PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON AREN (Arenga pinnata, Merr.) DAN LIMBAH RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING AFRIKA (Eudrilus eugeniae).

(1)

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Aren (Arenga pinnata, Merr.) dan Limbah Rumput Manila (Zoysia matrella) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kokon Cacing Afrika (Eudrilus eugeniae) yang disusun oleh Furry Mei Nur Rahmawati, NIM 12308144022 ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta, 9 Desember 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Suhandoyo, M.S Ir. Ciptono, M.Si


(2)

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Aren (Arenga pinnata, Merr.) dan Limbah Rumput Manila (Zoysia matrella) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kokon Cacing Afrika (Eudrilus eugeniae) yang disusun oleh Furry Mei Nur Rahmawati, NIM 12308144022 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 16 Desember 2016 dan dinyatakan lulus.

Dewan Penguji

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Ir. Suhandoyo, M.S. Ketua Penguji ……….. ………. Ir. Ciptono, M.Si. Sekretaris Penguji ……….. ………. Tri Harjana, M.P. Penguji I (Utama) ……….. ………. Dr. Tien Aminatun Penguji II (Pendamping) ……….. ……….

Yogyakarta ………2016 Fakultas MIPA

Dekan,

Dr. Hartono, M.Si.


(3)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan kaya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 9 Desember 2016 Yang menyatakan,

Furry Mei Nur Rahmawati NIM. 12308144022


(4)

MOTTO

“Change ONE MIND and you can change the world” ˜Jill Biden˜

“Jangan pernah menyerah terhadap impianmu, teruslah berusaha untuk mewujudkannya”

˜루한˜

“Berusahalah mengubah 50% menjadi 100%, jika kau menyerah untuk hal terpenting dalam hidupmu, kau akan kehilangan dirimu sendiri secara

perlahan-lahan” ˜삼소동_Dream High˜

“Kamu akan menang selama kamu tidak menyerah” ˜함부로애틋하게˜


(5)

PERSEMBAHAN

Seiring rasa syukur kepada Allah SWT, karya ini saya persembahkan kepada:

Orang Tua dan Keluarga yang selalu memberikan dukungan, semangat,

dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini.

Teman-teman Biologi Swadana seperjuangan dan seangkatan, atas

semangat dan bantuan selama belajar bersama. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.

Teman-temanku angels yang selalu siap direpotin Lulu, Sophie, Tiya, Arin,

Hilda, Lutfi, sayang banget sama kalian.

Yang selalu ada Indra Aji dan juga kucingku syena, domy, mican, scout,

pusi juga ciku yang menjadi obat lelah saat proses Skripsi.

Semua pihak dalam Drama yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu


(6)

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON AREN (Arenga pinnata, Merr.) DAN LIMBAH RUMPUT MANILA (Zoysia

matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING AFRIKA (Eudrilus eugeniae)

Oleh

Furry Mei Nur Rahmawati NIM 12308144022

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon aren (Arenga pinnata, Merr.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing Afrika (Eudrilus eugeniae).

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Objek penelitian adalah cacing Afrika (Eudrilus eugeniae) yang telah memiliki klitelum kemudian dipelihara dalam 5 kombinasi media yang berbeda, yaitu 100% serbuk gergaji batang pohon aren sebagai kontrol, 100% rumput manila, 75% serbuk gergaji batang pohon aren + 25% rumput manila, 50% serbuk gergaji batang pohon aren + 50% rumput manila, dan 25% serbuk gergaji batang pohon aren + 25% rumput manila. Dilakukan 5 kali ulangan pada tiap kombinasi media. Setiap media berisi 35 gram cacing Afrika, media berupa bak plastik berukuran 35 x 30 x 10 cm. Semua perlakuan cacing diberi pakan sama yaitu ampas tahu. Penelitian dilakukan selama 2 bulan dengan 2 kali pengambilan data. Parameter dalam penelitian ini adalah pertambahan biomassa cacing, jumlah kokon, berat kokon, dan indeks kokon. Data pertambahan biomassa cacing, berat kokon, dan indeks kokon dianalisis menggunakan One Way Anova dan data jumlah kokon dianalisis menggunakan Kruskal-Wallis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata dari kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing Eudrilus eugeniae. Media yang terbaik adalah kombinasi media serbuk gergaji batang pohon aren 75%: rumput manila 25%. Kata Kunci: Eudrilus eugeniae, pertumbuhan, kokon, serbuk gergaji aren,


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Aren (Arenga pinnata, Merr.) dan Limbah Rumput Manila (Zoysia matrella) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kokon Cacing Afrika (Eudrilus eugeniae)”.

Penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan serta do’a dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Hartono, M.Si. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah membantu penulis dalam hal perijinan dalam proses Tugas Akhir Skripsi.

2. Dr. Tien Aminatun, S.Si., M.Si selaku Ketua program studi Biologi yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan tugas akhir.

3. Ir. Suhandoyo, M.S. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan, masukan, ilmu, dukungan, dan semangat kepada penulis demi kesempurnaan Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Ir. Ciptono, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, masukan, ilmu, dukungan, dan semangat kepada penulis demi kesempurnaan Tugas Akhir Skripsi ini.

5. Segenap dosen yang telah memberikan ilmu selama penulis kuliah di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.


(8)

6. Seluruh keluarga terutama kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan do’a.

7. Rekan-rekan mahasiswa Biologi Angkatan 2012 seperjuangan.

8. Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan Tugas Akhir Skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Saya menyadari bahwa Tugas Akhir Skripsi ini masih terdapat kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir Skripsi ini, selanjutnya semoga Tugas Akhir Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 9 Desember 2016 Penulis,

Furry Mei Nur Rahmawati NIM.12308144022


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERSETUJUAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

G. Definisi Operasional... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Cacing Afrika Eudrilus eugeniae ... 8


(10)

1. Klasifikasi ... 8

2. Struktur tubuh ... 10

3. Sistem Pencernaan ... 12

4. Sistem peredaran Darah ... 14

5. Sistem Ekskresi ... 17

6. Sistem Pernapasan/ Respirasi ... 19

7. Pertumbuhan ... 20

8. Siklus Hidup ... 21

9. Sistem Reproduksi ... 22

10.Manfaat Cacing Tanah ... 24

11.Habitat ... 28

B. Media Pemeliharaan ... 30

1. Aren ... 30

2. Rumput Manila ... 32

C. Kerangka Berfikir ... 34

D. Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 36

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

D. Objek Penelitian ... 37

E. Variabel Penelitian ... 37

F. Alat dan Bahan ... 38

G. Prosedur Penelitian ... 39

H. Teknik Pengumpulan Data ... 40


(11)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila

terhadap Pertambahan Biomassa Cacing Eudrilus eugeniae ... 43

B. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Produksi Kokon Cacing Eudrilus eugeniae... 50

1. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Jumlah Kokon Cacing Eudrilus eugeniae ... 50

2. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Berat Kokon Cacing Eudrilus eugeniae ... 54

3. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Indeks Kokon Cacing Eudrilus eugeniae ... 57

C. Faktor Edafik ... 61

D. Analisis Kascing Cacing Eudrilis eugeniae ... 65

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN 1 ... 74

LAMPIRAN 2 ... 76

LAMPIRAN 3 ... 77


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Berat Spesies Cacing ... 20

Tabel 2. Kandungan Nutrien Serbuk Gergaji Aren (Arenga pinnata, Merr.) ... 31

Tabel 3. Kandungan Nutrien Rumput Manila (Zoysia matrella) ... 33

Tabel 4. Rata-rata Pertambahan Biomassa Cacing Eudrilus eugeniae ... 44

Tabel 5. Hasil Uji Anova Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa Cacing Eudrilus eugeniae... 49

Tabel 6. Uji Lanjut Duncan (DMRT) dengan taraf 5 % Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa Cacing Eudrilus eugeniae. ... 49

Tabel 7. Rata-Rata Jumlah Kokon Cacing Eudrilus eugeniae ... 51

Tabel 8. Hasil Uji Kruskal Wallis Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Jumlah Kokon Cacing Eudrilus eugeniae ... 54

Tabel 9. Rata-Rata Berat Kokon Cacing Eudrilus eugeniae... 55

Tabel 10. Hasil Uji Anova Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Berat Kokon Cacing Eudrilus eugeniae ... 57

Tabel 11. Data Rata-Rata Indeks Kokon Cacing Eudrilus eugeniae ... 58

Tabel 12. Hasil Uji Anova Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Indeks Kokon Cacing Eudrilus eugeniae ... 60


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Tubuh Cacing Tanah ... 10

Gambar 2. Struktur Sistem Pencernaan Cacing Tanah ... 13

Gambar 3. Bagian Pembuluh Darah Cacing Tanah ... 16

Gambar 4. Letak Pembuluh Darah Cacing Tanah ... 16

Gambar 5. Sistem Ekskresi Cacing Tanah ... 17

Gambar 6. Sepasang Cacing pada Posisi Kawin ... 22

Gambar 7. Proses Pembentukan dan Pelepasan Selubung Kokon ... 23

Gambar 8. Bagan Alur Kerangka Berfikir ... 34

Gambar 9. Histogram Rata-Rata Pertambahan Biomassa Cacing Eudrilus eugeniae ... 44

Gambar 10. Histogram Rata-Rata Jumlah Kokon Cacing Eudrilus eugeniae .... 51

Gambar 11. Histogram Rata-Rata Berat Kokon Cacing Eudrilus eugeniae ... 55

Gambar 12. Grafik Rata-Rata Suhu Media selama 2 Bulan ... 61

Gambar 13. Grafik Rata-Rata pH Media selama 2 Bulan ... 63


(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (avertebrata) dan bertubuh lunak. Hewan ini paling sering dijumpai di tanah dan tempat lembab, yang banyak mengandung senyawa organik dan bahan mineral yang cukup baik dari alam maupun dari sampah limbah pembuangan penduduk. Cacing tanah sendiri telah dikenal dari berbagai familia yaitu moniligastridae, megascolecidae, eudrillidae, glossocolecidae, dan lumbricidae (Khairulman dan Amri, 2009: 1-3).

Masyarakat mengerti manfaat dari cacing tanah antara lain sebagai penyubur tanah, namun dalam pelaksanaan pemanfaatan cacing tanah ini pun masih sangat terbatas. Cacing tanah memiliki banyak manfaat seperti menyuburkan tanah dan juga kesehatan manusia. Menurut Rony Palungkun (2008) mengatakan bahwa kandungan protein yang dimiliki cacing tanah sangatlah tinggi, yakni mencapai 64-76%. Selain protein cacing tanah juga mengandung abu, serat dan lemak tak jenuh. Cacing tanah mengandung auksin yang merupakan perangsang tumbuh untuk tanaman (Rony Palungkun, 2008: 12).

