dan profesional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. PTT tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri.

Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah Jabatan Karier, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karir dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon IV/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.

2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya diperlukan oleh organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, dan statistisi.


(51)

Setiap PNS memiliki hak memperoleh kenaikan pangkat, yakni penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdiannya. Ada beberapa jenis kenaikan pangkat, diantaranya kenaikan pangkat reguler, kenaikan pangkat pilihan (misalnya karena menduduki jabatan fungsional dan struktural tertentu, menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya, atau menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara), kenaikan pangkat anumerta, dan kenaikan pangkat pengabdian. PNS yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya bisa mendapatkan penghargaan yang disebut Satyalencana Karya Satya.

2.3 Pengaruh Antar Variabel

2.3.1 Pengaruh Perceived Usefulness terhadap Acceptance

Persepsi kegunaan (Perceived Usefulness) merupakan suatu kepercayaan tentang proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, jika seseorang merasa percaya bahwa sistem informasi berguna maka dia akan menggunakannya. Sebaliknya jika seseorang merasa percaya bahwa sistem informasi kurang berguna maka dia tidak akan menggunakannya. Penelitian sebelumnya telah banyak menunjukkan bahwa Perceived Usefulness mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap penerimaan sistem informasi (Yogianto, 2007). Hal ini berarti bahwa merasakan manfaat dalam aplikasi e-government (Perceived usefulness) oleh pegawai negeri sipil akan berpengaruh secara positif pada penerimaan aplikasi e-government (Acceptance).


(52)

2.3.2 Pengaruh Perceived Ease of Use terhadap Acceptance

Persepsi mengenai kemudahan menggunakan ini merujuk pada keyakinan individu bahwa sistem IT yang akan digunakan tidak merepotkan atau tidak membutuhkan usaha yang besar, pada saat digunakan. Hal ini berarti bahwa jika seseorang merasa percaya bahwa sistem informasi mudah digunakan maka dia akan menggunakan. Sebaliknya jika seseorang merasa percaya bahwa sistem informasi tidak mudah digunakan maka dia tidak akan menggunakannya.

Penelitian sebelumnya telah banyak banyak menunjukkan bahwa

Perceived Ease of Use mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap penerimaan sistem informasi (Yogianto, 2007). Sehingga bisa disimpulkan bahwa keyakinan kemudahan dalam penggunaan aplikasi e-government (Perceived Ease of Use) oleh pegawai negeri sipil akan berpengaruh secara positif pada penerimaan aplikasi e-government

(Acceptance).

2.3.3 Pengaruh Perceived Ease Of Use dalam memperkuat pengaruh Perceived Usefulness terhadap Acceptance

Dalam TAM, Davis (1986) juga menemukan bahwa persepsi kemudahan penggunaan IT berpengaruh secara positif dengan persepsi manfaat, tetapi tidak berlaku sebaliknya, dengan demikian, selama individu merasa bahwa IT bermanfaat dalam tugas-tugasnya, ia akan berniat untuk menggunakannya terlepas apakah IT itu mudah atau tidak mudah digunakan.


(53)

Theory of Planned Behavior (perilaku yang direncanakan) juga memberi kesan bahwa kemudahan penggunaan yang dirasakan mempengaruhi kegunaan yang dirasakan, karena menurut hukum cateris paribus, teknologi yang mudah digunakan akan lebih berguna. (Dishaw,et.al: 2002, Featherman, dkk: 2002, Hwang, Yi : 2002 dan Singletary, dkk: 2002). Ini berarti bahwa kemudahan penggunaan (Perceived Ease of Use) pada aplikasi e-government yang dirasakan oleh pegawai negeri sipil dalam pekerjaannya akan mempengaruhi kegunaan yang dirasakan (Perceived Usefulness) sehingga pengguna, yang dalam hal ini adalah pegawai negeri sipil, akan lebih menerima aplikasi e-government dalam kesehariannya (Acceptance).

2.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dibuat kerangka pikir sebagai berikut :

PU-1 PU-2 PU-3 PU-4 PU-5 PU-6

PU

PEOU

PEOU-1 PEOU-2 PEOU-3 PEOU-4 PEOU-5 PEOU-6

ACC

Acc-1

Acc-2


(54)

2.5 Hipotesis

Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat diambil suatu hipotesis. Hipotesis dari perumusan masalah tersebut adalah :

1. Diduga Perceived Usefulness pada pegawai negeri sipil Pemkab Blora berpengaruh terhadap penerimaan e-government (Acceptance).

