PERSEPSI BADAN USAHA SWASTA DI KOTA DENPASAR TERHADAP JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2016.
UNIVERSITAS UDAYANA
PERSEPSI BADAN USAHA SWASTA DI KOTA DENPASAR TERHADAP JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2016
GEDE WIRABUANA PUTRA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA 2016
(2)
ii
UNIVERSITAS UDAYANA
PERSEPSI BADAN USAHA SWASTA DI KOTA DENPASAR TERHADAP JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2016
GEDE WIRABUANA PUTRA (1220025095)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA 2016
(3)
UNIVERSITAS UDAYANA
PERSEPSI BADAN USAHA SWASTA DI KOTA DENPASAR TERHADAP JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2016
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
GEDE WIRABUANA PUTRA (1220025095)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA 2016
(4)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar, 31 mei 2016
Pembimbing
Putu Ayu Indrayathi, SE.MPH NIP.197703312005012001
(5)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar, 31 mei 2016
Tim Penguji Skripsi
Ketua (Penguji I)
dr. I Ketut Suarjana, MPH NIP.197911182006041002
Anggota (Penguji II)
I Putu Dedy Kastama Hardy, SKM.MPH NIDN. 0825128604
(6)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skrispi yang berjudul “Persepsi Badan Usaha Swasta di Kota Denpasar Terhadap Jaminan Kesehatan Nasional
Tahun 2016” ini tepat pada waktunya
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi, masukan dan saran dalam laporan ini. Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Bapak dr. I Made Ady Wirawan, MPH, Ph.D Selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakutas Kedokteran Universitas Udayana.
2. Ibu Putu Ayu Indrayathi, S.E,MPH selaku Ketua Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sekaligus dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan proposal.
3. dr. I Wayan Artawan Eka Putra, M.Epid selaku dosen pembimbing akademis Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayan
4. Bapak/ibu dosen dan staff PSKM Fakultas Kedoteran Universitas Udayana 5. Staff BPJS Kesehatan Cabang Denpasar atas dukunganya dalam membantu
(7)
6. Staff Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu & Penanaman Modal (BPPTSP&PM) Kota Denpasar atas dukunganya dalam membantu kelengkapan data-data untuk proposal penelitian ini
7. Keluarga dan orang tua saya atas atas dukunganya dalam memotivasi dalam pembuatan skripsi.
8. I Gusti Ayu Intan Paramitha atas dukunganya dalam membantu pengumpulan data dan memotivasi dalam pembuatan skripsi.
9. Sahabat, dan teman – teman penulis di PSKM FK UNUD yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya dalam membuat dan menyelesaikan proposal penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini jauh dari sempurna dan terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk penyempurnaan proposal penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima kasih,
Denpasar, 10 mei 2016
(8)
viii
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
PEMINATAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN SKRIPSI MEI 2016
GEDE WIRABUANA PUTRA
PERSEPSI BADAN USAHA SWASTA DI KOTA DENPASAR TERHADAP JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2016
ABSTRAK
JKN merupakan program pemerintah yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu. Kepesertaan JKN bagi badan usaha swasta merupakan suatu hal yang penting untuk mencapai Universal Health Coverage. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap Jaminan Kesehatan Nasional.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan di 8 badan usaha swasta di Kota Denpasar. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam kepada 16 responden dipilih dengan teknik purposive. Responden penelitian terdiri dari 1 orang manajemen dan 1 orang pekerja di setiap badan usaha swasta Analisis data menggunakan metode analisis data tematik dan penyajian data secara kuotasi interpretasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa responden mengetahui program JKN. Pelayanan program JKN belum begitu bagus tetapi program JKN merupakan program yang penting bagi responden. Badan usaha swasta yang berdiri lebih dari 5 tahun memiliki kecenderungan untuk ikut program JKN, sedangkan yang berdiri kurang dari 5 tahun memiliki kecenderungan untuk tidak ikut program JKN. Iuran JKN bagi badan usaha swasta dirasakan memberatkan dan kurang setuju dengan sanksi keterlambatan pembayaran iuran.
Kesiapan badan usaha swasta menjadi faktor penting untuk ikut sebagai peserta JKN. Perlu adanya sosialisasi secara lisan maupun media dengan mendatangi badan usaha swasta. Perbaikan kualitas layanan akan meningkatkan kepercayaan badan usaha swasta terhadap program JKN.
(9)
COMMUNITY HEALTH STUDIES PROGRAM FACULTY OF MEDICINE
UDAYANA UNIVERSITY
ADMINISTRATION HEALTH AND POLICY MINOR THESIS MAY 2016
GEDE WIRABUANA PUTRA
PERCEPTION OF PRIVATE BUSINESSES IN THE CITY OF DENPASAR TOWARDS NATIONAL HEALTH COVERAGE 2016
ABSTRACT
JKN is a government program organized by the BPJS Kesehatan to realize a fair and health care quality. JKN membership for private business entities is an important thing to achieve Universal Health Coverage. This research aims to know the perception of private businesses in the city of Denpasar towards health coverage nationwide.
This research is descriptive research with qualitative approach. The research was done in a private business entity 8 in the city of Denpasar. Data collection is done by the method of in-depth interviews to 16 respondents chosen by purposive technique. The respondents of the research consisted of 1 person 2 people management and workers in any private business entity data analysis using the method of thematic data analysis and presentation of data in interpretation of quotations.
The research results showed that the respondents knew the program JKN. Ministry program JKN is not yet so good but the program JKN is an important program for the respondent. Private business entities that stand more than 5 years of age have a tendency to sit, while the JKN program which stands less than 5 years have a tendency not to join the program of JKN. JKN dues for private businesses perceived aggravating and less agree with sanctions late payment of dues.
The readiness of private business entities become important factors to join as participants JKN. Need for socialization of oral or go to the media with a private business entity. Improvements to the quality of service will improve the confidence of private business entities to JKN.
