PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Eudrilus eugeniae.

(1)

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

KOKON CACING TANAH (Eudrilus eugeniae)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Disusun oleh: Lutfi Apriliani NIM 12308144030

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

HALAMAN PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Lutfi Apriliani NIM : 12308144030 Prodi : Biologi

Jurusan : Pendidikan Biologi Fakultas : MIPA

Judul TAS : Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa (Cocos nucifera, L.) dan Rumput Manila (Zoysia matrella) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kokon Cacing Tanah(Eudrilus eugeniae)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, Desember 2016 Yang menyatakan,

Lutfi Apriliani NIM. 12308144030


(4)

(5)

MOTTO

ه ليبس ىف وهف ملعلا بلط ىف ج رخ نم

“Barang siapa keluaruntuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah”


(6)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya ini untuk

orang-orang yang kusayangi.

Teruntuk kedua orang tuaku tercinta Bapak

H. Ramlan dan Ibu Hj. Satinah atas do’a dan

kasih sayang yang diberikan.

Kedua adikku Silvia Fanani dan Amelia Kinasih.

Serta keluarga besar Bani Turmudi untuk segala do’a, nasihat, dukungan, keceriaan,

kekeluargaan, dan kehangatan selama berada disini.


(7)

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia

matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON

CACING TANAH (Eudrilus eugeniae)

Oleh Lutfi Apriliani NIM 12308144030

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi media pemeliharaan serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing tanah (Eudrilus eugeniae).

Jenis penelitian ini merupakan penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah cacing tanah Eudrilus eugeniae yang telah memiliki klitelum, dengan berat 35 gram untuk setiap bak perlakuan. Terdapat 5 media pemeliharaan sebagai perlakuan yaitu 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa (kontrol), 0% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 100% rumput manila, 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 75% rumput manila, 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 50% rumput manila, dan 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 25% rumput manila. Setiap perlakukan dilakukan 5 kali ulangan. Wadah pemeliharaan yaitu bak plastik berukuran 35 x 30 x 10 cm dengan berat total media yang dimasukkan dalam wadah pemeliharaan adalah 2 kg. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertambahan bobot massa cacing, jumlah kokon, bobot kokon, dan indeks kokon. Data pertambahan bobot massa cacing, bobot kokon, dan indeks kokon dianalisis menggunakan One Way Anova. Apabila terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s

Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf 5% untuk membedakan antarkelompok perlakuan. Analisis pengaruh media terhadap jumlah kokon dilakukan dengan uji

Kruskal-Wallis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila memberikan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap pertumbuhan cacing tanah Eudrilus eugeniae, hasil terbaik didapatkan oleh media 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 25% rumput manila. Kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila memberikan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap produksi kokon cacing tanah Eudrilus eugeniae, hasil terbaik didapatkan oleh media 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 50% rumput manila.

Kata Kunci: Serbuk gergaji batang pohon kelapa, rumput manila,pertumbuhan, kokon, Eudrilus eugeniae.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang

berjudul “Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa (Cocos nucifera, L.) dan Rumput Manila (Zoysia matrella) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kokon Cacing Tanah(Eudrilus eugeniae)”.

Penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan serta do’a dari berbagai

pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan FMIPA yang telah membantu proses terselesaikannya Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Dr. Slamet Suyanto, selaku Wakil Dekan 1 yang telah membantu dalam penetapan SK Pembimbing dan Penguji Tugas Akhir Skripsi. 3. Bapak Dr. Paidi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA

UNY yang telah memberikan izin penelitian di Laboratorium Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY.

4. Ibu Dr. Tien Aminatun, M.Si., selaku Kaprodi Biologi FMIPA UNY yang telah memberikan persetujuan dan menetapkan Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi.

5. Bapak Suhandoyo, M.S., selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan, masukan, saran, nasihat dan waktunya selama penelitian dan penulisan Tugas Akhir Skripsi.

6. Bapak Tri Harjana, M.P., selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu, saran, dan masukan dalam menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.


(9)

7. Rekan-rekan mahasiswa Biologi Angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan dan doa serta kenangan yang sangat berarti selama menempuh studi S1 bersama.

8. Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan Tugas Akhir Skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan Tugas Akhir Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Kritik dan saran yang membangun sangat berguna bagi penulis demi perbaikan dan kesempurnaan selanjutnya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta pembaca semua.

Yogyakarta, Desember 2016


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Definisi Operasional ... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Cacing Tanah Eudrilus eugeniae ... 9


(11)

2. Morfologi ... 9

3. Sistem Pencernaan ... 12

4. Sistem Peredaran Darah ... 14

5. Sistem Pernafasan ... 16

6. Sistem Reproduksi ... 16

7. Siklus Hidup dan Habitat ... 20

8. Kandungan dan Manfaat Cacing Tanah ... 23

B. Media Pemeliharaan ... 25

1. Serbuk gergaji batang pohon kelapa ... 26

2. Rumput Manila ... 28

C. Pakan Cacing Tanah ... 29

D. Kerangka Berfikir ... 31

E. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 34

B. Populasi dan Sampel ... 34

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

D. Objek Penelitian ... 35

E. Variabel Penelitian ... 35

F. Alat dan Bahan ... 36

G. Prosedur Penelitian ... 37

H. Teknik Pengumpulan Data ... 39

I. Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan Bobot Massa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae ... 42

B. Pengaruh Media terhadap Jumlah Kokon Cacing Tanah Eudrilus Eugeniae ... 47


(12)

C. Pengaruh Media terhadap Bobot Kokon Cacing Tanah

Eudrilus eugeniae ... 51

D. Pengaruh Media terhadap Indeks Kokon Cacing Tanah Eudrilus eugeniae ... 52

E. Kondisi Lingkungan Saat Penelitian Berlangsung ... 54

1. Suhu Media (oC) ... 55

2. pH Media ... 56

3. Kelembaban Media ... 57

F. Kualitas Media Setelah Pemeliharaan ... 59

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 61

B. Saran ... 61

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 61

2. Bagi Peternak Cacing ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Kandungan Asam Amino pada Cacing Tanah ... 22

Tabel 2. Komponen Kimia yang terdapat dalam Batang Kelapa ... 27

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Rumput Manila (Zoysia matrella) ... 28

Tabel 4. Komposisi Nutrisi Ampas Tahu ... 30

Tabel 5. Hasil Uji One Way Anova Pengaruh Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Bobot Massa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae ... 45

Tabel 6. Uji Lanjut Duncan (DMRT) Pertambahan Bobot Massa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae dengan Perlakuan Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila ... 46

Tabel 7. Hasil Uji Kruskal-Wallis Pengaruh Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Jumlah Kokon Cacing Tanah Eudrilus eugeniae ... 50

Tabel 8. Rata-rata Bobot Kokon (milligram) Cacing Tanah Eudrilus eugeniae pada Setiap Media Perlakuan Selama Penelitian ... 51

Tabel 9. Hasil Uji One Way Anova Pengaruh Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Bobot Kokon Cacing Tanah Eudrilus eugeniae ... 52

Tabel 10. Rata-rata Indeks Kokon (%) Cacing Tanah Eudrilus eugeniae pada Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila ... 53

Tabel 11. Hasil Uji One Way Anova Pengaruh Variasi Media Serbuk Gergaji Kelapa dan Rumput Manila terhadap Indeks Kokon (%) Cacing Tanah Eudrilus eugeniae ... 54


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tampilan Bagian Tubuh Cacing Tanah ... 9

Gambar 2. Struktur Tubuh Cacing Tanah ... 9

Gambar 3. Struktur Sistem Pencernaan Cacing Tanah ... 12

Gambar 4. Letak Pembuluh Darah Cacing Tanah ... 14

Gambar 5. Proses Reproduksi Cacing Tanah ... 16

Gambar 6. Proses Pembentukan dan Pelepasan Selubung Kokon ... 19

Gambar 7. Diagram Alir Kerangka Berfikir ... 31

Gambar 8. Pengukuran Panjang dan Lebar Kokon ... 40

Gambar 9. Histogram Rata-Rata Pertambahan Bobot Massa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae Selama Penelitian ... 42

Gambar 10. Histogram Rata-Rata Jumlah Kokon Cacing Tanah Eudrilus eugeniae Selama Penelitian ... 48

Gambar 11. Histogram Suhu Media Cacing Tanah Eudrilus eugeniae Selama Penelitian ... 55

Gambar 12. Histogram pH Media Cacing Tanah Eudrilus eugeniae Selama Penelitian ... 56

Gambar 13. Histogram Kelembaban Media Cacing Tanah Eudrilus eugeniae Selama Penelitian ... 57


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Eudrilus eugeniae atau sering disebut sebagai cacing Afrika merupakan spesies cacing tanah, termasuk hewan tingkat rendah yang tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata). Dalam klasifikasi biologi, cacing Afrika termasuk dalam filum Annelida. Penggolongan ini didasarkan pada bentuk morfologik, karena tubuhnya tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk cincin (chaeta), dengan struktur berbentuk rambut yang berguna untuk memegang substrat dan bergerak. Tubuh dibedakan atas bagian anterior dan posterior, pada bagian anterior terdapat mulut dan beberapa segmen yang agak menebal membentuk klitelium (Rukmana, 2008: 16).

Bagi sebagian orang cacing tanah memang tampak menjijikkan dikarenakan bentuknya, namun hewan berbentuk bulat memanjang ini memiliki banyak manfaat. Manfaat cacing tanah di antaranya dapat mencegah dan menyembuhkan berbagai macam penyakit dan gangguan kesehatan. Selain untuk tujuan pengobatan, cacing tanah juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan burung dan ikan, bahan baku kosmetik, hingga untuk pembuatan kompos. Cacing tanah merupakan organisme tanah yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi besar sebagai sumber protein hewani, penghancur limbah padat yang efisien dan membuat struktur tanah menjadi lebih baik. Menurut Palungkun (2010: 12), kandungan protein yang dimiliki cacing tanah sangatlah tinggi, yakni


(16)

mencapai 64-76%. Selain protein cacing tanah juga mengandung abu, serat dan lemak tak jenuh.