2. Diduga Perceived Ease of Use pada pegawai negeri sipil Pemkab Blora berpengaruh terhadap penerimaan e-government (Acceptance). 3. Diduga Perceived Ease of Use pada pegawai negeri sipil Pemkab

Blora memperkuat pengaruh Perceived Usefulness terhadap terhadap penerimaan e-government (Acceptance).


(55)

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.1.1 Definisi Operasional

Menurut Nazir (2003), definisi operasional adalah suatu definisi

yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan cara

memberikan arti atau menspesifikasi kegiatan ataupun memberikan suatu

operasional yang diberikan untuk mengukur konstruk ataupun variabel

tersebut. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Perceived Ease of Use/PEOU

Merupakan tingkatan pengguna mempercayai bahwa teknologi

informasi mudah dalam penggunaannya.

Variabel ini diukur dengan mengembangkan instrumen yang juga

diperkenalkan oleh Davis (1989).

Indikator untuk mengukur variabel Perceived Ease of Use/PEOU yang digunakan adalah :

1. Suatu sistem mudah dipelajari (PEOU-1)

2. Suatu sistem mudah dikontrol (PEOU-2)

3. Suatu sistem jelas dan mudah dipahami (PEOU-)

4. Sistem yang fleksibel (PEOU-4)

5. Kemudahan untuk menjadi lebih terampil (PEOU-5)


(56)

b. Perceived Usefulness/PU

Merupakan tingkatan berfikir pengguna bahwa menggunakan suatu

sistem bermanfaat dan meningkatkan kinerjanya. Variabel ini diukur

dengan memodifikasi instrumen yang diperkenalkan oleh Davis, dkk

(1989).

Indikator untuk mengukur variabel Perceived Usefulness/PU yang digunakan adalah :

1. Bekerja lebih cepat (PU-1)

2. Peningkatan kinerja (PU-2)

3. Peningkatan produktivitas (PU-3)

4. Peningkatan keefektifan dalam pekerjaan (PU-4)

5. Memudahkan pekerjaan (PU-5)

6. Peningkatan pekerjaan (PU-6)

c. Acceptance/Acc

Merupakan kondisi psikologis perusahaan menerima dan menerapkan

teknologi informasi sebagai cara hidup yang meningkatkan kinerja dan

daya saing.

Variabel ini diukur dengan mengembangkan instrumen yang

diperkenalkan oleh Davis (1989) dan dimodifikasi oleh Schillewaert

(2000).

Indikator untuk mengukur variabel Acceptance/Acc yang digunakan adalah :


(57)

1. Pengguna yang sering dalam sistem organisasi (A Frequent User) (Acc-1)

2. Menjadi bagian secara keseluruhan pada aplikasi sistem (Acc-2)

3. Menggunakan kemampuan program secara keseluruhan (Acc-3)

3.1.2 Pengukuran Variabel

Pengambilan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

menggunakan kuesioner. Skala pengukurannya yang digunakan dalam

mengukur variabel dependent maupun variabel independennya

menggunakan skala pengukuran yang menyatakan kategori, peringkat

dan jarak konstruk yang diukur.

Metode pengukuran sikap yang digunakan adalah skala Semantik

Differential, yang berfungsi mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial ini telah

ditetapkan secara spesifik. Analisis ini digunakan dengan meminta

responden untuk menyatakan pendapatnya tentang serangkaian

pertanyaan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti dalam bentuk nilai

yang berada dalam rentang dua sisi, dalam kuesioner, setiap pertanyaan

masing-masing diukur dalam 7 skala dan ujung-ujungnya ditutup dengan

kata sifat yang berlawanan. Ketujuh sikap yang dipakai mengikuti pola

sebagai berikut :

1 7


(58)

3.2 Teknik Penentuan Sampel

a. Populasi

Obyek penelitian ini adalah 1.691 pegawai yang bertugas di 32

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Blora, khususnya

yang menggunakan komputer dalam pekerjaannya.

b. Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan metode

non probabilitas atau secara tidak acak yaitu elemen-elemen populasi

tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi

sampel. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu

pegawai yang berhubungan erat dengan teknologi informasi pada

perusahaan.