(10)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR SINGKATAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.4.1 Tujuan Umum ... 7
1.4.2 Tujuan Khusus ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
1.5.1 Manfaat Praktis ... 7
1.5.2 Manfaat Teoritis ... 8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 9
(11)
2.1.2 Tujuan JKN ... 11
2.1.3 Prinsp JKN ... 12
2.1.4 Manfaat Pelayanan JKN ... 17
2.1.5 Kepesertaan JKN ... 17
2.1.6 Iuran JKN ... 20
2.2 Badan Usaha Swasta ... 22
2.2.1 Definisi Badan Usaha Swasta ... 22
2.2.2 Bentuk Badan Usaha Swasta ... 22
2.2.3 Badan Usaha Berdasarkan Skala Produksi dan Pekerja ... 25
2.3 Persepsi ... 26
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 31
3.1 Kerangka Konsep ... 31
3.2 Variabel dan Definisi Operasional ... 32
3.2.1 Variabel Penelitian ... 32
3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 32
BAB IV METODE PENELITIAN... 34
4.1 Karakteristik Penelitian ... 34
4.1.1 Rancangan Penelitian ... 34
4.1.2 Teknik Pengambilan Responden ... 34
4.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 34
4.2 Peran Peneliti ... 36
4.3 Strategi Pengumpulan Data ... 36
4.4 Analisis Data ... 37
4.5 Strategi Validitas Data ... 38
BAB V HASIL PENELITIAN ... 39
(12)
xii
5.2 Gambaran Umum ... 41
5.3 Karakteristik Informan ... 42
5.4 Persepsi Mengenai Program JKN ... 46
5.5 Persepsi Mengenai Manfaat Pelayanan JKN ... 49
5.6 Persepsi Mengenai Kepesertaan dan Iuran JKN... 52
BAB VI PEMBAHASAN ... 60
6.1 Persepsi Mengenai Program JKN ... 61
6.2 Persepsi Mengenai Manfaat Pelayanan JKN ... 65
6.3 Persepsi Mengenai Kepesertaan dan Iuran JKN... 69
6.4 Kelemahan Penelitian ... 74
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 75
7.1 Simpulan ... 75
7.2 Saran ... 76
7.2.1 Bagi Pembuat Kebijakan/ BPJS Kesehatan ... 76
7.2.2 Bagi Penelitian Selanjutnya ... 77
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rekrutmen Badan Usaha Swasta BPJS Kesehatan Cabang
Denpasar...4
Tabel 2.1 Jumlah Pembuatan SIUP Badan Usaha Swasta di Kota Denpasar...24
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel...33
Tabel 5.1 Karakteristik Informan Manajemen Badan Usaha Swasta di Kota Denpasar...44
Tabel 5.2 Karakteristik Informan Pekerja Badan Usaha Swasta di Kota Denpasar...45
Tabel 5.3 Koding Persepsi Program JKN...46
Tabel 5.4 Koding Manfaat Pelayanan Program JKN...49
(14)
xiv
DAFTAR GAMBAR
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran.1 Jadwal Rencana Penelitian
Lampiran.2 Lembar Informasi Wawancara Mendalam Persepsi Badan Usaha Swasta di Kota Denpasar Terhadap Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2016 Lampiran.3 Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran.4 Pedoman Wawancara Bagi Manajemen Pada Badan Usaha Swasta Di Kota Denpasar Terhadap Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2016 Lampiran.5 Pedoman Wawancara Bagi Pekerja Pada Badan Usaha Swasta Di Kota
Denpasar Terhadap Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2016 Lampiran 6 Keterangan Kelaikan Etik
(16)
xvi
DAFTAR SINGKATAN
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPS : Badan Pusat Statistik
BUMN : Badan Usaha Milik Negara BUMS : Badan Usaha Milik Swasta IPM : Indeks Pembangunan Manusia JKN : Jaminan Kesehatan Nasional New e-DABU : New entry Data Badan Usaha NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak PBI : Penerima Bantuan Iuran PBPU : Pekerja Bukan Penerima Upah PIC : Person in Charge
PPU : Pekerja Penerima Upah SIUP : Surat Izin Usaha Perdagangan SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional UU : Undang Undang
UUD : Undang Undang Dasar WHO : World Health Organization
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki sumber daya yang mendukung untuk kualitas hidup masyarakatnya. Dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya, Indonesia harus memperhatikan beberapa komponen untuk mencapai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang baik. IPM memiliki tiga dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, serta kehidupan yang layak. Pencapaian IPM di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2014 mencapai 73,81 %. Berdasarkan perhitungan IPM adapun juga hasil perhitungan angka harapan hidup masyarakat Indonesia yaitu 70,1 % yang terbilang cukup rendah dibandingkan negara lainnya (BPS, 2014).
Angka harapan hidup masyarakat Indonesia memiliki hubungan terhadap kemampuan seseorang untuk memenuhi pembiayaan kesehatannya. Sebelum era Jaminan Kesehatan Sosial di Indonesia berlangsung, didapatkan bahwa sekitar 60% pembiayaan kesehatan ditanggung oleh rumah tangga dalam bentuk pembayaran langsung kepada penyedia pelayanan kesehatan (out of pocket payment) (Kurniawan, 2012). Mekanisme ini menjadikan masyarakat yang tergolong kurang mampu tidak dapat menikmati pelayanan kesehatan yang seharusnya adalah hak setiap orang. Permasalahan ini sudah dilakukan upaya perbaikan melalui pembentukan sebuah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diatur dalam Undang Undang No. 40 tahun 2004.
(18)
2
Penerapan SJSN di Indonesia memiliki hubungan dengan pelaksanaan dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan Kesehatan Nasional merupakan program yang bertujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi oleh sistem asuransi sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Menurut UUD 1945 Pasal 28 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa jaminan kesehatan merupakan program yang wajib didapatkan seluruh masyarakat Indonesia. Indonesia sampai saat ini masih belum bisa keluar dari permasalahan tersebut hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang memiliki jaminan kesehatan baru berjumlah 60,24% atau 142.179.507 jiwa, sedangkan 39,76% atau 95.376.856 jiwa belum memilikinya (Purwandari, 2015). Implementasi program JKN pada awalnya mengalami beberapa kendala seperti : belum semua penduduk tercakup menjadi peserta, distribusi pelayanan kesehatan yang belum merata, kualitas pelayanan kesehatan yang bervariasi, sistem rujukan serta pembayaran yang belum optimal (Maman. dkk, 2015). Perbaikan pada program JKN dilakukan secara intensif melalui pembentukan kebijakan dan sistem asuransi kesehatan. Program JKN di Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai cakupan Semesta 2019 atau yang sering dikenal dengan Universal health Coverage. (Kemenkes RI, 2014) Salah satu upaya pemerintah dalam melaksankan cakupan semesta 2019 yaitu dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat di Indonesia diawali dengan proses rekrutmen kepesertaan BPJS Kesehatan. Berdasarkan kategori kelompok peserta BPJS Kesehatan dapat dilihat bahwa
(19)
3
kelompok Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI) merupakan peserta belum terdaftar dengan jumlah yang cukup banyak di bandingkan dengan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) (BPJS Kesehatan, 2014). Banyaknya peserta yang belum terdaftar pada kelompok Non PBI menyebabkan BPJS Kesehatan menyusun strategi untuk menjaring peserta pada kelompok ini yaitu salah satunya pada badan usaha swasta. Badan usaha swasta merupakan sebuah lapangan pekerjaan yang memiliki kesatuan hukum, teknis, dan ekonomis yang pemilik sepenuhnya berada ditangan individu atau swasta yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.