Cacing tanah dari famili eudrillidae yaitu cacing Afrika yang dikenal dengan nama ilmiah Eudrilus eugeniae atau lebih sering disebut dengan cacing African Night Crawler (ANC). Seperti namanya cacing ini berasal dari dataran hangat benua Afrika yang telah banyak dikembangkan untuk


(15)

keperluan ternak diberbagai penjuru dunia. Cacing tanah jenis Eudrilus eugeniae memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari cacing lain, dan nafsu makannyapun juga lebih besar. Eudrilus eugeniae berkembang lebih cepat daripada cacing lokal lain. Tidak salah apabila Cacing African Night Crawler (ANC) sebagai produsen kascing yang dapat diunggulkan (Reinecke and Viljoen 1993 dalam Jorge Dominguez., dkk., 2001: 342).

Cacing Eudrilus eugeniae dapat sebagai penyubur lahan pertanian alami, dikarenakan aktivitas cacing itu sendiri di dalam tanah yang dapat menggemburkan dan menghasilkan mineral bagi tanah. Selain itu tubuh cacing Eudrilus eugeniae dapat digunakan untuk bahan makanan bagi hewan ternak, salah satunya pakan ayam. Unsur-unsur yang diperlukan dalam pakan ternak selain karbohidrat dan vitamin, juga diperlukan protein dan mineral (Khairulman dan Amri, 2009: 18).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae di antaranya adalah media hidup cacing itu sendiri. Cacing pada alaminya hidup di tanah yang lembab dan banyak mengandung senyawa organik seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bahan organik yang bisa dijadikan media hidup cacing tanah antara lain kotoran hewan ternak, ampas tahu, ampas singkong, ampas sagu, serbuk gergaji, kompos, jerami padi, sekam padi, kulit pisang, dan sebagainya (Sugiantoro, 2012: 58). Media hidup secara langsung dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa


(16)

terdapat banyak bahan yang dapat digunakan sebagai media hidup, namun demikian media hidup yang seperti apa yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah. Persoalan ini membutuhkan jawaban apabila diinginkan peningkatan budidaya cacing tanah.

Pohon aren atau enau (Arenga pinnata, Merr.) merupakan tumbuhan yang menghasilkan bahan-bahan industri. Begitu banyak ragam produk yang dipasarkan setiap hari yang berasal dari bahan baku pohon aren dan permintaan produk-produk tersebut baik untuk kebutuhan ekspor maupun kebutuhan dalam negeri semakin meningkat. Hampir semua bagian pohon aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari bagian fisik (akar, batang, daun, dll) maupun hasil produksinya berupa gula aren. Meskipun demikian, penggunaan batang pohon aren sebagai media tumbuh cacing tanah memang belum pernah dilakukan, maka dari itu peneliti tertarik untuk menggunakan gergaji aren sebagai media pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae. Ketersediaan serbuk gergaji aren dapat diperoleh di tempat-tempat industri seperti pembuat bihun. Penelitian ini guna memanfaatkan serbuk gergaji aren yang sudah tidak dimanfaatkan. Selain itu, batang aren mengandung pati. Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, terdiri atas amilosa dan amilopektin, dan karbohidrat merupakan salah satu zat yang dibutuhkan oleh cacing Eudrilus eugeniae untuk pertumbuhannya (Jacobs dan Delcour 1998 dalam Heny Herawati, 2010: 31).


(17)

Rumput manila (Zoysia matrella) adalah salah satu rumput yang hidup di daerah tropis. Rumput manila merupakan rumput yang sering ditumbuhkan di lapangan sepakbola, salah satunya dapat dilihat di lapangan sepakbola Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY. Rumput tentunya akan terus tumbuh dan berkembang, sehingga rumput lapangan sepakbola akan selalu dikontrol ketebalannya sesuai standard lapangan sepakbola dan sisa dari hasil potongan rumput tersebut biasanya hanya dibuang begitu saja atau dijadikan sebagai kompos. Rumput yang difermentasi dan dijadikan sebagai pupuk kompos memiliki kandungan zat kompleks yang bermanfaat. Rumput sebagaimana tanaman hijau lainnya, dapat menjadi sumber makanan bagi cacing tanah. Pemakaian rumput sebagai media pemeliharaan cacing tanah dapat secara tunggal atau dikombinasikan dengan bahan lain. Berdasarkan keterangan di atas, maka kombinasi antara serbuk gergaji aren dan rumput manila berpeluang untuk dijadikan sebagai media pertumbuhan cacing Afrika, untuk itulah penelitian ini dilakukan. B. Identifikasi Masalah

1. Apakah pengaruh kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae?

2. Apakah pengaruh kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap produksi kokon cacing Eudrilus eugeniae?

3. Media manakah yang paling optimal untuk pertumbuhan dan produksi kokon cacing Eudrilus eugeniae?


(18)

4. Bagaimana kualitas kascing dari bekas kombinasi media pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada apakah terdapat pengaruh baik dari kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing Eudrilus eugeniae.

D. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh yang baik dari kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae?

2. Apakah terdapat pengaruh yang baik dari kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap produksi kokon cacing Eudrilus eugeniae?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae.

2. Mengetahui pengaruh kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap produksi kokon cacing Eudrilus eugeniae.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat

a. Masyarakat dapat mengetahui manfaat dari cacing Eudrilus eugeniae dan memanfaatkannya.


(19)

b. Masyarakat dapat mengembangbiakkan cacing Eudrilus eugeniae dengan baik.

c. Masyarakat dapat mengetahui media yang optimal untuk pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae.

G. Definisi Operasional

1. Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan ukuran, baik volume, berat, dan jumlah sel yang bersifat irreversible, dalam penelitian ini indikator untuk pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae adalah pertambahan biomassa cacing yang dihasilkan pada masing-masing bak media perlakuan pada akhir penelitian.

2. Produksi kokon adalah jumlah kokon yang dihasilkan cacing Eudrilus eugeniae selama 2 bulan, dalam penelitian ini indikator untuk produksi kokon adalah jumlah kokon, berat kokon dan indeks kokon (perbandingan lebar x panjang x 100%) pada masing-masing perlakuan berbeda.

3. Cacing tanah yang digunakan adalah jenis cacing tanah African Night Crawler (ANC) atau Eudrilus eugeniae, dengan berat rata-rata untuk satu bak perlakuan 35 gram, umur cacing tidak ditentukan. Cacing Eudrilus eugeniae didapatkan dari peternakan cacing yang berada di Godean, Yogyakarta.

4. Media dalam penelitian ini yang dimaksud adalah substansi yang diisikan ke dalam wadah yang digunakan untuk pemeliharaan cacing Afrika. Media yang digunakan : serbuk gergaji batang pohon aren dan


(20)

rumput manila. Serbuk gergaji batang pohon aren diperoleh dari pohon aren di daerah waduk Sermo, Kulonprogo. Serbuk gergaji kemudian didiamkan 1 bulan agar kondisi gergaji menjadi lapuk. Rumput manila diperoleh dari limbah hasil pemotongan rumput lapangan sepakbola Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY yang sudah siap untuk digunakan sebagai media karena sudah tersungkup dalam “trash bag” selama 1 bulan.

5. Pakan adalah makanan yang diberikan untuk cacing Eudrilus eugeniae selama penelitian berlangsung. Pakan yang digunakan adalah ampas tahu yang dibeli di pasar Demangan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cacing Eudrilus eugeniae (African Night Crawler /ANC) 1. Klasifikasi cacing Eudrilus eugeniae

Kingdom : Animalia Phylum : Annelida Kelas : Clitellata Subkelas : Oligochaeta Ordo : Megadrilacea Famili : Eudrilidae Genus : Eudrilus

Spesies : Eudrilus eugeniae

(Sumber: Kingberg (1867) dalam Manish Kumar Singh (2014)).

Cacing Eudrilus eugeniae satu lagi jenis cacing tanah yang memilki potensi untuk di budidayakan oleh para peternak cacing yaitu Cacing African Night Crawler (ANC) atau dikenal Eudrilus eugeniae . Cacing ini berasal dari dataran tropis hangat benua Afrika yang telah banyak dikembangkan untuk keperluan ternak diberbagai penjuru dunia. Di Indonesia cacing Eudrilus eugeniae adalah cacing lokal yang biasa digunakan untuk campuran pakan ikan karena kandungan proteinnya yang tinggi. Namun pada kenyataanya, di Indonesia cacing ini belum terlalu populer padahal iklim tropis Indonesia bisa sangat mendukung pertumbuhan


(22)

cacing Eudrilus eugeniae seperti suhu hangat dan udara lembab daripada dataran eropa yang umumnya bersuhu dingin (Jorge Dominguez., dkk., 2001: 341).

Cacing Eudrilus eugeniae memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari cacing tanah jenis Lumbricus, panjang tubuhnya dapat mencapai 35 cm pada usia dewasa. Cacing ini memiliki kebiasaan unik dibandingkan dengan jenis cacing yang lain karena pada umumnya cacing Eudrilus eugeniae lebih sering melakukan perkawinan pada permukaan tanah dan dilakukan pada malam hari. Ciri fisik Eudrilus eugeniae yaitu:

a. Tubuhnya berwarna keunguan

b. Terdapat garis pada bagian tengah perut mulai dari bawah kepala sampai pangkal ekor

c. Ukuran tubuhnya besar, bahkan mampu sebesar pensil dengan panjang antara 30-35 cm pada usia dewasa.

d. Bentuk pipih dengan ekornya yang tampak lebih runcing dibandingkan kepala

e. Klitelum lebih dekat dengan kepala

f. Gerakannya bervariasi ada yang cepat ada juga yang lamban

Suhu atau temperatur udara 25°C {25°C = 77°F} akan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan, kematangan dan produksi biomassa cacing Eudrilus eugeniae dibandingkan dengan suhu 15°C, 20°C atau 30°C. Jumlah terbesar kokon per minggu dan jumlah individu per kokon diperoleh


(23)

pada kisaran suhu 25°C, kokon Eudrilus eugeniae akan menetas hanya 12 hari pada suhu 25°C. Setelah menetas, untuk mencapai kematangan seksual (mencapai dewasa) cacing membutuhkan periode waktu ± 35 hari (Jorge Dominguez., dkk., 2001: 343).

2. Struktur tubuh

Gambar 1. Struktur Tubuh Cacing Tanah. (Sumber: Rahmat Rukmana, 2008: 16)

Gambar 1 merupakan tampilan struktur tubuh cacing tanah. Tubuh cacing tanah dideskripsikan menjadi lima bagian yang terdiri atas bagian depan (anterior), bagian tengah, bagian belakang (posterior), bagian punggung (dorsal), dan bagian bawah atau perut (ventral). Bentuk tubuh cacing tanah umumnya silindris memanjang. Mulut terdapat pada segmen pertama, sedangkan anus pada segmen yang terakhir (Rahmat Rukmana, 2008: 17).