Salah satu jenis cacing tanah yang telah dibudidayakan adalah

Eudrilus eugeniae atau sering disebut dengan nama cacing Afrika. Seperti namanya, cacing ini berasal dari dataran hangat benua Afrika yang telah banyak dikembangkan untuk keperluan ternak di berbagai penjuru dunia. Cacing tanah jenis Eudrilus eugeniae memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari cacing lain. Cacing Eudrilus eugeniae juga memiliki nafsu makan yang tinggi sehingga cacing Eudrilus eugeniae lebih cepat berkembang daripada cacing lokal lain. Tak salah apabila cacing Eudrilus eugeniae sebagai produsen kascing yang dapat diunggulkan.

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan budidaya cacing tanah, di antaranya adalah kualitas media hidup. Media hidup atau media pemeliharaan cacing tanah adalah sekumpulan bahan-bahan organik yang sudah “terfermentasi” sehingga bisa memberikan tempat bagi cacing tanah untuk hidup dan bereproduksi secara optimal. Media hidup tersebut nantinya sekaligus pula menjadi sumber makanan dari cacing tanah. Bahan organik yang bisa dijadikan media hidup cacing tanah antara lain kotoran hewan ternak, ampas tahu, ampas singkong, ampas sagu, serbuk gergaji, kompos, jerami padi, sekam padi, kulit pisang, dan sebagainya (Sugiantoro, 2012: 56-57).

Media hidup secara langsung dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan (reproduksi) cacing tanah.


(17)

Sebagaimana telah diketahui bahwa terdapat banyak bahan yang dapat digunakan sebagai media hidup. Namun demikian media hidup yang seperti apa yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah. Persoalan ini perlu diteliti lebih lanjut lagi apabila diperlukan peningkatan budidaya cacing tanah Eudrilus eugeniae.

Serbuk gergaji batang pohon kelapa sebenarnya adalah bagian batang kelapa yang merupakan sisa hasil penggergajian kayu kelapa. Serbuk gergaji batang pohon kelapa memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai makanan dan sarang cacing tanah karena sifatnya porous, sehingga dapat menyerap air yang berlebih agar memudahkan cacing tanah berkopulasi dan meletakkan telurnya. Selama ini limbah serbuk kayu banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan. Padahal menurut Tirono dan Ali (2011) dalam Usman (2011 : 5) batang kayu kelapa mengandung selulosa 33,61%, hemiselulosa 19,27% dan lignin 36,51%.

Rumput manila banyak terdapat di lapangan sepakbola Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak sulit untuk mendapatkan rumput manila di Yogyakarta, karena lapangan sepakbola di Yogyakarta jumlahnya banyak, selain itu rumput di lapangan sepakbola juga rutin dipotong. Menurut Garsetiasih (2005: 37), rumput manila mengandung protein sebanyak 14,38%. Protein merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh cacing tanah.


(18)

Menurut keterangan di atas, kombinasi antara serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila berpeluang untuk dijadikan sebagai media hidup cacing tanah. Dengan memanfaatkan serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila maka peneliti ingin mengetahui pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap pertumbuhan (bobot cacing) dan produksi kokon (jumlah kokon, bobot kokon, dan indeks kokon) cacing tanah Eudrilus eugeniae. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai sumber referensi, bagi guru dan siswa sebagai sumber belajar, dan sebagai sumber penelitian lainnya.

B. Identif ikasi Masalah

Sesuai latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain :

1. Apakah macam media hidup cacing tanah dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah?

2. Apakah serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah?

3. Apakah serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila dapat dijadikan media pemeliharaan cacing tanah?

4. Apakah kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila memiliki pengaruh untuk pertumbuhan dan produksi kokon cacing tanah?


(19)

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini berfokus pada pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing tanah (Eudrilus eugeniae) dengan melihat parameter pertambahan biomassa cacing, jumlah kokon, bobot kokon, dan indeks kokon.

D. Perumusan Masalah

1. Apakah pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap pertumbuhan cacing tanah (Eudrilus eugeniae)?

2. Apakah pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap produksi kokon cacing tanah (Eudrilus eugeniae)?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap pertambahan biomassa cacing tanah (Eudrilus eugeniae). 2. Mengetahui pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon

kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap jumlah kokon, indeks kokon, dan indeks bentuk cacing tanah (Eudrilus eugeniae).

F. Manfaat Penelitian


(20)

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi pada penelitian selanjutnya mengenai media budidaya cacing tanah (Eudrilus eugeniae).

2. Bagi masyarakat

a. Masyarakat dapat mendapat ilmu untuk membudidayakan cacing tanah.

b. Masyarakat dapat mengetahui media yang baik untuk budidaya cacing tanah.

G. Definisi Operasional

1. Cacing tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah cacing tanah

Eudrilus eugeniae sebanyak 35 gram untuk satu bak penelitian, umur cacing tidak ditentukan, hanya cacing yang telah memiliki klitelum. Cacing Eudrilus eugeniae didapatkan dari peternakan cacing di daerah Godean, Yogyakarta.

2. Media dalam penelitian ini yang dimaksud adalah substansi yang diisikan ke dalam tempat pemeliharaan cacing tanah Eudrilus eugeniae, yaitu serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera,L.) dan rumput manila (Zoysia matrella).

3. Serbuk gergaji batang pohon kelapa yang digunakan yaitu serbuk gergaji batang pohon kelapa yang tidak berbau oli, yang merupakan limbah dari penggergajian kayu kelapa di daerah Bantul. Serbuk gergaji didiamkan selama satu bulan dan disiram air beberapa kali


(21)

sampai serbuk gergaji mengalami pelapukan sehingga serbuk gergaji batang pohon kelapa mudah dicerna oleh tubuh cacing tanah.

4. Rumput manila yang digunakan yaitu bagian daun rumput manila hasil pemotongan rutin lapangan sepak bola Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta yang sudah berada di dalam plastik

trash bag selama satu bulan, sehingga bau rumput hilang dan kondisi rumput sudah layu serta lembab. Hal ini perlu dilakukan karena cacing tanah menyukai bahan organik yang sedang dalam proses pembusukan daripada bahan organik yang masih segar, sehingga mudah dicerna oleh tubuh cacing tanah.

5. Pertumbuhan cacing tanah diidentifikasi dari pertambahan ukuran atau biomassa cacing tanah, dalam penelitian ini yang diukur adalah pertambahan biomassa cacing tanah pada akhir penelitian.

6. Produksi kokon adalah banyaknya kokon yang dihasilkan oleh cacing tanah Eudrilus eugeniae selama penelitian (2 bulan), dalam penelitian ini yang diukur adalah jumlah kokon, bobot kokon, dan indeks kokon pada akhir penelitian.

7. Indeks kokon dalam penelitian ini adalah bentuk kokon yang didapatkan dengan membagi lebar kokon dengan panjang kokon dikali 100%. Panjang dan lebar kokon diukur dengan menggunakan jangka sorong vernier caliper ketelitian 0,05 mm.


(22)

(23)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Cacing tanah Eudrilus eugeniae 1. Klasifikasi

Cacing tanah Eudrilus eugeniae tergolong pada kelompok binatang lunak karena tidak memiliki tulang belakang (avertebrata). Eudrilus eugeniae sering disebut cacing Afrika, atau ANC (African Night Crawler). Kedudukan Eudrilus eugeniae dalam taksonomi adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Annelida Kelas : Oligochaeta Ordo : Megadrilacea Famili : Eudrilidae Genus : Eudrilus

Spesies : Eudrilus eugeniae

(Kinberg, 1867 dalam Blakemore, 2015: 527) 2. Morfologi

Cacing Eudrilus eugeniae berasal dari dataran tropis hangat benua Afrika yang telah banyak dikembangkan untuk keperluan ternak di berbagai penjuru dunia. Tampilan tubuh cacing tanah dapat dideskripsi menjadi lima bagian yang terdiri atas bagian depan (anterior), bagian tengah, bagian belakang (posterior), bagian punggung (dorsal), dan bagian bawah perut (ventral) seperti gambar di bawah ini.


(24)

Gambar 1. Tampilan Bagian Tubuh Cacing Tanah (Rukmana, 2008: 17)

Bentuk tubuh cacing Eudrilus eugeniae silindris memanjang dengan didominasi warna ungu muda hingga ungu gelap, warna merah tua memudar pada bagian posterior, warna-warni kemilau dari difraksi kutikula pada bagian anterior. Struktur tubuh cacing tanah terlihat seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2. Struktur Tubuh Cacing Tanah (Rukmana, 2008: 17)

Tubuh cacing Eudrilus eugeniae dibedakan atas bagian anterior dan posterior. Cacing Eudrilus eugeniae tidak memiliki mata, tetapi pada tubuh cacing tanah terdapat prostomium. Prostomium ini merupakan organ


(25)

saraf perasa dan berbentuk seperti bibir. Organ ini terbentuk dari tonjolan daging yang dapat menutupi lubang mulut. Prostomium terdapat di bagian depan tubuh cacing tanah. Adanya prostomium ini membuat cacing

Eudrilus eugeniae peka terhadap benda-benda di sekelilingnya (Palungkun, 2010: 15). Pada cacing tanah dewasa terdapat alat untuk menyiapkan proses perkembangbiakan yang disebut “klitelum”. Klitelum merupakan penebalan dari jaringan epitel permukaan kulit dan mengandung banyak sel-sel kelenjar. Sel-sel ini menghasilkan sekreta berlendir yang berguna untuk pembentukan kokon yang melindungi saat perkembangan embrio. Klitelum membentuk semacam selaput yang membungkus anak-anak cacing yang sedang tumbuh. Klitelum terletak di antara anterior dan posterior, warna klitelum lebih terang daripada warna tubuhnya. Klitelum dapat ditemukan pada segmen 13, 14-18 dengan bentuk lebih menonjol (Gates, 1972: 51).

Tubuh cacing tanah terdiri dari segmen-segmen. Terdiri dari 161-211 segmen (Gates, 1972: 61 ) atau 250-300 (Viljoen & Reinecke, 1994: 27). Di setiap segmen terdapat rambut yang keras dan berukuran pendek yang disebut seta. Terdapat 8 seta per segmen. Seta berfungsi sebagai pencengkram atau pelekat yang kuat pada tempat cacing tanah itu berada. Lubang kelamin jantan terletak pada segmen ke 17 dan lubang kelamin betina terdapat pada segmen ke 14.