Kota Denpasar merupakan ibu kota Provinsi Bali dengan kepadatan penduduk dan tingkat mobilitas yang cukup tinggi. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Denpasar memiliki banyak perusahaan dan badan usaha sebagai salah satu aset pembangunan infrastruktur di Bali. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2014 dapat dilihat jumlah penduduk Kota Denpasar yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut jenis lapangan usaha pada tahun 2014, didapatkan bahwa dari 461.135 pekerja, pekerja lebih banyak pada jenis lapangan usaha perdagangan, rumah makan dan hotel dengan jumlah pekerja sebanyak 195.205 pekerja kemudian jenis lapangan usaha jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan dengan jumlah 104.961 pekerja dan lapangan usaha jenis industri pengolahan berjumlah 58.378 pekerja (BPS, 2014). Produktivitas Kota Denpasar yang sebagian besar berasal dari sektor badan usaha maka perlu untuk memberikan jaminan kesehatan bagi pekerja agar pekerja dapat menikmati pelayanan kesehatan dan dapat meningkatkan produktivitas badan usaha.
Berdasarkan hasil capaian kepesertaan pada BPJS Kesehatan Cabang Denpasar yang membawahi tiga kabupaten yaitu Denpasar, Badung dan Tabanan, didapatkan bahwa pada kelompok peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dalam hal
(20)
4
ini yaitu badan usaha swasta yang ada di Kota Denpasar untuk rekrutmen kepesertaannya belum mencapai target untuk tahun 2015.
Tabel 1.1 Rekrutmen Badan Usaha Swasta BPJS Kesehatan Cabang Denpasar
No Kabupaten/Kota
Target Capaian 2015 (Jiwa) Jumlah Realisasi Badan Usaha Swasta Jiwa
1 Kota Denpasar 202.772 1.378 86.222 42,52 % 2 Kabupaten
Badung
253.465 1.453 144.394 56,97 %
3 Kabupaten Tabanan
50.693 121 8.982 17,72 % Total 506.929 2.952 239.598 47,26 % Sumber : Aplikasi Unit Pemasaran BPJS Kesehatan Cabang Denpasar tentang capaian rekrutmen badan usaha swasta hingga 30 Desember 2105
Hasil dari pencapaian rekrutmen badan usaha swasta yang ada di Kota Denpasar berdasarkan rekapitulasi rekrutmen badan usaha swasta BPJS Kesehatan Cabang Denpasar hingga 30 Desember 2015 masih belum memenuhi target. Dari hasil tersebut didapatkan realisasi pencapai berupa presentase mencapai 42,52 %. Perolehan capaian rekrutmen kepesertaan badan usaha swasta berdasarkan jumlah jiwa terbilang cukup rendah karena masih dibawah 50 %. Capaian tersebut menunjukan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi badan usaha swasta sehingga masih banyak yang belum terdaftar sebagai peserta JKN. Salah satu faktor tersebut yaitu perepsi seorang terhadap program JKN. Berdasarkan hasil penelitian (Sutanta, 2016) dikatakan bahwa kelompok masyarakat yang tidak menjadi anggota JKN menyatakan program JKN merupakan program yang sangat bagus tetapi pelaksanaannya dilapangan berbeda. Pengetahuan masyarakat tentang pemahaman
(21)
5
program JKN dapat dibuktikan dengan persepsi masyarakat tentang program JKN. Maka dari itu untuk mengetahui faktor penghambat dan pendorong badan usaha swasta mendaftar sebagai peserta JKN dilakukan dengan menggambarkan persepsi badan usaha swasta terhadap program JKN.
Kewajiban melakukan pendaftaran kepesertaan jaminan kesehatan bagi badan usaha swasta diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor. 111 Tahun 2013, sebagaimana dimaksud pada ayat 2 yaitu pemberi kerja pada badan usaha milik negara, badan usaha besar, badan usaha menengah, badan usaha kecil maupun badan usaha mikro diwajibkan paling lambat mendaftarkan badan usahanya sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2015 (Kemenhumkam, 2013b). Aturan tersebut tentunya akan mengikat bagi kelompok peserta PPU dalam hal ini badan usaha swasta untuk menjadi peserta JKN. Keadaan sistem JKN yang mewajibkan ini sangat berbeda dengan PP No. 14 tahun 1993 tentang Jamsostek yang membolehkan terjadinya opt out (tidak ikut Jamsostek). Hal ini menyebabkan badan usaha lebih memilih untuk ikut asuransi kesehatan swasta dibandingkan Jamsostek (Thabrany, 2015). Selain dari kepesertaan yang bersifat wajib, dilihat dari pembayaran iuran berdasarkan pernyataan dari Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan, Riduan, mengatakan bahwa tingkat kolektabilitas PPU sangat baik karena mereka tergolong lancar membayar iuran (BPJS Kesehatan, 2015).
Berdasarkan keadaan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2016. Dengan adanya penelitian ini diharapakan dapat membantu BPJS Kesehatan untuk menyusun strategi rekrutmen peserta PPU dalam hal ini badan usaha swasta yang ada di Kota Denpasar.
(22)
6
1.2 Rumusan Masalah
JKN merupakan program yang mulai beroperasi pada 1 Januari 2014 yang dilaksanakan melalui BPJS Kesehatan. Program yang masih terbilang baru ini membuat masih banyak masyarakat yang belum paham tentang program JKN. Hal ini dibuktikan dari pencapaian rekrutmen peserta JKN yaitu khususnya pada badan usaha swasta yang ada di Kota Denpasar ternyata tidak memenuhi target pada tahun 2015. Pencapaian rekrutmen badan usaha swasta di Kota Denpasar berdasarkan jumlah jiwa masih terbilang rendah karena hanya mencapai 42,52 %. Sedangkan dalam Perpres 111 Tahun 2013 dinyatakan bahwa badan usaha wajib mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta JKN. Oleh karena itu perlu dilihat bagaimana persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap JKN pada tahun 2016. Dengan mengetahui hal tersebut diharapkan BPJS Kesehatan dapat memperoleh masukan sehingga dapat menyusun strategi rekrutmen badan usaha swasta yang ada di Kota Denpasar.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional ?
2. Bagaimanakah persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap manfaat pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional ?
3. Bagaimanakah persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap kepesertaan dan iuran Jaminan Kesehatan Nasional ?
(23)
7
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk menggambarkan persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2016.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional.
2. Untuk mengetahui persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap manfaat pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional.