Hair, dkk dalam tulisan Ferdinand (2002) menemukan bahwa

ukuran sampel yang sesuai adalah antara 100-200. Adapun jumlah

sampel yang diambil adalah 150 pegawai negeri sipil di 15 SKPD

pada Pemkab Blora yang kesehariannya bersentuhan dengan

teknologi dan informasi, khususnya yang menggunakan komputer

dalam pekerjaannya, dalam hal ini peneliti mengacu pada batas

minimal sampel oleh Hair, dkk dan dengan pertimbangan apabila


(59)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Jenis Data

Data yang didapat dalam menyusun penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Adalah data yang dalam penyusunan dilakukan dengan cara

menyebarkan kuesioner.

b. Data Sekunder

Adalah data yang diperoleh atau sumber dari literatur-literatur yang

ada pada KPDE Pemkab Blora. Diperlukan sebagai dasar dalam

pembahasan penelitian dan sehubungan dengan kegiatan operasional

Pemkab Blora.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data merupakan asal mula pengambilan data. Sumber data

dalam penelitian ini diambil dari KPDE Pemkab Blora.

3.3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan

standar untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2000).

Metode pengumpulan data dapat dibagi atas beberapa kelompok,


(60)

a. Observasi Langsung

Yaitu mengadakan pengamatan langsung dalam lingkungan Pemkab

Blora untuk mengetahui gambaran yang nyata mengenai data yang

didapat dari wawancara dan atau kuesioner.

b. Wawancara

Merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab kepada responden .

c. Kuesioner

Merupakan daftar pertanyaan kepada responden yang berisi

pertanyaan menyangkut dengan masalah penelitian untuk kemudian

diberikan nilai atau skor.

3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

3.4.1 Teknik Analisis

Didukung dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang

menggunakan alat analisis Structural Equation Model (SEM), maka teknik ini juga menguji model dengan menggunakan Structural Equation Model

(SEM). Menurut Ferdinand (2002:6), SEM adalah sekumpulan teknik

statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan

yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan yang rumit dapat dibangun

antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu atau beberapa

variabel independent, dalam pengujian model dengan menggunakan SEM


(61)

1. Pengembangan Sebuah Model Berbasis Teori

Penelitian ini ingin menguji pengaruh antara Perceived Usefulness dan

Perceived Ease of Use terhadap Acceptance dan bagaimana

Perceived Usefulness dapat menjadi dasar yang kuat bagi pengaruh

Perceived Ease of Use terhadap Acceptance, dengan telah melakukan telaah terhadap literatur-literatur dalam bidang sistem informasi,

diperoleh justifikasi bahwa :

a. Acceptance dibangun dengan menggunakan dimensi ganda yaitu

Perceived Ease of Use dan Perceived Usefulness.

b. Kemudahan penggunaan yang dirasakan (Perceived Ease of Use) akan membuat suatu teknologi lebih dirasakan berguna (Perceived Usefulness) sehingga dapat membuat suatu teknologi dapat diterima (Acceptance). Jadi, justifikasi teoritisnya bahwa Perceived Usefulness dibangun dengan Perceived Ease of Use.

2. Menyusun Path diagram untuk Menyatakan Hubungan Kausalitas

Selanjutnya, menyusun suatu path gambar berdasarkan langkah


(62)

Gambar 4. Overall Model (Kerangka pikir diolah)

Model tersebut menunjukkan adanya konstruk-konstruk eksogen

dan endogen sebagai berikut :

1. Konstruk Eksogen

Merupakan konstruk yang tidak diprediksi oleh konstruk yang lain

dalam model, dalam penelitian ini, yang merupakan konstruk eksogen

adalah Perceived Ease of Use (PEOU). 2. Konstruk Endogen

Merupakan konstruk yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk,

yaitu merupakan konstruk endogen dalam penelitian ini ada dua yaitu

Perceived (PU) dan Acceptance (ACC). PEOU-1

2

7

8

9

2

1

1

1

PU-2 PU-3 PU-4 PU-5 PU-6

PU

PEOU

PEOU-2 PEOU-3 PEOU-4 PEOU-5 PEOU-6

ACC

Acc-1

Acc-2

Acc-3 PU-1

1 2 3 4 5 6


(63)