Anus mulut

(Prostomium)

Klitelum Rambut (Seta) pada setiap

segmen bagian bawah) Pori-pori pada setiap segmen bagian bawah Segmen


(24)

Bibir mulut (prostomium) berupa tonjolan daging yang dapat menutup lubang mulut. Bibir mulut dan anus tidak merupakan segmen tubuh, melainkan bagian dari tubuh tersendiri. Cacing tanah dewasa terdapat alat untuk menyiapkan proses perkembangbiakan yang disebut “klitelum”. Klitelum merupakan bagian cacing tanah yang menebal, terletak diantara anterior dan posterior, warnanya lebih terang daripada warna tubuhnya (Rahmat Rukmana, 2008: 17).

Tubuh cacing tanah terdiri dari segmen-segmen. Setiap segmen (sumite) terdapat rambut pendek dan keras yang disebut “seta” (setae). Seta berfungsi sebagai pencengkram atau pelekat yang kuat pada tempat cacing tanah itu berada. Apabila cacing tanah bergerak, daya lekat seta diatur secara kuat. Gerakan cacing tanah diatur pula oleh otot memanjang dan otot melingkar. Kontraksi otot longitudinal menyebabkan tubuh cacing tanah bisa memanjang dan memendek. Sedangkan kontraksi otot sirkuler menyebabkan tubuh cacing tanah mengembang dan mengkerut. Sinkronisasi kontraksi kedua jenis otot ini menimbulkan gaya gerak ke depan. Kalau diperhatikan kelihatan lemah, tetapi sebetulnya tidak demikian, cacing tanah relatif kuat karena dengan susunan otot yang melingkar dan memanjang cacing tanah dapat menembus tanah. Bila seekor cacing tanah ditarik dari lubangnya, tubuhnya akan putus. Hal ini disebabkan karena daya lekat seta cacing tanah dapat mendorong suatu benda atau batu kecil yang 60x lebih berat dari tubuhnya sendiri, tetapi bila tidak dapat didorong, tanah itu akan


(25)

dimakannya dan setelah itu bersama-sama kotoran dikeluarkan atau disembulkan melalui anus (Rahmat Rukmana, 2008: 16-18).

Bagian bawah (ventral) terdapat pori-pori yang letaknya tersusun atas segmen dan berhubungan dengan alat ekskresi (nephredia) yang ada dalam tubuh. Nephredia ini mengeluarkan zat-zat sisa yang telah berkumpul di dalam rongga tubuh (rongga selomik) berupa cairan. Fungsi pori-pori adalah untuk menjaga kelembaban kulit cacing tanah agar selalu basah, karena cacing bernapas melalui kulit basah tersebut. Kulit luar (kutikula) selalu dibasahi oleh kelenjar-kelenjar lendir (kelenjar mucus). Lendir ini terus-menerus diproduksi cacing tanah untuk membasahi tubuhnya agar dapat bergerak dan melicinkan tubuhnya supaya lebih mudah bergerak di tempat-tempat yang kasar, misalnya pada daun-daun dan ranting-ranting tanaman yang gugur. Lendir dipakai untuk memperlicin saluran atau lubang di dalam tanah, sehingga leluasa bergerak di dalam lubang (Rahmat Rukmana, 2008: 16-18).

3. Sistem pencernaan

Sistem pencernaan cacing tanah terdiri dari mulut pada segmen pertama, faring, esofagus (kerongkongan), tembolok (crop) yang merupakan pelebaran dari kerongkongan, perut otot, usus, dan anus. Proses pencernaan dibantu oleh enzim - enzim yang dikeluarkan oleh getah pencernaan secara ekstrasel. Makanan cacing berupa daun-daunan serta sampah organik yang sudah lapuk. Cacing tanah dapat mencerna senyawa organik tersebut


(26)

menjadi molekul yang sederhana yang dapat diserap oleh tubuhnya. Sisa pencernaan makanan dikeluarkan melalui anus.

Gambar 2. Struktur Sistem Pencernaan Cacing Tanah. (Sumber: Rahmat Rukmana, 2008: 19)

Sistem pencernaan (metabolisme) makanan cacing tanah melalui alur sebagai berikut:

a. Makanan dimakan melalui atau oleh bibir mulut atau protomium, lalu dimasukkan ke dalam faring (pharynx), ke esophagus dan selanjutnya ke tembolok (crop).

b. Makanan disimpan sementara untuk disalurkan ke lambung otot, di dalam lambung otot (perut otot), makanan dihancurkan oleh gerakan otot lambung dan dibantu pasir serta benda-benda keras yang dimakan


(27)

cacing tanah. Di samping itu, saluran pencernaan makanan mengeluarkan enzim-enzim untuk mencerna makanan.

c. Makanan yang tercerna diserap oleh usus, lalu diproses dari bentuk komplek menjadi sederhana, diabsorbsi oleh dinding usus halus masuk ke dalam pembuluh darah, dan selanjutnya melalui anus sehingga dihasilkan kascing (Rahmat Rukmana, 2008: 18-19).

4. Sistem peredaran darah

Cacing tanah mempunyai alat peredaran darah yang terdiri atas pembuluh darah punggung, pembuluh darah perut dan lima pasang lengkung aorta. Lengkung aorta berfungsi sebagai jantung. Darah cacing tanah terdiri dari sel darah putih (leukosit) dan darah merah (hemoglobin). Cacing tanah memiliki sistem peredaran darah tertutup, karena darah dialirkan atau dipompa dari 5 pasang jantung ke saluran darah perut untuk dikirim ke seluruh tubuh. Pada sistem peredaran darah ini, darah diedarkan melewati arteri dan kembali ke jantung melewati vena. Dalam proses peredaran darah terjadi pengangkutan zat makanan dan oksigen (O2) ke sel-sel atau jaringan tubuh dengan melepaskan CO2 ke udara. Darah yang mengandung oksigen akan masuk kembali ke jantung. Bersama-sama proses peredaran darah terjadi pula proses pernapasan (Rahmat Rukmana, 2008: 19).

Cacing tanah bernapas dengan kulit. Di atas kulit terdapat lapisan kutikula berfungsi mengambil oksigen langsung dari udara dengan


(28)

melepaskan CO2 ke udara. Kelebihan sistem peredaran tertutup adalah sistem peredaran tertutup beroperasi dengan tekanan darah yang lebih tinggi. Selain itu, lebih efisien karena menggunakan darah jauh lebih sedikit untuk tingkat yang lebih tinggi dan lebih cepat dari distribusi. Karena darah beroksigen dapat mencapai ekstremitas tubuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan sistem terbuka, organisme dengan sistem tertutup dapat memetabolisme lebih cepat, yang memungkinkan mereka untuk bergerak, mencerna dan menghilangkan limbah jauh lebih cepat. Selain itu, karena distribusi yang efisien sehingga antibodi, respon imun yang lebih kuat, membantu tubuh untuk melawan infeksi yang lebih kuat (Rahmat Rukmana, 2008: 19-20).

Cacing tanah memiliki dua pembuluh darah utama dorsal dan ventral yang membawa darah menuju kepala atau ekor. Karena epidermis dari cacing tanah yang sangat tipis dan terus-menerus bersifat lembab, ada banyak kesempatan untuk pertukaran gas yang membuat sistem relatif tidak efisien. Ada juga organ khusus dalam cacing tanah untuk menghilangkan limbah nitrogen. Namun, darah dapat mengalir ke belakang dan sistem ini hanya sedikit lebih efisien daripada sistem terbuka serangga. Banyak invertebrata tidak memiliki sistem peredaran darah sama sekali. Sel-sel mereka cukup dekat dengan lingkungan mereka untuk pertukaran oksigen, gas-gas lainnya, nutrisi, dan produk-produk limbah dalam berdifusi keluar dari dan ke dalam sel mereka. Pada hewan dengan beberapa lapisan sel,


(29)

terutama hewan tanah, sistem peredaran darah ini tidak akan bekerja, karena sel-sel mereka terlalu jauh dari lingkungan eksternal untuk berosmosis dan difusi sederhana (Rahmat Rukmana, 2008: 20).

Gambar 3. Bagian Pembuluh Darah Cacing Tanah. (Sumber: Sylvia Mader, 2012)

Gambar 4. Letak Pembuluh Darah Cacing Tanah. (Sumber: Sylvia Mader, 2012)

Darah cacing tanah mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah. Pembuluh darah yang melingkari esopagus berfungsi memompa darah keseluruh tubuh. Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior (Sylvia Mader, 2012).


(30)

Ginjal juga terdapat ginjal yang berfungsi mengatur kesimbangan cairan tubuh. Ginjal memfiltrasi hasil metabolism protein berupa nitrogen, lalu sisa-sisa metabolism dibuang ke luar tubuh melalui lubang pelepasan yang terdapat pada kulit (Sylvia Mader, 2012).

Semua gerakan atau aktivitas tubuh diatur oleh susunan saraf yang terdiri atas, simpul saraf bagian depan dan bagian perut serta serabut-serabutnya. Pada simpul saraf bagian depan terdapat otak. Getaran atau rangsangan yang berasal dari musuh atau kawan dapat diterima oleh ujung serabut-serabut saraf pada kulit, selanjutnya disalurkan ke otak. Cacing tanah tidak tahan terhadap sinar ultraviolet. Bila cacing tanah terkena sinar ultraviolet selama satu menit saja dapat langsung mematikan cacing tersebut (Rahmat Rukmana, 2008: 19-20).

5. Sistem ekskresi

Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor. Nefridia (tunggal – nefridium) merupakan organ ekskresi yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupakan pori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya (Campbell., dkk., 2004: 115).


(31)

Gambar 5. Sistem Ekskresi Pada Cacing Tanah. (Sumber: Campbell., dkk., 2004: 115)

Metanefridium memiliki dua lubang. Lubang yang pertama berupa corong, disebut nefrostom (di bagian anterior) dan terletak pada segmen yang lain. Nefrostom bersilia dan bermuara di rongga tubuh (pseudoselom). Rongga tubuh ini berfungsi sebagai sistem pencernaan. Corong (nefrostom) akan berlanjut pada saluran yang berliku-liku pada segmen berikutnya. Bagian akhir dari saluran yang berliku-liku ini akan membesar seperti gelembung. Kemudian gelembung ini akan bermuara ke bagian luar tubuh melalui pori yang merupakan lubang (corong) yang ke dua disebut nefridiofor. Cairan tubuh ditarik ke corong nefrostom masuk ke nefridium oleh gerakan silia dan otot. Saat cairan tubuh mengalir lewat celah panjang nefridium, bahan-bahan yang berguna seperti air, molekul makanan, dan ion akan diambil oleh sel-sel tertentu dari tabung. Bahan-bahan ini lalu menembus sekitar kapiler dan disirkulasikan lagi. Sampah nitrogen dan


(32)

sedikit air tersisa di nefridium dan kadang diekskresikan keluar. Metanefridium berlaku seperti penyaring yang menggerakkan sampah dan mengembalikan substansi yang berguna ke sistem sirkulasi. Cairan dalam rongga tubuh cacing tanah mengandung substansi dan zat sisa. Zat sisa ada dua bentuk, yaitu amonia dan zat lain yang kurang toksik, yaitu ureum. Inilah salah satu alasan mengapa cacing tanah memiliki habitat di lingkungan yang lembab karena cacing tanah mendifusikan sisa amoniaknya pada tanah tetapi ureum diekskresikan lewat sistem ekskresi (Campbell., dkk., 2004: 115).