3. Untuk mengetahui persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap kepesertaan dan iuran Jaminan Kesehatan Nasional.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Praktis
Memberikan masukan mengenai gambaran persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar kepada BPJS Kesehatan cabang Denpasar. Sehingga BPJS Kesehatan mampu mengetahui faktor pendorong dan penghambat badan usaha swasta di Kota Denpasar dalam memanfaatkan Jaminan Kesehatan Nasional.
Laporan ini dapat dijadikan referensi maupun masukan penyusunan strategi kepada BPJS Kesehatan Cabang Denpasar mengenai rekrutmen badan usaha swasta di Kota Denpasar
(24)
8
1.5.2 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta menjadi salah satu referensi bagi penelitian selanjutnya.
Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan mengenai persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar terhadap Jaminan Kesehatan Nasional.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian ini adalah bidang keilmuan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yaitu khususnya mengenai persepsi badan usaha swasta di Kota Denpasar mengenai Jaminan Kesehatan Nasional. Sasaran dari penelitian ini adalah badan usaha swasta di Kota Denpasar.
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2.1.1 Definisi JKN
JKN adalah program jaminan kesehatan yang berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenhumkam, 2013a). Program JKN merupakan bentuk reformasi dibidang kesehatan yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan fragmentasi dan pembagian jaminan kesehatan yang diterapkan melalui mekanisme asuransi kesehatan (Khariza, 2015). Berdasarkan hasil penelitian (Rumengan dkk, 2015) dijelaskan bahwa pelaksanaan program layanan kesehatan yang dilakukan BPJS telah banyak membantu kelompok masyarakat dengan pendapatan ekonomi yang kurang untuk mendapatkan layanan kesehatan yang sesuai namun masih banyak responden tidak memanfaatkan puskesmas.
Asuransi kesehatan adalah suatu mekanisme pengalihan risiko sakit dari risiko perorangan menjadi risiko kelompok. Dengan cara mengalihkan risiko individu menjadi risiko kelompok, beban ekonomi yang harus dipikul oleh masing masing peserta akan lebih ringan tetapi mengandung kepastian karena memperoleh jaminan pembiayaan jatuh sakit (Muninjaya, 2012). Pernyataan ini sejalan dengan pendapat (Trisnawati , dkk 2015) yang menyatakan asuransi merupakan suatu instrumen sosial yang menggabungkan risiko individu menjadi risiko kelompok dan
(26)
10
menggunakan dana yang dikumpulkan untuk membayar kerugian yang diderita. Dengan adanya asuransi diharapkan risiko masyarakat harus membayar biaya kesehatan sendiri dapat diminimalisasi dan dapat mengatasi permasalahan mengenai asuransi kesehatan dengan sistem managed care.
Managed Care adalah suatu system pembiayaan pelayanan kesehatan yang disusun berdasarkan jumlah anggota yang terdaftar dengan kontrol mulai dari perencanaan pelayanan serta meliputi kontrak dengan penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelayanan yang komprehensif, penekanan agar peserta tetap sehat sehingga utilisasi berkurang, unit layanan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan dan terdapat program peningkatan mutu pelayanan. Pendekatan ini dapat mengurangi bahaya moral (moral hazard) terhadap pelayanan kesehatan yang tidak dibutuhkan oleh pasien sehingga mengakibatkan kerugian kesejahteraan masyarakat (Suhanda, 2015)
JKN merupakan program lanjutan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional yang telah dicanangkan sejak tahun 2004. Sejak disahkan Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada saat ini juga seharusnya program JKN sudah mulai beroperasi di Indonesia. Namun karena berbagai pertimbangan pemerintah dan berbagai kepentingan politik maka program JKN ini secara resmi mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014. Sesuai dengan Undang undang No. 24 Tahun 2011 dibentuk juga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai badan yang berfungsi sebagai penyelenggara dan pengawas dari program JKN (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan Unsur-unsurnya, penyelenggaraan dalam program JKN meliputi:
(27)
11
1. Regulator
Regulator adalah berbagai kementerian atau lembaga terkait seperti Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
2. Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Peserta dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah seluruh penduduk Indonesia, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
3. Pemberi Pelayanan Kesehatan
Pemberi pelayanan kesehatan adalah seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut.
4. Badan Penyelenggara
Badan Penyelenggara merupakan badan hukum publik yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
2.1.2 Tujuan JKN
Program JKN memiliki tujuan untuk melakukan pemerataan dan penyediaan pelayanan kesehatan yang bisa diakses oleh semua kalangan masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, Sehingga dengan demikian dapat mewujudkan masyarakat yang sehat dan produktif (Khariza, 2015). Menjamin pembiayaan serta kebutuhan layanan merupakan visi dan misi dari JKN yang di
(28)
12
selenggarakan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yaitu cakupan semesta pada tahun 2019. Cakupan semesta sering kali dikenal dengan istilah Universal Health Coverage.
Universal Health Coverage merupakan sistem kesehatan di mana setiap warga di dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, yang bermutu dan dibutuhkan oleh masyarakat, dengan biaya yang terjangkau. Cakupan universal mengandung dua elemen inti yaitu pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu bagi setiap warga dan perlindungan risiko finansial ketika warga menggunakan pelayanan kesehatan (WHO, 2005).
2.1.3 Prinsip JKN
Pelaksanaan dari program JKN dijalankan berdasarkan prinsip yang telah di tetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam buku pegangan sosialisasi JKN dalam SJSN juga menjelaskan tentang prinsip yang diterapkan BPJS Kesehatan selaku penyelenggara program JKN yaitu :
1. Prinsip kegotongroyongan
Dalam pelaksanaan SJSN, prinsip gotong royong artinya peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. . Berdasarkan penelitian (Purwandari, 2015) yang menjelaskah bahwa untuk menerapkan prinsip gotong royong dalam program JKN terdapat 84,2% pekerja informal yang setuju, karena bagi
(29)
13
responden yang berpendapatan kecil merasa terbantu, dan bagi yang sakit sudah tidak memikirkan biaya yang akan dikeluarkan.
2. Prinsip nirlaba
Nirlaba merupakan bentuk pengelolaan dana yang bersifat bukan untuk mencari laba. Sebaliknya memiliki tujuan untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.
3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip ini merupakan hal yang mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan merupakan suatu hal penting dalam pelaksanaan JKN. Prinsip ini memiliki tujuan untuk mewajibkan seluruh rakyat menjadi peserta sehingga mendapatkan jaminan. Walaupun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, pada penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
(30)
14
6. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana yang dititipkan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 7. Prinsip hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial
Prinsip ini berarti pengelolaan dana dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.