3. Menerjemahkan Path Diagram ke dalam Persamaan Struktural dan

Spesifikasi Model Pengukuran

Setelah teori dikembangkan dan digambarkan dalam sebuah

diagram alur (Path diagram), selanjutnya persamaan yang dibangun

terdiri dari :

a. Persamaan Struktural

Merupakan persamaan yang dirumuskan untuk menyatakan

hubungan kausalitas antar berbagai konstruk. Persamaan struktural

pada dasarnya dibangun dengan pedoman sebagai berikut :

Variabel Endogen = Variabel Eksogen + Variabel Endogen + Error

Persamaan struktural yang diajukan dalam model diatas adalah

sebagai berikut :

PU = 1.PEOU + 1 ... (1) Acc = 2.PEOU + 1.PU + 2 ... (2) Sehingga didapatkan persamaan ketiga hasil substitusi persamaan

1 dan 2 sebagai berikut:

ACC = (1.1+2)PEOU + (21) ... (3) Dimana :

Acc = Acceptance

PEOU = Perceived Ease of Use

PU = Perceived Usefulness

 = Error


(64)

Maka bila digambarkan dalam diagram, struktur modelnya tampak

sebagai berikut :

1 1 2 1

2

b. Persamaan Spesifikasi Model Pengukuran (Measurement Model) Spesifikasi model pengukuran dilakukan terlebih dahulu

pada konstruk eksogen yaitu Perceived Ease of Use (PEOU) adalah sebagai berikut :

PEOU – 1 = 1.PEOU + 1 PEOU – 2 = 2.PEOU + 2 PEOU – 3 = 3.PEOU + 3 PEOU – 4 = 4.PEOU + 4 PEOU – 5 = 5.PEOU + 5 PEOU – 6 = 6.PEOU + 6

PU

PEOU


(65)

Bila digambarkan dalam model, maka model pengukuran

konstruk eksogen ini akan nampak sebagai berikut :

1

2

3

4

5

6

Konstruk Endogen yang pertama spesifikasi adalah sebagai berikut

:

PU – 1 = 7.PEOU + 1 PU – 2 = 8.PEOU + 2 PU – 3 = 9.PEOU + 3 PU – 4 = 10.PEOU + 4 PU – 5 = 11.PEOU + 5 PU – 6 = 12.PEOU + 6 PEOU-1

PEOU -2

PEOU -3

PEOU -4

PEOU -5

PEOU -6


(66)

Apabila dinyatakan dalam sebuah model pengukuran, maka

model pengukuran konstruk endogen yang pertama ini akan

tampak sebagai berikut :

1

2

3

4

5

6

Konstruk endogen yang kedua atau persamaan pengukuran

yang ketiga dari kerangka penelitian ini adalah sebagai berikut :

Acc – 1 = 13.Acc + 7 Acc – 2 = 14.Acc + 8 Acc – 3 = 15.Acc + 9 PU-1

PU -2

PU -3

PU -4

PU -5

PU -6


(67)

Model pengukuran konstruk endogen yang kedua akan tampak

sebagai berikut :

7

8

9

4. Memilih Matriks Input dan Teknik Estimasi

Setelah model spesifikasi secara lengkap, langkah berikutnya

adalah memilih jenis input (kovarians atau korelasi) yang sesuai. Hair,

dkk (1995) dalam Ferdinand (2002:164) menyarankan apabila yang

diuji adalah hubungan kausalitas, maka input yang digunakan adalah

kovarians. Karena penelitian ini akan menguji hubungan kausalitas,

maka matriks kovarianslah yang diambil sebagai input oleh operasi

SEM.

Pertimbangan ukuran sampel 100-200, maka teknik estimasi

yang dipilih adalah Maximum Likelihood Estimation / MLE. (Ferdinand, 2002:49).

5. Menilai Problem Identifikasi

Problem identifikasi akan diatasi oleh program AMOS. Program

akan secara otomatis memberikan pesan yang memungkinkan peneliti

dapat melakukan tindakan bila program tidak melakukan estimasi. Acc -1

Acc -2

Acc -3


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa Perceived Usefulness berpengaruh secara positif terhadap

Acceptance, artinya konsep e-government bisa diterima apabila

aplikasi-aplikasi e-government tersebut bermanfaat, baik secara individu maupun secara organisasional.