6. Sistem Pernapasan / Respirasi

Cacing bernapas menggunakan kulit. Tubuh cacing tertutup oleh selaput bening dan tipis yang disebut kutikula. Kutikula ini selalu lembab dan basah. Melalui selaput inilah terjadi difusi oksigen dan CO2 yang kemudian diteruskan ke dalam pembuluh darah sehingga kebutuhan oksigen tubuh terpenuhi. Karena ternyata di bawah kulit itu terdapat kapiler-kapiler darah. Melalui kapiler ini, oksigen berdifusi masuk ke dalam kulit, lalu ditangkap dan diedarkan oleh sistem peredaran darah. Sebaliknya, karbon dioksida yang terkandung dalam darah dilepaskan dan berdifusi keluar tubuh. Cara respirasi cacing ini berbeda dengan serangga, karena pada serangga oksigen bisa langsung menuju ke sel-sel tubuh, sedang pada cacing harus masuk ke pembuluh darah sehingga pengangkutan oksigen secara tertutup mengingat peredaran oksigen berada di dalam pembuluh darah.


(33)

Kulit yang digunakan untuk proses difusi yaitu bagian dorsal / sisi punggung (Khairulman & Amri, 2009: 6).

7. Pertumbuhan

Pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae cukup cepat, sesuai ukurannya cacing ini juga makan lebih banyak dibandingkan cacing tiger maupun cacing merah, namun tetap saja faktor makan, suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh meskipun cacing Eudrilus eugeniae mentolerir suhu hingga 32℃. Biomassa Eudrilus eugeniae meningkat secara total jauh lebih cepat daripada Eudrilus Fetida, sebagian besar spesies tumbuh relatif baik di limbah organik. Selain itu, Eudrilus eugeniae mencapai kematangan seksual dalam waktu 35 hari, lebih cepat dibandingkan dengan Eudrilus Fetida yang mencapai 48-56 hari untuk menghasilkan kepompong pertama (Edwards, 1988). Hal ini menyatakan bahwa perkembangan Eudrilus eugeniae lebih cepat daripada spesies cacing tanah yang telah diteliti sampai saat ini.

Tabel 1. Data berat spesies cacing mg/minggu (Jorge Dominguez., dkk., 2001: 347-349)

Spesies Berat mg/minggu

Eudrilus eugeniae 280 Eudrilus fetida 60-80 Eudrilus andrei 80-90 Lumbricus rubellus 55-60


(34)

Tabel 1 menunjukkan berat beberapa jenis cacing tanah dari beberapa sumber dalam Jorge Dominguez., dkk., (2001), terlihat maksimal berat badan Eudrilus eugeniae adalah 280 mg/ minggu, dan untuk Eudrilus fetida berat tertinggi 60-80 mg per minggu (Graff 1974; Watanabe dan Tsukamoto 1976), 80-90 mg per minggu untuk Eudrilus andrei (Elvira dkk. 1996a), 55-60 mg per minggu untuk Lumbricus rubellus (Elvira dkk., 1996b). Berat cacing tanah untuk spesies lain menurut tabel 1 lebih sedikit daripada Eudrilus eugeniae. Eudrilus eugeniae akan menjadi spesies yang baik untuk produksi protein cacing tanah sebagai pakan ternak (Jorge Dominguez., dkk., 2001: 347-349).

8. Siklus Hidup

Siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon, cacing muda (juvenile), cacing dewasa (produktif) dan cacing tua. Saat dewasa kelamin cacing tanah akan menghasilkan kokon dari perkawinanannya yang berlangsung 6-10 hari (Rony Palungkun, 2008: 11). Kokon akan menetas setelah 14-21 hari dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar, menurut Jorge Dominguez., dkk., (2001) kokon cacing Eudrilus eugeniae akan menetas hanya dalam 12 hari pada suhu 25ºC. Menurut Reinecke dkk., (1992) dalam Jorge Dominguez., dkk., (2001) Waktu yang diperlukan cacing Eudrilus eugeniae dari menetas sampai ke kematangan seksual adalah 35 hari dan waktu dari menetas hingga memproduksi kokon sekitar 47 hari. Waktu ini lebih pendek 46-56 hari dibandingkan dengan catatan yang dikutip untuk E.fetida oleh


(35)

Hartenstein dkk., (1979) dalam Jorge Dominguez., dkk., (2001). Kelangsungan hidup cacing tanah sangat baik, dengan angka kematian terjadi pada suhu lebih dari 30ºC yang dikemukakan oleh Reinecke dkk., (1992) dalam (Jorge Dominguez., dkk., 2001: 349).

9. Sistem Reproduksi

Cacing tanah bereproduksi secara seksual dan bersifat hermaprodit, artinya pada setiap ekor cacing tanah terdapat alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Meskipun bersifat hermaprodit, tetapi cacing tidak melakukan pembuahan sendiri melainkan secara silang. Sebagai ilustrasi: 2 cacing yang melakukan kawin silang menempelkan tubuhnya dengan ujung kepala berlawanan. Masing-masing akan mengeluarkan sperma dan diterima oleh klitelium cacing pasangannya. Dalam posisi perkawinan (kopulasi), klitelum masing-masing cacing tanah akan mengeluarkan lendir yang berfungsi melindungi sel-sel sperma yang dikeluarkan oleh lubang alat kelamin jantan masing-masing.

Gambar 6. Sepasang Cacing Pada Posisi Kawin (bertukar spermatozoid). (Sumber: Rahmat Rukmana, 2008: 20)


(36)

Perkawinan silang (cross fertilization) dilakukan dengan cara saling bertukar spermatozoid. Sel-sel sperma yang keluar dari masing-masing cacing tanah akan bergerak kearah belakang (posterior), lalu masuk ke dalam lubang penerima sperma masing-masing. Setelah beberapa jam berkopulasi (kawin) dan masing-masing kantung ovarium yang berisi sel-sel telur menerima sel-sel sperma maka masing-masing kantung ovarium saling berpisah. Tahap selanjutnya terjadi pembentukan selubung kokon (mucous band). Proses pembentukan selubung kokon terjadi pada klitelium. Masing-masing sel telur yang telah menerima sel-sel sperma bergerak ke arah mulut dan bertemu dengan lubang saluran sel-sel telur, lalu masuk ke dalam selubung kokon, dari selubung kokon, sel-sel telur yang telah dibuahi sel-sel sperma tadi akan bergerak ke arah mulut, sehingga terjadi pelepasan kokon (cocoon) dari masing-masing cacing tanah bersama-sama dengan selubung kokonnya. Proses pembentukan dan pelepasan selubung kokon disajikan pada gambar berikut :

Gambar 7. Proses Pembentukan dan Pelepasan Selubung Kokon. (Sumber: Rahmat Rukmana, 2008: 21)


(37)

Keterangan :

A = Pembentukan selubung kokon

B = Selubung kokon yang berisi kokon bergerak menuju arah mulut C = Selubung kokon bersama dengan kokonnya terlepas

D = Kapsul dan kokon

Selubung kokon yang berisi beberapa telur (capsule) akan dilepaskan dalam liang tanah. Setiap butir telur (kokon) berisi bakal anak-anak cacing bahkan dapat menetas lebih dari 10 ekor anak-anak cacing. Meski demikian dari setiap kokon umumnya menetas 3-5 ekor cacing. Ukuran kokon tergantung kepada jenis cacing tanah (Rahmat Rukmana, 2008: 20-21).

Kokon Eudrilus eugeniae menetas hanya dalam 12 hari pada suhu 25ºC (Jorge Dominguez., dkk., 2001: 341).

10.Manfaat Cacing Tanah

Cacing tanah memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Hanya saja masih banyak yang belum menyadari akan manfaat cacing tanah sendiri. Kandungan gizi cacing tanah cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya yang mencapai 64-76%. Kandungan protein cacing tanah ini ternyata lebih tinggi dari sumber protein lainnya. Itulah sebabnya cacing tanah sangat potensial dijadikan bahan pakan ternak, terutama unggas (Rony Palungkun, 2008: 12).

Selain protein, kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam tubuh cacing tanah antara lain lemak 7-10%, kalsium 0,55%, fosfor 1%, dan serat kasar 1,08%. Selain itu, cacing tanah mengandung auxin yang merupakan zat perangsang tumbuh untuk tanaman (Rony Palungkun, 2008: 12-13).


(38)

Protein yang sangat tinggi pada tubuh cacing tanah terdiri dari setidaknya sembilan macam asam amino esensial dan empat macam asam amino non-esensial. Asam amino esensial antara lain arginin, histidin, leusin, isoleusin, valin, metionin, fenilalanin, lisin, dan treonin. Sementara asam amino non-esensial ialah sistin, glisin, serin, dan tirosin. Ke-13 asam amino ini sangat dibutuhkan unggas dalam perkembangannya (Rony Palungkun, 2008: 13).

Banyaknya asam amino yang terkandung dalam tubuh cacing tanah dapat memberikan indikasi bahwa tubuhnya pun mengandung berbagai jenis enzim yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. dari berbagai penelitian diperoleh cacing tanah mengandung enzim lumbrokinase, peroksidase, katalase, dan selulosa. Enzim-enzim ini sangat berkhasiat untuk pengobatan. Selain itu, cacing tanah pun mengandung asam arhidonat yang dikenal dapat menurunkan panas tubuh yang disebabkan infeksi (Abdul Aziz, 2015: 5-8).