2.1.4 Manfaat Pelayanan JKN
Setelah peserta terdaftar sebagai kepesertaan BPJS Kesehatan maka adapun hak dan kewajiban peserta serta manfaat pelayanan yang akan diterima peserta. Adapun hak peserta yang telah terdaftar di BPJS Kesehatan yaitu mendapatkan identitas peserta, serta manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Selain hak yang diterima sebagai peserta, peserta yang terdaftar perlu memenuhi kewajibannya sebagai peserta berupa membayar iuran dan melaporkan kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili maupun pindah kerja (BPJS Kesehatan, 2014b). Berdasarkan penelitian (Wulansih, 2003) dalam (Hidayah, 2013) Tentang Pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja di PT Madu Baru Yogyakarta yang mennyimpulkan bahwa keikutsertaan karyawan dalam program jaminan sosial tenaga kerja bermanfaat bagi pihak perusahaan maupun karyawan beserta keluarganya. Dengan memenuhi hak dan kewajiban sebagai peserta JKN maka peserta akan mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan berupa :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yaitu :
(31)
15
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis.
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif. e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup :
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan komunikasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis.
c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis.
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis.
f. Rehabilitasi medis. g. Pelayanan darah.
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik.
i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di fasilitas kesehatan.
j. Perawatan inap non intensif. k. Perawatan inap di ruang intensif.
(32)
16
Manfaat pelayanan JKN terdiri dari dua jenis, yaitu manfaat medis dan manfaat non-medis. Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif yaitu pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan indikasi medis yang tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non-medis meliputi akomodasi dan ambulan. Manfaat akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta. (Kemenkes RI, 2014). Adapun Pelayanan promotif dan preventif yang diberikan meliputi :
1. Penyuluhan kesehatan perorangan.
Penyuluhan kesehatan meliputi penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Imunisasi dasar
Pemberian imunisasi dasar meliputi : Imunisasi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio, dan Campak.
3. Keluarga Berencana
Manfaat pelayanan keluarga berencana meliputi : Konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi serta melakukan kerjasama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.
4. Skrining kesehatan
Manfaat skrining diberikan secara selektif bertujuan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Berdasarkan manfaat pelayanan yang dapat diterima adapun manfaat akomodasi yang diterima oleh peserta PPU dalam hal ini badan usaha swasta yaitu ruang perawatan kelas I dan kelas II dengan ketentuan sebagai berikut :
(33)
17
1. Ruang perawatan kelas I
Peserta Pekerja Penerima Upah dengan gaji atau upah di atas Rp 4.000.000,00 sampai dengan Rp 8.000.000,00 (Kemenhumkam, 2016). 2. Ruang perawatan kelas II
Peserta Pekerja Penerima Upah dengan gaji atau upah sampai dengan Rp 4.000.000,00 (Kemenhumkam, 2016).
Dalam menerapkan pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan aturan, tentunya program JKN seringkali mengalami permasalahan dan kecurangan yang terjadi (fraud). Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disebut kecurangan JKN adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan (Kemenkes RI, 2015).
2.1.5 Kepesertaan JKN
Berdasarkan visi dan misi dari program JKN yang menargetkan Indonesia untuk mencapai cakupan semesta pada tahun 2019. Maka BPJS Kesehatan selaku badan penyelenggara program JKN melakukan rekrutmen kepesertaan agar seluruh masyarakat Indonesia terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Adapun beberapa persyaratan dan kriteria sebagai peserta BPJS kesehatan yang perlu diperhatikan. Yang dimaksud sebagai peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar pemerintah (BPJS Kesehatan, 2014b).
(34)
18
Kepesertaan yang bersifat wajib pada program JKN tentunya berbeda dengan sistem asuransi komersial yang dikenal dengan seleksi bias (adverse selection). Seleksi bias (adverse selection) merupakan keadaan dimana orang orang yang berisiko tinggi atau di bawah standar yang cendrung menjadi atau terus melanjutkan kepesertaan (Thabrany, 2015). Keuntungan tidak adanya seleksi bias (adverse selection) akan memmpengaruhi terhadap pengumpulan dana untuk penanggulangan risiko (risk pool). risk pool adalah suatu upaya menggabungkan risiko perorangan atau kumpulan kecil menjadi risiko bersama dalam sebuah kumpulan yang besar. Semua anggota kelompok (peserta) tanpa kecuali harus ikut dalam asuransi sosial yang mengakibatkan kumpulan anggota menjadi besar atau sangat besar (Thabrany,2015). Berdasarkan penelitian (Purwandari, 2015) yang menyatakan bahwa hasil penelitian tentang kepesertaan dalam JKN yang bersifat wajib bagi pekerja informal terdapat 53,4% responden yang setuju, sedangkan 28,8% responden tidak setuju.
Kepesertaan JKN dibagi menjadi dua kelompok yaitu Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan dan Peserta Bukan Penerima Iuran (Non PBI) Jaminan Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014b). Adapun penjelasan mengenai kedua kelompok kepesertaan JKN yaitu :
a. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) merupakan peserta yang iurannya dibayarkan atau ditanggung oleh pemerintah. Peserta PBI biasanya orang yang memiliki perekonomian tidak mampu atau fakir miskin.
b. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI) adalah peserta yang iurannya dibayarkan melalui pemberi kerja maupun pribadi dan bukan tergolong peserta yang tidak mampu. Adapun pengelompokan peserta Non PBI terdiri dari :
(35)
19
1) Pekerja Penerima Upah (PPU) dan anggota keluarganya, meliputi : Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai pemerintah non pegawai negeri, Pegawai swasta, dan pekerja selain yang disebutkan yang tentunya menerima upah.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi : istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang (Kemenhumkam, 2016). Adapun beberapa kriteria sebagai peserta pada anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat dengan kriteria:
a) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri.
b) Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan anggota keluarganya, meliputi:
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri
b) Pekerja yang tidak termasuk pekerja mandiri yang bukan penerima upah.
c) Pekerja sebagaimana dimaksud pada poin a dan poin b yang termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat enam bulan.
3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya meliputi : investor, pemberi kerja, penerima pensiun, Veteran, perintis kemerdekaan, dan bukan pekerja yang tidak disebutkan yang mampu membayar iuran
(36)
20
Berdasarkan kelompok jenis kepesertaanya menurut buku pedoman sosialisasi JKN dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dapat dilihat bahwa Badan Usaha Swasta masuk pada kelompok peserta PPU. Untuk menjadi peserta JKN maka peserta PPU dalam hal ini badan usaha swasta harus mengetahui dan mengikuti alur proses pendaftaran badan usaha swasta sebagai peserta JKN. Adapun alur maupun proses pendaftaran badan usaha swasta sebagai peserta JKN (BPJS Kesehatan, 2014a):
1. Badan usaha melakukan registrasi di kantor BPJS Kesehatan. membawa kelengkapan berupa :
a. Form Registrasi (terlampir SIUP dan NPWP)
b. Menyerahkan surat komitmen implementasi aplikasi New e-DABU c. Menyerahkan surat PIC Cetak Kartu e-ID
2. Badan usaha mendapatkan ( Virtual account, username +password aplikasi new e-DABU dan e-ID
3. Badan usaha melakukan entry data peserta beserta tanggungannya dan melakukan approval tiket melalui aplikasi new e-DABU
4. Badan Usaha melakukan pembayaran iuran sesuai tagihan iuran yang akan muncul di awal bulan berikutnya pada aplikasi new e-DABU.