2. Bahwa Perceived Ease of Use berpengaruh secara positif terhadap

Acceptance. Keyakinan bahwa suatu aplikasi e-government yang

mudah dipelajari dan mudah digunakan akan berpengaruh pada penerimaan e-government itu sendiri. pelatihan secara kontinyu dapat mengeliminasi rendahnya tingkat penerimaan teknologi penerimaan informasi. Sistem komputerisasi yang sudah ada sebelumnya akan juga mempengaruhi tingkat Perceived Ease of Use, karena pegawai sudah tidak asing dengan aplikasi e-government sehingga memudahkan penerimaan e-government tersebut selanjutnya.

3. Bahwa Perceived Ease of Use memperkuat pengaruh Perceived

Usefulness terhadap Acceptance artinya keyakinan pegawai bahwa

kemudahan dalam penggunaan aplikasi e-government yang dirasakan mempengaruhi kinerjanya akan meningkatkan keyakinan pegawai


(2)

90

bahwa aplikasi e-government bermanfaat, sehingga penerimaan

e-government pegawai juga meningkat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran yang dapat digunakan oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan baik untuk diterapkan maupun untuk dikembangkan di masa yang akan datang yaitu sebagai berikut:

1. Bagi pemerintahan Kabupaten Blora

a. Kebijakan dari Dewan Legislatif yang juga harus mempertimbangkan bahwa good governance dapat dicapai dengan pembangunan

e-government. Karena pada dasarnya, e-government juga harus

menjadi skala prioritas dalam pembangunan daerah.

b. Pegawai Negeri Sipil dalam hal ini pengguna juga perlu memahami lebih luas mengenai makna diterapkannya e-government dalam instansi. Pelatihan secara berkelanjutan juga perlu dilakukan.

2. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan:

Meneliti lebih luas dan spesifik, mengingat bahwa penerimaan teknologi informasi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal salah satu faktor internal individu seperti :Computer Anxiety atau

Computer Self Efficacy. Sedangkan faktor eksternal seperti : pengaruh atasan dan rekan sekerja, (Schillewaert:2000)


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J.C. and D.W. Gerbing, 1988. Structural Equation Modeling

in Practice : A Review and Recommended Two-Step Approach,

Psycological Bulletin. 103 (3) : 411-23.

Anonim. 2008. Pedoman Penulisan Tesis Tahun Akademik 2007/2008. Program Pasca Sarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Chou, C.P dan Bentler, P.M, 1987. Practical Issue in Structural Modeling, Sociological Methods and Research. 16 (1) : 78-117

Darma, Gede Sri. 2000. Employee Perception of The Impact of Information Technology Investment In Organization. Gadjah Mada International Journal of Business. Vol. 02: 185-211.

Davis, Fred D. 1989. Perceived Usefulness. Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology. MIS Quarterly. pp. 318-340.

Dishaw. et.al. 2002. Extending The Task-Technology Fit Model With Self Efficacy Constructs. Eight Americas Conference on

InformationSystem.pp:1021-1027.

http://melody.syr.edu/hci/amcis02_minitrack/RIP/Dishaw.pdf

Featherman, et.al. 2002. Predicting E. Services Adoption : A Perceived Risk Facets Perspective. Eight Americas Conference on Information System. pp: 1034-1046.

http://melody.syr.edu/hci/amcis02_minitrack/CR/Featherman.pdf

Ferdinand. Augusty. 2002. Structural Equation Modeling Dalam

Penelitian Manajemen. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Yogyakarta.

Hair, J.F, et. all . [1998], Multivariate Data Analysis, Fifth Edition,

Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Hansen dan Mowwen, 1999. Akuntansi Manajemen. Edisi 4. Jilid 1, Terjemahan. Erlangga. Jakarta.


(4)

Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell [1996], “The Management of Customer-Contact Service Employees : An Empirical Investigation”, Journal of Marketing. 60 (4) : 52-70.

Hu,et all, 1999, Examining The Technology Acceptance Model Using Physical Acceptance Of Telemedicine Technology, Journal of

Management Information Systems, vol.16, no.2. pp: 91-211.

Hwang. Yujong and Mun Y. Yi. 2002. Predicting The Use of Web. Based Information System : Intrinsic Motivation and Self Efficacy.

Eight Americas Conference on Information system. pp. 1076-1081.

http://aisel.isworld.org/Publications/AMCIS/2002/021808.pdf

Indriantoro, Nur. 2000. Pengaruh Computer Anxiety terhadap Keahlian Dosen dalam Penggunaan Komputer. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. vol. 04. no. 02. pp: 191-210.