Dalam Khairulman dan Amri (2009:18-21) menyebutkan beberapa manfaat cacing tanah antara lain :

a. Penyubur Lahan Pertanian

Hasil penelitian modern terhadap tanah, seperti yang dilaporkan dalam publikasi Dr.Ni Luh Kartini, seorang ahli tanah dan penemu pupuk “kascing” dari Universitas Udayana Bali, mengungkapkan bahwa lahan pertanian yang mengandung cacing tanah pada umumnya memang lebih subur. Sebab, tanah yang bercampur dengan kotoran cacing memberikan


(39)

banyak manfaat bagi tanaman. Proses perubahan kondisi tanah dapat dijelaskan secara ilmiah. Awalnya cacing tanah membuat lubang dan mendesak massa tanah atau memakan langsung massa tanah (Minnich 1997). Setelah dicerna, sisia-sisa bahan tersebut dilepaskan kembali sebagai buangan padat (kotoran) (Edward dan Lofty, 1997), penulis buku yang mengupas biologi tentang cacing tanah, “Biologi of Earthworm” di New York (1997) yang menyatakan, sebagian besar bahan mineral yang dicerna cacing tanah dikembalikan dalam tanah dalam bentuk nutrisi yang mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Namun, produksi alami kotoran cacing tanah di alam bergantung pada spesies, musim dan kondisi populasi yang sehat. Selain itu kotoran cacing tanah juga kaya akan unsur hara. Pasalnya aktivitas cacing tanah mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P dan K di dalam tanah. Unsur-unsur tersebut merupakan unsur pokok bagi tanaman. Penelitian terhadap tanah-tanah gundul di bekas tambang di Ohio, Amerika Serikat, menunjukkan cacing tanah dapat meningkatkan kadar K tersedia 19%.

b. Memperbaiki Drainase dan Aerasi Tanah

Selain menyuburkan tanah, lubang bekas jalan cacing tanah berada juga berfungsi memperbaiki aerasi dan drainase tanah, sehingga tanah menjadi gembur. Di samping itu, cacing tanah juga membantu pengangkutan sejumlah lapisan tanah dari bahan organik dan


(40)

memperbaiki struktur tanah. Richard (1978) seorang ahli tanah yang pernah merangkum penelitiannya dalam buku yang berjudul “Introduction to The Soil Ecosystem” menyatakan, cacing tanah mampu melakukan penggalian lubang hingga kedalaman 1 meter, sehingga dapat meresapkan air dalam volume yang lebih besar, serta mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah. Dengan begitu selain mencegah erosi, cacing tanah juga mampu meningkatkan ketersediaan air tanah.

c. Pengolah Sampah dan Penghasil Kascing

Menurut Khairulman dan Amri (2009: 21), 1 kg cacing tanah mampu mengolah 1 kg sampah dapur setiap hari, serta menghasilkan 0,5 kg limbah cacing tanah. Hal ini dimungkinkan karena pencernaan cacing tanah berisi berbagai macam jenis enzim yang mampu mengurai sampah, bahkan menghilangkan zat beracun. Namun perlu ditegaskan, limbah yang dapat diurai oleh cacing tanah hanya limbah organik yang tidak mengandung garam dapur, deterjen, atau insektisida. Bukan juga limbah plastik, karet, kaca, logam, dan besi. Selain itu, berdasarkan hasil uji laboratorium oleh pembudidaya cacing tanah di Bandung diketahui, kandungan mikroorganik pada kascing lebih baik 3-4 kali lipat dibandingkan dengan pupuk kandang biasa. Pada kenyataannya proses pengomposan menjadi kascing merupakan kerjasama antara cacing dengan mikroorganisme lain. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan mikroorganisme, kehadiran cacing tanah dapat


(41)

membantu proses tersebut, karena bahan-bahan yang diurai oleh mikroorganisme akan diurai kembali oleh cacing dan mikroba dalam perut cacing tanah. Bakteri dan fungi akan mengurai senyawa organik di dalam tanah yang kemudian dimakan kembali oleh cacing tanah. Dengan demikian, kerja mikroorganisme menjadi lebih efektif dan lebih cepat.

Fungsi lain dari cacing tanah yaitu: - Pakan Ayam

- Pakan Ikan Konsumsi dan Ikan Hias - Pakan Burung Berkicau

- Umpan Pancing 11.Habitat

Habitat cacing tanah adalah tanah yang gembur, tempat yang lembab dan gelap, terhindar dari sinar matahari. Oleh karena itu cacing tanah banyak kita jumpai di kebun-kebun yang penuh dengan daun-daun di sekitar kandang ternak, dibawah pohon pisang, dibawah tumpukan sampah, dan sebagainya. Cacing tanah lebih aktif dimalam hari, berkeliaran dari satu tempat ke tempat-tempat yang lain. Dengan demikian dalam upaya membudidayakan cacing tanah yang pertama harus dilakukan ialah lingkungan yang sesuai dengan habitatnya. Menurut Rahmat Rukmana (2008) yang dimaksud lingkungan yang baik adalah kondisi media/sarana memenuhi persyaratan, antara lain:


(42)

a. Kelembaban

Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi dengan normal, bila udara terlalu kering akan merusak keadaan kulit cacing tanah tersebut. Tetapi bila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah akan segera lari mencari tempat pertukaran udaranya lebih baik, karena cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas bukan dari oksigen yang ada dalam air. Kelembaban yang baik untuk perkembangbiakkan cacing tanah berkisar antara 15-50%, namun kelembaban optimumnya adalah antara 42%-60%.

b. Keasaman/pH

Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan cacing tanah adalah keasaman/pH tanah antara 6,0-7,2. Keasaman yang tinggi mengakibatkan cacing akan mati. Karena jika kondisi media terlalu asam maka tembolok cacing tanah akan pecah karena keracunan protein dan kulit cacing tanah juga akan mengalami luka yang serius. c. Temperatur /suhu

Suhu yang terlalu rendah maupun suhu yang terlalu tinggi akan mempengaruhi proses fisiologi seperti pernapasan, pertumbuhan, perkembangbiakkan dan metabolisme. Suhu yang hangat akan menyebabkan telur cacing tanah akan cepat menetas. Suhu yang ideal adalah 20-30ºC (Rahmat Rukmana, 2008: 28).


(43)

B. Media Pemeliharaan

1. Klasifikasi Pohon Aren (Arenga pinnata, Merr.) Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Arecales

Famili : Aracaceae Genus : Arenga

Spesies : Arenga pinnata, Merr.

Pohon aren adalah salah satu jenis tumbuhan palma yang memproduksi buah, nira dan pati atau tepung di dalam batang. Hasil produksi aren ini semuanya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Akan tetapi hasil produksi aren yang banyak diusahakan oleh masyarakat adalah nira yang diolah untuk menghasilkan gula aren (Mody Lempang, 2012: 38).

Aren merupakan salah satu sumber daya alam di daerah tropis, distribusinya tersebar luas, sangat diperlukan dan mudah didapatkan untuk keperluan sehari-hari oleh masyarakat setempat sebagai sumber daya yang berkesinambungan. Di Indonesia pohon aren sebagian besar secara nyata digunakan untuk bahan bangunan, keranjang, kerajinan tangan, atap rumah, gula, manisan buah dan lain sebagainya (Mody Lempang, 2012: 39).


(44)

a. Persebaran Pohon Aren

Salah satu tanaman yang paling penting dan umumnya tumbuh jauh di daerah pedalaman adalah aren. Jenis tanaman ini tumbuh menyebar secara alami di negara-negara kepulauan bagian tenggara, antara lain Malaysia, India, Myanmar, Laos, Vietnam Kepulauan Ryukyu, Taiwan dan Philipina (Hadi (1991) dalam Mody Lempang 2012). Di Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara, khususnya di daerah-daerah perbukitan yang lembab (Sunanto (1993) dalam Mody Lempang 2012), dan tumbuh secara individu maupun secara berkelompok (Alam dan Suhartati, 2000) dalam Mody Lempang 2012). Heyne (1950) dalam Mody Lempang (2012) melaporkan bahwa tanaman aren sering tumbuh mulai dari permukaan laut sampai ketinggian 1.300 m dari permukaan laut. Tetapi tanaman ini lebih menyukai tempat dengan ketinggian 500-1.200 m (Lutony (1993) dalam Mody Lempang 2012) dan bila dibudidayakan pada tempat-tempat dengan ketinggian 500-700 mdpl akan bisa meneruskan kelebihan air, seperti tanah yang gembur, tanah vulkanis di lereng gunung, dan tanah yang berpasir di sekitar tepian sungai merupakan lahan yang ideal untuk pertumbuhan aren. Suhu lingkungan yang terbaik rata-rata 25ºC dengan curah hujan setiap tahun rata-rata 1.200 mm (Mody Lempang, 2012: 43).


(45)

b. Kandungan Serbuk Gergaji Aren

Serbuk gergaji aren memiliki kandungan zat-zat yang bermanfaat bagi cacing tanah dalam pertumbuhannya, antara lain tertera pada tabel 2 menurut Dyah Febry Wulandari (2008) sebagai berikut.

Tabel 2. Kandungan Nutrien Serbuk Gergaji Aren (Dyah Febry Wulandari, 2008: 19)

2. Rumput Manila (Zoysia matrella) Kingdom : Plantae

Filum : Angiospermae Divisi : Embryophyta Subdivisi : Phanaerogama Kelas : Monocotyledon Ordo : Poales

Famili : Poaccac (Graminae) Genus : Zoysia

Spesies : Zoysia matrella

Rumput manila mempunyai daun berbentuk jarum dengan permukaan rata lebar 2-4 mm dan panjangnya 2- 11 mm. panjang rambut-rambut

Jenis Nutrisi Komposisi (%)

Bahan Organik Selulosa Protein kasar Serat kasar Lemak kasar Karbohidrat

76,58 95,34 6,78 20,92 0,48 37,00


(46)

halusnya 0,02 cm yang terdapat pada ligula (beard, 1973) dalam Charlie Sastro Siregar (2005: 3-4).

Persebaran rumput manila ini tumbuh di daerah tropis dan subtropis, di Indonesia rumput manila banyak ditumbuhkan pada lapangan sepakbola. Rumput manila toleran terhadap naungan bila ditumbuhkan di daerah lembab dan panas. Daya tahannya sangat baik terhadap kekeringan dan panas. Rumput ini mempunyai daya adaptasi terhadap tanah yang berdrainase baik. Bertekstur halus dan subur dengan pH 6-7 serta mempunyai toleransi terhadap tipe tanah (Charlie sastro Siregar, 2003: 4).

Rumput manila berpeluang menjadi media tumbuh cacing tanah karena mengandung beberapa zat seperti protein dan lemak yang dibutuhkan oleh cacing tanah dalam pertumbuhannya.

Tabel 3. Kandungan Nutrien Rumput Manila (Zoysia Matrella) (Gartesiasih, R. dan Nina Herlina. 2005: 37)

Jenis nutrisi Komposisi (%)

Kadar air 64,20

Protein 14,38

Serat kasar 32,11

Lemak 0,40

Bahan ekstrak tanpa nitrogen 34,48


(47)

Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir dalam penelitian ini yaitu tertera pada gambar berikut.

Gambar 8. Bagan Alur Kerangka Berfikir. Pertumbuhan dan produksi kokon Membudidayakan cacing Eudrilus eugeniae

Mencari media yang paling baik meningkatkan produksi

Pemanfaatan limbah Rumput manila

Pemanfaatan limbah serbuk gergaji aren

Protein 64-76% lemak 7-10%, kalsium 0,55%, fosfor 1%, dan serat kasar 1,08%

Kandungan

Jenis cacing Eudrilus eugeniae adalah jenis cacing tanah bermanfaat

Kandungan: Kadar air 64,2 % Protein 14,38 % Lemak 0,4%

Kandungan:

Bahan organik 76,58 % Protein kasar 6,78 % Lemak 0,48 % Karbohidrat 37 %

Bermanfaat bagi kesehatan dan sebagai pakan ternak Dibutuhkan cacing tanah dalam pertumbuhannya


(48)

C. Hipotesis Penelitian

1. Kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila berpengaruh baik terhadap pertumbuhan cacing Eudrilus eugeniae.

2. Kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila berpengaruh baik terhadap produksi kokon cacing Eudrilus eugeniae.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Peneltian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat 5 macam media perlakuan yaitu serbuk gergaji aren 100%, rumput manila 100%, serbuk gergaji aren 75%: rumput manila 25%, serbuk gergaji aren 50%: rumput manila 50%, dan serbuk gergaji aren 25%: rumput manila 75%. Penelitian ini dilakukan dengan memasukkan masing-masing 35 gram cacing Eudrilus eugeniae. Setiap perlakuan dilakukan 5 kali ulangan.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua cacing Eudrilus eugeniae. 2. Sampel Penelitian

Penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling, dengan mengambil beberapa cacing Eudrilus eugeniae sebagai sampel massa cacing seberat 35 gram. Cacing yang digunakan adalah cacing yang sudah memiliki klitelum, yang dimasukkan ke dalam masing bak wadah perlakuan dengan 5 macam perlakuan dan masing-masing perlakuan dilakukan 5 ulangan, sehingga didapatkan 25 bak perlakuan. Setiap wadah perlakuan diisi media dengan volume 2 kg.


(50)

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 01 Agustus 2016 s/d 30 september 2016 di Kebun Biologi FMIPA UNY.

D. Objek Penelitian

Objek yang akan diamati adalah cacing Eudrilus eugeniae. Media tumbuh yang digunakan adalah serbuk gergaji aren (Arenga pinnata, Merr.) dan rumput manila (Zoysia matrella). Media serbuk gergaji aren dibasahi dengan menyiramkan air secara merata kemudian didiamkan selama 1 bulan sehingga siap digunakan sebagai media hidup cacing tanah, media yang siap yaitu apabila cacing tanah diletakkan pada permukaan media maka cacing tanah akan masuk dengan sendirinya ke dalam media. E. Variabel Penelitian

1. Variabel Terikat :

- Pertambahan biomassa cacing (gram) - Jumlah kokon

- Berat kokon (mg) - Indeks kokon (%)

1. Variable Bebas : Komposisi perbandingan media hidup cacing - Serbuk gergaji aren 100% : Rumput manila 0%

- Serbuk gergaji aren 75% : Rumput manila 25% - Serbuk gergaji aren 50% : Rumput manila 50% - Serbuk gergaji aren 25% : Rumput manila 75% - Serbuk gergaji aren 0% : Rumput manila 100%


(51)

F. Alat dan Bahan 1. Alat

- Karung goni - Thermometer

- Jangka sorong (Vernier Caliper ketelitian 0,05 mm) - Hygrometer

- Soil tester - pH meter

- Bak media 35x30x15 (25 buah)

- Bor mesin

- Timbangan analitik (ketelitian 0,1 mg) - Neraca Ohauss - Sarung tangan Lateks - Penggaris (ketelitian 1 mm) - Alat tulis

- Kamera

2. Bahan

- Cacing Eudrilus eugeniae - Serbuk gergaji aren - Rumput manila

- Pakan cacing (ampas tahu) - Botol semprot


(52)

G. Prosedur Penelitian 1. Penyiapan media

- Serbuk gergaji aren dari batang pohon aren yang ditebang dan sudah dihaluskan, dibasahi lalu diletakkan pada lembaran karung yang kemudian atasnya ditutup kembali dengan karung, dibiarkan dalam keadaan lembab selama 1 bulan.

- Rumput manila didiamkan di dalam ‘trash bag’ dan ditutup rapat selama 1 bulan.

- Setelah 1 bulan, serbuk gergaji aren dan rumput manila ditimbang sesuai komposisi yang telah ditentukan ke dalam bak yang telah dilubangi sejumlah 4 lubang kecil (diameter ±0,5cm) pada setiap sisi bagian bawah bak media. Masing-masing bak perlakuan diisi dengan media sebanyak 2 kg, dengan kombinasi media sebagai berikut : a. Serbuk gergaji aren 100% (5 ulangan)

b. Serbuk gergaji aren 75% : Rumput manila 25% (5 ulangan) c. Serbuk gergaji aren 50% : Rumput manila 50% (5 ulangan) d. Serbuk gergaji aren 25% : Rumput manila 75% (5 ulangan) e. Rumput manila 100% (5 ulangan)

- Media dikatakan siap apabila saat percobaan cacing di letakkan di permukaan media tersebut maka cacing akan masuk menggali ke dalam media dengan sendirinya.


(53)

3. Pemeliharaan cacing

- Menimbang cacing Eudrilus eugeniae dengan berat rata-rata 35 gr. - Memasukkan cacing yang telah ditimbang 35 gr ke dalam

masing-masing bak wadah perlakuan, sehingga total berat cacing yang diperlukan adalah 875 gr untuk 25 bak.

- Cara memasukkan cacing adalah dengan meletakkan cacing tersebut di permukaan media, dan membiarkan cacing masuk dengan sendirinya ke dalam media.

- Kemudian menutup bak media dengan karung goni yang telah dipotong sesuai ukuran bak media.

- Melakukan penyiraman pada media setiap 2 hari sekali pada siang hari. - Memberi makan cacing setiap hari pukul 16.00 WIB.

H. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti memerlukan sejumlah data pendukung untuk mendukung keperluan analisis data penelitian yang berasal dari hasil penelitian dan sumber referensi lain. Teknik pengumpulan data yang dilakukan disesuaikan dengan jenis data yang diambil sebagai berikut:

a. Data pertambahan biomassa cacing dilakukan 2 kali selama penelitian yaitu akhir bulan pertama dan bulan ke-2 dengan menimbang total cacing pada setiap media perlakuan menggunakan neraca ohaous, cacing dicuci bersih terlebih dahulu sebelum ditimbang.


(54)

b. Data jumlah kokon dilakukan 2 kali selama penelitian yaitu pada akhir bulan pertama dan bulan ke-2 dengan menghitung total jumlah kokon yang ada pada setiap media perlakuan.

c. Data berat kokon dilakukan 2 kali selama penelitian yaitu pada akhir bulan pertama dan bulan ke-2 dengan menimbang kokon satu-persatu setiap media perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik. d. Data indeks kokon dilakukan pada akhir penelitian dengan mengambil

secara acak 5 kokon pada setiap bak perlakuan. Indeks kokon diperoleh dari perhitungan menggunakan rumus:

(Setiadi, 2000: 25).

panjang

Panjang kokon diukur dari dimulainya bentuk lekukan paling ujung hingga ujung lainnya, bagian dari lekukan ke bagian yang meruncing tidak diukur. Lebar kokon diukur dari bagian sisi kanan dan kiri kokon.

e. Data edafik seperti suhu media, pH, dan kelembaban media dilakukan setiap 2 hari sekali pada pukul 11.00 WIB. Usaha mengontrol suhu, pH dan kelembaban adalah dengan menyiram media apabila media terlihat kering.


(55)

f. Analisis kandungan C/N rasio dilakukan di Laboratorium Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data terhadap pertambahan biomassa cacing, berat kokon, dan indeks kokon dianalisis menggunakan analisis uji ANOVA satu arah (One Way ANOVA) dengan SPSS versi 16.0 apabila ditemukan perbedaan kemudian dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Data jumlah kokon dianalisis menggunakan analisis Krusskal Wallis.


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Objek dalam penelitian ini adalah cacing tanah jenis cacing African Night Crawler (ANC) atau lebih sering disebut cacing Afrika dengan nama ilmiah Eudrilus eugeniae. Cacing Eudrilus eugeniae memiliki ciri fisik yaitu warna tubuh keunguan dan berukuran besar, lebih besar dibanding dengan cacing lainnya seperti cacing merah. Ukuran cacing Eudrilus eugeniae bahkan dapat mencapai 30-35 cm pada usia dewasa. Sesuai dengan ukurannya yang besar maka cacing inipun juga makan lebih banyak pula. Memiliki ekor yang lebih runcing dibandingkan dengan kepalanya (Rahmat Rukmana, 2008: 15).

Parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain pertambahan biomassa cacing, jumlah kokon, berat kokon, dan indeks kokon Eudrilus eugeniae.

A. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa Cacing Eudrilus eugeniae

Mula-mula berat cacing Eudrilus eugeniae telah ditentukan yaitu 35 gr pada setiap bak perlakuan tanpa menghitung jumlah dari individunya, metode ini sesuai dengan penelitian (Rotupa Juliana Manurung., dkk., 2013). Data biomassa cacing Eudrilus eugeniae diperoleh dengan menimbang cacing pada saat setelah 1 bulan penelitian dan pada saat akhir penelitian yaitu setelah 2 bulan penelitian. Pertambahan biomassa cacing dapat menunjukkan pertumbuhan dari


(57)

cacing Eudrilus eugeniae, pada dasarnya cacing Eudrilus eugeniae memiliki perilaku makan yang lebih banyak dibandingkan cacing merah dan jenis cacing lain (Dominguez, Clive A. Edwards dan John Ashby, 2001), maka dalam pemanfaatannya cacing Eudrilus eugeniae lebih sering dimanfaatkan sebagai produsen kascing yang unggul. Penelitian ini, cacing Eudrilus eugeniae diberi makan ampas tahu, frekuensi

pemberian makan adalah ‘selalu ada’ artinya ketersediaan makan untuk cacing Eudrilus eugeniae selalu tersedia setiap hari.

Data rata-rata pertambahan biomassa cacing Eudrilus eugeniae ditampilkan dalam Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Rata-Rata Pertambahan Biomassa (gr) Cacing Eudrilus eugeniae selama Penelitian pada Beberapa Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila.