5. Badan Usaha melakukan cetak kartu e-ID melalui website
6. Peserta mendapatkan pelayanan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
2.1.6 Iuran JKN
Setiap peserta JKN diwajibkan untuk membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah untuk pekerja penerima upah atau
(37)
21
berupa jumlah nominal tertentu untuk peserta bukan penerima upah dan PBI. Iuran jaminan kesehatan merupakan sejumlah uang yang dibayarkan secara rutin oleh peserta, pemberi kerja, dan atau pemerintah. Berdasarakan hasil penelitian (Handayani dkk, 2013) didapatkan bahwa nilai kemauan membayar (WTP) dan kemampuan membayar (ATP) menjadi faktor penting bagi peserta melihat sejauh mana peserta memiliki kemampuan dan kemauan untuk membayar iuran secara rutin.
Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala yaitu paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Apabila peserta JKN mengalami keterlambatan pembayaran iuran maka peserta akan dikenakan denda administratif sebesar 2% perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh pemberi kerja. Keterlambatan pembayaran hanya boleh dilakukan maksimal selama 3 bulan, dan apabila melebihi maka hak atas pelayanan JKN akan dicabut (Kemenkes RI, 2014). Apabila terjadi kelebihan ataupun kekurangan iuran JKN yang dibayarkan oleh peserta maka BPJS Kesehatan akan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan/atau peserta paling lambat 14 hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.
Menurut Perpres No. 111 Tahun 2013 menetapkan tentang pembayaran iuran kelompok peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dalam hal ini badan usaha swasta.Dalam aturan tertulis bahwa mulai tanggal 1 Juli 2015, iuran yang
(38)
22
dibayarkan yaitu sebesar 5% dari gaji yaitu dengan pembagian 4% dibayar oleh pemberi kerja sedangkan 1% dibayar oleh peserta (Kemenhumkam, 2013a).
2.2 Badan Usaha Swasta
2.2.1 Definisi Badan Usaha Swasta
Badan usaha adalah kesatuan hukum, teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Sementara perusahaan adalah tempat dimana badan usaha mengolah faktor - faktor produksi. Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 33 bentuk badan usaha dibedakan menjadi tiga yaitu : Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi (Sagoro, 2013). Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) adalah badan usaha yang pemilik sepenuhnya berada ditangan individu atau swasta dan bertujuan untuk mencari keuntungan. Namun ada beberapa badan usaha ini tidak bertujuan untuk keuntungan dan lebih mengarah ke motif sosial seperti : rumah sakit, sekolah, akademi, universitas, dan panti asuhan (Sagoro, 2013).
Menurut jenisnya badan usaha milik swasta dibagi menjadi 4 jenis yaitu : Perseroan dengan tanggung jawab terbatas (PT), Persekutuan Komanditer (CV), Firma, dan perusahaan perorangan.
2.2.2 Bentuk Badan Usaha Swasta
1. Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk menjalankan usaha yang modalnya terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
(39)
23
Terbatas dijelaskan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen. Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut (Sagoro, 2013).
2. Persekutuan Komanditer (CV)
Persekutuan Komanditer (CV) adalah perusahaan yang memiliki dua pemodal atau lebih. Pembentukan pesekutuan bisa berdasarkan kontrak tertulis atau kesepakatan yang legal. Bentuk ini biasanya merupakan kombinasi antara firma dan PT. (Sagoro, 2013).
3. Firma
Firma adalah bentuk usaha yang pengumpulan modalnya diperoleh dari beberapa orang dalam bentuk tunai, bukan saham, Jumlah penyetor modal tidaklah sebanyak PT melainkan beberapa orang saja (Rosydi, 2014).
4. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perorangan adalah perusahaan yang didirikan seseorang dengan modal sendiri dan memimpin serta bertanggungjawab sendiri atas jalannya perusahaan (Widiyono, 2013).
(40)
24
Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu & Penanaman Modal (BPPTSP&PM) Kota Denpasar didapatkan jumlah badan usaha yang mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) berdasarkan bentuk usaha swasta dari tahun 2010 hingga 2015 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Jumlah Pembuatan SIUP Badan Usaha Swasta di Kota Denpasar
No Bentuk Badan Usaha Izin
Masuk Izin Ditolak Izin Terbit Izin Diambil 1 Perseroan Terbatas (PT) 1.372 183 1.158 1.155 2 Persekutuan Komanditer
(CV)
1.671 159 1.489 1.486
3 Perusahaan Perseorangan (PO)
5.662 227 5.387 5.369
4 Firma (Fa) 1 0 1 1
Total 8.706 569 8.035 8.011
Sumber : Aplikasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu & Penanaman Modal (BPPTSP&PM) Kota Denpasar tentang Jumlah Pembuatan SIUP Badan Usaha Swasta di Kota Denpasar pada tahun 2010 hingga 2015
Menurut data dari Dinas Perijinan Kota Denpasar, didapatkan bahwa jumlah badan usaha swasta yang mengurus SIUP berjumlah 8.076. sedangkan SIUP yang ditebitkan berjumlah 8.035. Dari total SIUP yang diterbitkan hanya 8.011 badan usaha swasta yang mengambil SIUP di Dinas Perijinan Kota Denpasar. Hal ini membuktikan bahwa dari 8.011 badan usaha swasta yang telah memiliki SIUP hanya 1.378 badan usaha swasta yang telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan di Kota Denpasar.
(41)
25
2.2.3 Badan Usaha Berdasarkan Skala Produksi dan Pekerja
1. Badan Usaha Kecil
Badan usaha kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai maupun menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau badan usaha besar. Adapun kriteria sebagai badan usaha kecil sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa kriteria dari badan usaha kecil yaitu : Kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,00 sampai dengan Rp.500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, kemudian hasil penjualan tahunan mencapai lebih dari Rp.300.000.000,00 sampai dengan Rp.2.500.000.000,00 (Maylia, 2015). Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, badan usaha kecil biasanya memiliki pekerja dengan jumlah antara 5 – 19 orang (BPS, 2015).