Bagian bawah (ventral) terdapat pori-pori yang letaknya tersusun atas segmen dan berhubungan dengan alat ekskresi (nephredia) yang ada


(26)

dalam tubuh. Nephredia ini mengeluarkan zat-zat sisa yang telah berkumpul di dalam rongga tubuh (rongga selomik) berupa cairan. Fungsi pori-pori adalah untuk menjaga kelembaban kulit cacing tanah agar selalu basah karena cacing bernapas melalui kulit basah tersebut. Kulit luar (kutikula) selalu dibasahi oleh kelenjar-kelenjar lendir (kelenjar mukus). Lendir ini terus-menerus diproduksi cacing tanah untuk membasahi tubuhnya agar dapat bergerak dan melicinkan tubuhnya (Rukmana, 2008: 16-18).

Dari segi ukuran, cacing Eudrilus eugeniae lebih besar dibandingkan dengan jenis cacing tanah yang lain, atau sekitar dua kali dari besar cacing merah. Panjang tubuh cacing Eudrilus eugeniae 90-185 mm atau bisa mencapai 250-400 mm dalam kondisi budidaya yang optimal. Lebar cacing sekitar 4-8 mm. Bobot per cacing dewasa 1,0 g atau maksimal 5,0-6,0 g (Parthasarathi, 2007: 347-350). Kokon cacing Eudrilus eugeniae juga lebih berisi daripada kokon cacing yang lain sehingga populasinya cepat bertambah. Cacing ini mempunyai gerakan yang lamban.

3. Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan cacing Eudrilus eugeniae sama dengan cacing tanah lainnya yaitu terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), tembolok, lambung, usus, dan anus. Mulut terdapat di ujung anterior yang tertutupi oleh suatu tonjolan daging yang disebut prostomium. Prostomium ini merupakan organ syaraf perasa sehingga cacing tanah menjadi peka


(27)

terhadap benda-benda di sekelilingnya dan dapat menemukan bahan-bahan organik sebagai bahan makanannya.

Gambar 3. Struktur Sistem Pencernaan Cacing Tanah. (Rukmana, 2008: 19)

Makanan masuk ke mulut dan faring melalui prostomium yang kemudian dihisap dan masuk ke esofagus. Di dalam esofagus makanan tercampur dengan cairan hasil sekresi kelenjar kapur yang terdapat pada dinding esofagus. Dari esofagus makanan terus masuk ke dalam tembolok untuk disimpan sementara waktu, selanjutnya makanan masuk ke dalam lambung. Di dalam lambung makanan dihancurkan oleh gerakan lambung otot, untuk dicerna menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dan dapat diabsorpsi. Kemudian makanan yang telah halus masuk ke usus halus. Di dalam usus halus makanan dipecah dari bentuk kompleks menjadi bentuk sederhana, aktivitas ini dilakukan oleh enzim-enzim tertentu, serta aktivitas bakteri dan protozoa yang masuk bersama makanan. Dinding usus mengandung kelenjar-kelenjar yang menghasilkan enzim-enzim


(28)

untuk mencernakan partikel-partikel makanan menjadi karbohidrat, lemak, dan protein. Kelenjar kalsiferus yang dihasilkan oleh organ pencernaan berfungsi untuk menyerap kalsium dari bahan yang dicerna. Kalsium berguna untuk menetralisir media jika kondisinya asam. Tiflosol merupakan bagian usus yang berlipat-lipat, berguna untuk memperluas permukaan usus. Lambung dan usus mensekret enzim-enzim seperti protease, lipase, amilase, sellulase, dan kitinase. Selain itu fungi, algae, aktinomisetes dan mikroba hidup pada usus cacing tanah. Lambung dan usus bekerja sebagai bioreactor dan hanya 5-10% komponen organik dicerna dan diserap oleh tubuh selanjutnya dikeluarkan berupa butiran yang dilapisi mucus disebut kascing (Hand, 1988). Sisa-sisa makanan akan dikeluarkan melalui anus dan diletakkan di atas permukaan tanah di dekat lubang dari liang tempat cacing itu berada (Rukmana, 2008: 18 ).

4. Sistem Peredaran Darah

Sistem peredaran darah pada cacing tanah terdiri dari pembuluh darah dorsal (punggung) yang terletak di atas alat pencernaan, pembuluh darah median (perut) yang terletak di bawah alat pencernaan makanan. Pembuluh darah median ini tidak berkontraksi, berfungsi untuk mengedarkan makanan ke alat-alat tubuh dan mengalir ke arah belakang. Pada tiap segmen, kedua pembuluh darah ini saling dihubungkan oleh pembuluh-pembuluh darah transversal kanan dan kiri. Fungsi dari pembuluh transversal adalah memompa darah dengan melalui pembuluh-pembuluh darah ventral (Sugiri, 1989).


(29)

Gambar 4. Letak Pembuluh Darah Cacing Tanah. (Sylvia Mader, 2012)

Darah cacing tanah terdiri atas cairan plasma yang berisi sel darah putih (leukosit), dan sel darah merah (hemoglobin). Sistem peredaran darahnya adalah tertutup, karena darah mengalir ke bagian-bagian tubuh melalui pembuluh darah. Darah dialirkan atau dipompa dari 5 pasang jantung ke seluruh bagian-bagian tubuh. Darah kembali masuk jantung melalui saluran darah punggung. Dalam proses peredaran darah terjadi pengangkutan zat makanan dan oksigen (O2) ke sel-sel atau jaringan tubuh dengan melepaskan karbondioksia (CO2) ke udara. Darah yang mengandung oksigen akan masuk kembali ke dalam jantung (Rukamana, 2008: 19).

5. Sistem Pernafasan

Cacing tanah tidak memiliki organ pernafasan yang spesifik, hanya terdapat pembuluh darah kapiler yang mengandung hemoglobin. Pembuluh darah ini melekat pada dinding tubuh cacing tanah, di bagian bawah kutikula. Proses pengangkutan oksigen dan pelepasan karbon dioksida di dalam darah melalui difusi. Proses difusi terjadi pada jaringan


(30)

epidermis dan kutikula yang terdapat di permukaan tubuh cacing tanah (Edward & Lofty, 1972).

Pernapasan cacing tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan hemoglobin dan tekanan cairan di dalam tubuh. Hemoglobin mampu menyerap dan mengalirkan oksigen melalui plasma darah ke seluruh tubuh. Proses bernafas dapat berlangsung dengan baik apabila kelembaban lingkungan cukup tinggi (Rukmana, 2008: 19). Kelembaban tubuh diatur oleh kutikula melalui proses sekresi kelenjar mucus pada jaringan epidermis, sehingga menurunkan tekanan cairan di dalam tubuh.

6. Sistem Reproduksi

Cacing tanah bersifat hermaprodit artinya pada tubuhnya terdapat dua alat kelamin, yaitu jantan dan betina. Namun, untuk pembuahan cacing tanah tidak dapat melakukannya sendiri, tetapi harus dilakukan oleh sepasang cacing tanah karena kematangan sel kelamin atau gamet dari kedua jenis alat kelamin itu berbeda waktunya. Waktu kematangan sel sperma pada testis berbeda dengan waktu kematangan sel telur atau ovum pada ovarium. Waktu lematangan sel gamet ini tidak pernah terjadi secara bersamaan dalam satu individu. Jadi, walaupun salah satu alat kelamin cacing telah siap melakukan proses pembuahan, alat kelamin yang lainnya masih dalam proses pematangan sel gamet yang artinya belum siap melakukan pembuahan. Dari perkawinan tersebut, masing-masing cacing tanah dapat menghasilkan satu kokon yang didalamnya terdapat beberapa


(31)

butir telur. Proses pertukaran spermatozoid cacing tanah dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Proses Reproduksi Cacing Tanah (Ilyas, 2009: 28)

Cacing menjadi dewasa dan siap kawin setelah berumur 2 sampai 3 bulan terhitung semenjak menetas dari kokon. Masa produktif cacing dewasa terjadi pada umur 4 sampai 11 bulan, yaitu ketika cacing sudah mempunyai alat perkembangbiakan yang disebut dengan klitelum (Rukmana, 2008: 20).

Menurut Edwards & Lofty (1972), metode kopulasi ketika akan melakukan perkawinan dua spesies cacing tanah saling berdekatan dengan mendeteksi mukus yang dikeluarkan oleh bagian ventral tubuhnya secara bersama-sama. Ujung kepala cacing tanah terletak pada arah yang berlawanan. Keduanya saling mendekatkan diri pada daerah pembukaan spermateka dimana daerah klitelum salah satu cacing tanah menyentuh permukaan spermateka yang lainnya. Pada saat kopulasi, kedua cacing tanah tidak sensitif dalam merespon rangsangan luar seperti sentuhan dan


(32)

cahaya. Banyak mukus yang disekresikan sehingga masing-masing cacing tanah diselubungi oleh mukus.

Sebuah celah semen terbentang dari gonofor jantan sampai klitelum dan Nampak seperti benang. Tiap-tiap celah semen merupakan bagian dari dinding luar tubuh yang melekuk ke dalam akibat dari terbentuknya rangkaian pori-pori oleh kontraksi otot yang terbentang pada lapisan otot longitudinal. Kontraksi otot membawa cairan sperma dari gonofor jantan menuju daerah klitelum. Cairan sperma berkumpul di daerah klitelum, dan akhirnya memasuki spermateka cacing tanah lainnya (Edwards & Lofty, 1972).

Menurut Palungkun (2010: 16-17), saat melakukan perkawinan sepasang cacing tanah akan saling melekat di bagian depannya dengan posisi saling berlawanan dan dibantu oleh seta, sehingga akan semakin kuat melekat. Cacing tanah akan mengeluarkan lendir melalui klitelum untuk melindungi sel-sel sperma yang dikeluarkan alat kelamin jantan masing-masing cacing tanah, kemudian sel sperma akan bergerak ke ke arah belakang dan masuk ke kantong penerima sperma (ovarium) yang banyak mengandung sel telur. Proses perkawinan dapat berlangsung beberapa jam dan akan memisahkan diri apabila keduanya telah menerima sperma. Setelah itu, klitelum akan membentuk selubung kokon dan bergerak ke arah mulut. Saat bergerak itulah selubung kokon akan bertemu sel telur yang telah dibuahi sel sperma pada lubang saluran sel telur, sehingga sel telur akan terselubungi menjadi kokon. Selanjutnya kokon


(33)

yang berisi sel telur bergerak ke arah mulut dan keluar dari tubuh cacing tanah.