Instruksi Presiden No. 03. 2003. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government.

http://www.ristek.go.id/index.php?mod=Regulation&conf=f&file=160

82006174423_inpres_2003_003.pdf

Jogiyanto, Hartono. 2007. Sistem Informasi Keperilakuan, Edisi 1, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Mc. Leod Jr, Raymond, 1996, Sistem Informasi Manajemen. Indonesia Terjemahan, Prentice Hall.

Musa, Ichjar. 2005. IT Budgeting.

http://www.perbendaharaan.go.id/perben/modul/terkini/index.php?id

=139

Nasution, Fahmi Natigor. 2004. Penggunaan Teknologi Informasi berdasarkan Aspek Perilaku (Behaviord Aspect).

http://library.usu.ac.id/download/fe/akuntansi-fahmi2.pdf

Nazir. Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nuh, Moh. 2007. Penumbuhan Kesadaran Faktor Utama PengembanganTI.

http://www.depkominfo.go.id/portal/?act=detail&mod=berita_kominf

o&view=12&id=BRT070829094501

Prastowo, Bambang N. 2004. Manajemen E.Gov : Elemen-elemen e-government. PPTIK Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.


(5)

Presiden Republik Indonesia. 2005. Sambutan Pembukaan Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi.

http://www.presidensby.info/index.php/pidato/2005/05/03/326.html

Purwanto, BM, 2003. Does Gender Moderate the Effect of Role Stress on Salesperson's Internal States and Performance ? An Application of Multigroup Structural Equation Modeling [MSEM], Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Buletin Ekonomi FE UPN "Veteran" Yogyakarta. 6 (8) : 1-20

Rahardjo, Budi .2001. Membangun E. Government.

http://budi.insan.co.id/articles/e-gov-makassar.doc

Rahayu, dkk. 2007. Pengkajian dan Pengembangan Sistem Informasi Daerah : KPDE Kab. Blora.

Schillewaert. et.al. 2000. The Acceptance of Information Technology In The Sales Force. Journal of Marketing. Institute for The Study of Business Markets (ISBM).

http://www.smeal.psu.edu/cdt/ebrcpubs/res_papers/2000_07.pdf

Siallagan, Windrati. 2006. E.Government :Menuju Pelayanan Publik yang lebih baik.

http://www.perbendaharaan.go.id/modul/terkini/index.php?id=1851

Singletary.et.al.2002. Innovative Software Use After Mandatory Adoption. Eight Americas Conference on Information System. pp: 1135-1138.

http://www.cab.latech.edu/~lsingle/homepage/Papers/LAS_AMCIS0

2_TAM3.pdf

Slamet, et.al. 2007. Restrukturisasi dan Re Orientasi Menuju Percepatan Target E.goverment di Indonesia. Prosiding

Konferensi Nasional Sistem Informasi 2007. pp.565-570

Soendjojo, Hadwi. 2005. Impelementasi E.Goverment sejumlah Pemerintah Daerah. Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia. pp: 20-25.

Song, Seokwoo and Joeki Song. 2002. Collaborative Electronic Media Usage For Information Sharing: Technology Competence and Social Ties. Eight Americas Conference on Information System.

pp.1139-1142.


(6)

Swastika. I Putu Agus. 2007. Ada Apa Dengan E-Government?.

http://www.egovindonesia.com/index.php/artikel/c6/

Tabachnick B.G., 1996, Using Multivariate Statistics, Third Edition, HarperCollins CollegePublisher.

Tangke. Natalia. 2004. Analisa Penerimaan Penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) dengan menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) pada Badan Pemeriksa Keangan (BPK) RI. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. vol. 06. no. 01. pp: 10-28.

Umar, Husein. 2004. Metode Riset Ilmu Administrasi: Ilmu

Administrasi Negara, Pembangunan dan Niaga. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Wilkinson, Joseph W, 1999. Sistem Akuntansi dan Informasi. Edisi 3. Jilid 1. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

Wisnu Wijaya, Stevanus. 2006. Kajian Teoritis Technology Acceptance Model sebagai Pendekatan untuk Menentukan Strategi Mendorong Kemauan Pengguna dalam Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi.

http://www.usd.ac.id/06/publ_dosen/wisnu_ti/kajian.pdf

Yuhertiana. Indrawati. 2005. Worker’s Technology Acceptance : A Behavioral Aspect in Information Technology Implementation.