PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Lumbricus rubellus).

(1)

i

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia

matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Lumbricus rubellus)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Sebagai Prasyarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Disusun oleh : Arin Pradinasari

12308144028

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Mahasiswa : Arin Pradinasari NIM : 12308144028 Prodi : Biologi

Jurusan : Pendidikan Biologi Fakultas : MIPA

Judul TAS : PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera,L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Lumbricus rubellus)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, Desember 2016 Yang Menyatakan,

Arin Pradinasari NIM. 12308144028


(4)

(5)

v MOTTO

Al Baqarah [2: 152]

“The future belongs to those who believe in the beauty of their

dreams.

-Cleanor R-

If you are doing your best, you

won’t have any time to worry about

failure.

-H. Jackson Brown-

“When someone tells you it can’t be done, it’s a reflection of their

limitation, not yours.”

“Go your own way, believe in your self

.

花風


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap Alhamdulillah, kupersembahkan karya ini untuk

orang-orang yang kusayang...

Teruntuk kedua orangtuaku,

Bapak Muchamad Agus Ariyanto dan Ibu Tri Nugraheni,

yang tak pernah berhenti mencurahkan

kasih sayang, nasihat, dan segalanya bagiku. Terima kasih untuk sujud

di 1/3 malam, Nariyah serta doa yang membawa segala kemudahan

bagiku dari Allah SWT.

Untuk adikku, Shinta Firdha Amalia,

terimakasih semangat dan doanya. Terima kasih selalu menghibur di

saat bosan.

Untuk teman-teman Angels,

yang telah menemani dari awal hingga akhir masa perkuliahan.

Untuk Ricky Ramdhani,

yang selalu mendengar keluh kesahku dan memberi semangat untuk

terus menatap ke depan. Terima kasih untuk waktu dan sabarnya.

Untuk Eyang Uti beserta keluarga besar Jogja dan Magelang

yang telah memberikan doa, dukungan serta kepercayaan selama ini.


(7)

vii

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia

matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Lumbricus rubellus)

Oleh Arin Pradinasari NIM 12308144028

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media pemeliharaan serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.

Desain penelitian ini adalah eksperimen satu faktor yang menggunakan pola acak lengkap. Objek penelitian adalah cacing Lumbricus rubellus yang sudah berklitelum. Terdapat lima macam variasi media penelitian yang diuji coba yaitu media 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa, 100% rumput manila, 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 75% rumput manila, 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 50% rumput manila, 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 25% rumput manila. Pada setiap media dilakukan lima kali ulangan. Wadah media pemeliharaan yang digunakan adalah bak plastik berukuran 35 x 30 x 10 cm. Penelitian berlangsung selama dua bulan dengan dua kali pengambilan data. Parameter yang diamati adalah biomassa cacing, jumlah kokon, berat kokon, dan ukuran kokon. Data dianalisis menggunakan One Way Anova kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada hasil yang berbeda nyata, serta uji Kruskal-Wallis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila berpengaruh nyata (P<0,01) meningkatkan pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.

Kombinasi media yang paling baik untuk pertumbuhan cacing tanah adalah 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa dan 25% rumput manila. Sedangkan kombinasi media yang paling baik untuk produksi kokon cacing adalah 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa dan 50% rumput manila.

Kata Kunci: Lumbricus rubellus, serbuk gergaji batang pohon kelapa, rumput manila, pertumbuhan, produksi kokon


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas kesehatan, rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir Skripsi dengan judul “Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa (Cocos nucifera, L.) dan Rumput Manila (Zoysia matrella) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kokon Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)” dengan baik dan lancar.

Selama pelaksanaan dan penyusunan tugas akhir skripsi ini, penulis menyadari telah mendapat bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan FMIPA UNY yang telah membantu dalam pengesahan Tugas Akhir Skripsi.

2. Bapak Dr. Slamet Suyanto, selaku Wakil Dekan I yang telah membantu dalam penetapan SK Pembimbing dan Penguji Tugas Akhir Skripsi.

3. Bapak Dr. Paidi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY yang telah memberikan izin penelitian di Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA UNY.

4. Ibu Dr. Tien Aminatun, M.Si., selaku Kaprodi Biologi FMIPA UNY yang telah memberikan persetujuan dalam menetapkan Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi sekaligus menjadi penguji pendamping dalam pelaksanaan ujian Tugas Akhir Skripsi penulis.


(9)

ix

5. Bapak Suhandoyo, M.S., selaku pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan, masukan, saran, nasihat dan waktunya selama penelitian dan penulisan Tugas Akhir Skripsi.

6. Bapak Tri Harjana, M.P., selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu, saran dan masukan dalam menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi. 7. Bapak Ciptono, M.Si., selaku penguji utama dalam pelaksanaan ujian

Tugas Akhir Skripsi penulis.

8. Segenap dosen yang telah memberikan ilmu selama penulis kuliah di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

9. Seluruh keluarga terutama kedua orang tua selaku panutan yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil beserta doanya selama ini. 10.Rekan-rekan mahasiswa Biologi angkatan 2012 seperjuangan.

11.Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan Tugas Akhir Skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Saya menyadari bahwa Tugas Akhir Skripsi ini masih terdapat kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir Skripsi ini, selanjutnya semoga Tugas Akhir Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, Januari 2017


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR TABEL... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4


(11)

xi

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

G. Definisi Operasional... 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Cacing Tanah Lumbricus rubellus ... 7

1. Morfologi ... 8

2. Habitat ... 11

3. Sistem Pencernaan, Makanan, dan Sistem Ekskresi ... 12

4. Perkembangbiakan ... 13

5. Siklus Hidup ... 17

6. Sarana Budidaya... 18

7. Syarat Lingkungan Pertumbuhan ... 19

8. Media Pemeliharaan ... 21

9. Pemberian Pakan ... 24

10.Pengendalian Hama ... 25

11.Pemanenan ... 26

12.Kandungan dan Manfaat Cacing Tanah ... 27

B. Media Pemeliharaan ... 30

1. Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa... 30

2. Rumput Manila ... 33

C. Pakan Cacing Tanah ... 34

D. Kerangka Pikir ... 36


(12)

xii BAB III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 38

B. Populasi dan Sampel ... 38

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 39

D. Objek Penelitian ... 39

E. Variabel Penelitian ... 39

F. Alat dan Bahan ... 40

G. Prosedur Penelitian... 41

H. Teknik Pengumpulan Data ... 43

I. Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan Cacing Lumbricus rubellus ... 45

B. Pengaruh Media terhadap Produksi Kokon Cacing Lumbricus rubellus ... 52

C. Data Klimatik ... 58

D. C/N Rasio ... 61

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Tubuh Cacing Tanah ... 10

Gambar 2. Perbedaan Cacing Lumbricus rubellus dan Lumbricus terrestris ... 11

Gambar 3. Sistem Pencernaan Cacing Tanah ... 12

Gambar 4. Sepasang Cacing pada Posisi Kawin ... 14

Gambar 5. Proses Pembentukan dan Pelepasan Selubung Kokon ... 15

Gambar 6. Pengukuran Panjang dan Lebar Kokon Cacing Lumbricus rubellus dengan Jangka Sorong...43

Gambar 7. Histogram Rata-rata Pertambahan Biomassa Cacing Lumbricus rubellus (gram) pada Panen Pertama dan Panen Kedua... 45

Gambar 8. Histogram Rata-rata Jumlah Kokon Cacing Lumbricus rubellus (butir) pada Panen Pertama dan Panen Kedua ... 52

Gambar 9. Histogram Rata-rata Berat Kokon Cacing Lumbricus rubellus (mg) pada Panen Pertama dan Panen Kedua ... 56

Gambar 10. Histogram Pengukuran Suhu Media Cacing Lumbricus rubellus (oC) ... 58

Gambar 11. Histogram Pengukuran Kelembaban Media Cacing Lumbricus rubellus ... 59

Gambar 12. Histogram Pengukuran pH Media Cacing Lumbricus rubellus ... 60


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komponen Kimia yang Terdapat dalam Batang Kelapa ... 32 Tabel 2. Kandungan Nutrisi Rumput Manila (Zoysia matrella) ... 33 Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ampas Tahu ... 35 Tabel 4. Uji Anova Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon

Kelapa dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa

Cacing Lumbricus rubellus ... 50 Tabel 5. Uji Lanjut Duncan (DMRT) dengan Taraf 5% pada Pengaruh

Media Serbuk Gergaji Kelapa dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Bobot Massa Cacing Lumbricus rubellus ... 51 Tabel 6. Hasil Uji Kruskal-Wallis Pengaruh Media Serbuk Gergaji

Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Jumlah

Kokon Cacing Lumbricus rubellus ... 55 Tabel 7. Uji Anova Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon

Kelapa dan Rumput Manila Terhadap Berat Kokon Cacing

Lumbricus rubellus ... 56 Tabel 8. Uji Anova Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon

Kelapa dan Rumput Manila terhadap Ukuran Kokon Cacing

Lumbricus rubellus ... 57 Tabel 9. Kandungan C/N Rasio Awal dan Akhir Pengamatan pada Media ... 61


(15)

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia

matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Lumbricus rubellus)

Oleh Arin Pradinasari NIM 12308144028

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media pemeliharaan serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.

Desain penelitian ini adalah eksperimen satu faktor yang menggunakan pola acak lengkap. Objek penelitian adalah cacing Lumbricus rubellus yang sudah berklitelum. Terdapat lima macam variasi media penelitian yang diuji coba yaitu media 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa, 100% rumput manila, 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 75% rumput manila, 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 50% rumput manila, 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 25% rumput manila. Pada setiap media dilakukan lima kali ulangan. Wadah media pemeliharaan yang digunakan adalah bak plastik berukuran 35 x 30 x 10 cm. Penelitian berlangsung selama dua bulan dengan dua kali pengambilan data. Parameter yang diamati adalah biomassa cacing, jumlah kokon, berat kokon, dan ukuran kokon. Data dianalisis menggunakan One Way Anova kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada hasil yang berbeda nyata, serta uji Kruskal-Wallis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila berpengaruh nyata (P<0,01) meningkatkan pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.

Kombinasi media yang paling baik untuk pertumbuhan cacing tanah adalah 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa dan 25% rumput manila. Sedangkan kombinasi media yang paling baik untuk produksi kokon cacing adalah 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa dan 50% rumput manila.