Setelah kopulasi berlangsung, cacing tanah terpisah dan masing-masing klitelum mengeluarkan getah mukus yang akhirnya mengeras di sekeliling permukaan luarnya. Ketika getah mukus mengeras, cacing tanah bergerak ke arah belakang kemudian membuat selubung di sekeliling kepalanya dan ketika cacing tanah terpisah sempurna, ujung selubung menutup untuk membentuk kokon. Kokon mengandung cairan albumin yang diproduksi oleh kelenjar klitelum, ovum dan spermatozoa yang disalurkan ke dalamnya ketika melewati pembukaan spermateka. Kokon akan terus diproduksi sampai cairan sperma yang tersedia habis. Fertilisasi terjadi secara eksternal tubuh cacing tanah, yaitu di dalam kokon. Warna kokon berubah sesuai dengan perkembangannya. Pada saat terbentuk kokon berwarna keputihan, kemudian berubah menjadi kuning, kehijauan dan kecoklat-coklatan. Kokon yang berwarna kecoklatan mengindikasikan perkembangan yang matang dan siap untuk menetas.

Setiap perkawinan, masing-masing cacing tanah dapat menghasilkan satu kokon dengan ukuran rata-rata 6 x 3 mm. Setiap kokon rata-rata dapat menghasilkan 1-8 anak cacing. Perbedaan jumlah juvenil disebabkan karena perubahan suhu, terbatasnya sumber cadangan makanan di dalam kokon (Chaudhari & Bhattacharjee, 2002).

Cacing tanah akan mencapai kelamin dewasa setelah berumur 80 sampai 100 hari. Sedangkan menurut Sugiantoro (2012: 20), cacing


(34)

dewasa yang berumur 3 bulan dapat menghasilkan kokon sebanyak 3 kokon perminggu. Telur tersebut akan menetas menjadi juvenil atau bayi cacing setelah 2 sampai 5 minggu. Rata-rata persentase hidup bibit cacing tanah adalah 2 ekor perkokon. Proses pembentukan dan pelepasan selubung kokon dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Proses Pembentukan dan Pelepasan Selubung Kokon (Rukmana, 2008: 21)

Keterangan:

B = selubung kokon yang berisi kokon bergerak ke depan menuju arah mulut

C = selubung kokon bersama dengan kokonnya terlepas D = kokon dan kapsul

7. Siklus Hidup dan Habitat

Palungkun (2010: 18), menjelaskan siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon, cacing muda (juvenil), cacing produktif dan cacing tua. Lama siklus hidup cacing tanah antara 1-5 tahun tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing tanah. Kokon Eudrilus eugeniae menetas hanya dalam 12 hari pada suhu 25ºC (Jorge Dominguez., dkk., 2001: 341). Setelah menetas, cacing tanah berukuran kecil dan terlihat seperti potongan benang putih dengan panjang seperenambelas-seperempat inci. Viljoen dan Reinecke (1989) melaporkan


(35)

bahwa kokon yang dihasilkan oleh cacing dewasa antara usia 70-100 hari dalam kotoran ternak pada suhu 25ºC menetas selama 17 hari dengan memproduksi 2-7 cacing. Cacing tanah muda ini dapat mencapai dewasa dalam waktu 35-50 hari. Masa produktif cacing dewasa terjadi pada umur 4 sampai 11 bulan, yaitu ketika cacing sudah mempunyai alat perkembangbiakan yang disebut dengan klitelum. Pertumbuhan cacing tanah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, antara lain: kelembaban, suhu, pH, bahan organik, serta kecukupan suplai makanan.

Kelembaban sangat berpengaruh terhadap aktivitas pergerakan cacing tanah karena sebagian tubuhnya terdiri atas air berkisar 75-90% dari berat tubuhnya. Meskipun demikian cacing tanah masih mampu hidup dalam kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan dengan cara berpindah ke tempat yang lebih sesuai atau pun diam. Kelembaban media yang terlalu tinggi kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah, karena semakin lembab kandungan oksigen pada media akan semakin berkurang dan menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati. Sebaliknya jika kelembaban media rendah maka udara akan kering dan akan merusak kulit cacing tanah, yang akhirnya dapat mengganggu sistem pernafasannya. Menurut Rukmana (2008: 28), kelembaban yang ideal untuk cacing tanah adalah antara 15-50% dengan cara menyemprotkan air pada bagian permukaan media dengan menggunakan penyemprot air selain itu, hindarkan berbagai faktor yang


(36)

bisa mengganggu tingkat kelembaban media seperti sinar matahari langsung, dan tiupan angin yang terlalu kencang.

Pertumbuhan cacing tanah juga sangat dipengaruhi oleh suhu. Perubahan suhu dapat mempengaruhi semua aktivitas cacing tanah termasuk metabolisme, pertumbuhan, respirasi, dan perkembangbiakan. Di daerah tropika, suhu yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon berkisar antara 15-25 oC, tetapi suhu yang lebih sedikit dari 25 oC masih cocok untuk pertumbuhan cacing tanah namun harus diimbangi dengan naungan dan kelembaban yang memadai (Rukmana, 2008: 28).

Cacing tanah dapat berkembang dengan baik pada pH netral, atau agak sedikit basa, pH yang ideal adalah antara 6,5-7,2. Cacing tanah sangat sensitif terhadap kadar keasaman tanah. Tanah dengan pH asam dapat mengganggu pertumbuhan dan daya berkembang biak cacing tanah, karena tersediaan bahan organik dan unsur hara (pakan) cacing tanah relatif terbatas (Sugiantoro, 2012: 61).


(37)

8. Kandungan dan Manfaat Cacing Tanah

Tabel 1. Komposisi Kandungan Asam Amino pada Cacing Tanah (Palungkun, 2010: 20)

Asam Amino Komposisi (%)

Asam Amino Esensial - Arginin - Histidin - Isoleusin - Leusin - Lisin - Metionin - Fenilalanin - Treonin - Ralin 4.13 1.56 2.58 4.84 4.33 2.18 2.25 2.95 3.01 Asam Amino Non Esensial

- Sistin - Glisin - Serin - Tirosin 2.29 2.92 2.88 2.36

Cacing Eudrilus eugeniae mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi. Sesuai ukurannya cacing Eudrilus eugeniae juga mempunyai porsi makan yang lebih banyak. Berat cacing Eudrilus eugeniae dapat mencapai 2,5 gram dalam waktu 8-10 minggu. Cacing

Eudrilus eugeniae cocok sebagai produsen kascing yang dapat diunggulkan karena cacing ini memiliki nafsu makan yang tinggi dan perkembangbiakannya lebih cepat dibandingkan cacing lainnya. Oleh sebab itu, dalam pemanfaatannya cacing Eudrilus eugeniae lebih banyak digunakan untuk keperluan pakan atau umpan dan pengkomposan (vermicomposting).

Tanah dengan kepadatan populasi cacing tanah yang tinggi tanahnya akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah (kascing)


(38)

yang bercampur dengan tanah merupakan pupuk yang kaya akan nitrat organik posfat dan kalium yang membuat tanaman mudah menerima pupuk yang diberikan ke tanah. Menurut Sugiantoro (2012: 109), kascing adalah hasil sampingan dari budidaya cacing tanah, yang merupakan kotoran cacing tanah yang dikeluarkan melalui anus. Rata-rata setiap bahan organik yang dihancurkan oleh cacing tanah bisa menghasilkan produk kascing antara 20-30% dari total bahan organik yang diberikan. Produk kascing sangat baik untuk digunakan sebagai pupuk organik. Kascing banyak mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), fosfor (P), dan kalsium (Ca).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah mempunyai manfaat yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak, bahkan di beberapa negara telah dijadikan makanan manusia. Tepung cacing tanah mempunyai kandungan protein cukup tinggi (64-76%) lebih tinggi dari protein pada daging dan tepung ikan, selain itu cacing mengandung asam amino paling lengkap, lemaknya rendah, mudah dicerna dan tidak mengandung racun (Palungkun, 2010: 33). Dalam dunia pengobatan tradisional, cacing tanah telah digunakan sebagai bahan ramuan obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Bahkan di negara-negara maju juga digunakan dalam industri kosmetik dan minyak cacing hasil ekstraksi dapat digunakan sebagai pelembab kulit (Sugiantoro, 2012: 30).


(39)

B. Media Pemeliharaan

Menurut Sugiantoro (2012: 56-58), media pemeliharaan atau sarang cacing adalah sekumpulan bahan-bahan organik yang sudah terfermentasi sempurna sehingga bisa memberikan tempat bagi cacing tanah untuk hidup dan bereproduksi secara optimal. Media pemeliharaan juga menjadi sumber makanan cacing tanah.

Bahan organik yang bisa digunakan sebagai media pemeliharaan cacing tanah antara lain adalah kotoran hewan ternak (ayam, kelinci, kambing), ampas tahu, ampas singkong, ampas sagu, kompos, jerami padi, sekam padi, kulit pisang, bubur kertas, bubur kayu, eceng gondok, rumput, serbuk gergaji, rumen atau kotoran yang masih berada didalam perut hewan ruminansia, dan sebagainya. Media harus mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral.

Media yang digunakan harus terfermentasi sempurna atau telah mengalami proses pelapukan minimal 60%, serta tidak mengeluarkan gas yang merupakan hasil dari proses pembusukan yang tidak disukai cacing. Waktu yang dibutuhkan untuk proses fermentasi berkisar antara 7 sampai 35 hari (Sugiantoro, 2012: 59).

Menurut Sugiantoro (2012: 62-63), cacing tanah sangat membutuhkan media hidup sekaligus makanan yang lunak, gembur, dan tidak panas supaya lebih mudah dicerna atau terurai oleh alat cerna di tubuhnya. Media hidup yang gembur juga bisa menjaga porositas sarang, menjaga ketersediaan oksigen, dan menjaga sirkulasi udara di dalamnya. Media hidup yang


(40)

digunakan sebaik mungkin mempunyai daya serap yang tinggi terhadap air sehingga tidak mudah menjadi kering dan juga kehilangan tingkat kelembaban. Media pemeliharaan harus bebas atau steril dari zat atau bahan-bahan yang bisa mengganggu pencernaan cacing tanah antara lain sabun dan bahan kimia.