2. Badan Usaha Menengah
Badan usaha menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar. Adapun jumlah besar kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor. 20 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa kriteria dari usaha menengah ini meliputi : kekayaan bersih perusahaan lebih dari Rp.500.000.000,00 sampai
(42)
26
dengan Rp.10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Kemudian untuk hasil usaha penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,00 sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 (Maylia, 2015). Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, badan usaha menengah biasanya memiliki pekerja dengan jumlah antara 20 – 99 orang (BPS, 2015).
3. Badan Usaha Besar
Badan usaha besar merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dengan kekayaan perusahaan dan hasil penjualan yang melebihi nominal usaha menengah maupun usaha kecil (Maylia, 2015). Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, badan usaha besar biasanya memiliki pekerja lebih dari 100 orang (BPS, 2015).
2.3 Persepsi
Persepsi merupakan proses seseorang merasionalkan suatu situasi yang akan mempengaruhi sikap, sifat, dan perilakunya (Buchbinder, 2014), Sedangkan Cohen mengemukakan bahwa persepsi merupakan interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal. Persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana. Persepsi merupakan inti komunikasi , sedangkan interpretasi merupakan inti persepsi, yang identik dengan penyandingan balik atau decoding (Riswandi, 2009). Manusia memiliki karakterisktik yang beragam dalam menilai suatu hal yang menarik perhatian mereka. Perhatian manusia akan dipengaruhi dan disaring oleh asumsi, nilai, pengetahuan, tujuan, pengalaman
(43)
27
lampau, dan perbedaan personal lainnya. Akibatnya akan mempengaruhi informasi yang diterima dan tindakan yang akan dilakukan (Buchbinder, 2014). Berdasarkan jenisnya persepsi dibedakan menjadi dua, yaitu perepsi lingkungan fisik dan persepsi sosial atau persepsi terhadap manusia. Perbedaan dari kedua jenis tersebut yaitu :
1. Persepsi Lingkungan Fisik
Persepsi lingkungan fisik merupakan suatu kegiatan dalam menafsirkan stimulus berupa lambang lambang yang bersifat fisik baik terhadap suatu objek. Persepsi terhadap objek terjadi dengan menanggapi sifat luar objek. Objek bersifat statis, sehingga ketika seseorang mempersepsikan suatu objek, objek tersebut tidak memberikan tanggapan. Berdasarkan pengertiannya maka salah satu contoh dari persepsi lingkungan fisik yaitu persepsi seseorang terhadap program JKN. Persepsi program JKN dapat dikatakan suatu obyek (Riswandi, 2009).
2. Persepsi Sosial
Persepsi sosial merupakan persepsi terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan non-verbal. Persepsi sosial yaitu menghadapi sifat- sifat luar dan dalam yang meliputi perasaan, motif, harapan, keyakinan, dan lain sebagainya. Persepsi terhadap manusia bersifat interaktif, dimana ketika seseorang mempersepsikan orang lain terdapat kemungkinan timbul reaksi dari orang yang dipersepsikan. Berdasarkan pengertian dari persepsi sosial maka dapat diambil salah satu contoh yaitu persepsi seseorang terhadap penyelenggara program JKN yaitu BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan dikatakan sebagai persepsi sosial karena persepsi ini ditujukan kepada orang atau individu lainnya (Riswandi, 2009).
(44)
28
Dalam menentukan sebuah persepsi seseorang ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi persepsi tersebut. Menurut Riswandi (2009), faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek yaitu:
1. Latar Belakang Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu peristiwa yang pernah dialami oleh seseorang. Selain mempengaruhi pegetahuan, pengalaman juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu obyek atau stimulus yang diterimanya.
2. Latar Belakang Budaya
Budaya yang melekat pada diri seseorang seringkali mempengaruhi pola pikir serta cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Umumnya, seseorang menganggap budaya yang selama ini diketahui dan dijalani sebagai pedoman dalam memandang hal baru yang ditemui.
3. Latar Belakang Psikologis
Kondisi psikologis merupakan faktor internal dari diri individu yang mempengaruhi persepsi. Persepsi dari individu yang sama dapat berbeda dalam kondisi psikologis yang berbeda.
4. Latar Belakang Nilai, Keyakinan, dan Harapan
Adalah hal yang mendasari seseorang dalam menafsirkan atau memandang sesuatu. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan seseorang memiliki persepsi yang positif dan dapat juga negatif.
5. Kondisi faktual alat-alat panca indera
Kondisi faktual yang diterima melalui panca indera menjadi dasar kuat bagi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu.
(45)
29
Persepsi merupakan suatu penilaian yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk menggabarkan suatu situasi yang ada pada badan usaha swasta. Berdasarkan hasil penelitian dari (Sutanta, 2016) dikatakan bahwa pengetahuan masyarakat tentang program JKN didapatkan data dari pemahaman program JKN yang dibuktikan dengan persepsi masyarakat tentang program JKN. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh (Suryapranata dan sutarsa, 2014) yang menggunakan persepsi untuk melihat kesiapan Puskesmas Rendang dalam mengimplementasikan program JKN.
Persepsi yang buruk terhadap risiko adalah perilaku seseorang yang tidak peduli terhadap risiko, bahkan cenderung ugal-ugalan atau urakan. Menurut (Nyman 2004) dalam (Widiyanto, 2014) menyebutkan bahwa persepsi yang buruk terhadap risiko ini sebagai „MoralHazard‟ yang secara sederhana dideskripsikan kecerobohan atau ketidakpedulian terhadap kerugian. Moral hazard merupakan dampak dari asimetris informasi, hal ini selalu ada bila sekelompok orang dengan informasi yang menggiurkan merubah perilaku masyarakat agar memilih cara yang menguntungkannya ketika biaya naik dengan imformasi yang kurang lengkap. Kebanyakan bila pihak asuransi berencana mengurangi pengeluaran biaya berobat, perilaku individu diefektifkan dengan mengurangi harga perubahan ini di dalam perilaku disebut Moral hazard (Widiyanto, 2014).
Pembentukan perilaku seseorang maupun tindakan yang akan dilakukan harus didorong dengan stimulus atau rangsangan. Menurut teori seorang ahli sosiologi dan ekonomi yaitu Max Weber menyatakan bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas
(46)
30
suatu objek. Teori yang diungkapkan Max Weber dikenal sebagai teori bertindak atau teori aksi ( Ritzer dalam Sarwono, 2012).
(1)
2.2.3 Badan Usaha Berdasarkan Skala Produksi dan Pekerja
1. Badan Usaha Kecil
Badan usaha kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai maupun menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau badan usaha besar. Adapun kriteria sebagai badan usaha kecil sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa kriteria dari badan usaha kecil yaitu :
Kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,00 sampai dengan
Rp.500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, kemudian hasil penjualan tahunan mencapai lebih dari Rp.300.000.000,00 sampai dengan Rp.2.500.000.000,00 (Maylia, 2015). Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, badan usaha kecil biasanya memiliki pekerja dengan jumlah antara 5 – 19 orang (BPS, 2015).