Kata Kunci: Lumbricus rubellus, serbuk gergaji batang pohon kelapa, rumput manila, pertumbuhan, produksi kokon


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cacing tanah mempunyai potensi memberi keuntungan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Selama ini cacing tanah dianggap hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, oleh karena itu budidaya cacing belum banyak dilakukan peternak di Indonesia.

Menurut Amrullah (1986) dalam Susetyarini (2007: 10), beberapa jenis cacing tanah yang banyak diternakkan antara lain Pheretima, Perionyx

dan Lumbricus. Lumbricus khususnya Lumbricus rubellus, merupakan cacing tanah yang mudah dalam penanganannya dan termasuk jenis cacing tanah komersial.

Cacing tanah sangat dikenal di masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang hampir setiap hari menemukannya di kebun, tegalan dan di sawah. Cacing tanah jenis Lumbricus rubellus merupakan salah satu bagian dari sistem kehidupan yang berperan sebagai mahluk perombak bahan organik (dekomposer). Peranan cacing tanah sangat besar dalam menguraikan senyawa organik menjadi unsur-unsur lebih sederhana yang dibutuhkan oleh mahluk hidup lain (Haryono, 2003: 66)

Pakan dan media merupakan faktor yang dapat mempengaruhi produksi cacing tanah. Media hidup atau media pemeliharaan yang juga


(17)

sekaligus menjadi sarang cacing tanah adalah sekumpulan bahan-bahan organik yang sudah terfermentasi sehingga dapat menjadi tempat bagi cacing tanah untuk hidup dan bereproduksi secara optimal. Media hidup tersebut sekaligus dapat menjadi sumber makanan bagi cacing tanah yang dibudidayakan.

Bahan organik yang digunakan untuk pemeliharaan dalam budidaya cacing tanah dapat ditemukan pada berbagai macam media. Salah satunya adalah media serbuk gergaji batang pohon kelapa. Pohon kelapa sendiri memiliki berbagai kandungan untuk memenuhi kebutuhan hidup cacing tanah sebagai media tumbuh sekaligus pakan, di antaranya mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Kelapa adalah salah satu jenis tanaman yang termasuk ke dalam suku pinang-pinangan (Arecaceae). Semua bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan, mulai dari bunga, batang, pelepah, daun, buah, bahkan akarnya pun dapat dimanfaatkan (Mahmud dan Ferry, 2005: 6)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa semua bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan, salah satu bagian yang sering dimanfaatkan adalah batangnya. Saat ini telah banyak masyarakat yang menggunakan

batang pohon kelapa atau biasa disebut kayu “glugu” dalam Bahasa Jawa

sebagai alternatif bahan bangunan dan furniture. Pada industri pengolah kayu glugu ini dihasilkan serbuk gergaji kelapa dari proses produksi. Serbuk gergaji kelapa dihasilkan dalam jumlah besar dan tidak dimanfaatkan kembali sehingga hanya menjadi limbah yang harus dibuang. Media lain yang dapat digunakan adalah rumput manila (Zoysia matrella). Menurut Beard (1973)


(18)

dan Turgeon (1980) dalam Nurisyah (1994: 17), rumput manila (Zoysia matrella) merupakan salah satu jenis rumput yang banyak digunakan dalam taman. Kelebihan lain yang dipunyai jenis rumput ini adalah toleran terhadap kekeringan, serta suhu, dan kadar garam yang relatif tinggi. Rumput ini hidup di daerah tropis dan seringkali ditumbuhkan di lapangan yang salah satunya ditumbuhkan pada lapangan sepak bola di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam pemanfaatan rumput ini di lapangan tentunya terdapat batasan waktu penggunaan agar dapat mendukung kegiatan di lapangan dengan sebaik mungkin. Sisa rumput yang telah dipangkas hanya dibuang begitu saja dan jarang dimanfaatkan, biasanya hanya digunakan sebagai kompos. Menurut Garsetiasih (2005: 37), rumput manila mengandung lemak, serat kasar, fosfor, serta protein, hal ini berarti bahwa rumput ini dapat menyediakan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh cacing tanah (Lumbricus rubellus).

B. Identifikasi Masalah

1. Apakah serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) mengandung nutrisi yang dapat dijadikan media pemeliharaan cacing Lumbricus rubellus ?

2. Apakah pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos

nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap kematangan sel kelamin cacing Lumbricus rubellus ?


(19)

3. Apakah media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) berpengaruh terhadap pembentukan klitelum cacing Lumbricus rubellus ?

4. Apakah media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) berpengaruh terhadap penetasan kokon cacing Lumbricus rubellus ?

5. Apakah serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella)berpengaruh terhadap performansi kokon cacing Lumbricus rubellus ?

6. Kombinasi media manakah yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus ?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella)terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos

nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap pertumbuhan cacing Lumbricus rubellus ?

2. Bagaimana pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos

nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap produksi kokon cacing Lumbricus rubellus ?


(20)

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos

nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap pertumbuhan cacing Lumbricus rubellus.

2. Mengetahui pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos

nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademia

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh variasi dosis media serbuk gergaji kelapa dan rumput terhadap pertumbuhan cacing Lumbricus rubellus bagi kalangan akademika UNY. 2. Bagi Peneliti Lain

Dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan oleh mahasiswa untuk memecahkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan penelitian ini serta dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian lanjutan di kemudian hari.

3. Bagi Masyarakat

Dapat dimanfaatkan oleh peternak maupun masyarakat yang hendak memulai beternak cacing tanah dalam hal pemilihan media yang baik.

G. Definisi Operasional

1. Cacing tanah adalah hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata) dan termasuk dalam filum Annelida, yang


(21)

memakan bahan organik hidup dan mati. Cacing tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Lumbricus rubellus yang diperoleh dari peternak cacing di Ngijon, Godean, Sleman, Yogyakarta. Berat rata-rata untuk tiap bak perlakuan adalah 35 gram, umur cacing tidak ditentukan. 2. Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan ukuran, baik volume,

berat, dan jumlah sel. Indikator pertumbuhan dalam penelitian ini adalah pertambahan bobot massa cacing Lumbricus rubellus yang dihasilkan pada masing-masing bak media perlakuan pada akhir penelitian.

3. Produksi kokon adalah jumlah kokon yang dihasilkan cacing Lumbricus rubellus. Indikator produksi kokon dalam penelitian ini adalah jumlah kokon, berat kokon, dan ukuran kokon pada masing-masing bak media perlakuan pada akhir penelitian.

4. Media yang dimaksud dalam penelitian ini adalah substansi yang diisikan ke dalam wadah yang digunakan untuk pemeliharaan cacing Lumbricus rubellus. Media yang digunakan adalah serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) yang diperoleh dari limbah penggergajian batang pohon kelapa warga Sruwuh, Bantul, Yogyakarta dan rumput manila (Zoysia matrella) yang diperoleh dari sisa pemotongan rumput lapangan sepak bola Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah disimpan di dalam trash bag selama satu bulan. 5. Pakan adalah makanan standart minimal yang diberikan untuk cacing

Lumbricus rubellus selama penelitian berlangsung. Pakan yang digunakan adalah ampas tahu yang dibeli di pasar Demangan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cacing Tanah Lumbricus rubellus

Cacing tanah seperti yang banyak dikenal masyarakat dan menempati bagian permukaan tanah yang lembab termasuk dalam hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata). Berikut adalah klasifikasi cacing tanah (Lumbricus rubellus) :

Phylum : Annelida Kelas : Clitellata

Sub Kelas : Oligochaeta Ordo : Haplotaxida Famili : Lumbricidae Genus : Lumbricus

Spesies : Lumbricus rubellus (Sapto, 2011: 27)

Dalam klasifikasi biologi, cacing tanah termasuk dalam filum Annelida atau hewan beruas-ruas atau bergelang-gelang. Cirinya yaitu tubuh simetris bilateral, silindris memanjang, bersegmen-segmen (sekitar 115-200 segmen), dan pada bagian permukaan tubuh terdapat sederetan sekat atau dinding tipis.

Filum Annelida, terbagi menjadi tiga kelas yaitu Polychaeta, Hirudinea, dan Oligochaeta. Polychaeta merupakan kelompok cacing yang memiliki banyak seta atau sisir di tubuhnya, contohnya adalah Nereis dan Arenicola. Sedangkan contoh dari kelompok Hirudinea adalah lintah dan


(23)

pacet (Hirudo medicinalis dan Haemadipsa zeylanica). Kelas terakhir dari phylum Annelida adalah Oligochaeta dimana cacing tanah termasuk di dalamnya lantaran jumlah seta (rambut keras berukuran pendek) pada tubuh cacing tanah sangat sedikit.

Selain itu, cacing tanah oleh beberapa kalangan juga dikelompokkan berdasarkan warnanya, yakni kelompok merah dan kelompok abu-abu. Kelompok merah antara lain adalah Lumbricus rubellus (the red worm), L. terrestris (the night crawler), Eisenia foetida (the brandling worm),

Daendroboena, Perethima dan Perionix. Sedangkan kelompok abu-abu antara lain jenis Allobopora (the field worm) dan Octolasium (Sugiantoro, 2012: 13-15)

1. Morfologi

Ciri-ciri fisik cacing tanah antara lain di tubuhnya terdapat segmen luar dan dalam, berambut, tidak mempunyai kerangka luar, tubuhnya dilindungi oleh kutikula (kulit bagian luar), tidak memiliki alat gerak seperti kebanyakan binatang, dan tidak memiliki mata. Untuk dapat bergerak, cacing tanah harus menggunakan otot-otot tubuhnya yang panjang dan tebal yang melingkari tubuhnya. Adanya lendir pada tubuhnya yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis dapat mempermudah pergerakannya di tempat-tempat yang padat dan kasar. Lendir itupun dapat memperlicin tubuhnya dalam membuat lubang di tanah sehingga cacing dapat dengan mudah keluar masuk lubang. Selain fungsi tersebut,


(24)

lendir pun dapat digunakan untuk mempertahankan diri. Oleh karena tubuhnya licin, cacing tanah sangat sukar ditangkap musuh-musuhnya.