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila.

1. Serbuk gergaji batang pohon kelapa

Serbuk gergaji batang pohon kelapa adalah serbuk kayu kelapa yang diperoleh dari limbah ataupun sisa yang terbuang dari jenis kayu kelapa dan dapat diperoleh di tempat pengolahan kayu ataupun industri kayu. Serbuk ini biasanya terbuang percuma dan dibakar begitu saja sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Padahal serbuk gergaji batang pohon kelapa ini merupakan biomassa yang belum termanfaatkan secara optimal dan memiliki kandungan unsur hidup yang tinggi. Menurut Sugiantoro (2012: 59) serbuk gergaji kayu bisa digunakan sebagai media hidup cacing tanah setelah difermentasikan minimal 5-7 hari atau telah mengalami pelapukan minimal 60% sehingga tidak mengeluarkan gas yang merupakan hasil dari proses pembusukan.

Kelapa termasuk golongan kayu keras, yang secara kimiawi memiliki komposisi kimia hampir serupa dengan kayu yaitu tersusun atas lignin, selulosa dan hemiselulosa. Dengan komposisi yang


(41)

berbeda-beda, selulosa 33,61%, hemiselulosa 19,27% dan lignin 36,51% (Tirono dan Ali, 2011). Pada ketinggian 7 m hingga 15 m dalam batang, kandungan selulosa lebih tinggi dibandingkan bagian pangkal dan ujung, serta pada 2/3 bagian ke dalam juga mengandung selulosa yang lebih tinggi dari bagian tepi. Hal ini disebabkan batang kelapa bagian pangkal dan tepi telah mengalami proses lignifikasi sehingga tidak seluruh selulosa dapat terisolasi.

Secara fisis batang kelapa memiliki kerapatan yang sangat beragam baik dari pangkal ke ujung maupun dari tepi ke dalam. Pada bagian pangkal dan tepi memiliki kerapatan yang tinggi dan didominasi oleh ikatan pembuluh dewasa sedangkan bagian tengah dan ujung lebih banyak mengandung jaringan dasar berupa parenkim serta ikatan pembuluh muda dengan kerapatan yang lebih rendah. Kerapatan yang beragam dalam satu pohon kemungkinan diikuti oleh variasi kandungan kimia. Kandungan komponen kimia batang kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komponen Kimia yang terdapat dalam Batang Kelapa (Usman, 2011).

No Komponen kimia Komposisi (%)

1. Silika 0,07

2. Lignin 25,1

3. Hemiselulosa 66,7

4. Pentosan 22,9

5. Pati 4,3-4,6 ( >6 bulan)


(42)

2. Rumput Manila (Zoysia matrella)

Rumput manila manila merupakan rumput yang banyak terdapat di Indonesia yang umumnya dirancang untuk lapangan sepakbola. Rumput manila mempunyai pertumbuhan optimum pada suhu 25oC – 35oC dan beradaptasi di daerah tropis dan subtropis.

Menurut Beard (1973) dalam Siregar (2005), rumput manila mempunyai daun berbentuk jarum dengan permukaan rata, lebar 2-4 mm dan panjangnya 2- 11 mm. Panjang rambut-rambut- halusnya 0,02 cm yang terdapat pada ligula. Perbungaan pendek, diujung dan berbentuk paku, batang bulat, banyak menghasilkan stolon dan rhizon untuk berkembangbiak secara vegetatif. Perkembangbiakan secara generatif dengan biji.

Rumput manila toleran terhadap naungan bila ditumbuhkan di daerah lembab dan panas. Daya tahannya sangat baik terhadap kekeringan dan panas. Rumput ini mempunyai daya adaptasi terhadap tanah yang berdrainase baik. Bertekstur halus dan subur dengan pH 6-7 serta mempunyai toleransi terhadap tipe tanah.

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Rumput Manila (Zoysia matrella) (Garsetiasih, 2005: 37)

Jenis nutrisi Komposisi (%) Kadar air

Protein Serat kasar Lemak

Bahan ekstrak tanpa nitrogen Fosfor

64,20 14,38 32,11 0,40 34,48 0,61


(43)

C. Pakan Cacing Tanah

Cacing tanah membutuhkan pakan untuk pertumbuhan maupun reproduksi. Pemilihan pakan yang baik akan meningkatkan hasil produksi cacing tanah (Palungkun, 2010: 76). Menurut Sugiantoro (2012: 85-86), bahan bahan organik yang dibutuhkan cacing tanah untuk bereproduksi adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Cacing tanah termasuk hewan yang mempunyai daya cerna tinggi dan mengkonsumsi makanan setiap saat, maka setiap ekor cacing tanah bisa menghabiskan pakan berupa bahan-bahan organik tersebut antara 1 hingga 2 kali lipat berat tubuhnya dalam tempo 24 jam.

Cacing tanah tidak memiliki gigi, agar makanan mudah dicerna oleh cacing tanah pakan yang diberikan harus mengandung kadar air yang tinggi, atau dibuat basah dengan dijadikan dalam bentuk bubur halus. Sebelum diberikan, campuran bahan organik tersebut harus dipotong kecil-kecil, dilumatkan, agar halus merata sehingga mudah dicerna. Pakan organik tersebut diberikan dengan cara ditaruh pada permukaan media, kemudian diaduk secara merata sambil sedikit ditekan tekan ke arah dalam agar sedikit bisa masuk ke bagian media yang lebih dalam. Setelah pemberian pakan, media pemeliharaan ditutup dengan lembaran plastik, karung, atau bahan lain yang tidak tembus cahaya. Dalam tempo 24 jam cacing tanah harus mendapatkan pakan dengan porsi sebanyak berat total cacing tanah yang ditebarkan ke dalam media agar cacing tanah selalu bisa mendapatkan pasokan makanan yang segar setiap saat. Pemberian pakan dilakukan dua kali


(44)

dalam sehari, yaitu pada pagi atau siang hari dan sore menjelang malam agar cacing tanah benar-benar mendapatkan pasokan pakan yang segar. Aktivitas cacing tanah banyak dilakukan pada malam hari dan pada keadaan gelap, maka porsi pakan untuk sore atau malam hari ahrus lebih banyak dibandingkan porsi pakan pada pagi atau siang hari. Pada pemberian pakan dalam wadah pemeliharaan apabila masih terdapat pemberian pakan sebelumnya atau pakan pemberian sebelumnya tersebut belum habis tercerna oleh cacing tanah, maka pemberian pakan yang baru harus dikurangi sehingga volume media pemeliharaan tetap sama menyesuaikan wadahnya (Sugiantoro, 2012: 87-88).

Pakan organik yang diberikan bisa berupa kotoran hewan ternak, limbah ampas tahu, serbuk gergaji yang telah direndam air untuk menghilangkan getah dan bau, ampas aren, dan sebagainya. Menurut Palungkun (2010: 85), kompos dari berbagai macam tumbuhan yang dicampur dengan ampas tahu sangat baik digunakan untuk memacu reproduksi cacing tanah. Dengan pemberian pakan ini maka jumlah kokon akan meningkat. Formulasi bahan pakan ini sebaiknya dengan perbandingan yang sama. Komposisi nutrisi dari ampas tahu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Nutrisi Ampas Tahu (Haryono, 2003: 69). Komposisi Nutrisi Kadar (%)

Bahan kering Protein Serat kasar Lemak Abu Beta-N

14,6 30,2 22,2 9,9 5,2 32,5


(45)

D. Kerangka Berfikir

Cacing tanah adalah hewan yang memiliki banyak kandungan dan manfaat. Salah satu faktor yang mempengaruhi budidaya cacing tanah adalah kualitas media. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella). Serbuk gergaji batang pohon kelapa memiliki kandungan karbohidrat, dan rumput manila mempunyai kandungan protein, dimana kedua kandungan dari media ini dibutuhkan oleh cacing tanah untuk nutrisi hidupnya. Diagram alir kerangka berfikir ditampilkan pada Gambar 7.


(46)

Gambar 7. Diagram Alir Kerangka Berfikir.

E. Hipotesis Penelitian

1. Kombinasi serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) berpengaruh terhadap pertumbuhan cacing tanah (Eudrilus eugeniae) dengan pertambahan biomassa cacing tanah (Eudrilus eugeniae).

Sebagai pakan ternak Sebagai obat berbagai penyakit Penghancur limbah Cacing dikembangbiakkan

Manfaat Kandungan

Protein 72%-84,5% Asam amino esensial 27,83%

Asam amino non esensial 10,45%

Mencari media pemeliharaan cacing tanah yang baik

Rumput Zoysia matrella

Serbuk gergaji batang pohon kelapa Kandungan: Selulosa 33,61% Hemiselulosa 19,27% Lignin 36,51% Kandungan: Kadar air 64,2 %

Protein 14,38% Serat kasar 32,11%

Lemak 0,4% Fosfor 0,61%

Pertumbuhan dan produksi kokon cacing Eudrilus eugeniae terbaik


(47)

2. Kombinasi serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) berpengaruh terhadap produksi kokon cacing tanah (Eudrilus eugeniae) dengan bertambahnya jumlah kokon yang diproduksi cacing tanah (Eudrilus eugeniae).


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen ini melibatkan satu faktor dengan beberapa taraf sebagai perlakuan, sehingga rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan perlakuan kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila, dengan masing-masing perlakuan dilakukan 5 kali ulangan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi dalam penelitian ini adalah cacing tanah Eudrilus eugeniae

yang telah memiliki klitelum, yang telah dibeli dari peternakan cacing tanah Godean, Yogyakarta.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah cacing tanah Eudrilus eugeniae

yang telah memiliki klitelum sebanyak 35 gram untuk 5 macam perlakuan dan masing-masing perlakuan dilakukan 5 ulangan. Sehingga didapatkan 875 gram cacing untuk 25 bak penelitian.

C. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai September 2016 di Laboratorium Pengelolaan Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.


(49)

Objek dalam penelitian ini adalah cacing tanah Eudrilus eugeniae. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) yang telah siap untuk dijadikan media pemeliharaan cacing tanah Eudrilus eugeniae.