Bul an Ke Aren 100% (gr) Aren 75% : Rumput 25% (gr) Aren 50% : Rumput 50% (gr) Aren 25% : Rumput 75% (gr) Rumput 100% (gr) Rata-Rata 1

44 47.8 35 32.6 13.4 Simpangan

Baku 4.18330 5.63028 10.3199 9.91464 7.0214 Rata-Rata

2

82.3 57 47.4 40.14 35.22 Simpangan

Baku 11.5520 4.56892 3.41687 3.97467 1.11445

44 47.8

35 32.6

13.4 82.3

57

47.4

40.14 35.22

0 20 40 60 80 100

Aren 100% Aren 75%: Rumput 25%

Aren 50%: Rumput 50%

Aren 25%: Rumput 75%

Rumput 100% Bulan Ke-1

Bulan Ke-2

Gambar 9. Histogram Rata-Rata Pertambahan Biomassa Cacing Eudrilus eugeniae


(58)

Tabel 4 dan gambar histogram menunjukkan rata-rata pertambahan biomassa cacing Eudrilus eugeniae selama 2 bulan penelitian pada semua perlakuan. Bulan pertama menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi pertambahan biomassa cacing dari 5 ulangan terjadi pada kombinasi media serbuk gergaji aren 75%: rumput manila 25% sebesar 47,8 gr dengan nilai simpangan baku 5,63028, dan terendah terjadi pada media rumput manila 100% dengan rata-rata 13,4 gr dan nilai simpangan baku 7.0214. Nilai tertinggi simpangan baku yaitu 10.3199 terjadi pada kombinasi media serbuk gergaji aren 50%: rumput manila 50% dengan rata-rata pertambahan berat massa cacing 35 gr, sedangkan nilai simpangan baku terendah terdapat pada perlakuan media serbuk gergaji aren 100% sebesar 4.18330 dengan rata-rata pertambahan biomassa cacing 44 gr. Rata-rata pertambahan biomassa cacing tertinggi pada bulan ke dua terjadi pada media serbuk gergaji aren 100% sebesar 82,3 gr dengan nilai simpangan baku 11,5520. Rata-rata terendah masih tetap pada media rumput manila 100% sebesar 35,22 gr dengan nilai simpangan baku sebesar 1.11445. Simpangan baku tertinggi terjadi pada media serbuk gergaji aren 100% yaitu sebesar 11.5520, dan nilai simpangan baku terendah terjadi pada media rumput manila 100%.

Terdapat perbedaan pertambahan biomassa cacing, kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu nutrisi yang tersedia di dalam media. Selain ampas tahu yang diberikan peneliti sebagai pakan untuk cacing Eudrilus eugeniae, nutrisi dari media itu


(59)

sendiri juga mempengaruhi berat cacing. Cacing tanah membutuhkan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya. Karbohidrat dan lemak dibutuhkan untuk pertambahan berat cacing tanah (Sugiantoro, 2012: 58). Jika melihat kandungan karbohidrat dan lemak dari serbuk gergaji aren dan rumput manila, menurut Dyah Febry Wulandari (2008) kandungan karbohidrat dan lemak dari serbuk gergaji aren berturut-turut adalah 37% dan 0,48%, sedangkan dalam rumput manila menurut Gartesiasih R. dan Nina Herlina (2005) kandungan karbohidrat tidak tersedia dan lemak sebesar 0,40%.

Pertambahan biomassa cacing tanah juga dipengaruhi oleh proses metabolisme, dan kemampuan metabolisme pada setiap individu yang berbeda-beda. Menurut Kimball (1988) metabolisme adalah semua reaksi kimia yang terlibat dalam mempertahankan keadaan hidup sel-sel dan organisme. Metabolisme erat dengan gizi dan ketersediaan nutrien. Proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup seperti cacing tanah, melibatkan sebagian besar enzim baik berlangsung secara sintesis dan respirasi yang hasilnya mempengaruhi pertambahan berat badan cacing tanah. Karbohidrat, lemak dan protein merupakan bahan yang digunakan dalam proses metabolisme, karena dalam metabolisme ketiga senyawa tersebut akan dapat saling mengisi sebagai bahan pembentuk semua zat tersebut. Lemak dapat dibentuk dari protein dan karbohidrat, karbohidrat dapat dibentuk dari lemak dan protein, begitu


(60)

seterusnya. Proses tersebut akan menghasilkan sintesis karbohidrat, sintesis lemak dan sintesis protein dari bahan-bahan yang telah dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil, seperti gula dan asam amino agar dapat diangkut melalui membran sel. Proses tersebut akan dibantu oleh enzim yang ada di dalam tubuh cacing tanah untuk membentuk zat-zat yang lebih sederhana dan mudah dicerna yang dibutuhkan oleh tubuh cacing tanah. Proses metabolisme juga merupakan proses pertumbuhan makhluk hidup, hasil metabolisme yang dibutuhkan cacing tanah akan diserap oleh tubuh dan sisa hasil metabolisme yang tidak dibutuhkan akan diekskresikan ke luar tubuh. Sintesis protein, karbohidrat dan lemak inilah yang menyebabkan berat cacing mengalami pertambahan.

Selain itu faktor dari kondisi media juga mempengaruhi, ada masalah pada keadaan media, yaitu tumbuhnya jamur di hari ke-3 pada media dengan kombinasi rumput manila yang lebih banyak, yaitu serbuk gergaji aren 25%: rumput manila 75% dan rumput manila 100% jamur ini berwarna hitam, dengan batang panjang dan sering meninggalkan bekas warna hitam pada permukaan media. Peneliti segera membuang jamur tersebut karena diduga akan mengganggu pertumbuhan cacing, jamur ini tumbuh lagi keesokan harinya setelah dicabut, namun setelah itu tidak tumbuh lagi. Kejadian ini diduga salah satu penyebab mengapa pada media rumput cacing lebih sedikit pertambahan biomassanya karena kemungkinan antara jamur dengan cacing terjadi kompetisi perebutan makanan dalam media. Perlakuan media serbuk gergaji aren 100% juga


(61)

ditumbuhi oleh jamur jenis jamur tiram pada hari ke-3 dan tumbuh lagi pada hari ke-4, tetapi jamur ini tidak berpengaruh terhadap berat cacing yang hidup di dalam media, dengan bukti biomassa cacing pada kombinasi media ini paling tinggi, kemungkinan karena jamur tiram ini hanya tumbuh di bawah media dan tidak dipermukaan media.

Sedikitnya pertambahan biomassa pada perlakuan rumput manila 100%, diduga karena keadaan media yang buruk sehingga kemungkinan nutrisi dalam media menjadi hilang. Saat peneliti melihat kondisi dari media pada perlakuan rumput manila 100% tekstur dari media sangat lengket dan hampir seluruhnya menggumpal, jika udara panas gumpalan akan menjadi kering. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Brata (2009) bahwa kondisi media yang kering dapat menurunkan populasi dan kemampuan reproduksi cacing tanah. Keadaan media yang lengket dan menggumpal berpengaruh juga terhadap aerasi dalam media. Menurut Minnich (1997) aerasi adalah ketersediaan oksigen dalam tanah yang dibutuhkan untuk bernapas cacing tanah dan untuk memacu pertumbuhan cacing tanah dibutuhkan aerasi yang baik. Hal ini membuat cacing Eudrilus eugeniae akan sangat tidak nyaman karena susah bernapas dengan aerasi yang buruk.

Guna mengetahui apakah terdapat pengaruh dari kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap pertambahan biomassa cacing Eudrilus eugeniae, maka dilakukan uji Anova satu arah. Hasil dari uji Anova ditampilkan pada Tabel 5.


(62)

Tabel 5. Hasil Uji Anova Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa Cacing Eudrilus eugeniae

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat

Rata-rata F Sig. Antar Kelompok 6928,146 4 1732,037 47,313 0,000* Dalam Kelompok 732,160 20 36,608

Jumlah 7660,306 24 *= Signifikansi < 0,05

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji Anova pengaruh kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap pertambahan biomassa cacing Eudrilus eugeniae memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 . Nilai signifikansi ini kurang dari 0,05 yang berarti bahwa terdapat pengaruh nyata dari kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap pertambahan biomassa cacing Eudrilus eugeniae. Guna mengetahui perbedaan rata-rata antar perlakuan dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test). Hasil uji DMRT ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji Lanjut DMRT Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa Cacing Eudrilus eugeniae.

Perlakuan

N

Nilai alfa (α) = 0.05

1 2 3 4

Rumput 100% 5 35,2200

Aren 25% : Rumput 75% 5 40,1400 40,1400 Aren 50% : Rumput 50% 5 47,4000

Aren 75% : Rumput 25% 5 57,0000

Aren 100% 5 82,3000


(63)

Hasil uji lanjut Duncan dengan taraf 5% menunjukkan bahwa berat cacing Eudrilus eugeniae dengan perlakuan media rumput manila 100% memiliki pertambahan biomassa yang berbeda nyata dengan perlakuan media serbuk gergaji aren 50%: rumput manila 50%, serbuk gergaji aren 75%: rumput manila 25%, dan serbuk gergaji aren 100%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan media serbuk gergaji aren 25%: rumput manila 75%. Perbedaan yang nyata antar perlakuan ini disebabkan oleh nutrisi dalam media yang berbeda-beda, sehingga pertambahan biomassa cacing berbeda setiap perlakuan.

B. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Produksi Kokon Cacing Eudrilus eugeniae

Produksi kokon cacing Eudrilus eugeniae dilihat dari beberapa indikator yaitu jumlah kokon, berat kokon dan indeks kokon.

1. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Jumlah Kokon Cacing Eudrilus eugeniae

Data rata-rata jumlah kokon cacing Eudrilus eugeniae selama pengamatan pada bulan pertama dan bulan kedua ditampilkan dalam Tabel 7 berikut:


(64)

Tabel 7. Rata-Rata Jumlah Kokon Cacing Eudrilus eugeniae selama Penelitian pada Beberapa Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila

Bu la n Ke - Aren 100% Aren 75% : Rumput 25% Aren 50% : Rumpu t 50% Aren 25% : Rumpu t 75% Rumput 100% Rata-Rata

1 10 63 25 13 11 Simpanga

n Baku 3,768289 4,868265 15,8019 8,58487 4,669047

Rata-Rata

2 23.6 116.4 64.6 64.2 17.4 Simpanga

n Baku 10,76104 20,0075 7,73304 9,09395 5,029911

Tabel 7 dan gambar histogram menunjukkan rata-rata jumlah kokon pada setiap perlakuan media yang berbeda selama 2 bulan penelitian. Rata-rata jumlah kokon tertinggi cacing Eudrilus eugeniae bulan pertama yaitu pada kombinasi media serbuk gergaji aren 75%: rumput manila 25% sebesar 63 dengan nilai simpangan baku 4,868265. Rata-rata jumlah kokon terendah terjadi pada perlakuan media serbuk gergaji aren 100% sebesar 10 dengan nilai simpangan baku 3,768289.

10

63

25

13 11

23.6

116.4

64.6 64.2

17.4 0 20 40 60 80 100 120 140

Aren 100% Aren 75%: Rumput 25%

Aren 50%: Rumput 50%

Aren 25%: Rumput 75%

Rumput 100% Bulan Ke-1 Bulan Ke-2

Gambar 10. Histogram Rata-Rata Jumlah Kokon Cacing Eudrilus eugeniae


(65)

Simpangan baku tertinggi terjadi pada kombinasi media serbuk gergaji aren 50%: rumput manila 50% yaitu sebesar 15,8019 dengan rata-rata jumlah kokon 25. Rata-rata jumlah kokon tertinggi pada bulan ke dua masih tetap terjadi pada perlakuan kombinasi media serbuk gergaji aren 75%: rumput manila 25% yaitu 116,4 dengan nilai simpangan baku 20,0075, dan rata-rata jumlah kokon terendah terjadi pada perlakuan media rumput manila 100% yaitu 17,4 dengan nilai simpangan baku 5,029911. Simpangan baku tertinggi menunjukkan nilai 20,0075 pada perlakuan kombinasi media serbuk gergaji aren 75%: rumput manila 25%, dan terendah pada perlakuan media rumput manila 100% sebesar 5,029911.