Pada tubuhnya, terdapat organ yang disebut seta. Seta yang terdapat pada setiap segmen ini berupa rambut yang relatif keras dan berukuran pendek. Daya lekat organ ini sangat kuat sehingga cacing dapat melekat erat pada permukaan benda. Daya lekat ini akan melemah saat cacing akan bergerak maju. Seta ini pun dapat membantu cacing tanah saat melakukan perkawinan (Palungkun, 2010: 8)

Cacing tanah tidak memiliki mata, tetapi di tubuhnya terdapat prostomium. Prostomium ini merupakan organ syaraf perasa dan berbentuk seperti bibir. Organ ini terbentuk dari tonjolan daging yang dapat menutupi lubang mulut. Prostomium terdapat pada bagian depan tubuhnya. Adanya prostomium ini membuat cacing tanah peka terhadap benda-benda di sekelilingnya. Itulah sebabnya cacing tanah dapat menemukan bahan organik yang menjadi makanannya walaupun tidak memiliki mata.

Di bagian akhir tubuhnya terdapat anus. Anus digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan dan tanah yang dimakannya. Kotoran yang keluar dari anus tersebut sangat berguna bagi tanaman karena sangat kaya dengan unsur hara. Kotoran tersebut dikenal dengan istilah kascing.

Untuk dapat bernapas, cacing tanah hanya mengandalkan kulitnya karena tidak memiliki alat pernapasan. Oksigen yang digunakan untuk


(25)

proses metabolisme tubuh diambil dari udara dengan bantuan pembuluh darah yang terdapat di bagian bawah kutikula. Pembuluh darah itu pun dapat berfungsi melepaskan karbondioksida (CO2) sebagai sisa hasil

metabolisme. Namun, agar proses bernapas pada cacing tanah dapat berlangsung dengan baik, kelembaban lingkungannya harus cukup tinggi. Cacing tanah dewasa memiliki klitelum yang merupakan alat yang dapat membantu perkembangbiakan. Organ ini merupakan bagian dari tubuh yang menebal dan warnanya lebih terang dari warna tubuhnya. Pada cacing yang masih muda, organ ini belum tampak karena hanya terbentuk saat cacing mencapai dewasa kelamin, sekitar 2-3 bulan (Palungkun, 2010: 8-9)

Berikut ini merupakan struktur tubuh cacing tanah :

Gambar 1. Struktur Tubuh Cacing Tanah (Rukmana, 1999: 17)

Ada berbagai jenis cacing tanah. Pada genus Lumbricus pun terdapat spesies lain yang salah satunya adalah Lumbricus terrestris.


(26)

antara keduanya tidak jauh berbeda. Pada Lumbricus rubellus, ciri khusus yang ditunjukkan adalah warna tubuh biasanya berwarna merah kecoklatan, bentuk tubuh pipih dengan bentuk ekor tumpul serta kekuningan, panjang tubuh berkisar antara 7,5 sampai 9 cm. Untuk

Lumbricus terrestris, ciri khususnya adalah bentuk tubuhnya panjang dan silindris, belum memiliki rongga tubuh, dan 2/3 bagian posteriornya memipih secara dorsoventral. Berikut adalah kenampakan dari kedua cacing tanah dari genus Lumbricus ini:

Gambar 2. Perbedaan Cacing Lumbricus rubellus (kiri) dan Lumbricus terrestris (kanan)

(cacingpantura.blogspot.id dan hardianimalscience.wordpress.com) 2. Habitat

Di habitat alaminya, cacing tanah hidup dan berkembangbiak di dalam tanah yang lembab dengan suhu sekitar 15-25oC. Cacing tanah merupakan hewan nokturnal yakni aktivitas hidupnya lebih banyak pada malam hari sedangkan pada siang harinya istirahat. Cacing tanah juga hewan fototaksis negatif artinya cacing tanah selalu menghindar setiap ada cahaya, dan segera menutup lubang sarang.

Cacing tanah tidak dapat tinggal di tempat yang terlalu banyak air karena ketersediaan oksigen di dalamnya sangat sedikit (anaerob).


(27)

Karena itulah, di saat curah hujan sedang tinggi, cacing tanah akan banyak berada di lapisan tanah paling atas (Sugiantoro, 2012: 15-16) 3. Sistem Pencernaan, Makanan, dan Sistem Ekskresi

Gambar 3. Sistem Pencernaan Cacing Tanah (Rukmana, 1999: 19)

Makanan masuk ke mulut dan faring melalui prostomium yang kemudian dihisap dan masuk ke esofagus. Di dalam esofagus makanan tercampur dengan cairan hasil sekresi kelenjar kapur yang terdapat pada dinding esofagus. Dari esofagus makanan terus masuk ke dalam tembolok untuk disimpan sementara waktu. Selanjutnya makanan masuk ke dalam lambung untuk dicerna menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dan dapat diabsorpsi. Dinding usus mengandung kelenjar-kelenjar yang menghasilkan enzim-enzim untuk mencernakan partikel-partikel makanan menjadi karbohidrat, lemak, dan protein. Senyawa-senyawa tersebut masuk ke sistem sirkulasi darah untuk diangkut ke seluruh tubuh. Sisa-sisa makanan akan dikeluarkan melalui anus dan diletakkan


(28)

di atas permukaan tanah di dekat lubang dari liang tempat cacing itu berada (Rukmana, 1999:18)

Makanan cacing tanah adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pembusukan. Setiap cacing tanah bisa menghabiskan bahan-bahan organik seberat hingga dua kali berat tubuhnya dalam tempo 24 jam. Sistem ekskresi cacing tanah adalah nephridia yang berada pada segmen-segmen tubuhnya. Untuk sisa-sisa makanan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui anus yang terdapat di belakang tubuhnya yang kemudian dikenal sebagai kascing (bekas cacing) (Sugiantoro, 2012: 18)

4. Perkembangbiakan

Binatang ini bersifat hermafrodit atau biseksual. Artinya, pada tubuhnya terdapat dua alat kelamin, yaitu jantan dan betina. Namun, untuk pembuahan cacing tanah tidak dapat melakukannya sendiri, tetapi harus dilakukan oleh sepasang cacing tanah. Dari perkawinan tersebut, masing-masing cacing tanah dapat menghasilkan satu kokon yang di dalamnya terdapat beberapa butir telur.

Alat kelamin jantan dan betina biasanya terletak pada bagian tubuh antara segmen ke-9 sampai segmen ke-15. Ciri cacing tanah dewasa atau yang siap melakukan perkawinan adalah terbentuknya “klitelum” (cincin, gelang). Klitelum ini biasanya muncul pada cacing tanah yang telah berumur lebih dari 2,5 bulan. Pada Lumbricus rubellus pembentukan klitelum terjadi setelah berumur 2,5-3 bulan.


(29)

Gambar 4. Sepasang Cacing pada Posisi Kawin (Rukmana, 1999: 20)

Proses perkawinan cacing tanah berlangsung unik dan spesifik. Kedua cacing tanah yang berpasangan saling melekatkan bagian depannya (anterior) dengan posisi saling berlawanan yang diperkuat oleh seta. Dalam posisi perkawinan (kopulasi, copulating), klitelum masing-masing cacing tanah akan mengeluarkan lendir yang berfungsi melindungi sel-sel sperma yang dikeluarkan oleh lubang alat kelamin jantan masing-masing.

Perkawinan silang (cross fertilization) dilakukan dengan cara saling bertukar spermatozoid. Sel-sel sperma yang keluar dari masing-masing cacing tanah akan bergerak ke arah belakang (posterior), lalu masuk ke dalam lubang penerima sperma masing-masing. Setelah beberapa jam berkopulasi (kawin) dan masing-masing kantung ovarium yang berisi sel-sel telur menerima sel-sel sperma maka masing-masing kantung ovarium saling berpisah. Tahap selanjutnya terjadi pembentukan selubung kokon (mucous band).


(30)

Proses pembentukan selubung kokon terjadi pada klitelum. Masing-masing sel telur yang telah menerima sel-sel sperma bergerak ke arah mulut dan bertemu dengan lubang saluran sel-sel telur, lalu masuk ke dalam selubung kokon. Dari selubung kokon, sel-sel telur yang telah dibuahi sel-sel sperma tadi akan bergerak ke arah mulut, sehingga terjadi pelepasan kokon (cocoon) dari masing-masing cacing tanah bersama-sama dengan selubung kokonnya. Proses pembentukan dan pelepasan selubung kokon disajikan pada gambar berikut

Gambar 5. Proses Pembentukan dan Pelepasan Selubung Kokon (Rukmana, 1999: 21)

Keterangan:

A = proses pembentukan selubung kokon

B = selubung kokon yang berisi kokon bergerak ke depan menuju arah mulut

C = selubung kokon bersama dengan kokonnya terlepas D = kokon dan kapsul

Selubung kokon yang berisi beberapa telur (capsule) akan dilepaskan dalam liang tanah. Setiap butir telur (kokon) berisi bakal anak-anak cacing, bahkan dapat menetas lebih dari 10 ekor anak-anak cacing. Meski demikian, dari setiap kokon umumnya menetas 3-5 ekor cacing. Ukuran kokon tergantung pada jenis cacing tanah. Misalnya,


(31)

Lumbricus rubellus menghasilkan kokon berukuran panjang 3,10 mm dan tebalnya 2,76 mm. Kokon berbentuk bulat sampai agak lonjong, mula-mula berwarna kuning kehijau-hijauan, kemudian berubah menjadi kemerah-merahan. Kokon menetas setelah 14-21 hari. Produktivitas kokon dari seekor cacing tanah dapat dihasilkan lebih dari dua kokon setiap 5-10 hari atau tergantung spesies cacing (Rukmana, 1999: 22)

Cacing tanah yang produktif berkembang biak dan menghasilkan kokon relatif banyak adalah Lumbricus rubellus. Cacing tanah jenis ini amat cocok dibudidayakan secara intensif, dengan kemampuan menghasilkan kokon antara 79-106 buah/ekor/tahun atau lebih dari 2 kokon dalam 7-10 hari. Selain itu, cacing ini mampu memusnahkan bahan organik seberat badannya selama 24 jam.

Cacing tanah dapat berumur antara 1-5 tahun. Siklus (daur) hidup dari cacing dewasa kawin dan menghasilkan cacing dewasa kembali berlangsung selama 2,5-3 bulan. Masa produktif aktif cacing tanah dewasa terjadi pada umur 4-11 bulan.

Setiap siklus (daur) hidup cacing tanah melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Cacing tanah dewasa kawin (kopulasi)

b. Sekitar 6-10 hari setelah kawin, kokon dilepaskan ke dalam liang tanah.

c. Kokon akan menetas 2-3 minggu kemudian, sehingga akan dihasilkan anak-anak cacing.