2. Badan Usaha Menengah
Badan usaha menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar. Adapun jumlah besar kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor. 20 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa kriteria dari usaha menengah ini meliputi : kekayaan bersih perusahaan lebih dari Rp.500.000.000,00 sampai
(2)
dengan Rp.10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Kemudian untuk hasil usaha penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,00 sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 (Maylia, 2015). Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, badan usaha menengah biasanya memiliki pekerja dengan jumlah antara 20 – 99 orang (BPS, 2015). 3. Badan Usaha Besar
Badan usaha besar merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dengan kekayaan perusahaan dan hasil penjualan yang melebihi nominal usaha menengah maupun usaha kecil (Maylia, 2015). Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, badan usaha besar biasanya memiliki pekerja lebih dari 100 orang (BPS, 2015).
2.3 Persepsi
Persepsi merupakan proses seseorang merasionalkan suatu situasi yang akan mempengaruhi sikap, sifat, dan perilakunya (Buchbinder, 2014), Sedangkan Cohen mengemukakan bahwa persepsi merupakan interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal. Persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana. Persepsi merupakan inti komunikasi , sedangkan interpretasi merupakan inti persepsi, yang identik dengan penyandingan balik atau decoding (Riswandi, 2009). Manusia memiliki karakterisktik yang beragam dalam menilai suatu hal yang menarik perhatian mereka. Perhatian manusia akan dipengaruhi dan disaring oleh asumsi, nilai, pengetahuan, tujuan, pengalaman
(3)
lampau, dan perbedaan personal lainnya. Akibatnya akan mempengaruhi informasi yang diterima dan tindakan yang akan dilakukan (Buchbinder, 2014). Berdasarkan jenisnya persepsi dibedakan menjadi dua, yaitu perepsi lingkungan fisik dan persepsi sosial atau persepsi terhadap manusia. Perbedaan dari kedua jenis tersebut yaitu :
1. Persepsi Lingkungan Fisik
Persepsi lingkungan fisik merupakan suatu kegiatan dalam menafsirkan stimulus berupa lambang lambang yang bersifat fisik baik terhadap suatu objek. Persepsi terhadap objek terjadi dengan menanggapi sifat luar objek. Objek bersifat statis, sehingga ketika seseorang mempersepsikan suatu objek, objek tersebut tidak memberikan tanggapan. Berdasarkan pengertiannya maka salah satu contoh dari persepsi lingkungan fisik yaitu persepsi seseorang terhadap program JKN. Persepsi program JKN dapat dikatakan suatu obyek (Riswandi, 2009).
2. Persepsi Sosial
Persepsi sosial merupakan persepsi terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan non-verbal. Persepsi sosial yaitu menghadapi sifat- sifat luar dan dalam yang meliputi perasaan, motif, harapan, keyakinan, dan lain sebagainya. Persepsi terhadap manusia bersifat interaktif, dimana ketika seseorang mempersepsikan orang lain terdapat kemungkinan timbul reaksi dari orang yang dipersepsikan. Berdasarkan pengertian dari persepsi sosial maka dapat diambil salah satu contoh yaitu persepsi seseorang terhadap penyelenggara program JKN yaitu BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan dikatakan sebagai persepsi sosial karena persepsi ini ditujukan kepada orang atau individu lainnya (Riswandi, 2009).
(4)
Dalam menentukan sebuah persepsi seseorang ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi persepsi tersebut. Menurut Riswandi (2009), faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek yaitu:
1. Latar Belakang Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu peristiwa yang pernah dialami oleh seseorang. Selain mempengaruhi pegetahuan, pengalaman juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu obyek atau stimulus yang diterimanya.
2. Latar Belakang Budaya
Budaya yang melekat pada diri seseorang seringkali mempengaruhi pola pikir serta cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Umumnya, seseorang menganggap budaya yang selama ini diketahui dan dijalani sebagai pedoman dalam memandang hal baru yang ditemui.
3. Latar Belakang Psikologis
Kondisi psikologis merupakan faktor internal dari diri individu yang mempengaruhi persepsi. Persepsi dari individu yang sama dapat berbeda dalam kondisi psikologis yang berbeda.
4. Latar Belakang Nilai, Keyakinan, dan Harapan
Adalah hal yang mendasari seseorang dalam menafsirkan atau memandang sesuatu. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan seseorang memiliki persepsi yang positif dan dapat juga negatif.
5. Kondisi faktual alat-alat panca indera
Kondisi faktual yang diterima melalui panca indera menjadi dasar kuat bagi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu.
(5)
Persepsi merupakan suatu penilaian yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk menggabarkan suatu situasi yang ada pada badan usaha swasta. Berdasarkan hasil penelitian dari (Sutanta, 2016) dikatakan bahwa pengetahuan masyarakat tentang program JKN didapatkan data dari pemahaman program JKN yang dibuktikan dengan persepsi masyarakat tentang program JKN. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh (Suryapranata dan sutarsa, 2014) yang menggunakan persepsi untuk melihat kesiapan Puskesmas Rendang dalam mengimplementasikan program JKN.
Persepsi yang buruk terhadap risiko adalah perilaku seseorang yang tidak peduli terhadap risiko, bahkan cenderung ugal-ugalan atau urakan. Menurut (Nyman 2004) dalam (Widiyanto, 2014) menyebutkan bahwa persepsi yang buruk terhadap risiko ini sebagai „MoralHazard‟ yang secara sederhana dideskripsikan kecerobohan atau ketidakpedulian terhadap kerugian. Moral hazard merupakan dampak dari asimetris informasi, hal ini selalu ada bila sekelompok orang dengan informasi yang
menggiurkan merubah perilaku masyarakat agar memilih cara yang
menguntungkannya ketika biaya naik dengan imformasi yang kurang lengkap. Kebanyakan bila pihak asuransi berencana mengurangi pengeluaran biaya berobat, perilaku individu diefektifkan dengan mengurangi harga perubahan ini di dalam perilaku disebut Moral hazard (Widiyanto, 2014).
Pembentukan perilaku seseorang maupun tindakan yang akan dilakukan harus didorong dengan stimulus atau rangsangan. Menurut teori seorang ahli sosiologi dan ekonomi yaitu Max Weber menyatakan bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas
(6)
suatu objek. Teori yang diungkapkan Max Weber dikenal sebagai teori bertindak atau teori aksi ( Ritzer dalam Sarwono, 2012).