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Variabel Bebas

Variasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila: a. Kontrol = 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa

b. Perlakuan 1 = 0% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 100% rumput manila

c. Perlakuan 2 = 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 75% rumput manila

d. Perlakuan 3 = 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 50% rumput manila

e. Perlakuan 4 = 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 25% rumput manila

2. Variabel Terikat

a. Pertambahan biomassa cacing (gram) b. Jumlah kokon (butir)


(50)

d. Indeks kokon (%)

F. Alat dan Bahan

1. Bak plastik berukuran 35 x 30 x 10 cm sebanyak 25 buah 2. Rak besi

3. Goni 4. Termometer

5. Timbangan analitik AND GR-300

6. Neraca ohaus 3 lengan ketelitian 0,1 gram 7. Soil tester

8. Handsprayer

9. Jangka sorong vernier caliper ketelitian 0,05 mm 10.Penggaris

11.Alat tulis

12.Cacing Eudrilus eugeniae

13.Serbuk gergaji batang pohon kelapa (Coco nucifera, L.) 14.Rumput manila (Zoysia matrella)

15.Air

16.Ampas tahu


(51)

1. Pembuatan media

a) Media pemeliharaan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila. Sebelum dijadikan media pemeliharaan cacing tanah kedua media ini diproses terlebih dahulu agar siap untuk dijadikan media pemeliharan cacing tanah. b) Serbuk gergaji batang pohon kelapa didapat dari limbah hasil

penggeragajian batang pohon kelapa daerah Bantul. Serbuk gergaji batang pohon kelapa diratakan dengan alas karung, dibolak-balik serta di semprot air hingga lembab setiap 2 hari sekali. Hal ini dilakukan selama 3 minggu hingga serbuk gergaji batang pohon kelapa mengalami pelapukan sehingga memudahkan cacing tanah untuk mencerna media. Apabila serbuk gergaji batang pohon kelapa sudah lembab dan tidak berbau, maka siap untuk dijadikan media pemeliharaan cacing tanah.

c) Rumput hasil pemotongan rutin lapangan sepakbola FIK UNY dimasukkan kedalam trash bag selama 1 bulan sampai rumput layu, dan mudah dicerna oleh cacing tanah. Apabila rumput manila sudah lembab dan tidak berbau, maka siap untuk dijadikan media pemeliharaan cacing tanah.


(52)

a) Membeli bibit cacing Eudrilus eugeniae di peternak cacing daerah Godean.

b) Memilih cacing Eudrilus eugeniae yang ukurannya hampir sama (sekitar 1 gram), dan telah memiliki klitelum sebanyak 35 gram untuk tiap bak perlakuan.

3. Perlakuan media

a) Menyiapkan bak plastik berukuran 35 x 30 x 10 cm sebanyak 25 buah.

b) Melubangi tiap sudut bak.

c) Memasukkan media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput yang sudah siap ke dalam bak plastik sesuai kombinasi yang telah ditentukan.

d) Berat total media yang dimasukkan ke dalam bak perlakuan yaitu 2 kg untuk masing masing bak perlakuan.

e) Meletakkan cacing Eudrilus eugeniae sebanyak 35 gram ke atas permukaan media, jika cacing Eudrilus eugeniae mau masuk ke dalam media dan tidak keluar lagi artinya cacing dapat hidup pada media tersebut.

f) Menutup bak pemeliharaan yang telah berisi cacing Eudrilus eugeniae dengan goni yang telah dipotong sesuai dengan ukuran bak plastik agar kondisi media pemeliharaan tetap lembab.


(53)

a) Melakukan perngukuran suhu media, pH media, kelembaban media setiap 2 hari sekali selama 2 bulan. Pengukuran dilakukan setiap pukul 11.00

b) Memberi pakan cacing berupa ampas tahu dengan cara menebarkannya ke permukaan media setiap hari. Ampas tahu yang diberikan hanya sedikit saja sehingga tidak memberikan pengaruh pada penelitian. Jika keesokan harinya ampas tahu masih bersisa di atas permukaan media maka pemberian pakan dilakukan dengan membuang sisa ampas tahu yang lama dan diganti dengan menebarkan ampas tahu yang baru.

H. Teknik Pengumpulan data

Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan, dan diakhiri pada 30 September 2016. Pengambilan data dilakukan setiap 1 bulan untuk menghindari stress pada cacing. Data yang diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pertambahan Biomassa Cacing Tanah

Cacing tanah dipisahkan dari media dengan metode hand-sorting

lalu ditimbang untuk mengetahui biomassa tubuhnya. Setelah ditimbang cacing tanah dimasukkan kembali ke dalam bak penelitian. Penimbangan biomassa cacing tanah menggunakan neraca ohaus 3 lengan. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing dilakukan setiap 1 bulan, yaitu pada akhir bulan Agustus dan akhir bulan September. Pertambahan biomassa


(54)

cacing tanah diperoleh dari selisih antara biomassa akhir dengan biomassa awal.

2. Jumlah Kokon

Penghitungan jumlah kokon dilakukan setiap 1 bulan yaitu pada akhir bulan Agustus dan akhir bulan September. Penghitungan kokon dilakukan dengan mengambil semua kokon yang ada pada media perlakuan secara manual, kemudian jumlah kokon dihitung.

3. Bobot Kokon

Penimbangan bobot kokon dilakukan setiap 1 bulan yaitu pada akhir bulan Agustus dan akhir bulan September. Kokon yang terdapat pada media perlakuan ditimbang satu persatu dengan menggunakan timbangan analitik AND GR-300.

4. Indeks kokon

Penghitungan indeks kokon didasarkan pada pada pengukuran panjang dan lebar kokon. Pengukuran panjang dan lebar kokon menggunakan jangka sorong vernier caliper ketelitian 0,05 mm dengan mengambil 5 kokon pada setiap bak perlakuan. Pengukuran panjang dan lebar kokon tertera pada Gambar 8.


(55)

(a) (b) (c)

Gambar 8. (a) Penentuan panjang dan lebar kokon, (b) pengukuran panjang kokon, (c) pengukuran lebar kokon.

Indeks kokon diperoleh dengan rumus (Setiadi, 2000: 25) :

5. Melakukan uji kandungan kimia media.

Uji lab dilakukan sebagai data tambahan untuk mengetahui kandungan C-organik, N total, serta C/N rasio pada 5 media. Kandungan C-organik dianalisis dengan metode Walkey & Black, dan N total dengan metode Kjeldahl. Analisis kandungan kimia dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian UGM dan Laboratorium BPTP. Uji ini dilakukan dua kali yaitu pada media awal dimulainya penelitian dan pada media akhir penelitian setelah menjadi kascing.

6. Dokumentasi

Mendokumentasikan seluruh kegiatan penelitian dari awal dimulai penelitian hingga akhir penelitian.


(56)

I. Teknik Analisis Data

Data bobot cacing, bobot kokon, dan indeks bentuk yang diperoleh dianalisis menggunakan SPSS 16 for Windows dengan analisis One Way Anova, apabila terdapat pengaruh antar perlakuan pada analisis One Way Anova maka dilakukan uji lanjut (uji pembanding ganda) yang bertujuan untuk menguji perbedaan antarperlakuan dengan menggunakan uji Berganda Duncan/Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%. Data jumlah kokon di analisis dengan uji Kruskal Wallis.


(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah

Eudrilus eugeniae.

Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan setiap akhir bulan selama penelitian yaitu akhir bulan Agustus (Bulan 1) dan akhir bulan September (Bulan 2). Hasil penelitian pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap pertambahan biomassa cacing tanah Eudrilus eugeniae tertera pada Gambar 9.

Gambar 9. Histogram Rata-Rata Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae Selama Penelitian

Data pertambahan biomassa cacing tanah Eudrilus eugeniae

menunjukkan hasil tertinggi pada media E pada bulan pertama, dan media A (kontrol) pada bulan ke dua. Menurut Sugiantoro (2012: 58) media pemeliharaan cacing tanah juga merupakan sumber makanan cacing tanah.

44.56

5.44

24.94

43.34 45.6

12.18 4.36 10.46 10.3 10.2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 A (100% kelapa) B (100% rumput) C (25% kelapa + 75% rumput) D (50% kelapa + 50% rumput) E (75% kelapa + 25% rumput) Per tam b ah an b o b o t (gr am ) Media Perlakuan Bulan 1 Bulan 2


(58)

Media harus mengandung karbohidrat, protein, vitamin, maupun mineral sebagai sumber nutrisi cacing tanah. Berdasarkan sumber dari Department of Employment, Economic and Innovation (2004) dalam Usman (2011), komposisi kimia yang terdapat dalam batang kelapa yaitu silika 0,07%, lignin 25,1%, hemiselulosa 66,7%, pentosan 22,9%, dan pati 4,6%. Berdasarkan teori di atas, batang kelapa mengandung karbohidrat yang dapat dijadikan sumber makanan cacing tanah. Serbuk gergaji batang pohon kelapa merupakan media yang baik untuk dijadikan media pemeliharaan cacing tanah, karena selain nutrisi yang terdapat di dalamnya, serbuk gergaji batang pohon kelapa juga merupakan media yang gembur, tidak mudah memadat sehingga bisa menjaga porositas media cacing tanah, menjaga ketersediaan oksigen, dan sirkulasi udara di dalamnya. Selain itu media serbuk gergaji batang pohon kelapa juga mempunyai daya serap yang tinggi terhadap air sehingga tidak mudah menjadi kering dan kehilangan tingkat kelembaban.

Rata-rata pertambahan biomassa cacing terendah terdapat pada media B (100% rumput). Rata-rata biomassa cacing yang rendah pada media B (100% rumput) disebabkan oleh tekstur media B tidak gembur, cenderung lengket, menggumpal satu sama lain, dan aerasi media juga buruk. Melihat kondisi media yang seperti ini diduga nutrisi pada media juga telah hilang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Minnich (1997) bahwa, untuk memacu pertumbuhan cacing tanah dibutuhkan aerasi yang baik. Media yang terlalu padat menyebabkan ketersediaan oksigen berkurang


(59)

sehingga cacing tanah sulit bernafas dan akan mengganggu kesehatan dan reproduksi cacing tanah. Akibat media yang terlalu lembab dan aerasi yang buruk maka tumbuh beberapa jamur pada media B ulangan 2 dan ulangan 3. Jika membandingkan data pertambahan biomassa cacing tanah antara bulan pertama dan bulan ke dua, maka dapat dilihat bahwa rata-rata pertambahan biomassa cacing tanah pada bulan pertama lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertambahan biomassa pada bulan ke dua. Pada bulan ke dua rata-rata pertambahan biomassa cacing tanah mengalami penurunan dari bulan pertama. Penurunan rata-rata pertambahan biomassa cacing tanah diduga karena faktor ketersediaan nutrisi, faktor umur, dan kegiatan bereproduksi.