(32)

d. Sekitar 2,5-3 bulan kemudian, anak-anak cacing tumbuh menjadi cacing tanah dewasa (Rukmana, 1999: 22-23)

Kalau keadaan tanah lembab, cadangan makanan mencukupi, dan faktor lingkungan lain sangat mendukung maka cacing tanah akan menghasilkan kokon sepanjang tahun. Namun, jumlah kokon yang dihasilkan tergantung pada perubahan suhu. Bila suhu rendah atau sekitar 3oC, kokon yang dihasilkan sangat sedikit. Sebaliknya kalau suhunya dinaikkan maka cacing tanah akan menghasilkan kokon lebih banyak.

Kokon biasanya dihasilkan pada kondisi iklim yang sesuai. Di negara beriklim dingin dengan empat musim, umumnya cacing tanah menghasilkan kokon pada pertengahan Maret hingga awal Juli dan pada awal Oktober hingga November. Di negara subtropis seperti India, cacing tanah dapat menghasilkan kokon sepanjang tahun.

5. Siklus Hidup

Siklus hidup cacing tanah mulai dari kokon, cacing muda (jouvenil), cacing produktif, dan cacing tua. Lama siklus hidup ini tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing tanah. Dari berbagai penelitian diperoleh lama siklus hidup cacing tanah L. rubellus hingga mati mencapai 1-5 tahun.

Kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan menetas setelah berumur 14-21 hari. Setelah menetas, cacing tanah muda ini akan hidup dan dapat mencapai dewasa kelamin dalam waktu 2,5-3 bulan. Saat


(33)

dewasa kelamin cacing tanah akan menghasilkan kokon dari perkawinannya yang berlangsung 6-10 hari.

Masa produktif aktif cacing tanah akan berlangsung selama 4-10 bulan dan akan menurun hingga cacing mengalami kematian. Namun, siklus hidup cacing tanah ini masih perlu diteliti karena banyak faktor yang mempengaruhinya seperti kondisi lingkungan hidupnya. Cacing yang sudah tidak produktif atau cacing tua biasanya bagian ekornya agak pipih dan warna kuning pada ekornya sudah mencapai punggung. Bila cacing masih produktif, warna kuning tersebut masih berada di ujung ekor.

6. Sarana Budidaya

Sebenarnya dalam pelaksanaannya, kegiatan yang terpenting hanyalah menciptakan suasana atau kondisi lingkungan yang sesuai dengan habitatnya di alam. Hal ini dimaksudkan agar cacing tanah dapat beradaptasi dan berkembang dengan baik.

Cacing tanah menghendaki suasana lingkungan yang teduh, lembab dan terhindar dari sinar matahari langsung. Untuk itulah lokasi pembudidayaannya harus mendukung. Adapun sarana pembudidayaan yang dapat menciptakan lingkungan yang teduh, lembab, dan terhindar dari sinar matahari langsung adalah bangunan pelindung, wadah pemeliharaan, serta sarang atau media hidupnya.


(34)

7. Syarat Lingkungan Pertumbuhan

Setiap makhluk hidup mempunyai habitat/lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan yang optimum. Demikian pula cacing tanah juga membutuhkan lingkungan yang ideal untuk tempat tumbuh. Pertumbuhan cacing tanah akan optimum jika lingkungan tumbuh cacing budidaya mendekati habitat aslinya. Beberapa parameter lingkungan yang perlu diperhatikan untuk pertumbuhan cacing tanah agar sesuai dengan habitat aslinya yaitu :

a. Kelembaban (RH)

Cacing tanah membutuhkan kelembaban lingkungan yang biasanya disebut RH (relative humudity), baik kelembaban media tempat tumbuh maupun kelembaban udara. Kelembaban media tumbuh yang optimum bagi pertumbuhan cacing adalah 42-60 %. Kelembaban udara yang optimum bagi pertumbuhan cacing tanah yaitu sekitar 65 %. Kelembaban media yang terlalu tinggi menyebabkan cacing berwarna pucat, bahkan mati. Sebaliknya jika terlalu kering cacing akan masuk ke dalam media yang masih basah. Bila media sudah terlalu kering cacing tanah akan pergi dari media mencari tempat yang lebih basah.

b. Suhu

Walaupun cacing tanah hidup di dalam media, suhu udara di luar secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi media tumbuh dan cacing tanah yang berada di dalamnya. Suhu


(35)

udara yang optimum bagi pertumbuhan cacing tanah adalah 15-25oC. Apabila suhu udara berada di luar ambang tersebut pertumbuhan cacing akan terganggu. Suhu udara yang terlalu panas menyebabkan kelembaban udara akan rendah, sehingga kelembaban media tumbuh cacing cepat kering. Maka tidak heran pada saat musim kemarau yang panas, frekuensi penyiraman media lebih sering dilakukan.

c. Tingkat keasaman media

Parameter lain yang biasa dipakai untuk menetukan keadaan lingkungan tempat tumbuh, yaitu derajat keasaman. Seperti tanah untuk tempat tumbuh tanaman, air untuk tumbuh ikan, media tumbuh cacing tanah juga memerlukan derajat keasaman yang optimum. Derajat/tingkat keasaman media ditentukan dengan nilai pH. Cara mengetahui pH media yaitu menggunakan pH meter atau alat lain yang bisa digunakan untuk mengukur pH, misalnya kertas lakmus. Media tumbuh cacing dikatakan asam bila nilai pH <7 dan basa jika pH >7. Sedangkan pH : 7 dikatakan netral. Derajat keasaman/pH media tumbuh cacing yang optimum adalah 6-7,2.

d. Ketersedian bahan organik

Cacing tanah membutuhkan bahan organik sebagai makanan atau sumber nutrisi. Ketersediaan bahan organik sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing


(36)

tanah. Bahan organik yang mengandung karbohidrat, protein, mineral dan vitamin dibutuhkan oleh cacing tanah untuk mendukung pertumbuhan (Saptono, 2011: 49-52)

8. Media Pemeliharaan

Media hidup atau media pemeliharaan yang juga sekaligus sarang cacing tanah sebenarnya adalah sekumpulan bahan-bahan organik yang sudah terfermentasi sempurna sehingga bisa memberikan tempat bagi cacing tanah untuk hidup dan bereproduksi secara optimal. Media hidup tersebut nantinya sekaligus menjadi sumber makanan bagi cacing tanah yang dibudidayakan.

a. Jenis bahan organik untuk dijadikan media pemeliharaan

Bahan organik yang bisa digunakan untuk dijadikan media hidup atau media pemeliharaan antara lain adalah kotoran hewan ternak (ayam, kelinci, kambing, dll), ampas tahu, ampas singkong, ampas sagu, kompos, jerami padi, sekam padi, kulit pisang, bubur kertas, bubur kayu, enceng gondok, rumput, serbuk gergaji, rumen (kotoran yang masih berada di perut hewan ternak ruminansia seperti sapi ketika dipotong), dan sebagainya.

b. Syarat media pemeliharaan

Untuk mengoptimalkan produktifitas cacing tanah yang dibudidayakan, maka media pemeliharaan untuk cacing tanah tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai atau kurang lebih sama dengan habitat maupun lingkungan tempat tumbuhnya


(37)

di alam bebas. Untuk mendukung hal tersebut, media pemeliharaan setidaknya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1) Media pemeliharaan harus menggunakan bahan organik berserat yang sudah terfermentasi sempurna atau telah mengalami proses pelapukan minimal 60%, serta tidak mengeluarkan gas yang merupakan hasil dari proses pembusukan yang jelas tidak disukai cacing tanah. Waktu yang dibutuhkan untuk proses fermentasi memang bervariasi bergantung pada jenis bahannya, biasanya antara 7-35 hari. 2) Kaya bahan organik dan unsur hara

Media hidup cacing tanah harus kaya bahan-bahan organik dan unsur hara lantaran bahan organik tersebutlah yang menjadi makanan pokok dari cacing tanah.

3) Gembur, lunak, tidak panas, dan tidak mudah menjadi padat Cacing tanah sangat membutuhkan media hidup sekaligus makanan yang lunak, gembur, dan tidak panas supaya lebih mudah dicerna atau terurai oleh alat cerna di tubuhnya. Media hidup yang gembur juga bisa menjaga porositas sarang, menjaga ketersediaan oksigen, dan menjaga sirkulasi udara di dalamnya.


(38)

4) Mempunyai daya serap air yang tinggi

Media hidup yang digunakan sebaik mungkin mempunyai daya serap yang tinggi terhadap air sehingga tidak mudah menjadi kering dan juga kehilangan tingkat kelembaban. 5) Steril dari zat-zat yang mengganggu pencernaan cacing tanah

Media pemeliharaan harus bebas atau steril dari zat atau bahan-bahan yang bisa mengganggu pencernaan cacing tanah. Antara lain adalah sabun dan bahan kimia.

6) Media harus mudah terdekomposisi atau terurai oleh cacing tanah.

7) Media tersebut harus mampu menahan kestabilan kelembaban c. Penebaran bibit

Setelah media pemeliharaan dianggap sudah layak untuk dipergunakan, maka bibit cacing tanah sudah bisa segera ditebarkan. Langkah-langkah penebaran bibit cacing tanah adalah sebagai berikut.

1) Bibit cacing tanah yang telah dipersiapkan ditebarkan sedikit demi sedikit ke atas permukaan wadah pemeliharaan secara merata.

2) Amati dengan seksama apakah bibit yang ditebarkan tersebut mau masuk ke dalam media pemeliharaan ataukah hanya berkeliaran di bagian permukaan saja.


(39)

d. Perawatan

Dimaksud dengan perawatan di sini adalah perawatan media. Perawatan media bertujuan agar kondisi media selalu sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah. Kegiatan perawatan media ini meliputi pengadukan, penyiraman, pengukuran suhu dan pH serta penggantian media.

9. Pemberian Pakan

Cacing pada dasarnya adalah hewan pengurai. Di dalam perut cacing terdapat zat pengurai bahan organik sehingga pakan yang diberikan pada cacing mudah dicerna. Cacing sangat mudah ditemukan pada tanah lembab atau tumpukan kotoran hewan karena cacing akan memakan kotoran hewan atau bahan-bahan organik yang terdapat dalam tanah.

Sebuah bahan organik tentu bisa menjadi pakan bergizi bagi cacing. Pemberian makan pada cacing cukup dilakukan satu kali dalam satu hari. Biasanya diberikan pada sore hari. Perbandingan pakan yang diberikan adalah untuk 1 kg bibit cacing diberikan pakan sekitar 1 kg, dengan perbandingan 1 : 1.