Perlakuan pada serbuk gergaji aren 100% sebagai kontrol memiliki jumlah kokon lebih sedikit namun produksi biomassa lebih optimal. Menurut Jorge Dominguez, Clive A. Edwards dan John Ashby (2001) apabila dalam suatu populasi cacing dengan pertambahan berat yang tinggi maka produksi kokon akan menurun, karena populasi yang menjadi padat oleh individu cacing. Sebaliknya jika populasi rendah maka produksi kokon akan tinggi. Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan karena protein merupakan senyawa yang dibutuhkan cacing tanah dalam produksi kokon. Protein akan merangsang hormon neuropeptida yang merupakan hormon untuk pertumbuhan dan regenerasi yang akan menghasilkan individu baru (Andi Mushawwir & Diding Latipudin (2013)). Populasi yang padat


(66)

mempengaruhi jumlah protein yang diserap oleh setiap individu akan lebih sedikit dibandingkan pada populasi yang sedikit, asupan protein sedikit akan berpengaruh pada menurunnya kerja hormon neuropeptida, sehingga produksi kokon yang dihasilkan juga menurun. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Andi Mushawwir & Diding Latipudin (2013:60) bahwa menurunnya prekursor untuk sintesis telur menyebabkan jumlah produksi menurun.

Rata-rata produksi kokon pada bulan pertama lebih sedikit dari pada bulan kedua. Hal ini diduga karena pada bulan pertama cacing tanah belum mencapai aktivitas reproduksi yang optimal dan nutrisi yang diperoleh lebih diutamakan untuk pencapaian bobot badan dewasa. Jumlah peningkatan produksi kokon diduga akan terus bertambah jika waktu pengamatan ditambah. Hal ini dikarenakan cacing tanah masih aktif untuk bereproduksi. Menurut Viljoen dan Reinecke (1989), produksi kokon cacing tanah (Eudrilus eugeniae) dimulai dalam waktu 24 jam setelah kopulasi dan terus berlanjut hingga 300 hari. Cacing Eudrilus eugeniae memiliki masa inkubasi lebih pendek pada suhu 25ºC namun menetas lebih cepat pada suhu 30ºC (Jorge Dominguez., dkk., 2001: 341).

Guna mengetahui apakah terdapat pengaruh dari kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap jumlah kokon cacing Eudrilus eugeniae, maka dilakukan uji Kruskal Wallis. Hasil dari uji Kruskal Wallis ditampilkan pada Tabel 8.


(67)

Tabel 8. Hasil Uji Kruskal Wallis Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Jumlah Kokon Cacing Eudrilus eugeniae.

*= Signifikansi < 0,05

Tabel 8 menunjukkan bahwa hasil uji Kruskal Wallis pengaruh kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap jumlah kokon cacing Eudrilus eugeniae memiliki nilai signifikansi 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila berpengaruh nyata terhadap jumlah kokon cacing Eudrilus eugeniae.

2. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila terhadap Berat Kokon Cacing Eudrilus eugeniae

Data berat kokon ditampilkan dalam bentuk data rata-rata berat semua kokon yang dihasilkan pada setiap bak perlakuan, yang ditampilkan dalam Tabel 9 berikut:

Jumlah kokon

Chi-Square 20,965

df 4


(68)

Tabel 9. Rata-Rata Berat Kokon (mg) Cacing Eudrilus eugeniae selama Penelitian pada Beberapa Kombinasi Media Serbuk Gergaji Aren dan Rumput Manila.

Bula n Ke- Aren 100% (mg) Aren 75% : Rumput 25% (mg) Aren 50% : Rumput 50% (mg) Aren 25% : Rumput 75% (mg) Rumput 100% (mg) Rata-Rata 1

9,6 11,4 12,3 9,1 8,8 Simpan

gan Baku

0,304959 1,373681 3,844086 0,70214 0,353553

Rata-Rata

2

9,0 8,9 9,0 8,7 9,1

Simpan gan Baku

0,846759 0,316228 1,418802 0,380789 1,17601

Gambar 11. Histogram Rata-Rata Berat Kokon Cacing Eudrilus eugeniae

Tabel 9 dan gambar histogram menunjukkan rata-rata berat kokon cacing Eudrilus eugeniae pada perlakuan media yang berbeda selama penelitian. Rata-rata berat kokon dan nilai simpangan baku tertinggi pada bulan pertama terdapat pada kombinasi media serbuk gergaji aren 50%: rumput manila 50% sebesar 12,3 mg dan nilai simpangan baku 3,844086. Rata-rata berat kokon terendah terdapat

0.0096

0.0113 0.0111

0.0089 0.0089 0.0088 0.0089 0.0090 0.0087 0.0088

0.0000 0.0020 0.0040 0.0060 0.0080 0.0100 0.0120

Aren 100% Aren 75%: Rumput 25% Aren 50%: Rumput 50% Aren 25%: Rumput 75% Rumput 100% Bulan Ke-1 Bulan Ke-2


(69)

pada perlakuan media rumput manila 100% yaitu sebesar 8,8 mg dengan nilai simpangan baku 0,353553. Sedangkan nilai simpangan baku terendah terjadi pada perlakuan serbuk gergaji aren 100% sebesar 0,304959 dengan rata-rata berat kokon 9,6 mg. Bulan ke dua menunjukkan bahwa Rata-rata berat kokon dan nilai simpangan baku tertinggi terjadi pada perlakuan media rumput manila 100% dengan rata-rata berat kokon 9,1 mg dan nilai simpangan baku 1,17601. Rata-rata berat kokon terendah ada pada perlakuan kombinasi media serbuk gergaji aren 25%: rumput manila 75% yaitu 8,7 mg yang memiliki nilai simpangan baku 0,380789. Nilai simpangan baku terendah bulan ke dua yaitu pada kombinasi media serbuk gergaji aren 75%: rumput manila 25% sebesar 0,316228 dengan rata-rata berat kokon 8,9 mg.

Berat kokon dari cacing tanah diharapkan dapat mempengaruhi jumlah individu atau telur yang di dalam kokon. Apabila berat kokon tinggi maka kemungkinan telur di dalam kokon juga lebih banyak. Sebenarnya kokon bukanlah telur, melainkan hanya tempat dimana telur-telur cacing tanah tersimpan, karena setiap butir kokon berisi bakal anak cacing yang dapat menetas lebih dari 10 ekor anak-anak cacing. Meski demikian dari setiap kokon umumnya menetas 3-5 ekor cacing. Ukuran kokon tergantung kepada jenis cacing tanah (Rahmat Rukmana, 2008: 20-21).

Guna mengetahui apakah terdapat pengaruh dari kombinasi media serbuk gergaji aren dan rumput manila terhadap berat kokon


(1)

12.00-12.30 Penyiraman media Menyiramkan air di atas karung goni 12.45 Mencabut jamur Tumbuh jamur

pada semua ulangan kombinasi

media gergaji aren 25%: rumput

manila 75%

6. Minggu, 7 Agustus 2016

11.00-12.00 Pengukuran klimatik Mengukur suhu, kelembaban, pH

media 16.00-17.00 Memberi makan cacing Makanan berupa

ampas tahu

7. Selasa, 9 Agustus 2016

11.00-12.00 Pengukuran klimatik Mengukur suhu, kelembaban, pH

media 12.00-12.30 Penyiraman media Menyiramkan air

di atas karung goni 16.00-17.00 Memberi makan cacing Makanan berupa

ampas tahu

8. Kamis, 11 Agustus 2016

11.00-12.00 Pengukuran klimatik Mengukur suhu, kelembaban, pH

media 16.00-17.00 Memberi makan cacing Makanan berupa

ampas tahu

9. Rabu, 31 Agustus 2016

07.00-12.00 Pengambilan data berat cacing

Menimbang berat massa cacing Afrika setiap bak 12.00 Mengembalikan media

cacing dan cacing pada bak masing2

Mulai pemeliharaan lagi 12.00-14.00 Pengambilan data kokon Menghitung

jumlah kokon dan menimbang kokon

10. Kamis, 1 September 2016

11.00-12.00 Pengukuran klimatik Mengukur suhu, kelembaban, pH


(2)

12.00-12.30 Penyiraman media Menyiramkan air di atas karung goni 16.00-17.00 Memberi makan cacing Makanan berupa

ampas tahu

11. Sabtu, 3 September 2016

11.00-12.00 Pengukuran klimatik Mengukur suhu, kelembaban, pH

media 12.00-12.30 Penyiraman media Menyiramkan air

di atas karung goni 16.00-17.00 Memberi makan cacing Makanan berupa

ampas tahu

12. Senin, 5 September 2016

11.00-12.00 Pengukuran klimatik Mengukur suhu, kelembaban, pH

media 12.00-12.30 Penyiraman media Menyiramkan air

di atas karung goni 16.00-17.00 Memberi makan cacing Makanan berupa

ampas tahu

13. Rabu, 7 September 2016

11.00-12.00 Pengukuran klimatik Mengukur suhu, kelembaban, pH

media 16.00-17.00 Memberi makan cacing Makanan berupa

ampas tahu

14. Jumat, 9 September 2016

11.00-12.00 Pengukuran klimatik Mengukur suhu, kelembaban, pH

media 12.00-12.30 Penyiraman media Menyiramkan air

di atas karung goni 16.00-17.00 Memberi makan cacing Makanan berupa

ampas tahu

15. Minggu, 11 September 2016

11.00-12.00 Pengukuran klimatik Mengukur suhu, kelembaban, pH

media 16.00-17.00 Memberi makan cacing Makanan berupa


(3)

16. Jumat, 30 September 2016 07.00-12.00 Pengambilan data berat

cacing

Menimbang berat massa cacing Afrika setiap bak 12.00 Mengembalikan media

cacing dan cacing pada bak masing2

Mulai pemeliharaan lagi 12.00-14.00 Pengambilan data kokon Menghitung

jumlah kokon dan menimbang kokon


(4)

LAMPIRAN 4

DOKUMENTASI PENELITIAN

Penyiapan media serbuk gergaji aren Penyiapan media rumput

Penimbangan media Penimbangan cacing


(5)

Pengukuran suhu Pengukuran kelembaban dan pH

Pengukuran kelembaban udara Jamur pada media gergaji aren 100%

Jamur pada media aren 75% : Zm 25% Pemanenan cacing


(6)

Kokon cacing Eudrilus eugeniae Penimbangan berat kokon

Pengukuran panjang, lebar kokon untuk perhitungan indeks kokon