Menurut Sugiantoro (2012: 86), seekor cacing tanah dapat menghabiskan pakan berupa bahan-bahan organik antara satu sampai dua kali lipat berat tubuhnya dalam tempo 24 jam. Berdasarkan teori tersebut maka semakin besar biomassa cacing tanah maka semakin besar pula porsi makannya. Pada bulan pertama peningkatan rata-rata pertambahan biomassa cacing tanah disebabkan oleh ketersediaan nutrisi serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput yang cukup pada media. Kandungan nutrisi serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila pada bulan ke dua semakin berkurang akibat aktivitas makan cacing tanah yang meningkat.

Selain dari faktor media dan nutrisi pakan cacing tanah, faktor lain yang berpengaruh adalah umur cacing tanah. Umur cacing tanah juga


(60)

dapat menyebabkan rata-rata pertambahan biomassa cacing tanah mengalami penurunan karena cacing tanah yang telah menginjak dewasa akan mengalami pertumbuhan yang lambat, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gaddie dan Douglass (1975), setelah cacing dewasa, meskipun terjadi pertumbuhan maka pertumbuhannya berlangsung lambat. Faktor lain yang mempengaruhi penurunan biomassa cacing tanah adalah kegiatan reproduksi, karena untuk bereproduksi dibutuhkan energi yang berasal dari aktivitas metabolisme cacing tanah (Gaddie dan Douglass, 1975). Hal ini sesuai dengan hasil jumlah kokon dalam penelitian ini. Ketika pertambahan biomassa cacing pada bulan ke dua menurun, rata-rata produksi kokon pada bulan ke dua justru meningkat.

Untuk mengetahui pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap pertumbuhan cacing tanah Eudrilus eugeniae maka dilakukan analisis ragam One Way Anova. Hasil analisis tertera pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Hasil Uji One Way Anova Pengaruh Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

Jumlah

Kuadrat Df

Kuadrat

Rata-rata F Sig.

Antar Kelompok 8116,082 4 2029,020 48,459* 0,000 Dalam Kelompok 827,424 20 41,871

Jumlah 8953,506 24 *

) Signifikansi p<0,01

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada hasil uji Anova terdapat pengaruh variasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap pertumbuhan cacing tanah Eudrilus eugeniae, hal ini ditunjukkan


(61)

dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,01 yang berarti variasi media memberikan pengaruh yang sangat nyata pada pertambahan biomassa cacing tanah. Untuk mengetahui adanya perbedaan rata-rata pertambahan biomassa antarperlakuan maka dilakukan uji lanjut DMRT dengan taraf 5%. Hasil analisis DMRT tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji Lanjut Duncan (DMRT) Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae dengan Perlakuan Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila.

Media N

Nilai alfa (α) = 0.05

1 2 3

B (0% kelapa + 100% rumput) 5 9,8000

C (25% kelapa + 75% rumput) 5 35,4000

D (50% kelapa + 50% rumput) 5 53,6400 E (75% kelapa + 25% rumput) 5 55,8000

A (100% kelapa) 5 56,7400

Sig. 1,000 1,000 0,483

Hasil uji DMRT pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata biomassa cacing pada media kontrol (A) berbeda nyata dengan media B dan C, tetapi tidak berbeda nyata dengan media D dan E. Hal ini menunjukkan bahwa media kontrol (A), media D dan E baik untuk pertumbuhan cacing tanah. Pada media B rata-rata biomassa cacing lebih rendah dibandingkan rata-rata biomassa cacing pada media lain, ini berarti media B kurang cocok sebagai media pertumbuhan cacing tanah.


(62)

B. Pengaruh Media terhadap Jumlah Kokon Cacing Tanah Eudrilus

eugeniae.

Pengambilan data jumlah kokon cacing tanah dilakukan setiap akhir bulan selama penelitian yaitu akhir bulan Agustus (Bulan 1) dan akhir bulan September (Bulan 2). Hasil penelitian pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap jumlah kokon cacing tanah Eudrilus eugeniae tertera pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram Rata-Rata Jumlah Kokon Cacing Tanah Eudrilus eugeniae Selama Penelitian.

Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah kokon tertinggi terdapat pada media D, yaitu 37,2 butir pada bulan pertama dan 91 butir pada bulan ke dua. Rata-rata jumlah kokon terendah terdapat pada media B, yaitu 1,8 butir pada bulan pertama dan 2,4 butir pada bulan ke dua. Mashur (2001) menyatakan bahwa produksi kokon dipengaruhi oleh jenis media atau pakan serta faktor-faktor lingkungan seperti pH, kelembaban, dan suhu media. Jenis media, kandungan nutrisi media atau pakan sangat mempengaruhi produksi kokon. Rata-rata jumlah

20.6 1.8 23.8 37.2 28 27.8 2.4 34.2 91 64.4 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 A (100% kelapa) B (100% rumput) C (25% kelapa + 75% rumput) D (50% kelapa + 50% rumput) E (75% kelapa + 25% rumput) Ju m lah Kok o n Media Perlakuan Bulan 1 Bulan 2


(63)

kokon tertinggi pada media D disebabkan karena kombinasi nutrisi dari kedua media lebih baik untuk reproduksi cacing tanah dibandingkan media serbuk gergaji batang pohon kelapa saja atau media rumput manila saja. Telah disebutkan di atas bahwa serbuk gergaji batang pohon kelapa mengandung karbohidrat, karbohidrat dibutuhkan oleh cacing tanah sebagai nutrisi untuk proses metabolisme cacing tanah. Menurut Garsetiasih (2005: 37), rumput manila mengandung protein sebanyak 14,38%. Berdasarkan teori tersebut maka pada kombinasi kedua media terdapat karbohidrat dan protein sebagai nutrisi cacing tanah. Hasil penelitian Catalan (1981), melaporkan bahwa pakan untuk cacing tanah ada dua golongan, yaitu bahan pakan untuk penggemukkan dan bahan pakan untuk reproduksi. Bahan pakan untuk reproduksi harus mengandung cukup protein karena asam-asam amino dari protein bahan tersebut diperlukan untuk pembentukan gamet, baik gamet jantan maupun gamet betina dari cacing tanah. Hal ini menunjukkan nutrisi media D baik untuk perkembangbiakan cacing tanah karena mengandung protein yang cukup dari kandungan rumput manila.

Selain dari segi nutrisi, tekstur media D juga gembur sehingga baik untuk reproduksi cacing tanah. Penggunaan rumput manila sebagai kombinasi media menyebabkan aerasi media menjadi lebih baik, karena dengan menggunakan rumput manila media tidak mudah memadat. Namun penggunaan rumput manila yang tidak diimbangi dengan serbuk gergaji batang pohon kelapa menyebabkan aerasi pada media buruk, media


(64)

terlalu lembab, menggumpal, dan lengket, hal ini terjadi pada media B sehingga menyebabkan banyak cacing tanah yang mati dan keluar dari media.

Gambar 12 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kokon pada bulan kedua lebih banyak daripada rata-rata jumlah kokon pada bulan pertama. Hal ini diduga karena pada bulan pertama cacing tanah belum mencapai aktivitas reproduksi yang optimal dan nutrisi yang diperoleh lebih diutamakan untuk pencapaian biomassa badan dewasa. Hal ini sesuai dengan penelitian Brata (2003) yang menunjukkan bahwa kokon yang dihasilkan pada fase awal reproduksi masih dalam jumlah yang sedikit. Peningkatan jumlah kokon diikuti oleh penurunan pertambahan biomassa cacing tanah.

Peningkatan jumlah kokon diduga akan terus bertambah jika waktu penelitian ditambah. Hal ini dikarenakan cacing tanah Eudrilus eugeniae

masih aktif untuk bereproduksi. Menurut Viljoen dan Reinecke (1989), produksi kokon cacing tanah Eudrilus eugeniae dimulai dalam waktu 24 jam setelah kopulasi dan terus berlanjut hingga 300 hari.

Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh variasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap jumlah kokon maka dilakukan uji Kruskal-Wallis seperti yang tertera pada Tabel 7.


(65)

Tabel 7. Hasil Uji Kruskal-Wallis Pengaruh Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Jumlah Kokon Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

Tabel 7 menunjukkan bahwa hasil uji Kruskal-Wallis pengaruh variasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap jumlah kokon cacing tanah Eudrilus eugeniae menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,01 yang berarti bahwa variasi media memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah kokon cacing tanah Eudrilus eugeniae.

C. Pengaruh Media terhadap Bobot Kokon Cacing Tanah Eudrilus

eugeniae.

Pengambilan data bobot kokon dilakukan 2 kali yaitu pada akhir bulan Agustus (Bulan 1) dan akhir bulan September (Bulan 2). Rata-rata bobot kokon cacing tanah Eudrilus eugeniae selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata Bobot Kokon (miligram) Cacing Tanah Eudrilus eugeniae pada Setiap Media Perlakuan Selama Penelitian.

Media

Rata-rata Bobot Kokon (mg) Bulan 1 Bulan 2 A (100% kelapa) 9,177 ± 0.00027 9,179 ± 0,00053 B (0% kelapa + 100% rumput) 9,23 ± 0.00033 9,153 ± 0,00019 C (25% kelapa + 75% rumput) 9,245 ± 0.00030 9,059 ± 0,00018 D (50% kelapa + 50% rumput) 9,135 ± 0.00019 9,109 ± 0,00022 E (75% kelapa + 25% rumput) 9,088 ± 0,00035 8,971 ± 0,00026

Jumlah kokon

Chi-Square 21,083

Df 4


(66)

Rata-rata bobot kokon yang terdapat pada Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata bobot kokon pada ke 5 media tidak terlalu berbeda. Rata-rata bobot kokon hampir sama pada tiap perlakuan yaitu 8,971 miligram sampai 9,245 miligram. Bobot kokon dipengaruhi oleh jenis cacing, setiap jenis cacing mempunyai ukuran kokon yang berbeda dan rata-rata bobot kokon yang berbeda pula. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap bobot kokon cacing tanah Eudrilus eugeniae maka dilakukan analisis ragam One Way Anova. Hasil analisis tertera pada Tabel 9 di bawah ini.