Pemberian pakan merupakan perhatian utama yang harus diutamakan. Pemberian pakan pada cacing tidak berlebih dan tidak boleh kurang. Karena kalau pemberian pakan secara berlebihan akan berakibat pada pembusukan. Media juga menjadi lebih basah. Jika media terlalu


(40)

Kondisi sisa pakan yang berlebih dan tidak dimakan akan memicu timbulnya bakteri pengurai nitrogen (anaerobic microbia), hal ini berakibat terjadinya fermentasi pada media tumbuh cacing karena sisa pakan yang tidak termakan. Bau busuk yang muncul karena sisa pakan adalah ammonia yang dikeluarkan hasil penguraian nitrit. Bau ini akan memanggil lalat, padahal lalat merupakan hama yang harus dihindari oleh peternak cacing (Saptono, 2011: 77-78)

10. Pengendalian Hama

Hama yang sering ditemukan menyerang cacing tanah terdiri atas hama pemangsa dan pesaing dalam konsumsi pakan. Hama-hama pemangsa cacing tanah yang juga sering menyerbu medium atau kandang pemeliharaan cacing tanah adalah sebagai berikut.

a. Tikus (Rattus rattus sp.)

Tikus umumnya menyerang pada malam hari. Sasarannya adalah merusak medium (sarang) dan memangsa ccaing tanah. Pengendalian tikus dapat dilakukan dengan cara: memasang umpan beracun, menutup lubang-lubang yang menuju ke kandang cacing, menjaga kebersihan lingkungan kandang, dan gerakan gropyokan serta menutup kandang dengan ram kawat.

b. Kaki seribu (Chilopoda)

Kaki seribu merupakan pemakan hewan kecil, termasuk cacing tanah. Mangsanya dilumpuhkan dulu dengan racun yang dikeluarkan kaki racunnya sebelum disantap. Pengendalian kaki seribu dilakukan


(41)

dengan cara membersihkan dan mengambil binatang tersebut dari bahan-bahan medium (sarang) cacing tanah.

c. Orong-orong (Gryllotalpa africana)

Hama ini biasanya merusak atau membuat lubang-lubang pada medium cacing tanah, tetapi kadang-kadang memangsa cacing tanah. Pengendalian orong-orong dilakukan dengan cara menangkap dan membunuhnya.

d. Hama-hama lainnya

Hama-hama lain yang sering menyerang cacing tanah adalah katak darat, kelabang, kecoa, semut, itik, ayam, burung, ular, dan kadal. Cara terbaik dan tepat untuk mengendalikan hama-hama tersebut adalah dengan membuat kondisi lingkungan pemeliharaannya yang rapi dan melakukan kontrol secara kontinu agar unit perkandangan tidak menjadi sarang hama.

Cacing tanah jarang terserang oleh penyakit, bahkan tidak pernah terserang oleh organisme penyakit. Meskipun demikian, kekurangan pakan dan kekeringan dapat menyebabkan cacing tanah mengalami kematian. Untuk mengantisipasi kekurangan pakan dan kekeringan, maka kita dapat memberi pakan yang cukup dan menjaga kondisi medium tetap lembab (Rukmana, 1999: 54-55)

11. Pemanenan

Panen cacing tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang paling sederhana yaitu dengan membuat media menjadi


(42)

bedeng-bedeng. Diantara bedeng tersebut diberi pakan, sedangkan bedengan media tidak diberi pakan. Dalam waktu tiga hari cacing sudah berkumpul di antara bedengan karena terkumpul di tempat yang ada pakan. Saat cacing tanah sudah berkumpul diangkat dan dipilah dari media.

Cara panen yang kedua yaitu dengan membalik media tempat cacing tanah bersarang. Pada bagian media di sebelah bawah adalah tempat cacing tanah berkumpul. Apabila media tempat sarang dibalik, maka cacing lebih mudah dipilahkan dari medianya.

Panen bisa juga dilakukan dengan bantuan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau lampu bolam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya. Apabila terdapat cahaya terang cacing tanah akan berkumpul di bagian atas media. Namun kegiatan ini dilakukan pada malam hari. Sinar lampu akan lebih terlihat karena tidak ada sinar matahari (Saptono, 2011: 57)

12. Kandungan dan Manfaat Cacing Tanah

Cacing tanah sangat potensial untuk dikembangkan. Ini disebabkan kandungan gizinya cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya yang mencapai 64-76%. Kandungan protein cacing tanah ini ternyata lebih tinggi dari sumber protein lainnya. Itulah sebabnya cacing tanah sangat potensial dijadikan bahan pakan ternak, terutama unggas.

Selain protein, kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam tubuh cacing tanah antara lain lemak 7-10%, kalsium 0,55%, fosfor 1%, dan


(43)

serat kasar 1,08%. Selain itu, cacing tanah mengandung auxin yang merupakan zat perangsang tumbuh untuk tanaman.

Protein yang sangat tinggi pada tubuh cacing tanah terdiri dari setidaknya sembilan macam asam amino esensial dan empat macam asam amino non-esensial. Asam amino esensial antara lain arginin, histidin, leusin, isoleusin, valin, metionin, fenilalanin, lisin, dan treonin. Sementara asam amino non-esensial ialah sistin, glisin, serin, dan tirosin. Ke-13 asam amino ini sangat dibutuhkan unggas dalam perkembangannya.

Banyaknya asam amino yang terkandung dalam tubuh cacing tanah dapat memberikan indikasi bahwa tubuhnya pun mengandung berbagai jenis enzim yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. dari berbagai penelitian diperoleh cacing tanah mengandung enzim lumbrokinase, peroksidase, katalase, dan selulosa. Enzim-enzim ini sangat berkhasiat untuk pengobatan. Selain itu, cacing tanah pun mengandung asam arhidonat yang dikenal dapat menurunkan panas tubuh yang disebabkan infeksi.

Menurut Simanjuntak dan Waluyo (1982), berbagai penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah mempunyai manfaat yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak, bahkan di beberapa negara telah dijadikan makanan manusia.

Dalam dunia pengobatan tradisional, cacing tanah telah digunakan sebagai bahan ramuan obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit.


(44)

Bahkan di negara-negara maju juga digunakan industri kosmetik dan minyak cacing hasil ekstraksi dapat digunakan sebagai pelembab kulit.

Menurut Palungkun dan Budiarti (1990) dalam Haryono (2003: 69), tepung cacing tanah mempunyai kandungan protein cukup tinggi (64-76%) lebih tinggi dari protein pada daging dan tepung ikan, selain itu cacing mengandung asam amino paling lengkap, lemaknya rendah, mudah dicerna dan tidak mengandung racun.

Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa cacing tanah merupakan makrofauna tanah yang berperan penting sebagai penyelaras dan keberlangsungan ekosistem yang sehat, baik bagi biota tanah lainnya maupun bagi hewan dan manusia. Aristoteles mengemukakan pentingnya cacing tanah dalam mereklamasi tanah dan menyebutnya sebagai “usus

bumi” (intesfines of the earth). Demikian pula Charles Darwin (1881) yang telah meneliti peran cacing tanah selama 40 tahun dalam: (1) menghancurkan bahan-bahan dari sisa tetanaman dan binatang mati yang terdapat di dalam tanah maupun serasah hutan, dan (2) mempertahankan struktur, aerasi, dan kesuburan tanah, yang dituliskannya dalam buku

The Formation of Vegetable Mould throught the Action Worms”.

Peneliti yang selaras dengan Darwin ini antara lain Hensen (1877), Muller (1887), dan Urguhart (1887) yang berkeyakinan bahwa cacing tanah merupakan bagian penting dalam proses pembentukan tanah (soil formation), bahkan dalam beberapa kasus perannya esensial dalam menentukan status kesuburan tanah.


(45)

Secara umum peran cacing tanah telah terbukti baik sebagai bioamelioran (jasad hayati penyubur dan penyehat) tanah terutama melalui kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti ketersediaan hara, dekomposisi bahan organik, pelapukan mineral, struktur, aerasi, formasi agregat drainase, dan lain-lain sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanah (Kemas, 2010: 119-120)

B. Media Pemeliharaan

1. Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa

Kelapa termasuk golongan kayu keras, yang secara kimiawi memiliki komposisi kimia hampir serupa dengan kayu yaitu tersusun atas lignin, selulosa dan hemiselulosa. Dengan komposisi yang berbeda-beda, selulosa 33,61%, hemiselulosa 19,27% dan lignin 36,51% (Tirono dan Ali, 2011) dalam Usman (2011: 5). Pada ketinggian 7 m hingga 15 m dalam batang, kandungan selulosa lebih tinggi dibandingkan bagian pangkal dan ujung, serta pada 2/3 bagian ke dalam juga mengandung selulosa yang lebih tinggi dari bagian tepi. Hal ini disebabkan batang kelapa bagian pangkal dan tepi telah mengalami proses lignifikasi sehingga tidak seluruh selulosa dapat terisolasi. Menurut Suhardiman (1994), klasifikasi kelapa dalah sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Palmales


(46)

Familia : Palmae Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera,L.

Kelapa adalah salah satu jenis tanaman yang termasuk ke dalam suku pinang-pinangan (Arecaceae). Semua bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan, mulai dari bunga, batang, pelepah, daun, buah, bahkan akarnya pun dapat dimanfaatkan (Mahmud dan Ferry, 2005: 5).

Serbuk kayu gergaji adalah serbuk kayu yang diperoleh dari limbah

ataupun sisa yang terbuang dari jenis kayu dan dapat diperoleh di tempat

pengolahan kayu ataupun industri kayu. Serbuk ini biasanya terbuang

percuma dan dibakar begitu saja sehingga dapat menimbulkan pencemaran

lingkungan. Padahal serbuk kayu gergaji ini merupakan biomassa yang

belum termanfaatkan secara optimal dan memiliki nilai kalor yang tinggi.

Serbuk gergaji sangat baik untuk pembuatan media cacing namun

harus dihindari kayu yang mengandung minyak seperti kayu manis, kayu

pinus, kayu suren, atau kayu jeruk karena kayu yang mengandung minyak

tidak disukai cacing bahkan bisa menyebabkan kematian (Rukmana, 1999:

66)

Menurut Sugiantoro (2012: 59) serbuk gergaji kayu bisa digunakan sebagai media hidup cacing tanah setelah difermentasikan minimal 5-7 hari atau telah mengalami pelapukan minimal 60% sehingga tidak mengeluarkan gas yang merupakan hasil dari proses pembusukan.


(47)

Dalam penelitian ini serbuk gergaji kayu yang digunakan adalah serbuk gergaji batang pohon kelapa yang diperoleh dari proses pemotongan batang kelapa.

Secara fisis batang kelapa memiliki kerapatan yang sangat beragam baik dari pangkal ke ujung maupun dari tepi ke dalam. Pada bagian pangkal dan tepi memiliki kerapatan yang tinggi dan didominasi oleh ikatan pembuluh dewasa sedangkan bagian tengah dan ujung lebih banyak mengandung jaringan dasar berupa parenkim serta ikatan pembuluh muda dengan kerapatan yang lebih rendah. Kerapatan yang beragam dalam satu pohon kemungkinan diikuti oleh variasi kandungan kimia. Berikut ini adalah komponen kimia batang kelapa:

Tabel 1. Komponen Kimia yang Terdapat dalam Batang Kelapa No. Komponen Kimia Komposisi (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Silika Lignin Hemiselulosa Pentosan Pati pH 0,07 25,1 66,7 22,9 4,3-4,6 (>6 bulan)

6,2

Sumber : Departement of Employment, Economic Development and Innovation (DEEDI) dalam Usman (2011)

Holoselulosa batang kelapa sebesar 66.7% dan lebih tinggi dari bagian lain seperti kulit, serabut dan pelepah daun. Kisaran kandungan selulosa pada batang kelapa adalah 28.10 - 36.55% dan nilai rataannya sebesar 31.95%. Pada ketinggian 7 m hingga 15 m dalam batang, kandungan selulosa lebih tinggi dibandingkan bagian pangkal dan ujung, serta pada 2/3 bagian ke dalam juga mengandung selulosa yang lebih


(48)

tinggi dari bagian tepi. Hal ini disebabkan batang kelapa bagian pangkal dan tepi telah mengalami proses lignifikasi sehingga tidak seluruh selulosa dapat terisolasi.

2. Rumput Manila

Menurut Rismunandar (1986) dalam Nurisyah (1994: 17), rumput manila (Zoysia matrella) merupakan salah satu jenis rumput yang banyak digunakan dalam taman. Rumput ini berpenampilan lembut dan tumbuh dengan rata, padat, dan kuat. Kelebihan lain yang dipunyai jenis rumput ini adalah toleran terhadap kekeringan, serta suhu, dan kadar garam yang relatif tinggi (Beard, 1973; Turgeon, 1980)

Menurut Beard (1973) dalam Yusuf (2014: 3), rumput Zoysia matrella merupakan rumput yang banyak terdapat di Indonesia yang dirancang untuk lapangan sepak bola. Rumput Zoysia matrella

mempunyai pertumbuhan optimum pada suhu 25oC-35oC dan beradaptasi di daerah tropis dan subtropis. Berikut ini adalah kandungan nutrisi pada rumput manila (Zoysia matrella) yang dikemukakan oleh Garsetiasih (2005: 37)

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Rumput manila (Zoysia matrella) Jenis nutrisi Komposisi (%) Kadar air

Protein Serat kasar Lemak

Bahan ekstrak tanpa nitrogen Fosfor

64,20 14,38 32,11 0,40 34,48

0,61


(49)

C. Pakan Cacing Tanah

Menurut Palungkun (2010), cacing tanah membutuhkan pakan untuk pertumbuhan maupun reproduksi. Pemilihan pakan yang baik akan meningkatkan hasil produksi cacing tanah. Pakan organik yang diberikan bisa berupa kotoran hewan ternak, limbah ampas tahu, serbuk gergaji yang telah direndam air untuk menghilangkan getah dan bau, ampas aren, dan sebagainya.

Cacing tanah tidak memiliki gigi, agar makanan mudah dicerna oleh cacing tanah pakan yang diberikan harus mengandung kadar air yang tinggi, atau dibuat basah dengan dijadikan dalam bentuk bubur halus. Sebelum diberikan, campuran bahan organik tersebut harus dipotong kecil-kecil, dilumatkan, agar halus merata sehingga mudah dicerna. Pakan organik tersebut diberikan dengan cara ditaruh pada permukaan media, kemudian diaduk secara merata sambil sedikit ditekan tekan kearah dalam agar sedikit bisa masuk ke bagian media yang lebih dalam. Setelah pemberian pakan, media pemeliharaan ditutup dengan lembaran plastik, karung, atau bahan lain yang tidak tembus cahaya. Dalam tempo 24 jam cacing tanah harus mendapatkan pakan dengan porsi sebanyak berat total cacing tanah yang ditebarkan ke dalam media agar cacing tanah selalu bisa mendapatkan pasokan makanan yangsegar setiap saat. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi atau siang hari dan sore menjelang malam agar cacing tanah benar-benar mendapatkan pasokan pakan yang segar. Aktifitas cacing tanah banyak dilakukan pada malam hari dan pada keadaan gelap,


(50)

maka porsi pakan untuk sore atau malam hari harus lebih banyak dibandingkan porsi pakan pada pagi atau siang hari. Pada pemberian pakan dalam wadah pemeliharaan apabila masih terdapat pemberian pakan sebelumnya atau pakan pemberian sebelumnya tersebut belum habis tercerna oleh cacing tanah, maka pemberian pakan yang baru harus dikurangi sehingga volume media pemeliharaan tetap sama menyesuaikan wadahnya (Sugiantoro, 2012: 87-88).

Menurut Haryono (2003: 67), pabrik tahu menghasilkan bahan sisa biasa dikenal dengan nama ampas tahu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan cacing tanah, karena mempunyai kualitas yang tinggi dengan kandungan protein sebesar 30,3% (hasil uji lab.Balitnak, 1999). Selain itu keuntungan dari ampas tahu yang bentuknya lumat/lembek dan sudah setengah masak sehingga mudah dicerna. Berikut ini merupakan kandungan nutrisi yang terdapat pada ampas tahu yang dikemukakan oleh Sutardi (1997) dalam Haryono (2003: 69)

Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ampas Tahu

Komposisi Nutrisi Kadar (%) Bahan kering

Protein Serat kasar Lemak Abu Beta-N

14,6 30,2 22,2 9,9 5,2 32,5


(51)

D. Kerangka Pikir

Cacing tanah jenis Lumbricus rubellus banyak terdapat di Indonesia

Pengembangbiakan cacing Lumbricus rubellus

Kandungan : - protein 14,38% - serat kasar 32,11% - lemak 0,4% - fosfor 0,61% - kadar air 64,20% Kandungan :

- lignin 29,4% - selulosa 26,6% - hemiselulosa 27,7% - kadar air 8,0%

Pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus

Pemanfaatan limbah sebagai media pemeliharaan

Serbuk gergaji batang pohon kelapa


(52)

E. Hipotesis

1. Media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) memberi pengaruh meningkatkan pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus .

2. Media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) memberi pengaruh meningkatkan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Rancangan yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat dua kelompok dalam penelitian ini yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan, peneliti memasukkan 35 gram cacing Lumbricus rubellus pada masing-masing perlakuan berupa kombinasi serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila sebagai berikut :

a. 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa (kontrol) b. 100% rumput manila

c. 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 75% rumput manila d. 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 50% rumput manila e. 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 25% rumput manila

Pada setiap perlakuan terdapat lima pengulangan. Untuk kelompok kontrol, cacing Lumbricus rubellus juga dimasukkan sebanyak 35 gram pada masing-masing bak perlakuan.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah cacing Lumbricus rubellus yang telah berklitelum.


(54)

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah cacing Lumbricus rubellus yang telah berklitelum yang diambil secara random dengan biomassa 35 gram pada masing-masing bak perlakuan dengan lima macam perlakuan dan dilakukan lima pengulangan pada tiap perlakuan.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus sampai 30 September 2016 di Unit Pengelolaan Hewan dan Kebun Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

D. Objek Penelitian

Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah cacing Lumbricus rubellus dengan media tumbuh serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variasi dosis media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila, yaitu:

a. 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa b. 100% rumput manila

c. 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 75% rumput manila d. 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 50% rumput manila e. 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 25% rumput manila


(55)

2. Variabel tergayut

a. Pertambahan biomassa cacing (gr) b. Jumlah kokon (butir)

c. Berat kokon (mg) d. Ukuran kokon (mm)

F. Alat dan Bahan

1. Bak plastik media berukuran 35 x 30 x 10 cm sebanyak 25 buah 2. Rak penyimpanan

3. Thermometer 4. pH meter 5. Soil tester

6. Neraca ohaus 7. Timbangan analitik

8. Jangka sorong Veiner Caliper ketelitian 0,05 mm 9. Petridish

10. Karung goni 11. Hand sprayer

12. Sarung tangan lateks 13. Alat dokumentasi

14. Cacing Lumbricus rubellus

15. Serbuk gergaji batang pohon kelapa 16. Rumput manila


(56)

18. Air

G. Prosedur Penelitian

1. Persiapan dan Pembuatan Media

a. Menyiapkan serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila. b. Menempatkan serbuk gergaji batang pohon kelapa di atas alas

karung yang telah disusun dengan meletakkan batu bata pada setiap sisi samping karung agar serbuk gergaji batang pohon kelapa tidak menyebar. Serbuk gergaji batang pohon kelapa yang telah dikumpulkan disemprot dengan air dan dibolak-balikkan agar merata kemudian ditutup dengan karung. Penyemprotan dan pengadukan ini dilakukan secara berkala dalam kurun waktu satu bulan.

c. Pada media rumput manila, caranya adalah dengan memasukkan rumput manila ke dalam trash bag selama satu bulan.

2. Persiapan Bak Media dan Rak Penyimpanan

a. Mempersiapkan rak penyimpanan yang terbuat dari besi untuk menempatkan bak-bak berisi media. Pada setiap kaki rak diberi wadah plastik kecil berisi air agar tidak ada semut atau serangga lain yang naik ke rak serta bak media.

b. Mempersiapkan bak plastik berukuran 35 x 30 x 10 cm sebanyak 25 buah.


(57)

3. Pemilihan Cacing

a. Membeli cacing Lumbricus rubellus pada peternak cacing di Ngijon, Godean, Sleman, Yogyakarta.

b. Memilih cacing Lumbricus rubellus yang telah memiliki klitelum, masing-masing seberat 35 gram untuk tiap bak pemeliharaan.