Tabel 9. Hasil Uji One Way Anova Pengaruh Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Bobot Kokon Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat

Rata-rata F Sig. Antar Kelompok 0,000 4 0,000 0,560 0,694 Dalam Kelompok 0,000 20 0,000

Jumlah 0,000 24

Tabel 9 menunjukkan bahwa hasil uji One Way Anova bobot kokon cacing tanah Eudrilus eugeniae memiliki nilai signifikansi sebesar 0,694. Nilai signifikansi ini lebih besar dari 0,01 maka dapat dikatakan bahwa variasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap bobot kokon.


(67)

D. Pengaruh Media terhadap Indeks Kokon Cacing Tanah Eudrilus

eugeniae.

Rata-rata indeks kokon dalam penelitian diukur pada akhir bulan ke dua saja. Rata-rata indeks kokon cacing tanah Eudrilus eugeniae pada penelitian ini tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata Indeks Kokon (%) Cacing Tanah Eudrilus eugeniae pada Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila.

Media

Rata-rata Indeks kokon (%) A (100% kelapa) 63,49 ± 6,13076 B (0% kelapa + 100% rumput) 61,85 ± 3,78799 C (25% kelapa + 75% rumput) 63,34 ± 1,77831 D (50% kelapa + 50% rumput) 62,85 ± 6,17226 E (75% kelapa + 75% rumput) 62,58 ± 5,95329

Hasil pengukuran terhadap indeks kokon pada kelima media cenderung sama yaitu berkisar antara 61,8-63,4%. Indeks kokon adalah nilai persentase hasil perbandingan lebar kokon dengan panjang kokon. Semakin tinggi angka indeks kokon maka bentuk kokon akan semakin bulat. Semakin rendah angka indeks kokon maka bentuk kokon akan semakin lonjong. Berdasarkan rata-rata indeks kokon yang didapat maka peneliti menyimpulkan bahwa bentuk kokon pada penelitian ini cenderung lonjong. Menurut Stephenson (1930), bentuk kokon bervariasi antarspesies cacing tanah, bentuknya bermacam-macam; bulat, bentuk lemon, atau lonjong dan melancip pada ujungnya. Warna kokon bermacam-macam; putih, kuning, atau coklat. Terjadi perubahan warna setelah kokon menetas, secara bertahap berubah menjadi coklat. Menurut Viljoen & Reinecke (1989), kokon Eudrilus eugeniae berwarna gelap, bentuknya


(68)

tidak beraturan, seperti lemon dan meruncing pada ke dua ujungnya, tekstur kokon berserat, rata-rata kokon berukuran 6 x 3 mm.

Untuk menguji pengaruh variasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap indeks kokon cacing tanah

Eudrilus eugeniae maka dilakukan uji One Way Anova. Hasil uji One Way Anova dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Uji One Way Anova Pengaruh Variasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Indeks Kokon (%) Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

Hasil uji One Way Anova pengaruh variasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap indeks kokon memiliki nilai signifikansi 0,987, nilai signifikansi ini lebih dari 0,01 maka dapat dikatakan bahwa variasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap indeks kokon cacing tanah Eudrilus Eugeniae.

E. Kondisi Lingkungan Saat Penelitian Berlangsung.

Kondisi lingkungan yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu media (oC), pH media, dan kelembaban media (%). Pengukuran suhu, pH, dan kelembaban media dilakukan setiap 2 hari sekali.

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat

Rata-rata F Sig. Antar Kelompok 8,558 4 2,139 0,083 0,987 Dalam Kelompok 514,545 20 25,727


(69)

a. Suhu Media (oC)

Hasil pengukuran suhu media pemeliharaan cacing tanah Eudrilus eugeniae selama penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini.

Gambar 11. Histogram Suhu Media Cacing Tanah Eudrilus eugeniae Selama Penelitian.

Suhu rata-rata media pemeliharaan selama penelitian yaitu 25-27,2 o

C. hal ini sesuai dengan teori yang didapatkan. Menurut Loehr., dkk., (1985) dalam Jorge Dominguez., dkk., (2001) cacing Eudrilus eugeniae

dapat hidup pada suhu tertinggi yaitu 29 ºC dan tumbuh optimal pada suhu 25 ºC. Menurut Rukmana, (2008: 82) suhu yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon berkisar antara 15-25 oC, tetapi suhu yang sedikit di atas 25 oC masih cocok untuk pertumbuhan cacing tanah namun harus diimbangi dengan naungan dan kelembaban yang memadai. Maka ketika pengukuran media mencapai 27 oC, media langsung ditambah kelembabannya dengan menyiramkan sedikit air pada media melalui goni penutup media. Suhu media juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Ketika suhu lingkungan rendah disebabkan oleh hujan maka suhu media

24 24.5 25 25.5 26 26.5 27 27.5

1 2 3 4 5 6 7 8

S u h u ( oC) Minggu ke

A (100%serbuk gergaji kelapa)

B (100% rumput)

C (25% serbuk gergaji kelapa + 75% rumput)

D (50% serbuk gergaji kelapa + 50% rumput)

E (75% serbuk gergaji kelapa + 25% rumput)


(1)

68 CATATAN HARIAN

No Waktu Kegiatan Keterangan

1. 11 Juli 2016

10.00-13.00

14.00-16.00

Pengambilan serbuk gergaji batang pohon kelapa

Persiapan media serbuk gergaji batang pohon kelapa

Persiapan media rumput manila

Membeli serbuk gergaji batang pohon kelapa di

Bantul.

Media serbuk gergaji ratakan pada alas karung

kemudian di angina-anginkan, disiram air, dan

dibolak-balik, kemudian ditutup dengan karung,

didiamkan selama 3 minggu sampai mengalami pelapukan.

Rumput manila yang sudah berada dalam trashbag dari awal Juli didiamkan sampai baunya hilang, kurang lebih 1 bulan.

2. 21 Juli 2016

09:00-13:00 Persiapan bak perlakuan Melubangi bagian bawah

bak perlakuan, masing-masing bak dilubangi

sebanyak 5 lubang. Memotong goni penutup

bak perlakuan sesuai dengan ukuran bak

perlakuan.


(2)

69

09:00-15:00 Penimbangan media

Penimbangan cacing tanah

Menimbang serbuk gergaji batang pohon kelapa dan

rumput manila sesuai dengan kombinasi media

yang telah ditentukan. Masing-masing bak perlakuan diberikan media

seberat 2 kg.

Cacing tanah ditimbang sebanyak 35 gram untuk

masing-masing bak perlakuan.

4. 1 Agustus 2016

09.00-10.00

11.00-12.00

Pembelian ampas tahu

Pengukuran pH, suhu, dan kelembaban media

Ampas tahu dibeli di pasar Demangan, kemudian

pakan ampas tahu diberikan sedikit-sedikit pada semua bak perlakuan

Pengukuran dilakukan setiap 2 hari sekali. Jika

media terlalu kering, media di semprot dengan

air pada bagian goni penutup media.

5. 30 Agustus 2016

08:00-16:00 Pengambilan data Bulan 1

Pengambilan data pertambahan bobot massa

cacing tanah

Setelah satu bulan pengamatan dilakukan

pengambilan data Membongkar 9 media penelitian, memisahkan cacing tanah dan kokon dari media. Kemudian menimbang cacing tanah dengan neraca ohauss, dan

menghitung selilisihnya dari bobot awal, kemudian

dicatat pada tabel penelitian. Setelah ditimbang cacing tanah


(3)

70 Pengambilan data jumlah

kokon cacing tanah

Pengambilan data bobot kokon cacing tanah

diletakkan kembali ke dalam media. Memisahkan kokon dari media, kemudian dihitung

jumlahnya, lalu dicatat di tabel penelitian. Menimbang kokon satu persatu dengan timbangan

analitik AND-GR 300

kemudian dicatat hasilnya pada tabel penelitian. Setelah ditimbang, kokon dikembalikan lagi ke dalam media.

6. 31 Agustus 2016

08:00-16:00 Pembongkaran media Melanjutkan pengambilan

data pertambahan bobot massa, jumlah kokon, dan bobot kokon cacing tanah

untuk 8 bak media.

7. 1 September 2016

08:00-16:00 Pembongkaran media Melanjutkan pengambilan

data pertambahan bobot massa, jumlah kokon, dan bobot kokon cacing tanah

untuk 8 bak media.

8. 30 September 2016

08:00-16:00 Pengambilan data Bulan 2

Pengambilan data pertambahan bobot massa

cacing tanah

Setelah satu bulan pengamatan dilakukan

pengambilan data Membongkar 9 media penelitian, memisahkan cacing tanah dan kokon dari media. Kemudian menimbang cacing tanah dengan neraca ohauss, dan

menghitung selilisihnya dari bobot awal, kemudian

dicatat pada tabel penelitian. Setelah ditimbang cacing tanah


(4)

71 Pengambilan data jumlah

kokon cacing tanah

Pengambilan data bobot kokon cacing tanah

dalam media. Memisahkan kokon dari media, kemudian dihitung

jumlahnya, lalu dicatat di tabel penelitian. Menimbang kokon satu persatu dengan timbangan

analitik AND-GR 300

kemudian dicatat hasilnya pada tabel penelitian. Setelah ditimbang, kokon

dikembalikan lagi ke dalam media.

9. 1 Oktober 2016

08:00-16:00 Pembongkaran media Melanjutkan pengambilan

data pertambahan bobot massa, jumlah kokon, dan bobot kokon cacing tanah

untuk 8 bak media.

10. 2 Oktober 2016

08:00-16:00 Pembongkaran media Melanjutkan pengambilan

data pertambahan bobot massa, jumlah kokon, dan bobot kokon cacing tanah


(5)

72 DOKUMENTASI PENELITIAN

Penyiapan media rumput manila Penimbangan media

Rak media pemeliharaan Pemberian ampas tahu


(6)

73

Penimbangan cacing Kokon cacing Eudrilus eugeniae

Penimbangan kokon Pengukuran kokon dengan jangka sorong


Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24