4. Perlakuan Cacing

a. Memasukkan media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila ke dalam bak plastik yang telah disediakan sesuai dengan kombinasi dosis masing-masing.

b. Menanam cacing Lumbricus rubellus pada media dengan cara meletakkannya di atas permukaan media hingga cacing Lumbricus rubellus masuk dengan sendirinya ke dalam media. Terdapat 35 gram cacing Lumbricus rubellus dalam setiap bak media.

c. Menutup bak media berisi cacing Lumbricus rubellus dengan karung goni yang telah dipotong-potong sesuai dengan ukuran bak media. d. Pemberian pakan berupa ampas tahu dilakukan setiap hari dengan

cara menebarkan ampas tahu di atas permukaan media. Ampas tahu diberikan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak untuk menghindari terjadinya pembusukan namun tetap dalam jangka waktu yang rutin yaitu pada sore hari.

5. Pengamatan

Mengukur suhu media, pH media, kelembaban media setiap 2 hari sekali selama 2 bulan penelitian yang dilakukan pada setiap pukul 11.00 WIB.


(58)

H. Teknik Pengambilan Data

Penelitian ini diakhiri pada tanggal 30 September 2016 dengan mengambil data sebagai berikut:

1. Data pertumbuhan cacing Lumbricus rubellus berupa biomassa cacing yang dilakukan dengan menimbang cacing menggunakan neraca ohaus. 2. Data produksi kokon berupa jumlah kokon, berat kokon, dan ukuran

kokon. Penghitungan jumlah kokon dilakukan dengan cara memilah dan mengambil satu persatu kokon pada saat pembongkaran media (teknik

hand-sorting) kemudian dikumpulkan dan dihitung. Untuk data berat kokon diperoleh dengan cara menimbang kokon yang didapatkan pada proses pembongkaran media menggunakan timbangan analitik, sedangkan untuk ukuran kokon terlebih dahulu diukur dengan menggunakan jangka sorong satu persatu, dengan ilustrasi pengukuran kokon sebagai berikut:

Gambar 6. Pengukuran Panjang dan Lebar Kokon Cacing Lumbricus rubellus dengan Jangka Sorong

Setelah diukur dengan jangka sorong, kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:


(59)

3. Data C/N rasio yang digunakan untuk mengetahui kualitas kascing yang dihasikan setelah pemeliharaan cacing Lumbricus rubellus selama dua bulan penelitian. Data C/N rasio diperoleh dengan cara melakukan tes kandungan pada sampel media berdasar masing-masing dosisnya. Data ini Pengecekan kandungan media ini dilakukan pada awal dan akhir penggunaan media untuk mengetahui pengaruh setelah media dgunakan sebagai tempat hidup cacing tanah Lumbricus rubellus. Tes kandungan media dilakukan di Departemen Tanah Fakultas Pertanian UGM dan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Yogyakarta .

I. Teknik Analisis Data

Analisis data terhadap biomassa cacing, berat kokon, dan ukuran kokon dianalisis dengan menggunakan One Way Anova kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada hasil yang berbeda nyata. Untuk jumlah kokon dianalisis dengan menggunakan Kruskal-wallis.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan Cacing Lumbricus rubellus

Data pertumbuhan berupa pertambahan biomassa cacing Lumbricus rubellus. Pertambahan biomassa cacing diperoleh dari selisih biomassa akhir dengan biomassa awal.

Gambar 7. Histogram Rata-Rata Pertambahan Biomassa Cacing

Lumbricus rubellus (gram) pada Panen Pertama dan Panen Kedua

Histogram di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan biomassa cacing tertinggi terdapat pada media A (media 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa) yaitu 34,56 gram pada panen pertama. Sedangkan rata-rata biomassa cacing terendah terdapat pada media B (media 100% rumput manila) yaitu 3,18 gram pada panen kedua.

34.56

4.28

20.04

32.56 33.4

13.14

3.18

15.12

13.44 13.86

0 5 10 15 20 25 30 35 40 A(100% kelapa) B (100% rumput) C (25% kelapa + 75% rumput) D(50% kelapa + 50

% rumput) E(75% kelapa + 25

% rumput) B io m assa c ac in g (gr am ) Media Panen 1 Panen 2


(61)

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa serbuk gergaji batang pohon kelapa 100% merupakan media yang baik untuk dijadikan media pemeliharaan cacing tanah. Sugiantoro (2012:56) menyebutkan bahwa media hidup atau media pemeliharaan yang juga sekaligus sarang cacing tanah sebenarnya adalah sekumpulan bahan-bahan organik yang sudah terfermentasi sempurna sehingga bisa memberikan tempat bagi cacing tanah untuk bereproduksi secara optimal. Selain itu, sumber lain mengatakan bahwa cacing tanah membutuhkan bahan organik sebagai makanan atau sumber nutrisi. Ketersediaan bahan organik sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah. Bahan organik yang mengandung karbohidrat, protein, mineral dan vitamin dibutuhkan oleh cacing tanah untuk mendukung pertumbuhan (Saptono, 2011:52)

Berdasarkan sumber dari Department of Employment, Economic and Innovation (2004) dalam Usman (2011:5), komposisi kimia yang terdapat dalam batang kelapa yang merupakan bahan untuk media serbuk gergaji batang pohon kelapa yaitu silika 0,07%, lignin 25,1%, hemiselulosa 66,7%, pentosan 22,9%, dan pati 4,6%. Jika dilihat dari pertambahan biomassa cacing pada media A yang merupakan biomassa tertinggi maka dapat diketahui bahwa media ini mampu memenuhi kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan cacing Lumbricus rubellus.

Menurut Martin et al. (1981) dalam Permata (2006: 6), faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah adalah ketersediaan makanan, temperatur, kelembaban, derajat keasaman (pH),


(62)

aerasi, faktor cahaya, kepadatan populasi dan predator. Rata-rata biomassa cacing tanah terendah adalah pada media B (media 100% rumput manila). Hal ini disebabkan karena kelembaban dan aerasi yang buruk pada media ini. Kelembaban antara permukaan media dan bagian bawah tidak sama. Pada bagian permukaan media cenderung lebih cepat kering setelah dilakukan penyiraman dengan air, sedangkan bagian bawah sangat lembab. Hal ini menyebabkan tidak dapat dilakukannya penyiraman dengan jumlah air yang banyak dan akibatnya adalah bagian permukaan menjadi lebih kering. Berbeda dengan media rumput manila lain yang dikombinasikan dengan serbuk gergaji batang pohon kelapa yang tingkat kelembabannya tetap terjaga sebagai media hidup cacing tanah. Hal ini berarti bahwa serbuk gergaji batang pohon kelapa memiliki daya serap terhadap air lebih baik daripada rumput manila. Pada media rumput manila yang dikombinasikan dengan serbuk gergaji batang pohon kelapa teksturnya gembur sedangkan pada media rumput manila 100% ini teksturnya menggumpal.

Menurut Sugiantoro (2012: 62), cacing tanah sangat membutuhkan media hidup sekaligus makanan yang lunak, gembur, dan tidak panas supaya lebih mudah dicerna atau terurai oleh alat cerna di tubuhnya. Media hidup yang gembur juga bisa menjaga porositas sarang, menjaga ketersediaan oksigen, dan menjaga sirkulasi udara di dalamnya. Berdasar pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa media B yang terlalu padat dan menggumpal menyebabkan ketersediaan oksigen berkurang sehingga cacing tanah sulit bernafas dan kesulitan mencerna atau mengurai bahan organik sebagai


(63)

makanannya, hal ini terbukti dari rendahnya biomassa cacing tanah pada media B. Teori menyebutkan bahwa cacing tanah yang mengalami stress karena adanya tekanan dari lingkungan cenderung meningkatkan laju metabolisme dan diikuti dengan kebutuhan energi yang meningkat, sehingga berat badan turun (Campbell, 2000: 259)

Melalui data pertambahan biomassa cacing, didapatkan bahwa rata-rata biomassa cacing media A (media 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa), B (media 100% rumput manila), C (media 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 75% rumput), D (media 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 50% rumput) dan E (media 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 25% rumput) mengalami kenaikan biomassa cacing lebih besar pada saat panen pertama dibandingkan pada panen kedua.

Peningkatan rata-rata biomassa cacing ini dikarenakan ketersediaan nutrisi pada media yang mencukupi. Pada panen kedua rata-rata peningkatan biomassa cacing tanah mengalami penurunan dari panen pertama. Pada panen kedua rata-rata biomassa cacing mengalami penurunan diduga karena faktor ketersediaan nutrisi, faktor umur, dan kegiatan reproduksi. Pada bulan kedua, ketersediaan nutrisi pada media tidaklah sebanyak pada saat bulan pertama karena aktivitas makan oleh cacing tanah. Selain mendapat nutrisi dari media, cacing tanah juga mendapat nutrisi dari ampas tahu yang diberikan setiap hari. Menurut Barnes (1984) dalam Febrita (2015: 172-173), hewan-hewan memanfaatkan bahan organik sebagai sumber pakan untuk kelangsungan hidupnya. Pakan tersebut dapat berupa kulit kayu yang terkelupas, tinja,


(64)

bangkai hewan atau hasil tumbuhan yang tidak hidup seperti selulosa dan senyawa organik lain. Zat makanan yang dibutuhkan itu adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan juga air. Di samping bahan organik yang disediakan oleh media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila, menurut Sutardi (1997) dalam Haryono (2003: 69) ampas tahu mengandung protein 30,2%, serat kasar 22,2%, lemak 9,9% serta Beta-N 32,5% yang dapat mendukung pertumbuhan cacing Lumbricus rubellus.

Menurut Saptono (2011: 78), pemberian pakan merupakan perhatian utama yang harus diutamakan. Pemberian pakan pada cacing tidak berlebih dan tidak boleh kurang. Karena kalau pemberian pakan secara berlebihan akan berakibat pada pembusukan. Media juga menjadi lebih basah. Jika media terlalu basah akhirnya media tidak beroksigen. Pada penelitian ini pemberian makan dengan ampas tahu juga tidak dilakukan dalam jumlah yang terlalu banyak untuk mencegah terjadinya pembusukan. Menurut Sugiantoro (2012: 18), seekor cacing tanah dapat menghabiskan pakan berupa bahan-bahan organik antara satu sampai dua kali lipat berat tubuhnya dalam tempo 24 jam. Berdasar teori tersebut selain dikarenakan kandungan nutrisi dari serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila yang semakin berkurang, diduga pemberian pakan ampas tahu yang tidak terlalu banyak menyebabkan semakin turunnya rata-rata biomassa cacing tanah pada panen kedua. Semakin besar biomassa cacing tanah maka kebutuhan akan nutrisi juga semakin besar, sedangkan pemberian makan pada saat bulan pertama dan bulan kedua dilakukan dengan porsi yang sama. Selain itu, cacing tanah


(65)

yang hidup pada media juga melakukan proses reproduksi yang menyebabkan bertambahnya individu pada media pemeliharaan. Bertambahnya individu baru berarti bertambah pula kepadatan media dan semakin besar persaingan untuk mendapatkan pakan bagi setiap individu cacing tanah. Hal ini menyebabkan peningkatan biomassa cacing tanah pada panen kedua mengalami penurunan.

Sesuai dengan pernyataan Gaddie dan Douglass (1977) yang mengemukakan bahwa setelah cacing dewasa, meskipun terjadi pertumbuhan maka pertumbuhannya berlangsung lambat. Faktor lain yang mempengaruhi penurunan biomassa cacing adalah kegiatan reproduksi, karena untuk bereproduksi dibutuhkan energi yang berasal dari aktivitas metabolisme cacing tanah.

Untuk mengetahui pengaruh media perlakuan terhadap biomassa cacing dilakukan dengan analisis ragam (one way anova).

Tabel 4. Uji Anova Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa Cacing

Lumbricus rubellus

Jumlah

Kuadrat Df

Kuadrat

Rata-rata F Sig. Antar Kelompok 5833,360 4 1458,340 258,571 0,000 Dalam Kelompok 112,800 20 5,640

Jumlah 594,160 24

Tabel di atas menunjukkan hasil uji Anova pengaruh variasi media terhadap pertambahan biomassa cacing Lumbricus rubellus dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi yang diperoleh ini lebih kecil


(66)

dari 0,01 yang berarti bahwa variasi media memberikan pengaruh yang nyata pada biomassa cacing Lumbricus rubellus. Biomassa cacing pada setiap perlakuan media berbeda nyata sehingga dilakukan uji lanjut DMRT dengan taraf 5% dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 5. Uji Lanjut Duncan (DMRT) dengan taraf 5% pada Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa Cacing Lumbricus rubellus

Media N

Nilai alfa = 0.05

1 2 3

B 5 7,4000

C 5 34,6000

D 5 45,6000

E 5 47,0000

A 5 47,6000

Sig. 1,000 1,000 0,222

Hasil uji DMRT tersebut menunjukkan bahwa rata-rata biomassa cacing pada media B berbeda nyata dengan biomassa cacing pada media A, C, D, dan E. Rata-rata biomassa cacing C berbeda nyata dengan biomassa cacing A, B, D, dan E. Rata-rata biomassa cacing D juga berbeda nyata dengan biomassa cacing pada media B dan C namun tidak berbeda nyata dengan biomassa cacing pada media A dan E. Pengaruh media yang terbaik terhadap biomassa cacing terdapat pada perlakuan media A (media 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa).


(67)

B. Pengaruh Media terhadap Produksi Kokon Cacing Lumbricus rubellus

Produksi kokon cacing Lumbricus rubellus diketahui melalui data jumlah kokon, berat kokon, dan ukuran kokon.

Rata-rata jumlah kokon pada masing-masing media dapat dilihat pada histogram berikut:

Gambar 8. Histogram Rata-Rata Jumlah Kokon Cacing Lumbricus rubellus

(butir) pada Panen Pertama dan Panen Kedua

Histogram di atas menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kokon tertinggi terdapat pada media D (media 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 50% rumput manila) yaitu 103,8 butir pada panen kedua. Sedangkan rata-rata jumlah kokon terendah terdapat pada media B (media 100% rumput manila) yaitu 2,2 butir pada panen pertama.

Data produksi kokon berupa rata-rata jumlah kokon cacing Lumbricus rubellus menunjukkan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila dengan perbandingan dosis 50% : 50% menghasilkan jumlah kokon terbanyak dibandingkan media serbuk gergaji

41.4

2.2

44.6 53.8 48.6 59.2 3.4 71.4 103.8 73.2 0 20 40 60 80 100 120 A(100% kelapa) B(100% rumput) C(25% kelapa + 75% rumput) D(50% kelapa + 50 % rumput) E(75% kelapa + 25 % rumput) Ju m lah k o ko n (b u tir ) Media Panen 1 Panen 2


(1)

Nurisyah, Siti., Mattjik, Nurhajati Ansori., Wulansari, Wiati. 1994. Pengaruh Pengaturan Populasi dan Ukuran Lempengan Rumput Manila (Zoysia matrella (L.) Merr) Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jurnal IPB. Volume 22 (2). Hlm. 16-23.

Palungkun, R. 2010. Usaha Ternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta: Penebar Swadaya.

Permata, Dian. 2006. Reproduksi Cacing Tanah (Eisenia foetida) dengan Memanfaatkan Daun dan Pelepah Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) pada Media Kotoran Sapi Perah. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Rukmana, Rahmat. 1999. Budi Daya Cacing Tanah. Yogyakarta: Kanisius.

S, Wibowo. 2015. Hubungan Ccaing Tanah dengan Kondisi Fisik, Kimia, dan Mikrobiologis Tanah Masam Ultisol di Daerah Lampung Utara. Jurnal AGRI PEAT. Volume 16 (1). Hlm 45-55.

Simanjuntak, A.K., dan Waluyo, Djoko. 1982. Cacing Tanah Budidaya dan Pemanfaatannya. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sugiantoro, Ahmad. 2012. Harta Karun dari Cacing Tanah. Yogyakarta: DAFA Publishing.

Suhardiman, P. 1994. Bertanam Kelapa Hibrida. Jakarta: Penebar Swadaya. Susetyarini, Eko. 2007. Jumlah dan Berat Cocoon Cacing Tanah (Lumbricus

rubellus) yang Diberi Pmsg, Pakan Tambahan berupa Kotoran Domba dan Kotoran Sapi. Jurnal Protein. Volume 14 (1). Hlm. 9.

Syarifah, Nurul. 2008. Pengaruh Kascing dan Pupuk Anorganik terhadap Efisiensi Serapan P dan Hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) pada Alfisols Jumantono. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Tirono dan Ali, 2011. Efek Suhu pada Proses Pengarangan terhadap Nilai Kalor

Arang Tempurung Kelapa (Coconut Shell Charcoal). Universitas Islam Negeri Malang.

Usman, Emilia. 2011. Karakteristik Briket Campuran Arang Tempurung Kelapa dan Serbuk Kayu Gergaji sebagai Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan. Jurnal Penelitian. Volume 2 (2).


(2)

Liga Resmi PSSI yang Ada di Jawa Timur). Jurnal Kesehatan Olahraga. Volume 02 (3). Hlm. 3.


(3)

LAMPIRAN 1

1. Uji Anova Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa Cacing Lumbricus rubellus

Jumlah

Kuadrat Df

Kuadrat

Rata-rata F Sig. Antar Kelompok 5833,360 4 1458,340 258,571 0,000 Dalam Kelompok 112,800 20 5,640

Jumlah 594,160 24

Uji Lanjut Duncan (DMRT) dengan Taraf 5% pada Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa Cacing Lumbricus rubellus

Media N

Nilai alfa = 0.05

1 2 3

B 5 7,4000

C 5 34,6000

D 5 45,6000

E 5 47,0000

A 5 47,6000

Sig. 1,000 1,000 0,222

2. Uji Kruskal-Wallis Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Jumlah Kokon Cacing Lumbricus rubellus

Jumlah kokon

Chi-Square 18,562

Df 4

Asymp. Sig. 0,001

3. Uji Anova Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Berat Kokon Cacing Lumbricus rubellus

Jumlah

Kuadrat Df

Kuadrat

Rata-rata F Sig.

Antar Kelompok 0,000 4 0,000 0,499 0,736

Dalam Kelompok 0,000 20 0,000


(4)

Manila terhadap Ukuran Kokon Cacing Lumbricus rubellus dengan Perlakuan Variasi Media

Jumlah

Kuadrat Df

Kuadrat

Rata-rata F Sig. Antar Kelompok 9,420 4 2,355 0,503 0,734 Dalam Kelompok 93,703 20 4,685


(5)

LAMPIRAN

DOKUMENTASI PENELITIAN

Penyiapan media serbuk gergaji kelapa Penyiapan media rumput manila

Penimbangan media Rak media


(6)

Penimbangan kokon Pengukuran kokon

Media serbuk gergaji kelapa pada akhir Media rumput manila pada akhir pengamatan pengamatan


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengaturan Populasi Dan Ukuran Lempengan Rumput Manila (Zoysia Matrella (L.) Merr) Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangannya

0 7 8

Pertumbuhan Dan Perkembangbiakan Cacing Tanah Lumbricus Rubellus Dalam Media Kotoran Sapi Yang Mengandung Tepung Darah

1 6 73

Pengaruh Taraf Ampas Tahu Dalam Media Serbuk Sabut Kelapa Terhadap Produksi Kokon, Juvenil, Omega 3 Dan 6 Pada Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

1 14 62

Pengaruh Taraf Ampas Tahu Dalam Media Serbuk Sabut Kelapa Terhadap Panjang, Diameter Tubuh, Produksi Dan Kualitas Kascing Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

0 6 58

PENGARUH MEDIA TANAM SERBUK GERGAJI POHON KELAPA (Cocos nucifera) DENGAN PASIR TERHADAP PENGARUH MEDIA TANAM SERBUK GERGAJI POHON KELAPA (Cocos nucifera) DENGAN PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN ZAMIA (Zamia kulkas).

0 1 15

Pengaruh Campuran Lumpur Biogas Sapi Perah dengan Serbuk Sabut Kelapa pada Vermicomposting terhadap Biomassa Cacing Tanah Lumbricus rubellus dan Kascing.

0 0 2

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON AREN (Arenga pinnata) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Lumbricus rubellus.

0 18 96

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON AREN (Arenga pinnata, Merr.) DAN LIMBAH RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING AFRIKA (Eudrilus eugeniae).

8 22 95

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Eudrilus eugeniae.

2 4 90

DAYA TETAS KOKON CACING TANAH (Lumbricus rubellus) DI BAWAH PENGARUH PEMBERIAN INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT.

0 0 1